pengelolaan wilayah pesisir di desa lontar …repository.fisip-untirta.ac.id/377/1/ane - skripsi...
Post on 03-Mar-2019
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DI DESA
LONTAR KECAMATAN TIRTAYASA
KABUPATEN SERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
RATIH PERMITA SARI
6661091382
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG 2014
Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh
direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri. – Ibu Kartini
“Kawruh kang marakake reseping ati sasama iku
kawruh donya kang mumpangati”
(Ilmu yang menyebabkan ketentraman hati adalah ilmu dunia yang bermanfaat)
Skripsi ini saya persembahkan ,,,,
Untuk orangtua dan orang-orang tersayang
yang telah banyak membantu dan
memberi dukungannya selalu
ABSTRAK
Ratih Permita Sari. 6661091382. Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar
Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Program Studi Ilmu Administrasi
Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dosen Pembimbing I: Riny
Handayani, S.Si., M.Si. Dosen Pembimbing II: Juliannes Cadith, M.Si
Kata Kunci: Pengelolaan, Wilayah Pesisir
Fokus dalam penelitian ini adalah pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar
Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Tujuan penelitian untuk mengetahui
Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar. Teori yang digunakan dalam
penelitian adalah teori Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dari Dahuri
(2008). Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan teknik observasi
dan wawancara mendalam. Teknik analisis data penelitian menggunakan analisis
data Prasetya Irawan (2005). Hasil penelitian bahwa pengelolaan wilayah pesisir
di Desa Lontar masih belum optimal karena dalam perencanaan yang dibuat tidak
adanya ikut serta dari masyarakat lokal Desa Lontar, dalam pelaksanaan
pengelolaannya masih banyak kekurangan-kekurangan serta hambatan-hambatan
yang berasal dari masyarakat itu sendiri maupun dari pihak Pemerintah Kabupaten
Serang yang terkait, masih lemahnya pengawasan dari Dinas Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang dalam pengelolaan wilayah
pesisir di Desa Lontar, dan Evaluasi yang dilakukan tidak kontinyu. Saran dalam
penelitian yaitu membuat perencanaan yang bersifat bottom up, meningkatkan
kesadaran serta peran serta masyarakat dalam pengelolaan yang terpadu dan
berorientasi kepada masa depan/keberlanjutan, meningkatkan koordinasi dari tiap
stakeholder secara berkesinambungan dan sistematis, menindak tegas segala
pelanggaran yang tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan wilayah pesisir secara
terpadu agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang semakin parah di Pesisir
Desa Lontar.
ABSTRACT
Ratih Permita Sari. 6661091382. The Management of the coastal area In the
Village of Lontar Sub-districts Tirtayasa District Serang. Department of Public
Administration. Faculty of Social and Political Science. The 1st advisor : Riny
Handayani, S.Si., M.Si. 2nd
advisor : Juliannes Cadith, M.Si.
Keywords: Management, Coastal Area
Focus in this research is The Management of the coastal area In the Village of
Lontar Sub-districts Tirtayasa District Serang. The purpose of this research to
know the management of the coastal area In the Village of Lontar. Theory used in
this research is theory the management of the coastal area is integrated from
Dahuri (2008). The research method used qualitative observation techniques and
in-depth interviews. Technique of data analysis in this study uses data analysis
Prasetya Irawan (2005). The results showed that the management of the coastal
area in the village of Lontar has still not optimal because in the planning made
the absence of local community participated at the village of ejection, in the
implementation of the operations are still many deficiencies and constraints that
come from the community itself or from the County Government, still weak
monitoring of the Department of Marine, Fishery, Energy, and Mineral Resources
District Serang in the management of the coastal area in the village of Lontar,
and evaluation is not continuous. The recommendation in this research that is
make a planning bottom up, raising awareness and community participation in
the management of an integrated and oriented to the future/sustainability,
improve coordination of stakeholders continuously and systematically, resolutely
crack down on any violations that do not comply with the principles of integrated
coastal area management in order not to damage the environment is getting
worse in the coastal village of Ejection.
i
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul
Pengelolaan Wilayah Pesisir Di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa
Kabupaten Serang. Adapun Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
Dalam penyusunan Skripsi ini penulis melibatkan banyak pihak yang
senantiasa memberikan bantuan, baik berupa pengajaran, bimbingan, dukungan
moral dan materil, maupun keterangan-keterangan yang sangat berguna hingga
tersusunnya Skripsi ini. Untuk itu, dengan rasa hormat penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat., M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan I Bidang
Akademik FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, yang juga
merupakan Dosen Pembimbing Akademik.
ii
ii
4. Mia Dwianna W, M.Ikom selaku Wakil Dekan II Bidang Keuangan dan
Umum FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Ismanto, S.Sos., MM selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan
FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Rina Yulianti, S.IP., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Anis Fuad, S.Sos., M.Si selaku Sekertaris Program Studi Ilmu
Administrasi Negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Riny Handayani S.Si., M.Si Pembimbing I skripsi bagi penulis yang
senantiasa memberikan masukan yang bermanfaat dalam setiap
bimbingan.
9. Julianes Cadith, M.Si Pembimbing II skripsi bagi penulis yang senantiasa
memberikan kritik dan saran yang berguna bagi penulis selama proses
bimbingan.
10. Kepada seluruh Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara yang
tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah dan pernah
memberikan bekal-bekal ilmiah kepada peneliti selama proses belajar
mengajar.
11. Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil
DKPESDM Kabupaten Serang Mumun Munawaroh, S.Pi, M.Si yang telah
memberikan data dan informasi kepada Peneliti.
iii
iii
12. Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Pemukiman, dan
Prasarana Wilayah BAPPEDA Kabupaten Serang Freddy L Sinurat, ST,
M.Si yang telah menjadi narasumber bagi peneliti.
13. Pihak Kecamatan Tirtayasa dan Pihak Desa Lontar yang telah memberikan
data dan informasi kepada Peneliti. Serta seluruh masyarakat Desa Lontar
yang telah menjadi narasumber bagi peneliti.
14. Bapak, Mamah, Mbak. Mas, dan Adik tercinta yang tidak pernah lelah
untuk terus memberikan cinta dan keceriaan serta senantiasa memberikan
semangat dan doa yang begitu tulus.
15. Riski Panji Prakoso yang selalu membantu, memberi semangat dan
dukungannya kepada penulis.
16. Sahabat-sahabat tercinta, Ria Purnama, Rikhnawati, Elisa Tanini, Tiara
Aktobrianti, Lisnawati, Dewi Sartika, Anindya Ayu, Listina Apriasari,
Nuria Pratiwi, Ari Hardiawan, Irsyad Mahdi, Ismet Feridiana, Yan Adi,
Bagus Pratama, Doni Winarno, Lutfi Hardiansyah, Ahmad Fazlurahman,
Indra Miftah, Ryan Pratama, Prima Erfido, Gilang Prama yang selalu
memberikan inspirasi.
17. Teman-teman kelas C Reguler 2009, yang dengan senang hati memberikan
semangat serta dukungan kepada penulis dalam mengerjakan proposal
skripsi ini. Serta tidak lupa juga untuk teman-teman kelas B dan A
angkatan 2009, yang memberikan warna lain kepada penulis selama
perkuliahan.
iv
iv
18. Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu,
terimakasih telah bersedia membantu dan memberikan informasi dalam
penyusunan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan wawasan penulis. Oleh karena itu,
penulis dengan rendah hati memohon maaf atas kekurangan dan kelemahan yang
terdapat dalam Skripsi ini, peneliti berharap kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penelitian ini.
Serang, 5 Juni 2014
Ratih Permita Sari
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PENGESAHAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ............................................................. 13
1.3. Pembatasan Masalah ............................................................. 14
1.4. Rumusan Masalah ................................................................. 14
1.5. Tujuan Penelitian .................................................................. 15
1.6. Manfaat Penelitian ................................................................. 15
vi
1.6.1 Secara Teoritis ............................................................. 15
1.6.2 Secara Praktis .............................................................. 15
1.7. Sistematika Penulisan ........................................................... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR
2.1. Tinjauan Pustaka .................................................................. 23
2.1.1. Definisi Manajemen .................................................... 24
2.1.1.1. Unsur-Unsur Manajemen .............................. 26
2.1.1.2. Fungsi-Fungsi Manajemen ............................. 27
2.1.1.3. Prinsip-Prinsip Manajemen ............................ 30
2.1.2. Karakteristik Umum Pesisir dan Laut ......................... 32
2.1.2.1. Batasan Kawasan Pantai (Pesisir) dan Perairan
/Laut ............................................................................ 33
2.1.2.2. Paradigma Baru dan Pendekatan Yang Serasi
Dalam Pengelolaan Sumberdaya Kelautan ................. 35
2.1.3. Potensi Pembangunan Wilayah Pesisir ...................... 38
2.1.3.1. Permasalahan Pembangunan Wilayah Pesisir
..................................................................................... 40
2.1.3.2. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Wilayah
Pesisir ......................................................................... 40
2.1.3.3. Dasar Pertimbangan Pengembangan Daerah
Pantai ........................................................................... 41
2.1.3.4. Tipologi Perkembangan Daerah Pantai ......... 42
vii
2.1.3.5. Pengaturan dan Pengendalian Pengembangan
Daerah Pantai ............................................................. 42
2.1.3.6. Konsepsi Dasar Pengembangan dan Pengendalian
Potensi ........................................................................ 43
2.1.4. Manajemen Kawasan Pesisir Secara Terpadu ............ 43
2.1.5. Sistem Manajemen (Pengelolaan) Sumberdaya Perairan
Laut yang Komprehensif ............................................ 46
2.2. Kerangka Berpikir ................................................................. 50
2.3. Asumsi Dasar ........................................................................ 53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian .................................................................. 54
3.2. Instrumen Penelitian .............................................................. 56
3.2.1. Pengamatan Berperanserta .......................................... 56
3.2.2. Manusia Sebagai Instrumen ........................................ 56
3.3. Informan Penelitian .............................................................. 58
3.4. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 60
3.4.1. Studi Kepustakaan ........................................................ 61
3.4.2. Obsevasi ...................................................................... 61
3.4.3. Wawancara .................................................................. 63
3.4.3.1. Pedoman Wawancara ....................................... 64
3.4.4. Dokumentasi ................................................................ 68
3.5. Teknik Analisis Data ............................................................. 68
viii
3.6. Pemeriksaan Keabsahan Data .............................................. 71
3.7. Lokasi dan Jadwal Penelitian ................................................ 73
3.7.1. Lokasi Penelitian ......................................................... 73
3.7.2. Jadwal Penelitian .......................................................... 73
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek ..................................................................... 75
4.1.1. Deskripsi Wilayah Kabupaten Serang ......................... 75
4.1.2. Deskripsi Wilayah Kecamatan Tirtayasa .................... 79
4.1.3. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................ 81
4.1.4. Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Serang ...... 83
4.1.5. Gambaran Umum Bidang Kelautan Dinas Kelautan,
Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten
Serang ......................................................................... 86
4.2. Deskripsi Data Penelitian .................................................... 88
4.3. Daftar Informan Penelitian .................................................. 91
4.4. Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian .......................... 94
4.4.1. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar
................................................................................................ 95
4.4.2. Pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar
................................................................................................ 109
4.4.3. Pengawasan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar
................................................................................................ 120
ix
4.4.4. Evaluasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar .... 125
4.5. Pembahasan .......................................................................... 132
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................ 137
5.2 Saran ...................................................................................... 139
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Kerangka Berpikir ......................................................... 53
Gambar 3.1 Proses Analisis Data .................................................................... 71
Gambar 4.1 Strategi Rencana Penataan Kawasan Pantai Lontar Indah ......... 126
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Nama Pulau-Pulau di Kabupaten Serang ............................ 5
Tabel 1.2 Nama Desa di Kecamatan Tirtayasa ............................................... 6
Tabel 1.3 Jumlah Rumah Tangga Sasaran/ Penduduk Miskin (RSTPM) ....... 9
Tabel 1.4 Data Perusahaan Penambang Pasir Laut di Kabupaten Serang ...... 10
Tabel 2.1 Fungsi-Fungsi Manajemen ............................................................. 27
Tabel 3.1 Informan Penelitian ........................................................................ 61
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ..................................................................... 64
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ............................................................................ 76
Tabel 4.1 Nama Desa di Kecamatan Tirtayasa .............................................. 83
Tabel 4.2 Keterangan Informan ..................................................................... 96
Tabel 4.3 Temuan Lapangan .......................................................................... 140
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Wilayah pesisir (coastal zone) menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir
Terpadu disebutkan sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung
pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan
devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk. Wilayah pesisir sangat kaya
akan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir.
Sumberdaya pesisir terdiri dari sumberdaya hayati, sumberdaya non-hayati,
sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan dimana sumberdaya hayati terdiri
atas ikan, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan biota laut lain beserta
ekosistemnya. Sumberdaya non hayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut.
Sumberdaya buatan meliputi infrastruktur laut, yang terkait dengan kelautan dan
perikanan. Sedangkan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan
dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan
serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
2
Kecil. Sumberdaya pesisir tersebut mempunyai keunggulan karena tersedia dalam
jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya
yang relatif murah sehingga mampu menciptakan kapasitas penawaran yang
kompetitif. Kondisi perairan pantai yang baik, tidak akan hanya menguntungkan
secara ekologis, tetapi juga merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat,
baik secara langsung bagi masyarakat sekitar pesisir atau nelayan, maupun secara
tidak langsung bagi masyarakat lainnya.
Kekayaan sumberdaya tersebut mendorong berbagai pihak terkait
(stakeholders) seperti instansi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk
meregulasi dan memanfaatkannya. Masing-masing pihak terkait tersebut
menyusun perencanaannya tanpa mempertimbangkan perencanaan yang disusun
pihak lain, khususnya di wilayah pesisir yang berkembang pesat. Perbedaan fokus
rencana tersebut memicu kompetisi pemanfaatan dan tumpang tindih perencanaan
yang bermuara pada konflik pengelolaan. Konflik ini semakin berkembang akibat
lemahnya kemampuan Pemerintah dalam mengkoordinasikan berbagai
perencanaan sektor dan swasta.
Di samping berbagai potensi kewilayahan dan kekayaan sumber daya
tersebut, wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil Indonesia sangat rentan
terhadap perubahan lingkungan dan bencana, mengingat letak dan posisi geografis
Indonesia berada pada daerah “the rings of fire”, sehingga rentan terhadap
bencana alam terutama bencana gempa bumi, tsunami, longsor lahan, banjir dan
sebagainya. Selain itu wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil juga rentan
terhadap bencana akibat kegiatan manusia (man made disaster), seperti erosi
3
pantai, sedimentasi, intrusi air laut akibat kerusakan ekosistem mangrove,
terumbu karang, padang lamun. (Mukhtasor 2007:xvi)
Diperlukan suatu manajemen yang baik dan terpadu dalam mengelola
serta mengembangkan kawasan pesisir. Walaupun manajemen hanya merupakan
alat saja tetapi harus diatur dengan sebaik-baiknya. Karena jika manajemen ini
baik maka tujuan optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua
potensi yang dimiliki akan lebih bermanfaat. Mismanagement (salah urus) harus
dihindari, karena mismanagement akan menimbulkan kerugian, pemborosan,
bahkan tujuan tidak akan tercapai.
Dalam Undang-undang No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
merupakan suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan
pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara
ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam dekade terakhir ini telah terjadi berbagai macam kemunduran
fungsi (kerusakan) di wilayah pesisir Indonesia. Kemunduran fungsi tersebut
sebagian besar disebabkan oleh berkembangnya pemukiman kumuh tanpa sistem
sanitasi yang layak, berkembangnya berbagai jenis industri, serta pembukaan
lahan untuk usaha akuakultur dan pemukiman mewah tanpa melalui studi
kelayakan dan studi dampak proposional. Berbagai dampak dari kemunduran
4
fungsi tersebut telah terjadi di sebagian besar wilayah pesisir Indonesia.
(www.oseanografi.lipi.go.id)
Provinsi Banten mempunyai 78 pulau-pulau, diperkirakan 1/3 bagian
wilayahnya terdiri dari lautan dengan luas perairan Provinsi Banten sekitar
11.134,224 km² dengan panjang pantai sekitar 501 km. Kekayaan alam kelautan
dan sumberdaya pesisir yang dimiliki Banten antara lain berupa sumberdaya
perikanan, sumberdaya hayati seperti mangrove (hutan bakau), terumbu karang,
padang lamun, dan termasuk bahan tambang lainnya yang memiliki nilai ekonomi
tinggi. (Mukhtar,2013)
Sebagai daerah dengan wilayah berbatasan langsung dengan laut,
Kabupaten Serang memiliki wilayah pesisir yang terdiri dari beberapa kecamatan,
yaitu Kecamatan Anyar, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Cinangka,
Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Pontang, Kecamatan Pulo Ampel,
Kecamatan Tanara, dan Kecamatan Tirtayasa. Selain itu juga wilayah perairan
Kabupaten Serang memiliki pulau-pulau kecil yaitu:
5
Tabel 1.1
Daftar Nama Pulau-Pulau di Kabupaten Serang
No Nama Pulau Luas (ha) Letak
1 Pulau Sangiang
(Sanghyang) 845,5
Desa Cikoneng
Kecamatan Anyer
2 Pulau Salira 1,875
Desa Mangunrejo
Kecamatan
Bojonegara
3 Pulau Kali (dua pulau,
utara dan selatan)
P. Kali Utara 3
ha, P. Kali
Selatan 3,5 ha
Desa Pulau Ampel
Kecamatan
Bojonegara
4 Pulau Tarahan 11,875
Desa Marga Giri
Kecamatan
Bojonegara
5 Pulau Kemanisan 7,5
Desa Bojonegara
Kecamatan
Bojonegara
6 Pulau Cikantung 1,25
Desa Bojonegara
Kecamatan
Bojonegara
7 Pulau Pamujan Besar 15 Desa Susukan
Kecamatan Pontang
8 Pulau Pamujan Kecil 0,63 Desa Damas
Kecamatan Pontang
9 Pulau Tunda 257,5 Desa Wargasara
Kecamatan Tirtayasa
10 Pulau Panjang 820
Desa Pulo Panjang
Kecamatan Pulo
Ampel Sumber: (www.serangkab.go.id), 2013
Dengan karakteristik seperti di atas, maka pemanfaatan sumberdaya
pesisir secara optimal dan berkesinambungan hanya dapat terwujud jika
pengelolaannya dilakukan secara terpadu, dan menerapkan prinsip-prinsip
pembangunan yang berkelanjutan. Namun kondisi Teluk Banten Kabupaten
Serang berdasarkan data yang dimiliki FKPN (Front Kebangkitan Petani dan
Nelayan) pada tahun 2003, Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Serang,
Ir.Anang Mulyana mengutarakan bahwa mulai dari perairan Pulo Panjang,
6
Bojonegara, Keramatwatu, Pontang, Tirtayasa sangat memprihatinkan. Kualitas
lingkungan menurun, bahkan kondisi diberbagai titik teridentifikasi melampaui
standar baku mutu lingkungan.
Kecamatan Tirtayasa memiliki 14 Desa dimana 6 Desa diantaranya
merupakan wilayah pesisir/pantai yaitu Desa Sujung, Desa Lontar, Desa Susukan,
Desa Wargasara, Desa Tengkurak, dan Desa Alang-alang.
Tabel 1.2
Nama Desa di KecamatanTirtayasa
Desa Uraian
Luas Wilayah (KM²) Pantai/Pesisir Dataran
1. Tengkurak
2. Tirtayasa
3. Laban
4. Puser
5. Samparwadi
6. Sujung
7. Kebon
8. Kebuyutan
9. Kemanisan
10. Pontang Legon
11. Susukan
12. Alang-alang
13. Lontar
14. Wargasara
4,15
2,30
2,31
1,55
2,21
9,45
2,45
2,18
1,80
3,22
9,10
4,65
5,45
2,37
√
-
-
-
-
√
-
-
-
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
-
-
- Sumber: Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, 2013
Kecamatan Tirtayasa yang letaknya di jalur pantura, mempunyai nilai
strategis karena mempunyai luas laut yang memadai. Desa Lontar merupakan
salah satu daerah pesisir yang berada di Kecamatan Tirtayasa yang memiliki
banyak potensi untuk dikelola namun masih belum optimal.
7
Berdasarkan keterangan dari Pak Marsyad (Karyawan Tempat Pelelangan
Ikan Desa Lontar) dan Pak Sutiadi dari Front Kebangkitan Petani dan Nelayan
(FKPN), masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan yang
telah disepakati oleh pemerintah dan pihak swasta sehingga menimbulkan
pertentangan-pertentangan di masyarakat Desa Lontar. Serta kurangnya
Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Wilayah Pesisir sehingga
banyak Masyarakat Desa Lontar yang tidak mengetahui untuk perencanaan
pembangunan wilayah pesisir di desa mereka.
Masyarakat Desa Lontar sebagian besar mata pencahariannya bergantung
kepada sumberdaya yang ada di wilayah pesisir yaitu sebagai nelayan tradisional
yang terbagi menjadi nelayan tangkap, nelayan budi daya rumput laut, dan
nelayan tambak. Di Desa Lontar terdapat tambak dimana beberapa tambak yang
ada terlihat tidak terurus dan dipenuhi oleh sampah dan lumut. Desa Lontar
memiliki potensi sumberdaya hayati yang cukup baik, yaitu ikan dan rumput laut.
Desa Lontar juga memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai sarana bagi
nelayan tangkap ikan laut untuk menjual hasil tangkap mereka. Menurut
Karyawan TPI Desa Lontar Pak Marsyad, nelayan yang menjual hasil tangkapnya
bukan hanya berasal dari Desa Lontar saja, namun juga terdapat nelayan
pendatang dari desa-desa lain karena menurut para nelayan harga jual ikan lebih
menjanjikan dan juga akses menuju tempat pelelangan ikan Lontar lebih cepat
daripada tempat pelelangan ikan lain. Namun, karena adanya penambangan pasir
laut di perairan Desa Lontar mengganggu dan menghambat ruang gerak dari
8
nelayan untuk menangkap ikan karena jarak kapal penambang pasir cukup dekat
dan merupakan wilayah nelayan untuk mencari ikan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Serang nomor 2 Tahun 2013
tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten
Serang, Pantai Lontar termasuk kedalam tempat wisata umum di Kabupaten
Serang. Namun, tempat wisata ini keadaannya tidak terurus dan juga sepi dari
wisatawan karena akses jalan untuk menuju ke Pantai Lontar rusak dan sarana
fasilitas yang masih sangat minim. Selain itu, masih kurangnya Pemerintah dalam
mempromosikan tempat wisata Pantai Lontar Indah ini.
Desa Lontar memiliki banyak potensi untuk dikelola, namun berdasarkan
keterangan dari Kecamatan Tirtayasa yaitu Pak Arsali, dari tiap tahunnya Desa
Lontar merupakan Desa yang paling banyak penduduk miskinnya jika
dibandingkan dengan desa-desa lain yang ada di Kecamatan Tirtayasa. Sesuai
dengan tabel berikut ini:
9
Tabel 1.3
Jumlah Rumah Tangga Sasaran/ Penduduk Miskin (RSTPM)
Tahun 2013
No Desa
Jumlah
RSTPM
Jumlah
KK
Persentase
(%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Tengkurak
Tirtayasa
Laban
Puser
Samparwadi
Sujung
Kebon
Kebuyutan
Kemanisan
Pontang Legon
Susukan
Alang-alang
Lontar
Wargasara
207
38
65
106
45
75
62
82
147
122
117
157
527
113
688
979
563
671
615
967
705
476
612
559
1242
687
1028
354
30,08 %
3,88 %
11,54 %
15,79 %
7,31 %
7,75 %
8,79 %
17,22 %
24,01 %
21,82 %
9,42 %
22,85 %
51,26 %
31,92 % Sumber: Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. 2013
Dari data Tabel 1.3 di atas dapat diketahui bahwa Desa Lontar merupakan
desa yang memiliki Jumlah Rumah Tangga Sasaran/ Penduduk Miskin (RSTPM)
terbanyak yaitu sebanyak 527 KK (Kepala Keluarga). Dimana indikator dari
penentuan Rumah Tangga Sasaran/ Penduduk Miskin (RSTPM) ini adalah dilihat
dari lantai rumah yang sudah berupa keramik atau belum, dan kebanyakan rumah
yang dimiliki oleh masyarakat Desa Lontar masih berupa gubuk dan berlantaikan
tanah.
Pengelolaan sumberdaya pesisir di Desa Lontar yang sudah dilaksanakan
oleh pemerintah Kabupaten Serang adalah dengan memanfaatkan sumberdaya non
hayati yaitu pasir. Di Desa Lontar terdapat kegiatan aktivitas penambangan pasir
laut. Penambangan pasir laut tersebut merupakan kerjasama antara Pemerintah
Kabupaten Serang dengan pihak swasta, menurut Pak A.Hisyam Gunawan Kepala
10
Bidang Pertambangan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi dan Sumber Daya
Mineral Kabupaten Serang dimana yang melakukan seluruh kegiatan
penambangan pasir adalah dari pihak swasta sedangkan pemerintah yang
memberikan izin dan hanya sebagai pengawas. Adapun perusahaan-perusahaan
yang mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Pemerintah Kabupaten
Serang adalah sebagai berikut:
Tabel 1.4
Data Perusahaan Penambang Pasir Laut di Wilayah Perairan Kabupaten Serang
No Perusahaan Lokasi Usaha Jangka
Waktu
Tanggal Terbit
Izin
1. PT. Jetstar Lepas Pantai Utara
Kab. Serang Kec
Tirtayasa
2 Tahun 25 Desember 2011
2. PT. Permata
Sumber Energi
Lepas Pantai Utara
Kab.Serang
Kec.Pulo Ampel
2 Tahun 20 Februari 2013
3. PT. Pentapilindo
Dayajaya
Lepas Pantai Selat
Sunda Kec.Anyer
2 Tahun 19 Juni 2012
4. PT. Sinar Serang Lepas Pantai Utara
Kec. Tirtayasa dan
Kec. Pulo Ampel
2 Tahun 8 Oktober 2012
Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan, Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Serang, 2013
Berdasarkan tabel 1.4 di atas perusahaan yang memiliki Izin Usaha
Tambang (IUP) untuk melakukan penambangan pasir laut di Desa Lontar ada 2,
yaitu PT. Jetstar dan PT. Sinar Serang. Adanya kegiatan tambang pasir ini
menurut masyarakat Desa Lontar dapat merugikan dan merusak wilayah pesisir
serta sumberdaya pesisir yang ada. Dalam melaksanakan pengelolaan wilayah
pesisir yang terintegrasi penting adanya koordinasi yang baik antara pemerintah,
masyarakat, dan perusahaan agar semua pihak terkait dapat merasakan kepuasan
serta keuntungan dari adanya penambangan pasir tersebut. Namun dalam
11
penambangan pasir di Desa Lontar, menurut Pak Sutiadi dari Front Kebangkitan
Petani dan Nelayan (FKPN) bahwa Pemerintah dirasa tidak memihak kepada
masyarakat, baik dari KOMNAS HAM, POLDA, Kementrian Perikanan dan
Kelautan, Komisi IV DPRI, dan Pemerintah Kabupaten Serang karena tetap
memberikan izin meskipun masyarakat menolak dan meminta kepada Pemerintah
Kabupaten Serang untuk mencabut izin tersebut.
Selain penambangan pasir laut yang dilakukan oleh pihak swasta, di Desa
Lontar juga terdapat penambangan pasir darat yang dilakukan di pesisir-pesisir
pantai oleh masyarakat sekitar. Dimana penambangan pasir yang dilakukan oleh
masyarakat tersebut tidak ada yang memiliki izin usaha tambang dari Pemerintah
Kabupaten Serang.
Dari data yang terdapat di atas, permasalahan-permasalahan yang timbul
dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar adalah Pertama, kurangnya
keterpaduan dari berbagai pihak terkait yaitu instansi pemerintah, pihak swasta,
dan masyarakat.
Kedua, Kurangnya perhatian dari Pemerintah Kabupaten Serang dalam
mengembangkan potensi sumberdaya pesisir yang dimiliki Desa Lontar. Di Desa
Lontar memiliki potensi sumber daya pesisir untuk dikembangkan seperti adanya
tambak, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), serta tempat wisata umum pantai. Namun
potensi yang ada tidak dapat berkembang karena kurangnya perhatian dari
Pemerintah Kabupaten Serang.
12
Ketiga, masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan
yang telah disepakati oleh pemerintah dan pihak swasta sehingga menimbulkan
pertentangan-pertentangan di masyarakat Desa Lontar. Serta kurangnya
Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Wilayah Pesisir sehingga
banyak masyarakat yang tidak mengetahui untuk perencanaan pembangunan
wilayah pesisir di desa mereka.
Keempat, adanya pengelolaan sumber daya pesisir yang tidak optimal
yaitu adanya kegiatan penambangan pasir di wilayah Desa Lontar. Penambangan
pasir laut sudah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan di pesisir Desa
Lontar yaitu semakin bertambahnya abrasi dan akan berdampak buruk bagi
keberlangsungan kehidupan sumberdaya hayati yang ada di laut untuk
kedepannya jika penambangan pasir laut terus menerus dilakukan dan meresahkan
warga terutama nelayan. Di perairan Desa Lontar terdapat dua perusahaan yang
memiliki izin penambangan pasir laut yaitu PT. Jetstar dan PT. Sinar Serang
sedangkan untuk penambangan pasir darat yang dilakukan oleh masyarakat tidak
ada yang memiliki izin. Tujuan utama dari pengelolaan pesisir adalah untuk
memanfaatkannya sumber daya pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, namun dalam kenyataannya kesejahteraan masyarakat Desa Lontar
belum terpenuhi yang sebagian besar mata pencahariannya adalah sebagai nelayan
tradisional yang terbagi menjadi nelayan tangkap, nelayan budi daya rumput, dan
nelayan tambak. Berdasarkan data yang didapat, Desa Lontar memiliki jumlah
rumah tangga sasaran (RTS)/ penduduk miskin yang terbanyak diantara desa
lainnya di Kecamatan Tirtayasa yaitu sebanyak 527 KK (Kepala Keluarga).
13
Kelima, kurang memihaknya pemerintah kepada masyarakat terkait
aktivitas penambangan pasir laut. Dalam melaksanakan pengelolaan wilayah
pesisir yang terintegrasi penting adanya koordinasi yang baik antara pemerintah,
masyarakat, dan pengusaha agar semua pihak terkait dapat merasakan kepuasan
serta keuntungan dari adanya penambangan pasir tersebut. Namun dalam
penambangan pasir laut di Desa Lontar, Pak Sutiadi FKPN (Front Kebangkitan
Petani dan Nelayan) berpendapat bahwa Pemerintah dirasa tidak memihak kepada
masyarakat. Itu beberapa masalah yang ditemukan peneliti dalam observasi awal,
maka berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa
Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, penelitian ini perlu adanya
identifikasi masalah, dari hasil studi pendahuluan peneliti mengidentifikasi
masalah-masalah penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Kurangnya keterpaduan dari berbagai pihak terkait yaitu instansi
pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat.
2. Kurangnya perhatian dari Pemerintah Kabupaten Serang dalam
mengembangkan potensi sumberdaya pesisir yang dimiliki Desa Lontar.
3. Masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan yang
telah disepakati oleh pemerintah dan pihak swasta.
14
4. Kurang tegasnya Pemerintah Kabupaten Serang dalam mengambil
keputusan terhadap pemanfaatan sumberdaya pesisir di Desa Lontar yang
belum memiliki izin.
5. Masih belum terpenuhinya kesejahteraan masyarakat Desa Lontar.
1.3 Batasan Masalah
Dari uraian-uraian yang ada dalam latar belakang dan identifikasi masalah,
maka peneliti mencoba membatasi masalah penelitiannya. Dalam penelitian ini,
peneliti membatasi bahasan masalah yang akan diteliti yaitu mengenai
“Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten
Serang”.
1.4 Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang penelitian yang telah dipaparkan di atas,
maka sebagai rumusan masalah yang akan dikaji sebagai berikut “Bagaimana
Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten
Serang ?”
15
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengelolaan
Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu
administrasi dan pemecahan permasalahan administrasi khususnya mengenai
Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten
Serang dan dapat digunakan sebagai dasar atau referensi dalam melakukan
penelitian sejenis atau penelitian selanjutnya dibidang Manajemen Publik.
1.6.2 Secara praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan saran untuk
Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten
Serang.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah mengapa peneliti
mengambil judul penelitian tersebut, lalu identifikasi masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
16
1.1 Latar Belakang Masalah
Latar belakang menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang
akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling
umum hingga menukik ke masalah yang paling spesifik, yang relevan dengan
judul skripsi. Materi dari uraian ini, dapat bersumber pada hasil penelitian
yang sudah ada sebelumnya, hasil seminar ilmiah, hasil pengamatan, hasil
pribadi, dan intuisi logis. Latar belakang berkaitan timbulnya masalah perlu
diuraikan secara jelas faktual dan logis.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah mengidentifikasikan dikaitkan dengan
tema/topik/judul dan fenomena yang akan diteliti. Penelitian atau dengan
masalah atau variabel yang akan diteliti.
1.3 Batasan Masalah
Pembatasan masalah lebih difokuskan pada masalah-masalah yang akan
diajukan dalam rumusan masalah yang akan diteliti. Pembatasan masalah
dapat diajukan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan.
1.4 Rumusan Masalah
Setelah identifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah memilih dan
menetapkan masalah yang paling urgen yang berkaitan dengan judul
penelitian. Kalimat yang biasa dipakai dalam pembatasan masalah ini adalah
kalimat pertanyaan. Perumusan masalah adalah mendefinisikan permasalahan
yang telah ditetapkan dalam bentuk definisi konsep dan definisi operasional.
1.5 Tujuan Penelitian
17
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan
dilaksanakannya penelitian, terhadap masalah yang telah dirumuskan. Isi dan
rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan masalah penelitian.
1.6 Manfaat Penelitian
Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis temuan penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR
Pada bab ini, peneliti memaparkan teori-teori dari beberapa ahli yang
relevan terhadap masalah dan fenomena yang ada. Setelah memaparkan teori, lalu
membuat kerangka berpikir yang menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai
kelanjutan dari deskripsi teori, dan kemudian asumsi dasar yang merupakan
jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti.
2.1 Tinjauan Pustaka
Mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep yang relevan dengan
permasalahan dan variabel penelitian, kemudian menyusunya secara teratur
dan rapi yang digunakan untuk merumuskan asumsi dasar. Dengan mengkaji
berbagai teori dan konsep-konsep maka kita akan memiliki konsep penelitian
yang jelas, dapat menyusun pertanyaan yang rinci untuk penyelidikan, serta
dapat menemukan hubungan antar variabel yang diteliti. Hasil penting lainnya
dari kajian teori adalah didapatkan kerangka konseptual menurut peneliti,
yang didalamnya tergambar konstruk dari variabel yang akan diukur, selain itu
dari kajian teori akan diturunkan dalam bentuk kisi-kisi instrumen.
2.2 Kerangka Berfikir
18
Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan
dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca mengapa ia
mempunyai anggapan seperti yang dinyatakan dalam hipotesis biasanya untuk
memperjelas maksud peneliti, kerangka berfikir dapat dilengkapi dengan
sebuah bagan yang menunjukan alur pikir peneliti serta kaitan antar variabel
yang diteliti. Bagan tersebut disebut juga dengan nama paradigma atau model
penelitian.
2.3 Asumsi Dasar
Asumsi dasar merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang
diteliti, dan akan dicari kebenarannya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian mencakup beberapa uraian penjelasan mengenai
metode penelitian, informan penelitian, teknik pengolahan data dan analisis data,
dan tempat dan waktu penelitian tersebut dilaksanakan.
3.1 Metodologi Penelitian
Menjelaskan metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian. Metod
penelitian antara lain dapat berbentu ; ex post facto, experiment, survey,
descriptive, case study, action research, dan sebagainya.
3.2 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul data yang
digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas
19
instrumen. Sedangkan penelitian kualitatif, instrumennya adalah peneliti itu
sendiri.
3.3 Informan Penelitian
Peneliti menggunakan penelitian kualitatif dimana sampelnya disebut
informan dan atau key informan yang dipilih secara langsung untuk
pengumpulan data-data penelitian.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
3.5 Teknik Analisa Data
Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki
lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data
sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun
demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang
setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.
3.6 Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan Keabsahan Data digunakan peneliti untuk menguji keabsahan
data.
20
3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Menjelaskan lokasi dan dan alasan memilih lokasi penelitian, terkait tempat
dan jadwal penelitian tersebut dilaksanakan. Kalau dipandang perlu dapat
sedikit diberi deskripsi tentang tempat penelitian dilaksanakan dan disajikan
dalam bentuk tabel.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Penjelasan mengenai obyek penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara
jelas, struktur organisasi dari informan atau key informan yang telah
ditetntukan, serta hal lain yang berhubungan dengan obyek penelitian.
4.2 Deskripsi Data
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan
menggunakan teknik analisis data yang relevan.
4.3 Pembahasan
Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data. Pada akhir
pembahasan peneliti dapat mengemukakan berbagai keterbatasan yang
mungkin terdapat dalam pelaksanaan penelitiannya. Keterbatasan ini dapat
dijadikan rekomendasi terhadap penelitian lebih lanjut dalam bidang yang
menjadi obyek penelitiannya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.
21
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan
juga mudah dipahami. Kesimpulan juga harus sejalan dengan permasalahan
serta asumsi dasar penelitian.
5.2 Saran
Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti
baik secara teoritis maupun secara praktis. Saran praktis biasanya lebih
operasional sedangkan pada aspek teoritis lebih mengarah pada
pengembangan konsep atau teori.
HALAMAN BELAKANG
Daftar Pustaka
Memuat daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan skripsi. Daftar
referensi bisa bersumber dari buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, majalah,
koran, website, dan/atau web blog.
Lampiran
Berisi mengenai daftar dokumen yang menunjang data penelitian seperti:
1. Surat ijin penelitian
2. Lampiran tabel
3. Lampiran gambar
4. Lampiran grafik
5. Instrumen penelitian
22
6. Riwayat hidup peneliti disertai foto, dan
7. Dokumen lainya yang relevan.
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan kumpulan teori-teori yang akan digunakan
oleh peneliti untuk menjawab masalah atau fenomena yang sedang diteliti.
Beberapa definisi teori yang dikemukakan dan disajikan di bawah ini akan
memberikan gambaran bahwa pandangan atau paradigma penyusun definisi
berpengaruh terhadap konsep dasar teorinya. Snelbecker (1974:31) dalam
Moleong (2006:57) mendefinisikan teori sebagai seperangkat proposisi yang
berinteraksi secara sintaksi dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan
menjelaskan fenomena yang diamati.
Definisi berikutnya dikemukakan oleh Marx dan Goodson (1976:235)
dalam Moleong (2006:57) yang menyatakan bahwa teori ialah aturan menjelaskan
proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena
alamiah dan terdiri atas reprensentatif simbolik. Terakhir, Glaser dan Strauss
(1967:1,3,35) dalam Moleong (2006:57) membobolkan konsep dasar teori klasik
dengan menyodorkan rumusan teori dari dasar, yaitu teori yang berasal dari data
dan yang diperoleh secara analitis dan sistematis melalui metode komparatif;
selanjutnya dikemukakan bahwa unsur-unsur teori mencakup kategori konseptual
dengan kawasannya dan hipotesis atau hubungan yang digeneralisasikan diantara
kategori dan kawasannya. Dengan penggunaan teori akan ditemukan cara yang
24
tepat untuk mengelola sumber daya, waktu yang singkat untuk menyelesaikan
pekerjaan dan alat yang tepat untuk memperingan pekerjaan.
Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang
teori (bukan sekedar pakar atau penulis buku) dan hasil-hasil penelitian yang
relevan dengan variabel yang diteliti, berapa jumlah kelompok teori yang perlu
dikemukakan atau dideskripsikan akan tergantung pada luasnya permasalahan dan
secara teknis tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Deskripsi teori paling
tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui
pendefenisian dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi,
sehingga ruang lingkup kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel
yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah. (Sugiyono, 2011 : 60)
Maka dari itu pada bab ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori yang
berkaitan dengan masalah penelitian diantaranya teori Manajemen, dan mengenai
Manajemen Kawasan Pesisir Secara Terpadu..
2.1.1 Definisi Manajemen
Pengertian manajemen begitu luas, sehingga dalam kenyataannya tidak
ada definisi yang digunakan secara konsisten oleh semua orang. Terdapat
beberapa pengertian manajemen menurut para ahli.
Stoner dalam Handoko (2003:2) mengartikan Manajemen adalah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya
agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Hasibuan
25
(2011:2) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber
daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen menurut Sikula dalam Hasibuan
(2011:2) adalah :
“Management in general refers to planning, organizing, controlling,
staffing, leading, motivating, communicating, and decisioan making
activities performed by any organization in order to coordinate the varied
resources of the enterprise so as to bring an efficient creation of some
product or service”. (Manajemen pada umumnya dikaitkan dengan
aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian,
penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk
mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan
sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien).
Manajemen menurut Harold dan O’Donnel dalam Hasibuan (2011:3)
adalah :
“Management is getting things done through people. In bringing about
this coordinating of group activities other people”. (Manajemen adalah
usaha mencapai satu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan
demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang
lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan,
pengarahan, dan pengendalian).
Manajemen menurut Terry dan Rue (2005:1) Manajemen adalah suatu
proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu
kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud
yang nyata.
Manajemen menurut Daft (2002:8) pencapaian sasaran-sasaran organisasi
dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian sumberdaya organisasi. Menurut Siswanto
(2011:2) Manajemen adalah seni dan ilmu dalam perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian terhadap orang dan mekanisme kerja
26
untuk mencapai tujuan. Sedangkan Manajemen menurut Millet dalam Siswanto
(2011:1) adalah:
“Is the process of directing and facilitating the work of people organized
in formal groups to achieve a desired goal”. (Manajemen adalah suatu
proses pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang yang
diorganisasikan dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan).
Millet lebih menekankan bahwa manajemen sebagai suatu proses, yaitu suatu
rangkaian aktivitas yang satu sama lain saling berurutan.
Berdasarkan definisi-definisi manajemen yang disampaikan oleh para ahli,
maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses sekelompok
orang atau organisasi untuk mencapai sebuah tujuan secara efektif dan efisien.
2.1.1.1 Unsur-unsur Manajemen
Dalam Hasibuan (2011:20) Unsur-unsur manajemen (tools of
management) itu terdiri dari men, money, methods, materials, machines, and
market atau disingkat 6M.
1. Men yaitu tenaga kerja manusia, baik tenaga kerja pimpinan maupun
tenaga kerja operasional/ pelaksana.
2. Money yaitu uang yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
3. Methods yaitu cara-cara yang dipergunakan dalam usaha mencapai tujuan.
4. Materials yaitu bahan-bahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5. Machines yaitu mesin-mesin/alat-alat yang diperlukan atau dipergunakan
untuk mencapai tujuan.
6. Market yaitu pasar untuk menjual barang dan jasa-jasa yang dihasilkan.
27
2.1.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen
Fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan para penulis tidak sama. Hal
ini disebabkan latar belakang penulis, pendekatan yang dilakukan tidak sama.
Berikut fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh beberapa ahli:
Tabel 2.1
Fungsi-Fungsi Manajemen
Menurut Ahli Fungsi-Fungsi Manajemen
G.R TERRY 1. Planning
2. Organizing
3. Actuating
4. Controlling
JOHN F. MEE 1. Planning
2. Organizing
3. Motivating
4. Controlling
LOUIS A. ALLER 1. Leading
2. Planning
3. Organizing
4. Controlling
MC NAMARA 1. Planning
2. Programming
3. Budgeting
4. System
HENRY FAYOL 1. Planning
2. Organizing
3. Commanding
4. Coordinating
5. Controlling
HAROLD KOONTZ & CYRIL
O’DONNEL
1. Planning
2. Organizing
3. Staffing
4. Directing
5. Controlling
DR. S.P. SIAGIAN 1. Planning
2. Organizing
3. Motivating
4. Controlling
5. Evaluating
PROF. DRS. OEY LIANG LEE 1. Perencanaan
28
2. Pengorganisasian
3. Pengarahan
4. Pengkoordinasian
5. Pengontrolan
W.H. NEWMAN 1. Planning
2. Organizing
3. Assembling Resources
4. Directing
5. Controlling
LUTHER GULLICK 1. Planning
2. Organizing
3. Staffing
4. Directing
5. Coordinating
6. Reporting
7. Budgeting
LYNDALL F. URWICK 1. Forecasting
2. Planning
3. Organizing
4. Commanding
5. Coordinating
6. Controling
JOHN D. MILLET 1. Directing
2. Faciliating
a. Perencanaan (planning)
Menurut Hasibuan (2011:40) Perencanaan adalah proses penentuan tujuan
dan pedoman pelaksanaan dengan memilih yang terbaik dari alternatif-alternatif
yang ada. Sedangkan Perencanaan menurut Harold Koontz and Cyril O’Donnel
dalam Hasibuan (2011:40) adalah :
“Planning is the function of a manager which involves the selection from
alternatives of objectives, policies, procedures, and programs”. (Perencanaan
adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan,
kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, dan program-program dari
alternatif-alternatif yang ada).
29
b. Pengorganisasian (organizing)
Hasibuan (2011:40) mendefinisikan bahwa Pengorganisasian yaitu :
“Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan, dan
pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan ,
menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang
diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada
setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut”.
Sedangkan menurut G. R. Terry dalam Hasibuan (2011:40) adalah :
“Organizing is the establishing of effective behavioral relationship among
persons so that they may work together efficiently and again personal
satisfactions for the purpose of achieving some goal or objective”.
(Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan
yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara
efisien, dan dengan demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam hal
melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna
mencapai tujuan atau sasaran).
c. Pengarahan (Actuating)
Hasibuan (2011:41) mendefinisikan Pengarahan adalah mengarahkan
semua bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif untuk mencapai
tujuan. Sedangkan Pengarahan menurut G. R. Terry adalah:
“Actuating is setting all members of the group to want to achieve and to
strike to achieve the objective willingly and keeping with the managerial planning
and organizing efforts”. (Pengarahan adalah membuat semua anggota kelompok
agar mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai
tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian).
30
d. Pengendalian (Contolling)
Pengendalian menurut Earl P.Strong dalam Hasibuan (2011:41) adalah:
“Contolling is the process of regulating the various factors in enterprise
according to the requirement of its plans”. (Pengendalian adalah proses
pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar sesuai dengan ketetapan-
ketetapan dalam rencana).
Dan menurut Harold Koontz dalam Hasibuan (2011:41) :
“Control is the measurement and correcting of the performance of
subordinates in order to make sure that enterprise objectives and the plans
devised to attain then are accomplished”. (Pengendalian adalah pengukuran dan
perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah
dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan dapat terselenggara).
2.1.1.3 Prinsip-prinsip Manajemen
Fayol mengemukakan empat belas prinsip-prinsip manajemen yang secara
ringkas adalah sebagai berikut :
1. Pembagian kerja – adanya spesialisasi akan meningkatkan efisiensi
pelaksanaan kerja.
2. Wewenang – hak untuk memberi perintah dan dipatuhi.
3. Disiplin – harus ada respek dan ketaatan pada peranan-peranan dan tujuan-
tujuan organisasi.
4. Kesatuan perintah – setiap karyawan hanya menerima instruksi tentang
kegiatan tertentu dari hanya seorang atasan.
5. Kesatuan pengarahan – operasi-operasi dalam organisasi yang mempunyai
tujuan yang sama harus diarahkan oleh seorang manajer dengan
penggunaan satu rencana.
6. Meletakkan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan umum –
kepentingan perseorangan harus tunduk pada kepentingan organisasi.
7. Balas jasa – kompensasi untuk pekerjaan yang dilaksanakan harus adil
baik bagi karyawan maupun pemilik.
8. Sentralisasi – adanya keseimbangan yang tepat antara sentralisasi dan
desentralisasi.
9. Rantai skalar (garis wewenang) – garis wewenang dan perintah yang jelas.
31
10. Order – bahan-bahan (material) dan orang-orang harus ada pada tempat
dan waktu yang tepat. Terutama orang-orang hendaknya ditempatkan pada
posisi-posisi atau pekerjaan-pekerjaan yang paling cocok untuk mereka.
11. Keadilan – harus ada kesamaan perlakuan dalam organisasi.
12. Stabilitas staf organisasi – tingkat perputaran tenaga kerja yang tinggi
tidak baik bagi pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi.
13. Inisiatif – bawahan harus diberi kebebasan untuk menjalankan dan
menyelesaikan rencananya, walaupun beberapa kesalahan mungkin terjadi.
14. Esprit de Corps (semangat korps) – “kesatuan adalah kekuatan”,
pelaksanaan operasi organisasi perlu memiliki kebanggan, kesetiaan dan
rasa memiliki dari para anggota yang tercermin pada semangat korps.
Disamping itu Fayol membagi operasi-operasi perusahaan menjadi enam
kegiatan, yang semuanya saling tergantung satu dengan yang lain. Kegiatan-
kegiatan tersebut adalah:
(1) Teknik – produksi dan manufacturing produk
(2) Komersial – pembelian bahan baku dan penjualan produk
(3) Keuangan (finansial) – perolehan dan penggunaan modal
(4) Keamanan – perlindungan karyawan dan kekayaan
(5) Akuntansi – pelaporan, dan pencatatan biaya, laba dan hutang, pembuatan
neraca, dan pengumpulan data statistik, dan
(6) Manajerial
2.1.2 Karakteristik Umum Pesisir dan Laut
Istilah daratan, pesisir, dan laut (samudera) secara umum telah dikenal luas
oleh masyarakat. Secara fisik, batas-batas antara ketiganya bisa berbeda-beda,
tergantung dari sudut pandang dan pemakaiannya. Namun demikian, terdapat
suatu kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah
peralihan antara daratan dan laut. Bengen dalam Mukhtasor (2007:15)
mendefinisikan wilayah pesisir di daratan sebagai wilayah dimana daratan
berbatasan dengan laut, yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti
pasang surut, angin laut, dan intrusi garam. Sedangkan batasan wilayah pesisir di
laut adalah daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti
32
sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah laut yang dipengaruhi
oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan.
Sedangkan dalam Undang-Undang wilayah pesisir (coastal zone) adalah
daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan
di darat dan laut. Kawasan pesisir menurut Adisasmita (2006:50) adalah ruang
daratan yang terkait erat dengan ruang lautan. Kawasan pesisir sebagai suatu
sistem, maka pengembangannya tidak dapat terpisahkan dengan pengembangan
wilayah secara luas.
Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir harus mengacu pada prinsip-
prinsip dasar Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, ada 15
prinsip dasar yang sebagian besar mengacu Clark (1992) yaitu:
1. Wilayah Pesisir adalah suatu sistem sumberdaya (resource system) yang
unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan
mengelola pembangunannya.
2. Air merupakan faktor kekuatan pemersatu utama dalam ekosistem air.
3. Tata ruang daratan dan lautan harus direncanakan dan dikelola secara
terpadu.
4. Daerah perbatasan laut dan darat hendaknya dijadikan faktor utama dalam
setiap program pengelolaan wilayah pesisir.
5. Batas suatu wilayah ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan
yang hendak dikelola serta bersifat adaptif.
6. Fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk
mengkonservasi sumberdaya milik bersama.
7. Pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi sumberdaya
alam harus dikombinasikan dalam suatu program Pengelolaan wilayah
pesisir dan lautan secara terpadu.
8. Semua tingkatan di Pemerintahan dalam suatu wilayah terus diikutsertakan
dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir.
9. Pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam
adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir.
10. Evaluasi pemanfaatan ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir serta
partisipasi masyarakat lokal dalam program pengelolaan wilayah pesisir.
33
11. Konservasi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuan dari
pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.
12. Pengelolaan multiguna (multiple uses) sangat tepat digunakan untuk
semua sistem sumberdaya wilayah pesisir.
13. Pemanfaatan multiguna (multiple uses) merupakan kunci keberhasilan
dalam pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan.
14. Pengelolaan sumberdaya pesisir secara tradisional harus dihargai.
15. Analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah
pesisir secara terpadu.
(www.wwf.or.id)
2.1.2.1 Batasan Kawasan Pantai (Pesisir) dan Perairan/Laut
Kawasan pesisir meliputi wilayah daratan yang terkait pada
wilayah perairan maupun wilayah laut berpengaruh terhadap wilayah
daratan dan tata guna tanah. Di luar dari batas dari kawasan pesisir dan
laut yang dimaksud itu mungkin saja mencerminkan interaksi antara
pesisir dan laut, tetapi dapat pula tidak terjadi interaksi pesisir dan laut.
Pada kawasan pesisir terdapat banyak penduduk dan pusat-pusat
transportasi, tempat pendaratan ikan, kegiatan pertanian yang penting,
industri (usaha) di bidang perikanan dan pariwisata, serta menempatkan
kawasan tersebut merupakan struktur lahan yang penting untuk lokasi
berbagai fasilitas (prasarana dan sarana) pelayanan umum (ekonomi dan
sosial).
Kawasan pesisir memiliki kekayaan dan kebhinekaan sumberdaya
alam. Pesisir pantai dan habitat (hutan bakau, estuari, daerah tambak,
terumbu karang, rumput laut, delta dan lainnya) merupakan daerah yang
produktif secara biologi tetapi mudah mengalami degradasi karena
34
dampak ulah manusia atau karena peristiwa alamiah kawasan pesisir telah
mensupport sebagian besar penduduk dunia karena peranannya di bidang
ekonomi dan budaya, kawasan pesisir diharapkan akan menampung
pertumbuhan penduduk pada masa depan.
Penentuan batas kawasan pesisir dan lautan agar dilakukan tidak
secara statis (kaku) melainkan secara dinamis, artinya dapat berkembang
dan bertambah luas karena interaksinya mengalami perkembangan,
misalnya karena penggunaan kapal penangkap ikan yang berkapasitas
lebih besar atau berteknologi lebih maju sehingga daerah penangkapannya
bertambah lebih luas mengarah kepada laut bebas. Sebaliknya kawasan
pesisir dan lautan mungkin saja berkurang luasnya karena peranan pusat-
pusat di kawasan tetangga bertambah besar. Dapat pula kurang intensifnya
interaksi sumberdaya dan pemanfaatan sumberdaya yang ada di kawasan
pesisir dan lautan.
2.1.2.2 Paradigma Baru dan Pendekatan Yang Serasi Dalam
Pengelolaan Sumberdaya Kelautan
Reformasi yang dilancarkan setelah tumbangnya pemerintahan
Orde Baru (1997) menuntut pembaharuan dalam berbagai bidang dengan
menerapkan azas-azas transparansi, akuntabilitas, dan desntralisasi. Dalam
bidang pemerintahan, Otonomi Daerah (Otoda) telah dilaksanakan sejak
tanggal 1 Januari 2001. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
35
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya (UU.22
Tahun 1999), Pasal 1 h). Kewenangan daerah diwilayah (perairan) laut
meliputi (Pasal 10 ayat 2):
a. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan laut sebatas wilayah
laut (sejauh 4 mil laut diukur dari garis pantai perairan laut)
b. Pengaturan kepentingan administratif
c. Pengaturan tata ruang
d. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau
yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah (Pusat)
e. Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara
Paradigma baru dalam sistem pemerintahan adalah dari sentralisasi
ke desentralisasi (otoda). Dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut
mempunyai makna:
- Pengelolaan berorientasi pada mekanisme pasar (demand and market
driven)
- Pengelolaan berbasis sumberdaya dan masyarakat (resources and
community based development)
- Pengelolaan tidak harus seragam tetapi harus sesuai kepentingan dan
budaya masyarakat lokal
- Pengelolaan secara berkeadilan (harus memperhatikan kebutuhan dan
kemampuan seluruh masyarakat)
Paradigma baru tersebut dijabarkan kepada pendekatan dalam
pengelolaan sumberdaya perairan laut, diantaranya sebagai berikut :
a. Pendekatan komprehensif (holistik), multisektoral dan terpadu
b. Pendekatan secara parsial
c. Pendekatan partisipatif
d. Pendekatan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
Berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam
dalam konteks pembangunan di daerah sering dipandang sebagai suatu
kesempatan untuk memanfaatkan sebesar-besarnya. Hingga selesai proses
36
pemanfaatan sumberdaya alam tersebut, masyarakat setempat hanya
memperoleh manfaat yang minimal dengan peran yang sangat marginal,
hanya menjadi penonton. Ketika sumberdaya alam tersebut habis, maka
daerah mereka ditinggalkan begitu saja. Hal ini berarti bahwa program
“community development” yang telah dilaksanakan tidak mencapai
sasarannya. Kegagalan atau ketidakberhasilan program pembangunan
daerah pada masa yang lalu medorong untuk memperbaharuinya dengan
paradigma baru. Banyak istilah dilontarkan untuk memperbarui istilah
misalnya “community empowerment developing program” (program
pengembangan pemberdayaan masyarakat), “community based resource
management” (pengelolaan berbasis masyarakat), “community based
management” (pembangunan berbasis masyarakat). Tetapi yang lebih
penting adalah perubahan pendekatan dan paradigma. Nampaknya
program yang telah diformulasikan itu ternyata belum mampu menjangkau
dan memenuhi kepentingan sebagian besar masyarakat.
Apabila dalam pelaksanaan pembangunan daerah dan khususnya
dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut menerapkan konsep tahapan
pemanfaatan sumberdaya alam berikut: development (pengembangan
konsep sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan), involvement
(mengikutsertakan komunitas lokal yang menjadi sasaran pengembangan),
socialize (mensosialisasikan program pembangunan kepada seluruh
masyarakat), cater (program pembangunan yang dilaksanakan harus
benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat), utilize (melibatkan
37
tenaga kerja setempat untuk mengerjakan proyek tersebut), dan sensitive
(terdapatnya kepekaan dalam memahami situasi psikologis sosial dan
budaya lokal), maka diharapkan pembangunan pengelolaan sumberdaya
alam di daerah dapat terlaksana dengan lancar, terarah serasi, efektif,
efisien, secara optimal dan berkelanjutan.
Meskipun konsep tahapan pemanfaatan sumberdaya di atas adalah
sangat lengkap tetapi dalam pelaksanaannya mengalami berbagai
hambatan dan keterbatasan, apabila dikaitkan dengan tujuan reformasi
yang menuntut dilaksanakan perubahan dan perbaikan di segala bidang
untuk menerapkan azas transparasi (keterbukaan bagi masyarakat),
akuntabilitas (pertanggungjawaban kepada rakyat), desentralisasi
(memberikan kewenangan kepada daerah-daerah), maka dalam
pengelolaan sumberdaya alam, khususnya sumberdaya perairan laut, untuk
menerapkan pendekatan yang serasi yang berorientasi kepada:
1. Pemanfaatan sumberdaya perairan laut berdasarkan mekanisme pasar
(demand and market driven), sehingga tidak terjadi pengrusakan.
2. Menerapkan prinsip 3E (ekonomis, efisien, dan efektif) agar pemanfaatan
sumberdaya perairan laut dilakukan secara optimal.
3. Pemanfaatan sumberdaya perairan laut berorientasi kepada masa depan
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
4. Perencanaan dan pembangunan sumberdaya perairan laut dilakukan dari
bawah (bottom-up planning and development) agar benar-benar sesuai
dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
5. Pembangunan dan pengelolaan sumberdaya perairan laut dilakukan secara
terpadu, komprehensif, multi sektoral, spasial, partisipatif, berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.
38
2.1.3 Potensi Pembangunan Wilayah Pesisir
Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir lautan secara garis
besar dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Sumber daya dapat pulih (renewable resource)
2. Sumber daya tidak dapat pulih (non-renewable resource)
3. Jasa-jasa lingkungan (environment service)
Sumber daya dapat pulih terdiri atas hutan mangrove, terumbu karang,
padang lamun, dan rumput laut, serta sumber daya perikanan laut. Hutan
mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di
wilayah pesisir dan lautan. Pemanfaatan untuk industri dan sebagai komoditas
ekspor baru berkembang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Sumber
daya perikanan laut sebagai sumber daya yang dapat pulih sering dapat disalah
tafsirkan sebagai sumber daya yang dieksploitasi secara terus menerus tanpa
batas. (Mulyadi, 2005:44)
Sumber daya tidak dapat pulih meliputi seluruh mineral dan geologi,
misalnya mineral terdiri dari tiga kelas, yaitu A (mineral strategis misalnya
minyak, gas) B (mineral vital, meliputi emas, timah, nikel, bauksit) C (mineral,
industri, termasuk bahan bangunan dan galian seperti granit).
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia juga memiliki juga memiliki
berbagai macam jasa lingkungan yang sangat potensial bagi kepentingan
pembangunan dan bahkan kelangsungan hidup manusia. Jasa-jasa lingkungan
yang dimaksud meliputi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan
39
pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan
dan penelitian, pertahanan keamanan, penampung limbah, pengatur iklim (climate
regulator), kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi), dan system
penunjang.
2.1.3.1 Permasalahan Pembangunan Wilayah Pesisir
Pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan lautan di Indonesia
dari sudut pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
dihadapkan pada kondisi yang mendua atau, atau berada di persimpangan
jalan. Disatu pihak, ada beberapa kawasan pesisir yang telah dimanfaatkan
atau dikembangkan dengan intensif. Akibatnya, indikasi telah
terlampauinya daya dukung atau kapasitas berkelanjutan (potensi lestari)
dari ekosistem pesisir dan lautan. Seperti pencemaran, tangkap lebih (over
fishing), degradasi fisik hanitat pesisir, dan observasi pantai telah muncul
di kawasan pesisir.
Aktivitas perekonomian utama yang menimbulkan permasalahan
pengelolaan sumber daya dan lingkungan wilayah pantai dan lautan yaitu:
1. Perkapalan dan transportasi (tumpukan minyak, limbah padat dan
kecelakaan)
2. Perikanan (over fishing, pencemaran pesisir, pemasaran dan distribusi,
modal dan tingkat keahlian)
3. Budidaya peraturan (ekstrensivikasi dan konservasi hutan)
4. Pertambangan (penambangan pasir dan terumbu karang)
5. Kehutanan (penebangan dan konservasi hutan)
6. Industri (reklamasi dan pengerukan tanah)
7. Pariwisata (pembangunan infrastruktur dan pencemaran air)
(Mulyadi, 2005:54)
40
2.1.3.2 Tujuan dan Sasaran Pembangunan Wilayah Pesisir
Tujuan jangka panjang pembangunan wilayah di pesisir pantai di
Indonesia secara umum antara lain:
1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan
kerja dan kesempatan usaha
2. Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada
peningkatan dan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumber daya
di wilayah pesisir dan lautan
3. Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam
pelestarian lingkungan
4. Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah
pesisir dan lautan (Mulyadi, 2005:67)
Sementara itu, sasaran pembangunan wilayah pesisir dan lautan
adalah terwujudnya kedaulatan atas wilayah perairan Indonesia dan
yuridikasi nasional dalam wawasan nusantara, terciptanya industri
kelautan yang kokoh dan maju yang didorong oleh kemitraan usaha yang
erat antara badan usaha koperasi. Negara dan swasta serta pendayagunaan
sumber daya laut yang didukung oleh sumber daya manusia yang
berkualitas, maju dan profesional dengan iklim usaha yang sehat serta
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga terwujud
kemampuan untuk mendayagunakan potensi laut guna peningkatan
kesejahteraan rakyat secara optimal, serta terpeliharanya kelestarian
lingkungan hidup.
41
2.1.3.3 Dasar Pertimbangan Pengembangan Daerah Pantai
Pada suatu faktor yang umum dapat dikemukakan bahwa
perkembangan dan pertumbuhan daerah pantai terjadi karena potensi
sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah pantai yang dapat
dimanfaatkan secara ekonomis, seperti perikanan dan hasil laut lainnya
(batu karang, tanaman laut, garam laut dan lain-lain) serta potensi
keindahan alam pantai yang dapat dinikmati.
2.1.3.4 Tipologi Perkembangan Daerah Pantai
Ada dua jenis utama dari pola pengembangan pantai:
“Pertama, perkembangan daerah pantai yang intensif maupun yang
efektif secara continue disepanjang daerah pantai. Pola
perkembangan demikian terutama terjadi disepanjang daerah pantai
di Pulau Jawa dan sebagian di Pulau Sumatera. Perkembangan
tersebut terjadi karena telah berkembangnya jaringan sarana
perhubungan darat yang menghubungkan daerah - daerah
sepanjang pantai. Kedua, perkembangan intensif yang terjadi
karena berpencar di kota-kota tertentu yang secara historis
mempunyai potensi perekonomian. Dalam pola yang kedua ini
perkembangan dan pertumbuhan hanya terjadi secara intensif pada
lokasi-lokasi tertentu saja dengan orientasi kedalaman”
Dari segi fungsinya, daerah pantai dapat berkembangan sebagai
suatu kota, suatu desa, suatu pusat kegiatan rekreasi dan sebagai suatu
kegiatan fungsional khusus seperti industri, stasiun angkatan laut, pusat
pengolahan atau kegiatan khusus lainnya.
42
2.1.3.5 Pengaturan dan Pengendalian Pengembangan Daerah
Pantai
Melihat pada potensi yang dimiliki oleh daerah pantai dan lautnya
baik secara alami maupun secara ekonomis, jelaslah daerah tersebut akan
merupakan daya tarik potensial yang sangat kuat dalam perkembangan
fisiknya potensi dengan sendirinya akan mengakibatkan berbagai
permasalahan baik sosial, budaya dan politik, ekonomi maupun
permaslahan fisik.oleh karena itu pemantauan dan pengembangan
penggunaan tanah pantai adalah penting sekali.
2.1.3.6 Konsepsi Dasar Pengembangan dan Pengendalian
Potensi
Berdasarkan kecenderungan dan kemungkinan perkembangan
fungsi pantai, laut dan daerah sekitarnya, secara konseptual usaha
pengembangan dan pengendalian tanah pantai dapat dipertimbangkan
sebagai berikut:
1. Pengembangan daerah pantai secara mengelompok
2. Sehubungan dengan usaha pemanfaatan dan penggunaan tanah pantai
tersebut, usaha pengaturan dan pengendalian perlu pula dilandasi oleh
peraturan-peraturan serta pengendalian yang baik
43
2.1.4 Manajemen Kawasan Pesisir Secara Terpadu
Masalah yang berkaitan dengan pertumbuhan daerah pesisir yang relatif
pesat, dampaknya terhadap destruksi sumberdaya-sumberdaya yang mudah rusak
itu, dan perannya yang strategis dari lingkungan kawasan pesisir untuk bangsa-
bangsa yang memiliki pesisir pantai telah mendorong untuk mencari solusi
(pemecahan) bahwa pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk pembangunan terus
dilanjutkan tanpa menimbulkan dampak kerusakan terhadap sumberdayanya
(lingkungannya). Bentuk-bentuk manajemen kawasan pesisir yang terpilih
(melihat sumber-sumberdaya pesisir dan pemanfaatan sumberdaya secara
komprehensif lebih dari sebagai isu sumberdaya tunggal, dan menterpadukan
banyak penggunaan sumberdaya pesisir dan kebutuhan yang bertentangan ke
dalam suatu proses pengambilan keputusan yang seimbang), telah menjadi alat
(sarana) yang dilakukan oleh bangsa-bangsa dalam mencari pemecahannya.
Menurut Dahuri (2008:12) pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu
adalah Suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau
lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara
terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara
berkelanjutan.
Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi:
sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis. Mengingat bahwa suatu
pengelolaan (management) terdiri dari empat tahap utama: perencanaan,
44
implementasi, monitoring, dan evaluasi; maka jiwa atau nuansa keterpaduan
tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi.
Menurut Sorensen dan Mc Creary dalam Dahuri (2008:5) adalah sebagai
berikut :
Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu (Integrated Coastal Zone
Management) adalah pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam dan jasa-jasa
lingkungan (environmental services) yang terdapat di kawasan pesisir dengan cara
melakukan penilaian menyeluruh (comprehensive assesment) tentang kawasan
pesisir beserta sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di
dalamnya, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, dan kemudian
merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai
pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Proses pengelolaan ini
dilaksanakan secara kontinu dan dinamis dengan mempertimbangkan segenap
aspek sosial ekonomi budaya dan aspirasi masyarakat pengguna kawasan pesisir
(stakeholders) serta konflik kepentingan dan konflik pemanfaatan kawasan pesisir
yang mungkin ada.
Sedangkan menurut Adisasmita (2006:) Proses manajemen kawasan
pesisir secara terpadu diberikan batasan sebagai berikut yaitu:
Suatu proses dinamis dalam mana suatu strategi yang terkoordinasi
dikembangkan dan diimplementasikan untuk alokasi sumberdaya-sumberdaya
lingkungan, sosial-budaya, dan kelembagaan untuk mewujudkan konservasi dan
penggunaan/pemanfaatan berbagai sumberdaya kawasan pesisir secara
sustainable (berkelanjutan).
Tujuan manajemen kawasan pesisir (Coastal Zone Management) adalah
untuk melindungi, melestarikan dan melakukan restorasi sumberdaya-sumberdaya
alam dimana memungkinkan dan perlu mendorong pertumbuhan dan
pembangunan melalui perencanaan yang sehat secara interdisiplin dan terpadu
terhadap dampak lingkungan dari kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek yang
dilakukan dan mengukur serta mengevaluasi konsekuensi-konsekuensinya sesuai
dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.
45
Dua tahap yang harus ditempuh yaitu tahap penyusunan program serta
pengembangan program secara komprehensif dan tahap implementasi program,
bila memperhatikan bagaimana oseanografi pesisir (coastal oceanography) terkait
pada Coastal Zone Management. Mengingat kondisi saat ini dimana pengelolaan
kawasan pesisir dan laut belum dapat dilaksanakan dengan baik, maka dibutuhkan
suatu Atlas Pesisir dan Laut yang dapat menginformasikan tentang potensi
sumberdaya alam, penggunaan lahan, prospek pengembangan dan pemanfaatan
berdasarkan pertimbangan engineering dan science, konflik pengelolaan,
kapasitas kelembagaan, program monitoring parameter biofisik kimiawi dan
sosekbud (sosial, ekonomi dan budaya), penentuan indikator keberhasilan
program dan umpan balik untuk pola pengelolaan yang berwawasan lingkungan.
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang baik membutuhkan suatu
program pengelolaan yang terintegrasi. Program pengelolaan yang terintegrasi
dapat dilaksanakan jika didukung oleh tersedianya informasi-informasi yang
obyektif, akurat dan terbaharui. Tersedianya informasi-informasi yang obyektif,
akurat dan terbaharui tentang wilayah pesisir dan laut pada saat ini dirasakan
sudah sangat mendesak untuk secepatnya disediakan guna membantu penyusunan
kebijakan dan perencanaan pengelolaan pesisir dan laut menjadi terintegrasi
sehingga pengelolaannya dapat lebih efektif dan tepat sasaran. Informasi-
informasi yang obyektif, akurat dan terbaharui tentang pesisir dan laut dapat
diwujudkan dalam bentuk Atlas.
46
Sejalan dengan Pelaksanaan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang dikenal dengan istilah otonomi daerah, dimana titik
sentral pembangunan terletak di Kabupaten/Kota, maka akan memacu eksploitasi
sumberdaya alam yang tidak terkontrol akan menimbulkan gangguan terhadap
kestabilan ekosistem dan merusak lingkungan hidup sekitarnya.
2.1.5 Sistem Manajemen (Pengelolaan) Sumberdaya Perairan Laut
yang Komprehensif
Manajemen komprehensif pada intinya adalah memilih alternatif langkah
pembinaan dan pengembangan yang terbaik bagi pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya perairan dan laut dalam segala aspek (tujuan) pengelolaan untuk
mendukung pembangunan sumberdaya kelautan secara optimal dan berkelanjutan.
Manajemen komprehensif itu sangat diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya
perairan laut karena meliputi banyak bidang, banyak sektor dan banyak aspek.
Manajemen parsial dan manajemen jangka pendek dipastikan tidak akan berhasil.
Penyusunan model pengelolaan sumberdaya perairan laut harus sejalan dengan
manajemen komprehensif.
Manajemen komprehensif dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut itu
sangat penting peranannya, karena beberapa alasan sebagai berikut:
1. Memberikan arah pencapaian sasaran dan tujuan pengelolaan sumberdaya
perairan laut yang optimal dan berkelanjutan. Arah yang jelas akan dapat
dijadikan landasan utnuk mengendalikan dan mengevaluasi keberhasilan.
47
2. Membantu memikirkan kepentingan berbagai pihak, dengan demikian
dapat memberikan manfaat serentak dan serempak kepada seluruh
kelompok atau unsur pembangunan (masyarakat) maritim.
3. Dapat mengantisipasi terjadinya setiap perubahan internal dan
kecenderungan eksternal baik secara global dan nasional maupun regional
dan lokal. Dengan demikian dapat menentukan langkah dan tindakan
bagaimana memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan (hambatan)
secara menyeluruh.
4. Berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas secara perspektif adalah
bagaimana mendorong keseimbangan dalam pengelolaan sumberdaya
perairan laut secara efektif dan efisien.
Dalam membangun sistem Manajemen Komprehensif yang meliputi multi
sektor, multi bidang, dan multi aspek itu, harus dilakukan identifikasi berbagai
komponennya sehingga membentuk suatu sistem yang rasional, capable, dan
implementable.
a. Manajemen Sumberdaya Perairan Laut menerangkan prinsip-prinsip:
1. Pengelolaan seluruh sumberdaya perairan laut secara optimal dan
berkelanjutan.
2. Diarahkan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.
3. Didasari oleh prinsip-prinsip ekonomis, efisiensi dan efektifitas
4. Transparansi dan Akuntabilitas
b. Dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut ditempuh pembinaan dan
pengembangan yang diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan unsur-
unsur maritim yang meliputi: perikanan laut, perhubungan laut, industri
galangan kapal/perahu rakyat, pertambangan/penggalian gol.C, wisata
bahari, tenaga kerja disektor kelautan, masyarakat bahari dan desa pesisir,
lembaga ekonomi dan masyarakat, peraturan perundang-undangan di
bidang kelautan, sumberdaya laut dan lingkungan hidup laut dan pesisir,
pemerintah daerah.
48
c. Dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut harus terus memperhatikan
analisis lingkungan, baik internal (kekuatan dan kelemahan) maupun
eksternal (peluang dan ancaman) agar supaya dapat memilih strategi
kebijakan dan langkah pembinaan dan pengembangan yang tepat dan
serasi.
d. Pengembangan kelembagaan mempunyai peranan yang penting dalam
pengelolaan sumberdaya perairan laut, selain meliputi fungsi dari instansi-
instansi yang menangani masalah pemanfaatan pengelolaan sumberdaya
perairan laut harus pula memperhatikan pula peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya perairan laut.
e. Pihak perencana dan pengambil keputusan dalam bidang pengelolaan
sumberdaya perairan laut harus senantiasa menerapkan azas-azas
pembangunan kabupaten gugus kepulauan, meliputi azas kesatuan wilayah
kabupaten ; kesejahteraan masyarakat dan ketertiban umum ; musyawarah,
partisipasi dan kemitraan, kelestarian dan keserasian dan kesimbangan.
f. Secara keseluruhan, harus diupayakan agar semua komponen manajemen
komprehensif di atas dapat terselenggara dalam suasana dan irama yang
harmoni, yang saling melengkapi dan saling menunjang terwujudnya
kepulauan yang mapan mandiri, dan tercapainya kesejahteraan masyarakat
yang lebih tinggi dari generasi ke generasi.
Harmoni bermakna paduan antara keserasian dan tata tertib. Terdapat
tuntutan untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya perairan laut secara
optimal dan tuntutan untuk meningkatkan kesejahteraan seuruh masyarakat bahari
49
dan pesisir dari generasi ke generasi. Secara keseluruhan berarti peningkatan dan
pengembangan pengelolaan sumberdaya perairan dan laut secara komprehensif
manuju kearah kesempurnaan. Harmoni menjadi ikatan batin yang
mempersatukan semangat, meningkatkan partisipasi, dan memperkuat tekad untuk
mencapai keberhasilan pengelolaan sumberdaya perairan laut meliputi:
1. Pemantapan sistem manajemen komprehensif pengelolaan sumberdaya
perairan laut.
2. Peningkatan pelayanan secara efektif dan efisien kepada masyarakat yang
memanfaatkan sumberdaya kelautan.
Manajemen komprehensif pada dasarnya merupakan manajemen ilmu
pengetahuan (Knowledge Management) yang menerapkan norma-norma ilmu
pengetahuan pada saat yang lalu, pada saat sekarang dan mengantisipasi
kecenderungan-kecenderungan dinamis pada masa depan, maka komponen-
komponennya diperluas, terdiri dari: tujuan/sasaran pembangunan kelautan,
lingkungan internal dan eksternal, aspek kelembagaan dan pendekatan harmoni,
yang dilandasi pula oleh visi dan misi dan landasan konseptual.
50
2.2 Kerangka Berpikir
Kerangka pemikiran merupakan alur berpikir dalam penelitian, untuk
mendeskripsikan dengan apa adanya sesuai temuan yang peneliti dapatkan di
lapangan. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah Pengelolaan
Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang.
Selama peneliti melakukan penelitian peneliti memperoleh data dan
informasi melalui pengamatan dan observasi langsung ke lapangan serta
melakukan wawancara kepada pihak yang bersangkutan yaitu kepada Dinas
Kelautan, Perikanan, Energi dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, Karyawan TPI (Tempat Pelelangan Ikan),
dan FKPN (Front Kebangkitan Petani dan Nelayan). Pada saat melakukan
pengamatan dan observasi langsung di lapangan peneliti menemukan data dan
informasi mengenai masih adanya hambatan dan kesulitan dalam melaksanakan
Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten
Serang.
Kerangka berfikir menjelaskan bagaimana teori Menurut Dahuri
(2008:12), digunakan untuk menganalisa Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa
Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang adalah sebagai berikut
Pengelolaan Wilayah Pesisisr Secara Terpadu adalah suatu pendekatan
pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber
51
daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna
mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan.
Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi:
sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis. Mengingat bahwa suatu
pengelolaan (management) terdiri dari empat tahap utama: perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi; maka jiwa atau nuansa keterpaduan
tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori ini karena ada kesesuaian
antara masalah yang terdapat pada identifikasi masalah dengan apa yang
dijabarkan dalam teori Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu menurut
Dahuri (2008:12). Kesesuaian yang muncul antara lain dilihat dari indikator yang
terdapat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu khususnya bagi
Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten
Serang yaitu terdiri dari empat tahap utama: perencanaan (planning), pelaksanaan,
pengawasan (monitoring), dan evaluasi.
52
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
Identifikasi Masalah:
1. Kurangnya keterpaduan dari berbagai pihak terkait yaitu instansi pemerintah,
pihak swasta, dan masyarakat.
2. Kurangnya perhatian dari Pemerintah Kabupaten Serang dalam mengembangkan
potensi sumberdaya pesisir yang dimiliki Desa Lontar.
3. Masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan yang telah
disepakati oleh pemerintah dan pihak swasta.
4. Kurang tegasnya Pemerintah Kabupaten Serang dalam mengambil keputusan
terhadap pemanfaatan sumberdaya pesisir di Desa Lontar yang belum memiliki
izin
5. Masih belum terpenuhinya kesejahteraan masyarakat Desa Lontar.
Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu menurut Dahuri
(2008:12)
1. Perencanaan (planning)
2. Pelaksanaan
3. Pengawasan (monitoring)
4. Evaluasi
1. Terlaksananya Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu
2. Pemanfaatan sumberdaya pesisir berorientasi kepada masa depan (berkelanjutan)
untuk pembangunan tanpa menimbulkan dampak kerusakan terhadap
sumberdayanya (lingkungannya).
53
2.3 Asumsi Dasar
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas, maka
peneliti berasumsi bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan
Tirtayasa Kabupaten Serang masih belum optimal serta terpadu dan masih
diperlukan perbaikan-perbaikan dalam pengelolannya, dan akan terlaksana dengan
baik apabila pengelolaan wilayah pesisir tersebut memperhatikan mengenai
Perencanaan (planning) bagi wilayah pesisir Desa Lontar, Pelaksanaannya,
Pengawasannya, dan dibutuhkan Evaluasi untuk mengetahui kelemahan dan
kelebihan dari perencanaan yang ada guna perbaikan untuk pelaksanaan tahap
berikutnya.
.
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2009:2) metodologi penelitian merupakan cara ilmiah
untuk mendeskripsikan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan
hal tersebut terdapat empat kata kunci yang harus diperhatikan yaitu cara ilmiah,
data, tujuan, dan kegunaan. Data yang diperoleh melalui itu adalah data empiris
yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Valid yaitu derajat ketepatan antara
data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dapat dikumpulkan
oleh peneliti. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2006:4)
mendefinisikan metodologi kualitatif sedagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang
dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu
tersebut secara holistik (utuh).
Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Kirk dan Miller
dalam Moleong (2006:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.
Menurut Alwasilah (2003:148) penelitian kualitatif lebih mengutamakan
comparability dan translatability dari temuan-temuannya, bukannya transfer
55
temuan-temuan itu terhadap kelompok lain atau populasi yang tidak diteliti.
Karena itu, seleksi sampel dalam penelitian kualitatif tidak statis, melainkan
bersifat dinamis, dari fase ke fase, berurut (sequental), berkembang
(development), dan kontekstual. Moleong (2006:6) mendefinisikan penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dll secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif eksploratif, dimana peneliti tertuju pada pemecahan masalah
yang ada pada masa sekarang. Dalam prakteknya tidak terbatas pada
pengumpulan dan penyusunan klasifikasi data saja tetapi juga menganalisis dan
menginterprestasikan tentang arti data tersebut. Itulah alasan mengapa peneliti
mengambil penelitian eksploratif kualitatif.
Metode eksploratif kualitatif ini berusaha untuk mencari atau menggali
informasi mengenai permasalahan yang ada dalam kaitannya dengan pengelolaan
wilayah pesisir, yakni mengenai “Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar
Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang”.
56
3.2 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen penelitian adalah
peneliti sendiri. Menurut Moleong (2006:163) ciri khas penelitian kualitatif tidak
dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, namun peranan penelitilah yang
menentukan keseluruhan skenarionya. Kedua hal tersebut diuraikan dalam bagian
ini secara berturut-turut.
3.2.1 Pengamatan Berperanserta
Pengamatan berperanserta menceriterakan kepada peneliti apa yang
dilakukan oleh orang-orang dalam situasi peneliti memperoleh kesempatan
mengadakan pengamatan. Jadi pengamatan berperanserta pada dasarnya berarti
mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara secermat mungkin sampai
pada yang sekecil-kecilnya.
3.2.2 Manusia Sebagai Instrumen Penelitian
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, ia sekaligus
perencana, pelaksana pengumpulan data, penafsir data, dan pada akhirnya ia
menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat penelitian
disini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian.
Namun, instrumen penelitian disini dimaksudkan sebagai alat pengumpul data
seperti tes pada penelitian kuantitatif. Ada tiga hal yang dibahas disini sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:128-150) dalam
Moleong (2006:168-173), yaitu mencakup ciri-ciri umum, kualitas yang
diharapkan, dan kemungkinan peningkatan manusia sebagai instrumen.
57
1. Ciri-ciri Umum Manusia Sebagai Instrumen
Ciri-ciri umum manusia sebagai instrumen mencakup segi responsive,
dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas
pengetahuan, memproses dan megikhtisarkan, dan memanfaatkan
kesempatan mencari respons yang tidak lazim atau idiosinkratik.
2. Kualitas yang Diharapkan
Peneliti kualitatif akan senantiasa berhubungan dengan subjeknya.
Hubungan yang memerlukan kualitas pribadi terutama pada waktu
proses wawancara terjadi.
3. Peningkatan Kemampuan Peneliti Sebagai Instrumen
Kemampuan peneliti sebagai instrumen dapat ditingkatkan dengan jalan
pertama-tama peneliti hendaknya selalu pergi kepada situasi baru untuk
memperoleh pengalaman, kemudian berusaha mencatat apa saja yang
terjadi dan mewawancarai beberapa orang serta mencatat apa saja yang
menjadi hasil pembicaraan.
Sehingga dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
penelitian kualitatif peneliti sebagai instrumen penelitian merupakan alat
pengumpul data utama. Hal itu dilakukan jika menggunakan alat yang bukan
manusia dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagai yang lazim
digunakan dalam penelitian klasik maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan
penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan. Selain itu hanya
manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau
58
objek lainnya, dan hanya manusia yang mampu memahami kaitan kenyataan-
kenyataan dilapangan.
3.3 Informan Penelitian
Dalam Penelitian Kualitatif, pengambilan sampel sumber data berkaitan
dengan siapa yang hendak dijadikan informan dalam penelitian. Menurut Bungin
dalam Penelitian Kualitatif (2009:76-77) menjelaskan objek dan informan
penelitian kualitatif adalah menjelaskan objek penelitian yang fokus dan lokus
penelitian, yaitu apa yang menjadi sasaran. Sasaran penelitian tak tergantung pada
judul dan topik penelitian, tetapi secara konkret tergambarkan dalam rumusan
masalah penelitian. Sedangkan informan penelitian adalah subjek yang
memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang
memahami objek penelitiannya. Jadi, objek penelitiannya yaitu Pengelolaan
Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang dan
informan penelitiannya diperoleh dengan cara teknik pengambilan sumber data
yang sering digunakan pada penelitian kualitatif adalah Purposive. Purposive
adalah teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu atau
paling menguasai obyek/situasi sosial yang diteliti. Pada penentuan informan
dalam penelitian kualitatif adalah bagaimana informan kunci (key informan) di
dapat dalam situasi yang sesuai dengan fokus penelitian. Sedangkan, pemilihan
59
informan kedua (secondary informan) berfungsi sebagai cara alternatif bagi
peneliti yang tidak dapat menentukan partisipan secara langsung.
Faisal dalam Sugiono (2009:221) dengan mengutip pendapat Spradley
menyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya
yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses ekulturasi,
sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada
kegiatan yang tengah diteliti
3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya”
sendiri
5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti
sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau
narasumber.
Berdasarkan kriteria diatas, maka dalam penelitian ini yang akan menjadi
informan peneliti adalah semua konstituen yang terlibat langsung dalam
Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten
Serang. Yang menjadi informan kunci (key informan) dan informan kedua
(secondary informan) Dalam penelitian ini adalah :
60
Tabel 3.1
Informan Penelitian
No Informan Jumlah Keterangan
1
Kepala Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah Kabupaten
Serang
1 (Satu) Key Informan
2
Kepala Bidang Kelautan Dinas
Kelautan, Perikanan, Energi, dan
Sumber Daya Mineral Kabupaten
Serang
1 (Satu) Key Informan
3 Sekdes Desa Lontar 1 (Satu) Key Informan
4 Ketua Kelompok Pengawas
Masyarakat 1 (Satu) Key Informan
5 Karyawan Tempat Pelelangan
Ikan 1 (Satu) Key Informan
6 Ketua Kelompok Usaha Bersama 1 (Satu) Key Informan
7 Masyarakat (Nelayan) 6 (Enam) Secondary Informan
8 Masyarakat (Bukan Nelayan) 3 (tiga) Secondary Informan Sumber: Peneliti 2013
Maka untuk memperoleh akurasi data dan kejenuhan data sampai dirasa
cukup kemungkinan peneliti masih akan terus melakukan penambahan sumber
data/informan lainnya yang dianggap perlu untuk dijadikan narasumber dalam
penelitian ini.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2009:224) teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data,
maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan. Berikut adalah beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini:
61
3.4.1 Studi Kepustakaan
Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah oleh para ahli,
diantaranya yang dikenal adalah: kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis,
dan tinjauan teoritis. Penggunaan istilah-istilah tersebut, pada dasarnya merujuk
pada upaya umum yang harus dilalui untuk mendapatkan teori-teori yang relevan
dengan topik penelitian. Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum
seperti: mengidentifikasi teori secara sistematis, penemuan pustaka, analis
dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam
hal ini peneliti melakukan studi kepustakaan melalui hasil penelitian sejenis yang
pernah dilakukan, buku-buku, maupun artikel atau yang memuat konsep atau teori
yang dibutuhkan terkait dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir.
3.4.2 Observasi
Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah
observasi atau dengan melakukan pengamatan dapat diklasifikasikan atas
pengamatan melalui cara berperanserta dan yang tidak berperanserta. Pada
pengamatan tanpa peranserta pengamat hanya melakukan satu fungsi, yaitu
mengadakan pengamatan. Pengamat berperanserta melakukan dua peranan
sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi dari
kelompok yang diamatinya Moleong (2006: 176)
Dalam hal ini peneliti menggunakan jenis observasi berdasarkan
klasifikasi dari Sugiono (2009:145), dimana observasi dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu observasi berperan serta (participant observation) yaitu peneliti terlibat
62
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian, dan observasi tidak berperan serta (non
participant observation) yaitu peneliti tidak terlibat kedalam kegiatan yang
diamati hanya sebagai pengamat independen. Dan dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik observasi tidak berperan serta (non participant observation)
karena peneliti tidak terlibat secara langsung kedalam kegiatan yang diamati.
3.4.3 Wawancara
Wawancara atau interview merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan proses tanya jawab antara peneliti dengan informan baik secara
langsung (face to face) maupun tidak langsung seperti wawancara melalui
telepon, media internet, atau bisa juga dilakukan dalam bentuk wawancara tertulis
melalui surat dengan tujuan untuk menggali informasi yang dibutuhkan sesuai
dengan topik dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti
menggabungkan teknik observasi tidak berperan serta dengan wawancara
mendalam. Wawancara mendalam menurut Bungin (2009:108) adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.
3.4.3.1 Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan peneliti dalam mencari data dari para
informan dan memudahkan peneliti dalam menggali sumber informan untuk
mendapatkan informasi, seperti berikut :
63
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
Indikator Teori Informan Penelitian Pertanyaan
1. Planning/
Perencanaan
1. Kepala Badan
Perencanaan dan
Pembangunan
Daerah Kabupaten
Serang
2. Kepala Bidang
Kelautan Dinas
Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumber
Daya Mineral
Kabupaten Serang
3. Aparat Desa Lontar
4. Masyarakat
(Nelayan)
5. Masyarakat (Bukan
Nelayan)
1. Pihak yang terkait dalam
perencanaan pengelolaan
wilayah pesisir.
2. Yang ingin dicapai dari
pengelolaan wilayah pesisir
Desa Lontar.
3. Perlu adanya keterpaduan
perencanaan dari berbagai
sektor.
4. Perencanaan dan
Pengelolaan sumberdaya
pesisir dilakukan
berdasarkan kepentingan dan
kebutuhan masyarakat
(bottom-up planning and
development).
5. Perencanaan dan
Pemanfaatan sumberdaya
pesisir berorientasi kepada
masa depan/ berkelanjutan.
64
6. Perencanaan dan
Pemanfaatan sumberdaya
pesisir untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
7. Hambatan dalam membuat
dan melaksanakan
perencanaan untuk wilayah
pesisir Desa Lontar.
2. Pelaksanaan 1. Kepala Badan
Perencanaan dan
Pembangunan
Daerah Kabupaten
Serang
2. Kepala Bidang
Kelautan Dinas
Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumber
Daya Mineral
Kabupaten Serang
3. Aparat Desa Lontar
4. Karyawan TPI
5. Ketua KUB
6. Masyarakat
1. Pihak yang
bertanggungjawab dalam
mengelola wilayah pesisir.
2. Peranan dan wewenang dari
pihak tersebut.
3. Yang dilakukan Pemerintah
Kabupaten Serang dalam
mengelola wilayah pesisir
Desa Lontar.
4. Koordinasi antara dinas-
dinas terkait dalam
mengelola wilayah pesisir di
Desa Lontar.
5. Hambatan dalam masing-
masing pihak dalam
65
(Nelayan)
7. Masyarakat (Bukan
Nelayan)
melaksanakan tugasnya.
6. Komunikasi dan koordinasi
Pemerintah dengan
masyarakat.
7. Keterbukaan/ Transparansi
dari Pemerintah dalam
pengelolaan sumberdaya
pesisir di Desa Lontar.
8. Peran serta masyarakat
dalam pengelolaan wilayah
pesisir Desa Lontar.
9. Bantuan yang diberikan oleh
Pemerintah Kabupaten
Serang.
10. Tanggapan mengenai adanya
pengelolaan sumberdaya
pesisir di Desa Lontar.
11. Yang menjadi hambatan
dalam melakukan
komunikasi antara
Pemerintah dengan
Masyarakat Desa Lontar.
12. Komunikasi masyarakat
66
dengan pihak swasta yang
melakukan pengelolaan
sumberdaya pesisir di Desa
Lontar.
13. Pengembangan dari potensi
yang ada.
3. Pengawasan
(Monitoring)
1. Kepala Badan
Perencanaan dan
Pembangunan
Daerah Kabupaten
Serang
2. Kepala Bidang
Kelautan Dinas
Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumber
Daya Mineral
Kabupaten Serang
3. Aparat Desa Lontar
4. Ketua Pokwasmas
5. Masyarakat
(Nelayan)
6. Masyarakat (Bukan
Nelayan)
1. Bentuk pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Serang dalam
pengelolaan wilayah pesisir
di Desa Lontar.
2. Masyarakat ikut dilibatkan
dalam hal pengawasan.
3. Yang Pemerintah/
Masyarakat rasakan menjadi
masalah atau hambatan dalam
hal pengawasan.
4. Yang dilakukan Pemerintah
sebagai penengah/pengendali
antara masyarakat dengan
pihak swasta.
5. Pengembangan yang
dilakukan Pemerintah
67
Kabupaten dari potensi yang
ada.
4. Evaluasi 1. Kepala Badan
Perencanaan dan
Pembangunan
Daerah Kabupaten
Serang
2. Kepala Bidang
Kelautan Dinas
Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumber
Daya Mineral
Kabupaten Serang
3. Aparat Desa Lontar
4. Karyawan TPI
5. Ketua Pokwasmas
6. Ketua KUB
7. Masyarakat
(Nelayan)
8. Masyarakat (Bukan
Nelayan)
1. Sanksi yang diberikan
Pemerintah Kabupaten
Serang kepada penyimpangan
pengelolaan wilayah pesisir
Desa Lontar.
2. Dampak dari pengambilan
keputusan Pemerintah
Kabupaten Serang dalam
kegiatan pengelolaan
sumberdaya pesisir di Desa
Lontar.
3. Kepastian hukum/ payung
hukum yang berlaku.
4. Keadilan dalam pengambilan
keputusan.
5. Acuan dalam Perencanaan
Pembangunan dikatakan
sudah baik.
6. Pendapat mengenai
Pengelolaan Wilayah Pesisir
Desa Lontar.
68
7. Target yang dicapai.
Sumber : Peneliti 2013
3.4.4 Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan,
ceritera biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk
karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.
Studi dookumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan
wawancara dalam penelitian kualitatif.
3.5 Teknik Analisis Data
Menurut Moleong (2006:280) analisis data merupakan proses
mengorganisasikan dan mengumpulkan data ke dalam pola, kategori dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja. Pada penelitian tindakan, analisis datanya lebih banyak menggunakan
pendekatan kualitatif. Sehingga pada penelitian ini teknik analisis data difokuskan
pada paparan data kualitatif.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan proses analisis data dari
Prasetya Irawan yang terdiri dari pengumpulan data mentah, transkip data,
69
pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara, triangulasi,
penyimpulan akhir. Keseluruhan proses analisis data tersebut dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:
Dari gambar tersebut langkah-langkah praktis dalam proses analisis data dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengumpulan data mentah
Analisis data dimulai dengan melakukan pengumpulan data mentah,
misalnya dengan wawancara, observasi lapangan, kajian pustaka. Pada
tahap ini dibutuhkan alat-alat pendukung seperti tape recorder, kamera, dan
lain-lain. Yang dicatat adalah data apa adanya (verbatim), tidak
diperkenankan untuk mencampuradukkan pikiran, pendapat, maupun sikap
dari peneliti itu sendiri.
Gambar 3.1: Proses Analisis Data
Sumber: ( Irawan, 2005:5.28-5.35)
Penyimpulan
akhir
Pembuatan
koding
Transkip data
Penyimpulan
sementara
Kategorisasi
data
Triangulasi
Pengumpulan
data mentah
1
.
2
.
3
.
4
.
5 6 7
70
2. Transkrip data
Pada tahap ini catatan hasil wawancara dirubah kebentuk tertulis seperti apa
adanya (verbatim), bukan hasil pemikiran maupun pendapat pribadi peneliti.
3. Pembuatan koding
Pada tahap ini membaca ulang seluruh data yang sudah ditranskip. Baca
pelan-pelan dengan sangat teliti, sehingga menemukan hal-hal penting yang
perlu dicatat dengan mengambil kata kuncinya, data kata kunci ini
kemudian diberi kode.
4. Kategorisasi data
Pada tahap ini peneliti mulai “menyederhanakan” data dengan cara
“mengikat” konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu besaran yang di
namakan “kategori”.
5. Penyimpulan sementara
Membuat penyimpulan sementara berdasarkan data yang ada tanpa memberi
penafsiran dari pikiran penulis/peneliti.kesimpulan ini 100% harus
berdasarkan data. Jika ingin memberi penafsiran dari pikiran sendiri maka
tuliskan pada bagian akhir kesimpulan sementara yang disebut dengan
Observer’s Comments (OC).
6. Triangulasi
Temuan yang dihasilkan dicek ulang derajat keshahihan dan keandalannya
dengan menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan
memperpanjang masa penelitian dengan menggunakan teknik triangulasi.
Sederhananya teknik triangulasi bertujuan untuk meperkuat temuan-temuan,
71
adalah proses check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber
data lainnya.
7. Penyimpulan akhir
Apabila temuan yang dihasilkan dari penelitian dapat terjamin validitas dan
reliabilitasnya barulah kemudian membuat penyimpulan akhir.
3.6 Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.
pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada
empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan
(transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
Dalam penelitian Kualitatif dimana uji keabsahan data terhadap data dilakukan
dengan cara:
1. Perpanjangan Pengamatan
Perpanjangan pengamatan ini berarti peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah
ditemui maupun yang baru. Sehingga hubungan peneliti dengan narasumber
akan terbentuk raport, akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling
mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.
2. Meningkatkan Ketekunan
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat
dan berkesinambungan. Dalam hal ini peneliti dapat melakukan pengecekan
kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Selain itu,
72
dengan meningkatkan ketekunan maka peneliti dapat memberikan deskripsi
data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. Sebagai bekal
peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca
berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-
dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti
3. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dari berbagai cara atau menggabungkan beberapa
teknik pengumpulan data. Terdapat berbagai macam triangulasi meliputi
triangulasi sumber, triangulasi waktu, triangulasi teknik. Namun dalam hal
ini peneliti lebih cenderung menggunakan triangulasi teknik, dan triangulasi
sumber. Triangulasi teknik peneliti mennggunakan teknik pengumpulan
data yang berbeda seperti observasi, wawancara atau teknik lainnya untuk
mendapatkan data dari sumber yang sama. Triangulasi sumber berarti untuk
mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang
sama.
4. Menggunakan Bahan Referensi
Bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data
yang telah ditemukan oleh peneliti seperti hasil rekaman wawancara dengan
menggunakan alat perekam, dokumentasi seperti foto-foto saat penelitian,
catatan lapangan, dan lain sebagainya.
5. Mengadakan MemberCheck
73
Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada
pemberi data. Tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh
dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang
dimaksud sumber data atau informan.
3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian
3.7.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
Kabupaten Serang. Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumber Daya Mineral
Kabupaten Serang. dan di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang.
3.7.2 Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan kapan akan
dilakukan. Berikut ini merupakan jadwal penelitian Pengelolaan Wilayah Pesisir
di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang.
74
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Waktu Nov
2012
Des 2012 - Feb
2013
Mar - Sep
2013
Okt
2013
Nov
2013
Des
2013
Jan
2014
Feb
2014
Mar
2014
Apr
2014
Mei
2014
Juni
2014
1 Pengajuan
judul
2
Observasi
awal
3
Penyusunan
Proposal
4
Seminar
Proposal
5
Revisi
Proposal
6
Proses Pencarian
data di
Lapangan
7
Pengolahan
dan analisis data
8
Sidang Laporan
Hasil
Penelitian
9
Revisi
laporan Hasil
Penelitian
75
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian
yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan Deskripsi Wilayah
Kabupaten Serang, Deskripsi Wilayah Kecamatan Tirtayasa, Deskripsi Desa
Lontar (Lokasi Penelitian), gambaran umum BAPPEDA Kabupaten Serang, dan
gambaran umum Dinas Kelautan dan Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral
Kabupaten Serang. Hal tersebut dipaparkan dibawah ini.
4.1.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Serang
Kabupaten Serang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Banten.
Ibukotanya adalah Ciruas namun saat ini pusat pemerintahannya masih berada di
Kota Serang. Kabupaten ini berada di ujung barat laut Pulau Jawa, berbatasan
dengan Laut Jawa, dan Kota Serang di Utara, Kabupaten Tangerang di Timur,
Kabupaten Lebak di Selatan, serta Kota Cilegon di Barat.
Secara geografis Kabupaten Serang mempunyai kedudukan yang sangat strategis
karena berada di jalur utama penghubung lintas Jawa-Sumatera. Kabupaten
Serang juga dilintasi jalan Negara lintas Jakarta-Merak serta dilintasi jalur kereta
api lintas Jakarta-Merak. Selain itu Kabupaten Serang juga merupakan wilayah
transit perhubungan darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
76
Luas wilayah Kabupaten Serang adalah 1.467,35 km2. Secara geografis terletak
posisi koordinat antara 105o7’-105
o22’ Bujur Timur dan 5
o50-6
o21’ Lintang
Selatan. Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Jawa dan Kota Serang, Sebelah
Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Pandeglang Sebelah Barat :
berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat Sunda Sebelah Timur : berbatasan
dengan Kabupaten Tangerang. Secara topografi, Kabupaten Serang merupakan
wilayah dataran rendah dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai
1.778m di atas permukaan laut. Fisiografi Kabupaten Serang dari arah Utara ke
Selatan terdiri dari wilayah rawa pasang surut, rawa musiman, dataran, perbukitan
dan pegunungan. Bagian Utara merupakan wilayah yang datar dan tersebar luas
sampai ke pantai, kecuali sekitar Gunung Sawi, Gunung Terbang dan Gunung
Batusipat. Di bagian Selatan sampai ke Barat, Kabupaten Serang berbukit dan
bergunung antara lain sekitar Gunung Kencana, Gunung Karang dan Gunung
Gede. Daerah yang bergelombang tersebar di antara kedua bentuk wilayah
tersebut. Hampir seluruh daratan Kabupaten Serang merupakan daerah subur
karena tanahnya sebagian besar tertutup oleh tanah endapan Alluvial dan batu
vulkanis kuarter. Potensi tersebut ditambah banyak terdapat pula sungai-sungai
yang besar dan penting yaitu Sungai Ciujung, Cidurian, Cibanten, Cipaseuran,
Cipasang dan Anyar, yang mendukung kesuburan daerah-daerah pertanian di
Kabupaten Serang.
Kabupaten Serang terdiri atas 28 kecamatan, yaitu Kecamatan Anyar, Bandung,
Baros, Binuang, Bojonegara, Carenang, Cikande, Cikeusal, Cinangka, Ciomas,
Ciruas, Gunungsari, Jawilan, Kibin, Kopo, Kragilan, Kramatwatu, Mancak,
77
Pabuaran, Padarincang, Pamarayan, Petir, Pontang, Pulo Ampel, Tanara,
Tirtayasa, Tunjung Teja dan Waringin Kurung, yang dibagi lagi atas sejumlah
desa. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Ciruas. Pada tanggal 17 juli 2007
Kabupaten Serang dimekarkan menjadi Kota Serang dan Kabupaten Serang.
Kondisi lahan di Kabupaten Serang terbagi menjadi dua bagian yaitu kawasan
lindung dan kawasan budidaya. Kawasan budidaya, sebagian besar penggunaan
lahannya terdiri atas persawahan yaitu seluas 54.145,40 Ha yang terdiri dari
sawah tadah hujan seluas 31.079 ha, sawah irigasi seluas 23.066.40 Ha, yang
sebagian besar berada di Serang Bagian Utara yang membentang mulai dari
Kecamatan Kramatwatu Bagian Utara, Kasemen, Pontang, Tirtayasa dan Tanara.
Tegalan seluas 39.912,35 Ha tersebar diseluruh Kabupaten Serang, kebun
campuran seluas 39.159,10 Ha yang sebagian besar berada di Wilayah Serang
bagian Selatan diantaranya Kecamatan Petir, Tunjung Teja, Baros, Curug,
Pabuaran, Padarincang, Ciomas, Gunungsari, Mancak dan Kecamatan Cinangka,
perkampungan seluas 20.121,97 Ha yang tersebar di seluruh Kabupaten Serang,
perumahan seluas 8.680 Ha, dan jasa seluas 3.305,26 Ha sebagian besar
terkonsentrasi di Wilayah Kota Serang dan Kramatwatu, sehingga luas lahan
budidaya secara keseluruhan sejumlah 106.043,01 Ha.
Kawasan lindung di Kabupaten Serang tersebar di seluruh wilayah, yang meliputi
sempadan sungai dan sempadan pantai, sedangkan kawasan lindung selain
sempadan sungai dan pantai, terdapat diwilayah Serang Selatan dan Utara yaitu
diwilayah Ciomas, Padarincang, Mancak dan Kramatwatu, sedangkan diwilayah
Utara terdapat di Kecamatan Bojonegara dan Puloampel. Perkembangan yang
78
terjadi terhadap keberadaan hutan lindung ini mengalami penurunan, sehingga
diperkirakan telah terjadi penyusutan luas hutan lindung 4361,79 ha dari 17906,61
ha menjadi tinggal 13544,82 ha.
Kabupaten Serang memiliki lahan pertanian sangat luas yang dikelola oleh
masyarakat. Memberikan hasil pertanian yang beragam seperti buah-buahan
pisang, mangga, rambutan dan durian untuk konsumsi lokal dan memasok
kebutuhan buah kota Jakarta. Serang juga memiliki perkebunan rakyat yang
menghasilkan kelapa, kacang tanah, melinjo, kopi, cengkeh, lada, karet, vanili,
kakao dan bumbu-bumbu. Juga untuk memenuhi kebutuhan lokal serta lebih
banyak untuk memasok kebutuhan Jakarta.
Di sektor industri, terdapat dua Zona Industri yaitu Zona Industri Serang Barat
dan Zona Industri Serang Timur . Zona Industri Serang Barat terletak di
Kecamatan Bojonegara, Pulo Ampel dan Kramatwatu dengan luas total 4.000 Ha
berada disepanjang pantai Teluk Banten untuk pengembangan industri mesin,
logam dasar, kimia, maritim dan pelabuhan. Sedangkan Zona industri Serang
Timur terletak di Kecamatan Cikande, Kibin, Kragilan dan Jawilan dengan luas
kawasan industri 1.115 Ha. Terdapat beberapa kawasan industri seperti Nikomas
Gemilang, Indah Kiat dan Cikande Modern. Total perusahaan industri besar dan
sedang di Kabupaten Serang sebanyak 145 perusahaan.
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Serang memiliki sumberdaya
sangat potensial, diantaranya: ikan, udang, molusca, terumbu karang, ranjungan,
bahan tambang dan mineral, wisata serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan dan
79
sumberdaya laut lainnya memiliki nilai ekonomis penting dan strategis dalam
perekonomian lokal, regional, nasional, dan internasional. Untuk meningkatkan
nilai ekonomi sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten
Serang, diperlukan konsep dan strategi pengelolaan secara profesional dan
berkelanjutan dengan melibatkan berbagai instansi teknis terkait, disertai peran
serta dunia usaha dan partisipasi masyarakat.
Pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten
Serang semakin beragam seiring dengan semakin meningkatnya berbagai kegiatan
pembangunan, yang diikuti dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang
bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan
pembangunan di wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil disertai dengan berbagai
peruntukannya seperti pemukiman, perikanan, pertanian, pariwisata,
perhubungan, dan lain sebagainya, maka semakin meningkat pula tekanan
eksploitasi terhadap ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.
4.1.2 Deskripsi Wilayah Kecamatan Tirtayasa
Kecamatan Tirtayasa memiliki luas 53,19 Km² dari luas Kabupaten
Serang, dengan batas-batas Kecamatan sebagai berikut :
Sebelah utara : Laut Jawa
80
Sebelah Selatan : Kecamatan Pontang
Sebelah Barat : Kecamatan Pontang
Sebelah Timur : Kecamatan Tanara
Ibu Kota Kecamatan Tirtayasa terletak pada jarak 30 Km dari Ibu Kota Kabupaten
Serang dan juga Ibu Kota Provinsi Banten. Bentuk topografi wilayah Kecamatan
Tirtayasa sebagian besar merupakan dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata
kurang dari 5 meter dari permukaan laut.
Secara administrasi Wilayah Kecamatan Tirtayasa terdiri dari 14 Desa, yang
terbagi menjadi 42 Rukun Warga (RW), dan 132 Rukun Tetangga (RT). Dengan
jumlah penduduk sebanyak 42.374 jiwa, yang terdiri dari 21.113 jiwa penduduk
laki-laki dan 21.261 jiwa penduduk perempuan. Adapun nama-nama Desa yang
ada di Kecamatan Tirtayasa adalah sebagai berikut:
81
Tabel 4.1
Nama Desa di KecamatanTirtayasa
Desa Uraian
Luas Wilayah (KM²) Pantai/Pesisir Dataran
1. Tengkurak
2. Tirtayasa
3. Laban
4. Puser
5. Samparwadi
6. Sujung
7. Kebon
8. Kebuyutan
9. Kemanisan
10. Pontang Legon
11. Susukan
12. Alang-alang
13. Lontar
14. Wargasara
4,15
2,30
2,31
1,55
2,21
9,45
2,45
2,18
1,80
3,22
9,10
4,65
5,45
2,37
√
-
-
-
-
√
-
-
-
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
-
-
- Sumber: Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, 2013
Kecamatan Tirtayasa yang letaknya di jalur pantura, mempunyai nilai strategis
untuk mengembangkan budidaya perikanan, dengan luas lahan tambak 2.024 Ha
dan mempunyai luas laut yang memadai. Walaupun sebagian penduduk di
Kecamatan Tirtayasa masih di Dominasi oleh sektor Pertanian (padi sawah)
dengan luas lahan persawahan 2.493 Ha.
4.1.3 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan
Tirtayasa Kabupaten Serang. Dimana Desa Lontar memiliki luas 5,45 Km² dan
merupakan salah satu Desa yang termasuk wilayah pesisir yang ada di Kecamatan
Tirtayasa. Kawasan pesisir memiliki kekayaan dan kebhinekaan sumberdaya alam
yang dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat wilayah pesisir tersbut,
82
pihak swasta, maupun Pemerintah Daerah setempat jika dikelola dengan baik dan
optimal.
Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir lautan secara garis besar
dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: Sumber daya dapat pulih (renewable resource)
terdiri atas hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan rumput laut,
serta sumber daya perikanan laut. Sedangkan Sumber daya tidak dapat pulih (non-
renewable resource) meliputi seluruh mineral dan geologi, misalnya mineral
terdiri dari tiga kelas, yaitu A (mineral strategis misalnya minyak, gas) B (mineral
vital, meliputi emas, timah, nikel, bauksit) C (mineral, industri, termasuk bahan
bangunan dan galian seperti granit dan pasir). Dan Jasa-jasa lingkungan
(environment service) meliputi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi
dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana
pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampung limbah, pengatur
iklim (climate regulator), kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi), dan
sistem penunjang.
Masyarakat Desa Lontar sebagian bahkan hampir seluruhnya merupakan bermata
pencaharian sabagai nelayan. Dimana nelayan tersebut terbagi menjadi kedalam
tiga jenis, yaitu nelayan tangkap, nelayan tambak, dan nelayan budidaya rumput
laut. Desa Lontar memiliki banyak potensi untuk dikembangkan yaitu adanya
tambak ikan, rumput laut, tempat wisata umum, dan memiliki Tempat Pelelangan
Ikan sebagai sarana jual beli ikan para nelayan tangkap.
83
Di Desa Lontar juga terdapat pemanfaatan atau pengelolaan sumberdaya pasir,
baik yang dilakukan oleh pihak swasta maupun oleh masyarakat lokal sekitar
pesisir Lontar. Penambangan pasir ini menimbulkan banyak pertentangan dan
perbedaan pendapat didalam masyarakat. Karena penambangan pasir yang
dilakukan baik oleh pihak swasta ataupun masyarakat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan wilayah pesisir Desa Lontar karena
penambangan pasir termasuk kedalam jenis penambangan galian C, dimana
sumberdaya yang dikelola tersebut (pasir) termasuk kedalam kategori sumberdaya
tidak dapat pulih (non-renewable resource).
Pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar masih belum optimal. Hal tersebut
dapat terlihat dari tujuan pengelolaan wilayah pesisir yang belum terwujud.
Tujuan utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat pesisir itu sendiri. Desa Lontar memiliki banyak potensi
namun berdasarkan data dari Kecamatan Tirtayasa, Desa Lontar merupakan desa
yang memiliki Jumlah Rumah Tangga Sasaran/ Penduduk Miskin (RSTPM)
terbanyak dibandingkan Desa lain yang ada di Kecamatan Tirtayasa yaitu
sebanyak 527 KK (Kepala Keluarga) pada tahun 2013. Dan data tersebut
bertambah dari tahun-tahun sebelumnya.
4.1.4 Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Serang
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Serang mempunyai tugas
pokok memimpin, merencanakan, mengatur melaksanakan dan mengawasi
penyelenggaraan sebagian tugas Pemerintah Daerah di Bidang Perencanaan
84
Pembangunan Daerah. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud,
mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan sebagian tugas
Pemerintah Daerah di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah.
2. Pengaturan penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah di bidang
Perencanaan Pembangunan.
3. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah di bidang
Perencanaan Pembangunan Daerah.
4. Pengawasan penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah di bidang
Perencanaan Pembangunan Daerah; dan
5. Pelaksanaan tugas tambahan.
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud, Kepala Bidang Kelautan
mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Merumuskan dan menetapkan Visi dan Misi Badan;
2. Merumuskan Rencana Strategis (RENSTRA) Badan;
3. Merumuskan dan menetapkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD);
4. Merumuskan dan menetapkan Rencana Kerja (RENJA) Badan
5. Merumuskan Penetapan Kinerja (TAPKIN) Badan;
6. Merumuskan dan menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) Badan;
7. Merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) Badan;
85
8. Merumuskan dan menetapkan Kebijakan teknis di bidang Perencanaan
Pembangunan Daerah;
9. Merumuskan dan menetapkan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Badan;
10. Membina, membagi tugas, memberi petunjuk dan bimbingan kepada
bawahannya;
11. Mengkoordinasikan unit satuan kerja bawahannya;
12. Memberikan pelayanan urusan Pemerintahan Daerah di bidang
Perencanaan Pembangunan Daerah;
13. Menandatangani dokumen penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di
bidang Perencanaan Pembangunan Daerah;
14. Mengelola administrasi kepegawaian, keuangan, dan aset daerah di
Badan;
15. Melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas dengan SKPD terkait;
16. Melaksanakan fasilitas dan konsultasi dalam upaya menyelesaikan
permasalahan terkait bidang Perencanaan Pembangunan Daerah;
17. Melaksanakan sosialisasi sesuai dengan lingkup tugasnya;
18. Melaksanakan konsultasi dengan atasannya dan Instansi Pemerintah
yang lebih tinggi;
19. Menyusun evaluasi hasil Rencana Kerja Badan;
20. Menyusun Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD)
Badan;
21. Menyusun Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Badan;
86
22. Menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) Badan;
23. Melakukan pengawasan dan pengendalian pada setiap tahapan
pelaksanaan tugas dan fungsi;
24. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh atasan
sesuai bidangnya;
25. Melaksanakan tugas kedinasan lain dalam kapasitas sebagai tim dan
kepanitiaan lintas SKPD.
4.1.5 Gambaran Umum Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang
Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral
Kabupaten Serang mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur,
melaksanakan, dan mengawasi, Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah di
bidang Sumberdaya Kelautan. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana
dimaksud, Bidang Kelautan mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan rencana kebijakan penyelenggaraan tugas
Pemerintahan Daerah di bidang Sumberdaya Kelautan;
2. Pengaturan penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah di
bidang Sumberdaya Kelautan;
3. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah di
bidang Sumberdaya Kelautan;
87
4. Pengawasan penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah di
bidang Sumberdaya Kelautan; dan
5. Pelaksanaan tugas tambahan.
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud, Kepala Bidang Kelautan
mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Menyiapkan bahan perumusan Visi dan Misi Dinas di Bidangnya;
2. Menyiapkan bahan perumusan Rencana Strategis (RENSTRA)
Dinas di Bidangnya;
3. Menyusun Rencana Kerja (RENJA) Dinas di Bidangnya;
4. Menyiapkan bahan perumusan Penetapan Kinerja (TAPKIN)
Dinas di Bidangnya;
5. Menyiapkan bahan perumusan Indikator Kinerja Utama (IKU)
Dinas di Bidangnya;
6. Menyiapkan bahan perumusan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Dinas di Bidangnya;
7. Menyiapkan bahan perumusan Standar Operasional Prosedur
(SOP) Dinas di Bidangnya;
8. Menyiapkan bahan Kebijakan teknis di bidangnya;
9. Menyusun Rencana Kerja Anggaran (RKA) di bidangnya;
10. Membina, membagi tugas, memberi petunjuk dan bimbingan
kepada bawahannya;
11. Mengkoordinasikan unit satuan kerja bawahannya;
88
12. Melaksanakan pelayanan urusan Pemerintahan Daerah di bidang
Kelautan yang meliputi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan
Pulau-pulau Kecil; Penangkapan Ikan; dan Pengawasan dan
Pengendalian
13. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh atasan
sesuai bidangnya; dan
14. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya dalam kapasitas sebagai
tim dan atau kepanitiaan lintas SKPD.
Bidang Kelautan sebagaimana dimaksud, membawahi beberapa Seksi sebagai
berikut:
1. Seksi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-pulau Kecil.
2. Seksi Penangkapan.
3. Seksi Pengawasan dan Pengendalian.
4.2 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang didapat dari hasil
penelitian. Data ini didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan tekhnik
analisa data kualitatif. Dalam penelitian ini, mengenai pengelolaan wilayah pesisir
di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Peneliti menggunakan
teori pegelolaan wilayah pesisir secara terpadu menurut Dahuri (2008:12), teori
tersebut menggambarkan beberapa indikator dalam manajemen yaitu planning
89
(perencanaan), Pelaksanaan, Pengawasan, dan Evaluasi. Kemudian data yang
peneliti dapatkan lebih banyak berupa kata-kata dan tindakan yang peneliti
peroleh melalui proses wawancara dan observasi. Kata-kata dan tindakan orang
yang diwawancara merupakan sumber utama dalam penelitian. Sumber data ini
kemudian oleh peneliti dicatat dengan menggunakan catatan tertulis atau melalui
alat perekam yang peneliti gunakan dalam penelitian.
Adapun dokumentasi yang peneliti ambil saat melakukan pengamatan adalah
catatan berupa catatan lapangan peneliti, seperti dokumen-dokumen yang peneliti
dapatkan baik dari Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral
Kabupaten Serang yang merupakan data mentah yang harus diolah dan dianalisis
kembali untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Selain itu bentuk data lainnya
berupa foto-foto lapangan dimana foto-foto tersebut merupakan foto kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar
Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang.
Selanjutnya karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka dalam
proses menganalisis datanya pun peneliti melakukan analisa secara bersamaan.
Seperti yang telah dipaparkan dalam bab 3 (tiga) sebelumnya, bahwa dalam
prosesnya analisa dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan model
interaktif yang telah dikembangkan oleh Prasetya Irawan, yaitu selama penelitian
dilakukan dengan menggunakan tujuh tahap penting, diantaranya; pengumpulan
data mentah, analisis data dimulai dengan melakukan pengumpulan data mentah,
misalnya dengan wawancara. observasi lapangan, kajian pustaka. Pada tahap ini
dibutuhkan alat-alat pendukung seperti tape recorder, kamera, dan lain-lain. Yang
90
dicatat adalah data apa adanya (verbatim), tidak diperkenankan untuk
mencampuradukkan pikiran, pendapat, maupun sikap dari peneliti itu sendiri.
Transkip data, pada tahap ini catatan hasil wawancara dirubah kebentuk tertulis
seperti apa adanya (verbatim), bukan hasil pemikiran maupun pendapat pribadi
peneliti. Pembuatan koding, pada tahap ini membaca ulang seluruh data yang
ditranskip.
Baca pelan-pelan dengan sangat teliti, sehingga menemukan hal-hal penting yang
perlu dicatat dengan mengambil kata kuncinya, data kata kunci ini kemudian
diberi kode. Kategorisasi data, pada tahap ini peneliti mulai “menyedehanakan”
data dengan cara “mengikat” konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu besaran
yang dinamakan “kategori”. Penyimpulan sementara, membuat penyimpulan
sementara berdasarkan data yang ada tanpa memberi penafsiran dari pikiran
penulis/peneliti. Kesimpulan ini 100% harus berdasarkan data. Jika ingin memberi
penafsiran dari pikiran sendiri maka tuliskan pada bagian akhir kesimpulan
sementara yang disebut dengan Observer’s Comments (OC). Triangulasi, temuan
yang dihasilkan dicek ulang derajat keshahihan dan keandalannya dengan
menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memperpanjang masa
penelitian dengan menggunakan teknik triangulasi.
Sederhananya teknik triangulasi bertujuan untuk memperkuat temuan-temuan,
adalah proses check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber data
lainnya. Penyimpulan akhir, apabila temuan yang dihasilkan dari penelitian dapat
terjamin validitas dan reliabilitasnya barulah kemudian membuat penyimpulan
akhir.
91
Peneliti juga melakukan triangulasi sehingga data yang diperoleh mencapai titik
jenuh. Teknik pengumpulan data dengan triangulasi data yaitu menggabungkan
teknik pengumpulan data interview (wawancara), teknik pengumpulan data
melalui pengamatan langsung di lokus penelitian (observasi) dan teknik
pengumpulan data dokumentasi serta dilengkapi dengan catatan lapangan yang
kemudian diberi kode. Triangulasi yang digunakan oleh peneliti yaitu triangulasi
sumber, yaitu melakukan wawancara kepada sumber yang berbeda hingga hasil
dari wawancara tersebut mencapai titik jenuh, atau hasil wawancara yang di dapat
dari beberapa sumber tersebut mendapat jawaban yang hampir sama atau bahkan
sama.
4.3 Daftar Informan Penelitian
Pada penelitian ini, mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar
Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, pemilihan informan penelitiannya
menggunakan tekhnik purposive. Adapun informan-informan yang peneliti
tentukan merupakan orang-orang yang memiliki informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini. Karena informan itu sendiri berhubungan langsung dengan masalah
yang sedang diteliti .
Informan penelitian ini selain aparatur pelaksana sebagai key informan yaitu
Kepala Seksi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Dinas
Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, Kepala
Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Permukiman, dan Prasarana Wilayah
92
BAPPEDA Kabupaten Serang, Sekertaris Desa (SEKDES) Desa Lontar,
Karyawan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Desa Lontar, Ketua POKWASMAS
(Kelompok Pengawas Masyarakat) Desa Lontar, dan Ketua Kelompok Usaha
Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar untuk keabsahan data dan untuk
dapat menggali secara mendalam mengenai penelitian ini maka peneliti pun
mengambil informan diluar aparat pelaksana. Informan tersebut diantaranya yaitu
masyarakat yang dibagi menjadi dua yaitu masyarakat nelayan serta masyarakat
bukan nelayan sebagai secondary informan.
Adapun informan dalam penelitian ini terdiri dari 1 orang Kepala Seksi
Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Dinas Kelautan,
Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, 1 orang Kepala
Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Permukiman, dan Prasarana Wilayah
BAPPEDA Kabupaten Serang, 1 orang Sekertaris Desa (SEKDES) Desa Lontar, 1
orang Karyawan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Desa Lontar, 1 orang Ketua
POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) Desa Lontar, 1 orang Ketua
Kelompok Usaha Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar, 6 orang
masyarakat nelayan, dan 3 orang masyarakat bukan nelayan Desa Lontar sebagai
Secondary Informan.
93
Tabel 4.2
Keterangan Informan
No Kode informan Nama Jabatan/ pekerjaan Jenis Kelamin
dan Umur
1. I1
Ibu Mumun
Munawaroh, S.Pi,
M.Si.
Kasi Konservasi,
Eksplorasi,
Eksploitasi, dan
Pulau-Pulau Kecil.
Perempuan
46 Tahun
2. I2 Bapak Freddy L
Sinurat, ST, M.Si.
Kepala Sub Bidang
Perencanaan
Pembangunan
Pemukiman, dan
Prasarana Wilayah.
Laki-laki
45 Tahun
3.
I3 Bapak Rusita Sekdes Desa Lontar Laki-laki
43 Tahun
4 I4 Bapak Marsad
Karyawan TPI
(Tempat Pelelangan
Ikan) Desa Lontar
Laki-laki
38 Tahun
5 I5 Bapak Fahruri
Ketua
POKMASWAS
(Kelompok
Masyarakat
Pengawas) Desa
Lontar
Laki-laki
40 Tahun
6 I6 Bapak Yanto S
Ketua KUB
(Kelompok Usaha
Bersama) Bahari Jaya
Bersatu Desa Lontar
Laki-laki
36 Tahun
7. I7-1 Bapak Jaiman
Ketua RW (Nelayan
Rumput Laut)
Laki-laki
46Tahun
8. I7-2 Bapak Asep Nelayan (Rumput
Laut)
Laki-laki
27 Tahun
9 I7-3 Bapak Rosidi .Nelayan (Tangkap) Laki-laki
40 Tahun
10 I7-4 Bapak Nuryanto Nelayan (Tangkap) Laki-laki
31 Tahun
11 I7-5 .Bapak Sidik Nelayan (Tambak) Laki-laki
45 Tahun
12 I7-6 Bapak Jazuli Nelayan (Tambak) Laki-laki
26 Tahun
13 I8-1 Bapak H.Jarnudi Masyarakat (bukan
nelayan)
Laki-laki
43 Tahun
94
14 I8-2 Ibu Karsinah Masyarakat (bukan
nelayan)
Perempuan
40 Tahun
15 I8-3 Bapak Siman. Masyarakat (bukan
nelayan)
Laki-laki
24 Tahun
(Sumber: Peneliti, 2014)
Informan di atas merupakan informan utama dalam penelitian ini. Adapun data-
data lain yang merupakan sebagai informasi-informasi pelengkap dari informasi
yang telah diberikan oleh informan utama.
4.4 Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian
Pembahasan dan analisis dalam penelitian ini merupakan suatu data dan fakta
yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang
peneliti gunakan yaitu menggunakan teori Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara
Terpadu menurut Dahuri (2008:12) dimana dalam teori Dahuri proses pengelolaan
ini melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan
(pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah
pesisir secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, keterpaduan (integration)
mengandung tiga dimensi: sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis. Dan
bahwa suatu pengelolaan (management) terdiri dari empat tahap utama:
perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi.
95
4.4.1 Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar
Tahap awal dari proses perencanaan adalah dengan cara mengidentifikasi dan
mendefinisikan isu dan permasalahan yang ada, yang menyangkut kerusakan
sumber daya alam, konflik penggunaan, pencemaran, dimana perlu dilihat
penyebab dan sumber permasalahan tersebut, selanjutnya juga perlu diperhatikan
sumber daya alam dan ekosistem yang ada yang menyangkut potensi, daya
dukung, status, tingkat pemanfaatan, kondisi sosial ekonomi dan budidaya
setempat seperti jumlah dan kepadatan penduduk, keragaman suku, jenis mata
pencaharian masyarakat lokal, sarana dan prasarana ekonomi dan lain-lain.
Berdasarkan pendefinisian masalah yang dipadukan dengan informasi tentang
sumber daya alam dan ekosistem serta aspirasi masyarakat selanjutnya disusun
tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Berdasarakan tujuan dan sasaran yang
ingin dicapai serta melihat peluang dan kendala yang ada selanjutnya mulai dibuat
perencanaan berupa kegiatan pembangunan dalam bentuk program dan proyek.
Perencanaan yang telah disusun perlu disosialisasikan kembali kepada masyarakat
luas untuk mendapat persetujuan rencana ini baru dimasukkan dalam agenda
pembangunan baik daerah maupun nasional.
Baik di Indonesia maupun di Banten, khususnya Kabupaten Serang sudah
memiliki acuan atau dasar hukum dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir yaitu:
- Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil
96
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
PER.16/MEN/2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil
- Peraturan Bupati Serang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Strategis
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2011-2030
- Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-
2033
Adapun dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir terdapat
pihak-pihak yang terkait, seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi,
Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa:
“Untuk pengelolaan pesisir Kabupaten Serang, jadi kita kan sudah menyusun ada
sesuai UU No 27 tahun 2007 ada perencanaan, Rencana Strategis Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP3K) terus ada Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) nah itu kan pada saat penyusunan itu
kan kita harus mengidentifikasi stakeholder, pihak-pihak terkait itu. Jadi kita
merumuskan satu, ada Instansi Pemerintah bisa Instansi di dalam Pemda
Kabupaten Serang, ada juga Instansi Vertikal (dibawah departemen kelautan,
ada loka wilayah pesisir, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, dan UPT
Pelabuhan Perikanan Nusantara). Terus kemudian yang kedua masyarakat, yang
dimaksud masyarakat disini ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kita
libatkan, ada perguruan tinggi yang selama ini juga kita libatkan ada Untirta dan
juga STP, terus ada juga masyarakat langsung disitu kan ada masyarakat pesisir,
untuk di Lontar yaitu nelayan dan pengelola budidaya disana. Pihak swasta tidak
ikut dilibatkan dalam perencanaan karena waktunya khusus dan sifatnya sebentar
dan berganti-ganti sementara untuk penyusunan ini kan butuh waktu setahun dua
tahun.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.15 WIB, Di Dinas
Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang)
97
Berdasarkan wawancara dengan I1 dapat dilihat bahwa dalam penyusunan sebuah
Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir terdapat pihak-pihak yang terkait yaitu
Instansi Pemerintah yang terbagi menjadi dua yaitu Instansi Pemerintah Pemda
Kabupaten Serang dan Instansi Pemerintah Vertikal (dibawah Departemen
Kelautan), Kemudian Masyarakat yang juga terbagi menjadi dua yaitu LSM,
Perguruan Tinggi dan masyarakat pesisir. Sedangkan untuk pihak swasta tidak
ikut dilibatkan. Sedikit berbeda dengan Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA
Kabupaten Serang, beliau mengatakan:
“Pihak-pihak yang terkait itu ya semua SKPD, semua Dinas yang ada di
Kabupaten Serang itu pasti. Semua stakeholder juga, baik itu pihak swasta, pihak
masyarakat, juga itu untuk perencanaan pengelolaan. Karna yang namanya
perencanaan itu kita menyusun dokumen itu harus dilibatkan masyarakatnya, jadi
istilahnya ada yang namanya konsultasi publik pada saat kita membuat
perencanaan sebelum di finalisasi kita harus melakukan konsultasi publik dengan
masyarakat, perguruan tinggi, LSM, itu pasti ikut serta jadi yang namanya untuk
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir itu semua stakeholder ikut terlibat.
Konsultasi publiknya itu kita memaparkan jadi bentuknya forum, masyarakat kita
undang kita paparkan, ini loh yang namanya kita sudah menyusun perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir nih kedepan seperti ini. Masyarakat bagaimana
apakah sudah sesuai, tapi kita ada aspirasinya yah makanya kita ada penjaringan
informasi. Jadi sebelum dibuat perda, konsultasi publik itu harus.” (Wawancara
dengan I2, 19 Februari 2014, Pukul 15.00 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I2 dapat dilihat bahwa untuk penyusunan
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir pihak-pihak yang terkait adalah Instansi
Pemerintah, Pihak Swasta, dan Masyarakat. Hal tersebut sedikit berbeda dengan
yang dikatakan oleh I1 bahwa pihak swasta tidak ikut dilibatkan dalam pembuatan
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir. Sedangkan menurut Sekdes Desa
Lontar, beliau mengatakan bahwa “Kalo di perikanan itu yah langsung dengan
orang-orang pelelangan kalo dari perikanan itu kebanyakan dari orang lelang
yang mengelola. Kalo dibidang budidaya, yang mengelola itu kelompok
98
masyarakat.”. (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, pukul 15.00 WIB, di Desa
Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I3 bahwa pihak yang terkait dalam mengelola
wilayah Pesisir di Desa Lontar terbagi sesuai dengan wilayah yang dikelola oleh
masyarakat yaitu di perikanan langsung dengan orang-orang pelelangan
sedangkan dibidang budidaya, yang mengelola adalah kelompok masyarakat.
Masyarakat pesisir merupakan pihak terpenting karena masyarakat itu sendiri
yang nantinya akan merasakannya secara langsung pengelolaan dari perencanaan
yang sudah ada. Seperti yang diungkapkan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau
mengatakan:
“Masyarakat ikut dilibatkan, umpamanya membuat proposal itu kan
pengajuannya dari masyarakat, masyarakat ngajukan ke desa, desa ke
pemerintah, jadi tetap dilibatkan. Toh yang akan menikmati juga masyarakat.”
(Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, pukul 15.03 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I3 bahwa masyarakat Desa Lontar ikut terlibat
dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dengan cara
mengajukan ke Desa, kemudia Desa ke Pemerintah. Namun lain hal nya
keterangan yang didapatkan dari masyarakat Desa Lontar yang mengungkapkan
bahwa mereka tidak pernah ikut ataupun terlibat dalam pembuatan perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir. Seperti yang dikatakan oleh Karyawan Tempat
Pelelangan Ikan di Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa “Selama ini kami
melihat dan memandang yah, tidak ada tuh sosialisasi Perda Pengelolaan
Wilayah Pesisir seperti itu, tidak ada.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014,
pukul 11.04 WIB di TPI Desa Lontar)
99
Berdasarkan wawancara dengan I4 bahwa masyarakat Desa Lontar selama ini
tidak pernah ikut dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir.
Bahkan untuk Peraturan Daerah yang ada saja tidak mengetahuinya. Hal serupa
diungkapkan oleh masyarakat (nelayan), bahwa mereka tidak ikut dilibatkan
dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir, beliau mengatakan
bahwa “Gak tau sih gak ada, mungkin pihak Desa kali kalo itu mah.”
(Wawancara dengan I7-1, 26 Januari 2014, pukul 09.01 di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I7-1 bahwa masyarakat Desa Lontar tidak ikut
dilibatkan, padahal masyarakat merupakan elemen penting dalam pembuatan
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir karena dalam pembuatan perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir haruslah berdasarkan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi
dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan
Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa:
“Jadi gini, dokumen itu pada saat disusun sudah melibatkan masyarakat. Tadi itu
ya perwakilan LSM dari kampus seperti itu. Nah setelah disusun, dalam konsep
penyusunan itu kita libatkan, kita ada konsultasi publik. Dengan adanya
konsultasi publik itu kita tau sesuai gak itu dengan keinginan masyarakat nah itu
kita koordinasikan, kalau ada masukan-masukan itu kita akomodir, bahkan
pertemuan itu tidak hanya sekali jadi pertemuan itu beberapa kali gitu. Setelah
sesuai dengan keinginan masyarakat, sesuai juga dengan aturan-aturan yang
memang ada di kita baik aturan Pemerintah Daerah maupun aturan Pemerintah
Pusat baru itu dijadikan peraturan di kita ada yang Perda ada yang Peraturan
Bupati. Bahkan untuk yang rencana strategis kita itu langsung turun ke
kecamatan-kecamatan dan mengumpulkan masyarakat. Jadi visi dan misi itu
masukan dari mereka. Nah programnya itu kita yang mendetilkannya dan
membahasakannya.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.18 WIB,
Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten
Serang)
100
Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa setelah perencanaan pengelolaan
wilayah pesisir disusun, kemudian ada nya konsultasi publik untuk mengetahui
sudah sesuai atau belum dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat pesisir. Dan
masukan-masukan dari masyarakat yang ada akan diakomodir. Adapun yang ingin
dicapai dari pengelolaan wilayah Pesisir di Desa Lontar sudah tercantum di dalam
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun
2013-2033. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi
dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan
Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan:
“Nah itu kita kan seperti yang ada di undang-undang no 27 tahun 2007 itu kan
kita ada empat dokumen perencanaan yang harus dibuat oleh masing-masing
kabupaten/kota yang punya pesisir, nah dokumen pertama yang harus dibuat itu
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP3K). Renstra
pesisir itu kita sudah buat masuk di Perbub no 14 tahun 2011, nah disana ada
visi, misi, strategi, sasaran dan program ada disana. Jadi itu lah tujuan yang
ingin kita capai gitu. Isinya ada disana semua. Caranya kita membuat turunan-
turunan, sekarang ada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RZWP3K) itu pengaturannya dimulai dari sana jadi visi yang ingin dicapai dan
tujuan itu udah ada di RZWP3K.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul
11.20 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral
Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa yang ingin dicapai dari pengelolaan
wilayah Pesisir di Kabupaten Serang dan Desa Lontar sudah tercantum didalam
visi dan misi Peraturan Daerah Kabupaten Serang yaitu didalam Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033.
Sedangkan menurut Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang,
beliau mengatakan bahwa:
“Kalo perencanaan pembangunan itu dikatakan baik, ada tahapannya yaitu
perencanaan, ada pelaksanaan, trus ada monitoring nanti pengawasan, terus ada
101
evaluasi nah gitu jadi kalo misalnya ya perencanaan sampai dengan pelaksanaan
itu sesuai dengan target, sesuai dengan output yang diinginkan itu berarti sudah
perencanaan yang baik. Jadi apa yang kita impikan, apa yang kita targetkan,
outputnya pas waktu pelaksanaan terealisasi itu perencanaannya sudah baik.
Tapi kalo target tidak tercapai belum tentu juga perencanaannya gak baik, liat
juga kendala-kenadalanya apa, hambatannya apa, jadi istilahnya mah
perencanaan itu mah butuh pengawasan butuh kontrol, saat kontrol itu kita
melihat keadaan dilapangan gimana nanti diakhirnya kalo memang mencapai
target itu perencanaannya sudah baik, tapi kalo tidak sesuai dan tidak tercapai
berarti perencanaannya tidak baik.” (Wawancara dengan I2 19 Februari 2014,
Pukul 15.10 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I2 bahwa yang ingin dicapai dari pengelolaan
wilayah pesisir harus sesuai dengan tahap-tahap pengelolaan, yaitu dimulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan hingga evaluasi. Dan didalam
melaksanakan ke empat tahap tersebut perlu adanya keterpaduan dari berbagai
sektor seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan
Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan
Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan:
“Ya, sangat perlu makanya disana kenapa kita mengidentifikasi stakeholder
karena kita memang harus terpadu gitu. Untuk di undang-undang saja sudah
mensyaratkan itu, didalam undang-undang no 27 itu ketua nya bukan Kepala
Dinas Kelautan dan Perikanan, ketua tim nya adalah Kepala BAPPEDA jadi
disini sudah mengindikasikan bahwa ini untuk mencakup seluruh stakeholder
terutama untuk yang di Pemda yang punya kebijakan-kebijakan dari masing-
masing kementrian, masing-masing departemen, masing-masing dinas disatukan
disana. Jadi kalo misalkan kita liat di rencana zonasi itu kita coba memasukkan
ada orang dinas perhubungan, dinas pariwisata. Disini kita anggotanya juga ada
BPBD untuk potensi kebencanaan, Dinas Tata Ruang dimana harus singkron
dengan RTRW, terus karena ada potensi pariwisata kita juga ada Dinas
Pariwisata. Ada juga masukan dari Universitas, dia terkait kajian keilmuannya.”
(Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.23 WIB, Di Dinas Kelautan,
Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa sangat perlu adanya keterpaduan dalam
perencanaan dari berbagai sektor dengan cara mengidentifikasi seluruh
stakeholder terutama untuk yang di Pemerintahan daerah Kabupaten Serang yang
102
memiliki kebijakan-kebijakan dari masing-masing Kementrian, masing-masing
Departemen, dan masing-masing Dinas disatukan. Hal yang sama pun dikeluarkan
oleh Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang, beliau
mengatakan bahwa:
“Iya harus keterpaduan itu ya jadi istilahnya dokumen perencanaan ya kan kalo
kita di BAPPEDA ini dokumen perencanaan itu bisa disusun apabila sudah
melibatkan berbagai sektor. Jadi misalnya nih seperti ini kalo kita mempunyai
dokumen perencanaan mau mengelola pesisir, kan bukan cuma BAPPEDA bukan
hanya Dinas Kelautan tapi ada yang namanya aspek ekonomi, aspek sosial,
kemasyarakatan, aspek lingkungannya juga harus diperhatikan. Makanya perlu
keterpaduan dari berbagai sektor jadi untuk mengelola pesisir ini misalnya
bagaimana biar pengelolaannya bagus berarti kan sosialisasi ke masyarakatnya
harus bagus, gimana supaya pengelolaan cara hidup mereka disana untuk pesisir
itu lebih bagus lagi.” (Wawancara dengan I2 19 Februari 2014, Pukul 15.12 WIB
Di BAPPEDA Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I2 bahwa perlu adanya keterpaduan perencanaan
dari berbagai sektor dan berbagai aspek sehingga pengelolaan yang akan
dilaksanakan berjalan dengan baik.
Dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir haruslah berdasarkan
kepentingan dan kebutuhan masyarakat agar program yang direncanakan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dan fokus dalam membantu masyarakat untuk
mensejahterakan masyarakat pesisir. Seperti yang dikatakan oleh Kasi
Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas
Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau
mengatakan:
“Jadi gini, dokumen itu pada saat disusun sudah melibatkan masyarakat. Tadi itu
ya perwakilan LSM dari kampus seperti itu. Nah setelah disusun, dalam konsep
penyusunan itu kita libatkan, kita ada konsultasi publik. Dengan adanya
konsultasi publik itu kita tau sesuai gak itu dengan keinginan masyarakat nah itu
103
kita koordinasikan, kalau ada masukan-masukan itu kita akomodir, bahkan
pertemuan itu tidak hanya sekali jadi pertemuan itu beberapa kali gitu. Setelah
sesuai dengan keinginan masyarakat, sesuai juga dengan aturan-aturan yang
memang ada di kita baik aturan Pemerintah Daerah maupun aturan Pemerintah
Pusat baru itu dijadikan peraturan di kita ada yang Perda ada yang Peraturan
Bupati. Bahkan untuk yang rencana strategis kita itu langsung turun ke
kecamatan-kecamatan dan mengumpulkan masyarakat. Jadi visi dan misi itu
masukan dari mereka. Nah programnya itu kita yang mendetilkannya dan
membahasakannya.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.25 WIB,
Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten
Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa untuk membuat perencanaan wilayah
pesisir ada konsultasi publik dimana masyarakat dapat memberikan masukan-
masukan yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang
kemudian selanjutnya Pemerintah Kabupaten Serang yang terkait menyusun dan
membuat kedalam program di dalam Peraturan Daerah. Sama halnya dengan yang
dikatakn oleh Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang,
beliau mengatakan bahwa:
“Ya harus sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat. Untuk membuat acuan
untuk pengelolaan sumberdaya pesisir itu kita kan harus liat masyarakatnya juga
disana jangan sampai kita membuat perencanaan pengelolaan pesisir itu bertolak
belakang dengan apa yang ada disana gitu. Sebelum kita membuat dokumen
perencanaan kita lihat dulu kondisi existing nya disana itu seperti apa,
masyarakat kehidupannya bagaimana, bagaimana kita juga bisa
mempertahankan malah dokumen perencanaan itu sifatnya kan lebih kepada
memperbaiki apa yang ada gitu. Gimana supaya lebih baik lagi kedepan, jadi kita
tidak merubah secara total mah engga, kita liat juga existing nya seperti apa kalo
memang existing nya itu bagus untuk masa depan kenapa engga kita ikutin gitu,
tapi kalo yang namanya existing nya banyaknya pencemaran ya memang itu kita
harus tindak, kita arahkan.” (Wawancara dengan I2 19 Februari 2014, Pukul
15.14 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I2 bahwa dalam pembuatan perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir haruslah sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
masyarakat dan jangan sampai bertolak belakang dengan kondisi masyarakat,
104
serta potensi yang ada diwilayah pesisir tersebut. Sama halnya dengan yang
dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, beliau
mengatakan “Iya, kalo dilihat dari program-program termasuknya dari tahun-
tahun yang lalu ya memang itu bantuan dari DKP tergantung dari permintaan
masyarakat. Tapi ya semua nya kembali lagi kepada masyarakat dalam
pengelolaannya bisa terus berjalan atau tidak.” (Wawancara dengan I4, 16
Februari 2014, pukul 11.06 WIB di TPI Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I4 bahwa program-program dari Pemerintah
selama ini sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat tapi dalam pengelolaannya
berjalan baik atau tidak tergantung dari masyarakat itu sendiri. Dan dalam
pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir haruslah berorientasi kepada
masa depan/ berkelanjutan agar tujuan dari pengelolaan wilayah pesisir dapat
tercapai tanpa harus merusak atau menghabiskan sumber daya pesisir yang ada.
Seperti yang dikatakan oleh Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten
Serang, beliau mengatakan:
“Untuk membuat acuan untuk pengelolaan sumberdaya pesisir itu kita kan harus
liat masyarakatnya juga disana jangan sampai kita membuat perencanaan
pengelolaan pesisir itu bertolak belakang dengan apa yang ada disana gitu.
Sebelum kita membuat dokumen perencanaan kita lihat dulu kondisi existing nya
disana itu seperti apa, masyarakat kehidupannya bagaimana, bagaimana kita
juga bisa mempertahankan malah dokumen perencanaan itu sifatnya kan lebih
kepada memperbaiki apa yang ada gitu. Gimana supaya lebih baik lagi kedepan,
jadi kita tidak merubah secara total mah engga, kita liat juga existing nya seperti
apa kalo memang existing nya itu bagus untuk masa depan kenapa engga kita
ikutin gitu, tapi kalo yang namanya existing nya banyaknya pencemaran ya
memang itu kita harus tindak, kita arahkan. Kemudian harus berkelanjutan,
namanya pembangunan semuanya harus berkelanjutan tidak boleh putus disuatu
saat, harus berkelanjutan gitu.” (Wawancara dengan I2, 19 Februari 2014, Pukul
15.17 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang)
105
Berdasarkan wawancara dengan I2 bahwa dalam membuat perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir itu harus berkelanjutan jangan sampai bertolak
belakang dengan kondisi existing yang ada di daerah tersebut. Jika baik bagi
daerah dan lingkungannya maka akan diteruskan namun jika tidak baik dan
mengakibatkan banyaknya pencemaran dan kerusakan lingkungan tidak boleh
diteruskan karena akan menghambat bagi jalannya perencanaan
pengelolaan/program yang lain. Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir juga
harus berorientasi kepada masa depan atau berkelanjutan seperti yang dikatakan
oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Bidang
Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten
Serang, beliau mengatakan:
“Ya Insyaallah iyah, jadi kan kita balik lagi ke visi misi. Disini visi Kabupaten
Serang wilayah pesisirnya itu yah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
produktif, adil, mandiri, dan berwawasan lingkungan jadi kita pikir itu udah
menunjukkan bahwa kita produktif jadi tidak hanya kita membiarkan tapi kita
juga menghasilkan. Adil, itu kita artinya adil kepada masyarakat juga dan adil itu
untuk seluruh stakeholder jadi industri tidak merasa dirugikan, masyarakat tidak
merasa dirugikan jadi kita bisa bersinergi untuk itu. Mandiri, jadi kita tidak
ketergantungan dengan orang lain gitu, terutama untuk nelayan. Kita inginnya
masyarakat pesisir itu mandiri. Dan yang terakhir berwawasan lingkungan itu
yah harus berkelanjutan atau berorientasi kepada masa depan.” (Wawancara
dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.28 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa perencanaan wilayah pesisir haruslah
memiliki visi misi yang salah satunya adalah berwawasan lingkungan dimana
perencanaan wilayah pesisir harus berorientasi kepada masa depan atau
berkelanjutan. Namun sedikit berbeda dengan yang disampaikan oleh Sekdes
Desa Lontar, beliau mengatakan:
106
“Yang sudah ada masih memperhatikan lingkungan seperti rumput laut
disamping kita membudidaya dan juga menguntungkan sebagai rumah-rumah
ikan, itu kan juga sudah menjurus ke masa depan juga. Tapi kaya nya kalo untuk
pengelolaan pasir (penambangan pasir) itu hanya untuk jangka pendek karena
tinggal tunggu waktunya akan habis. Sebenarnya tadi nya sawah karena
kendalanya di air, jadi dialihfungsikan menjadi tambak, dan pasirnya
dimanfaatkan.” (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, pukul 15.05 WIB, di
Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I3 bahwa dalam perencanaan pengelolaan wilayah
pesisir selama ini sudah ada yang bersifat atau berorientasi kepada masa depan
dan berkelanjutan seperti membudidayakan rumput laut, namun masih ada juga
yang belum seperti adanya penambangan pasir. Sama hal nya dengan yang
disampaikan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, beliau
mengatakan bahwa:
“Memang mestinya mah orientasinya orientasi ke depan yah, untuk rumput laut
jelas merupakan salah satu produk yang sangat membantu potensi yang sangat
membantu buat perekonomian masyarakat namun lagi-lagi dalam hal ini kita
kembalikan lagi ke bagian budidaya nya, tergantung kegigihan dari masyarakat.
Kalo untuk pengelolaan pasir itu sangat kontroversi dilingkungan masyarakat,
pengelolaan pasir nya kan ada dua, ada yang dilaut dan yang di darat, itu mah
gak berorientasi kepada masa depan karena berakibat terjadinya kerusakan di
pesisir Lontar. Dilihat dari pengelolaan hanya sekelompok orang, tidak untuk
kebutuhan masyarakat menyeluruh.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014,
pukul 11.09 WIB di TPI Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I4 bahwa dalam pembuatan perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir seharusnya berorientasi kepada masa depan dan
dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar sudah menuju ke
arah orientasi masa depan, namun masih ada yang belum berorientasi kepada
masa depan.
Adapun dalam pembuatan perencananaan terdapat hambatan-hambatan.
Konsultasi publik dan menampung aspirasi dari masyarakat merupakan masalah
107
yang cukup sulit dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir,
Seperti yang dikatakan Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten
Serang, beliau mengatakan:
“Kalo hambatan-hambatan itu sebenarnya tidak terlampau banyak ya, yang
cukup berarti pun gak ada paling hanya masalah menampung aspirasi.
Menampung aspirasi itu kan bukan berarti serta merta kita semua aspirasi tuh
masuk ke dokumen perencanaan, kita juga kan harus milah-milah mana nih yang
menjadi prioritas karena dokumen perencanaan itu kan punya umur juga berapa
tahun. Yang menjadi prioritas juga harus kita liat kemudian mana yang memang
sesuai dengan keadaan di lapangan. Ada aspirasi masyarakat karena memang
ketidaktauan mereka, ketidakmengertian mereka, itu kan mereka masukin saja
tapi begitu kita berikan pehaman ternyata gak cocok, jadi kita berikan pehaman
harus seperti ini, penggunaan ruang disana juga kan harus sesuai dengan
peraturan-peraturan yang berlaku. Jadi paling hambatannya sih ya itu doang
memberikan pengertian kepada masyarakat itu gak segampang membalikan
telapak tangan harus pelan-pelan makanya perlu sosialisasi terus menerus.”
(Wawancara dengan I2 19 Februari 2014, Pukul 15.13 WIB Di BAPPEDA
Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I2 bahwa masyarakat dalam mengaspirasikan
pendapatnya kurang memahami dan kurang mengerti apakah yang mereka
inginkan tersebut cocok atau tidak dengan wilayah pesisir. Dan apakah
merupakan prioritas atau bukan. Hal tersebut merupakan hambatan bagi
Pemerintah Kabupaten dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah
pesisir. Sedangkan menurut Sekdes Desa Lontar beliau mengatakan bahwa:
“Di dalam Perda, pesisir Desa Lontar termasuk kedalam tempat wisata umum,
namun hambatannya kurangnya pengelolaan dan pendanaan, jadi tempat wisata
nya ini gak bisa berkembang. Kemudian air lautnya dan tanahnya dangkal, jadi
gak bisa buat berenang. Pernah ada dari pihak perorangan dikelola dibuatkan
pendopo/saung segala macam tapi karena tidak memiliki izin akhirnya ditegur
pemerintah untuk mengurus perizinan tapi pihak tersebut tidak meneruskan dan
akhirnya menjadi terbengkalai. Dari pihak Pemerintah belum ada pengelolaan.
Dari pihak Desa sudah sering mengajukan untuk dilakukan pengelolaan dan
bantuan dari Pemerintah tapi tidak ada tindak lanjutnya. Cuma rencana-rencana
doang.” (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, pukul 15.07 WIB, di Desa
Lontar)
108
Berdasarkan wawancara dengan I3 bahwa hambatan dalam perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar adalah dalam hal anggaran atau
pendanaan sehingga wilayah pesisir Desa Lontar tidak dapat berkembangan.
Berdasarkan uraian di atas yang terdapat pada indikator Perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir Desa Lontar, bahwa Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir di
Kabupaten Serang masih belum maksimal yaitu yang tercantum di dalam
Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Strategis Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2011-2030 dan Peraturan
Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033.
Dikatakan belum maksimal karena untuk Desa Lontar, masyarakat lokal/pesisir di
Desa Lontar tidak ikut serta dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah
pesisir, dimana dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir
seluruh stakeholder harus terlibat didalamnya dan masyarakat merupakan pihak
yang paling penting untuk memberikan masukan dalam pembuatan perencanaan
wilayah pesisir Kabupaten Serang, terutama untuk wilayah pesisir Desa Lontar.
Dengan tidak terlibatnya masyarakat Desa Lontar dalam pembuatan perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui
perencanaan yang akan dilakukan di Desa mereka, dan perencanaan yang dibuat
masih kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa Lontar. Kurang
sesuainya program yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Serang dengan
potensi yang dimiliki oleh Desa Lontar yaitu Desa Lontar masuk kedalam wilayah
zona pertambangan sedangkan pesisir Desa Lontar sendiri sudah mengalami
109
abrasi. Tidak ikut sertanya masyarakat dikarenakan kurangnya komunikasi dan
koordinasi yang baik antara masyarakat Desa Lontar dengan pihak aparat Desa
Lontar. Sehingga perencanaan yang dibuat merupakan perencanaan top down.
4.4.2 Pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar
Pada tahap pelaksanaan diperlukan kesiapan dari semua pihak yang terlibat
didalamnya, seperti masyarakat itu sendiri, tenaga pendamping lapangan dan
pihak lainnya. Pada tahap implementasi/pelaksanaan ini juga diperlukan
kesamaan persepsi antara masyarakat lokal dengan lembaga atau orang-orang
yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat benar-benar
memahami rencana yang akan dilaksanakan.
Selain itu juga diperlukan koordinasi dan keterpaduan antar sektor dan
stakeholder yang ada sehingga tidak terjadi tumpang tindih kepentingan dan ego
sektoral. Dalam hal ini diperlukan adanya lembaga pelaksana yang melibatkan
semua pihak yang berkepentingan seperti Pemerintah Daerah, masyarakat lokal,
Investor/swasta, Instansi Sektoral, Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM). Seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi,
Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa:
“Jadi gini, pengelolaan wilayah pesisir itu kan kalo bisa menyeluruh ya,
menghasilkan tapi juga berwawasan lingkungan. Nah kita existing di Lontar itu
kan sebetulnya masuk kedalam wilayah abrasi. Memang sudah ada upaya dari
pemerintah itu membangun penahan gelombang, sudah banyak juga dari elemen
masyarakat, pemerintah juga yang menanam mangrove. Itu merupakan program
dari pemerintah ada juga program dari swasta agar tidak terjadi abrasi, namun
program tersebut terganggu dan terhambat oleh adanya penambangan pasir di
110
darat yang dilakukan oleh masyarakat dan tidak memiliki izin.” (Wawancara
dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.30 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa adanya ketidakterpaduan antara
Pemerintah dengan sebagian Masyarakat Desa Lontar dalam melakukan kegiatan
nya di wilayah pesisir Desa Lontar. Pemerintah berusaha untuk menanggulangi
abrasi yang ada namun terhambat oleh penambangan pasir darat di pesisir Desa
Lontar yang dilakukan oleh masyarakat yang belum memiliki izin. Peran serta
masyarakat sangat diperlukan agar perencanaan yang telah dibuat bisa berjalan
dengan baik. Di Desa Lontar peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah
pesisir selain adanya penambangan pasir juga ada pengelolaan sumberdaya pesisir
lainnya, dan sudah cukup baik seperti yang dikatakan oleh Karyawan Tempat
Pelelangan Ikan Desa Lontar, beliau mengatakan:
“Kalo peran dari masyarakatnya sih memang Alhamdulillah yah masyarakat itu
karena melihat potensi alamnya yang luar biasa akhirnya ya bahu membahu
mengerjakan ini itu, yang penting dapet duit. Peran serta masyarakat sangat
maksimal kalo musimnya ikan, mereka ikut nangkep ikan. Tapi tetep mengelola
rumput laut. Ada disini juga masyarakat menanam mangrove.” (Wawancara
dengan I4, 16 Februari 2014, Pukul 11.15 WIB, di TPI Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I4 dapat dilihat bahwa peran serta
masyarakat dalam mengelola sumberdaya pesisir sudah cukup baik seperti
menjadi nelayan tangkap, membudidaya rumput laut, dan menanam mangrove.
Selain pengelolaan sumberdaya hayati seperti yang disebutkan tadi, di wilayah
Desa Lontar juga terdapat pengelolaan sumberdaya pesisir non hayati yang
menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan di pesisir Desa Lontar yaitu
adanya penambangan pasir darat oleh masyarakat yang tidak memiliki izin/ilegal
111
dan penambangan pasir laut oleh pihak swasta. Seperti yang dikatakan oleh
Karyawan Tempat Pelelangan Ikan, beliau mengatakan bahwa:
“Kalo untuk pengelolaan pasir itu sangat kontroversi dilingkungan masyarakat,
pengelolaan pasir nya kan ada dua, ada yang dilaut dan yang di darat, itu mah
gak berorientasi kepada masa depan karena berakibat terjadinya kerusakan di
pesisir Lontar. Dilihat dari pengelolaan hanya sekelompok orang, tidak untuk
kebutuhan masyarakat menyeluruh.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014,
Pukul 11.19 WIB, di TPI Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I4 dapat dilihat bahwa pengelolaan
sumberdaya pasir di Desa Lontar dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan
tidak berorientasi kepada masa depan. Karena sumberdaya pasir termasuk
kedalam sumberdaya yang tidak bisa pulih, yang jika di ambil secara terus
menerus dan besar-besaran akan habis. Seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa
Lontar, beliau mengatakan bahwa :
“Tapi kaya nya kalo untuk pengelolaan pasir (penambangan pasir) itu hanya
untuk jangka pendek karena tinggal tunggu waktunya akan habis. Sebenarnya
tadi nya sawah karena kendalanya di air, jadi dialihfungsikan menjadi tambak,
dan pasirnya dimanfaatkan.” (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, Pukul
15.15 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I3 dapat dilihat bahwa pengelolaan
sumberdaya pasir (penambangan pasir) di darat yang dilakukan oleh masyarakat
hanya untuk jangka pendek dan hanya tinggal menunggu waktunya sumberdaya
pasir yang ada di Desa Lontar habis. Hal tersebut tidak berorientasi kepada masa
depan dan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan wilayah pesisir Desa
Lontar untuk kedepannya.
Selain pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati, Dalam Peraturan
Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Zonasi Wilayah
112
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033, di Desa
Lontar juga terdapat pengelolaan tempat wisata, yang diberi nama Pantai Lontar
Indah. Sebelumnya juga sudah ada Rencana Strategi Penataan Kawasan Pantai
Lontar Indah dari DISPORABUDPAR pada tahun 2009-2011, namun hingga saat
ini tidak ada satupun dari rencana tersebut yang terlaksana seperti yang dikatakan
oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa:
“Di dalam Perda, pesisir Desa Lontar termasuk kedalam tempat wisata umum,
namun hambatannya kurangnya pengelolaan dan pendanaan, jadi tempat wisata
nya ini gak bisa berkembang. Kemudian air lautnya dan tanahnya dangkal, jadi
gak bisa buat berenang. Pernah ada dari pihak perorangan dikelola dibuatkan
pendopo/saung segala macam tapi karena tidak memiliki izin akhirnya ditegur
pemerintah untuk mengurus perizinan tapi pihak tersebut tidak meneruskan dan
akhirnya menjadi terbengkalai. Dari pihak Pemerintah belum ada pengelolaan.
Dari pihak Desa sudah sering mengajukan untuk dilakukan pengelolaan dan
bantuan dari Pemerintah tapi tidak ada tindak lanjutnya. Cuma rencana-rencana
doang.” (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, Pukul 15.19 WIB, di Desa
Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa belum ada
tindakan apapun dari Pemerintah Kabupaten Serang, dalam hal ini yaitu
DISPORABUDPAR Kabupaten Serang untuk mengelola dan mengembangkan
Pantai Lontar hanya baru sebatas rencana saja, dan tidak ada tanggapan lebih
walaupun pihak Desa Lontar sudah mengajukan untuk dilakukan pengelolaan
tempat wisata di daerah mereka.
Bantuan dari pemerintah sangat lah penting dalam pelaksanaan
pengelolaan wilayah pesisir untuk menunjang berjalannya pengelolaan tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-
Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya
Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa:
113
“Ada bantuan dari pemerintah berupa bambu-bambu dan bibit untuk nelayan
tambak, untuk nelayan tangkap berupa alat tangkap. Tahun ini, untuk di Lontar
akan ada rehabilitasi TPI lagi.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, 11.32
WIB, di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten
Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1, dapat dilihat bahwa tahun-tahun
sebelumnya sudah ada bantuan untuk para nelayan di Desa Lontar, dan untuk
tahun ini ada bantuan untuk merehabilitasi Tempat Pelelangan Ikan di Desa
Lontar. Hal serupa dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa
Lontar, beliau mengatakan bahwa:
“Bantuan dari Pemerintah, kami yang mengusulkan sesuai kebutuhan, selama ini
seperti jaring. Dulu pernah ada bantuan kapal, tapi sudah lama sekali. Bantuan
ada sejak tahun 2008. Tapi kami juga tidak mau selalu minta ke Pemerintah
karena kalo minta terus kapan mandirinya.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari
2014, Pukul 11.25 WIB, di TPI Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I4, dapat dilihat bahwa sudah pernah ada
bantuan dari Pemerintah/Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang untuk
para nelayan, walaupun sudah lama tidak memberikan bantuan selama ini, sama
halnya seperti yang dikatakan oleh Masyarakat (Nelayan), beliau mengatakan
bahwa “Bantuan dari Pemerintah perahu kecil, bambu, caranya mengajukan ke
Pemerintah, tapi udah lama gak ada bantuan dari Pemerintah.” (Wawancara
dengan I7-1, 26 Januari 2014, Pukul 09.18 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I7-1 dapat dilihat bahwa untuk
mendapatkan bantuan dari Pemerintah, masyarakat harus mengajukannya namun
tidak selalu dapat dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten Serang, dan sudah lama
Pemerintah Kabupaten Serang tidak memberikan bantuan kepada para nelayan
Desa Lontar. Hal tersebut dikarenakan dalam pemberian bantuan dari Pemerintah
114
bergantian dengan daerah lainnya selain Desa Lontar, seperti yang dikatakan oleh
Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa:
“Sudah ada bantuan, terutama nya bibit rumput laut berikut peralatannya lah
untuk membudidayakan, tambang segala macem. Jadi kalo di perikanan juga
sering, kadang-kadang jaring (alat tangkap). Itu bantuan dari DKP (Dinas
Kelautan dan Perikanan) Kabupaten Serang. Pertambakkannya juga ada
bantuannya dari mulai bibit, sampe pengolahan, pakannya segala sudah berjalan,
tapi karena kendalanya di air, jadi kadang-kadang tuh ini gagal panen. Banyak
faktor nya, salah satunya karena limbah dari sungai ciujung. Tapi, bantuan dari
pemerintah belum maksimal. Jadi umpamanya kita mengajukan 10 kelompok
paling yang di acc cuma 2 atau 3 kelompok itupun tidak tiap tahun kita
mendapatkan kan bergilir dengan Tanara dan Pontang. Jadi bantuan belum
mencukupi karena kebutuhan masyarakat kan banyak.” (Wawancara dengan I3, 26
Januari 2014, Pukul 15.17 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa bantuan yang
diberikan masih belum mencukupi karena kebutuhan masyarakat banyak namun
bantuan yang diberikan tidak bisa selalu mendapatkannya karena harus bergilir
atau bergantian dengan Tirtayasa dan Pontang. Hal tersebut dipertegas oleh Kasi
Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan
Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang,
beliau mengatakan bahwa :
“Jadi kan begini, program dari kita itu kan terbatas sementara yang memerlukan
banyak, tapi selama ini tidak menjadi hambatan dalam melakukan komunikasi,
mereka mengerti.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.34 WIB, Di
Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1, dapat dilihat bahwa meskipun
Pemerintah tidak bisa selalu memberikan bantuan untuk nelayan Desa Lontar, hal
tersebut bukan merupakan hambatan karena masyarakat Desa Lontar bisa
mengerti meskipun sebenarnya memang membutuhkan.
115
Selain itu juga di Desa Lontar terdapat pengembangan atau pengolahan
rumput laut, Desa Lontar memiliki potensi rumput laut yang cukup baik yang
dapat menjadi sumber pendapatan dan perekonomian bagi masyarakat Desa
Lontar seperti yang dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa
Lontar, beliau mengatakan bahwa :
“Untuk rumput laut jelas merupakan salah satu produk yang sangat membantu
potensi yang sangat membantu buat perekonomian masyarakat namun lagi-lagi
dalam hal ini kita kembalikan lagi ke bagian budidaya nya, tergantung kegigihan
dari masyarakat.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014, Pukul 11.26 WIB, di
TPI Desa Lontar )
Berdasarkan wawancara dengan I4, dapat dilihat bahwa potensi rumput
laut di Desa Lontar sangat berpotensi sebagai sumber pendapatan dan
perekonomian masyarakat sekitar jika dikelola dengan baik. Maka dari itu,
melihat potensi yang sangat bagus dari rumput laut Pemerintah memberikan
pelatihan untuk mengolah rumput laut menjadi olahan lain, seperti yang dikatakan
oleh Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar,
beliau mengatakan bahwa :
“Hasil olahan rumput laut itu banyak bisa dibuat menjadi dodol, es rumput laut,
kerupuk, amplang, sabun, dan lain-lain. Tapi untuk sekarang hanya bikin dodol,
es rumput laut, sama es krim rumput laut. Karena bahan bakunya mudah dan
tidak perlu modal yang gede, buat peredarannya juga mudah sih. Saya dapet ilmu
nya dari pemerintah dikasih pelatihan. Dari Dinas Kelautan dan Perikanan ada
pertemuan/sosialisasi, bimbingan teknik membuat, cara pemasaran gitu.
Biasanya sih kurang lebih dalam setahun itu tiga kali. Yang saya tau ada 4
kelompok pembudidaya rumput laut, tapi gatau masih jalan apa engga.”
(Wawancara dengan I6, 16 Februari 2014, Pukul 15.11 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I6, dapat dilihat bahwa Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Serang memberikan pelatihan kepada masyarakat Desa
Lontar untuk mengolah rumput laut menjadi barang jadi seperti dodol, es rumput
116
laut, kerupuk, amplang, sabun, dan lain-lain. Namun di Desa Lontar saat ini yang
masih aktif terus memproduksi rumput laut hanya satu, yaitu Kelompok Usaha
Bersama Bahari Jaya Bersatu. Hal tersebut dikarenakan untuk pemasaran hasil
olahan rumput laut masih susah. Seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa Lontar,
beliau mengatakan bahwa :
“Pengembangan yang dilakukan dari sumberdaya rumput laut berupa dodol
rumput laut, kerupuk, manisan, sama jus. Dijual hanya di warung-warung sekitar
saja. Kendalanya memang di pemasaran. Kalo ada pemesanan baru produksi.”
(Wawancara dengan I3, 16 Februari 2014, 15.18 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa pemasaran
merupakan kendala bagi pengolah rumput laut, dan hanya bisa dijual di tempat-
tempat terdekat saja, dan hanya saat ada pemesanan baru di produksi untuk ke luar
kota. Dan dari Pemerintah, hanya mengajak untuk mengikuti pameran. Seperti
yang dikatakan oleh Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu
Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa :
“Untuk sementara pemasaran hanya ke pasar-pasar tradisional sekitar. Ada dari
pihak pribadi orang Bogor, yang sanggup memasarkan ke nasional. Dari
pemerintah hanya ikut pameran-pameran saja. Kalo ada yang minta baru
produksi dan kirim ke Cilegon, Depok, tapi yah gitu gak kontinyu.” (Wawancara
dengan I6, 16 Februari 2014, Pukul 15.14 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I6, dapat dilihat bahwa untuk pemasaran
ada yang akan membantu dari pihak pribadi, namun kendalanya permintaan tidak
selalu datang. Sehingga untuk sementara pemasaran hanya ke pasar-pasar
tradisional sekitar saja.
117
Sedangkan untuk pengelolaan tambak ikan di Desa Lontar kendalanya
adalah di air. Seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan
bahwa :
“Pertambakkannya juga ada bantuannya dari mulai bibit, sampe pengolahan,
pakannya segala sudah berjalan, tapi karena kendalanya di air, jadi kadang-
kadang tuh ini gagal panen. Banyak faktor nya, salah satunya karena limbah dari
sungai ciujung.” (Wawancara dengan I3, 16 Februari 2014, Pukul 15.20 WIB, Di
Desa Lontar)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I3 dapat dilihat bahwa air untuk
pertambakkan di Desa Lontar sudah tercemar oleh sungai ciujung sehingga ikan
yang ada di tambak tidak bisa berkembang dan menyebabkan sering terjadinya
gagal panen. Hal tersebut dipertegas oleh Masyarakat (Nelayan Tambak) Desa
Lontar, beliau mengatakan bahwa “Ya ada aja, bibitnya, pakannya. Tapi karena
airnya kena pencemaran dari limbah sungai ciujung jadinya ikan lama
berkembangnya.” (Wawancara dengan I7-6, 26 Januari 2014, Pukul 10.00 WIB, di
Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I7-6, dapat dilihat bahwa kendala bagi
pengelolaan tambak ikan Di Desa Lontar adalah air yang sudah mulai terkena
pencemaran dari limbah air sungai ciujung.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pesisir Desa Lontar termasuk kedalam
wilayah tempat wisata umum. Begitupun pada tahun 2011 DISPORABUDPAR
Kabupaten Serang memiliki Strategi Rencana Penataan Kawasan Pantai Lontar
Indah seperti gambar berikut :
118
Gambar 4.1
Strategi Rencana Penataan Kawasan Pantai Lontar Indah
Sumber: DISPORABUDPAR Kabupaten Serang
Namun sampai saat ini rencana tersebut tidak pernah berjalan atau
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Serang. Seperti yang dikatakan oleh
Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa :
“Di dalam Perda, pesisir Desa Lontar termasuk kedalam tempat wisata umum,
namun hambatannya kurangnya pengelolaan dan pendanaan, jadi tempat wisata
nya ini gak bisa berkembang. Kemudian air lautnya dan tanahnya dangkal, jadi
gak bisa buat berenang. Pernah ada dari pihak perorangan dikelola dibuatkan
pendopo/saung segala macam tapi karena tidak memiliki izin akhirnya ditegur
pemerintah untuk mengurus perizinan tapi pihak tersebut tidak meneruskan dan
akhirnya menjadi terbengkalai. Dari pihak Pemerintah belum ada pengelolaan.
Dari pihak Desa sudah sering mengajukan untuk dilakukan pengelolaan dan
bantuan dari Pemerintah tapi tidak ada tindak lanjutnya. Cuma rencana-rencana
doang.” (Wawancara dengan I3, 16 Februari 2014, Pukul 15.22 WIB, di Desa
Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa belum ada untuk
pengelolaan tempat wisata umum Desa Lontar yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Serang. Sudah ada rencana yang cukup baik, namun belum ada
pelaksanaannya sampai saat ini. Hal tersebut dipertegas oleh Masyarakat
(pedagang) yang ada di sekitar pantai Lontar, beliau mengatakan bahwa:
119
Kalo untuk tempat wisata ini gak ada yang mengelola. Tumbuh sendiri. Pernah
ada yang mau melestarikan dari pihak pribadi orang Bogor tapi gak jadi karena
mau dibangun hotel segala macem langsung di demo sama masyarakat sininya.
(Wawancara dengan I8-2, 16 Februari 2014, Pukul 17.15 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I8-2, dapat dilihat bahwa belum pernah adanya
pengelolaan tempat wisata umum Desa Lontar oleh Pemerintah Kabupaten
Serang, dan tempat wisata alternatif ini tumbuh sendiri oleh masyarakat sekitar.
Ada pihak swasta yang ingin mengelola tempat wisata Desa Lontar, namun
masyarakat menolak adanya pembangunan di daerah mereka.
Berdasarkan uraian diatas yang terdapat pada indikator pelaksanaan pengelolaan
wilayah pesisir Desa Lontar bahwa, pelaksanaan pengelolaan di Desa Lontar
masih banyak yang belum berjalan. Adapun pengelolaan sumberdaya pesisir yang
sudah berjalan masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki lagi.
Dan adanya pengelolaan wilayah pesisir yang tidak memiliki izin dan berdampak
pada kerusakan lingkungan Desa Lontar. Belum adanya kesiapan dari semua
pihak yang terlibat didalamnya, seperti masyarakat itu sendiri, tenaga pendamping
lapangan dan pihak lainnya. Pada tahap implementasi/pelaksanaan ini juga
kurangnya kesamaan persepsi antara masyarakat lokal dengan lembaga atau
orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat
kurang memahami bahkan tidak memahami rencana yang akan dilaksanakan.
Selain itu juga lemahnya koordinasi dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder
yang ada sehingga terjadi tumpang tindih kepentingan dan ego sektoral.
120
4.4.3 Pengawasan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar
Tahap yang selanjutnya perlu diperhatikan dalam pengelolaan wilayah
pesisir adalah tahap pengawasan. Pengawasan yang dilakukan sejak dimulainya
proses pelaksanaan perencanaan dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas
kegiatan, permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan. Monitoring
dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak yang ada.
Dalam hal pengelolaan wilayah pesisir, Dinas Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang pengawasan dilakukan
berdasarkan ada atau tidaknya aduan dari masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh
Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan
Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang,
beliau mengatakan bahwa :
“Pengawasan dalam bentuk monitoring. Jika ada teguran, nanti kita buat surat
teguran, kalo perlu ada penertiban nanti akan ditertibkan oleh Satpol PP jadi
sesuai dengan tugas pokok masing-masing. Monitoring itu ada dua, ada yang kita
monitoring karena memang ada aduan dari masyarakat, ada juga yang tanpa
aduan pun kita akan kesana. Untuk penambangan pasir laut yang ada di Desa
Lontar tidak aduan secara langsung dari masyarakat.” (Wawancara dengan I1, 24
Januari 2014, Pukul 11.35 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan
Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1, dapat dilihat bahwa pengawasan yang
dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang yaitu jika ada
teguran atau aduan dari masyarakat sekitar akan dibuatkan surat teguran, dan jika
perlu adanya penertiban akan dilakukan penertiban oleh Satpol PP. Selain dari
pihak Pemerintah, pengawasan juga dilakukan oleh masyarakat secara umum, dan
ada pula kelompok masyarakat yang dinamakan Kelompok Masyarakat Pengawas
121
(POKMASWAS), seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi,
Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa :
“Ada kelompok pengawas sumberdaya kelautan dan perikanan dan itu sudah
terbentuk lama dan berjalan lama, namanya kita sebut Pokmaswas (Kelompok
Masyarakat Pengawas) kalo di Lontar itu Banyu Biru ya kalo gak salah. Dia
boleh melaporkan tapi tidak boleh menindak. Jadi kalo melihat ada pelanggaran
atau apa dia cukup membuat laporan ke kita tapi tidak boleh sampe seperti satpol
PP gitu sampe menertibkan.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul
11.37 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral
Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1, dapat dilihat bahwa masyarakat ikut
serta dalam pengawasan pengelolaan wilayah pesisir yang disebut dengan
POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) dimana tugasnya hanya boleh
melaporkan tapi tidak boleh menindak. Sama hal nya dengan yang dikatakan oleh
Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa :
“Pokwasmas sifatnya hanya mengawasi kegiatan masyarakat yang ada
diwilayahnya, melaporkan, dan mencatat pelanggaran pengelolaan wilayah
pesisir yang terjadi di lapangan, tidak bisa memberikan tindakan kepada
pelanggar tersebut. Dan di koordinasikan tentunya dengan pemerintah. Laporan
diberikan kepada DKP dibagian pengawasan juga.” (Wawancara dengan I5, 16
Februari 2014, Pukul 12.05 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I5, dapat dilihat bahwa Tugas Pokok dari
Kelompok Masyarakat Pengawas adalah mengawasi kegiatan masyarakat,
melaporkan, dan mencatat pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir yang terjadi di
Desa Lontar, namun tidak dapat memberikan tindakan kepada pelanggar tersebut.
Di Desa Lontar terdapat pelanggaran pengelolaan sumberdaya pesisir yaitu
adanya penambangan pasir darat yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Adanya
pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah padahal kegiatan tersebut tidak
122
memiliki izin/ilegal dan jelas-jelas merusak lingkungan pesisir Desa Lontar.
Seperti yang dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar,
beliau mengatakan bahwa :
“Kalo dalam hal pengelolaan pasir (penambangan pasir) ya gak ada pengawasan
karena kan ilegal tidak punya izin. Tidak ada sistem yang mengatur. Ada nya
suatu pembiaran dari Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. Lebih ironisnya
Kepala Desa ikut bermain dibelakangnya melalui orang-orangnya. Ikut
melakukan pembiaran.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014, Pukul 11.35
WIB, di TPI Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I4, dapat dilihat bahwa tidak adanya
pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah karena kegiatan penambangan pasir
darat yang dilakukan oleh masyarakat tersebut ilegal/ tidak memiliki izin. Dan ada
nya suatu pembiaran tanpa adanya tindak tegas dari Pemerintah Kabupaten
Serang, maupun Pemerintah Desa Lontar. Hal tersebut dikarenakan pihak Desa,
tidak tega kepada masyarakat karena jika bertindak tegas akan mengakibatkan
pengangguran kepada sejumlah masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Sekdes
Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa:
“Pengawasan terhadap penambangan pasir dilaut dulu saat masih jalan mah ada
tim khusus dari masyarakat, dengan cara bergilir, baik didarat dan juga ada yang
dikapal, mengawasinya meliputi kapasitas berapa rit per hari. Kalo yang
penambangan di daratnya ya, karena pasir darat ini ilegal, tahun 2009 izin sudah
dicabut. Tapi karena memang kebutuhan dan juga Desa mau ngomong apa, jadi
istilahnya mah yah mata melihat tapi seolah-olah tidak lihat. Ya karena faktor
tadi, usaha di pasir itu ya di penambangan pasir darat itu lebih dari 200 KK, jadi
karena pertimbangan itu gitu. Kalo pihak Desa keras, untuk melarang si
pengusaha pasir ini otomatis orang-orangnya itu jadi pengangguran. Kita pernah
tegas tapi karena hal itu, jadi gak bisa berbuat banyak sebenernya mah kesel gitu
karena terlalu banyak pelanggaran-pelanggaran. Sering ada dari Satpol PP tapi
hanya ngontrol doang tidak sampai diberhentikan.” (Wawancara dengan I3, 16
Februari 2014, Pukul 15.27 WIB, di Desa Lontar)
123
Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa memang adanya
pembiaran dalam penambangan pasir di pesisir Desa Lontar yang dilakukan oleh
masyarakat dari pihak Pemerintah Desa Lontar dengan alasan kegiatan
penambangan pasir tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,
dan merasa tidak enak jika harus menindak tegas kegiatan tersebut karena akan
mengakibatkan pengangguran kepada sejumlah masyarakat yang bermata
pencaharian menambang pasir di Desa Lontar. Hal tersebut merupakan hambatan
dalam hal pengawasan seperti yang dikatakan oleh Ketua POKMASWAS
(Kelompok Masyarakat Pengawas) Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa “Kalo
hambatannya karena hanya mengawasi dan melaporkan saja, jadi hambatan atau
kendalanya itu ketika laporan tidak ditanggapi oleh Pemerintah Kabupaten.”
(Wawancara dengan I5, 16 Februari 2014, Pukul 12.07 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I5, dapat dilihat bahwa laporan
pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir yang diberikan oleh Pokmaswas kepada
Pemerintah tidak ditanggapi merupakan hambatan bagi Pokmaswas dalam
menegakan keadilan bagi pelanggar pengelolaan wilayah pesisir, karena tugas dari
Pokmaswas yang hanya bisa melaporkan kegiatan pelanggaran dalam pengelolaan
wilayah pesisir itu saja.
Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten
Serang merencanakan adanya pembudidayaan rumput laut di Desa Lontar karena
Desa Lontar memliki potensi rumput laut yang bagus. Adapun bantuan yang
diberikan oleh Pemerintah adalah berbentuk barang, untuk mempermudah
pembudidaya rumput laut dalam mengolah menjadi barang jadi. Seperti yang
124
dikatakan oleh Ketua Usaha Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar,
beliau mengatakan bahwa “Bantuan dari pemerintah dalam bentuk barang, tidak
ada bantuan modal.” (Wawancara dengan I6, 16 Februari 2014, Pukul 15.18 WIB,
di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I6, dapat dilihat bahwa bantuan yang
diberikan pemerintah berbentuk barang, seperti oven, alat untuk membungkus
minuman, dan lain-lain. Namun belum ada bantuan permodalan. Pihak Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang melakukan pengawasannya dengan
mengadakan pertemuan/sosialisasi kurang lebih dalam setahun tiga kali. Seperti
yang dikatakan oleh Ketua Usaha Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu Desa
Lontar, beliau mengatakan bahwa:
“Dari Dinas Kelautan dan Perikanan ada pertemuan/sosialisasi. Biasanya sih
kurang lebih dalam setahun itu tiga kali. Namun Kendalanya mah modal, dan
juga pemasaran belum bisa menentukan tempat yang pas. Cuaca juga merupakan
salah satu kendala.” (Wawancara dengan I6, 16 Februari 2014, Pukul 15.19 WIB,
di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I6, dapat dilihat bahwa sudah ada
pengawasan yang baik dari Pemerintah Kabupaten Serang namun kendalanya
dalam permodalan, pemasaran, dan juga cuaca yang mempengaruhi dalam
pengolahan rumput laut. Adapun dalam membudidayakan rumput laut Pemerintah
juga telah memberikan penyuluhan-penyuluhan, seperti yang dikatakan oleh
Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa “Pengawasan sih ada, tapi
masyarakat kesadarannya masih kurang. Sudah ada penyuluhan, tapi masyarakat
tidak menjalankan sesuai dengan penyuluhan.” (Wawancara dengan I3, 16
Februari 2014, Pukul 15.28 WIB, di Desa Lontar)
125
Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa sudah ada
pengawasan namun masih kurang sadarnya masyarakat dalam menerapkan
penyuluhan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Serang sehingga hasil nya
kurang baik dan maksimal.
Berdasarkan uraian diatas yang terdapat pada indikator pengawasan
pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar bahwa pengawasan dalam pengelolaan
wilayah pesisir di Desa Lontar masih kurang, terlihat dari pengawasan yang tidak
kontinyu yang dilakukan oleh Pemerintah sehingga rencana yang diinginkan tidak
sesuai karena pada saat pelaksanaan masih terdapat kendala-kendala yang dialami
masyarakat. Selain itu juga tidak adanya pengawasan dan terjadinya pembiaran
yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serang terhadap pelanggaran
pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar yaitu adanya penambangan pasir darat
yang tidak memiliki izin.
4.4.4 Evaluasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar
Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan dalam pengelolaan wilayah pesisir
adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan bersama secara terpadu dengan melibatkan
seluruh pihak yang berkepentingan. Melalui evaluasi ini akan diketahui
kelemahan dan kelebihan dari pengelolaan yang ada guna perbaikan untuk
pelaksanaan tahap berikutnya.
Dalam pengelolaan wilayah pesisir, suatu evaluasi penting untuk mengetahui
target yang sudah dan belum tercapai, sudah sesuai dengan output yang
126
diinginkan atau belum. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Sub Bidang Renbang
Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa:
“Kalo perencanaan pembangunan itu dikatakan baik, ada tahapannya yaitu
perencanaan, ada pelaksanaan, trus ada monitoring nanti pengawasan, terus ada
evaluasi nah gitu jadi kalo misalnya ya perencanaan sampai dengan pelaksanaan
itu sesuai dengan target, sesuai dengan output yang diinginkan itu berarti sudah
perencanaan yang baik. Jadi apa yang kita impikan, apa yang kita targetkan,
outputnya pas waktu pelaksanaan terealisasi itu perencanaannya sudah baik.
Tapi kalo target tidak tercapai belum tentu juga perencanaannya gak baik, liat
juga kendala-kenadalanya apa, hambatannya apa, jadi istilahnya mah
perencanaan itu mah butuh pengawasan butuh kontrol, saat kontrol itu kita
melihat keadaan dilapangan gimana nanti diakhirnya kalo memang mencapai
target itu perencanaannya sudah baik, tapi kalo tidak sesuai dan tidak tercapai
berarti perencanaannya tidak baik.” (Wawancara dengan I2, 19 Februari 2014,
Pukul 15.19 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I2, dapat dilihat bahwa perencanaan pengelolaan
yang baik dikatakan apabila mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan sesuai
dengan target, serta adanya pengawasan yang baik juga, dan diperlukan adanya
evaluasi untuk mengetahui penyebab serta kendala dalam pelaksanaan
pengelolaan.
Dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar, pengelolaan yang dilakukan
masih belum optimal, karena belum dapat mencapai tujuan dari pengelolaan
wilayah pesisir yaitu untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat. Desa Lontar
merupakan Desa yang paling banyak masyarakat miskinnya dari tahun ke
tahunnya. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik dari masyarakat yang
mengelola sumberdaya pesisir hanya untuk kebutuhan sehari-hari seperti yang
dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil
Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang,
beliau mengatakan bahwa:
127
“Untuk secara umum memang bisa dibilang begini, penghasilan nelayan itu bisa
dibilang besar ya besar dibilang kecil ya kecil tapi ada beda karakter antara
nelayan dengan bukan nelayan. Jadi gini pendapatan nelayan memang belum
atau dianggap tidak terlalu besar. kemudian untuk nelayan tambak belum tentu
mereka yang punya tambak mereka hanya penggarapnya, begitu juga dengan
nelayan belum tentu punya kapal sendiri, mereka hanya jadi buruh-buruh nelayan
seperti itu. Dan juga karakter dari nelayan yang sekarang dapet uang hari ini
habis.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.21 WIB, Di Dinas
Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1, dapat dilihat bahwa penghasilan masyarakat
Desa Lontar yang sebagian besar merupakan nelayan belum dapat memenuhi atau
mencapai kesejahteraan masyarakat karena belum adanya pengelolaan wilayah
pesisir yang optimal. Adapun dalam pengelolaan tersebut masyarakat mengalami
kendala-kendala. Untuk tambak, Pemerintah Kabupaten Serang sudah
merencanakan dan memberikan bantuan berupa bibit, bambu-bambu, dan pakan
untuk membudidayakan ikan tambak. Namun selalu gagal panen yang diakibatkan
oleh buruknya kualitas air di Desa Lontar. Seperti yang dikatakan oleh Sekdes
Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa:
“Bantuan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) Kabupaten Serang untuk
pertambakkannya ada bantuannya dari mulai bibit, sampe pengolahan, pakannya
segala sudah berjalan, tapi karena kendalanya di air, jadi kadang-kadang tuh ini
gagal panen. Banyak faktor nya, salah satunya karena limbah dari sungai
ciujung.” (Wawancara dengan I3, 16 Februari 2014, Pukul 15.30 WIB, di Desa
Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan
pengelolaan tambak ikan di Desa Lontar mengalami kendala berupa air yang
sudah tercemar limbah dari sungai ciujung yang menyebabkan pertambakkan ikan
di Desa Lontar belakangan terakhir ini selalu mengalami gagal panen, ikan yang
dihasilkan tidak berkualitas baik. Selain itu, adanya penambangan pasir darat di
pesisir Desa Lontar sangat berdampak buruk bagi lingkungan Desa Lontar, salah
128
satu contohnya adalah abrasi yang semakin meluas. Selain itu juga tidak adanya
usaha untuk memperbaiki kembali lingkungan pesisir yang sudah rusak dan hanya
dibiarkan dan ditinggalkan begitu saja. Seperti yang dikatakan oleh Mayarakat
(Nelayan), beliau mengatakan bahwa:
“Ya dampaknya mah sekarang banyak bekas-bekas penambangan pasir darat. Itu
mah sebenernya bukan tambak. Yang bener-bener tambak mah cuma sedikit. Itu
dulunya sawah, sekarang pasirnya dikerukin jadi pada bolong-bolong gitu.
Bekasnya udah aja ditinggalin, ngeruk tempat lain lagi.” (Wawancara dengan I7-5,
26 Januari 2014, Pukul 09.00 WIB, Di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I7-5, dapat dilihat bahwa bekas dari
pengerukan penambangan pasir darat yang dilakukan oleh masyarakat sekitar
dibiarkan dan ditinggalkan begitu saja dan kemudian menambang lagi di tempat
lain dan begitu seterusnya sehingga menyebabkan wilayah pesisir Desa Lontar
menjadi rusak namun sampai saat ini belum ada sanksi dari Pemerintah untuk
kegiatan penambangan pasir darat yang dilakukan oleh masyarakat, seperti yang
dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, beliau
mengatakan bahwa:
“Ya saya bilang tadi, adanya pembiaran oleh Pemerintah. Sampai saat ini belum
ada sanksi untuk pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir yaitu penambangan
pasir darat (Galian C). kurang adil dalam kebijakan.” (Wawancara dengan I4, 16
Februari 2014, Pukul 11.37 WIB, di TPI Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I4, dapat dilihat bahwa sampai saat ini belum ada
sanksi bagi pelanggar pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar. Dan
masyarakat merasa Pemerintah Kabupaten Serang kurang adil dalam mengambil
kebijakan. Sama halnya dengan yang dikatakan masyarakat Desa Lontar, beliau
129
mengatakan bahwa : “Gak ada sanksi apa-apa dari Pemerintah.” (Wawancara
dengan I7-4, 26 Januari 2014, Pukul 12.03 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I7-4 dapat dilihat bahwa belum ada sanksi apapun
yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Serang terkait adanya pelanggaran
dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar. Begitu pula yang disampaikan
oleh masyarakat lainnya, beliau mengatakan bahwa: “Gak pernah ada sih dari
Pemerintah, padahal udah dilaporkan.” (Wawancara dengan I7-5, 26 Januari
2014, Pukul 0915 WIB, di Desa Lontar)
Berdasarkan wawancara dengan I7-5 bahwa meskipun sudah ada laporan yang
disampaikan oleh masyarakat Desa Lontar kepada Pemerintah Kabupaten Serang
terkait adanya pelanggaran pengelolaan di wilayah pesisir Desa Lontar tetap saja
tidak ada tanggapan dan tindak tegas serta sanksi yang diberikan kepada
pelanggar.
Berdasarkan uraian di atas yang terdapat pada indikator evaluasi pengelolaan
wilayah pesisir Desa Lontar bahwa evaluasi yang dilakukan bersamaan pada saat
melakukan pengawasan, evaluasi yang dilakukan tidak kontinyu. Masih banyak
yang harus dievaluasi oleh Pemerintah Kabupaten Serang dalam pengelolaan
wilayah pesisir di Desa Lontar, karena dalam perencanaan dan pelaksanaannya
masih banyak kelemahan-kelemahan serta hambatan-hambatan baik dari
masyarakatnya sendiri, maupun dari Pemerintah Kabupaten Serang sehingga
belum bisa mencapai tujuan yang diinginkan.
130
Tabel 4.3
Temuan Lapangan
No Indikator Temuan
1. Perencanaan
- Berdasarkan keterangan dari
DKPESDM bahwa dalam
pembuatan perencanaan pengelolaan
wilayah pesisir melibatkan seluruh
stakeholder yaitu pihak pemerintah,
dan masyarakat. Namun dalam hal
ini, berdasarkan keterangan dari
masyarakat Desa Lontar mereka
tidak pernah mengikuti kegiatan
yang bersangkutan dengan
pembuatan perencanaan pengelolaan
wilayah pesisir, yang padahal
merupakan pihak yang paling
penting untuk memberikan masukan
dalam pembuatan perencanaan untuk
Desa Lontar.
- Karena tidak ikut serta dalam
pembuatan perencanaan,
mengakibatkan masyarakat tidak
mengetahui perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir yang
akan dilaksanakan untuk Desa
Lontar.
2. Pelaksanaan
- DKPESDM Kabupaten Serang
sudah memberikan bantuan berupa
penyuluhan, dan alat untuk
membantu masyarakat Desa Lontar
mengolah rumput laut menjadi
barang jadi seperti dodol, es krim,
kerupuk, dll. Namun dalam
pelaksanaannya karena terkendala
pemasaran, yang semula pengolah
rumput laut banyak, sekarang hanya
tinggal satu yang masih membuat
olahan dari rumput laut dan yang
lain lebih memilih untuk menjual
rumput laut mentah kepada pegepul
karena dirasa lebih mudah dan cepat.
- DKPESDM Kabupaten Serang
sudah memberikan penyuluhan cara
memanen rumput laut agar
131
mendapatkan hasil yang baik.
Namun dalam pelaksanaannya
masyarakat tidak mengikuti cara
tersebut. Berdasarkan keterangan
dari para nelayan, mereka biasanya
memanen lebih cepat dikarenakan
kebutuhan yang mendesak. Sehingga
rumput laut yang dihasilkan
kualitasnya kurang baik.
- Adanya ketidakterpaduan antara
Pemerintah dengan sebagian
Masyarakat Desa Lontar dalam
melakukan kegiatan nya di wilayah
pesisir Desa Lontar. Pemerintah dan
sebagian masyarakat yang peduli
lingkungan berusaha untuk
menanggulangi abrasi yang ada
dengan cara menanam mangrove
namun terhambat oleh penambangan
pasir darat di pesisir Desa Lontar
yang dilakukan oleh masyarakat
sekitar yang tidak memiliki izin.
- Perencanaan juga meliputi
pertambakkan di Desa Lontar.
Namun dalam pelaksanaannya air
yang digunakan untuk tambak
berdasarkan keterangan dari nelayan
sudah tercemar dari limbah air
sungai ciujung. Karena ikan yang
dihasilkan tidak berkembang sesuai
dengan semestinya. Masyarakat
sudah mengadukan kepada
pemerintah namun belum ada
tanggapan apapun.
- Belum ada untuk pengelolaan tempat
wisata umum Desa Lontar yang
dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Serang. Sudah ada
rencana yang cukup baik, namun
belum ada pelaksanaannya sampai
saat ini.
3. Pengawasan
- Pengawasan yang tidak kontinyu
yang dilakukan oleh Pemerintah
sehingga rencana yang diinginkan
tidak sesuai karena pada saat
pelaksanaan masih terdapat kendala-
132
kendala yang dialami masyarakat.
- Selain itu juga tidak adanya
pengawasan dan terjadinya
pembiaran yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Serang
terhadap pelanggaran pengelolaan
wilayah pesisir di Desa Lontar yaitu
adanya penambangan pasir darat
yang tidak memiliki izin.
4 Evaluasi
- Evaluasi yang dilakukan tidak
kontinyu
- Tidak ada tindak tegas dari
pemerintah terkait pengelolaan
wilayah pesisir di Desa Lontar yang
merusak lingkungan pesisir Desa
Lontar dan tidak memiliki izin. Sumber: Peneliti, 2014
4.5 Pembahasan
Dalam pembahasan ini peneliti akan membahas tentang fokus penelitian,
dimana berdasarkan teori pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu menurut
Dahuri (2008:12) bahwa suatu pengelolaan (management) terdiri dari empat tahap
utama yaitu Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar, Pelaksanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar, Pengawasan Pengelolaan Wilayah
Pesisir Desa Lontar, dan yang terakhir yaitu Evaluasi Pengelolaan Wilayah Pesisir
Desa Lontar.
Hal ini terlihat pada point pertama yaitu mengenai Perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kabupaten Serang
sudah berorientasi kepada masa depan atau berkelanjutan dimana hal ini sudah
tercantum dalam Peraturan Bupati Serang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang
133
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang
Tahun 2011-2030 yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan
perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang
luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau
rencana tingkat nasional, dan Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2
Tahun 2013 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kabupaten Serang Tahun 2013-2033 yang menentukan arah penggunaan sumber
daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola
ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan
dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh izin. Dengan adanya Peraturan-Peraturan tersebut diharapkan dapat
terwujud dan terciptanya pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu di Kabupaten
Serang.
Adapun untuk perencanaan pengelolaan wilayah Pesisir Desa Lontar, masyarakat
Desa Lontar tidak ikut serta dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah
pesisir, yang justru merupakan pihak paling penting untuk memberikan masukan
dalam pembuatan perencanaan wilayah pesisir Kabupaten Serang, terutama untuk
wilayah Pesisir Desa Lontar. Maka bila dilihat dari proses penelitian yang
dilakukan serta wawancara bahwa Kabupaten Serang memiliki perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir yang belum maksimal, karena masih terdapat
kekurangan karena perencanaan yang dibuat tidak adanya ikut serta dari
masyarakat lokal Desa Lontar.
134
Selanjutnya point kedua, yaitu Pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa
Lontar. Pelaksanaan perencanaan pengelolaan di Desa Lontar sudah berorientasi
kepada masa depan, namun juga masih ada yang tidak berorientasi kepada masa
depan. Ada beberapa yang belum berjalan yaitu pengelolaan tempat wisata umum
dan renovasi tempat pelelangan ikan. Adapun pengelolaan sumberdaya pesisir
yang sudah berjalan masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki
lagi yaitu seperti kurangnya perhatian Pemerintah Kabupaten Serang pada
Kelompok Usaha Bersama yang merupakan program dari Pemerintah Pusat yang
ada di Desa Lontar sehingga sampai saat ini yang masih berjalan hanya satu KUB
saja. Dan adanya pengelolaan wilayah pesisir yang tidak memiliki izin yaitu
penambangan pasir darat yang dilakukan di Pesisir Desa Lontar oleh masyarakat
Desa Lontar dan sekitar yang berdampak pada kerusakan lingkungan Desa Lontar.
Belum adanya kesiapan dari semua pihak yang terlibat didalamnya, seperti
masyarakat itu sendiri, tenaga pendamping lapangan dan pihak lainnya. Pada
tahap implementasi/pelaksanaan ini juga kurangnya kesamaan persepsi antara
masyarakat lokal dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat kurang memahami bahkan tidak
memahami rencana yang akan dilaksanakan. Selain itu juga lemahnya koordinasi
dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder yang ada sehingga terjadi tumpang
tindih kepentingan dan ego sektoral. Maka bila dilihat dari proses penelitian yang
dilakukan serta wawancara bahwa dalam pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir
Desa Lontar masih belum optimal.
135
Point ketiga ini yaitu Pengawasan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa
Lontar. Pengawasan yang dilakukan sejak dimulainya proses pelaksanaan
perencanaan dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas kegiatan, permasalahan
yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan. Monitoring dilakukan dengan
melibatkan seluruh pihak yang ada.
Pengawasan dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar masih
kurang, terlihat dari pengawasan yang tidak kontinyu yang dilakukan oleh
Pemerintah sehingga rencana yang diinginkan tidak sesuai karena pada saat
pelaksanaan masih terdapat kendala-kendala yang dialami masyarakat. Selain itu
juga tidak adanya pengawasan dan terjadinya pembiaran yang dilakukan oleh
Pemerintah Kabupaten Serang terhadap pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir
di Desa Lontar yaitu adanya penambangan pasir darat yang tidak memiliki izin.
Maka bila dilihat dari proses penelitian yang dilakukan serta wawancara bahwa
masih lemahnya pengawasan dari Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan
Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang dalam pengelolaan wilayah pesisir di
Desa Lontar.
Point keempat yaitu Evaluasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar. Adanya
evaluasi sangatlah penting dalam pengelolaan wilayah pesisir, Evaluasi dilakukan
bersama secara terpadu dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan.
Melalui evaluasi ini akan diketahui kelemahan dan kelebihan dari pengelolaan
yang ada guna perbaikan untuk pelaksanaan tahap berikutnya.
136
Masih banyak yang harus dievaluasi oleh Pemerintah Kabupaten Serang dalam
pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar, karena dalam perencanaan dan
pelaksanaannya masih banyak kelemahan-kelemahan serta hambatan-hambatan
baik dari masyarakatnya sendiri, maupun dari Pemerintah Kabupaten Serang serta
masih lemahnya pengawasan dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar
sehingga belum bisa mencapai tujuan yang diinginkan.
Point terakhir yaitu point kelima yaitu Koordinasi dan Komunikasi. Lemahnya
koordinasi dan komunikasi di Desa Lontar terlihat pada adanya ketidakterpaduan
dalam membuat perencanaan, dan mengelola sumberdaya pesisir yang ada di Desa
Lontar, dan terlihat dari adanya selisih paham antara masyarakat Desa Lontar
dengan Aparat Desa Lontar.
Maka berdasarkan hasil wawancara dan penelitian yang dilakukan bahwa
Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten
Serang belum berjalan secara optimal masih banyak yang perlu diperbaiki dalam
proses pengelolaannya, karena dari tiap indikator yang ditentukan banyak proses
pengelolaan yang belum dijalankan dengan optimal, dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan sampai pengawasan.
137
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan yang telah
dilakukan tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan
Tirtayasa Kabupaten Serang, maka diperoleh kesimpulan bahwa Pengelolaan
Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang dapat
dikatakan masih belum berjalan secara optimal karena belum dapat mencapai
tujuan utama dari Pengelolaan Wilayah Pesisir yaitu terwujudnya kesejahteraan
masyarakat pesisir. Dan ditinjau dari beberapa aspek ukuran indikator
Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dari Dahuri (2008:12) yang mana
dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, Perencanaan pengelolaan wilayah pesisirnya sudah tercantum
dalam Peraturan Bupati Serang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Strategis
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2011-2030, dan
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-
2033. Namun masih belum maksimal karena terdapat kekurangan dalam
perencanaan yang dibuat yaitu tidak adanya ikut serta dari masyarakat lokal Desa
Lontar.
138
Kedua, dalam Pelaksanaan Pengelolaannya masih banyak kekurangan-
kekurangan serta hambatan-hambatan. Adapun hambatannya berasal dari
lingkungan masyarakat itu sendiri maupun dari pihak Pemerintah Kabupaten
Serang yang terkait, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, Karakter
Masyarakat Pesisir Desa Lontar yang hanya memanfaatkan dan mengelola
sumberdaya pesisir yang ada untuk keperluan sehari-hari saja. Ada tiga hal yang
belum berjalan dengan baik, yaitu belum dikelolanya tempat wisata umum,
program nasional yaitu kelompok usaha bersama dalam mengolah rumput yang
belum diperhatikan dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Serang, dan tambak
ikan. Kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk mengelola sumberdaya pesisir
dengan baik. Meskipun sudah ada usaha dari Dinas Kelautan, Perikanan, Energi,
dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang untuk mengembangkan serta
mengelola sumberdaya pesisir dengan baik. Serta adanya sekelompok masyarakat
yang memanfaatkan sumberdaya pesisir non hayati secara berlebihan yaitu
penambangan pasir darat, sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan
lingkungan di pesisir Desa Lontar. Dan terdapat ketidakharmonisan antara
masyarakat dengan pihak Desa, sehingga sering terjadi ketidaksamaan persepsi
dan kurang terpadunya dalam mengelola wilayah pesisir Desa Lontar.
Ketiga, masih lemahnya Pengawasan dari Dinas Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang dalam pengelolaan wilayah
pesisir di Desa Lontar. Pengawasan yang dilakukan tidak kontinyu dan tidak ada
tindak tegas serta adanya pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
139
Serang terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam Pengelolaan
Wilayah Pesisir di Desa Lontar.
Keempat, Evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang dilakukan bersamaan dengan
pengawasan. Sehingga evaluasi yang dilakukan tidak kontinyu.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar
Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, maka peneliti mencoba memberikan
saran-saran mengenai hasil penelitiannya berupa rekomendasi, yaitu:
1. Pemerintah Kabupaten Serang yang terkait membuat perencanaan yang
bersifat bottom up agar program yang direncanakan sesuai dan fokus
kepada kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
2. Meningkatkan kesadaran serta peran serta masyarakat dalam pengelolaan
yang terpadu dan berorientasi kepada masa depan/keberlanjutan untuk
memajukan daerah pesisir Desa Lontar, baik dalam sektor perikanan,
rumput laut, pariwisata, maupun pertambangan.
3. Meningkatkan koordinasi dari tiap stakeholder yaitu Dinas Kelautan,
Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, Pihak
Aparat Desa, dan masyarakat pesisir Desa Lontar baik dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun pembinaan secara
berkesinambungan dan sistematis.
140
4. Menindak tegas segala pelanggaran yang tidak sesuai dengan prinsip
pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu agar tidak terjadi kerusakan
lingkungan yang semakin parah di Pesisir Desa Lontar.
138
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Alwasilah, A. Chaedar. 2003. Dasar-Dasar Merancang Dan Melakukan
Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya
Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Prenada Media Group
Daft, Richard L, 2002. Manajemen. Editor Wisnu Chandra Kristiaji S.E. Jakarta:
Erlangga
Dahuri, Rokhmin. 2008. Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. Jakarta: PT Pradnya Paramita
Handoko, T. Hani. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi Dan Operasi.
Yogyakarta: BPFE
Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen. Edisi Kedua. Yogyakarta : BPFE
Hasibuan, Malayu S.P. 2011. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Moleong, J. Lexy. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya
139
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir Dan Laut. Jakarta: PT Pradnya Paramita
Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Irawan, Prasetya. 2005. Materi Pokok Metodologi Penelitian Administrasi. Jakarta
: Universitas Terbuka
Siswanto, B. 2011. Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung : CV
Alfabeta
Sugiyono. 2011. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta
Terry George R, Leslie W.Rue. 2005. Dasar-Dasar Manajemen. Penerjemah
G.A.Ticoalu. Jakarta: Sinar Grafika Offset
Sumber Lain:
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
140
Peraturan Bupati Serang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Strategis
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2011-
2030
Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun
2013-2033
Mita Fitriani. 2011. Skripsi dengan judul Strategi Pengelolaan Pariwisata Pantai
Lontar Indah Di Kabupaten Serang. UNTIRTA
Hakim, Ridha. 2012. http://m.wwf.or.id/index.cfm?24681/Strategi-pengelolaan-
pesisir-dan-laut-Solor-Alor-terpadu-bag-2 (diakses pada tanggal: 20
Januari 2013)
Mukhtar. 2013. http://mukhtar-api.blogspot.com/2013/01/pentingnya-
pengelolaan-tata-ruang.html?m=1 (diakses pada tanggal: 20 Januari 2013)
http://serangkab.go.id/profil_kabupaten/geografi/wilayah_perairan/2011 (diakses
pada tanggal: 20 Januari 2013)
148
LAMPIRAN
149
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Biodata Mahasiswa
Nama : Ratih Permita Sari
Umur : 23 Tahun
Tempat/Tgl Lahir : Pandeglang, 13 April 1991
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Perumnas Cibeber Kencana Blok C.06
No.15 RT 08 RW 06 Cilegon
No HP : 083813120130
E-mail : ratihpermita.sari@gmail.com
2. Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Subandio
Nama Ibu : Etik Ratna Ningsih
3. Riwayat Pendidikan
1. SDN : SDN Cilegon 3 (1997 – 2003)
2. SMP : SMP Negeri 1 Cilegon (2003 – 2006)
3. SMA : SMA Negeri 1 Cilegon (2006 – 2009)
4. Perguruan Tinggi (S1) : FISIP UNTIRTA
Ilmu Administrasi Negara (2009-2014)
150
151
Jadwal Wawancara Informan
No Kode
informan Nama Jabatan/ pekerjaan
Jenis
Kelamin
dan Umur
Tanggal
Wawancara
Waktu
Wawancara
1. I1
Ibu Mumun
Munawaroh,
S.Pi, M.Si..
Kasi Konservasi,
Eksplorasi,
Eksploitasi, dan
Pulau-Pulau Kecil.
Perempuan
46 Tahun
24 Januari
2014
11:15 –
Selesai
2. I2
Bapak Freddy L
Sinurat, ST,
M.Si.
Kepala Sub Bidang
Perencanaan
Pembangunan
Pemukiman, dan
Prasarana Wilayah.
Laki-laki
45 Tahun
19 Februari
2014
15:00 –
Selesai
3.
I3 Bapak Rusita Sekdes Desa Lontar Laki-laki
43 Tahun
26 Januari
2014
15: 03 –
Selesai
4 I4 Bapak Marsad
Karyawan TPI
(Tempat Pelelangan
Ikan) Desa Lontar
Laki-laki
38 Tahun
16 Februari
2014
11:04 –
Selesai
5 I5 Bapak Fahruri
Ketua
POKMASWAS
(Kelompok
Masyarakat
Pengawas) Desa
Lontar
Laki-laki
40 Tahun
16 Februari
2014
12:05 –
Selesai
6 I6 Bapak Yanto S
Ketua KUB
(Kelompok Usaha
Bersama) Bahari Jaya
Bersatu Desa Lontar
Laki-laki
36 Tahun
16 Februari
2014
15 :11 –
Selesai
7. I7-1 Bapak Jaiman Ketua RW (Nelayan
Rumput Laut)
Laki-laki
46Tahun
26 Januari
2014
09 : 01 –
Selesai
8. I7-2 Bapak Asep Nelayan (Rumput
Laut)
Laki-laki
27 Tahun
26 Januari
2014
09 : 01 –
Selesai
9 I7-3 Bapak Rosidi Nelayan (Tangkap) Laki-laki
40 Tahun
26 Januari
2014
10 :24 –
Selesai
10 I7-4 Bapak
Nuryanto Nelayan (Tangkap)
Laki-laki
31 Tahun
26 Januari
2014
12 : 03 –
Selesai
11 I7-5 Bapak Sidik Nelayan (Tambak) Laki-laki
45 Tahun
26 Januari
2014
09 : 00 –
Selesai
12 I7-6 Bapak Jazuli Nelayan (Tambak) Laki-laki
26 Tahun
26 Januari
2014
10 : 00 –
Selesai
13 I8-1 Bapak
H.Jarnudi
Masyarakat (bukan
nelayan)
Laki-laki
43 Tahun
26 Januari
2014
15 :45 –
Selesai
14 I8-2 Ibu Karsinah Masyarakat (bukan
nelayan)
Perempuan
40 Tahun
16 Februari
2014
17 : 15 –
Selesai
15 I8-3 Bapak Siman Masyarakat (bukan
nelayan)
Laki-laki
24 Tahun
16 Februari
2014
17 : 30 –
Selesai
TRANSKIP DATA DAN KODING
Peneliti : Pihak yang terkait dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir.
I 1 : Untuk pengelolaan pesisir Kabupaten Serang, jadi kita kan sudah
menyusun ada sesuai UU no 27 tahun 2007 ada perencanaan, Rencana
Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP3K) terus ada
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) nah
itu kan pada saat penyusunan itu kan kita harus mengidentifikasi
stakeholder, pihak-pihak terkait itu. Jadi kita merumuskan satu, ada
Instansi Pemerintah bisa Instansi di dalam Pemda Kabupaten Serang, ada
juga Instansi Vertikal (dibawah departemen kelautan, ada loka wilayah
pesisir, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, dan UPT Pelabuhan
Perikanan Nusantara). Terus kemudian yang kedua masyarakat, yang
dimaksud masyarakat disini ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang kita libatkan, ada perguruan tinggi yang selama ini juga kita libatkan
ada Untirta dan juga STP, terus ada juga masyarakat langsung disitu kan
ada masyarakat pesisir, untuk di Lontar yaitu nelayan dan pengelola
budidaya disana. Pihak swasta tidak ikut dilibatkan dalam perencanaan
karena waktunya khusus dan sifatnya sebentar dan berganti-ganti
sementara untuk penyusunan ini kan butuh waktu setahun dua tahun.
1
Peneliti : Yang ingin dicapai dari pengelolaan wilayah pesisir.
I 1 : Nah itu kita kan seperti yang ada di undang-undang no 27 tahun 2007 itu
kan kita ada empat dokumen perencanaan yang harus dibuat oleh masing-
masing kabupaten/kota yang punya pesisir, nah dokumen pertama yang
harus dibuat itu Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(RSWP3K). Renstra pesisir itu kita sudah buat masuk di Perbub no 14
tahun 2011, nah disana ada visi, misi, strategi, sasaran dan program ada
disana. Jadi itu lah tujuan yang ingin kita capai gitu. Isinya ada disana
semua. Caranya kita membuat turunan-turunan, sekarang ada Rencana
Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) itu
pengaturannya dimulai dari sana jadi visi yang ingin dicapai dan tujuan itu
udah ada di RZWP3K.
2
Peneliti : Perlu adanya keterpaduan perencanaan dari berbagai sektor.
I 1 : Ya, sangat perlu makanya disana kenapa kita mengidentifikasi
stakeholder karena kita memang harus terpadu gitu. Untuk di undang-
undang saja sudah mensyaratkan itu, didalam undang-undang no 27 itu
ketua nya bukan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, ketua tim nya
adalah Kepala BAPPEDA jadi disini sudah mengindikasikan bahwa ini
untuk mencakup seluruh stakeholder terutama untuk yang di Pemda yang
punya kebijakan-kebijakan dari masing-masing kementrian, masing-
masing departemen, masing-masing dinas disatukan disana. Jadi kalo
misalkan kita liat di rencana zonasi itu kita coba memasukkan ada orang
dinas perhubungan, dinas pariwisata. Disini kita anggotanya juga ada
BPBD untuk potensi kebencanaan, Dinas Tata Ruang dimana harus
singkron dengan RTRW, terus karena ada potensi pariwisata kita juga ada
Dinas Pariwisata. Ada juga masukan dari Universitas, dia terkait kajian
keilmuannya.
3
Peneliti : Perencanaan dan Pengelolaan sumberdaya pesisir dilakukan berdasarkan
kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
I 1 : Jadi gini, dokumen itu pada saat disusun sudah melibatkan masyarakat.
Tadi itu ya perwakilan LSM dari kampus seperti itu. Nah setelah disusun,
dalam konsep penyusunan itu kita libatkan, kita ada konsultasi publik.
Dengan adanya konsultasi publik itu kita tau sesuai gak itu dengan
keinginan masyarakat nah itu kita koordinasikan, kalau ada masukan-
masukan itu kita akomodir, bahkan pertemuan itu tidak hanya sekali jadi
pertemuan itu beberapa kali gitu. Setelah sesuai dengan keinginan
masyarakat, sesuai juga dengan aturan-aturan yang memang ada di kita
baik aturan Pemerintah Daerah maupun aturan Pemerintah Pusat baru itu
dijadikan peraturan di kita ada yang Perda ada yang Peraturan Bupati.
Bahkan untuk yang rencana strategis kita itu langsung turun ke
kecamatan-kecamatan dan mengumpulkan masyarakat. Jadi visi dan misi
itu masukan dari mereka. Nah programnya itu kita yang mendetilkannya
dan membahasakannya.
4
Peneliti : Perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir berorientasi kepada
masa depan.
I 1 : Ya Insyaallah iyah, jadi kan kita balik lagi ke visi misi. Disini visi
Kabupaten Serang wilayah pesisirnya itu yah wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil produktif, adil, mandiri, dan berwawasan lingkungan jadi kita
pikir itu udah menunjukkan bahwa kita produktif jadi tidak hanya kita
membiarkan tapi kita juga menghasilkan. Adil, itu kita artinya adil kepada
masyarakat juga dan adil itu untuk seluruh stakeholder jadi industri tidak
merasa dirugikan, masyarakat tidak merasa dirugikan jadi kita bisa
bersinergi untuk itu. Mandiri, jadi kita tidak ketergantungan dengan orang
lain gitu, terutama untuk nelayan. Kita inginnya masyarakat pesisir itu
mandiri. Dan yang terakhir berwawasan lingkungan.
5
Peneliti : Perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat, namun mengapa Desa Lontar merupakan Desa
yang paling banyak masyarakat miskinnya.
I 1 : Untuk secara umum memang bisa dibilang begini, penghasilan nelayan
itu bisa dibilang besar ya besar dibilang kecil ya kecil tapi ada beda
karakter antara nelayan dengan bukan nelayan. Jadi gini pendapatan
nelayan memang belum atau dianggap tidak terlalu besar. kemudian untuk
nelayan tambak belum tentu mereka yang punya tambak mereka hanya
penggarapnya, begitu juga dengan nelayan belum tentu punya kapal
sendiri, mereka hanya jadi buruh-buruh nelayan seperti itu. Dan juga
karakter dari nelayan yang sekarang dapet uang hari ini habis. Kemudian
ada bantuan dari pemerintah berupa bambu-bambu dan bibit untuk
nelayan tambak, untuk nelayan tangkap berupa alat tangkap.
6
Peneliti : Hambatan dalam membuat dan melaksanakan perencanaan untuk
wilayah pesisir Desa Lontar.
I 1 : Jadi gini, pengelolaan wilayah pesisir itu kan kalo bisa menyeluruh ya,
menghasilkan tapi juga berwawasan lingkungan. Nah kita existing di
Lontar itu kan sebetulnya masuk kedalam wilayah abrasi. Memang sudah
ada upaya dari pemerintah itu membangun penahan gelombang, sudah
banyak juga dari elemen masyarakat, pemerintah juga yang menanam
mangrove. Itu merupakan program dari pemerintah ada juga program dari
swasta agar tidak terjadi abrasi, namun program tersebut terganggu dan
terhambat oleh adanya penambangan pasir di darat yang dilakukan oleh
7
masyarakat dan tidak memiliki izin.
Peneliti : Anggaran yang tersedia untuk membantu masyarakat pesisir untuk
mengelola sumberdaya pesisir.
I 1 : Anggaran ada, tiap tahun kita punya anggaran namun tidak khusus,
misalnya untuk Lontar saja gitu. Kita kan membangunnya itu untuk
seluruh Kabupaten ya, bentuknya ya beda-beda lah tergantung kebutuhan.
Tahun ini, untuk di Lontar akan ada rehabilitasi TPI lagi.
8
Peneliti : Bentuk Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serang
dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar.
I 1 : Pengawasan dalam bentuk monitoring. Jika ada teguran, nanti kita buat
surat teguran, kalo perlu ada penertiban nanti akan ditertibkan oleh Satpol
PP jadi sesuai dengan tugas pokok masing-masing. Monitoring itu ada
dua, ada yang kita monitoring karena memang ada aduan dari masyarakat,
ada juga yang tanpa aduan pun kita akan kesana. Untuk penambangan
pasir laut yang ada di Desa Lontar tidak aduan secara langsung dari
masyarakat.
9
Peneliti : Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan.
I 1 : Ada kelompok pengawas sumberdaya kelautan dan perikanan dan itu
sudah terbentuk lama dan berjalan lama, namanya kita sebut Pokmaswas
(Kelompok Masyarakat Pengawas) kalo di Lontar itu Banyu Biru ya kalo
gak salah. Dia boleh melaporkan tapi tidak boleh menindak. Jadi kalo
melihat ada pelanggaran atau apa dia cukup membuat laporan ke kita tapi
tidak boleh sampe seperti satpol PP gitu sampe menertibkan.
10
Peneliti : Hambatan dalam hal pengawasan.
I 1 : Hambatan dalam pengawasannya, mungkin karena kita tidak dilapangan
jadi tidak bisa 24 jam mengontrol ya.
11
Peneliti : Pengembangan yang dilakukan pemerintah dari potensi yang ada.
I 1 : Pengembangannya yang jelas pengembangan budi daya lah, budi daya
di tambak, budi daya di laut (rumput laut). Budi daya kemudian diolah
menjadi produk lain. Seperti rumput laut dibuat menjadi minuman, abon
ikan, kerupuk tulang ikan, bontot, bandeng cabut duri, dan lain-lain.
12
Peneliti : Komunikasi Pemerintah dengan masyarakat.
I 1 : Komunikasi ya jalan, misalkan ada program pemerintah akan 13
sosialisasikan kepada masyarakat. Tapi tidak ke semua masyarakat diberi
sosialisasi, hanya perwakilan masyarakat saja. Kemudian melihat
permasalahan yang ada lalu pemerintah membantu memecahkan.
Peneliti : Keterbukaan/ transparansi dari Pemerintah dalam pengelolaan
sumberdaya pesisir Desa Lontar.
I 1 : Kalo menurut saya sudah transparan, dokumen anggaran juga
transparansi dan untuk program yang akan dilakukan juga transparan.
Seperti untuk siapa dan berapa banyak programnya.
14
Peneliti : Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar.
I 1 : Peran serta masyarakat cukup baik, ada kelompok-kelompok masyarakat
yang sudah melakukan budi daya. Dan yang dibantu yang sudah punya
lahan.
15
Peneliti : Yang menjadi hambatan dalam melakukan komunikasi dengan
masyarakat.
I 1 : Jadi kan begini, program dari kita itu kan terbatas sementara yang
memerlukan banyak, tapi selama ini tidak menjadi hambatan dalam
melakukan komunikasi, mereka mengerti.
16
Peneliti : Kepastian Hukum yang berlaku.
I 1 : Untuk kepastian hukum yang berlaku itu Peraturan Daerah No.2 Tahun
2013 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kabupaten Serang Tahun 2013-2033 dan Peraturan Bupati No.14 Tahun
2011 tentang Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kabupaten Serang Tahun 2011-2030.
17
Peneliti : Sanksi yang diberikan Pemerintah Kabupaten Serang kepada
penyimpangan atau pelanggaran dalam pengelolaan wilayah pesisir di
Desa Lontar.
I1 : Jika ada pelanggaran akan diberikan teguran. Untuk Desa Lontar, sudah
ada monitoring dan sedang diproses untuk penambangan pasir yang di
darat.
18
Peneliti : Seperti apa perencanaan pembangunan dikatakan baik.
I2 : Kalo perencanaan pembangunan itu dikatakan baik, ada tahapannya yaitu
perencanaan, ada pelaksanaan, trus ada monitoring nanti pengawasan,
terus ada evaluasi nah gitu jadi kalo misalnya ya perencanaan sampai
19
dengan pelaksanaan itu sesuai dengan target, sesuai dengan output yang
diinginkan itu berarti sudah perencanaan yang baik. Jadi apa yang kita
impikan, apa yang kita targetkan, outputnya pas waktu pelaksanaan
terealisasi itu perencanaannya sudah baik. Tapi kalo target tidak tercapai
belum tentu juga perencanaannya gak baik, liat juga kendala-kenadalanya
apa, hambatannya apa, jadi istilahnya mah perencanaan itu mah butuh
pengawasan butuh kontrol, saat kontrol itu kita melihat keadaan
dilapangan gimana nanti diakhirnya kalo memang mencapai target itu
perencanaannya sudah baik, tapi kalo tidak sesuai dan tidak tercapai
berarti perencanaannya tidak baik.
Peneliti : Pihak yang terkait dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir.
I2 : Pihak-pihak yang terkait itu ya semua SKPD, semua Dinas yang ada di
Kabupaten Serang itu pasti. Semua stakeholder juga, baik itu pihak
swasta, pihak masyarakat, juga itu untuk perencanaan pengelolaan. Karna
yang namanya perencanaan itu kita menyusun dokumen itu harus
dilibatkan masyarakatnya, jadi istilahnya ada yang namanya konsultasi
publik pada saat kita membuat perencanaan ssbelum di finalisasi kita
harus melakukan konsultasi publik dengan masyarakat, perguruan tinggi,
LSM, itu pasti ikut serta jadi yang namanya untuk perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir itu semua stakeholder ikut terlibat. Konsultasi
publiknya itu kita memaparkan jadi bentuknya forum, masyarakat kita
undang kita paparkan, ini loh yang namanya kita sudah menyusun
perencanaan pengelolaan wilayah pesisir nih kedepan seperti ini.
Masyarakat bagaimana apakah sudah sesuai, tapi kita ada aspirasinya yah
makanya kita ada penjaringan informasi. Jadi sebelum dibuat perda,
konsultasi publik itu harus.
20
Peneliti : Perlu adanya keterpaduan perencanaan dari berbagai sektor.
I2 : Iya harus keterpaduan itu ya jadi istilahnya dokumen perencanaan ya kan
kalo kita di BAPPEDA ini dokumen perencanaan itu bisa disusun apabila
sudah melibatkan berbagai sektor. Jadi misalnya nih seperti ini kalo kita
mempunyai dokumen perencanaan mau mengelola pesisir, kan bukan
cuma BAPPEDA bukan hanya Dinas Kelautan tapi ada yang namanya
aspek ekonomi, aspek sosial, kemasyarakatan, aspek lingkungannya juga
21
harus diperhatikan. Makanya perlu keterpaduan dari berbagai sektor jadi
untuk mengelola pesisir ini misalnya bagaimana biar pengelolaannya
bagus berarti kan sosialisasi ke masyarakatnya harus bagus, gimana
supaya pengelolaan cara hidup mereka disana untuk pesisir itu lebih bagus
lagi.
Peneliti : Acuan dalam pembuatan perencanaan pengelolaan.
I2 : Ya harus sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat. Untuk membuat
acuan untuk pengelolaan sumberdaya pesisir itu kita kan harus liat
masyarakatnya juga disana jangan sampai kita membuat perencanaan
pengelolaan pesisir itu bertolak belakang dengan apa yang ada disana gitu.
Sebelum kita membuat dokumen perencanaan kita lihat dulu kondisi
existing nya disana itu seperti apa, masyarakat kehidupannya bagaimana,
bagaimana kita juga bisa mempertahankan malah dokumen perencanaan
itu sifatnya kan lebih kepada memperbaiki apa yang ada gitu. Gimana
supaya lebih baik lagi kedepan, jadi kita tidak merubah secara total mah
engga, kita liat juga existing nya seperti apa kalo memang existing nya itu
bagus untuk masa depan kenapa engga kita ikutin gitu, tapi kalo yang
namanya existing nya banyaknya pencemaran ya memang itu kita harus
tindak, kita arahkan. Kemudian harus berkelanjutan, namanya
pembangunan semuanya harus berkelanjutan tidak boleh putus disuatu
saat, harus berkelanjutan gitu.
22
Peneliti : Hambatan dalam pembuatan perencanaan.
I2 : Kalo hambatan-hambatan itu sebenarnya tidak terlampau banyak ya,
yang cukup berarti pun gak ada paling hanya masalah menampung
aspirasi. Menampung aspirasi itu kan bukan berarti serta merta kita semua
aspirasi tuh masuk ke dokumen perencanaan, kita juga kan harus milah-
milah mana nih yang menjadi prioritas karena dokumen perencanaan itu
kan punya umur juga berapa tahun. Yang menjadi prioritas juga harus kita
liat kemudian mana yang memang sesuai dengan keadaan di lapangan.
Ada aspirasi masyarakat karena memang ketidaktauan mereka,
ketidakmengertian mereka, itu kan mereka masukin saja tapi begitu kita
berikan pehaman ternyata gak cocok, jadi kita berikan pehaman harus
seperti ini, penggunaan ruang disana juga kan harus sesuai dengan
23
peraturan-peraturan yang berlaku. Jadi paling hambatannya sih ya itu
doang memberikan pengertian kepada masyarakat itu gak segampang
membalikan telapak tangan harus pelan-pelan makanya perlu sosialisasi
terus menerus.
Peneliti : Peranan dan Wewenang BAPPEDA Kabupaten Serang.
I2 : Peranan dan wewenang BAPPEDA itu kita ya instansi perencana jadi
kita itu lebih kepada pengawasannya saja, gimana aplikasi yang kita
rencanakan dengan apa yang ada di lapangan gitu dia, jadi istilahnya kita
BAPPEDA akan mengawal seluruh dokumen perencanaan yang telah
disusun oleh semua dinas kita liat konsistensi nya kalo dokumen
perencanaan kita sudah susun aplikasinya memang butuh program atau
kegiatan setiap tahun itu kita kawal jangan sampai dokumen perencanaan
disana itu hanya sebagai dokumentasi doang. Kita liat sudah berjalan apa
belum, sudah sesuai apa belum. Kalo tidak sesuai kita akan limpahkan,
nanti akan ada instansi lagi yang akan mengevaluasi. Nah kalo untuk
evaluasi kita, sebatas perencanaan kalo tidak sesuai dan target tidak
tercapai tindakan kita akan memperingatkan. Setiap triwulan pasti kita
lakukan evaluasi.
24
Peneliti : Koordinasi antara dinas-dinas terkait.
I2 : Kalo koordinasi, kalo kita BAPPEDA untuk melaksanakan
koordinasinya itu terkait dengan tupoksi kita semua perencanaan itu
dimulai dengan musrembang, untuk program pembangunan dari
musrembang desa masuk ke musrembang kecamatan kemudian kita
masuk ke forum SKPD, forum SKPD ini nanti antar Dinas semua Dinas
itu melakukan penjaringan aspirasi masyarakat untuk usulan
pembangunan perencanaan ke depan. Setelah forum SKPD kita lakukan
lagi untuk forum gabungan, forum gabungan SKPD ini tujuannya supaya
SKPD itu melakukan program kegiatan harus berbasis kawasan. Harus
mengsingkronkan perencanaan dari dinas-dinas lain jangan sampai
berjalan masing-masing harus berkesinambungan. Setelah forum
gabungan kita baru masuk ke musrembang kabupaten kemudian di
finalisasi rencana kerja pemerintah itu apa. Dipilih yang prioritas karena
anggarannya terbatas. Jadi seperti itu, sekarang itu pembuatan
25
perencanaan harus bottom up.
Peneliti : Pihak yang terkait dalam pengelolaan Sumberdaya Pesisir.
I3 : Kalo di perikanan itu yah langsung dengan orang-orang pelelangan kalo
dari perikanan itu kebanyakan dari orang lelang yang mengelola. Kalo
dibidang budidaya, yang mengelola itu kelompok masyarakat.
26
Peneliti : Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Serang.
I3 : Sering ada bantuan, terutama nya bibit rumput laut berikut peralatannya
lah untuk membudidayakan, tambang segala macem. Jadi kalo di
perikanan juga sering, kadang-kadang jaring (alat tangkap). Itu bantuan
dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) Kabupaten Serang.
Pertambakkannya juga ada bantuannya dari mulai bibit, sampe
pengolahan, pakannya segala sudah berjalan, tapi karena kendalanya di
air, jadi kadang-kadang tuh ini gagal panen. Banyak faktor nya, salah
satunya karena limbah dari sungai ciujung. Tapi, bantuan dari pemerintah
belum maksimal. Jadi umpamanya kita mengajukan 10 kelompok paling
yang di acc cuma 2 atau 3 kelompok itupun tidak tiap tahun kita
mendapatkan kan bergilir dengan Tanara dan Pontang. Jadi bantuan belum
mencukupi karena kebutuhan masyarakat kan banyak.
27
Peneliti : Koperasi yang dikelola masyarakat.
I3 : Untuk koperasi dulu ada sekitar tahun 70-75 sekarang udah gak aktip
lagi, macet. Oh iya sekarang di pelelangan ada tapi sama tidak aktif juga.
Ya kemungkinan tidak aktifnya itu dari perguliran, sampe dana habis tidak
kembali lagi. Jadi uang dari nelayan dengan cara menabung terus
disimpan pinjamkan, ya akhirnya macet.
28
Peneliti : Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan perencanaan pengelolaan
wilayah pesisir.
I3 : Masyarakat ikut dilibatkan, umpamanya membuat proposal itu kan
pengajuannya dari masyarakat, masyarakat ngajukan ke desa, desa ke
pemerintah, jadi tetap dilibatkan. Toh yang akan menikmati juga
masyarakat.
29
Peneliti : Perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir berorientasi kepada
masa depan/berkelanjutan.
I3 : Yang sudah ada masih memperhatikan lingkungan seperti rumput laut 30
disamping kita membudidaya dan juga menguntungkan sebagai rumah-
rumah ikan, itu kan juga sudah menjurus ke masa depan juga. Tapi kaya
nya kalo untuk pengelolaan pasir (penambangan pasir) itu hanya untuk
jangka pendek karena tinggal tunggu waktunya akan habis. Sebenarnya
tadi nya sawah karena kendalanya di air, jadi dialihfungsikan menjadi
tambak, dan pasirnya dimanfaatkan.
Peneliti : Kesejahteraan Masyarakat Desa Lontar.
I3 : Kesejahteraan masyarakat dihasilkan dari penghasilan dari laut.
Mayoritas itu nelayan tangkep dan pembudidaya rumput laut juga
budidaya ikan. Kalo ditambak mah budidaya ikan, kalo dilaut yang di
budidaya rumput laut. Lebih dari 1500 orang yang membudidaya rumput
laut bahkan yang tadinya nelayan tangkap, sekarang malah penghasilan
utamanya dari budidaya rumput laut.
31
Peneliti : Hambatan dalam melaksanakan perencanaan untuk wilayah pesisir Desa
Lontar.
I3 : Di dalam Perda, pesisir Desa Lontar termasuk kedalam tempat wisata
umum, namun hambatannya kurangnya pengelolaan dan pendanaan, jadi
tempat wisata nya ini gak bisa berkembang. Kemudian air lautnya dan
tanahnya dangkal, jadi gak bisa buat berenang. Pernah ada dari pihak
perorangan dikelola dibuatkan pendopo/saung segala macam tapi karena
tidak memiliki izin akhirnya ditegur pemerintah untuk mengurus perizinan
tapi pihak tersebut tidak meneruskan dan akhirnya menjadi terbengkalai.
Dari pihak Pemerintah belum ada pengelolaan. Dari pihak Desa sudah
sering mengajukan untuk dilakukan pengelolaan dan bantuan dari
Pemerintah tapi tidak ada tindak lanjutnya. Cuma rencana-rencana doang.
32
Peneliti : Koordinasi dengan Dinas-Dinas terkait dalam mengelola wilayah pesisir.
I3 : Ada koordinasi dengan Dinas Kelautan, koordinasi dengan pihak Dinas
cukup baik. Bantuan-bantuan yang diberikan kan juga campur tangan dari
Dinas. Dari DKP yang sering kunjungan. Hampir tiap tahun mengadakan
pelatihan dari balai besar, pelatihannya berupa tehnik pembudidayaan
rumput laut dengan baik, cara pemanenan dari mulai penanaman, cara
memilih bibit, memilih lokasi yang bagus,
33
Peneliti : Bentuk pengawasan yang dilakukan dalam pengelolaan wilayah pesisir.
I3 : Pengawasan sih ada, tapi masyarakat kesadarannya masih kurang. Sudah
ada penyuluhan, tapi masyarakat tidak menjalankan sesuai dengan
penyuluhan. Pengawasan terhadap penambangan pasir dilaut dulu saat
masih jalan mah ada tim khusus dari masyarakat, dengan cara bergilir,
baik didarat dan juga ada yang dikapal, mengawasinya meliputi kapasitas
berapa rit per hari. Kalo yang penambangan di daratnya ya, karena pasir
darat ini ilegal, tahun 2009 izin sudah dicabut. Tapi karena memang
kebutuhan dan juga Desa mau ngomong apa, jadi istilahnya mah yah mata
melihat tapi seolah-olah tidak lihat. Ya karena faktor tadi, usaha di pasir
itu ya di penambangan pasir darat itu lebih dari 200 KK, jadi karena
pertimbangan itu gitu. Kalo pihak Desa keras, untuk melarang si
pengusaha pasir ini otomatis orang-orangnya itu jadi pengangguran. Kita
pernah tegas tapi karena hal itu jadi gak bisa berbuat banyak sebenernya
mah kesel gitu karena terlalu banyak pelanggaran-pelanggaran. Sering ada
dari Satpol PP tapi hanya ngontrol doang tidak sampai diberhentikan.
34
Peneliti : Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan.
I3 : Kalo yang di penambangan pasir darat gak ada pengawasan. Kalo untuk
penambangan pasir laut dulu waktu masih jalan yang dari baladika
(jetstar) masyarakat dilibatkan, kalo yang untuk Sinar Serang mah gatau,
masih jalan apa engganya juga gatau. Jangankan masyarakat, pihak desa
saja tidak mengetahui.
35
Peneliti : Yang dilakukan Pemerintah sebagai penengah/pengendali antara
masyarakat dengan pihak swasta.
I3 : Masyarakat dan pengusaha diundang oleh Pemerintah untuk
bermusyawarah. Tapi ya itu, masyarakat menjadi korban, ada orang-orang
yang berkepentingan sendiri. LSM-LSM menggerakkan masyarakat untuk
demo, nanti ketika yang menggerakkan di kasih duit mah udah diem.
Masyarakat gak dapet apa” jadi korban terus, dimanfaatkan. Tapi sekarang
udah gak ada demo lagi. Masyarakat udah jenuh.
36
Peneliti : Pengembangan yang dilakukan dari potensi yang ada.
I3 : Pengembangan yang dilakukan dari sumberdaya rumput laut berupa
dodol rumput laut, kerupuk, manisan, sama jus. Dijual hanya di warung-
warung sekitar saja. Kendalanya memang di pemasaran. Kalo ada
37
pemesanan baru produksi.
Peneliti : Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir.
I3 : Peran serta masyarakat cukup baik, selama tidak ada provokator. 38
Peneliti : Pendapat mengenai pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar
I4 : Kalo dari bentuk koordinasi, dalam hal atau dari sisi pengelolaan
wilayah pesisir menurut sesuai dengan poksinya antara tangkap dengan
budidaya sudah mengarah lebih baik. Salah satu contoh, yang dulunya
tidak masuk ke TPI (Tempat Pelelangan Ikan) sekarang nelayan sudah
pada masuk ke TPI. Yang tadinya pendapatan daerah tidak bisa tercover
sekarang Alhamdulillah selalu bisa tercover. Dulu hanya ada nelayan
pribumi sekarang sudah ada dari nelayan pendatang dari Lampung,
Tangerang, dari Karangantu.
39
Peneliti : Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.
I4 : Kalo dilihat dari pendapatan perkapita masyarakatnya sih masih belum
mencukupi dan masih belum bisa mencapai kesejahteraan masyarakat.
40
Peneliti : Perencanaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
I4 : Iya, kalo dilihat dari program-program termasuknya dari tahun-tahun
yang lalu ya memang itu bantuan dari DKP tergantung dari permintaan
masyarakat. Tapi ya semua nya kembali lagi kepada masyarakat dalam
pengelolaannya bisa terus berjalan atau tidak.
41
Peneliti : Pengelolaan berorientasi kepada masa depan/berkelanjutan.
I4 : Memang mestinya mah orientasinya orientasi ke depan yah, untuk rumput
laut jelas merupakan salah satu produk yang sangat membantu potensi
yang sangat membantu buat perekonomian masyarakat namun lagi-lagi
dalam hal ini kita kembalikan lagi ke bagian budidaya nya, tergantung
kegigihan dari masyarakat. Kalo untuk pengelolaan pasir itu sangat
kontroversi dilingkungan masyarakat, pengelolaan pasir nya kan ada dua,
ada yang dilaut dan yang di darat, itu mah gak berorientasi kepada masa
depan karena berakibat terjadinya kerusakan di pesisir Lontar. Dilihat
dari pengelolaan hanya sekelompok orang, tidak untuk kebutuhan
masyarakat menyeluruh.
42
Peneliti : Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan perencanaan/Perda.
I4 : Selama ini kami melihat dan memandang yah, tidak ada tuh sosialisasi
Perda Pengelolaan Wilayah Pesisir seperti itu, tidak ada.
43
Peneliti : Pengawasan dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar.
I4 : Kalo dalam hal pengelolaan pasir (penambangan pasir) ya gak ada
pengawasan.karena kan ilegal tidak punya izin. Tidak ada sistem yang
mengatur. Ada nya suatu pembiaran dari Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah. Lebih ironisnya Kepala Desa ikut bermain dibelakangnya melalui
orang-orangnya. Ikut melakukan pembiaran.
44
Peneliti : Pengembangan dari potensi yang ada.
I4 : Kalo dari sisi wilayah perikanan ada jalur koordinasi yang baik, tapi
tidak ada pengembangan/pengolahan. Disini juga tidak ada koperasi.
45
Peneliti : Bantuan yang diberikan dari Pemerintah.
I4 : Bantuan dari Pemerintah, kami yang mengusulkan sesuai kebutuhan,
selama ini seperti jaring. Dulu pernah ada bantuan kapal, tapi sudah lama
sekali. Bantuan ada sejak tahun 2008. Tapi kami juga tidak mau selalu
minta ke Pemerintah karena kalo minta terus kapan mandirinya.
46
Peneliti : Keterbukaan/Transparasi dari Pemerintah dalam pengelolaan wilayah
pesisir Desa Lontar.
I4 : Yaaa, kurang kayanya kalo dalam keterbukaan mah yah. Ya salah satu
contohnya dengan adanya dulu suatu kebijakan penambangan pasir laut.
Adanya sumbatan dalam keterbukaan masalah penambangan itu, akhirnya
kan masyarakat merasa tidak puas.
47
Peneliti : Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir.
I4 : Kalo peran dari masyarakatnya sih memang Alhamdulillah yah
masyarakat itu karena melihat potensi alamnya yang luar biasa akhirnya
ya bahu membahu mengerjakan ini itu, yang penting dapet duit. Peran
serat masyarakat sangat maksimal kalo musimnya ikan, mereka ikut
nangkep ikan. Tapi tetep mengelola rumput laut. Ada disini juga
masyarakat menanam mangrove.
48
Peneliti : Hambatan dalam berkomunikasi dengan Pemerintah.
I4 : Kalo komunikasi dengan Pemerintah, yaitu Dinas Kelautan dan
Perikanan itu baik, tapi kalo dengan pihak Desa itu tersumbat.
Pelayanannya selalu diskriminasi. Jangankan menyampaikan aduan,
49
bertegur sapa dengan Kepala Desa saja enggan. Banyak yang mengeluh
karena aspirasinya tidak pernah ditanggapi.
Peneliti : Sanksi dari Pemerintah kepada pelanggaran dalam pengelolaan wilayah
pesisir.
I4 : Ya saya bilang tadi, adanya pembiaran oleh Pemerintah. Sampai saat ini
belum ada sanksi untuk pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir yaitu
penambangan pasir darat (Galian C). kurang adil dalam kebijakan.
50
Peneliti : Harapan untuk pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar
I4 : Harapannya, dalam pengelolaan dan pembangunan narus ada
kesinergian antara Pemerintah dan masyarakat. Adanya kepekaan
pemerintah dalam pengelolaan SDM dan SDA. Dibutuhkan pemimpin
yang dekat dengan masyarakat.
51
Peneliti : Tugas Pokok POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas).
I5 : Pokwasmas sifatnya hanya mengawasi kegiatan masyarakat yang ada
diwilayahnya, melaporkan, dan mencatat pelanggaran pengelolaan
wilayah pesisir yang terjadi di lapangan, tidak bisa memberikan tindakan
kepada pelanggar tersebut. Dan di koordinasikan tentunya dengan
pemerintah. Laporan diberikan kepada DKP dibagian pengawasan juga.
52
Peneliti : Hambatan dalam mengawasi pelanggaran pengelolaan sumberdaya
pesisir.
I5 : Kalo hambatannya karena hanya mengawasi dan melaporkan saja, jadi
hambatan atau kendalanya itu ketika laporan tidak ditanggapi oleh
Pemerintah Kabupaten.
53
Peneliti : Pengembangan dari potensi yang ada.
I6 : Hasil olahan rumput laut itu banyak bisa dibuat menjadi dodol, es
rumput laut, kerupuk, amplang, sabun, dan lain-lain. Tapi untuk sekarang
hanya bikin dodol, es rumput laut, sama es krim rumput laut. Karena
bahan bakunya mudah dan tidak perlu modal yang gede, buat
peredarannya juga mudah sih. Saya dapet ilmu nya dari pemerintah
dikasih pelatihan. Dari Dinas Kelautan dan Perikanan ada
pertemuan/sosialisasi, bimbingan teknik membuat, cara pemasaran gitu.
Biasanya sih kurang lebih dalam setahun itu tiga kali. Yang saya tau ada 4
kelompok pembudidaya rumput laut, tapi gatau masih jalan apa engga.
54
Peneliti : Wilayah pemasaran hasil olah sumberdaya pesisir.
I6 : Untuk sementara pemasaran hanya ke pasar-pasar tradisional sekitar.
Ada dari pihak pribadi orang Bogor, yang sanggup memasarkan ke
nasional. Dari pemerintah hanya ikut pameran-pameran saja. Kalo ada
yang minta baru produksi dan kirim ke Cilegon, Depok, tapi yah gitu gak
kontinyu.
55
Peneliti : Kendala dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.
I6 : Kendalanya mah modal, dan juga pemasaran belum bisa menentukan
tempat yang pas. Cuaca juga merupakan salah satu kendala.
56
Peneliti : Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah.
I6 : Bantuan dari pemerintah dalam bentuk barang, tidak ada bantuan modal. 57
Peneliti : Bentuk pengawasan dari Pemerintah.
I6 : Bentuknya ada pengawasan dan peninjauan dari Pemerintah. 58
Peneliti : Komunikasi Masyarakat dengan Pemerintah
I6 : Komunikasi dengan Pemerintah cukup baik, sudah ada bantuan
walaupun ya gini-gini aja.
59
Peneliti : Pendapat mengenai pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar.
I6 : Pengelolaan wilayah pesisirnya dibilang baik ya baik, engga ya engga.
Karena saya lihat disini tidak ada pengelolaan.
60
Peneliti : Tanggapan adanya pelanggaran dalam pengelolaan (penambangan pasir)
I6 : Ya masyarakat mah ga setuju. Ada nya penambangan pasir ini
mempengaruhi usaha saya, kalo masyarakat ga ada penghasilan usaha jadi
terhambat.
61
Peneliti : Harapan untuk pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar.
I6 : Harapannya ya subur makmur, tidak ada kendala apa-apa. 62
Peneliti : Bantuan yang diberikan Pemerintah.
I 7-1 : Bantuan dari pemerintah perahu kecil, bambu, caranya mengajukan ke
Pemerintah, tapi udah lama gak ada bantuan dari Pemerintah.
63
I 7-2 : Dulu ada dikasih bambu-bambu sama rumput laut. 64
I 7-3 : Pernah di kasih jaring doang. 65
I 7-4 : Kalo buat nelayan tangkap mah ada jaring buat alat tangkap. 66
I 7-5 : Ada bantuan bibit, tapi sekarang mah gak bisa buat tambak. Kendalanya
di air jadi sering gagal panen.
67
I 7-6 : Ya ada aja, bibitnya, pakannya. Tapi karena airnya kena pencemaran
dari limbah sungai ciujung jadinya ikan lama berkembangnya.
68
Peneliti : Kendala dalam mengelolanya.
I 7-1 : Budidaya rumput laut itu bagusnya mah 45hari, tapi yang terakhir ini
rumput laut saya pada kena limbah. Udah lapor tapi gak ada tanggapan.
69
I 7-2 : Kendalanya pada cuaca, ada faktor limbah juga sih. Jadi sangat
bergantung sama musim.
70
I 7-3 : Kendalanya cuaca, kalo kaya sekarang anginnya suka gede kan gak bisa
ke laut.
71
I 7-4 : Ya cuaca yang paling utama, dulu mah ada penambangan pasir laut juga
cukup menghambat.
72
I 7-5 : Sekarang tambak pada gagal, ya itu tadi kendalanya karena kualitas air. 73
I 7-6 :Ya tadi kendalanya mah air yah karena tercemar. Tapi gak ada tanggapan
dari Pemerintah.
74
Peneliti : Komunikasi dan Koordinasi dengan Pemerintah.
I 7-1 : Dibilang baik mah baik, engga mah engga gitu. Karena saya sudah
melaporkan rumput laut saya tercemar tapi tidak ada tanggapan. Tapi ya
saya juga pernah dikasih bantuan dulu.
75
I 7-2 : Ya cukup baik. 76
I 7-3 : Komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah cukup baik. 77
I 7-4 : Baik sih yah Alhamdulillah. 78
I 7-5 : Ya cukup baik ajalah walaupun kadang gak di tanggepin. 79
I 7-6 : Kalo menurut saya sih kurang komunikasi mah. 80
Peneliti : Milik sendiri atau orang lain.
I 7-1 : Iya punya sendiri saya mah. 81
I 7-2 : Punya sendiri ka nada di laut. 82
I 7-3 : Kalo saya sih kapalnya punya sendiri. 83
I 7-4 : Engga, saya ikut sodara aja. 84
I 7-5 : Bukan saya hanya bantu aja. 85
I 7-6 : Ya bukan punya saya, kalo ga bisa ngambil ikan dilaut, ya ngebantu-
bantu aja biar dapet duit.
86
Peneliti : Pengembangan dari potensi yang ada.
I 7-1 : Ada, dibuat jadi dodol, jeli, kerupuk. Tapi yang mengolahnya ada lagi 87
bukan nelayan.
I 7-2 : Dibuat kerupuk, dodol, jus, es krim, banyak gitu yah. 88
I 7-3 : Oh engga ada kalo ikan mah langsung dijual di pelelangan. 89
I 7-4 : Engga ada, yang ada mah di daerah Domas Pontang tuh ada dibikin
kerupuk tulang ikan, terus banyak saya mah kurang tau.
90
I 7-5 : Gak ada, jangankan untuk ngolah jadi produk yang lain. Buat
membudidayakannya aja sekarang mah susah.
91
I 7-6 : Gak ada sih yah buat itu mah, belum ada. 92
Peneliti : Target dan tempat pemasaran.
I 7-1 : Kalo disini dijual ke pengepul, nanti pengepul yang jual lagi nya. 93
I 7-2 : Dijual ke pengepul, sama ke pembudidaya rumput laut tapi kadang-
kadang doang. Kebanyakan mah yah ke pengepul dijualnya.
94
I 7-3 : Dijual di pelelangan, ada juga masyarakat luar lontar paling beberapa
orang doang, itu juga kadang-kadang.
95
I 7-4 : Semua nya dijual di pelelangan. 96
I 7-5 : Dijual di pasar-pasar tradisional aja. 97
I 7-6 : Ya cuma ke pasar-pasar deket sini aja. 98
Peneliti : Dampak dari adanya penambangan pasir.
I 7-1 : Gak masalah sih yah saya mah, gak jadi masalah. 99
I 7-2 : Ya berpengaruh juga sih kayanya mah sama kualitas air lautnya kadang
jadi keruh.
100
I 7-3 : Kalo yang penambangan pasir laut kemaren itu mah iyah cukup
mengganggu aktivitas.
101
I 7-4 : Ya dibilang mengganggu mah mengganggu gitu yah. 102
I 7-5 : Ya dampaknya mah sekarang banyak bekas-bekas penambangan pasir
darat. Itu mah sebenernya bukan tambak. Yang bener-bener tambak mah
cuma sedikit. Itu dulunya sawah, sekarang pasirnya dikerukin jadi pada
bolong-bolong gitu. Bekasnya udah aja ditinggalin, ngeruk tempat lain
lagi.
103
I 7-6 : Dampaknya bikin jalan jadi jelek dan rusak. Apalagi pas musim hujan
gini.
104
Peneliti : Masyarakat dilibatkan dalam pembuatan perencanaan pengelolaan
wilayah pesisir.
I 7-1 : Ya kalo selama ini mah sih engga ada. 105
I 7-2 : Engga yah gak ada kayanya mah, kalo saya ya ga pernah gitu lah. 106
I 7-3 : Gak ada dilibatin. 107
I 7-4 : Gak pernah yah kalo saya, gatau kalo yang lain. 108
I 7-5 : Sibuk nyari uang, jadi gatau yang kaya gitu. 109
I 7-6 : Gak tau sih gak ada, mungkin pihak Desa kali kalo itu mah. 110
Peneliti : Sanksi yang diberikan Pemerintah kepada pelanggaran pengelolaan
wilayah pesisir.
I 7-1 : Gak ada, buktinya sampe sekarang masih jalan. 111
I 7-2 : Gak ada yah itu jalan terus. 112
I 7-3 : Ya itu mah dibiarkan aja gak pernah ada penertiban. 113
I 7-4 : Gak ada sanksi apa-apa dari Pemerintah. 114
I 7-5 : Gak pernah ada sih dari Pemerintah, padahal udah dilaporkan. 115
I 7-6 : Gak ada selama ini mah. 116
Peneliti : Pendapat mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar.
I 8-1 : Sumber Daya Alam rusak ya rusak, tapi masyarakat mah nurut yang
diatas aja.
117
I 8-2 : Kalo untuk tempat wisata ini gak ada yang mengelola. Tumbuh sendiri.
Pernah ada yang mau melestarikan dari pihak pribadi orang Bogor tapi
gak jadi. Karena mau dibangun hotel segala macem langsung di demo
sama masyarakat sininya.
118
I 8-3 : Pengelolaannya kurang baik masih banyak kekurangan. Sini mah orang-
orang deket aja yang mau. Permainan gak ada, gak ada yang bisa diliat.
Gak bisa buat berenang. Tapi ya merupakan salah satu alternatif tempat
hiburan. Dulu masih bisa berenang, karena ada penambangan pasir jadi
lautnya rusak.
119
Peneliti : Pendapat mengenai adanya pelanggaran dalam pengelolaan wilayah
pesisir di daerah mereka (penambangan pasir).
I 8-1 : Ya gak setuju mah ya gak setuju, tapi apalah daya saya gak bisa apa-apa.
Keuntungannya ada dari CSR. Tapi itu juga gak membantu apa-apa.
120
I 8-2 : Sebetulnya mah gamau, tapi mau gimana lagi. Tidak merasa dirugikan
atau diuntungkan ibu mah.
121
I 8-3 : Ya sebagai warga Lontar mah gak setuju lah. 122
Peneliti : CSR yang diberikan dari pihak pengelola sumberdaya pasir
(penambangan) pasir.
I 8-1 : Kalo dari baladika ada setiap bulan dibagi, ya lupa berapanya mah
karena gak nentu ngasih uangnya. Kalo yang dari SS itu gak tau, gak
pernah ngasih, masih jalan apa engga aja gatau itu mah.
123
I 8-2 : Dikasih CSR dari Baladika berkali-kali. Ora kelingan pira. Akeh. Kalo
sinar serang Cuma sekali 150.000. kalo dari SS itu dikasih semacem
kertas gitu buat tanda dikasih kompensasi perbulannya, tapi selama ini
Cuma ngasih sekali abis itu gak lagi. Malah orang lain mah kertas nya itu
dijualin, dijual nya ke orang-orang SS juga gitu.
124
I 8-3 : CSR iyah ada, tapi ya gak seberapa, ada dari baladika sama sinar serang.
Tapi kalo sinar serang Cuma sekali doang 150.000, kalo baladika kadang
180.000 kadang gak nentu juga sesuai pendapatan merekanya.
125
Peneliti : Masyarakat dilibatkan dalam pembuatan perencanaan pengelolaan
wilayah pesisir.
I 8-1 : Gak sih, gatau saya mah. Gak terlalu mengerti. 126
I 8-2 : Gatau ibu mah ga pernah ikut kaya gitu. Jualan aja yang penting mah. 127
I 8-3 : Kurang tau juga yah, tapi kalo saya ya belum pernah ikut. 128
Peneliti : Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah.
I 8-1 : Bantuan dari Pemerintah dalam bentuk beras. Gak ada bantuan dari
pemerintah untuk pengelolaan wisata umum. Hanya masyarakat sekitar
saja yang mengelola.
129
I 8-2 : Ada beras. Tapi kalo bantuan dari pemerintah buat tempat wisata ini
mah gak ada. Ibu mah disini udah jualan selama 8 tahun. Tapi selama
jualan disini belum pernah ada bantuan.
130
I 8-3 : Bantuannya paling beras, kalo musim lagi jelek. 131
Peneliti : Sanksi yang diberikan Pemerintah kepada pelanggaran pengelolaan
wilayah pesisir (penambangan pasir)
I 8-1 : Belum ada sanksi apa-apa. Dibiarkan aja oleh Pemerintah. 132
I 8-2 : Gak pernah ada satpol PP buat nindak penambang pasir. 133
I 8-3 : Engga, gak ada sanksi apa pun kalo diliat sampai saat ini sih. Buktinya
masih berjalan terus.
134
KODING DATA
Kode
1, 20, 26, 29, 43
2
3, 21
4, 5, 6, 22, 30, 41, 42
7, 32, 49, 53, 56, 69,
70, 71, 72, 73, 74
8
9, 10, 11, 34, 35, 44,
53, 58
12,37,45,54,87,88,89,
90, 91, 92
13, 36, 49, 59, 75, 76,
77, 78, 79, 80
14, 47
15, 38, 48
16, 49, 59
17
18, 50, 111, 112, 113,
114, 115, 116, 132,
133, 134
19
23
24
25, 33
Kata Kunci
Pihak yang terkait dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir
Tujuan pengelolaan wilayah pesisir
Keterpaduan perencanaan dari berbagai sektor
Acuan dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir
Hambatan dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar
Anggaran pengelolaan wilayah pesisir
Pengawasan dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar
Pengembangan potensi wilayah pesisir
Komunikasi Pemerintah dengan masyarakat
Keterbukaan/Transparansi Pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya pesisir
di Desa Lontar
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar
Hambatan dalam melakukan komunikasi
Kepastian hukum yang berlaku
Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran dalam pengelolaan wilayah
pesisir Desa Lontar
Keterangan Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Kimpraswil
BAPPEDA Kabupaten Serang mengenai perencanaan pembangunan
Hambatan dalam pembuatan perencanaan
Keterangan Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Kimpraswil
BAPPEDA Kabupaten Serang mengenai Peranan dan wewenang BAPPEDA
Koordinasi antara dinas-dinas terkait
27, 46, 57, 63, 64, 65,
66, 67, 68, 129, 130,
131
28
31, 40,
39, 60, 117, 118, 119
51, 62
81, 82, 83, 84, 85, 86
93, 94. 95. 96. 97. 98
99, 100, 101, 102,
103, 104
105, 106, 107, 108,
109, 110, 126, 127,
128
120, 121, 122
123, 124, 125
Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah untuk pengelolaan pesisir Desa
Lontar
Koperasi yang dikelola masyarakat
Keadaan (Kesejahteraan) masyarakat Desa Lontar
Keterangan masyarakat mengenai pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar
Keterangan masyarakat mengenai harapan untuk pengelolaan wilayah pesisir
di Desa Lontar
Keterangan masyarakat mengenai kepemilikan sumberdaya pesisir yang
dikelola
Keterangan masyarakat mengenai target dan tempat pemasaran hasil
pengelolaan sumberdaya pesisir Desa Lontar
Keterangan masyarakat mengenai dampak dari adanya penambangan pasir di
pesisir Desa Lontar
Keterangan masyarakat mengenai keterlibatan dalam pembuatan perencanaan
pengelolaan wilayah pesisir.
Keterangan masyarakat mengenai adanya pelanggaran dalam pengelolaan
wilayah pesisir di daerah mereka (penambangan pasir).
Keterangan masyarakat mengenai CSR yang diberikan dari pihak pengelola
sumberdaya pasir (penambangan) pasir
Dokumentasi Lapangan
Wawancara dengan Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil
DKPESDM Kabupaten Serang
Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Pemukiman, dan Prasarana Wilayah
BAPPEDA Kabupaten Serang
Wawancara dengan Sekdes Desa Lontar
dan Masyarakat Desa Lontar
Wawancara dengan Karyawan TPI TPI (Tempat Pelelangan Ikan)
(Tempat Pelelangan Ikan) Desa Lontar Desa Lontar
Wawancara dengan Ketua KUB Bapak Yanto menunjukkan cara
mengolah
(Kelompok Usaha Bersama) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar rumput laut menjadi dodol
Hasil olahan rumput laut KUB (Kelompok Usaha Bersama) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar
(Dodol, Es krim)
Wawancara dengan Nelayan Desa Lontar Wawancara dengan Masyarakat Desa Lontar
Tempat Wisata Umum Desa Lontar
Lahan bekas galian pasir yang ditinggalkan
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
Nomor : 2 Tahun 2013
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG
NOMOR 2 TAHUN 2013
TENTANG
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SERANG TAHUN 2013-2033
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SERANG,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pemerintah Daerah
wajib menyusun Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan melibatkan masyarakat berdasarkan
norma, standar dan pedoman yang telah ditetapkan, agar perencanaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersinergi dan berkelanjutan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Kabupaten Serang Tahun 2012-2032;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
5.Undang-Undang……
- 2 -
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Banten 2010-2031 (Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor 2 Tambahan Lembaran Daerah Nomor 32);
8. Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan
Kabupaten Serang (Lembaran Daerah Kabupaten Serang Tahun 2008 Nomor 772);
9. Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 10 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Serang Tahun 2011 Nomor 812);
10. Peraturan Daerah Daerah Serang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten
Serang (Lembaran Daerah Kabupaten Serang Tahun 2011 Nomor 821);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SERANG
dan
BUPATI SERANG
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA ZONASI
WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN
SERANG TAHUN 2013-2033.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah…….
- 3 -
1. Daerah adalah Kabupaten Serang.
2. Bupati adalah Bupati Serang.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah DPRD Kabupaten Serang.
5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan antara pemerintah daerah dan DPRD.
6. Dinas adalah Dinas yang membidangi kelautan dan perikanan.
7. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan
fungsional.
8. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
9. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
10. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala daerah atau beberapa kecamatan.
11. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disingkat PKLp adalah pusat kegiatan yang untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL.
12. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.
13. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
14. Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan
struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
15. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang yang selanjutnya disingkat RZWP3K daerah adalah kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang yang menentukan arah penggunaan sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola
ruang.
16. Garis Pantai adalah batas pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi, surut tertinggi yang dihitung dengan
rata-rata.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan/atau aspek fungsional.
18. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut
yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
19.Perairan….
- 4 -
19. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi diukur
dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
20. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000
km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.
21. Pulau-pulau kecil adalah kumpulan beberapa pulau kecil yang membentuk kesatuan ekosistem dengan perairan disekitarnya.
22. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkhis memiliki hubungan
fungsional.
23. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
24. Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki
fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
25. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.
26. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui
penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
27. Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah Pesisir yang ditetapkan peruntukkannya.
28. Kawasan Konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kawasan pesisir dan pulau pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan Wilayah.
29. Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan
dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
30. Alur Laut adalah perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil secara berkelanjutan bagi berbagai sektor kegiatan.
31. Hutan adalah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya.
32. Pertanian adalah kawasan untuk kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan
baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
33. Perikanan Budidaya adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan
dan/atau membiakkan ikan dan memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.
34. Perikanan Tangkap adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
35.Pelabuhan………
- 5 -
35. Pelabuhan adalah sebuah fasilitas diujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun
penumpang kedalamnya.
36. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan,
serta kegiatan pasca tambang.
37. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai
tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya
berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.
38. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
39. Permukiman adalah suatu perumahan kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan
40. Konservasi Pesisir adalah upaya perlindungan,pelestarian dan pemanfaatan
wilayah pesisir serta ekosistimnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan sumber daya pesisisr dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keberagamannya.
41. Konservasi Maritim adalah perlindungan adat dan budaya maritim yang mempunyai nilai arkeologi historis khusus, situs sejarah kemaritiman dan
tempat ritual keagamaan atau adat dan sifatnya sejalan dengan upaya konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil.
42. Konservasi Perairan adalah perairan yang dilindungi, dikelola dengan
system zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
43. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebanya
proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 M (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
44. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
45. Instalasi Militer adalah Instalasi yang digunakan untuk kepentingan mendukung kegiatan militer, contoh : Instalasi Radar AU, depot Amunisi (Badan Pertanahan Nasional).
46. Situs Warisan Dunia adalah sebuah tempat khusus (misalnya hutan, pegunungan, danau, gurun pasir, bangunan, kompleks, atau kota) yang telah dinominasikan untuk program warisan dunia internasional.
47. Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau
buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil.
48.Sumber………
- 6 -
48. Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang selanjutnya disebut sumber daya adalah sumber daya hayati, sumber daya nonhayati sumber
daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya
nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat
instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil.
49. Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan
perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan.
50. Minabisnis adalah sebagian besar masyarakat di suatu kawasan memperoleh pendapatan dari kegiatan perikanan.
51. Plasma Nutfah adalah substansi yang merupakan sumber keturunan yang
terdapat di dalam setiap kelompok organisme (ikan) yang dimanfaatkan dan dikembangkan agar tercipta suatu jenis unggul atau kultifar.
BAB II
AZAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Azas
Pasal 2
RZWP3K daerah didasarkan atas azas :
a. keberlanjutan;
b. konsistensi;
c. keterpaduan;
d. kepastian hukum;
e. kemitraan;
f. pemerataan;
g. peran serta masyarakat;
h. keterbukaan;
i. desentralisasi;
j. akuntabilitas;
k. keadilan; dan
l. budaya.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
RZWP3K daerah bertujuan untuk :
a. melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologinya secara
berkelanjutan;
b.menciptakan………
- 7 -
b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah dan pemerintah
daerah dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta
mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan;
dan
d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran
serta masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau
kecil.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
Ruang lingkup RZWP3K daerah meliputi :
a. daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut;
b. ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan; dan
c. ke arah laut sejauh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi.
BAB III
KEDUDUKAN DAN WILAYAH RZWP3K
Bagian Kesatu Kedudukan
Pasal 5
RZWP3K daerah berkedudukan :
a. sebagai acuan dalam penyusunan RZRWP3K, RPWP3K dan RAWP3K;
b. melengkapi RTRW daerah; dan
c. instrumen kebijakan penataan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Bagian Kedua
Wilayah
Pasal 6
(1) Wilayah RZWP3K daerah mencakup ruang darat dan ruang laut menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Batas-batas wilayah RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Kota Serang;
b. sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Tangerang;
c. sebelah selatan berbatasan wilayah Kabupaten Pandeglang dan
Kabupaten Lebak; dan
d. sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan Kota Cilegon.
(3) Wilayah RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara
administrasi terdiri atas 8 (delapan ) wilayah kecamatan, meliputi :
a.Kecamatan…….
- 8 -
a. Kecamatan Cinangka;
b. Kecamatan Anyar;
c. Kecamatan Pulo Ampel;
d. Kecamatan Bojonegara;
e. Kecamatan Kramatwatu;
f. Kecamatan Pontang;
g. Kecamatan Tirtayasa; dan
h. Kecamatan Tanara.
(4) Luas Wilayah RZWP3K daerah ruang darat dan ruang laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari :
a. ruang daratan ± 458,34 km²; dan
b. ruang lautnya ± 1.113 km².
Pasal 7
(1) Wilayah RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), meliputi Pulau-pulau kecil yang terdiri dari :
a. Pulau Lima;
b. Pulau Kubur;
c. Pulau Pisang;
d. Pulau Pamujan Besar;
e. Pulau Pamujan Kecil;
f. Pulau Panjang;
g. Pulsu Semut;
h. Pulau Tarahan;
i. Pulau Kemanisan;
j. Pulau Cikantung;
k. Pulau Kalih Selatan;
l. Pulau Kalih Utara;
m. Pulau Salira;
n. Pulau Tunda;
o. Pulau Sangiang;
p. Pulau Karang Cawene; dan
q. Pulau Karang Parejakah.
BAB IV
KEBIJAKAN DAN STRATEGI RZWP3K
Bagian Kesatu
Kebijakan
Pasal 8
Kebijakan perencanaan RZWP3K daerah dikembangkan untuk mewujudkan
tujuan perencanaan RZWP3K daerah meliputi:
a.optimalisasi……..
- 9 -
a. optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. peningkatan produktivitas pertanian dan pelestarian zona pertanian sebagai
lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan; c. optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan budidaya dan pengembangan
usaha perikanan budidaya secara terpadu dan ramah lingkungan; d. optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan tangkap secara ramah
lingkungan dan berkelanjutan;
e. peningkatan pemanfaatan pelabuhan perikanan; f. pemanfaatan potensi pertambangan secara bertanggung jawab; g. pengembangan industi yang berbasis potensi di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil;
h. peningkatan fungsi dan kegiatan pariwisata pantai, pariwisata pulau,
budaya/religius/sejarah, dan minat khusus secara berkelanjutan; i. peningkatan sarana pelayanan publik dan sarana pengelolaan lingkungan
permukiman di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
j. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi ekosistem dan lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
k. peningkatan pengelolaan sempadan pantai dalam upaya pelestarian dan perlindungan pantai;
l. peningkatan mitigasi dan adaptasi terhadap ancaman bencana alam dan
perubahan iklim;
m. optimalisasi pengembangan kawasan strategis nasional selat sunda; dan n. pemantapan sistem alur laut bagi keamanan dan keselamatan pelayaran serta
sarana dan prasarana dasar laut.
Bagian Kedua
Strategi
Pasal 9
Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang perencanaan RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 disusun strategi penataan perencanaan
RZWP3K daerah. Pasal 10
Strategi optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan pesisir dan pulau-pulau kecil,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, meliputi :
a. peningkatan fungsi kawasan hutan;
b. pelaksanaan reboisasi dan peningkatan kualitas hutan; dan
c. peningkatan sarana dan prasarana pendukung pengelolaan hutan.
Pasal 11
Strategi peningkatan produktivitas pertanian dan pelestarian zona pertanian sebagai lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf b meliputi :
a. mempertahankan luasan zona pertanian;
b. peningkatan prasarana dan sarana pendukung; dan
c. peningkatan pengelolaan pertanian.
Pasal 12
Strategi optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan budidaya dan
pengembangan usaha perikanan budidaya secara terpadu dan ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c meliputi :
a.peningkatan........
- 10 -
a. peningkatan pemanfaatan lahan dan perairan umum untuk kegiatan perikanan budidaya air payau, air tawar dan air laut;
b. pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya air payau, air tawar dan air laut;
c. pengembangan teknologi pasca panen, perikanan budidaya air payau, air tawar dan air laut yang ramah lingkungan;
d. pengembangan sumber daya manusia di bidang perikanan budidaya air
payau, air tawar dan air laut; dan
e. Pengembangan kawasan minawisata dan minawana.
Pasal 13
Strategi optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan tangkap secara ramah lingkungan dan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d
meliputi : a. penataan pemanfaatan ruang bagi operasional perikanan tangkap terutama
bagi kelangsungan perikanan tangkap tradisional sesuai dengan potensi,
memperhatikan daya dukung, sistem alur laut, dan efeknya terhadap kelestarian sumberdaya dan lingkungan serta menghindari terjadinya konflik
pemanfaatan ruang; b. pengembangan usaha-usaha perikanan tangkap guna optimalisasi
pemanfaatan potensinya dengan tetap memperhatikan kelestarian
lingkungan dan daya dukung sumberdaya yang ada, mengembangkan alat, metode/cara dan praktek-praktek penangkapan ikan yang ramah lingkungan;
c. pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap, terutama kemampuan armada dan peralatan penangkapan ikan;
d. pengembangan diversifikasi alat penangkapan ikan yang ditujukan untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan
e. pengembangan sistem usaha perikanan tangkap berbasis agribisnis secara
terpadu yang ditunjang oleh sarana dan prasarana, tempat pelelangan ikan, cool chain system (CCS), depo-depo bahan bakar untuk nelayan, penanganan hasil, pemasaran hasil, pusat informasi, lembaga keuangan dan fasilitas
lainnya; dan f. pemantapan ruang pantai dan perairan di sekitarnya sebagai tempat atau
pemangkalan perahu nelayan dan aktivitas kenelayanan penunjangnya.
Pasal 14
Strategi peningkatan pemanfaatan pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf e meliputi :
a. pengembangan dan pembangunan pelabuhan perikanan;
b. pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan;
c. pengembangan fungsi pelabuhan perikanan; dan
d. pengembangan dan penyelarasan fungsi dan peran antar pelabuhan
perikanan.
Pasal 15
Strategi pemanfaatan potensi pertambangan secara bertanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f meliputi :
a. peningkatan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan dalam
pengelolaan potensi pertambangan;
b. penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam pengelolaan potensi pertambangan;
c.pengelolaan…..
- 11 -
c. pengelolaan potensi pertambangan dengan memperhatikan daya-dukung lingkungan;
d. kegiatan pasca penambangan harus menjamin keberlanjutan fungsi sumberdaya alam dan lingkungan;
e. melakukan penambangan pada zona yang telah ditetapkan dan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku; dan
f. melakukan penambangan pada zona wilayah kewenangan daerah.
Pasal 16
Strategi pengembangan industi yang berbasis potensi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g meliputi :
a. pengembangan sentra industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah;
b. pengembangan industri di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang
berbasis potensi lokal;
c. pengembangan industri kelautan dan perikanan; dan
d. pengembangan industri di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang ramah
lingkungan.
Pasal 17
Strategi peningkatan fungsi dan kegiatan pariwisata pantai, pariwisata pulau, budaya/religius/sejarah, dan minat khusus secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h meliputi :
a. peningkatan daya tarik dan promosi wisata;
b. peningkatan manajemen kepariwisataan;
c. pengembangan produk wisata yang sesuai dengan sifat dan karakteristik;
d. pengembangan destinasi pariwisata yang berbasis tata nilai budaya masyarakat, terbebas dari ekses negatif pariwisata;
e. pengembangan sarana dan prasarana kepariwisataan ; dan
f. pemantapan fungsi lindung pada kawasan konservasi yang digunakan untuk kegiatan pariwisata.
Pasal 18
Strategi peningkatan sarana pelayanan publik dan sarana pengelolaan lingkungan permukiman di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf i meliputi :
a. pengembangan penyediaan dan distibusi air bersih, listrik dan
telekomunikasi;
b. rehabilitasi lingkungan permukiman pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. peningkatan sarana dan prasarana sanitasi, persampahan dan air limbah;
d. peningkatan pengetahuan penduduk tentang permukiman yang berwawasan lingkungan; dan
e. peningkatan akses di dalam permukiman dan antar permukiman.
Pasal 19
Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi ekosistem dan
lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf j meliputi :
a.penetapan...........
- 12 -
a. penetapan sebagian kawasan pesisir dan dan pulau-pulau kecil sebagai kawasan konservasi untuk kepentingan perlindungan;
b. peningkatan peran serta semua pemangku kepentingan dalam penetapan dan dan pengelolaan zona konservasi perairan
c. pengendalian kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
d. pengembangan usaha-usaha rehabilitasi dan pemulihan ekosistem di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil;
e. penentuan bata-batas yang jelas terhadap daerah-daerah yang dapat dieksploitasi dan daerah-daerah yang perlu dilindungi, dilestarikan dan
dimanfaatkan secara berkelanjutan;
f. peningkatan upaya yang mendorong pemanfaatan sumberdaya hayati dan
ekosistemnya yang bersifat non-ekstraktif yang bermuatan konservasi dalam penggunaannya; dan
g. peningkatan implementasi kearifan lokal dalam kegiatan perlindungan dan pelestarian ekosistem dan lingkungan.
Pasal 20
Strategi peningkatan pengelolaan sempadan pantai dalam upaya pelestarian dan perlindungan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf k meliputi :
a. pengendalian kegiatan-kegiatan di dalam zona sempadan pantai sehingga tidak mengganggu fungsi pantai ;
b. pengembalian fungsi sempadan pantai sesuai peruntukannya ;dan
c. peningkatan peran serta masyarakat dalam penetapan dan pelestarian zona
sempadan pantai.
Pasal 21
Strategi peningkatan mitigasi dan adaptasi terhadap ancaman bencana alam dan
perubahan iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf l meliputi :
a. pengendalian kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan risiko
bencana;
b. pengendalian pendirian bangunan permanen dan semi permanen di zona
rawan bencana;
c. peningkatan sarana dan prasarana berkaitan dengan mitigasi bencana; dan
d. peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya mitigasi bencana.
e. peningkatan ketahanan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
f. pengembangan alternatif pemanfaatan sumberdaya yang adaptif terhadap dampak perubahan iklim.
Pasal 22
Strategi optimalisasi pengembangan kawasan strategis nasional selat sunda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf m meliputi :
a. penegakkan peraturan tata ruang kawasan;
b. pengembangan kegiatan sesuai dengan potensi dan daya dukung lingkungan
Pasal 23……
- 13 -
Pasal 23
Strategi pemantapan sistem alur laut bagi keamanan dan keselamatan pelayaran
serta sarana dan prasarana dasar laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf n meliputi :
a. menata sistem alur pelayaran;
b. pemasangan dan pemanfaatan pipa/kabel bawah laut; dan
c. inventarisasi dan pemanfaatan migrasi biota laut.
BAB V
RENCANA STRUKTUR RUANG
WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 24
(1) Rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah
meliputi :
a. pusat-pusat kegiatan;
b. pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. sistem jaringan prasarana utama; dan
d. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan
Pasal 25
(1) Pusat-pusat kegiatan yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, terdiri atas :
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
b. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp);
c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
d. Pusat Pelayanan Lokal (PPL).
(2) Rencana pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur
dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang.
Bagian Ketiga
Pengembangan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Paragraf 1
Pengembangan Wilayah Pesisir
Pasal 26
(1) Pengembangan wilayah pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf
b, meliputi :
a.perikanan………..
- 14 -
a. perikanan budidaya;
b. perikanan tangkap;
c. industri perikanan dan kelautan; dan
d. pariwisata.
(2) Pengembangan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. budidaya laut, diarahkan pengembangannya di wilayah pesisir
Kecamatan Tirtayasa;
b. budidaya payau, diarahkan di wilayah pesisir Kecamatan Tanara, Pontang dan Kecamatan Tirtayasa; dan
c. budidaya air tawar, diarahkan pengembangannya di Kecamatan Cinangka dan Kecamatan Kramatwatu.
(3) Pengembangan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa perikanan tangkap tradisional dan modern dengan ditunjang oleh pengembangan pangkalan pendaratan ikan di seluruh
wilayah pesisir Daerah .
(4) Pengembangan industri perikanan dan kelautan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, berupa pengolahan hasil perikanan.
(5) Pengembangan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa wisata bahari dan wisata sejarah.
Pasal 27
(1) Untuk mendukung pengembangan wilayah pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diarahkan melalui pengembangan kawasan minapolitan
berbasis perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
(2) Pengembangan kawasan minapolitan berbasis perikanan budidaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diarahkan kepada :
a. Desa Domas Kecamatan Pontang sebagai pusat pengembangan minapolitan; dan
b. Kecamatan Tanara dan Kecamatan Tirtayasa sebagai wilayah penyangga (hinterland) kawasan minapolitan.
(3) Pengembangan kawasan minapolitan berbasis budidaya dan perikanan
tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di Kecamatan Pulo Ampel.
Paragraf 2
Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil
Pasal 28
(1) Pengembangan wilayah pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b, meliputi:
a. perikanan budidaya; dan
b. pariwisata bahari.
(2) Pengembangan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, yaitu budidaya laut yang terdiri dari budidaya rumput laut dan keramba jaring apung, diarahkan pada Pulau Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan Besar, Pulau Kalih Utara dan Kalih Selatan, Pulau
Tarahan, Pulau Sangiang dan Pulau Tunda.
(3)Pengembangan .......
- 15 -
(3) Pengembangan pariwisata bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diarahkan pada Pantai Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan
Besar, Pulau Pisang, dan Pulau Lima, Pantai Pulau Kalih Selatan, Pulau Kalih Utara, Pantai Pulau Sangiang, Pulau Panjang, dan Pulau Tunda yang
kegiatannya meliputi:
a. mina wisata;
b. penyelaman (snorkeling, dan scuba diving);
c. wisata pancing;
d. reef watch;
e. olahraga air;
f. rekreasi pantai; dan
g. pengembangan wisata lainnya sesuai dengan potensi pulau.
(4) Untuk menunjang pengembangan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wisata bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di wilayah
pengembangan pulau-pulau kecil dapat dikembangkan sebagai Kawasan Konservasi.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 29
(1) Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, meliputi :
a. transportasi darat;
b. perkeretaapian; dan
c. transportasi laut.
(2) Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun.
Pasal 30
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. tatanan kepelabuhanan; dan
b. alur pelayaran.
(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :
a. pelabuhan laut umum;
b. pelabuhan laut khusus; dan
c. pelabuhan laut tradisional.
(3) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari :
a. pelayaran nasional dan internasional di Kecamatan Bojonegara dan Kecamatan Anyer;
b.pelayaran……
- 16 -
b. pelayaran khusus industri/tambang di Perairan Kecamatan Bojonegara, dan Puloampel.
c. pelayaran wisata di Kecamatan Anyer, Bojonegara, Tirtayasa, Cinangka dan Kecamatan Puloampel ke pulau-pulau lokasi wisata;
d. pelayaran lokal di alur pelayaran keluar/masuk Tempat Pelelangan Ikan Pulau Panjang, Kepuh, Wadas, Terate, Domas, Lontar, Tengkurak, Tenjoayu, Pasauran, Paku, Puloampel dan Tempat Pelelangan Ikan
Tanara menuju daerah penangkapan ikan dan sebaliknya.
Pasal 31
Pelabuhan laut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a, terdiri dari :
a. pelabuhan utama internasional berupa pengembangan pelabuhan Bojonegara sebagai satu kesatuan sistem dengan pelabuhan Tanjung Priok DKI Jakarta di Kecamatan Bojonegara; dan
b. pelabuhan pengumpan berupa pengembangan dan pengelolaan pelabuhan Paku di Kecamatan Anyar
Pasal 32
Pelabuhan laut khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf b terdiri dari :
a. pelabuhan batubara/PLTU di Kecamatan Bojonegara dan Kecamatan Puloampel; dan
b. dermaga pelayanan pulau dan pariwisata meliputi:
1. dermaga Grenyang di Kecamatan Bojonegara-dermaga Pulau Panjang di Kecamatan Pulo Ampel;
2. dermaga Grenyang di Kecamatan Bojonegara-dermaga Pulau Tunda di Kecamatan Tirtayasa;
3. dermaga Lontar di Kecamatan Tirtayasa-dermaga Pulau Tunda di
Kecamatan Tirtayasa; 4. dermaga Teneng di Kecamatan Cinangka; dan 5. pengembangan dermaga wisata di Kecamatan Anyer melayani wisatawan
menuju Pulau Sangiang. Pasal 33
Pelabuhan laut tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf c yaitu pengembangan tempat pelelangan Ikan menjadi pelabuhan pendaratan Ikan terdiri dari :
a. pelabuhan pendaratan Ikan Pulau Panjang, Kecamatan Pulo Ampel;
b. pelabuhan pendaratan Ikan Kepuh, Kecamatan Bojonegara;
c. pelabuhan pendaratan Ikan Wadas Kecamatan Bojonegara;
d. pelabuhan pendaratan Ikan Terate, Kecamatan Kramatwatu;
e. pelabuhan pendaratan Ikan Domas, Kecamatan Pontang;
f. pelabuhan pendaratan Ikan Lontar, Kecamatan Tirtayasa;
g. pelabuhan pendaratan Ikan Tengkurak, Kecamatan Tirtayasa;
h. pelabuhan pendaratan Ikan Tenjoayu, Kecamatan Tanara;
i. pelabuhan pendaratan Ikan Pasauran, Kecamatan Cinangka;
j. pelabuhan pendaratan Ikan Paku, Kecamatan Anyar;
k. pelabuhan pendaratan Ikan Pulo Ampel, Kecamatan Pulo Ampel; dan
l. pelabuhan pendaratan Ikan Tanara, Kecamatan Tanara.
Bagian…………
- 17 -
Bagian Kelima
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 34
(1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf d, meliputi :
a. rencana pengembangan sistem jaringan energi;
b. rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi;
c. rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air; dan
d. rencana pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah lainnya.
(2) Rencana sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang.
BAB VI
RENCANA POLA RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 35
(1) Rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui penetapan:
a. kawasan pemanfaatan umum;
b. kawasan konservasi;
c. kawasan strategis; dan/atau
d. kawasan alur laut.
(2) Rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Pemanfaatan Umum
Pasal 36
Kawasan pemanfaatan umum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri atas :
a. zona hutan;
b. zona pertanian;
c. zona perikanan budidaya;
d. zona perikanan tangkap;
e. zona pertambangan;
f. zona industri;
g. zona pariwisata; dan
h. zona permukiman.
Paragraf 1……….
- 18 -
Paragraf 1
Zona Hutan
Pasal 37
Zona hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a seluas ± 4.569,7 ha
(kurang lebih empat ribu lima ratus enam puluh sembilan koma tujuh hektar) terdiri atas : a. hutan produksi seluas ± 2.138,0 ha (kurang lebih dua ribu seratus tiga
puluh delapan koma nol hektar) meliputi :
1. Kecamatan Kramatwatu;
2. Kecamatan Bojonegara;
3. Kecamatan Pulo Ampel;
4. Kecamatan Anyar; dan
5. Kecamatan Cinangka.
b. hutan rakyat seluas ± 2.431.7 ha (kurang lebih dua ribu empat ratus tiga
puluh satu koma tujuh hektar) meliputi :
1. Kecamatan Bojonegara;
2. Kecamatan Pulo Ampel; dan
3. Kecamatan Cinangka.
Paragraf 2
Zona Pertanian
Pasal 38
Zona pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b seluas ±
21.467,5 ha (kurang lebih dua puluh satu ribu empat ratus enam puluh tujuh koma lima hektar), terdiri atas : a. pertanian lahan basah seluas ± 10.347,2 ha (kurang lebih sepuluh ribu tiga
ratus empat puluh tujuh koma dua hektar) meliputi :
1. Kecamatan Pontang;
2. Kecamatan Tanara;
3. Kecamatan Tirtayasa;
4. Kecamatan Kramatwatu; dan
5. Kecamatan Cinangka.
b. Pertanian non sawah terdiri dari perkebunan seluas ± 11.120,3 ha (kurang
lebih sebelas ribu seratus dua puluh koma tiga hektar) meliputi :
1. Kecamatan Pontang;
2. Kecamatan Tanara;
3. Kecamatan Kramatwatu;
4. Kecamatan Pulo Ampel;
5. Kecamatan Anyar; dan
6. Kecamatan Cinangka.
Paragraf 3………
- 19 -
Paragraf 3
Zona Perikanan Budidaya
Pasal 39
(1) Zona perikanan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c
meliputi:
a. budidaya air payau
b. budidaya air tawar
c. budidaya laut
d. pembenihan
(2) Budidaya air payau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, seluas
kurang lebih ± 21.951,5 ha (kurang lebih dua puluh satu ribu sembilan ratus lima puluh satu koma lima hektar) meliputi
a. Kecamatan Pontang;
b. Kecamatan Tanara;
c. Kecamatan Tirtayasa; dan
d. Kecamatan Kramatwatu.
(3) Budidaya air tawar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Kecamatan Pontang;
b. Kecamatan Tirtayasa;
c. Kecamatan Kramatwatu;
d. Kecamatan Anyar; dan
e. Kecamatan Cinangka.
(4) Budidaya laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri dari
pengembangan budidaya rumput laut seluas ± 6241.2 ha (kurang lebih enam
ribu dua ratus empat puluh satu koma dua hektar) dan karamba jaring
apung seluas 9.0 (sembilan) Hektar meliputi :
a. pesisir Kecamatan Pontang ;
b. pesisir Kecamatan Tirtayasa ;
c. pulau Pamujan Kecamatan Pontang ;
d. perairan Pulau Tunda Kecamatan Tirtayasa ;
e. perairan Pulau Tarahan Kecamatan Bojonegara ;
f. perairan Pulau Panjang Kecamatan Pulo Ampel ; dan
g. perairan Pulau Sangiang Kecamatan Anyar.
(5) Pembenihan ikan dan udang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
meliputi:
a. Kecamatan Anyar; dan
b. Kecamatan Cinangka
Paragraf 4........
- 20 -
Paragraf 4
Zona Perikanan Tangkap
Pasal 40
(1) Zona perikanan tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf d
dengan luas kurang lebih ± 950.315 ha (kurang lebih sembilan ratus lima puluh ribu tiga ratus lima belas hektar) meliputi :
a. sub zona perikanan tangkap 1.a; dan
b. sub zona perikanan tangkap 1.b.
(2) Sub zona perikanan tangkap 1.a sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan wilayah penangkapan ikan antara 0-2 mil di perairan daerah
seluas kurang lebih 536,479 ha (lima ratus tiga puluh enam ribu empat ratus tujuh puluh sembilan hektar) meliputi wilayah perairan :
a. Kecamatan Cinangka;
b. Kecamatan Anyar;
c. Kecamatan Pontang;
d. Kecamatan Tanara;
e. Kecamatan Tirtayasa
f. Kecamatan Bojonegara;
g. Kecamatan Pulo Ampel; dan
h. Kecamatan Kramatwatu.
(3) Sub zona perikanan tangkap 1.b sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan wilayah penangkapan ikan antara 2-4 mil di perairan daerah
seluas kurang lebih ± 413.836 ha (kurang lebih empat ratus tiga belas ribu delapan ratus tiga puluh enam hektar) meliputi wilayah perairan:
a. Kecamatan Cinangka;
b. Kecamatan Anyar;
c. Kecamatan Pontang;
d. Kecamatan Tanara;
e. Kecamatan Tirtayasa;
f. Kecamatan Bojonegara;
g. Kecamatan Pulo Ampel; dan
h. Kecamatan Kramatwatu.
Paragraf 5
Zona Pertambangan
Pasal 41
(1) Zona pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf d
meliputi:
a. pertambangan batuan;
b. pertambangan panas bumi;
c. pertambangan minyak dan gas bumi; dan
d. pertambangan mineral logam.
(2) Pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a di wilayah pesisir dengan luas ± 832 ha (kurang lebih delapan ratus tiga puluh dua hektar) meliputi :
a.Kecamatan..........
- 21 -
a. Kecamatan Bojonegara;
b. Kecamatan Cinangka;
c. Kecamatan Pulo Ampel;
d. Kecamatan Kramatwatu; dan
e. Kecamatan Anyar.
(3) Pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a di wilayah perairan dengan luas kurang lebih ± 31.508,7 ha (tiga puluh satu ribu lima ratus delapan koma tujuh hektar) meliputi perairan Laut Jawa di
wilayah utara Pulau Jawa.
(4) Pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di kawasan Kaldera Danau
Banten, meliputi sebagian kecamatan pesisir :
a. Kecamatan Cinangka; dan
b. Kecamatan Anyar.
(5) Sub zona pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas ± 3.999 Km² (kurang lebih tiga ribu sembilan
ratus sembilan puluh sembilan kilometer persegi), meliputi:
a. perairan Laut Jawa di wilayah utara; dan
b. perairan Selat Sunda di wilayah barat.
(6) Zona pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. Kecamatan Cinangka;
b. Kecamatan Anyar.
Paragraf 6
Zona Industri
Pasal 42
(1) Zona industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf e meliputi :
a. industri besar dan menengah; dan
b. industri pengolahan hasil perikanan dan kelautan.
(2) Sub zona industri besar dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dengan jenis kegiatan berupa Industri Logam Dasar/Hulu, Kimia Dasar, dan Industri Maritim non kelautan dengan luas kurang lebih
4.639.7 (Empat ribu enam ratus tiga puluh sembilan koma tujuh) Hektar meliputi :
a. Kecamatan Bojonegara;
b. Kecamatan Pulo Ampel;
c. Kecamatan Kramatwatu; dan
d. Kecamatan Anyar;
(3) Sub zona industri besar dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dengan jenis kegiatan berupa Aneka Industri dengan luas kurang lebih 2.564,9 (dua ribu lima ratus enam puluh empat koma
sembilan) Hektar meliputi :
a. Kecamatan Tanara; dan
b. Kecamatan Tirtayasa.
(4)Sub……..
- 22 -
(4) Sub zona industri pengolahan hasil perikanan dan kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikembangkan dengan basis potensi lokal
meliputi :
a. Kecamatan Bojonegara;
b. Kecamatan Pulo Ampel;
c. Kecamatan Anyar;
d. Kecamatan Pontang;
e. Kecamatan Tirtayasa; dan
f. Kecamatan Tanara.
Paragraf 7
Zona Pariwisata
Pasal 43
(1) Zona pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf f meliputi
a. pariwisata pantai;
b. pariwisata pulau; dan
c. pariwisata religius, sejarah dan budaya.
(2) Pariwisata pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a dengan
wilayah ± 2375.6 ha (kurang lebih dua ribu tiga ratus tujuh puluh lima
koma enam hektar) meliputi :
a. hotel/resort/penginapan di Kecamatan Anyar dan Kecamatan Cinangka;
b. wisata umum pantai Lontar di Kecamatan Tirtayasa;
c. wisata umum di Kecamatan Cinangka : Pantai Karang Suraga, Pantai
Karang Bolong, Pantai Florida, Pantai Tawing, Pantai Cibeureum I dan II, Pantai Palem Cibeureum, Pantai Saung Cibeureum, Pantai Pasir Putih
I, II dan III, Pantai Anyer II, Pantai Batu Hideng, Pantai Muara Cipacung, Pantai Baraya, Pantai Bulakan, Pantai Canda Ria, Pantai Karang Jago,
Pantai Nelayan,Pantai Kelapa Gading, Pantai Karang Kitri, Curug Lawang Desa Cikolelet, Curug Goong, Curug Cihujan;
d. wisata umum di Kecamatan Anyar : Pantai Lestari, Pantai Patra
Sambodo, Pantai Bandulu, Pantai Legan Prima, Pantai Pal Anyer I Pantai Muara Asri, dan Kawah Naga;
e. tempat pemancingan di Desa Domas Kecamatan Pontang;
f. agrowisata dan lembah hijau di Kecamatan Cinangka dan Desa Bandulu Kecamatan Anyer;
g. fishing sport perairan sekitar Pulau Sangiang dan Pulau Tunda;
h. wisata renang perairan pantai Kecamatan Cinangka dan Kecamatan Anyar;
i. olahraga air di perairan pantai Kecamatan Cinangka dan Kecamatan Anyar; dan
j. volly pantai pantai Kecamatan Cinangka dan Kecamatan Anyar.
(3) Pariwisata pulau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan wilayah ± 790,1 ha (kurang lebih tujuh ratus sembilan puluh koma satu
hektar) ditujukan untuk pariwisata bahari meliputi :
a.Pulau...........
- 23 -
a. Pulau Pamujan Kecil;
b. Pulau Pamujan Besar;
c. Pulau Pisang;
d. Pulau Lima;
e. Pulau kalih Selatan;
f. Pulau Kalih Utara;
g. Taman Wisata Alam Pulau Sangiang;
h. Pulau Panjang; dan
i. Pulau Tunda.
(4) Pariwisata religius, sejarah dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)huruf c meliputi :
a. kawasan wisata Situ Tasik Ardi dan Wulandira di Desa Pejaten, kawasan
wisata Situs Pangindelan Abang di Desa Margasana, serta kawasan wisata Ziarah Sumur Tujuhbelas di Desa Lebakwana, Kecamatan Kramatwatu;
b. kawasan wisata Ziarah Sultan Ageng Tirtayasa di Desa Tirtayasa,
Kecamatan Tirtayasa;
c. kawasan wisata Ziarah Syekh Nawawi, Ziarah Nyi Laras, dan Mesjid
Kuna/Petilasan Syekh Nawawi di Desa Tanara, Kecamatan Tanara;
d. kawasan wisata Ziarah Gunung Santri di Desa Bojonegara, Kecamatan Bojonegara.
Paragraf 8
Zona Permukiman
Pasal 44
(1) Zona permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf g meliputi :
a. permukiman perkotaan;
b. permukiman pedesaan nelayan; dan
c. permukiman pedesaan non nelayan.
(2) Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dengan luas ± 7.142.9 ha (kurang lebih tujuh ribu seratus empat puluh dua koma sembilan hektar) meliputi :
a. Desa Rancasanggal dan Kubangbaros di Kecamatan Cinangka;
b. Desa Kosambironyok, Bunihara dan Tanjungmanis di Kecamatan Anyar;
c. Desa Sumuranja, Salira, Kedungsoka, Mangunreja, Argawana,
Banyuwangi, dan Margasari di Kecamatan Pulo Ampel;
d. Desa Margagiri, Lambangsari, Wanakarta, Karangkepuh, dan Kertasana di
Kecamatan Bojonegara;
e. Desa Serdang, Toyomerto, Pamengkang, Harjatani, Margatani,
Wanayasa,Pegadingan, Margasana, Lebakwana, Pelamunan; dan Singarajan di Kecamatan Kramatwatu;
f. Desa Pontang, Singarajan, Pontang, Keserangan, Pegandikan, dan Kelapian di Kecamatan Pontang
g. Desa Pontang Legon, Kebuyutan, Kemanisan, Puser, dan Samparwadi di Kecamatan Tirtayasa; dan
h. Desa Cerukcuk, Lempuyang dan Sukamanah di Kecamatan Tanara
(3)Pemukiman…….
- 24 -
(3) Permukiman pedesaan nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas ± 72,7 ha (kurang lebih tujuh puluh dua koma tujuh hektar)
meliputi :
a. Desa Umbul Tanjung, Pasauran, Bulakan, Karang Suraga, Kamasan di
Kecamatan Cinangka;
b. Desa Bandulu, Cikoneng, Anyar, dan Desa Tambang Ayam di Kecamatan
Anyar;
c. Desa Argawana, Pulo Ampel Salira, Pulau Panjang di Kecamatan Pulo
Ampel;
d. Desa Mangkunegara, Karangkepuh, Bojonegara, Margagiri di Kecamatan
Bojonegara;
e. Desa Kramatwatu, dan Terate di Kecamatan Kramatwatu;
f. Desa Kubang Puji, Pontang dan Domas di Kecamatan Pontang;
g. Desa Tengkurak, Tirtayasa, Sujung, Lontar, Wargasara di Kecamatan
Tirtayasa; dan
h. Desa Tanara, Pedaleman dan Tenjoayu di Kecamatan Tanara.
(4) permukiman pedesaan non nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas ± 65,8 ha (kurang lebih enam puluh lima koma delapan
hektar) meliputi :
a. Desa Sindanglaya di Kecamatan Cinangka;
b. Desa Sumuranja, Mangunreja, Banyuwangi,dan Margasari di Kecamatan
Pulo Ampel;
c. Desa Tonjong, Teluk Terate, Kramatwatu, dan Pamengkang di Kecamatan Kramatwatu;
d. Desa Sukajaya, Linduk, dan Wanayasa di Kecamatan Pontang;
e. Desa Susukan dan Tirtayasa di Kecamatan Tirtayasa; dan
f. Desa Tanara di Kecamatan Tanara.
Bagian Ketiga
Kawasan Konservasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 45
(1) Kawasan konservasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, untuk kepentingan perlindungan terdiri atas :
a. zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. zona konservasi perairan;
c. zona sempadan; dan
d. zona bencana alam. Paragraf 2
Zona Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Pasal 46
(1) Zona Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a meliputi :
a. ekosistem pesisir;
b. pulau-pulau kecil;
c.cagar ………..
- 25 -
c. cagar budaya;
d. hutan lindung;
e. cagar alam;
f. taman wisata alam; dan
g. ruang terbuka hijau.
(2) Zona Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan satu kesatuan ekosistem yang
diselenggarakan untuk melindungi :
a. kelestarian plasma nutfah perairan beserta ekosistemnya; dan
b. kelestarian ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang unik
dan/atau rentan terhadap perubahan.
(3) Ekosistem Pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. ekosistem mangrove seluas ± 421,6 ha (kurang lebih empat ratus dua puluh satu koma enam hektar) di pulau-pulau kecil dan pesisir Kecamatan Tanara, Tirtayasa, Pontang, Kramatwatu, Bojonegara, dan
Kecamatan Pulo Ampel;
b. terumbu karang seluas ± 2.164,5 ha (kurang lebih dua ribu seratus enam
puluh empat koma lima hektar) di perairan Pulau Sangiang, Pulau Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan Besar, Pulau Lima, Pulau Kubur, Pulau Tunda, Pulau Pisang; dan
c. ekosistem padang lamun seluas ± 111.2 ha (kurang lebih Seratus sebelas hektar) di perairan sekitar Grenyang sampai Bojonegara, Kepuh, Sekantung, Kuala pasar, Pulau Tunda, Pulau Pamujan, Pulau Kubur,
Pulau Panjang, Pulau Semut dan Tarahan.
(4) Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b meliputi:
Pulau Karang Cawene, Pulau Karang Parejakah, Pulau Sangiang, Pulau Salira, Pulau Kalih Utara, Pulau Kalih Selatan, Pulau Panjang, Pulau Semut, Pulau Cikantung, Pulau Kemanisan, Pulau Tarahan, Pulau Lima, Pulau
Pisang, Pulau Kubur, Pulau Pamujan Besar, Pulau Pamujan Kecil dan Pulau Tunda.
(5) Cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. petilasan Syekh Nawawi Kecamatan Tanara;
b. makam Sultan Ageng Tirtayasa di Kecamatan Tirtayasa;
c. situs pengindelan abang di Desa Lebakwana, Kecamatan Kramatwatu;
d. kawasan sumur tujuh belas; dan
e. gunung santri di Kecamatan Bojonegara.
(6) Hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu hutan lindung Gunung Gede di Kecamatan Bojonegara.
(7) Cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e yaitu Gunung Tukung Gede di Kecamatan Anyar dan Kecamatan Cinangka.
(8) Taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f yaitu
taman wisata alam Pulau Sangiang di Kecamatan Anyar.
(9) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi :
a. Kecamatan Anyar;
b. Kecamatan Cinangka;
c. Kecamatan, Pontang;
d. Kecamatan Tanara;
e. Kecamatan Tirtayasa;
f.Kecamatan……….
- 26 -
f. Kecamatan Kramatwatu
g. Kecamatan Bojonegara; dan
h. Kecamatan Pulo Ampel. Paragraf 3
Zona Konservasi Perairan
Pasal 47
Zona Konservasi Perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf
b terdiri dari Situ, Waduk dan Imbuhan air yang meliputi :
a. Tasik Ardi di Kecamatan Kramatwatu;
b. Waduk Cipaseng di Kecamatan Anyar; Waduk Citawing di Kecamatan
Cinangka; Waduk Ciujung di Kecamatan Pontang; Waduk Lontar di Kecamatan Tirtayasa; dan
c. Imbuhan air di Kecamatan Bojonegara, Anyar, dan Kecamatan Cinangka
Paragraf 4
Zona Sempadan
Pasal 48
Zona sempadan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf c terdiri
dari :
a. sempadan alur laut, yang meliputi :
1. alur pelayaran, berupa kawasan dengan luas ± 14.085,7 ha (kurang lebih empat belas ribu delapan puluh lima koma delapan hektar) di perairan
Selat Sunda dan Laut Jawa;
2. alur kabel laut, berupa kawasan dengan luas kurang lebih ± 39.705,8 ha
(Tiga puluh Sembilan ribu tujuh ratus lima koma delapan hektar) di perairan Selat Sunda dan Laut Jawa;
3. alur pipa laut, berupa kawasan dengan luas ± 5.088,0 ha (kurang lebih lima ribu delapan puluh delapan koma nol hektar) di perairan Teluk
Banten dan Laut Jawa; dan
4. alur Jembatasn Selat Sunda (JSS), berupa kawasan dengan luas ± 3.536,1
ha (kurang lebih tiga ribu lima ratus tiga puluh enam koma satu hektar) di perairan Selat Sunda.
b. sempadan pantai berupa kawasan dengan luas ± 2904.2 ha (kurang lebih dua ribu Sembilan ratus empat koma dua hektar) terbentang di sepanjang pantai daerah dan pulau-pulau kecil yang meliputi:
1. Kecamatan Tanara;
2. Kecamatan Tirtayasa;
3. Kecamatan Pontang;
4. Kecamatan Kramatwatu;
5. Kecamatan Bojonegara;
6. Kecamatan Pulo Ampel;
7. Kecamatan Anyar; dan
8. Kecamatan Cinangka.
c.sempadan…..
- 27 -
c. sempadan sungai meliputi :
1. Sungai Ciujung di Kecamatan Pontang dan Tirtayasa;
2. Sungai Cidurian di Kecamatan Tanara; dan
3. Sungai Cidanau di Kecamatan Anyar.
d. sempadan jaringan meliputi :
1. jaringan listrik meliputi SUTET (500 kV/(15 m) dan SUTT(150 kV/(15m) di
Kecamatan Pulo Ampel, Bojonegara, Kramatwatu, Anyar dan Cinangka
2. jaringan rel kereta api meliputi sepanjang jalur kereta api kecamatan
Kramatwatu. Paragraf 5
Zona Rawan Bencana
Pasal 49
Zona rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf c
meliputi:
a. banjir di Kecamatan Pontang, Tirtayasa, dan Kecamatan Tanara;
b. tanah longsor di Kecamatan Anyar dan Kecamatan Cinangka;
c. gunung berapi di Kecamatan Padarincang dan Kecamatan Ciomas;
d. gempa bumi dan tsunami di seluruh kecamatan pesisir; dan
e. abrasi pantai di Kecamatan Anyar, Cinangka, Pontang, Tirtayasa dan Kecamatan Tanara.
Bagian Keempat
Kawasan Strategis
Pasal 50
(1) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud 35 ayat (1) huruf c meliputi:
a. Kawasan Strategis Nasional;
b. Kawasan Strategis Provinsi; dan
c. Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
yaitu kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, meliputi kawasan strategis Nasional Selat Sunda.
(3) Kawasan strategis provinsi dan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan huruf c diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
Bagian Kelima
Kawasan Alur Laut
Pasal 51
(1) Kawasan alur laut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf d terdiri atas :
a. alur pipa dan kabel bawah laut;
b. migrasi biota laut; dan
c. alur pelayaran.
(2)Alur…….
- 28 -
(2) Alur pipa dan kabel bawah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. kabel bawah laut yang melintas di perairan Selat Sunda dan Laut Jawa; dan
b. pipa gas yang melintasi perairan Kecamatan Kramatwatu dan Kecamatan Bojonegara kearah laut Jawa.
(3) Alur migrasi biota laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
merupakan alur migrasi lumba-lumba di sekitar perairan Pulau Sangiang dan perairan Kecamatan Pulo Ampel.
(4) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. alur pelayaran internasional dan nasional di perairan Kecamatan Bojonegara dan perairan Kecamatan Anyer;
b. alur pelayaran industri tambang melalui perairan Kecamatan Bojonegara dan Kecamatan Puloampel;
c. alur pelayaran ke pulau-pulau dan lokasi wisata Kecamatan Anyer, Bojonegara, Tirtayasa, Cinangka dan Kecamatan Puloampel;
d. alur pelayaran keluar/masuk TPI Pulau Kalih dan TPI pulau panjang Kecamatan Pulo Ampel, TPI Lontar Kecamatan Tirtayasa, TPI Wadas
Kecamatan Bojonegara, TPI Anyar Kecamatan Anyar, TPI Pasauran Di Kecamatan Cinangka, dari/dan menuju daerah penangkapan ikan dan sebaliknya.
BAB V
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 52
(1) Arahan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah
merupakan indikasi program utama penataan ruang wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil dalam rangka :
a. perwujudan rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah;
b. perwujudan rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
daerah; dan
c. indikasi program utama memuat uraian tentang program, kegiatan,
sumber pendanaan, instansi pelaksana, serta waktu dalam tahapan pelaksanaan RZWP3K daerah.
(2) Tahapan pelaksanaan RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terbagi dalam 4 (empat) tahapan, terdiri dari :
a. Tahap I (Tahun 2013 - 2018);
b. Tahap II (Tahun 2018 - 2023);
c. Tahap III (Tahun 2023 - 2028); dan
d. Tahap IV (Tahun 2028 - 2033). (3)Dalam…..
- 29 -
(3) Dalam setiap tahapan pelaksanaan pemanfaatan RZWP3K daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan penyelenggaraan
penataan secara berkesinambungan yang meliputi:
a. aspek sosialisasi RZWP3K;
b. aspek zonasi rinci;
c. aspek pemanfaatan ruang;
d. aspek pengawasan dan pengendalian; dan
e. aspek evaluasi dan peninjauan kembali.
Bagian Kedua
Perwujudan Rencana Struktur Ruang Wilayah
Pasal 53
Perwujudan rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. perwujudan pusat kegiatan;
b. perwujudan pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
c. perwujudan sistem jaringan prasarana utama; dan
d. perwujudan sistem jaringan prasarana lainnya.
Bagian Ketiga
Perwujudan Rencana Pola Ruang Wilayah
Pasal 54
Perwujudan rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. perwujudan kawasan konservasi;
b. perwujudan kawasan pemanfaatan umum;
c. perwujudan kawasan alur; dan
d. perwujudan kawasan strategis nasional.
Pasal 55
Perwujudan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a, terdiri atas :
a. pengelolaan zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan setelah melalui pengkajian secara akademi tentang penetapan kawasan konservasi
pada :
1. konservasi ekosistem mangrove di Kecamatan Tanara, Tirtayasa, Pontang,
Kramatwatu, Bojonegara, dan Kecamatan Pulo Ampel;
2. terumbu karang di Pulau Sangiang, Pulau Panjang, Pulau Pamuja Kecil, Pulau Pamuja Besar, Pulau Lima, Pulau Kubur, Pulau Tunda, Pulau
Pisang;
3. padang lamun di Grenyang sampai Bojonegara, Kepuh, Sekantung, Kuala Pasar, Pulau Panjang, Pulau Semut dan Pulau Tarahan.
4.pulau………
- 30 -
4. pulau-pulau kecil di Daerah antara lain Pulau Karang Cawene, Pulau Karang Parejakah, Pulau Sangiang, Pulau Salira, Pulau Kalih Utara, Pulau
Kalih Selatan, Pulau Panjang, Pulau Semut, Pulau Cikantung, Pulau Kemanisan, Pulau Tarahan, Pulau Kubur, Pulau Lima, Pulau Gedang,
Pulau Pamujan Besar, Pulau Pamujan Kecil, dan Pulau Tunda.
5. cagar budaya untuk Petilasan Syekh Nawawi; Situs Pengindelan Abang; Kawasan Sumur Tujuh Belas; Gunung Santri Kecamatan Tanara,
Tirtayasa, Kramatwatu dan Bojonegara.
b. Perwujudan pengelolaan zona konservasi maritim dilakukan melalui :
1. pelestarian adat, sejarah dan budaya maritim di semua tempat wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil; dan
2. pelestarian mercu suar yang menjadi peninggalan bersejarah di wilayah
pesisir.
c. Perwujudan pengelolaan zona sempadan pantai sebagaimana dilakukan dengan cara:
1. mencegah dan mengendalikan pendirian bangunan di sempadan pantai;
2. mencegah terjadinya kerusakan pantai akibat abrasi dan sedimentasi;
3. mengembangkan tanaman pantai di sempadan pantai; dan
4. melakukan revitalisasi pada pantai yang belum banyak dimanfaatkan.
d. Perwujudan pengelolaan zona rawan bencana dilakukan dengan cara :
1. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
2. menjamin terlaksananya penanggulangan bencana secara terencana,
terpadu, terkoordinasi, menyeluruh dan berkelanjutan;
3. melindungi cagar budaya dan seluruh lingkungan alam berikut
keanekaragaman hayatinya;
4. mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
menghadapi bencana;
5. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta dalam
mensosialisasikan daerah rawan bencana;
6. mendorong semangat gotong-royong, kesetiakawanan, dan
kedermawanan; dan
7. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat serta mencegah timbulnya bencana-bencana sosial dan bencana non alam serta
meminimalisasi dampak bencana alam, bencana non alam, serta bencana sosial.
e. Arahan penetapan dan pengelolaan zona konservasi perairan dilakukan di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui :
1. melakukan identifikasi dan inventarisasi calon kawasan konservasi perairan di wilayah pesisir ; dan
2. melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum dan utamanya masyarakat di sekitar daerah konservasi tentang rencana daerah konservasi perairan.
Pasal 56
Perwujudan kawasan pemanfaatan umum di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b terdiri atas :
a.perwujudan…….
- 31 -
a. perwujudan pengembangan zona hutan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui :
1. memberikan fasilitasi dalam pengelolaan hutan;
2. mengembangkan hutan mangrove;
3. mengembangkan hutan sesuai dengan kondisi tanaman aslinya dan tanaman lain yang sesuai; dan
4. mengembangkan hutan pantai di sempadan pantai.
b. perwujudan pengembangan zona pertanian di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui :
1. fasilitasi lahan pertanian berkelanjutan;
2. memberikan insentif untuk mempertahankan lahan pertanian berkelanjutan;
3. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan menumbuhkan minat generasi muda untuk bertani;
4. mengembangkan pertanian terpadu;
5. mengembangkan jaringan irigasi dan drainase untuk zona pertanian;
6. meningkatkan teknologi pasca panen hasil pertanian; dan
7. tidak melakukan konversi lahan pertanian produktif.
c. perwujudan pengembangan zona perikanan budidaya dilakukan dengan:
1. mengembangkan perikanan budidaya air payau dan budidaya laut di
kawasan minapolitan;
2. mengembangkan perikanan budidaya air tawar di wilayah pesisir pada lokasi yang ditetapkan dalam zonasi wilayah; dan
3. mengembangkan budidaya perikanan air laut pada zona yang ditetapkan dalam zonasi wilayah.
d. arahan pengembangan zona perikanan budidaya melalui :
1. revitalisasi tambak;
2. mengembangkan jaringan irigasi dan drainase untuk kawasan
pertambakan khususnya kawasan minapolitan;
3. meningkatkan kapasitas dan daya dukung sarana dan prasarana perikanan budidaya air payau, air tawar dan air laut;
4. menggunakan teknologi budidaya tambak yang ramah lingkungan di wilayah pesisir;
5. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia bidang teknologi dan manajemen perikanan budidaya;
6. menyediakan sarana dan prasaran pembenihan ikan dan udang untuk
mendukung zonasi perikanan budidaya payau dan air tawar;
7. menyediakan kebun bibit rumput laut untuk mendukung pengembangan
budidaya rumput laut; dan
8. membangun industri pengolahan rumput laut.
e.Perwujudan…..
- 32 -
e. Perwujudan pengembangan zona perikanan tangkap dilakukan dengan cara :
1. meningkatkan efektifitas regulasi penataan jumlah armada;
2. menggunakan alat tangkap yang produktif dan ramah lingkungan;
3. meningkatkan teknologi penangkapan ikan;
4. meningkatkan kapasitas armada perikanan tangkap;
5. meningkatkan kapasitas alat bantu penangkapan ikan;
6. meningkatkan kemampuan dan keterampilan nelayan dalam kegiatan
penangkapan ikan di laut lepas;
7. meningkatkan kerjasama antar daerah dalam pengawasan dan pelaksanaan penangkapan ikan; dan
8. meningkatkan hasil produksi perikanan tangkap tidak melebihi daya dukung sumberdaya ikan yang tersedia.
f. perwujudan pengembangan zona pelabuhan dilakukan di pada subzona yang ditetapkan meliputi :
1. pelabuhan perikanan pantai dilakukan dengan cara menambah armada
penangkapan ikan dengan ukuran lebih dari 10 (sepuluh) GT (Gross Tonnage) dan meningkatkan fasilitas fungsional serta penunjang;
2. pelabuhan perikanan dilakukan dengan cara mengembangkan fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang; dan
3. pengembangan tempat pendaratan ikan menjadi pangkalan pendaratan
ikan, meliputi : tempat pendaratan ikan Pulau Panjang, Kepuh, Wadas, Terate, Domas, Lontar, Tengkurak, Tenjoayu, Tanara, Pasauran, Paku,
dan tempat pendaratan ikan Pulau Kalih.
g. perwujudan pengembangan zona pertambangan dilakukan dengan cara :
1. menetapkan regulasi pemanfaatan lahan zona pertambangan mineral
logam, batuan dan mineral bukan logam; dan
2. pemanfaatan zona pertambangan dan pengelolaan pasca pertambangan
mineral logam, mineral bukan logam dan batuan.
h. perwujudan pengembangan zona industri dilakukan dengan cara :
1. mengembangkan industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah di pusat-
pusat pertumbuhan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
2. mengembangkan industri pengolahan hasil perikanan di Kecamatan Pontang, Tanara dan Kecamatan Tirtayasa;
3. mengembangkan sarana pengolahan limbah industri mikro dan kecil dilakukan dalam bentuk pengolahan limbah komunal; dan
4. mengembangkan sarana pengolahan limbah industri menengah dilakukan secara mandiri.
i. perwujudan pengembangan zona pariwisata dilakukan dengan cara :
1. mengembangkan Kecamatan Anyar, Cinangka, dan Kecamatan Tirtayasa sebagai kawasan wisata pantai, agrowisata, dan minat khusus;
2. mengembangkan Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan Besar, Pulau Pisang, dan Pulau Lima, Pantai Pulau Sangiang, Pulau Panjang, dan Pulau Tunda, Pulokali Utara dan Pulau Kalih Selatan sebagai pantai Wisata
bahari (pantai pasir putih, selam dan snorkling), fishingsport, untuk keluarga dan minat khusus;
3.mengembangkan……
- 33 -
3. mengembangkan Kecamatan Kramatwatu, Bojonegara, Tirtayasa dan Kecamatan Anyar sebagai subzona wisata relegius, budaya dan sejarah;
4. mengembangkan pantai Anyar dan Cinangka sebagai kawasan wisata Pantai, Hotel/Resort/Penginapan berbasis relaksasi dan keluarga.
j. Perwujudan pengembangan zona permukiman dilakukan dengan cara :
1. mengembangakan program perbaikan lingkungan permukiman perkotaan, permukiman perdesaan dan permukiman nelayan;
2. mengembangkan permukiman nelayan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
3. meningkatkan kualitas permukiman perkotaan, permukiman perdesaan
dan permukiman nelayan; dan
4. meningkatkan peran serta masyarakat dalam menyediakan fasilitas
umum, sosial dan ekonomi di permukiman dan antar permukiman;
Pasal 57
Perwujudan kawasan alur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf c terdiri
atas dilaksanakan dengan cara :
a. meningkatkan pengawasan pemanfaatan ruang alur laut untuk jalur
pelayaran di seluruh wilayah pesisir dan-pulau kecil;
b. memasang dan memanfaatkan pipa/kabel bawah laut di Perairan Kecamatan Kramatwatu dan Bojonegara ke Utara dan wilayah pesisir lainnya;
inventarisasi dan memanfaatkan migrasi biota laut di seluruh pesisir pantai
BAB VI
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG RZWP3K
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 58
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan RZWP3K daerah, mencakup :
a. ketentuan umum peraturan zonasi;
b. ketentuan perizinan;
c. ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. arahan pengenaan sanksi.
(2) Pengendalian pemanfaatan RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui penerapan peraturan zonasi, mekanisme perizinan pemanfaatan ruang, dengan berpedoman pada rencana zonasi
rinci.
(3) Pelaksanan pengendalian pemanfaatan RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Bupati melalui Dinas bersama SKPD
terkait melalui kegiatan pengawasan dan penertiban.
Bagian Kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 59........
- 34 -
Pasal 59
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
ayat (1) huruf a, berfungsi sebagai :
a. landasan bagi penyusunan peraturan zonasi pada tingkatan operasional
pengendalian pemanfaatan ruang di setiap zona/subzona;
b. dasar pemberian izin pemanfaatan ruang; dan
c. salah satu pertimbangan dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengaturan lebih lanjut terhadap pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam struktur ruang dan pola ruang wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil, mencakup :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan koservasi;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemanfaatan umum;
c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis; dan
d. ketentuan umum peraturan zonasi alur laut.
Paragraf 2
Ketentuan umum Peraturan Zonasi Kawasan Konservasi
Pasal 60
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf a, mencakup :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung;
b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan konservasi perairan; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan pantai;
Pasal 61
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 huruf a, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam, pemanfaatan jasa lingkungan
dan/atau pemungutan hasil hutan bukan kayu, kegiatan pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan meliputi kepentingan religi, pertahanan dan keamanan, pertambangan,
pembangunan ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan, pembangunan jaringan telekomunikasi, pembangunan jaringan instalasi air,
jalan umum, pengairan, bak penampungan air; fasilitas umum, repeater telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relay televisi, sarana keselamatan lalulintas laut/udara, dan untuk pembangunan jalan, kanal
atau sejenisnya yang tidak dikategorikan sebagai jalan umum antara lain untuk keperluan pengangkutan produksi;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi hutan lindung sebagai kawasan lindung; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi.
d. pemantapan kawasan hutan lindung melalui pengukuhan dan penataan
batas di lapangan untuk memudahkan pengendaliannya;
e.tidak……
- 35 -
e. tidak diizinkan melakukan pemanfaatan ruang yang mengubah bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologis serta
kelestarian flora dan fauna pada kawasan hutan lindung;
f. pengendalian fungsi hidrologis kawasan hutan yang telah mengalami
kerusakan melalui rehabilitasi dan konservasi;
g. reboisasi pada kawasan yang mengalami kritis lingkungan; dan
h. mengintensifkan kegiatan penanggulangan kebakaran hutan di kawasan
hutan lindung.
Pasal 62
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan konservasi perairan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b, mencakup :
a. zona inti;
b. zona perikanan berkelanjutan;
c. zona perikanan tangkap berkelanjutan;
d. zona budidaya rumput laut;
e. zona pariwisata bahari; dan
f. zona pelabuhan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi zona inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perlindungan mutlak
habitat dan populasi, pendidikan, penelitian, dan lalu lintas perahu/boat.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi penangkapan ikan untuk penelitian, wisata diving, dan snorkeling; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi segala bentuk bangunan, penangkapan ikan dengan segala jenis alat dan cara penangkapan,
semua jenis kegiatan budidaya laut, penjangkaran, pembuangan sampah dan pengaliran limbah, lalu lintas pelayaran kapal, dan olah raga air.
d. zona inti perlu dipertegas batas-batasnya dengan pemasangan tanda
yang mudah dikenali (bahan, bentuk dan warna sesuai peraturan perundang-undangan);
e. tidak diijinkan segala bentuk perubahan peruntukan dari zona inti.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi zona perikanan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. ketentuan umum peraturan zonasi subzona perikanan tangkap berkelanjutan; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi subzona budidaya rumput laut.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi zona perikanan tangkap berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi aktivitas penangkapan ikan dengan alat, bahan dan cara yang ramah lingkungan, perlindungan keanekaragaman hayati, dan eksplorasi sumberdaya kelautan dan
perikanan;
b. kegiatan yang diijinkan dengan syarat meliputi pemasangan rumpon, rehabilitasi/restorasi habitat dan populasi ikan, aktivitas pariwisata
bahari di luar waktu penangkapan ikan, dan lalu lintas kapal di luar waktu penangkapan ikan;
c.kegiatan………
- 36 -
c. kegiatan yang tidak diijinkan meliputi perikanan budidaya, pembuangan air limbah, alterasi habitat kecuali bertujuan untuk melestarikan atau
meningkatkan kualitas lingkungan sebagai habitat alamiah bagi kehidupan liar;
d. hanya diperuntukkan bagi nelayan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton
(GT);
e. pada subzona perikanan tangkap berkelanjutan tidak dapat dilakukan
kegiatan lain yang tidak selaras atau kegiatan yang dapat mengganggu aktivitas perikanan tangkap serta perlindungan habitat dan populasi ikan;
f. subzona perikanan tangkap berkelanjutan diijinkan dirubah fungsinya sepanjang masih selaras dengan tujuan pengelolaan kawasan perairan.
(5) Ketentuan umum peraturan zonasi zona budidaya rumput laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi membudidayakan rumput laut beserta penyediaan/pemasangan peralatan/fasilitas penunjangnya, dan
budidaya kerang-kerangan sistem tumpang sari.
b. kegiatan yang diijinkan dengan syarat meliputi rekreasi air, dan penangkapan ikan tradisional skala subsistem;
c. kegiatan yang tidak diijinkan meliputi lalu lintas boat/perahu motor,
olah raga air, penangkapan ikan komersial atau menggunakan alat bergerak, pembuangan/pengaliran limbah dan sampah, pembongkaran terumbu karang hidup, dan pengambilan/penambangan batu karang;
d. subzona budidaya rumput laut diarahkan penataannya untuk menyediakan alur-alur bagi mobilitas dalam memanfaatkan perairan dan keluar masuk menuju pantai;
e. koefisien pemanfaatan perairan untuk budidaya rumput laut adalah
80%, dimana terdapat ruang sebesar 20% untuk alur-alur/lalu lintas perahu yang mendukung kegiatan budidaya;
f. pembudidayaan rumput laut harus menghindari areal terumbu karang dan padang lamun;
g. pengembangan subzona budidaya rumput laut disertai dengan kegiatan pengembangan/peremajaan bibit;
h. tidak diperbolehkan dilakukan kegiatan lain yang tidak selaras atau kegiatan yang dapat mengganggu rumput laut yang dibudidayakan,
terutama kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran;
i. pada sisi-sisi terluar subzona budidaya rumput laut perlu dipasang rambu-rambu pembatas zona untuk menjaga keamanan dan keselamatan lalu lintas di perairan;
j. perubahan fungsi subzona budidaya rumput laut masih dikumungkinkan sepanjang selaras dengan kaidah-kaidah konservasi perairan.
(6) Ketentuan umum peraturan zonasi zona pariwisata bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
a. zona pariwisata bahari di atas permukaan laut (marine) pada sub zona
rekreasi pantai, rekreasi air dan olah raga air dengan ketentuan :
1.pemisahan…..
- 37 -
1. pemisahan sub zona rekreasi pantai, sub zona rekreasi air berupa kegiatan mandi, renang, berkano dan seluncur air dengan sub zona
olah raga air (water/marine sport) seperti banana boat, jetskie, parasailing, windsurfing, boat surfing dan flying kite;
2. kegiatan yang diperbolehkan: penangkapan ikan skala tradisional yang ramah lingkungan dilakukan di luar jadwal aktivitas wisata;
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan: lalu lintas kapal, pemindahan
dan pengambilan biota laut, pembuangan limbah cair dan sampah,
perikanan budidaya, penangkapan ikan dengan alat menetap, pemindahan dan pengambilan biota terumbu karang atau biota laut lainnya yang dilindungi; dan
4. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat: penjangkaran/tambat perahu/boat wisata dengan jangkar tetap.
b. zona pariwisata bahari di atas permukaan laut (marine) pada sub zona
surfing dengan ketentuan :
1. kegiatan wisata bahari yang diperbolehkan untuk dikembangkan
adalah eksklusif untuk aktivitas board surfing;
2. kegiatan lain yang diperbolehkan yaitu perlindungan habitat dan
populasi; dan
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan : lalu lintas perahu/boat/kapal,
pemindahan dan pengambilan biota laut, perikanan budidaya,
penangkapan ikan dengan alat menetap maupun bergerak, pemindahan dan pengambilan biota terumbu karang atau biota laut lainnya yang dilindungi.
c. Zona pariwisata bahari di bawah permukaan laut (submarine) pada sub zona scuba diving, snorkeling dan coral viewing dengan ketentuan :
1. kegiatan wisata bahari yang diperbolehkan : scuba diving, snorkeling dan coral viewing (bottom glass boat, submarine, semi-submarine, trekking helmet);
2. kegiatan lain yang diperbolehkan : perlindungan habitat dan populasi, penelitian dan pengembangan sumberdaya, pendidikan;
3. kegiatan yang tidak diperbolehkan : alur pelayaran kapal/perahu/boat kecuali boat wisata, perikanan budidaya,
penangkapan ikan dengan alat menetap maupun bergerak, pemindahan dan pengambilan biota terumbu karang atau biota
laut lainnya, lego jangkar, water sport, pembuangan sampah dan limbah, memberi makan ikan (fish feeding); dan
4. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat : mendirikan ponton,
pengoperasian bottom glass boat, submarine dan semi-submarine,
pemasangan fasilitas penjangkaran tetap, restorasi dan rehabilitasi habitat/ekosistem.
d. batas-batas zona pariwisata dilengkapi dengan tanda-tanda batas;
e. perubahan fungsi zona pariwisata bahari masih dikumungkinkan
sepanjang selaras dengan kaidah-kaidah konservasi perairan.
(7) Ketentuan umum peraturan zonasi zona pelabuhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f, meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi pembangunan dermaga, dan
navigasi pelayaran;
b.kegiatan………
- 38 -
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi rekreasi air di luar jadwal pelayaran, pengerukan kolam dan alur pelabuhan;
c. kegiatan yang tidak diijinkan meliputi perikanan budidaya, perikanan tangkap komersial, water sport, diving, mendirikan pontoon,
pembuangan sampah dan air limbah, lego jangkar, pengambilan/pemindahan terumbu karang dan biota laut yang dilindungi;
d. zona pelabuhan dilengkapi dengan fasilitas navigasi pelayaran untuk keamanan dan keselamatan keluar-masuk pelabuhan, fasilitas pengendalian pencemaran dan kerusakan ekosistem; dan
e. zona pelabuhan tidak dimungkinkan dirubah fungsinya peruntukannya.
Pasal 63
Ketentuan umum peraturan zonasi sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c, meliputi:
a. penetapan jarak sempadan pantai, mencakup :
1. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat ;
2. lebar sempadan pantai di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dapat diterapkan khusus untuk segmen-segmen pantai pada kawasan efektif pariwisata dan permukiman penduduk yang telah ada
setelah melalui kajian teknis dari instansi dan/atau pakar terkait dan dituangkan dalam rencana zonasi rinci dan peraturan zonasi kawasan;
3. untuk pantai yang berbatasan langsung dengan jurang (tebing), jarak
sempadannya mengikuti ketentuan sempadan jurang; 4. kawasan pantai yang memiliki batas berupa jalan atau pedestrian di
sepanjang pantai, pengelolaannya dapat didasarkan atas jarak sempadan pantai atau jarak sempadan bangunan dengan jarak minimal sama dengan jarak sempadan pantai yang ditetapkan sebelumnya dan disesuaikan
dengan keserasian tata bangunan dan lingkungan setempat;
b. kegiatan atau bangunan yang diperbolehkan di sempadan pantai, mencakup kegiatan sepanjang tidak berdampak negatif terhadap fungsi lindungnya
mencakup : obyek wisata, rekreasi pantai, olahraga pantai, kegiatan terkait perikanan tangkap, kegiatan pertanian lahan basah, budidaya perikanan,
dan kegiatan ritual keagamaan.
c. bangunan bangunan fasilitas penunjang pariwisata non permanen dan temporer, bangunan umum terkait sosial keagamaan, bangunan terkait
kegiatan perikanan tradisional, budidaya perikanan dan dermaga, bangunan pengawasan pantai, bangunan pengamanan pantai dari abrasi, bangunan
evakuasi bencana, dan bangunan terkait pertahanan dan keamanan;
d. integrasi sinergi antara pada kawasan dengan penggunaan campuran antara kegiatan ritual, penambatan perahu nelayan tradisional serta kawasan
rekreasi pantai; dan
e. pelarangan membuang sampah, limbah padat dan/atau cair.
f. prasarana minimal pada kawasan sempadan pantai, mencakup :
1. tersedianya pantai sebagai ruang terbuka untuk umum;
2. kepemilikan lahan yang berbatasan dengan pantai diwajibkan
menyediakan ruang terbuka publik (public space) minimal 3 meter sepanjang garis pantai untuk jalan inspeksi dan/atau taman telajakan dengan batas ketinggian pagar maksimal 1,5 meter;
3.pengembangan……
- 39 -
3. pengembangan program pengamanan dan penataan pantai pada seluruh kawasan pantai rawan abrasi; dan
4. penyediaan tempat-tempat dan jalur-jalur evakuasi pada kawasan pantai yang rawan tsunami.
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Pemanfaatan Umum
Pasal 64
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemanfaatan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, terdiri atas :
a. wilayah daratan; dan
b. wilayah perairan pesisir.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemanfaatan umum wilayah
daratan sebagaimana pada ayat (1) huruf a, mencakup:
a. zona hutan produksi;
b. zona hutan rakyat;
c. zona pertanian basah;
d. zona pertanian non-sawah;
e. zona peternakan;
f. Kawasan Agropolitan;
g. zona perikanan;
h. Kawasan Minapolitan;
i. zona pertambangan;
j. zona industri;
k. zona pariwisata;
l. zona permukiman;
m. zona pertahanan dan keamanan;
n. zona industri kelautan dan perikanan;
o. zona prasarana perikanan; dan
p. kawasan peruntukan lainnya;
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemanfaatan umum wilayah daratan sebagaimana pada ayat (1) huruf b, mencakup:
a. zona perikanan tangkap;
b. zona perikanan budidaya laut; dan
c. zona pelabuhan;
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan/zona pada kawasan pemanfaatan umum wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, b, c, d, e, f, g, i, j, k, l, m, dan p diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.
Pasal 65
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf h, mencakup :
a. potensi perikanan tangkap dan pengembangan perikanan budidaya;
b.pengembangan……
- 40 -
b. pengembangan perikanan budidaya penempatannya tidak saling mengganggu dengan zona pariwisata bahari dan penggunaan lainnya;
c. fungsional dan hirarki keruangan dengan satuan sistem permukiman;
d. kawasan minapolitan berbasis minabisnis yang meliputi subsistem hulu,
subsistem usaha perikanan, subsistem hilir dan subsistem penunjang;
e. sentra-sentra produksi dan usaha berbasis perikanan dan dilengkapi sarana dan prasarana kegiatan minabisnis seperti jaringan jalan ke pusat produksi,
perbankan, terminal agribisnis atau pasar ikan/budidaya perikanan, pabrik pakan, pabrik pengolahan, cold storage, pasar ikan/budidaya perikanan,
pabrik es, dan lainnya;
f. pusat kegiatan Kawasan Minapolitan sebagai tempat pembinaan, pelatihan, pengembangan, eksibisi, pusat informasi, pemasaran dan pelayanan lainnya;
g. pengembangan kegiatan industri yang terpadu dengan kegiatan perikanan sepanjang tidak merubah fungsi utama.
Pasal 66
Ketentuan umum peraturan zonasi zona industri kelautan dan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf n, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan industri berbasis sumber daya kelautan dan perikanan, pembangunan kelengkapan sarana dan prasarana penunjang industri, pembangunan fasilitas pergudangan atau terminal
minabisnis; b. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat mengganggu
fungsi utama dan peruntukan kegiatan industri; c. pengendalian kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan di daratan
maupun perairan;
d. jaringan pergerakan mencakup jaringan jalan dan jaringan transportasi laut; e. penyediaan prasarana dan sarana minimal meliputi fasilitas dan infrastruktur
pendukung kegiatan industri, tempat parkir untuk fasilitas penunjang
industri, perdagangan dan jasa, dan fasilitas umum lainnya.
Pasal 67
Ketentuan umum peraturan zonasi zona prasarana perikanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (2) huruf o, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1. pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dalam menunjang fungsi produksi, penanganan hasil sementara, pengendalian dan pengawasan mutu, pemasaran hasil perikanan, pembinaaan masyarakat nelayan,
pengendalian dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan, kelancaran kegiatan kapal perikanan dan pengumpulan data;
2. pengelolaan tempat pelelangan ikan dalam menunjang pemasaran hasil perikanan, pembinaan nelayan, pembinaan mutu hasil perikanan, dan pendataan statistik perikanan tangkap;
3. pengelolaan pemangkalan perahu nelayan tradisional berukuran panjang maksimal 10 m (sepuluh meter);
4. pengelolaan pasca panen rumput laut berupa penjemuran dan penyimpanan hasil sementara; dan
5. minawisata.
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pengembangan dermaga, dan mendirikan gudang permanen;
c.kegiatan……….
- 41 -
c. kegiatan yang tidak diijinkan meliputi pembuangan limbah ke lingkungan tanpa perlakukan, kegiatan industri pengolahan hasil perikanan;
d. pangkalan pendaratan ikan perlu dilengkapi fasilitas penunjang meliputi:
1. fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan sekurang-kurangnya 3 GT (tiga gross tonnage);
2. dermaga sekurang-kurangnya sepanjang 50 M (lima puluh meter) dan kedalaman kolam pelabuhan - 2 (minus dua);
3. mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT (enam puluh gross tonnage) kapal perikanan sekaligus;
4. fasilitas fungsional meliputi: fasilitas pemasaran hasil perikanan dan pasar
ikan, fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi, fasilitas suplai air bersih, es, listrik dan bahan bakar, fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan, seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu,
fasilitas perkantoran, fasilitas transportasi, dan instalasi pengolahan air limbah dan persampahan; dan
5. fasilitas penunjang meliputi fasilitas pembinaan nelayan, fasilitas pengelola pangkalan pendaratan ikan, fasilitas sosial dan umum, dan kios IPTEK.
e. tempat pelelangan ikan perlu dilengkapi fasilitas pendataan statistik
perikanan tangkap, lantai lelang ikan, balai pertemuan nelayan, listrik, komunikasi dan air bersih;
f. pemangkalan perahu nelayan tradisional perlu dilengkapi dengan balai
kelompok nelayan dan gudang mesin perahu motor tempel dan alat penangkapan ikan;
g. penjemuran dan penyimpanan sementara hasil budidaya rumput laut perlu dilengkapi lantai jemur, para-para dan gubuk penyimpanan rumput laut;
h. zona prasarana perikanan perlu ditunjang jalan akses untuk memperlancar
distribusi sarana perikanan dan hasil-hasil perikanan.
Pasal 68
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi zona perikanan tangkap sebagaimana
dimaksud pada Pasal 64 ayat (3) huruf a, terdiri atas:
a. ketentuan umum peraturan zonasi subzona penangkapan ikan IA; dan
b. ketentuan umum peraturan zonasi subzona penangkapan ikan IB.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi subzona penangkapan ikan IA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :
a. diperuntukkan bagi kegiatan perikanan tangkap dengan spesifikasi alat penangkapan ikan (API), penempatan alat penangkapan ikan dan alat
bantu penangkapan ikan (ABPI) sebagai berikut: 1. pukat tarik pantai (beach seines), bersifat aktif : mesh size >1 inch, tali
ris atas <300 m;
2. penggaruk tanpa kapal (hand dredges), bersifat aktif: bukaan mulut P<2,5 m, T<0,5 m;
3. anco (portable lift nets), bersifat pasif: P<10 m, L<10 m; 4. jala tebar (falling gear not specified), pasif: luasan < 20 m2;
5. jaring insang berpancang (fixed gillnets (on stakes)), statis dan pasif: mesh size >1,5 inch; P <300 m;
6. jala klitik, statis dan pasif: mesh size >1,5 inch;P <500 m;
7. combined gillnets-trammel net, bersifat pasif: mesh size >1 inch; P<1000 m;
8.set………….
- 42 -
8. set net, statis: penaju < 400 m, mesh size penaju >8 inch; 9. Bubu (pots), pasif: < 300 buah
10. togo, statis: mesh size >1 inch; P. tali ris <20 m; 11. ambai, status: mesh size >1 inch; P. tali ris <20 m;
12. jermal, statis: mesh size >1 inch; P<10 m; L <10 m; 13. pengerih, statis: mesh size >1 inch; P. tali ris <50 m; 14. sero, statis: penaju < 100m;
15. pancing ulur, pasif; 16. pancing berjoran, pasif;
17. pancing layang-layang, pasif; 18. alat penjepit dan melukai: ladung, tombak, panah;
b. kegiatan lain yang diperbolehkan meliputi perlindungan keanekaragaman
hayati perairan, lalu lintas kapal di luar waktu-waktu penangkapan ikan, minawisata, dan eksplorasi sumberdaya kelautan dan perikanan;
c. kegiatan perikanan tangkap harus memperhatikan alur migrasi biota laut yang dilindungi;
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan penangkapan ikan
menggunakan alat, bahan, cara dan metode yang tidak ramah lingkungan;
e. kegiatan lain yang tidak diijinkan yaitu perikanan budidaya dan pembuangan limbah;
f. kegiatan yang diijinkan bersyarat yaitu pemasangan alat bantu penangkapan ikan khususnya rumpon.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi subzona penangkapan ikan IB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. diperuntukkan bagi kegiatan perikanan tangkap dengan spesifikasi alat
penangkapan ikan (API), penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan (ABPI) sebagai berikut:
1. pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapa; bersifat aktifl: mesh size >1 inch; tali ris atas <300 m;
2. pukat cincin grup pelagis kecil, bersifat aktif: mesh size >1 inch; tali ris
atas < 600 m;
3. jaring lingkar tanpa tali kerut (without purse lines/lampara), bersifat aktif: mesh size >1 inch; Tali ris atas <150 m;
4. dogol, bersifat aktif: mesh size >1 inch; tali ris atas <40 m;
5. payang, bersifat aktif: mesh size >2 inch; tali ris atas <100 m;
6. lampara dasar, bersifat aktif: mesh size >1 ¾ inch; tali ris atas <30 m;
7. pukat hela dasar berpalang, bersifat aktif: mesh size >1 inch; tali ris atas <10 m;
8. pukat hela dasar berpapan, bersifat aktif: mesh size >1,5 inch; tali ris atas <13,5 m; mesh size >1,5 inch; tali ris atas <13,5 m;
9. penggaruk berkapal, bersifat aktif:bukaan mulut P<2,5 m, T<0,5 m;
10. bagan berperahu, bersifat aktif: mesh size >1 mm; P<5 m; L <5 m; ABPI: lampu <2000 watt;
11. bagan berperahu, bersifat aktif: mesh size >1 inch; P<20 m; L <20 m; ABPI: lampu <2000 watt;
12. jaring insang tetap, bersifat pasif: mesh size >1,5 inch; P <500 m;
13. jaring insang hanyut, bersifat aktif: mesh size >1,5 inch;P <500 m;
14.jaring………….
- 43 -
14. jaring insang hanyut, bersifat aktif: mesh size >1,5 inch;P <1000 m;
15. jaring insang lingkar, bersifat aktif: mesh size >1,5 inch; P <600 m;
16. combined gillnets-trammel net, bersifat pasif: mesh size >1 inch; P<1000 m;
17. set net, bersifat statis ; penaju < 400 m,mesh size penaju >8 inch; penaju < 600 m,mesh size penaju >8 inch ; Penaju < 1500 m,mesh size penaju >8 inch;
18. bubu, bersifat pasif: < 300 buah;
19. pukat labuh, bersifat statis dan pasif: mesh size >1 mm; tali ris atas <30
m; mesh size >1 mm; tali ris atas <60 m ; mesh size >1 mm; tali ris atas <90 m;
20. pancing ulur, bersifat pasif;
21. pancing berjoran, bersifat pasit;
22. huhate, bersifat aktif, pancing no.6;
23. squid angling, bersifat pasif: ABPI: lampu<8000 watt;
24. huhate mekanis, bersifat aktif;
25. rawai dasar, bersifat pasif: jumlah <800 mata pancing, no. pancing 6;
26. tonda, bersifat aktif: jumlah tonda <10 buah;
27. pancing layang-layang bersifat pasif;
28. alat penjepit dan melukai: tombak, panah dan ladung.
b. kegiatan lain yang diperbolehkan meliputi perlindungan keanekaragaman hayati perairan, lalu lintas kapal di luar waktu-waktu penangkapan ikan,
dan eksplorasi sumberdaya kelautan dan perikanan;
c. kegiatan perikanan tangkap harus memperhatikan alur migrasi biota laut yang dilindungi;
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan penangkapan ikan menggunakan alat, bahan, cara dan metode yang tidak ramah lingkungan;
e. kegiatan lain yang tidak diijinkan yaitu perikanan budidaya dan
pembuangan limbah;
f. kegiatan yang diijinkan bersyarat yaitu pemasangan alat bantu penangkapan ikan khususnya rumpon.
Pasal 69
Ketentuan umum peraturan zonasi zona perikanan budidaya laut sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (3) huruf b, meliputi:
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi:
1. budidaya karamba jaring apung (KJA) dengan ketentuan koefisien pemanfaatan ruang perairan 50% atau dengan kepadatan 30 unit KJA
(satu unit berukuran 4 x 4 meter) per hektar, penempatan KJA pada kedalaman perairan di atas 5 meter; komoditi yang dikembangkan atau dibudidayakan meliputi ikan, lobster dan kerang-kerangan.
2. budidaya rumput laut dengan metode long line dengan ketentuan koefisien pemanfaatan ruang perairan 80%.
3. kegiatan lain yang diperbolehkan meliputi penangkapan ikan dengan skala traditional dengan alat pancing, dan kegiatan minawisata.
b.kegiatan.........
- 44 -
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi mendirikan bangunan terapung penunjang kegiatan budidaya laut, dan membangun dermaga, dan
restoran terapung; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi lalu lintar pelayaran, pembuangan
sampah dan air limbah.
Pasal 70
Ketentuan umum peraturan zonasi zona pelabuhan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 64 ayat (3) huruf c, meliputi :
a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi pembangunan dermaga, dan navigasi pelayaran;
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi rekreasi air di luar jadwal pelayaran, pengerukan kolam dan alur pelabuhan;
c. kegiatan yang tidak diijinkan meliputi perikanan budidaya, perikanan tangkap komersial, water sport,, diving, mendirikan pontoon, pembuangan sampah dan air limbah, lego jangkar, pengambilan/pemindahan terumbu
karang dan biota laut yang dilindungi;
d. zona pelabuhan dilengkapi dengan fasilitas navigasi pelayaran untuk
keamanan dan keselamatan keluar-masuk pelabuhan, fasilitas pengendalian pencemaran dan kerusakan ekosistem; dan
e. zona pelabuhan tidak dimungkinkan dirubah fungsinya peruntukannya.
Paragraf 4
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Strategis
Pasal 71
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c, meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis nasional diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat secara terintegrasi dalam rencana pengembangan kawasan konservasi
perairan dan rencana kawasan pemanfaatan umum; b. fasilitas yang perlu dikembangkan untuk mendukung pengelolaan KSN
meliputi pengembangan jalan akses, kegiatan pertahanan/pengawasan,
penempatan dan pemeliharaan simbol negara dan/atau tanda batas negara, fasilitas navigasi pelayaran dan kegiatan pengembangan potensi
dan budaya maritim; c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi semua kegiatan yang tidak
selaras dengan kepentingan pertahanan dan keamanan, kedaulatan
negara, dan pelestarian lingkungan.
Paragraf 5
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Alur Laut
Pasal 72
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk alur laut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (2) huruf d, meliputi :
a. alur pelayaran;
b. pipa dan kabel listrik bawah laut; dan
c. alur migrasi biota laut.
(2)Ketentuan........
- 45 -
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. laut kepulauan indonesia; b. internasional;
c. regional dan wisata; dan d. zonasi alur pelayaran lokal.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi pipa dan kabel bawah laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup ketentuan umum peraturan zonasi kabel listrik bawah laut.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi alur migrasi biota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, mencakup ketentuan umum peraturan zonasi alur migrasi lumba-lumba.
Pasal 73
Ketentuan umum peraturan zonasi alur laut kepulauan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf a, meliputi :
a. alur laut kepulauan Indonesia diperuntukkan bagi pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing
di atas laut tersebut untuk melaksanakan pelayaran dan penerbangan damai dengan cara normal;
b. kegiatan lain yang diperolehkan meliputi kegiatan yang selaras dengan pelestarian/perlindungan lingkungan, dan perikanan tangkap dengan alat
bergerak;
c. kegiatan yang tidak diijinkan meliputi pemasangan alat bantu penangkapan ikan (rumpon) dan budidaya laut; dan
d. sisi darat ALKI perlu dilengkapi dengan Pos Pengawasan dan fasilitas penunjangnya, dan navigasi pelayaran.
Pasal 74
Ketentuan umum peraturan zonasi alur pelayaran internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf b, meliputi :
a. alur pelayaran internasional diperuntukkan bagi pelayaran yang berhubungan dengan Pelabuhan PELINDO;
b. kegiatan lain yang diperolehkan adalah kegiatan yang selaras dengan
pelestarian/perlindungan lingkungan dan perikanan tangkap dengan alat bergerak;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi pemasangan alat bantu
penangkapan ikan (rumpon) dan budidaya laut; dan
d. dalam mendukung kelancaran, keamanan dan keselamatan berlayar,
diperlukan peningkatan fasilitas navigasi pelayaran yang ada di Pulo ampel.
Pasal 75
Ketentuan umum peraturan zonasi alur pelayaran regional dan wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf c, meliputi :
a. alur pelayaran regional diperuntukkan bagi pelayaran yang berhubungan dengan keberadaan pelabuhan penyeberangan Pelabuhan Grenyang, pelabuhan tradisional dan pelabuhan wisata skala kecil di Kecamatan
Bijonegara dan Pulo ampel;
b. kegiatan lain yang diperolehkan adalah kegiatan yang selaras dengan
pelestarian/perlindungan lingkungan dan perikanan tangkap dengan alat bergerak; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi pemasangan alat bantu
penangkapan ikan (rumpon) dan budidaya laut.
Pasal 76………….
- 46 -
Pasal 76
Ketentuan umum peraturan zonasi alur pelayaran lokal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 72 ayat (2) huruf d, meliputi:
a. alur pelayaran lokal diperuntukkan bagi pelayaran diantara pulau-pulau
kecil di Kecamatan Bojonegara dan Kecamatan Pulo ampel;
b. kegiatan lain yang diperolehkan adalah kegiatan yang selaras dengan pelestarian/perlindungan lingkungan, perikanan tangkap dengan alat
bergerak. Kegiatan wisata bahari dapat dilakukan di luar jadwal kegiatan pelayaran; dan
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi pemasangan alat bantu
penangkapan ikan (rumpon), dan budidaya laut.
Pasal 77
Ketentuan umum peraturan zonasi kabel listrik bawah laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3), meliputi :
a. kabel listrik bawah laut diperuntukkan pemasangan kabel listrik sebagai
interkoneksi jaringan listrik Pulau Jawa – Pulau Sumatera;
b. kegiatan lain yang diperbolehkan yaitu pelestarian/perlindungan lingkungan;
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan adalah semua kegiatan yang selaras dengan peruntukan zona/subzona di permukaan perairan.
d. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi penjangkaran dan eksplorasi
dasar laut.
Pasal 78
Ketentuan umum peraturan zonasi alur migrasi lumba-lumba sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4), meliputi :
a. alur migrasi diperuntukkan bagi perlindungan migrasi lumba-lumba;
b. kegiatan lain yang diperbolehkan adalah semua kegiatan yang selaras dengan peruntukan zona/subzona di permukaan perairan.
c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi penangkapan lumba-lumba dan
hewan cetaceans lainnya.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Pasal 79
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, ayat (1) huruf
b, merupakan serangkaian izin pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai proses administrasi dan teknis yang harus dipenuhi sebelum kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dilaksanakan, untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana zonasi, meliputi :
a. izin reklamasi;
b. izin pertambangan pasir laut;
c. izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. izin pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati; dan
e. izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Ketentuan..........
- 47 -
(2) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebihlanjut dengan Peraturan Bupati.
(3) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah mendapatkan izin harus memenuhi peraturan zonasi yang
berlaku di lokasi kegiatan pemanfaatan ruang.
Bagian Keempat
Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif
Pasal 80
(1) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf c, merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam
pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila pemanfaatan
ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang perlu
dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(4) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan kepada masyarakat melalui instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.
(5) Ketentuan pemberian insentif dari pemerintah daerah kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya) dalam
bentuk :
a. ketentuan pemberian kompensasi insentif;
b. ketentuan pengurangan retribusi;
c. ketentuan pemberian imbalan;
d. ketentuan pemberian sewa ruang dan urun saham;
e. ketentuan penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
f. ketentuan pemberian kemudahan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang diberikan oleh
pemerintah daerah provinsi penerima manfaat kepada masyarakat umum.
(6) Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang diberikan dalam bentuk:
a. keringanan pajak; b. pemberian kompensasi; c. imbalan;
d. sewa ruang; e. urun saham; f. penyediaan infrastruktur;
g. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau h. penghargaan.
(7) Ketentuan pemberian disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya) yang diberikan dalam bentuk:
a.ketentuan…….
- 48 -
a. ketentuan pemberian kompensasi disinsentif;
b. ketentuan ketentuan persyaratan khusus perizinan dalam rangka
kegiatan pemanfaatan ruang oleh masyarakat umum/lembaga komersial;
c. ketentuan ketentuan kewajiban membayar imbalan; dan/atau
d. ketentuan pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur.
(8) Apabila pemanfatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak
sejalan dengan rencana zonasi, maka akan dikenakan disinsentif untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang akan dikembangkan, yang berupa :
a. pengenaan pajak yang tinggi;
b. pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. pengenaan kompensasi; dan/atau
d. pinalti.
(9) Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
masyarakat
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif
dan disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Arahan Pengenaan Sanksi
Pasal 81
(1) Arahan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf d, merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap setiap
orang yang melakukan pelanggaran di bidang perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
(2) Pelanggaran di bidang perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana zonasi;
b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang;
c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang
diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau
d. menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan
perundang-undangan sebagai milik umum.
(3) Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenakan sanksi meliputi sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
(4) Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan
izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana zonasi.
(5) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa :
a.peringatan tertulis………
- 49 -
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
BAB VII
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 82
(1) Setiap orang berhak untuk :
a. mengetahui RZWP3K daerah;
b. menikmati pertambahan nilai ruang, sebagai akibat penataan zonasi di
Daerah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. memperoleh penggantian yang layak akibat pelaksanaan kegiatan
pembangunan sesuai dengan RZWP3K daerah diselenggarakan dengan
cara musyawarah di antara pihak yang berkepentingan;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat yang berwenang terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan RZWP3K daerah; dan
e. mengajukan pembatalan izin dan permintaan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan RZWP3K daerah kepada pejabat yang
berwenang.
(2) Pemerintah Daerah melalui Dinas yang tugas pokok dan fungsi serta
tanggungjawabnya dibidang perikanan dan kelautan harus memberikan
sosialisasi RZWP3K daerah melalui media informasi dan/atau langsung
kepada aparat dan masyarakat di Daerah.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 83
(1) Setiap orang wajib :
a. mentaati RZWP3K daerah; dan
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin;
(2) Setiap orang berkewajiban :
a. memberikan informasi berkenaan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil;
b. menjaga, melindungi, dan memelihara kelestarian wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil;
c. menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
d. memantau pelaksanaan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil ;dan/atau
e.melaksanakan……….
- 50 -
e. melaksanakan program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang disepakati di tingkat desa.
Bagian Ketiga
Peran Serta Masyarakat
Pasal 84
(1) Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil dilakukan melalui :
a. proses perencanaan ruang;
b. pemanfaatan ruang; dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Bentuk peran serta masyarakat dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 85
(1) Selain Pejabat Penyidik Polri, penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang penataan zonasi;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang penataan zonasi;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang penataan zonasi;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung, dan memeriksa
identitas orang atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya, dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang penataan zonasi; dan
l. menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB X……….
- 51 -
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 86
(1) Setiap orang yang tidak mentaati RZWP3K Daerah dan memanfaatkan ruang
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah), kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 87
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Serang.
Ditetapkan di Serang
pada tanggal 6 Februari 2013
BUPATI SERANG,
Cap/ttd.
A. TAUFIK NURIMAN
Diundangkan di Serang
pada tanggal 6 Februari 2013
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SERANG,
Cap/ttd.
LALU ATHARUSSALAM R
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG TAHUN 2013 NOMOR 2
Salinan sesuai dengan aslinya
- 52 -
- 1 -
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG
NOMOR 02 TAHUN 2013
TENTANG
RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
KABUPATEN SERANG TAHUN 2013-2033
I. UMUM
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Serang memiliki
sumberdaya sangat potensial, diantaranya: ikan, udang, molusca, terumbu karang, ranjungan, bahan tambang dan mineral, wisata serta jasa lingkungan
lainnya. Kekayaan dan sumberdaya laut lainnya memiliki nilai ekonomis penting dan strategis dalam perekonomian lokal, regional, nasional, dan internasional. Untuk meningkatkan nilai ekonomi sumberdaya wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Serang, diperlukan konsep dan strategi pengelolaan secara profesional dan berkelanjutan dengan melibatkan berbagai
instansi teknis terkait, disertai peran serta dunia usaha dan partisipasi masyarakat.
Pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di
Kabupaten Serang semakin beragam seiring dengan semakin meningkatnya
berbagai kegiatan pembangunan, yang diikuti dengan semakin meningkatnya
jumlah penduduk yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya
kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil disertai
dengan berbagai peruntukannya seperti pemukiman, perikanan, pertanian,
pariwisata, perhubungan, dan lain sebagainya, maka semakin meningkat pula
tekanan eksploitasi terhadap ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk
mengatasi berbagai permasalahan tersebut, dengan tujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir termasuk para nelayan.
Sinkronisasi program antar lembaga perlu dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas dan optimalisasi hasil yang diperoleh serta mengurangi dampak
negatif yang terjadi di wilayah pesisir.
Salah satu instrumen hukum dalam rangka optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah dengan
diundangkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil disebutkan dalam Pasal 9 ayat (5)
bahwa Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, sehingga Pemerintah Daerah Serang perlu
menyusun Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Daerah Serang Tahun 2012-2032.
Peraturan Daerah ........
- 2 -
Peraturan Daerah ini merupakan pelengkap dari Peraturan Daerah
Kabupaten Serang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang
yang merupakan acuan dari segala aspek perencanaan pembangunan di
Kabupaten Serang.
Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033, memuat arah kebijakan lintas
sektor dalam pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil, yang meliputi
kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian
terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumberdaya serta proses
alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Peraturan Daerah ini memuat arah kebijakan lintas sektor dalam
pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang meliputi kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap
interaksi manusia dalam memanfaatkan sumberdaya serta proses alamiah
secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13 .........
- 3 -
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kegiatan-kegiatan” antara lain: (1) kegiatan pariwisata misalnya membatasi aktivitas pengunjung wisata, jenis wisata, dan lain-lain; (2) pembangunan gedung; (3)
dan lain-lain.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 21
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menujukkan pada semua tindakan untuk
mengurangi dampak dari satu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24 .......
- 4 -
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45 ...........
- 5 -
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud revitalisasi tambak adalah upaya untuk
memperbaiki tambak yang sudah ada tapi belum difungsikan secara maksimal.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 56 ...........
- 6 -
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud insentif adalah fasilitas atau penghargaan yang disediakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Daerah untuk mendorong berkembangnya
suatu kawasan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71 ........
- 7 -
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH DAERAH SERANG TAHUN 2013 NOMOR 02
top related