persepsi masyarakat dusun genengrejo terhadap …
Post on 12-Mar-2022
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PERSEPSI MASYARAKAT DUSUN GENENGREJO
TERHADAP PENDIDIKAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh
Kris Setyaningsih
152014012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYAWACANA
SALATIGA
2018
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan, ini berarti bahwa
setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam
pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam
mengembangkan diri setiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan hidup.
Secara akademik pendidikan memiliki tujuh tujuan. Pertama mengoptimasi
potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki oleh siswa. Kedua
mewariskan nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi. Ketiga mengembangkan
daya adaptasi siswa untuk menghadapi situasi masa depan yang terus berubah sejalan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keempat meningkatkan dan
mengembangkan tanggung jawab moral siswa, berupa kemampuan untuk
membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kelima mendorong dan
membantu siswa mengembangkan sikap bertanggungjawab terhadap kehidupan
pribadi dan sosialnya, serta memberikan kontribusi dalam aneka bentuk kepada
masyarakat. Keenam mendorong dan mengembangkan kemandirian hidup, kejujuran
dalam bekerja dan integritas. Ketujuh mendorong kemampuan siswa melanjutkan
studi, termasuk merangsang minat gemar belajar.
Masa Orde Baru membuka peluang anak untuk sekolah terbukti dengan
program pemerintah membuka sekolah Instruksi Presiden (Inpres) untuk memberikan
kesempatan yang luas bagi anak berumur 7-12 tahun untuk memperoleh pendidikan
Sekolah Dasar (SD) selama 6 tahun. Memang disadari peningkatan mutu pendidikan
kuncinya adalah mutu guru. Diketahui bahwa masih banyak guru atau tenaga
kependidikan yang belum memenuhi mutu standar. Untuk meningkatkian mutu guru
dengan cara pengadaan alat-alat bantu belajar dan mengajar, pembangunan gedung-
gedung sekolah, buku pelajaran, buku bacaan, laboratorium, dan fasilitas-fasilitas
belajar mengajar lainnya sehingga sehingga diperoleh lulusan yang bermutu (Tilaar,
1995:145-147).
Permasalahan yang terjadi tidak semua masyarakat merespon kebijakan pemerintah
dengan baik. Salah satu masyarakat yang kurang merespon kebijakan pemerintah di
bidang pendidikan adalah masyarakat Dusun Genengrejo RT15/RW05 Kelurahan
Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen. Hal ini terbukti bahwa di Dusun
Genengrejo sampai sekarang tidak ada sekolah yang dibangun. Lokasi sekolah TK
sampai SMA ada di Desa Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen yang jarak
tempuhnya dari Dusun Genengrejo sampai Desa Katelan untuk TK 1 km, SD berjarak
0,5 km, SMP berjarak 1,5 km, dan berjarak SMA 0,5 km dari Dusun Genengrejo.
Keadaan ini didukung oleh kondisi sosial budaya masyarakat yang berpandangan
bahwa pendidikan kurang penting. Jumlah KK 44, jumlah penduduk laki-laki 76 dan
perempuan 90 dari tahun 1970-1990. Jumlah warga atau jiwa yang masuk di Sekolah
Taman Kanak-Kanak (TK) 0 orang, belum sekolah 20, tidak sekolah 78 orang,
sekolah Sekolah Dasar (SD) tidak sampai tamat 18 orang, tamat Sekolah Dasar (SD)
47 orang, tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 orang, tamat Sekolah
Menengah Atas (SMA) 0 orang, dan Perguruan Tinggi 0 orang, bahkan sampai
pendidikan non formalpun tidak ada yang masuk sekolah tersebut (Wawancara
Giman 25 November 2017).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Genengrejo Desa Katelan Kecamatan
Tangen Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Jenis penelitian yang digunakan
adalah deskripsi analitik. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi
pustaka, observasi, dan wawancara. Sumber data dari hasil wawancara dengan
masyarakat Dusun Genengrejo dan ketua RT. Model analisis yang digunakan yakni
analisis interaktif yaitu analisis data dilaksanakan bersamaan dengan proses
pengumpulan data.
KAJIAN PUSTAKA
Pendidikan
Menurut Langeveld, pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan,
dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau
lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (diciptakan oleh orang dewasa seperti
sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang
yang belum dewasa. Tujuannya supaya menolong anak untuk melaksanakan tugas-
tugas hidupnya agar bisa mandiri dan bertanggung jawab. Pendewaasaan diri tersebut
memiliki ciri-ciri yaitu kematangan berpikir, kematangan emosional, sikap dan
tingkah laku dapat diteladani serta kemampuan pengevaluasiaan diri. Kecakapan atau
sikap mandiri dapat ditandai pada sedikitnya ketergantungan pada orang lain dan
selalu berusaha mencari sesuatu tanpa melihat orang lain (Hasbullah, 2005:2).
Ki Hajar Dewantara juga menyatakan bahwa pendidikan yaitu tuntunan di
dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
stinggi-tingginya. Tujuannya supaya dapat menguasai diri, sebab disininilah
pendidikan memanusiakan manusia. Penguasaan diri merupakan langkah yang dituju
untuk tercapainya pendidikan yang memanusiakan manusia. Ketika peserta didik
mampu menguasai dirinya, maka mereka akan mampu menentukan sikapnya dengan
demikian akan tumbuh sikap mandiri dan dewasa. Diselenggarakan pendidikan untuk
membantu peserta didik menjadi manusia yang merdeka tidak hidup terperintah,
berdiri tegak dengan kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidup dirinya dengan
tertib. Dengan demikian pendidikan menjadikan seseorang mudah diatur. (Hasbullah,
2005:4).
Pandangan Hidup
Pandangan hidup adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat yang
dipilih secara selektif oleh individu dan golongan didalam masyarakat. Oleh karena
itu pandangan hidup menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup berupa
pertimbangan atau pendapat yang dijadikan pegangan, arahan, dan sebagai petunjuk
hidup bermasyarakat. Pertimbangan atau pendapat itu merupakan hasil pemikiran
manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.
Pandangan hidup ini sangat bermanfaat bagi kehidupan individu, masyarakat, dan
bangsa. Semua manusia pasti mempunyai suatu pandangan hidup sendiri-sendiri dan
kemungkinan berbeda antara yang satu dengan yang lainya. (Koentjaraningrat,
2009:156).
Motivasi
Motivasi adalah suatu dorongan yang menyebabkan sesorang melakukan
suatu perbuatan yang ditandai dengan perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan
tertentu. Perbuatan itu terbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Karena
seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseoramg mempunyai
motivasi yang kuat dengan segala upaya yang dapat dia lakukan untuk mencapainya.
Proses belajar sangat diperlukan motivasi sebab seseorang yang tidak mempunyai
motivasi dalam belajar tidak akan melakukan aktivitas belajar (Syaiful Bahri
Djamarah, 2011:148-151).
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi
belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan
dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya
adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar
yang menarik (Uno, 2006:131).
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada pelajar
yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya
dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung berasal dari linkungan
keluarga dan lingkungan masyarakat. Hal itu mempunyai peranan besar dalam
keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya
dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan,
adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar,
adanya lingkungan belajar yang kondusif (Uno, 2006:148).
Ekonomi
Ekonomi dalam dunia pendidikan memegang peranan yang cukup
menentukan. Karena tanpa ekonomi yang memadai dunia pendidikan tidak akan bisa
berjalan dengan baik. Ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi bukan merupakan
pemegang peranan utama dalam pendidikan, namun keadaan ekonomi dapat
membatasi kegiatan pendidikan. Ekonomi sebagai sumber pembiayaan pendidikan
sangat penting karena hal ini akan mendorong, memicu, dan memacu etos bangsa
menuju kualitas lebih baik. Ekonomi sangat menentukan keberhasilan pendidikan
melalui sarana prasarana, media, dan alat belajar dapat dipenuhi sehingga proses
belajar mengajar lebih intensif dan kualitas pendidikan akan meningkat (Made
Pidarta, 2009:254-256).
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Dusun Genengrejo
Dusun Genengrejo RT15/RW05 merupakan salah satu dusun di Kelurahan
Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Dusun ini
memiliki keunikan yaitu, gotong royongn masih sangat terjaga dengan baik seperti
sambatan (membangun rumah), gera’an (kerja bakti) contohnya adalah memperbaiki
jalan yang rusak di Dusun Genengrejo. Jiwa sosial terhadap sesama atau tetangga
sekitar sangat tinggi. Selain hal itu juga menjaga tradisi peninggalan nenek moyang
masih terjaga dengan baik dari masa Orde Baru hingga saat ini. Di bidang pendidikan
masyarakat masih tergolong sangat rendah namun mereka memiliki jiwa pekerja
keras. Pekerjaan yang mereka miliki ratarata adalah sebagai petani dan buruh
(Wawancara Paiman pada 14 Januari 2018).
Pandangan Hidup Masyarakat
Pandangan masyarakat tentang pentingnya sekolah yaitu masyarakat
menganggap sekolah tidak begitu penting karena masyarakat memiliki pandangan
sekolah tinggi-tinggi mau jadi apa, pada akhirnya juga sama tetap seperti orang
tuanya yaitu tetap ke sawah atau menjadi buruh tani bagi kaum laki-laki, bagi
perempuan setelah lulus sekolah pada akhirnya nikah, masak, punya anak maka dari
itu tidak perlu sekolah tinggi (Wawancara Sukarni Widyastuti pada 25 November
2017).
Persepsi masyarakat yang sudah mendarah daging di pikiran setiap orang tua
atau anak sehingga menjadikan patokan bahwa sekolah tinggi tidak menjamin masa
depan oleh karena itu tingkat pendidikan di Dusun Genengrejo pada masa Orde Baru
rendah. Pandangan masyarakat tentang pendidikan terlihat dari kepeduliannya untuk
menyekolahkan anaknya belum menjadi suatu prioritas utama. Cara pandang inilah
yang kemudian dapat mempengaruhi perilaku masyarakat setempat dalam mengambil
keputusan berkaitan penting atau tidak pentingya pendidikan (Wawancara Paiman
pada tanggal 25 November 2017).
Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang sangat rendah mengakibatkan
banyaknya anak tidak sempat mengenyam pendidikan, cara berfikir orang tua dan
anak yang lebih memprioritaskan untuk bekerja demi menghasilkan uang untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga tidak selalu memperhatikan pendidikan.
Selain itu, didukung oleh anak-anak di dusun Genegrejo juga yang acuh terhadap
yang namanya pendidikan. Kurangnya motivasi dari orang tua yang memberikan
pemahaman tentang pentingnya pendidikan terhadap anak menjadikan pendidikan
tidak terlalu dipandang penting oleh anak (Wawancara Anasinta pada tanggal 25
November 2017).
Persepsi tentang pentingnya pendidikan setiap orang itu berbeda-beda, itu
terlihat bagaimana mereka menyikapi seberapa besarnya pengaruh pendidikan dalam
kehidupan mereka. Sebagian dari masyarakat Dusun Genegrejo belum menyadari
benar apa arti pendidikan dan apa pentingnya pendidikan, khususnya masyarakat
yang tinggal di daerah pedesaan, pandangan mereka terhadap pentingnya pendidikan
itu masih sangat kurang, itu sudah terlihat tingkat kepedulian mereka yang masih
rendah. Di Dusun Genengrejo, masih banyak masyarakat yang belum memperoleh
pendidikan dan ada yang sudah memperoleh pendidikan SD namun kesulitan untuk
melanjutkan ke SMP, ada yang lulus SMP namun kesulitan melanjutkan sekolah
SMA, ada lulusan SMA tetapi suli melanjutkan ke perguruan tinggi. setiap orang tua
hanya berfikiran bahwa anak-anak bisa pintar menulis dan membaca dan bisa
membantu di sawah itu sudah lebih dari cukup (Wawancara Sukarni Widyastuti pada
25 November 2017).
Kondisi Ekonomi
1. Pendapatan Keluarga
Faktor ekonomi masyarakat juga menjadi salah satu faktor penyebab
anak putus sekolah. Mata pencarian masyarakat di dusun Genengrejo sebagi
buruh tani dan petani, panen mereka berupa padi. Pendapatan masyarakat
petani pada umunya tergantung pada lahan yang diolah. Pendapatan yang
diperoleh Rp. 14.000,- dari hasil paanen padi. Panen padi rata-rata
mendapatkan lima karung dengan harga jual pada tahun 1980-an harga padi
/kg Rp. 350,- terkadang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan
selama pengolahan maupun perawatan, pemupukan sampai panen sekitar Rp.
9.000,-. Dengan pendapatan yang demikian tentunya sangat mempengaruhi
kehidupan keluarga apalagi bagi yang memilki jumlah enam anak, maka
secara langsung kebutuhan ekonomi keluarga akan cukup besar. Penghasilan
yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga untuk
makan sehari-hari sehingga sangat sulit bagi mereka untuk membiayai sekolah
anak-anaknya. Pada kondisi ini orang tua harus memilih jalan untuk
memberhentikan anknya sekolah dan menyuruhnya membantu orang tua
untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari (Wawancara Sukarni
Widyastuti pada 25 November 2017).
2. Mahalnya Biaya Pendidikan
Di negara yang sedang berkembang biaya untuk meningkat kualitas
pendidikan tidak tertanggulangi,keterbatasan biaya yaitu sebagai penghambat.
Beberapa negara maju merasakan beratnya beban biaya pendidikan. (Umar
Tirtarahardja, 2010:45-46).
Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat
penting dalam menjalankan pendidikan di sekolah. Biaya pendidikan
meliputi: uang pangkal, SPP, buku, seragam, alat tulis dan biaya pribadi
berupa pengeluaran uang saku sehari-hari. Pada tingkat sekolah biaya
pendidikan diperoleh dari subsidi pemerintah pusat, pemerintah daerah, iuran
siswa, dan sumbangan masyarakat. Rencana anggaran pendapatan dan belanja
sekolah sebagian besar berasal dari pemerintah pusat sedangkan sekolah
swasta berasal dari siswa atau yayasan (Zainuddin, 2008: 92-96).
Mahalnya biaya sekolah menyebabkan banyak anak yang tidak
sekolah dikarenakan orang tua tidak mampu membiayai sekolah, mengingat
mayoritas pekerjaan masyarakat Dusun Genengrejo sebagi buruh tani dan
petani ladang yang hasilnya tidak menentu hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari saja. Pendidikan pada masa Orde Baru hanya dirasakan
bagi keluarga yang ekonomi cukup untuk memenuhi kebutuhan (Wawancara
Rasiyo pada tanggal 25 November 2017).
Melihat fakta yang ada di Dusun Genengrejo permasalahan ekonomi
menjadi kendala anak untuk masuk sekolah sehingga prioritas pendidikan
tergeser oleh pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Mahalnya biaya pendidikan
pada masa Orde Baru membuat anak putus sekolah bahkan tidak mendapatkan
kesempatan untuk sekolah. Hilangnya kesempatan untuk sekolah
menyebabkan anak tidak mendapatkan pekerjaan yang layak (Wawancara
Rasiyo pada tanggal 25 November 2017).
Motivasi Belajar
Motivasi belajar dalam diri siswa yang rendah merupakan faktor utama yang
dialami oleh kebanyakan siswa usia sekolah di Dusun Genengrejo RT15/RW005
Desa Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen. Lemahnya motivasi diri untuk
belajar hal ini disebabkan karena anak tidak memiliki harapan dan cita-cita yang
tinggi seperti ingin melanjutkan sekolah lanjutan sampai ke perguruan tinggi dan
menjadi pegawai pemerintah maupun swasta sehingga siswa sekolah kurang berminat
untuk belajar di sekolah. Akibat dari motivasi belajar yang rendah menyebabkan anak
usia sekolah putus sekolah, mereka lebih memilih untuk mengembalakan ternak sapai
dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil (ngongon) dan bekerja
(Wawancara Parmin pada tanggal 16 November 2017).
Anak yang memiliki motivasi belajar yang rendah mengakibatkan anak malas
belajar dan mencari kesibukan yang dirasakan lebih nyaman dibandingkan belajar.
Anak-anak di Dusun Genengrejo pada masa Orde Baru lebih memilih
mengembalakan ternak sapai dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil
(ngongon) dan bekerja karena anggapan mereka lebih penting mencari uang dari pada
sekolah (Wawancara Parmin pada tanggal 16 November 2017).
Motivasi Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga sangat menentukan keberhasilan seorang anak dalam
mengenyam pendidikan. Dari lingkungan keluarga, orang tua mempunyai peran yang
sangat penting sebagai motivator bagi pendidikan anak sebagai tanggung jawab untuk
memotivasi anak dalam belajar. Dorongan orang tua terhadap anak untuk bersekolah
di Dusun Genengrejo rendah terbukti anak yang tidak sekolah TK 0, tidak sekolah 78,
sekolah tidak sampai lulus 18, lulus Sekolah Dasar 47, lulus SMP 3, dan tidak ada
yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi (Wawancara Giman pada tanggal
16 November 2017).
Orang tua yang tidak memiliki bekal pendidikan dalam mendidik anak sesuai
apa yang dirasakan dari pengalaman orang tuanya diterapkan kepada anak.
Contohnya orang tua yang tidak sekolah anaknya kurang mendapatkan motivasi dari
orang tua tentang pentingnya sekolah. Orang tua tidak sekolah maka anak sekolah SD
atau bisa baca tulis sudah lebih dari cukup dan dirasakan oleh orang tua itu sudah
jauh lebih baik karena mereka sudah merasakan bahwa anaknya lebih pintar dari
orang tua (Wawancara Rasiyo pada tanggal 25 November 2017).
Motivasi Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan dimana seseorang melakukan
interaksi dengan orang lain dan saling mempengaruhi. Lingkungan masyarakatnya
rata-rata tidak sekolah akan memberikan pengaruh bagi anak-anak yang sedang
sekolah. Selain budaya di dalam lingkungan masyarakat anak juga akan dipengaruhi
oleh teman sebaya di lingkungan sekitar. Teman sebaya adalah suatu kelompok dari
orang-orang yang sesuai dan memiliki status yang sama, dengan siapa seseorang pada
umumnya berhubungan atau bergaul. Di mulai dari masa anak-anak hingga dewasa
orang akan membangun pertemanan dengan teman sebaya yang memiliki minat yang
sama. Anak usia sekolah di Dusun Genengrejo memiliki minat sekolah yang rendah
karena mereka lebih tertarik mengembalakan ternak sapai dan kerbau orang lain
dengan sistem upah bagi hasil (ngongon) dan bekerja untuk membantu mencukupi
kebutuhan keluarga (Wawancara Diro (Sumiyem pada tanggal 16 November 2017).
Anak-anak usia sekolah di Dusun Genengrejo pada masa Orde Baru, putus
sekolah karena berawal dari ajakan teman sebaya untuk mengembalakan ternak sapai
dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil (ngongon) dan bekerja. Berawal
dari ajakan teman sebaya ini menjadikan lebih nyaman ngongon dan bekerja. Karena
sudah bisa menghasilkan uang untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga
dibandingkan dengan sekolah yang hanya menjadi beban orang tua. Selain itu anak-
anak di Dusun Genengrejo lebh tertarik ngongon dan bekerja, karena sekolah mikir
terus. Berbeda dengan ngongon dan kerja hanya mengeluarkan otot saja sudah bisa
menghasilkan uang (Wawancara Diro (Sumiyem) pada tanggal 16 November 2017).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Faktor yang menyebabkan orang tua tidak berminat menyekolahkan
anaknya di bangku sekolah karena 1) pandangan hidup masyarakat
Dusun Genengrejo tentang pendidikan masih rendah terlihat dari
kepedulian orang tua menyekolahkan anak-anaknya belum menjadi
suatu prioritas utama. 2) kondisi ekonomi menjadi faktor penyebab
anak putus sekolah sehingga anak disuruh membantu orang tua untuk
bekerja.
2. Anak usia sekolah di Dusun Genengrejo memiliki motivasi sekolah
rendah hal ini disebabkan oleh 1) motivasi belajar yang rendah dari
dalam diri siswa disebabkan karena anak tidak memiliki harapan dan
cita-cita yang tinggi seperti ingin melanjutkan sekolah lanjutan sampai
ke perguruan tinggi dan menjadi pegawai pemerintah maupun swasta
sehingga siswa sekolah kurang berminat untuk belajar di sekolah.
Akibat dari motivasi belajar yang rendah menyebabkan anak usia
sekolah putus sekolah 2) motivasi lingkungan keluarga dalam
mendukung pendidikan anak untuk sekolah masih rendah, dapat
dilihat dalam hasil penelitian tidak sekolah TK 0, tidak sekolah 78,
sekolah tidak sampai lulu 18, lulus Sekolah Dasar 47, lulus SMP 3,
dan tidak ada yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi 3)
motivasi lingkungan masyarakat pada anak usia sekolah kurang
mendukung karena terpengaruh ajakan teman sebaya mengembalakan
ternak sapi dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil
(ngongon).
SARAN
Beberapa saran yang akan penulis kemukakan sehubungan dengan hasil
penelitian dan pembahasan sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada orang tua khusunya di Dusun Genengrejo yang
mempunyai anak usia sekolah agar selalu diberikan pemahaman akan
pentingnya pendidikan. Motivasi dari orang tua sangat diperlukan
untuk merubah cara berfikir anak, bagi orang tua yang mempunyai
anak diusia sekolah agar selalu diberikan motivasi baik berupa
dorongan moril dan materil agar bisa menempuh pendidikan bahkan
sampai perguruan tinggi.
2. Masyarakat Dusun Genengrejo sebagai orang tua yang bertanggung
jawab terhadap anaknya supaya lebih giat meningkatkan ekonominya
agar dapat membiayai pendidikan anak-anaknya.
3. Diharapkan kepada pemerintah baik di kabupaten, kecamatan, dan
desa perlu memperhatikan secara seksama kehidupan masyarakat
Dusun Genengrejo dalam menetapkan kebijakan berkaitan pendidikan
anak.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri Djamarah, Syaiful. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Damin, Sudarwan. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Hasbullah. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pranoto, Suhartono W. 2010. Teori & Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Tilaar. 1995. 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995. Jakarta:
Grasindo.
top related