resorbsi akar akibat perawatan ortodontik
Post on 27-Dec-2015
87 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PROFIL METABOLISME PASIEN ORTODONTIK YANG
MENUNJUKKAN RESORBSI AKAR DINILAI DARI PREDIKSI HIPOTESIS
BIOLOGI
DAN MEMINIMALISIR RESORPSI AKAR YANG
DISEBABKAN PERAWATAN ORTODONTIK
Disusun oleh :Stephanie Adelia Susanto
13/355972/PKG/818
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONSIAFAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA2014
1
PROFIL METABOLISME DARI PASIEN ORTODONTIK
YANG MENUNJUKKAN RESORPSI AKAR
DINILAI DARI PREDIKSI HIPOTESIS BIOLOGI
Masalah resorpsi akar sangat menarik untuk diteliti sebab implikasi klinis dan
hukum yang mengkhawatirkan terkait dengan masalah tersebut. Pada bab ini,
pencarian literatur yang lengkap disajikan bersama dengan bukti yang mendukung
predisposisi biologi yang menyebabkan efek iatrogenik tersebut.
Sejarah Perspektif Resorpsi Akar
Laporan pertama adanya resorpsi akar pada gigi permanen dikutip oleh
Ketcham, dibuat oleh Bates tahun 1856, Chase tahun 1875, dan Harding tahun 1878.
Penelitian pertama mengenai resorpsi apeks akar yang dihubungkan dengan prosedur
ortodontik dilaporkan oleh Ottolengui tahun 1914. Namun laporan resorpsi pada
apeks akar disajikan oleh Ketcham tahun 1927, diikuti oleh laporan kedua tahun
1929, yang akhirnya menjadi perhatian oleh profesi ortodontik. Awalnya, Ketcham
melaporkan insiden resorpsi akar pada individu normal berkisar antara 1% sampai
5%, sedangkan pada pasien ortodontik insiden resorpsi akar sampai 21%. Ketcham
menyatakan “apeks akar hilang sangat mengejutkan, sangat berbahaya untuk pasien
ortodontik, sangat mungkin untuk mendapat tuduhan bagi ortodontis sendiri”.
Tindakan Ketcham merupakan pernyataan yang dramatis sebagai katalis, mengubah
persepsi setiap ortodontis untuk meninjau kembali prakteknya. Selain itu, Rudolf
menemukan pada akhir tahun pertama perawatan, 49% dari pasien menunjukkan
resorpsi akar; pada akhir tahun kedua perawatan persentase mencapai 75%.
Pada tahun 1951, Henry dan Weinman melaporkan hasil sebuah penelitian
histologi dari karakteristik morfologi dan fisiologi dari sisi jumlah, ukuran, distribusi
dan tipe area resorpsi gigi permanen pada 15 cadaver. Penemuan mereka
mengungkap bahwa lebih dari 90% gigi menunjukkan bukti bahwa terjadi resorpsi
akar. Daerah resorpsi akar lebih sering dilihat pada 1/3 apical akar (76,8%) daripada
2
di tengah (19%) atau 1/3 gingival (4%). Ada juga kasus resorpsi pada permukaan
mesial dan bukal, indikasi resorpsi terjadi segera pada permukaan yang berhadapan
langsung dengan penyimpangan fisiologis. Potensi untuk perbaikan setelah resorpsi
akar, pertama ditunjukan oleh Henry dan Weinman, telah dikonfirmasi oleh peneliti
yang lain.
Pada tahun 1954, Massler dan Malone meneliti 708 radiografi gigi dari
individu normal umur 12 sampai 49 tahun dan dibandingkan dengan 81 radiografi
pasien umur 12 sampai 19 tahun dengan perawatan ortodontik. Mereka menemukan
lebih dari 80% kelompok yang tidak dilakukan perawatan menunjukkan resorpsi akar
dibandingakan dengan kelompok dengan perawatan ortodontik sampai 93,3%.
Namun frekuensi resorpsi akar derajat sedang meningkat dari 9,2% pada kelompok
tanpa perawatan menjadi 31,4% pada kelompok yang dilakukan perawatan. Frekuensi
dari resorpsi akar yang parah meningkat dari 0,3% menjadai 10,8% dan resorpsi yang
sangat parah dari 0,11% menjadi 3,4%. Persentase dari gigi yang menunjukkan
resorpsi akar sedikit menurun dari 71% menjadi 54,7%.
Tampaknya ada beberapa perbedaan pendapat diantara penelitian
epidemiologi tentang frekuensi dan kerentanan dari perbedaan gigi yang mengalami
resorpsi akar setelah perawatan ortodontik. Secara keseluruhan ada kesamaan pada
gigi yang paling rentan terjadi resorpsi, yaitu insisivus maksila dan mandibula diikuti
molar pertama maksila, premolar pertama dan kedua maksila dan caninus maksila,
sementara caninus mandibula, premolar pertama dan kedua, dan molar pertama
mandibula hanya sedikit kerentanannya. Hal itu juga didukung oleh bukti adanya
kesamaan pada gigi yang paling banyak dan paling sedikit kerentanannya diantara
populasi yang dilakukan perawatan dan yang tidak dilakukan perawatan; hanya satu
perbedaan yang di tunjukkan adalah keparahan dari resorpsi akar. Jenis kelamin tidak
menunjukkan adanya hubungan dengan resorpsi akar.
Ada beberapa kontroversi tentang pengaruh umur pada pasien yang menjalani
perawatan ortodontik dan lamanya perawatan ortodontik. Penelitian selanjutya
menemukan peningkatan yang signifikan diantara pasien yang lebih tua, sementara
3
yang lainnya tidak menemukan hubungan diantaranya. Demikian juga ditemukan
beberapa hubungan ringan antara waktu perawatan dan resorpsi akar.sedangkan yang
lain tidak menemukan adanya hubungan. Beberapa ada yang menghubungkan jumlah
pergerakan gigi dengan resorpsi akar dan dibantah oleh yang lainnya. Tidak ada
hubungan antara awal maloklusi dan resorpsi akar.
Penggunaan rectangular archwire tidak meningkatkan insiden resorpsi akar,
sementara dengan begg appliances insiden terjadinya resorpsi akar meningkat 2
sampai 3 kali ketika dibandingkan dengan kasus yang dilakukan perawatan dengan
edgewise appliances.
Mekanisme Resorpsi Akar
Banyak penelitian yang berusaha mejelaskan mekanisme resorpsi akar dan
menjelaskan perubahan struktur penyangga gigi yang dihubungkan dengan
pergerakan ortodontik. Sekarang ilmu pengetahuan menggunakan subjek penelitian
anjing, monyet dan manusia. Namun, penggambaran situasi yang paling akurat
diperoleh menggunakan mikroskop elektron .
Pada prinsipnya temuan pada penelitian ini menunjukkan respon awal
terhadap aplikasi gaya adalah pelebaran pembuluh darah dan penggabungan eritrosit
bersama dengan platelet dan bahan folikular yang terpecah diantara elemen seluler.
Pada tahap ini dinding pembuluh tampak utuh, dan walaupun eritrosit tertekan satu
sama lain akan tetapi lumen tetap terbuka dalam pembuluh. Pada tahap selanjutnya,
bagian dari dinding endotel hilang bersama dengan dasar lamina, sehingga
memungkinkan hubungan antara lumen dinding pembuluh darah dan ruang
perivaskular.
Kristalilasi eritrosit di dalam ligamen periodontal menunjukkan degradasi
lokal dari eritrosit sebagai hasil tekanan dan hemostatis. Sementoblas, fibroblast, dan
osteoblas menunjukkan tidak adanya perbedaan dalam reaksi seluler terhadap
kekuatan ortodontik. Semuanya menunjukkan berbagai tahap karakteristik
disintegrasi yaitu pembengkakan intraseluler, pelebaran reticulum endoplasmic,
4
pembengkakan sedang dari mitokondria, pecahnya sel membrane diikuti pemisahan
nucleus dari sitoplasma, dan penguraian nucleus. Proses ini menunjukkan terjadinya
kematian sel pada sitoplasma, sementara nucleus hancur setelah itu. Selanjutnya hal
ini menunjukkan bahwa asumsi sebelumnya, yang menyatakan bahwa kematian sel
lebih dulu pada nucleus daripada sitoplasma disebabkan karena penampilan inti
piknotik adalah tidak benar. Proses ini akan berlangsung terus sampai hialinisasi
sempurna terjadi pada PDL yang terkena tekanan. Multinuclear giant sel kemudian
muncul di dekat permukaan sementum agak jauh dari jaringan hialin, sel tersebut
meresorpsi substansi gigi. Resorpsi cementum terlihat dengan menggunakan
mikroskop electron, sebagai resorpsi dari bagian belakang. Segera sesudah terjadi
resorpsi pada sementum, hal ini merupakan indikasi bahwa resorpsi akan berlanjut
pada dentin pada tingkat yang lebih besar. Dengan kata lain, sementum bertindak
sebagai penghalang sehingga resorpsi akar tidak terjadi pada seluruh gigi. PDL
berdekatan dengan sementum diserap dari belakang yang kaya akan pembuluh darah
dan sel. Struktur hialin menghilang bersamaan dengan invasi sel dan pembuluh darah
dari PDL sebelahnya. Umumnya ditemukan baik pada hewan maupun manusia dan
menunjukkan bahwa pembentukan zona hialinisasi pada PDL karena aplikasi gaya
menyebabkan resorpsi akar selam invasi sel baru dari peridonsium sehat dan sumsum
tulang. Munngkin dapat disimpulkan bahwa mekanisme terjadinya resorpsi akar saat
ini sudah jelas. Namun, meskipun sudah ditetapkan perawatan ortodontik dapat
secara signifikan meningkatkan jumlah gigi yang terkena defek dan keparahan,tetapi
lliteratur tidak memberikan kontribusi secara substansial, mengapa respon individu
terhadap perawatan ortodontik dengan berbagai derajat variasi resorpsi akar.
Faktor–faktor yang mempengaruhi resorpsi akar
Sementum
Sementum adalah jaringan yang mempunyai karekteristik morfologi sama
dengan tulang. Sementum dihasilkan oleh sel sementoblas yang sangat mirip dengan
osteoblas, dan kalsifikasinya sama dengan tulang dan diresorpsi oleh sel raksasa
5
berinti banyak yang pertama-tama menghilangkan mineral kemudian matriks organik.
Meskipun demikian, sementum memiliki beberapa perbedaan dari tulang yang
membantu untuk menerangkan mengapa sementum jauh lebih resisten terhadap
resorpsi serta menjelaskan mengapa resorpsi dapat terjadi.
Ada empat alasan utama mengapa sementum lebih resisten terhadap resorpsi
daripada tulang: (1) sementum mempunyai kadar fluoride lebih tinggi daripada
tulang; (2) jaringan tulang memiliki cukup suplai darah sedangkan sementum
sepenuhnya bebas dari jaringan pembuluh darah; (3) sementum dikelilingi kolagen
yang lebih tua dan lebih matang, dimana lebih resisten terhadap perubahan kimia
daripada tulang, dan (4) sementum dilapisi oleh lapisan nonmineral presementum
bernama sementoid, yang memiliki karakteristik seperti osteoid yang dianggap
sebagai pelapis yang resisten terhadap resorpsi. Setiap variasi empat faktor tersebut
sangat mempengaruhi kapasitas sementum untuk resisten terhadap resorpsi, terutama
ketika stimulus lokal mengubah keseimbangan PDL.
Karena sementum dianggap sangat dekat hubungannya dengan tulang, akan
lebih logis untuk berspekulasi bahwa mekanisme yang menyebabkan aktivitas seluler
untuk membentuk atau meresorpsi tulang juga akan mempengaruhi aktivitas seluler
untuk membentuk atau meresorpsi sementum.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tulang dibentuk dari sel yang
berproliferasi dari vaskuler endotel berdinding tipis pembuluh sinusoid. Sel yang
berasal dari pembuluh tersebut sering disebut sebagai osteogenic precursor cells
(undifferentiated mesenchymal cells). Berbagai macam faktor bekerja mempengaruhi
proliferasi sel ini, beberapa umumnya untuk jaringan ikat sel dan beberapa spesifik
untuk tulang.
Umumnya semua sel membutuhkan suplai energi yang cukup sebelum
pembelahan sel dapat terjadi. Karena produksi energi dibawa melalui oksidasi sebagai
produk energi tinggi sel tertentu, suplai oksigen yang melimpah dibutuhkan untuk
proliferasi dan aktivitas.
6
Pada PDL, sel undifferentiated mesenchymal menjadi osteoblas, yang
menentukan matriks tulang. Jika terjadi penurunan suplai oksigen, jumlah matrik
sosteoid yang dihasilkan menurun atau berhenti sama sekali. Sama pentingnya untuk
pembelahan sel adalah konsentrasi lokal karbondioksida. Konsentrasi karbondioksida
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah menghambat proliferasi sel. Karena konsentrasi
lokal oksigen dan karbon dioksida sebagian diatur oleh laju aliran darah, sehingga hal
ini harus menjadi pertimbangan penting. Jika laju aliran darah berkurang, pada sisi
PDL yang tertekan, oksigen yang tersedia berkurang, dan pada saat yang bersamaan,
jumlah penghilangan karbon dioksida juga berkurang. Dengan berkurangnya aliran
darah, akan menyebabkan lebih sedikit osteoblast dan lebih sedikit jaringan tulang
yang terbentuk, dan pada saat yang bersamaan osteoclas yang terbentuk dari sel
mesenchim undifferentiated juga berkurang jumlahnya. Bagaimanapun juga, telah
dibuktikan bahwa saat jumlah aliran darah yang melalui tulang berkurang, macrophag
meningkat ukurannya dan bergabung untuk membentuk osteoclast fagosit. Sehingga
aktivitas osteoclastik dan resorpsi tulang meningkat.
Hormon
Mekanisme regulasi lain dari pembelahan sel dan produksi matriks
interseluler adalah keseimbangan antara hormon anabolik dan katabolik. Terdapat 2
tipe osteoclast. Keduanya adalah multinucleated cells dan mensekresikan enzim yang
menghidrolisis dan mendegradasi jaringan tulang sehingga mampu meresorbsi tulang.
Tipe pertama osteoclast terbentuk akibat gabungan undifferentiated cells
akibat adanya kelebihan cortisol atau corticosteroid. Walaupun sel ini menunjukkan
aktivitas cytoplasmik yang besar, osteoclast yang terbentuk dalam hal ini tetap berdaa
pada satu tempat, dan masih terikat dengan sel sekitarnya. Osteoclast jenis yang
kedua bergerak dengan bebas terbentuk dari makrofag. Sel ini terbentuk pada
sumsum tulang dan memiliki kemampuan fagositik. Sebelum makrofag dapat
bergabung, sel tersebut membesar. Hal ini dicegah oleh cortisol atau corticosteroid,
sehingga agen katabolik ini mencegah produksi osteoclast yang bergerak bebas.
7
Keberadaan parathyiroid hormon (PTH) diperlukan sebelum makrofag dapat
bergabung membentuk osteoclast. Dengan anadanya jumlah PTH yang berlebih,
osteoclast ini menampilkan aktivitas yang banyak. Keberadaan hormon thyroid
tampaknya penting untuk aktivitas PTH.
Hormon yang berbeda mengatur metabolisme tulang untuk menjaga tingkat
kalsium ekstraseluler yang konstan. Kalsium adalah substansi penting yang
dibutuhkan untuk: (1)membentuk calcium phospate dan calcium carbonate untuk
membentuk konstituen kimiawi tulang yang penting , sementum dan enamel; (2).
Untuk koagulasi darah (pembentukan bekuan); dan (3) untuk regulasi fungsi saraf
dengan menjaga tingakat rangsangan akhiran saraf pada tingkat yang normal. Telah
dipercaya bahwa penjagaan terhadap konsentrasi kalsium ekstraseluler yang konstan
bergantung terutama pada kontrol resiprocal ganda resorpsi tulang oleh PTH dan
calcitonin (CT). Faktor penting lain dalam menjaga hoemeostatis kalsium dan
resorpsi tulang adalah kadar ekstraselular phosphorus (PO4), adanya vitamin D, dan
hormon thyroid (T3, T4) dan korticosteroid. Faktor sekunder termasuk sukrosa, asam
lemak, hearin, serum protein, hormon pria dan wanita, dan lain sebagainya.
PTH memiliki baik regulasi maupun permissive role dalam resorpsi
tulang.Secara umum jumlah resorpsi tulang dijaga oleh sekresi berlanjut PTH, yang
dapat meningkat atau menurun sebagai respon terhadap konsentrasi kalsium. PTH
meningkatkan kadar kalsium darah dengan menyebabkan resorpsi osteoclastic tulang
dan meningkatkan ekskresi PO4 dari ginjal., menyebabkan pencegahan reabsorbsi
PO4 dari tubulus dan mencegah kalsifikasi tulang baru yang terbentuk.
Konsentrasi dalam darah CT bersamaan dengan PO4 merupakan 2 fisiologik
sinergi untuk menceah terjadinya resorbsi tulang. CT terutama mencegah resorpsi
mineral in vivo, sedangkan konsentrasi PO4 terutama mencegah resorpsi matrix
dengan meningkatkan deposisi mineral pada kolagen sehingga menghalangi resorpsi.
Cara lain PO4 mencegah resorpsi tulang adalah dengan meningkatkan deposisi
mineral kalsium pada permukaan tulang yang kurang termineralisasi. Berbeda dengan
PTH yang menyebabkan resorpsi tulang bersamaan dengan lepasnya kalsium dengan
8
menstimulasi aktivitas enzim collagenolytic dan proteolytic, CT dan PO4
menghalangi pelepasan kalsium tanpa mencegah pelepasan hormon. Hal ini
mengindikasikan bahwa PTH bekerja langsung di sel, sedangkan CT tidak.
Hormon thyroid mengatur homeostatis kalsium dengan mengontrol sekresi
kalsium dan fosfat oleh ginjal. Rumitnya peran hormon dapat dipengaruhi oleh faktor
lokal atau sistemik (primary endocrine malfunction, diet, renal insufficiency, masalah
gastrointestinal, dsb), mempengaruhi aktivitas selular dalam pembentukan dan
resorpsi tulang. Berdasarkan kemiripan sementum dan tulang, diasumsikan faktor-
faktor ini juga mempengaruhi resorpsi sementum.
Implikasi Hormonal
Orthodontis selama bertahun-tahun telah berspekulasi mengenai pengaruh
hormonal dan diet terhadap resorpsi akar dan beberapa peneliti telah meneliti
hubungan tersebut. Pada sebuah penelitian yang melibatkan 100 orang yang
mengalami resorpsi akar, diperiksa secara lengkap kondisi fisiknya, urinalisis,
differential blood count, survey diet, pemeriksaan klinis dan radiografis gigi dan
rahang, pemeriksaan metabolic rate, dan kadar kalsium da PO4 serum serta saliva.
Hasilnya 60% grup orthodontic dan 40 % grup non orthodontik menderita
hypotyroidism. Hipotyroidism bersamaan dengan endocrinopaty yang lain terjadi
pada 20% grup orthodontik, dan 26 % di grup non orthodontik. Hyperpituitari juga
tercatat pada penelitian ini dan berhubungan dengan resorpsi akar sama dengan
masalah intestinal, yang nantinya akan menyebabkan gangguan pada metabolisme
mineral dan memicu terjadinya pembentukan tulang pathologis.
Pada tahun 1975, Newman memeriksa 47 pasien orthodontik yang masing-
masing menderita resorspi akar moderate sampai parah pada minimal 3 gigi, dalam
hubungannya dengan genetik, status endokrin dan kesehatan nutrisi. Newman
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang pasti diantaranya dan mengenai
aspek genetik, aspek metabolis tidak berhubungan sama sekali dengan resorpsi akar.
9
Hiperparathyroid sekunder tidak terbukti meningkatkan insiden resorpsi akar,
sedangkan pemberian thyroxin terbukti menurunkannya. Mengenai efek perawatan
corticosteroid terhadap resorpsi akar, sebuah penelitian menunjukkan bahwa
pemberian hydrocortison meningkatkan potensi resorpsi akar pada monyet,
sedangkan penelitian lain menunjukkan pemberian prednisolone menurunkan derajat
resorpsi akar secara signifikan.
Interaksi Parameter Biologis
Pada tahun 1981, sebeuah penelitian memriksa 12 pasien berusia 17-22 yang
menjalani perawatan orthodontik. Enam orang diantaranya mengaai resorpsi akar
tingkat sedang hingga parah, 6 lainnya yang tidak mengalami resorpsi akar digunakan
sebagai kontrol. Dilakukan pemeriksaan terhadap spesimen darah dan urine untuk
diperiksa kalsium serum, kadar fosfat serum, 24-jam kalsium urine, 24 jam fosfat
urin, tubular resorption of phosphorus (TRP), kadar alkalin fosfat darah, kadar
thyroid hormon T3 darah, kadar thyroid hormon T4 darah, kadar cortisol darah, kadar
parathyroid hormon darah (PTH). Hasil penelitian sangat divergen, dan beberapa
tidak berhubungan dengan resorpsi akar. Hasil ini sama dengan penelitian Newman,
yang memeriksa hubungan antara hormon thyroid T4, protein-bound iodine, serum
kalsium, serum fosfat, dan alkaline phosphatase terhadap resorpsi akar dan
menyimpulkan tidak ada hubungan diantaranya.
Becks meneliti 100 pasien dengan resorpsi akar menyimpulkan bahwa 66%
pasien orthodontik dan 86% pasien non orthodontik menunjuukan hipertyroidism
yang jelas. Penemuan ini berdasarkan tertama dari pembacaan basal metabolic rate
pasien. Akan tetapi penelitian terbaru yang menggunakan metode yang lebih akurat
untuk melihat fungsi thyroid, tidak mendukung hasil penelitian ini.
SPSS stepwise discriminan analysis ( SPSS, McGraw-Hill, New York,NY)
menunjukkan bahwa variabel tunggal yang paling penting adalah hormon T3,
sedangkan faktor yang meningkatkan fungsi terpisah T3, adalah T4. Hal ini
10
mengindikasikan bahwa fungsi thyroid mempunyai hubungan yang erat dengan
resorpsi akar.Berdasarkan hasilpenelitian, tampak adanya kemungkinan beberapa
mekanisme biologis yang terlibat. Beberapa diantaranya kemungkinan berhubungan
dengan status nutrisi, seperti yang telah dibuktikan oleh Becks dan Marshal;beberpa
mungkin berhubungan dengan fungsi ginjal dan maslaah gastrointestinal, seperti yang
disimpulkan oleh Sisher dan Weinman; beberapa diantaranya mungkin berhubungan
dengan maslaah endokrin primer.
Penelitian ini sangat jelas mendeskripsikan hubungan yang jelas antara
gambaran metabolis pasien, seperti yang ditunjukkan oleh tes yang dilakukan dan
resorpsi akar meyeluruh. Lebih jauh lagi penelitian ini menyimpulkan bahwa
prosedur yang dipakai dalam penelitian ini dapat digunakan secara prospective
sebagai tes untuk memprediksi gambaran akar gigi dari pasien orthodontik.
Kesimpulan
Berdasarkan review pada literatur mengenai resorpsi akar, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Resorpsi akar dapat terjadi pada individual baik mereka menjalani perawatan
orthodontik atau tidak
2. Selama perawatan orthodontik, terjadi peningkatan kejadian dan keparahan
resorpsi akar
3. Resorpsi akar mengalami berbagai derjat perbaikan
4. Baik usia, waktu, dan besarnya pergerakan orthodontik dapat meningkatkan
jumlah resorpsi akar masih menjadi kontroversi
5. Terdapat beberapa spekulasi mengenai pengaruh faktor metabolik pada
perkembangan resorpsi gigi
6. Yang harus diperhatikan oleh orthodontis adalah persentase kecil pasien yang
menampakkan resorspi akar menyeluruh dari sedang sampai parah
11
7. Telah dibuktikan bahwa terdapat gambaran metabolik individu yang sehat
dimana terjadi peningkatan root resorption yang menyeluruh dari tingkat
sedang sampai parah
12
MEMINIMALISIR RESORPSI AKAR
YANG DISEBABKAN PERAWATAN ORTODONTIK
Tingginya frekuensi dari resorpsi apikal pada akar gigi yang disebabkan oleh
perawatan ortodontik telah dilaporkan dalam studi histologis, dan reaksi jaringan
terdokumentasikan dengan baik. Dalam studi radiografi klinis, frekuensi yang
dilaporkan bervariasi. Phillips berpendapat bahwa resorpsi apikal melebihi ¼ dari
panjang akar terjadi sebesar 1,5% pada gigi insisivus sentral rahang atas dan 2,2%
pada gigi insisivus lateral. Linge dan Linge melaporkan resorpsi akar apikal terjadi
sebesar 3 mm atau lebih pada 4% dari gigi insisivus rahang atas dalam
penelitiannya. Variasi individu antara pasien dan antara gigi yang berbeda pada orang
yang sama juga telah dilaporkan. Karena resorpsi akar yang luas mungkin memiliki
gejala yang tak diinginkan seperti mobilitas gigi dan hilangnya tulang pendukung,
strategi untuk meminimalkan resorpsi harus dipertimbangkan dan rencana
penanganan juga harus ditetapkan sebelum perawatan ortodontik. Strategi tersebut
mencakup evaluasi terhadap resiko terjadinya resorpsi akar sebelum perawatan dan
pada tahap yang telah ditentukan pada awal perawatan. Resorpsi yang terdeteksi dini
harus ditindaklanjuti dan didokumentasikan pada akhir perawatan.
Pretreatment (Sebelum Perawatan)
Karena tidak diketahuinya respon individual, semua faktor sistemik dan lokal
harus dipertimbangkan sebelum melakukan perawatan. Penilaian resiko resorpsi akar
dimulai dengan riwayat kesehatan pasien untuk mengevaluasi pengaruh hipotetis
faktor sistemik. Riwayat harus mencakup :
1. Faktor herediter; hasil dari perawatan orthodontik yang diperoleh orang tua,
saudara atau keluarga lainnya.
2. Faktor sistemik ; diabetes, reaksi alergi atau penyakit sistemik lainnya
3. Faktor lokal ; menggigit kuku dan kebiasaan buruk lainnya
13
4. Trauma; trauma sebelumnya, jenis, tindak lanjut, termasuk catatan gigi dari
peristiwa trauma jika tersedia.
Pemeriksaan klinis, termasuk radiografi periapikal standar diambil, sebaiknya
dilakukan untuk menilai kontribusi potensial dari faktor kondisi lokal periodontal
harus dicatat. Berdasarkan temuan radiografi, faktor-faktor penting berikut harus
dievaluasi : resorpsi akar yang ada, termasuk akibat gangguan erupsi (gambar 5-4) ;
bentuk apikal akar (gambar 5-5a), invaginasi (gambar 5-5b), agenesis (gambar 5-6),
dan anomali akar pendek (gambar 5-1).
Rencana perawatan utama mencakup evaluasi dari jenis dan
luasnya pergerakan gigi yang diperlukan untuk memperbaiki penyimpangan, durasi
perawatan, dan kebutuhan untuk ekstraksi. Pada pasien dengan faktor predisposisi
beberapa rencana perawatan individual harus dimodifikasi untuk mengurangi resiko
terjadinya resorpsi akar, misalnya terjadinya pemendekan saat perawatan, kurangnya
kekuatan, dan terbatasnya hasil akhir.
Perawatan
Begitu perawatan dimulai, monitoring dianjurkan dilakukan selama 6 bulan
dan harus menyertakan gambaran radiografi periapikal semua gigi insisivus rahang
atas dan rahang bawah, karena ini adalah gigi yang paling rentan
terhadap resorpsi akar. Adalah penting bahwa apeks akar dapat dilihat setidaknya
pada dua gambaran radiografi yang diambil dari arah yang berbeda. Dalam rangka
standarisasi penilaian terhadap resorpsi akar, indeks empat poin dapat diterapkan
(gambar 5-7).
Jika tidak ada tanda-tanda resorpsi akar pada hasil radiografis pada tahapan
perawatan ini, resiko resorpsi yang parah pada akhir perawatan menjadi minimal
(gambar 5-8a). Resorpsi yang tampak pada 6 bulan awal perawatan akan cenderung
menunjukkan resiko resorpsi yang progresif pada hasil perawatan (gambar 5-8b).
Resiko ini dapat diperkecil dengan penghentian sementara perawatan aktif selama 2
14
atau 3 bulan (Gambar 5-9a dan gambar 5-9b). Pada gigi yang menunjukkan resorpsi
progresif, selanjutnya dianjurkan melakukan radiografi lanjutan setiap 3 bulan sekali.
Post-Treatment (Setelah Perawatan)
Setelah perawatan, pemeriksaan radiografis merupakan keharusan, serta
pasien dan dokter gigi rujukan harus diberitahu jika resorpsi akar telah terjadi. Jika
terjadi resorpsi ringan atau sedang, tidak diperlukan tindakan lebih lanjut. Jika
keadaannya parah dan akar yang tersisa tidak lebih dari mahkota gigi, maka akan
terdapat resiko mobilitas gigi. Dalam kasus seperti itu, tindak lanjut, monitoring
dan instruksi untuk pasien sangat diperlukan.
Bukti Berdasarkan Studi Klinis
Tidak ada bukti yang pasti dalam literatur tentang pentingnya interaksi antara
faktor biologis dan mekanis selama perawatan. Namun, faktor ini harus
diperhitungkan dalam menilai resiko resorpsi akar dan harus dimasukkan dalam
rencana perawatan.
Faktor keturunan keluarga pada kasus resorpsi selama perawatan ortodontik
ditemukan pada sebuah studi yang melibatkan sejumlah besar saudara kandung, dan
hasilnya menunjukkan resorpsi merupakan komponen yang dapat diwariskan.
Hubungan antara jenis kelamin dan resorpsi akar telah dilaporkan. Linge dan Linge
melaporkan bahwa perempuan lebih rentan daripada laki-laki, akan tetapi penelitian
lain tidak dapat memverifikasi temuan ini.
Davidovitch dkk mengusulkan bahwa individu dengan kondisi yang sudah
terdapat inflamasi, seperti periodontitis, diabetes, dan alergi, memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk resorpsi akar ketika perawatan ortodontik. Selanjutnya, Kjaer
menunjukkan hubungan antara beberapa anomali gigi, terutama ektopik dan agenesis
gigi, dan kecenderungan untuk terjadinya resorpsi akar selama perawatan ortodontik.
Observasi ini diverifikasi oleh penyelidikan yang dirancang untuk menganalisis
resiko resorpsi akar terkait dengan agenesis. Pada pasien dengan multipel agenesis,
15
resiko resorpsi akar harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena gigi sering
dijadikan sebagai abutment pada protesa. Perawatan dengan archwire rectrangular
ditambah elastis intermaxillary dan durasi perawatan yang lama secara signifikan
mempengaruhi tingkat keparahan resorpsi akar. Hal ini mencerminkan kesulitan
dalam mengendalikan tekanan/kekuatan yang diberikan ketika hanya terdapat
beberapa gigi yang tersedia untuk penjangkaran.
Beberapa karakter morfologi anatomi akar dapat didiagnosa pada gambaraan
radiologi intraoral sebelum perawatan. Oppenheim menduga bahwa gigi insisivus
dengan bentuk akar yang menyimpang sangat beresiko. Lind dan Newman
mengklaim bahwa kondisi anomali akar yang pendek merupakan predisposisi pada
resorpsi akar selama perawatan orthodontik. Anomali selalu mempengaruhi kedua
gigi insisivus sentral dengan hampir simetri, pada umumnya akar tersebut berbentuk
bulat. Premolar dan kaninus lebih jarang terlibat, namun hanya dengan resorpsi minor
dapat membahayakan prognosis jangka panjang mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Malmgren dkk menganalisis resorpsi akar
setelah perawatan ortodontik pada gigi yang pernag mengalami trauma. Penelitian
terdiri dari 55 insisivus yang mengalami luksasi tanpa adanya luka antimeres. Pada
saat luka, semua gigi telah diperiksa oleh pedodontik yang berpengalaman dengan
mengikuti prosedur standar. Hasil pemeriksaan tersebut menyatakan bahwa besar
resorpsi akar gigi trauma sama dengan gigi kontralateralnya yang tidak trauma.
Namun, beberapa gigi yang memperlihatkan resorpsi sebelum perawatan ortodontik
akan menjadi semakin parah selama berjalannya perawatan.
Pada penelitian Morin dkk, 17 pasien dengan 27 gigi mengalami trauma berat
yang dicatat dengan lengkap dari setiap trauma dan di follow-up setelah perawatan
trauma dengan menggunakan alat cekat. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa
dalam kasus-kasus trauma parah, gigi dengan kerusakan periodontal parah, berpindah
sebagian dan direplantasi serta gigi dengan luksasi intrusif harus diekstraksi jika
pada periode follow up setelah trauma menunjukkan bahwa gigi memiliki prognosis
buruk. Gigi pasca trauma yang berhasil dirawat dan menunjukkan ligamen
16
periodontal normal setelah periode observasi post trauma memungkinkan untuk
dilakukan perawatan ortodontik tanpa menambah resiko resorpsi akar. Selanjutnya,
gigi yang akarnya fraktur, dipulihkan dengan jaringan tulang maupun jaringan ikat,
akan dianggap sebagai gigi yang akarnya pendek. Jika garis fraktur terletak pada
sepertiga akar, ada resiko terjadi pemendekan lebih lanjut pada fragmen koronal
selama gerakan ortodontik.
Pentingnya gaya telah dibahas selama bertahun-tahun. Sebagian besar penulis
hanya mempertimbangkan kekuatan yang besar sebagai penyebab resorpsi akar, akan
tetapi pada kenyataanya intensitas dan durasi juga merupakan faktor yang penting.
Kvam, Harry dan Sims, dan Vardimon dkk menemukan hubungan antara tingkat
keparahan resorpsi dengan besarnya kekuatan, sementara Owman-Moll
menyimpulkan bahwa resorpsi akar tidak sensitif terhadap besarnya gaya. Sering
dinyatakan bahwa gaya yang besar dapat menyebabkan gigi goyang, intrusi, dan
torquing akar sehingga meningkatkan resiko resorpsi akar. Sebuah korelasi antara
resorpsi dan durasi perawatan aktif juga telah ditunjukkan dalam beberapa studi.
Penelitian resorpsi akar baru-baru ini mengkaitkan resorpsi akar dengan
teknik edgewise standar dan edgewise straight. Terungkap bahwa resorpsi pada
insisivus central lebih signifikan pada pasien dengan perawatan teknik edgewise
standar. Pada penelitian lainnya, penggunaan heat-activated dan superelastik wire
menyebabkan berkurangnya resorpsi pada teknik edgewise standar dan straightwire
daripada ketika stainless steel archwires digunakan.
Telah ditunjukkan bahwa gerakan mengarah ke tulang labial dan kortikal
dapat menyebabkan resorpsi akar. Maka, penting untuk menetapkan batasan tulang
kortikal berdasarkan gambaran radiografi profil sebelum perawatan. Jika alveolar
crest sempit, resorpsi dapat terjadi dengan mudah saat retraksi gigi insisivus rahang
atas. Gigi insisivus rahang atas sering protrusif sehingga memerlukan torque akar
palatal selama retraksi, gerakan akar ini harus dilakukan di daerah tulang cancellous
yang lebih longgar, dan sebaiknya menggunakan teknik yang mengintrusi gigi
anterior pada onset perawatan.
17
Owman-Moll menemukan variasi respon jaringan terlepas dari besarnya gaya
yang diberikan. Pada beberapa pasien, resorpsi substansial terdeteksi setelah beberapa
saat perawatan, meskipun kekuatan ringan yang digunakan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa durasi perawatan, faktor mekanik dan variasi individu merupakan
faktor yang penting.
Pertimbangan utama adalah resorpsi apikal akar terdeteksi dini ketika
perawatan ortodontik aktif. Reitan merekomendasikan penghentian perawatan
sementara pada kasus yang menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk terjadinya
resorpsi akar. Rygh bahkan mengajukan penjadwalan periode penundaan
perawatan selama perjalanan terapi ortodontik.
Terdapat suatu pengertian bahwa resorpsi akar biasanya berhenti setelah
perawatan ortodontik, ketika aplikasi gaya dihentikan. Penelitian histologis
menunjukkan bahwa perbaikan kavitas resorpsi akan berlangsung setelah kekuatan
gaya dihilangkan. Brudvik dan Rygh mempelajari proses reparatif pada hewan
percobaan tikus dan mengamati mineralisasi sementum baru pada permukaan akar
terbentuk 21 hari setelah kekuatan dihentikan. Dalam percobaan manusia, Owman-
Moll menemukan berbagai tingkat perbaikan setelah 8 minggu, dan Odenrick dkk
melaporkan deposisi jaringan keras pada kavitas resorpsi terjadi setelah 53 sampai 90
hari. Dalam sebuah penelitian terhadap pasien yang perawatan aktif telah
ditangguhkan 2-3 bulan karena terjadi resorpsia akar awal, terjadi pengurangan
resorpsi yang signifikan pasca perawatan dibandingkan kasus yang tidak dilakukan
penghentian perawatan sementara.
Sedikit yang diketahui dari prognosis jangka panjang gigi dengan akar yang
parah atau sangat teresorpsi. Berkaitan dengan studi sebelumnya oleh VonderAhe,
Remington dkk melaporkan bahwa gigi dengan resorpsi parah yang disebabkan
perawatan ortodontik dapat berfungsi cukup baik secara klinis beberapa tahun pasca
perawatan. Dalam laporan kasu pasien dengan gigi insisivus rahang atas yang
akarnya sangat pendek diperiksa 33 tahun setelah perawatan, pemeriksaan radiografi,
visual dan taktil menunjukkan bahwa gigi berfungsi dengan baik. Telah dinyatakan
18
bahwa resorpsi 1/3 apikal akar tidak mengganggu stabilitas karena persentase
tertinggi perlekatan periodontal adalah pada 2/3 crestal akar. Jika terjadi pemendekan
yang cukup banyak pada akar, daya tahan gigi mungkin terganggu, gigi mungkin
tidak dapat menahan beban fungsional normal. Resiko selanjutnya adalah bahwa jika
terjadi kehilangan tulang alveolar crestal, perlekatan periodontal akan kritis.
Gejala klinis untuk resorpsi akar parah menjadi perhatian utama. Wainwright
menyimpulkan bahwa resorpsi dapat menyebabkan mobilitas dan bahkan lepasnya
gigi. Sharpe dkk mengemukakan adanya prevalensi resorpsi akar yang lebih tinggi
pada pasien yang mengalami relaps dibandingkan pada pasien kontrol. Hasil
penelitian menunjukkan resiko peningkatan mobilitas gigi dikaitkan
dengan rasio mahkota-akar lebih besar dari 1: 1.
Telah diklaim bahwa kehilangan tulang alveolar meningkat sesuai dengan
usia. Albandar dan Abbas menemukan sedikit kehilangan tulang pada subyek usia
32 tahun dan kehilangan 0,2 mm per tahun pada mereka dari usia 33 sampai 45 tahun.
Ini berarti bahwa stabilitas gigi insisivus dengan resorpsi kecil juga akan menurun.
Meningkatnya mobilitas gigi dengan akar pendek harus dipandang sebagai
faktor resiko jangka panjang sehingga gigi tersebut harus dimonitor dengan baik.
Kesimpulan
Follow up pengambilan radiografi diindikasikan pada 6 sampai 9 bulan
perawatan ortodontik cekat. Ada korelasi yang signifikan antara awal dan sesudah
perawatan resorpsi apikal akar. Jika tidak terdapat tanda-tanda resorpsi pada
gambaran radiografi yang ditemukan pada kontrol bulan ke 6 sampai 9, ini berarti
resiko keparahan resorpsi pada akhir perawatan kecil. Adanya resorpsi ringan pada
awal perawatan merupakan indikasi resiko resorpsi akan menjadi parah pada periode
perawatan selanjutnya. Resiko keparahan resorpsi mungkin dapat dikurangi dengan
penghentian sementara perawatan aktif selama 2 sampai 3 bulan dengan tidak
mengaktifkan archwire. Terdapat peningkatan resiko resorpsi akar pada gigi insisivus
rahang atas yang memiliki bentuk akar yang menyimpang, terutama bentuk akar
19
bulat. Rencana perawatan untuk pasien dengan multipel agenesis gigi harus
mempertimbangkan resiko resorpsi apikal akar berlebihan selama terapi ortodontik.
Jika perawatan ortodontik menyebabkan resorpsi akar yang parah dan perbandingan
mahkota-akar kurang dari atau sama dengan 1: 1, akan ada resiko mobilitas gigi.
20
top related