skenario c obsessif-kompulsif d
Post on 14-Aug-2015
91 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SKENARIO C BLOK 16
Bulan, perempuan, 20 tahun, seorang mahasiswi di salah satu universitas di Palembang,
merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Adiknya masih bersekolah SMP dan SMA dan
tinggal bersama kedua orang tuanya di Baturaja, ibukota Kabuaten OKU.
Sebulan yang lalu ayah Bulan dirawat inap di Bagian Neurologi RSMH Palembang
selama seminggu, sembuh sempurna dan diperbolehkan pulang. Kata dokter, haya mengalami
stroke ringan. Untuk kelanjutan kontrol dan pengobatannya, dokter RSMH yang merawatnya
sudah menulis surat petunjuk ke dokter keluarga yang merujuknya.
Sekitar dua minggu setelah ayahnya sembuh, dokter keluarga mengizinkannya bekerja
kembali.
Setelah ayahnya mulai bekerja kembali, setiap Minggu pagi Bulan menelpon
menanyakan kesehatan ayahnya. Ayahnya menjawab bahwa dia sehat-sehat saja, semua
nasihat dokter diikutinya agar tetap sehat dan penyakitnya tidak kambuh. Kata Ayah, dia dan
ibunya baru saja pulang dari mengikuti olahraga senam jantung sehat di alun-alun kabupaten.
Setelah sebulan berlalu, Bulan semakin sering menelpon ayahnya, dalam seminggu 2
sampai 3 kali untuk menanyakan kesehatan ayahnya itu. Sering pula ia menanyakan hal itu
kepada ibunya. Jawaban ibunya sama saja, bahwa ayahnya sehat-sehat saja.
Makin hari, Bulan makin sering, bahkan menjadi setiap hari, menelpon ayah dan ibunya
untuk menanyakan kesehatan ayahnya itu. Bulan mencoba mempercayai jawaban ayah dan
ibunya itu. Akal sehatnya mengatakan bahwa seharusnya ia mempercayai jawaban ayah dan
ibunya itu. Tapi, ketika dia mulai percaya, segera timbul keraguan, jangan-jangan ayah dan
ibunya berbohong karena tidak ingin Bulan menjadi susah dan terganggu studinya. Bulan
berusaha keras untuk membuang pikiran negatif itu dan untuk tegang, dan hal ini
memaksanya untuk kembali menelpon. Setelah selesai menelpon, rasa cemasnya mereda, tapi
tidak berlangsung lama.
Kecemasannya memuncak. Pikirannya mengatakan bahwa mungkin saja ayahnya
sekarang sedang dirawat di rumah sakit di Baturaja, karena stroke ringan, jadi cukup
ditangani oleh dokter keluarga atas saran dokter RSMH. Dia harus mudik sekarang juga
untuk memastikan kondisi kesehatan ayanya, di satu sisi, akal sehatnya mengatakan bahwa
sikap dan tindakannya ini tidak logis dan tidak reaistis. Bulan mencarter mobil rental,
meluncur ke Baturaja.
Data Tambahan
1
Ayah dan ibu Bulan adalah tipe orang yang perfeksionis. Dalam mengasuh anak-
anaknya selalu menekankan ketelitian, kerapian, serta disiplin yang kaku dengan harapan
agar anak-anaknya menjadi orang yang sukses.
Dalam kehidupan sehari-harinya Bulan memang menjadi anak yang selalu teliti, rapi
dan disiplin. Setiap selsesai melakukan pekerjaan, dia selalu melakukan cek dan recek sesuai
dengan harapan orangtuanya.
I. Klarifikasi Istilah
1. Perfeksionis : orang yang ingin segala-galanya sempurna1
2. Stroke ringan : Stroke didefiniskan sebagai serangan mendadak2. Stroke ringan,
atau nama lainnya TIA (transcient ischemic attack) adalah kondisi
terjadinya deficit ischemic yang cepat teratasi.3
3. Cemas : ketegangan, rasa tak aman dan kekhawatiranyang timbul karena
dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tanpa
stimulus yang jelas, kaku, terasa mencekam1
4. Tegang : perasaan mencekam, biasa disertai palpitasi
5. Akal sehat : pikiran normal atau logika yang dapat diterima orang.
6. Pikiran negatif : merasa kurang percaya atau sangsi terhadap kebenaran atau
kejujuran seseorang (takut dikhianati dan sebagainya)1
II. Identifikasi Masalah
1. Bulan, wanita, 20 tahun, mahasiswi, anak pertama dari 3 bersaudara, setiap minggu
pagi menelpon menanyakan kesehatan Ayahnya setelah Ayahnya jatuh sakit sebulan
yang lalu, tindakan ini semakin hari semakin sering.
2. Bulan mulai timbul keraguan dan mulai merasa bahwa orangtuanya berbohong
padanya.
3. Setiap kali Bulan berusaha membuang pikiran negatif dan tidak menelpon lagi, timbul
rasa cemas dan tegang.
4. Akal sehatnya Bulan mengatakan bahwa sikap dan tindakannya ini tidak logis dan
tidak realistis, tetapi ia tetap melakukannya.
5. Orang tua Bulan adalah tipe orang yang perfeksionis, selalu menekankan ketelitian,
kerapian, serta disiplin yang kaku.
6. Dalam kehidupan sehari-hari Bulan anak yang selalu teliti, rapi, disiplin, setiap selesai
melakukan perkerjaan selalu melakukan cek dan recek sesuai harapan orangtuanya.
2
III. Analisis Masalah
1. Mengapa Bulan semakin hari semakin sering menelpon Ayahnya yang sakit sebulan
yang lalu?
2. Bagaimana hubungan urutan kelahiran dengan kondisi yang dialami saat ini?
3. Mengapa Bulan mulai merasa ragu dan tidak percaya kepada orangtuanya?
4. Bagaimana mekanisme pertahanan yang diterapkan oleh Bulan?
5. Mengapa ia masih merasa cemas dan tegang walaupun ia sudah berusaha membuang
pikiran negatif itu?
6. Mengapa walaupun ia sudah menyadari hal yang dilakukan salah, ia tetap
melakukannya?
7. Bagaimana pengaruh orang tua yang perfeksionis terhadap kepribadian anaknya?
8. Apa hubungan kehidupan sehari-hari Bulan dengan kondisi yang dialaminya?
9. Bagaimana differential diagnosis kasus ini?
10. Bagaimana cara diagnosis dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan?
11. Bagaimana diagnosis multiaksial, dan diagnosis kerja kasus
12. Apa saja etiologi dan faktor resiko kasus ini?
13. Bagaimana epidemiologi kasus
14. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi kasus ini
15. Apa saja manifestasi klinis yang timbul?
16. Bagaimana tatalaksana, terapi, dan upaya preventif kasus ini?
17. Apa prognosis pada kasus?
18. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi?
19. Apa KDU kasus?
IV. Hipotesis
Bulan, wanita, 20 tahun, selalu mengkhawatirkan Ayahnya pasca sakit karena
mengalami gangguan neurotik yaitu obsesif-kompulsif dengan kepribadian premorbid
gangguan kepribadian anankastik.
3
V. Kerangka Konsep
VI. Sintesis
A. Mekanisme Pertahanan
Status internal manusia selalu diselimuti dengan kecemasan sebagai produk dari
konflik antar struktur kepribadian yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Kemudian termanifes ke
dalam perilaku konkrit dalam mekanisme pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego
(ego defense mechanism). Ego berdiri di tengah-tengah kekuatan dahsyat kebutuhan
biologis dan norma. Ketika terjadi konflik di antara kekuatan-kekuatan ini, ego merasa
terjepit dan terancam, serta merasa seolah-olah akan lenyap dan tidak berdaya digilas
kedua kekuatan tersebut. Perasaan terjepit dan terancam ini disebut kecemasan (anxiety),
sebagai tanda bagi ego bahwa sedang berada dalam bahaya dan berusaha tetap bertahan.5
Id (Das Es) adalah aspek biologis dan merupakan sistem original, suatu realitas
psikis yang sesungguhnya (the true psychic reality) dunia batin atau subyektif manusia
dan tidak memiliki koneksi secara langsung dengan realitas obyektif. Id berisi hal-hal
yang dibawa sejak lahir (unsur-unsur biologis), libido seksualitas, termasuk juga insting-
insting organisme.
4
Bulan sadar bahwa sikap dan
tindakannya tidak logis dan tidak
realistis.
Semakin hari semakin sering
menelpon
Muncul pikiran negative bahwa
orang tuanya berbohong
Bulan menjadi pribadi yang teliti dan selalu melakukan
cek dan recek Ayah Bulan menderita stroke ringan yang telah
sembuh sempurnaBulan sering menelpon ayahnya
Orang tua yang perfeksionis
GANGGUAN OBSESI-KOMPULSIF
Ego (Das Ich) adalah aspek psikologis karena adanya kebutuhan sinkronisasi
(gateway) antara kebutuhan Id dengan realitas dunia eksternal. Ego bertugas untuk
menyelesaikan rangsangan lapar dengan kenyataan tentang objek makanan, sehingga
prinsip Ego adalah realitas dunia obyektif.
Super Ego (Das Ueber Ich) adalah aspek sosiologis yang merupakan nilai-nilai
tradisional sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya berupa perintah-
larangan, ganjaran-hukuman, baik-buruk. Prinsip Super Ego adalah internalisasi norma-
norma lingkungan yang berupaya untuk menekan dorongan Id.
Ada tiga jenis kecemasan tersebut: Pertama, kecemasan realistik, contohnya
melihat seekor ular berbisa dihadapan. Kedua, kecemasan moral, ancaman datang dari
dunia Super Ego yang telah terinternalisasi, contohnya rasa malu, rasa takut mendapat
sanksi, rasa berdosa. Ketiga, kecemasan neurotik, perasaan takut jenis ini muncul akibat
impuls-impuls id.
Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan id dan
superego. Namun ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha
mempertahankan diri. Secara tidak sadar, seseorang akan bertahan dengan cara
memblokir seluruh dorongan-dorongan atau dengan menciutkan dorongan-dorongan
tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima konsepsi dan tidak terlalu mengancam.
Cara ini disebut mekanisme pertahanan diri atau mekanisme pertahanan ego (ego
defensemechanism).
Istilah mekanisme pertahanan umum digunakan dalam usaha penyisihan (warding
off) dan ditujukan terhadap dorongan naluri. Dorongan naluri disisihkan karena
sesungguhnya setiap penyisihan merupakan defensi terhadap afek. Pertahanan langsung
terhadap afek, merupakan defense yang lebih archaik (primitif), kurang sistematik, namun
lebih memainkan peranan. Namun pertahanan akan tertuju terhadap dorongan naluri, dan
umumnya lebih penting dalam hal terjadinya patogenesa neurosa, dan pertahanan tersebut
bersifat lebih tersusun dan terorganisasi.4
1. Mekanisme Pertahanan Gangguan Obsesif Kompulsif
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang
menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifa karakter obsesif-kompulsif; isolasi,
meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi.6
a. Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan
impuls yang mencetuskan kecemasan. Di bawah kondisi pada umumnya
5
seseorang mengalami secara sadar afek dan khayalan dari suatu gagasan yang
mengandung emosi (emotion-laden), terlepas apakah ini berupa fantasi atau
ingatan terhadap suatu peristiwa. Jika terjadi isolasi, afek dan iimpuls yang
didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen ideasional dan di keluarkan
dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait
seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak
memiliki afek yang berhubungan dengannya.6
b. Meruntuhkan (Undoing)
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin dapat lolos dari
mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder adalah
diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang mengancam
keluar kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi permukaan
operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan mengendalikan
impuls dasar yang belum diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan
sekunder yang cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan. Seperti yang
dinyatakan olehnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan kompulsif yang
dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara
irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang
menakutkan.6
c. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Baik isolasi maupun meruntuhkan adalah tindakan pertahanan yang terlibat erat
dalam menghasilkan gejala klinis. Pembentukan gejala menyebabkan
pembentukan sifat karakter, bukannya gejala. Seperti yang diungkapkan
istilahnya, pembentukan reaksi yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadar
dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Sering kali, pola yang terlihat
oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.6
Pembentukan reaksi adalah karakterisitik neurosis obsesional namun dapat juga
terjadi dalam bentuk neurosis lain. Jika sikap ini sering digunakan pada tahap
awal perkembangan ego, ini bisa menjadi suatu sifat yang permanen seperti dalam
karakter obsesif.8
2. Penjelasan Keterkaitan Kasus Bulan:
6
Berdasarkan data tambahan, ayah dan ibu Bulan adalah tipe orang yang
perfeksionis. Dalam mengasuh anak-anaknya selalu menekankan ketelitian, kerapian,
serta disiplin yang kaku dengan harapan agar anak-anaknya menjadi orang yang
sukses. Akhirnya Bulan menjadi anak yang selalu teliti, rapi dan disiplin, setiap
selesai melakukan pekerjaan, dia selalu melakukan cek dan recek sesuai dengan
harapan orangtuanya.
Hal ini menunjukkan kepribadian premorbid Bulan adalah perfeksionisme dan
menunjang penegakan diagnosis gangguan kepribadian anankastik atau obsesif
kompulsif dengan ciri utama perfeksionisme dan keteraturan (ketertiban, kerapian)5
Gangguan ini memang dipengaruhi oleh pola asuh atau pola didik orang tua.6
Pada skenario dijelaskan bahwa Ayah Bulan menderita stroke ringan, bagi
kebanyakan orang, kata stroke merupakan momok yang sangat menakutkan. Dan hal
tersebut dapat menjadi stressor atau pencetus kecemasan Bulan. Orang dengan
gangguan kepribadian anankastik sangat rentan terhadap perubahan yang tidak
diharapkan, baik menimpa dirinya sendiri maupun orang dicintainya.6 Dan hal
tersebut dapat menjadi faktor risiko berkembangnya gangguan obsesif-kompulsif.
Sebenarnya Bulan yang memiliki gangguan obsesif-kompulsif berusaha
mengatasi stres tersebut dengan mekanisme pertahanan isolasi, meruntuhkan
(undoing), dan pembentukan reaksi.6
Isolasi ditunjukkan dengan Bulan yang telah berusaha untuk membuang
pikiran negatif tersebut namun ia gagal dan akhirnya tetap menelpon Ayahnya.
Dengan tindakan menelpon Ayahnya, menunjukkan tindakan kompulsif yang telah
dilakukan Bulan untuk meredakan kecemasannya. Akan tetapi tindakan kompulsifnya
tidak bisa sepenuhnya menghilangkan kecemasana, hanya dapat menurunkan kadar
kecemasan.6
Ketika Bulan tidak bisa menghadapi stres dengan mekanisme pertahanan
isolasi dan undoing, maka mekanisme selanjutnya ialah pembentukan reaksi(reaction
formation). Pada pembentukan reaksi akan terbentuk sifat karakter atau pola perilaku
Bulan dalam menghadapi masalah. Sifat karakter yang terbentuk ialah pikiran obsesif
yang membuat Bulan terus menerus menjadi cemas dan mendorong untuk terus
menelpon orang tuanya sebagai tindakan kompulsif. Dan pikiran obsesif dan tindakan
kompulsif tetap timbul secara berulang-ulang.
Gangguan obsesif kompulsif merupakan salah satu dari gangguan kecemasan.
Kecemasan adalah sinyal yang menyadarkan; memperingatkan adanya bahaya yang
7
mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi
ancaman. Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan
tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menenangkan, seringkali
disertai oleh gejala otonomik seperti palpitasi, hipertensi, gelisah, takikardi, tremor,
hiperhidrosis, dll. Kecemasan segera mengarahkan seseorang untuk mengambil
langkah yang diperlukan untuk mencegah ancaman atau meringankan akibatnya.6
Mekanisme inilah yang dapat mempengaruhi tindakan Bulan mencarter mobil
rental untuk langsung menemui dan memastikan kondisi Ayahnya.
3. Klasifikasi Mekanisme Pertahanan
a. Pertahanan yang Imatur
1) Bertindak keluar (Acting out)
Mengekspresikan suatu keinginan yang tidak disadari atau impuls melalui
tindakan untuk menghindari kesadaran dari dampak yang menyertainya.
Fantasi bawah sadar dihidupkan keluar menuruti kata hati dalam perilaku,
sehingga memuaskan dorongan, daripada larangan terhadapnya. Bertindak
keluar melibatkan secara kronik pemberian pada dorongan untuk
menghindari ketegangan yang akan dihasilkan dari penundaan ekspresi.
2) Perilaku pasif–aggresif
Mengekspresikan agresi terhadap lainnya secara tidak langsung melalui pasif,
masokisme dan perubahan dirinya. Manifestasi dari perilaku pasif-aggresive
termasuk kegagalan, penundaan. dan penyakit yang mempengaruhi orang lain
lebih dari diri sendiri
3) Hambatan (Blocking)
Hambatan pikiran secara sementara atau singkat. Afek dan impuls juga
mungkin terlibat. Hambatan menyerupai represi tetapi berbeda dalam
ketegangan yang muncul ketika dorongan, perasaan, atau pikiran dihambat
4) Regresi
Mencoba untuk kembali ke fase awal libidinal berfungsi untuk menghindari
ketegangan dan bangkitan konflik pada tingkat sekarang pembangunan. itu
mencerminkan kecenderungan dasar untuk memperoleh kepuasan instingtual
pada periode yang kurang berkembang. regresi adalah fenomena normal juga,
sebagai jumlah tertentu regresi yang esensial untuk relaksasi, tidur, dan
8
orgasme dalam intercouse seksual. regresi juga dianggap sebagai
concominant essensial dari proses kreatif
5) Fantasi Skizoid
Terlibat dalam pengunduran autistik dalam rangka untuk menyelesaikan
konflik dan untuk memperoleh kepuasan. Keintiman interpersonal adalah
menghindari, dan eksentrisitas berfungsi untuk mengusir orang lain. orang
tersebut tidak sepenuhnya percaya pada fantasi dan tidak menuntut akting
mereka keluar
6) Hipokondriasis
Melebih-lebihkan atau terlalu menekankan penyakit untuk tujuan
penghindaran dan regresi. Celaan yang timbul dari kehilangan, kesepian, atau
impuls agresif yang tidak dapat diterima terhadap lainnya diubah menjadi
celaan diri dan keluhan nyeri, penyakit somatik, dan neurasthenia. Pada
Hipokondriasis, pertanggungjawaban dapat dihindari, rasa bersalah dapat
dielakkan, dan dorongan naluriah yang dihindari. Karena introyeksi
hipokondriakal yang ego-alien, orang yang menderita mengalami disforia dan
rasa penderitaan
7) Introyeksi
Internalisasi kualitas suatu obyek. Meskipun penting untuk pengembangan,
juga melayani fungsi defensif spesifik. Bila digunakan sebagai pertahanan,
itu dapat melenyapkan perbedaan antara subjek dan objek. Melalui introyeksi
objek yang dicintai, kesadaran yang menyakitkan dari keterpisahan atau
ancaman kehilangan dapat dihindari. Introjeksi dari suatu objek yang ditakuti
melayani untuk menghindari kecemasan ketika karakteristik agresif objek
yang diinternalisasikan, sehingga menempatkan agresi di bawah kontrol
sendiri. suatu contoh klasik adalah identifikasi dengan korban juga terjadi,
dimana kualitas hukuman diri objek yang diambil alih dan didirikan dalam
diri seseorang sebagai suatu ciri gejala atau karakter
8) Somatisasi
Mengkonversi derivatif psikis menjadi gejala tubuh dan cenderung untuk
bereaksi dengan manifestasi somatik, daripada manifestasi psikis. Pada
desomatisasi, tanggapan somatik infantil digantikan oleh melalui dan efek,
dalam resomatization, orang regresi untuk membentuk somatik sebelumnya
dalam menghadapi konflik yang tak terselesaikan
9
b. Pertahanan Neurotik
1) Pengendalian (controlling)
mencoba untuk mengelola atau mengatur peristiwa atau objek di lingkungan
untuk meminimalkan kecemasan dan menyelesaikan konflik internal.
2) Penggantian (displacement)
Mengubah emosi dari sebuah ide atau objek lain yang menyerupai aslinya
dalam beberapa aspek atau kualitas. Offset memungkinkan representasi
simbolis dari gagasan asli atau objek yang kurang sangat cathected atau
membangkitkan kecemasan kurang
3) Rasionalisasi
Memberikan penjelasan yang rasional dalam upaya untuk membenarkan
sikap, keyakinan atau perilaku yang mungkin tidak dapat diterima. Alasan ini
umumnya ditentukan secara naluriah
4) Disosiasi
Bersifat sementara, tetapi secara drastis mengubah karakter seseorang atau
identitas pribadi untuk menghindari tekanan emosional. Fugue negara dan
konversi menjadi reaksi histeris adalah manifestasi umum dari disosiasi.
Disosiasi juga dapat ditemukan dalam perilaku counterphobic, gangguan
identitas disosiatif dan penggunaan farmakologis yang berlebihan
5) Eksternalisasi
cenderung untuk melihat dunia luar dan unsur-unsur obyek eksternal dari
kepribadiannya, termasuk impuls naluriah, konflik, suasana hati, sikap dan
gaya berpikir. Eksternalisasi adalah istilah yang lebih umum dibandingkan
proyeksi
6) Pembentukan reaksi (reaction formation)
mengubah impuls yang tidak dapat diterima menjadi kebalikannya.
Pembentukan reaksi adalah karakteristik neurosis obsesional, namun juga
dapat terjadi dalam bentuk neurosis lain. Jika mekanisme ini sering digunakan
pada tahap awal perkembangan ego, ini bisa menjadi suatu sifat yang
permanen, seperti dalam karakter obsesif
7) Inhibisi
Secara sadar membatasi atau menolak beberapa ego, sendiri atau dalam
kombinasi, untuk menghindari kecemasan yang timbul dari konflik dengan
impuls insting, superego, atau kekuatan lingkungan atau tokoh
10
8) Represi
Menolak atau menahan ide-ide atau perasaan secara sadar. Represi primer
berarti menahan ide-ide dan perasaan sebelum mereka mendapatkan
kesadaran: represi sekunder menghilangkan kegelisahan atas apa yang pernah
dirasakan pada keadaan sadar. Penekanan tidak sepenuhnya terlupakan dalam
perilaku simbolis yang mungkin hadir. Pertahanan ini berbeda dari supresi
akibat penghambatan impuls sadar dan tidak hanya menunda tujuan yang
berharga. Persepsi sadar naluri dan perasaan terblokir pada represi
9) Intelektualisasi
Penggunaan proses intelektual yang berlebihan untuk menghindari ekspresi
atau pengalaman afektif.
10) Seksualisasi
menyediakan suatu obyek atau fungsi dengan signifikansi seksual yang
sebelumnya tidak dimiliki tingkat yang lebih rendah untuk menghindari
kecemasan yang terkait dengan impuls dilarang atau turunannya membagi
atau memisahkan ide dari efek yang menyertai. Isolasi sosial terjadi karena
tidak adanya hubungan antar objek
11) Isolasi
Penekanan tidak semestinya terfokus pada benda mati untuk menghindari
keintiman dengan orang, perhatian diberikan pada realitas eksternal untuk
menghindari ekspresi perasaan batin, dan stres yang berlebihan ditempatkan
pada rincian yang tidak relevan. Intellectualisasi erat kaitannya dengan
rasionalisasi
c. Pertahanan Matur
1) Altruisme
menggunakan layanan konstruktif dan intuitif yang memuaskan kepada orang
lain yang pengalaman tersebut seolah-olah ikut dirasakan. Ini termasuk
pembentukan reaksi yang ramah dan konstruktif. Altruisme dibedakan dari
pasrah altruistik, di mana pengiriman kepuasan segera atau kebutuhan
naluriah terjadi dalam mendukung kebutuhan orang lain untuk menyakiti
dirinya sendiri, dan kepuasan hanya bisa dinikmati melalui introyeks
2) Humor
menggunakan komedi untuk membuka perasaan dan pikiran mereka tanpa
ketidaknyamanan pribadi atau imobilisasi dan tanpa menghasilkan efek tidak
11
menyenangkan pada orang lain. Hal ini memungkinkan orang untuk
mentolerir, tetapi fokus pada apa yang terlalu mengerikan untuk terjadi, tapi
berbeda dari intelijen, yang melibatkan bentuk perpindahan dari gangguan
masalah afektif.
3) Antisipasi
Mengantisipasi atau berencana secara realistis atas ketidaknyamanan di masa
depan. Mekanismenya adalah tujuan yang diarahkan dan menyiratkan
perencanaan secara hati-hati atau khawatir dan prematur tetapi realistis untuk
mengantisipasi afek yang berbahaya atau berpotensial berbahaya
4) Sublimasi
Mencapai kepuasan dan tujuan yang bertahan, tetapi dorongan untuk
mengubah tujuan atau objek ke dapat diterima secara sosial. Sublimasi
memungkinkan naluri untuk didistribusikan, daripada diblokir atau dialihkan.
Perasaan diakui, dimodifikasi, dan diarahkan menuju objek yang signifikan
atau tujuan, dan kepuasan naluriah sederhana terjadi
5) Ascetisme
menghilangkan efek dari pengalaman menyenangkan. Ada unsur moral dalam
membangun nilai untuk kesenangan tertentu. Kepuasan berasal dari
penolakan, dan ascetisim diarahkan terhadap semua kesenangan yang
dirasakan secara sadar.
6) Supresi
Secara sadar atau semisadar menunda perhatian atas impulse atau konflik.
Masalahnya mungkin sengaja ditahan, tetapi mereka tidak dihindari.
Ketidaknyamanan diakui tetapi diminimalkan
B. Kepribadian Anankastik
Penegakan Diagnosis
Untuk diagnosis paling sedikit dibutuhkan 3 dari :
a. Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan
b. Preokupasi dengan hal-hal yang rinci / details, peraturan, daftar, urutan, organisasi,
atau jadwal
c. Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas
d. Ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati dan keterikatan yang tidak semestinya
pada produksivitas sampai mengabaikan kepuasan dan hubungan interpersonal
12
e. Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial
f. Kaku dan keras kepala
g. Pemaksaan yang tak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya mengerjakan
sesuatu, atau keengganan yang tak beralasan untuk mengizinkan orang lain
mengerjakan sesuatu
h. Mencampuradukan pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang enggan
C. Gangguan Obsesif Kompulsif
1. Diagnosis Banding
a. Gangguan Obsessif Kompulsif
b. Gangguan Kepribadian Obsesif Kompulsif
Pada gangguan kepribadian obsesif kompulsif tidak terdapat gangguan fungsi
(function impairment).
c. Gangguan Kecemasan karena Kondisi Medis Umum
1) Gangguan Tourette
Gangguan touretete dan gangguan obsesif kompulsif memiliki onset usia yang
sama dan gejala yang mirip. Kira-ira 90% pasien dengan gangguan Tourette
memiliki gejala kompulsif, dan sebanak dua prtiganya memenuhi kriteria
diagnosis untuk gangguan obsesif kompulsif.6
Gejala utamanya ialah gerakan tic (spontan) dan suara tidak terkendali yang
bermanifes awal pada masa anka, gerakan tersebut dapat berupa kedipan mata
berulang yang tidak disadari (gerakan tic ringan).9
Karena tidak ada informasi mengenai kondisi kesehatan pasien, gangguan ini
dapat disingkirkan.
13
2. Cara Diagnosis
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ:10
a. Untuk menegakan diagnosis pasti, gejala obsesif atau tindakan kompulsif atau
kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu
berturut-turut.
1) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri sendiri ;
2) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;
3) Pikiran untuk melakukan tindakan tsb diatas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan
atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas);
4) Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)
14
b. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distres) atau mengganggu aktivitas
penderita.
c. Gejala- gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut :
d. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan depresi.
e. Gejala obsesif ’sekunder’ yang terjadi pada gangguan skizophrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organic, harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV:6
a. Salah satu obsesi atau kompulsi :
Obsesi seperti yang didefinisikan oleh 1), 2), 3), dan 4) :
1) Pikiran, impuls atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang
dialami, pada suatu saatselama gangguan, sebagai intrusive dan tidak sesuai,
dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
2) Pikiran, impuls atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran
yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
3) Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls atau
bayangan-bayangan tsb untuk menetralkan dengan pikiran atau tindakan
lain.
4) Orang menyadari bahwa pikiran, impuls atau bayangan-bayangan obsesional
adalah keluar dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti
penyisipan pikiran.
Kompulsi seperti yang didefinisikan 1) dan 2) :
1) Perilaku berulang yang dirasakan mendorong untuk melakukannya sebagai
respon terhadap suatu obsesi atau menurut dengan aturan yang harus
dipatuhi secara kaku.
2) Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata
dalam hati ) ditujukan untuk mencegah suatu kejadian atau situasi
menakutkan ; tetapi perilaku atau tindakan mental tsb tidak dihubungkan
dengan cara yang realistic dengan apa merka anggap untuk menetralkan atau
mencegah, atau jelas berlebihan.
b. Pada suatu waktu dalam perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : tidak
berlaku untuk anak-anak
15
c. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas; menghabiskan
waktu (menghabiskan waktu lebih dari 1 jam sehari); atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau
aktivitas, atau hubungan social yang biasanya.
d. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya (misalnya menarik rambut pada trikotilomania; permasalahan pada
penampilan jika terdapat dismorfik tubuh; preokupasi obat jika terdapat
gangguan penggunaan zat)
e. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, medikasi ) atau kondisi umum.
Sebutkan jika : dengan tilikan buruk: jika, selama sebagian besar waktu selama
episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah
berlebihan atau tidak beralasan
Reportcard Symptom distress Scale.15
Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan penuturan penderita mengenai
perlakunya, bisa dilakukan dengan:
a. The Yale-Brown Obsessive Compulsive Scale
1) Alat tes ini pernah diujikan kepada 81 pasien obsesif kompulsif
2) Item tesnya sebanyak 10 aitem dengan rating klinis
3) Pengukuran dalam skalanya dari rentang 0 sampai 4 tiap aitemnya
4) Dari 10 aitem, aitem dari 1 sampai 6 mengukur tingkat ke obsesifan dan 7
sampai 10 mengukur tingkat ke kompulsifan seseorang
5) Alat ini mengukur tingkat dan tipe-tipe dari gangguan obsesif kompulsif
tersebut pada diri individu
6) Koefisien reliabilitasnya r= 0,80 dengan signifikansi p < 0,05
7) Validitas konvergen dari Y-B OCD baik
b. The symptom checklist 90
1) Skala ini mengukur somatization (SOM), Obsessive compulsive (O-C),
Interpersonal sensivity (I-S), Deppression (DEP), Anxiety (ANX), Hostility
(HOS), Phobic Anxiety (PHOB), Paranoid Ideation (PAR), Psychotism
(PSY), and Additional Aitem, The Global severity Index (GSI), The Positive
Symptomp Distress Index (PSDI), and the Possitive Symptomp Total (PST)
2) Norma yang digunakan berdasarkan spesifik gender terbagi 4 kelompok:
norma A (1002 pasien psikiatrik dewasa rawat jalan), norma B (974 bukan
16
pasien dewasa psikiatrik), norma C (423 pasien psikiatrik dewasa yang
rawat inap), norma E (806 pasien remaja psikiatrik rawat jalan)
3) Reliabilitas alat tes ini berkisarrentang 0, 80 sampai 0,90
4) Validitas alat ini masih rendah karena belum ada komparasi dengan alat tes
lain.
3. Diagnosis Multiaksial
Aksis I : F.42.2 Gangguan Obsesif-Kompulsif Campuran
Aksis II : F.60.5 Gangguan Kepribadian Anankastik
Aksis III : Belum Dapat Ditentukan
Aksis IV : Masalah berkaitan dengan kondisi kesehatan ayahnya.
Aksis V : GAF Scale 70-61 : beberapa gejala ringan dan menetap, disanilitas
ringan dalam sosial, pkerejaan, sekolah, dll.
4. Definisi
Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran
seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia
dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan
stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.7
Obsesi kompulsi adalah suatu kondisi heterogen yang melibatkan pikiran
distress yang tidak diinginkan dan ritual kompulsif mengenai satu atau beberapa
tema-tema umum seperti kontaminasi, agama, simetri. Temuan penelitian umumnya
bergabung untuk menyarankan bahwa pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
(GOK) dipercaya dapat dikelompokkan menjadi subkelompok berdasarkan gejala
konten. Beberapa telah menyarankan bahwa skala klasifikasi tersebut mungkin telah
digunakan dalam memahami fenomenologi GOK dan meramalkan respon pengobatan
Dalam DSM-IV TR obsesi didefinisikan sebagai berikut:6
a. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang dialami,
pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan
menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang
masalah kehidupan yang nyata
c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan
tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
17
d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil
dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)
Pengertian obsesi adalah pikiran, ide atau sensasi yang muncul secara
berulang-ulang.6 Dan hal-hal tersebut muncul tanpa dapat dicegah, serta individu
merasakannya sebagai hal yang tidak rasional dan tidak dapat dikontrol.7
Sedangkan kompulsi adalah perilaku atau tindakan mental yang berulang,
dimana individu merasa didorong untuk menampilkannya agar mengurangi stres.7
Dalam DSM-IV TR mendefinisikan kompulsi sebagai berikut:6
a. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati)
yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu
obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipenuhi secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, akan
tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang
realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah,
atau secara jelas berlebihan.
5. Etiologi
a. Faktor Biologis
1) Neurotransmitter
Salah satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-
kompulsif adalah keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya
jumlah serotonin. Keterlibatan serotonin ini belum sebagai penyebab individu
mengalami gangguan obsesif kompulsif, melainkan sebagai pembentuk dari
gangguan ini.Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system
proyeksinya. Proyeksi pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan
mood, proyeksi pada ganglia basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi
kompulsi11
Banyak uji coba klinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di
dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data
menunjukkan bahwa obat serotonergik adalah lebih efektif dibandingkan obat
yang mempengaruhi sistem neurotransmitter lain.6
18
Beberapa peneliti telah mengatakan bahwa sisstem neurotransmitter
kolinergik dan dopaminergik pada pasien gangguan obsesif-kompulsif adalah
dua bidang penelitian riset untuk di masa depan.6
2) Penelitian pencitraan otak;6
a) Fungsional (PET; positron emission tomography)
peningkatan aktivitas metabolism dan aliran darah di lobus frontalis,
ganglia basalis (khususnya kaudata) dan singulum pada pasien dengan
gangguan obsesif kompulsif
b) Struktural (CT dan MRI)
penurunan ukuran kaudata secara bilateral, peningkatan relaksasi T1 di
korteks frontalis)
3) Genetika
Penelitian keluarga pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
telah menemukan bahwa 35% sanak saudara derajat pertama pasien juga
menderita gangguan. Peningkatan pada kembar monozigot dibandingkan
kembar dizigot.6
4) Data biologi lain
Suatu insidensi kelainan EEG nonspesifik yang lebih tinggi dari
biasanya telah ditemukan pada pasien gangguan obsesif kompulsif. Penelitian
EEG tidur telah menemukan kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada
gangguan depresif, seperti penurunan latensi REM.
Penelitian neuroendocrine juga telah menemukan beberapa kemiripan
dengan gangguan depresif, seperti nonsupresi pada dexamethason suppression
test pada kira-kira 1/3 pasien dan penurunan sekresi hormin pertumbuhan pada
impuls clonidine.6
b. Faktor perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stiuli yang dibiasakan, stimulus
yang relative netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan.6 Strategi
menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistic yang
dikembangkan untuk menghilangkan kecemasan.9
Pasien juga menyetarakan pikiran dengan tindakan atau aktifitas tertentu
yang dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut “thought-action fusion”
(fusi pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran dan tindakan ini dapat disebabkan
19
oleh sikap-sikap tanggung jawab yang berlebih-lebihan yang menyebabkan
timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang selama masa kanak-kanak,
dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat jahat.12
c. Faktor psikososial6
Menurut Sigmund Freud, gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan
karena regresi dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan
psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi pada gangguan
obsesif-kompulsif. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi
alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut.6
1) Faktor kepribadian
15-35% pasien gangguan obsesif kompulsif memiliki sifat obsesional
premorbid.
2) Faktor psikodinamik
Adanya 3 mekanisme pertahanan psikologis utama tang menentukan bentuk,
kualitas dari gejala dan sifat karekter obsesif kompulsif.
3) Ambivalensi
Akibat perubahan langsung dalam karakteristik kehidupan impuls.
4) Pikiran magis
Regresi yang mngungkapkan cara pikiran awal ketimbang impuls
d. Perspektif menurut aliran-aliran
1) Perspektif psikoanalisis
Menurut pandangan psikoanalisa, obsesif-kompulsif timbul dari daya-
daya instinktif seperti seks dan agresivitas, yang tidak berada di bawah kontrol
individu karena toilet-training yang kasar. Sedangkan Adler memandang
obsesif kompulsif sebagai hasil dari perasaan tidak kompeten.13
2) Perspektif behavioristik
Para ahli tingkah laku mengemukakan bahwa obsesif kompulsif adalah
perilaku yang dipelajari, dan diperkuat dengan berkurangnya rasa takut. Teori
Behavioral menganggap kompulsi sebagai perilaku yang dipelajari yang
dikuatkan oleh redukasi yang kuat.13
3) Perspektif kognitif
Ide lain yang muncul adalah kompulsi memeriksa terjadi karena defisit
ingatan. Ketidakmampuan untuk mengingat beberapa tindakan dengan akurat,
20
atau untuk membedakan antara perilaku yang benar-benar dilakukan dan
imajinasi seseorang memeriksa berkali-kali. Sedangkan pemikiran obsesif
muncul karena ketidakmampuan atau kesulitan untuk mengabaikan stimulus 7,11
4) Teori belajar (Learning theory)
Gabungan dari teori dan pengalaman dalam aplikasi terapi perilaku
timbul beberapa konsep terjadinya gangguan obsesi kompulsi13
5) Mowre’s two stage theory
Mowrer mengajukan teori ini di tahun 1939 dan dikembangkan oleh
Dollard dan Miller di tahun 1950. Gangguan obsesi kompulsi ini didapat
secara dua tahap. Tahap pertama adalah adanya rangsangan yang
menimbulkan kecemasan. Reaksi yang timbul adalah menghindari (escape)
atau menolak (avoidance). Respon-respon ini menimbulkan negative
reinforcement akibat berkurangnya rasa cemas. Tahap berikutnya adalah
upaya menetralisasi kecemasan yang masih ada dengan rangkaian kata-kata,
gagasan-gagasan atau bayangan-bayangan bahkan objek-objek lain.
Penyebarluasan ini mengaburkan asal-usul rangsangan tadi. Kecemasan
terhadap suatu objek tadi sudah meluas menjadi perasaan tidak enak atau tidak
menentu. Sebagai kompensasinya penderita menentukan strategi perilaku yang
enak baginya dan perilaku ini menetap menjadi kompulsif akibat negative
reinforcement.13
Tahap kedua, banyak berkurangnya tetapi sedikitnya dapat
menerangkan kenapa kompulsi bertahan sebagai alat mengurangi rasa cemas.
6) Cognitive behavior therapy
Oleh Carr tahun 1971 dan dikembangkan oleh McFall dan
Wollensheim tahun 1979. Teori ini mengatakan bahwa gangguan obsesi
kompulsif pada oran-orang tertentu di “kreasi” oleh dirinya sendiri.
Prinsip yang salah, menimbulkan persepsi yang keliru dan
menakutkan, akhirnya menambahkan kecemasan. Pencetusnya bisa
disebabkan oleh kejadaian sehari-hari.13
6. Prevalensi
Prevalensi penderita gangguan ini adalah sekitar 1-2 % dari populasi, dengan
jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Umumnya gangguan
21
terjadi pada masa dewasa muda, dan seringkali mengikuti serangkaian peristiwa yang
menimbulkan stres besar. Pada laki-laki berhubungan dengan kompulsi memeriksa,
sedangkan pada perempuan berhubungan dengan kompulsi membersihkan13.
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum
diperkirakan adalah 2 samai 3 persen. Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa
gangguan obsesif kompulsif ditemukan sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di
klinik psikiatri. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif kompulsif sebagai
diagnosis psikiatri tersering yang keempat adalah fobia, gangguan berhubungan zat,
dan gangguan depresi berat.
Prevalensi seumur hidup untuk gangguan obsesif kompulsif adalah kira-kira
67 persen dan untuk fobia sosial kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid
lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan alkohol,
fobia spesifik, gangguan panic dan gangguan makan.
7. Onset Kaitan dengan kasus:
a. Jenis Kelamin : Untuk dewasa, laki-laki dan wanita memiliki peluang yang sama
untuk menderita gangguan obsesif kompulsif.6 Penderita
gangguan obsesif kompulsif yang lebih banyak adalah
perempuan dengan kemungkinan karena pencetus terbanyak
terjadinya gangguan obsesif kompulsif adalah kehamilan.13
Namun untuk remaja, laik-laki lebih sering terkena gangguan
obsesif kompulsif dibandingkan dengan perempuan.6
b. Usia : Umumnya usia rata-rata penderita obsesif-kompulsif adalah
antara 22-36 tahun. Hanya 15 % yang muncul pada usia diatas 35
tahun. Onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Walaupun laki-
laki memiliki onset yang lebih awal (rata-rata 19 tahun)
dibandingkan wanita (rata-rata 22 tahun). Secara keseluruhan,
kira-kira per tiga dari pasien memilki onset gejala sebelum 25
tahun. Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada
masa remaja atau masa anak-anak.11
c. Anak sulung : Anak sulung cenderung lebih teliti, mempunyai ambisi, dan
agresif dibandingkan adik-adiknya. Secara insting orangtua
biasanya memberi tanggung jawab lebih besar kepada anak
sulung karena dianggap lebih tua, lebih kuat, dan lebih
22
berpengalaman.14 Hal ini mungkin berkaitan dengan kepribadian
Bulan yang perfeksionis (gangguan kepribadian anankastik)
8. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala obsesif-kompulsif menurut PPDGJ-III, harus mencakup hal-hal
sebagai berikut:10
a. Harus disadari sebagai pikiran atau implus dari diri sendiri.
b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun
ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau
anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas).
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau implus tersebut harus merupakan pengulangan
yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).
Gejala pasien gangguan obsesif – kompulsif mungkin berubah sewaktu –
waktu tetapi gangguan ini mempunyai empat pola gejala yang paling sering ditemui,
yaitu :
a. Kontaminasi
Obsesi akan kontaminasi biasanya diikuti oleh pembersihan atau kompulsi
menghindar dari objek yang dirasa terkontaminasi. Objek yang ditakuti biasanya
sulit untuk dihindari, misalnya feces, urine, debu, atau kuman.
b. Keraguan Patologis
Obsesi ini biasanya diikuti oleh kompulsi pemeriksaan berulang. Pasien memiliki
keraguan obsesif dan merasa selalu merasa bersalah tentang melupakan sesuatu
atau melakukan sesuatu.
c. Pemikiran yang Mengganggu
Obsesi ini biasanya meliputi pikiran berulang tentang tindakan agresif atau
seksual yang salah oleh pasien.
d. Simetri
Kebutuhan untuk simetri atau ketepatan akan menimbulkan kompulsi
kelambanan. Pasien membutuhkan waktu berjam – jam untuk menghabiskan
makanan atau bercukur.
Beberapa gejala yang berhubungan dengan gangguan obsesif – kompulsif
adalah sebagai berikut :
23
OBSESI KOMPULSI
Perhatian terhadap kebersihan (kotoran, kuman, kontaminasi)
Ritual mandi, mencuci dan membersihkan yang berlebihan
Perhatian terhadap ketepatan Ritual mengatur posisi berulang – ulang
Perhatian terhadap peralatan rumah tangga (piring, sendok)
Memeriksa berulang – ulang dan membuat inventaris peralatan
Perhatian terhadap sekresi tubuh (ludah, feces, urine)
Ritual menghindari kontak dengan sekret tubuh, menghindari sentuhan
Obsesi religius Ritual keagamaan yang berlebihan (berdoa sepanjang hari)
Obsesi seksual (nafsu terlarang atau tindakan seksual yang agresif)
Ritual berhubungan seksual yang kaku
Obsesi terhadap kesehatan (sesuatu yang buruk akan terjadi dan menimbulkan kematian)
Rituall berulang (pemeriksaan tanda vital berulang, diet yang terbatas, mencari informasi tentang kesehatan dan kematian
Onsesi ketakutan (menyakiti diri sendiri atau orang lain)
Pemeriksaan pintu, kompor, gembok dan rem darurat berulang – ulang
Pemikiran mengganggu tentang suara, kata – kata atau musik
Menghitung, berbicara, menulis, memainkan alat musik dengan suatu ritual yang beragam
9. Tatalaksana
a. Farmakoterapi
Pendekatan standar adalah memulai dengan obat spesifik serotonin (sebagai
contoh clomipramine (Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin
(SSRI) seperti fluoxetine (Prozac) dan selanjutnya pindah ke farmakologis lainnya
apabila tidak respon terhadap obat spesifik serotonin).
Clomipramine. Obat standar untuk pengobatan gangguan obsesif kompulsif
adalah clomipramine, suatu obat trisiklik spesifik serotonin yang juga digunakan
untuk pengobatan gangguan depresif. Kemanjuran clomipramine dalam gangguan
obsesif-kompulsif didukung oleh banyak uji coba klinis. Clomipramine biasanya
dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan
peningkatan 25 mg sehari setiap 2 sampai 3 hari, sampai dosis maksimum 250 mg
sehari atau tampaknya efek samping yang membatasi dosis. Karena clomipramine
adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping yang biasanya dari
obat tersebut, termasuk sedasi, hipotensi, disfungsi seksual, dan efek samping
antikolinergik (sebagai contohnya mulut kering).6
24
SSRI. Beberapa uji coba klinis telah menunjukkan manfaat fluoxetine dan
sertraline dalam gangguan obsesif kompulsif, dan paroxetine mungkin juga efektif.
Fluvoxamine juga telah terbukti efektif dalam mengobati gangguan obsesif
kompulsif. Penelitian tentang fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif telah
menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat terapeutik.
Walaupun SSRI adalah disertai dengan overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala,
insomnia, mual dan efek samping gastrointestinal, SSRI sebagai suatu kelompok
adalah ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik dan dengan demikian,
kadang-kadang digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan
obsesif-kompulsif.6
Obat lain. Jika pengobatan dengan clomipramine atau sesuatu SSRI tidak
berhasil, banyak ahli terapi memperkuat obat pertama dengan menambahkan
Lithium. Obat lain yang dapat dicoba dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif
adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI) khususnya phenelzine.6
PengobatanDosis Inisial
HarianDosis Target
HarianEfek Samping
Selective Serotonin Reuptake InhibitorFluoxetine (prozac)Fluvoxamine (luvox)Sertraline (paxil)Paroxetine (paxil)Citalopram (celexa)Escitalopram (lexapro)
mg2050
202020
10
mg 80 300
2006060
Tidak diketahui
Anxietas, penurunan libido, disfungsi seksual, diare, sedasi, sakit kepala, insomnia, mual, dizziness
Clomipramine (anafranil, tricyclic antidepressant)
25 - 50 250 Dizziness, sedasi, mulut kering, peningkatan BB, disfungsi seksual
Venlafaxine (effexor)
75 375 Gangguan akomodasi, pandangan kabur, sakit kepala, parastesia, mual, penurunan BB, withdrawl syndrome (dizziness, mual, lemah)
b. Terapi Perilaku6
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku adalah
sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif, dan
25
beberapa data menyatakan bahwa efek bermanfaat adalah berlangsung lama
dengan terapi perilaku. Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan
terapi perilaku sebagai terapi terpilih untuk gangguan obsesif kompulsif. Terapi
perilaku dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan
perilaku utama pada pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan
pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran, terapi
implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan
obsesif-kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar
menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.6
Terapi perilaku pada penderita OCD, awalnya mengumpulkan informasi
yang lengkap mengenai riwayat timbulnya gejala OCD, isyarat faktor internal
dan fakto eksternal, serta faktor pencetus akan timbulnya gejala OCD. Kemudian
mengawasi tingkah laku pasien dala menghindari situasi yang menimbulkan
kecemasan, menghindari timbulnya gejala kompulsif dan tingkat kecemasan
pasien saat timbul gejala OCD harus diperiksa secara teliti.
Teknik terapi perilaku yang dianjurkan pada anak dan remaja:
1) Latihan relaksasi
Pasien diminta untuk berpikir dan bersikap rileks dan kemudian pasien
diminta untuk memikirkan pikiran obsesi masuk dalam alam sadar. Ketika
pikiran obsesi muncul, maka terapi akan meminta pasien untuk
menghentikan pemikiran itu, misalnya dengan cara memukul maja, atau
menarik tali elastic yang diikatkan pada tangan. Hal ini dilakukan di rumah
atau di mana saja.
2) Response prevention technique
Mula-mula didapatkan dulu rangsangan (stimulus) atau pencetus yang
menyebabkan dorongan untuk melakukan tindakan kompulsif. Jika
rangsangan kompulsif muncul maka pasien secara aktif diberanikan untuk
melawan tingkah laku kompulsif, sering dengan mengalihkan perhatian
pasien sehingga tindakan kompulsif tidak mungkin dilakukan misalnya
dengan memukul meja.
3) Penurunan kecemasan
Tujuan dari terapi ini untuk menghilangkan kecemasan yang menimbulkan
gejala obsesif dan kompulsif.
26
Hal ini dilakukan dengan desensitisasi secara sistematik yakni dengan
menghadapkan anak atau remaja pada situasi yang menakutkan (misalnya pisau,
hal-hal yang kotor, pegangan pintu dan sebagainya) secara pelan-pelan samapai
ketakutan dan kecemasan hilang atau tidak ada lagi.
c. Psikoterapi6
Psikoterapi jelas ambil bagian dalam terapi pasien obsesif kompulsif.
Walaupun gejala dengan berbagai derajat keparahan. Dengan kontak teratur
terhadap profesional, diberi dorongan, motivasi, support, masukan, pasien
mungkin mampu berfungsi. Tanpa hal tersebut akan menyebabkan gangguan
bagi mereka. Kadang, bila intensitas ritual dan kecemasan tidak dapat lagi
ditoleransi, maka perlu dirawat dirumah sakit dan penampungan institusi untuk
menghilangkan stress lingkungan eksternal dan menurunkan gejala sampai
tingkat yang dapat ditoleransi. Pihak keluarga juga penting dalam psikoterapi.
Untuk pelengkap dukungan emosional, penentraman, penjelasan, nasihat tentang
bagimana menangani dan merespon pasien tersebut.
d. Pendekatan Psikoanalisa
Terapi yang dilakukan adalah mengurangi represi dan memungkinkan
pasien untuk menghadapi hal yang benar-benar ditakutinya. Namun karena
pikiran-pikiran yang mengganggu dan perilaku kompulsif bersifat melindungi
ego dari konflik yang direpres, maka hal ini menjadi sulit untuk dijadikan target
terapi, dan terapi psikoanalisa tidak terlalu efektif untuk menangani gangguan
obsesif-kompulsif.13
e. Exposure and Response Prevention
Terapi ini (dikenal pula dengan sebutan flooding) diciptakan oleh Victor
Meyer (1966), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri pada situasi yang
menimbulkan tindakan kompulsif atau (seperti memegang sepatu yang kotor)
dan kemudian menahan diri agar tidak menampilkan perilaku yang menjadi
ritualnya membuatnya menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan,
sehingga memungkinkan kecemasan menjadi hilang.13
f. Rational-Emotive Behavior Therapy
Menurut Davison & Neale terapi ini digunakan dengan pemikiran untuk
membantu pasien menghapuskan keyakinan bahwa segala sesuatu harus terjadi
menurut apa yang mereka inginkan, atau bahwa hasil pekerjaan harus selalu
27
sempurna. Terapi kognitif dari Beck juga dapat digunakan untuk menangani
pasien gangguan obsesif kompulsif. Pada pendekatan ini pasien diuji untuk
menguji ketakutan mereka bahwa hal yang buruk akan terjadi jika mereka tidak
menampilkan perilaku kompulsi.7
g. Terapi Keluarga (Family therapy)
Terapi keluarga, merupakan teknik pengobatan yang sangat penting bila
pada keluarga pasien OCD ini didapatkan kekacauan hubungan dalam keluarga,
kesukaran dalam perkawinan, masalah spesifikasi dalam anggota keluarga atau
peran anggota keluarga yang kurang sesuai yang akan mengganggu keberhasilan
fungsi masing-masing individu dalam keluarga termasuk dalam waktu jangka
panjang akan berakibat buruk pada anak OCD.
Seluruh anggota keluarga dimasukkan ke dalam proses terapi,
menggunakan semua data anggota keluarga seperti tingkah laku individu dalam
keluarga. Menilai tingkah laku setiap anggota keluarga yang mempengaruhi
tingkah laku yang baik dan membina pengaruh tingkah laku yang positif dari
setiap individu.
10. Prognosis
Dubia ad Bonam.
Prognosis yang baik ditandai oleh :
a. Penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik
b. Adanya peristiwa pencetus
c. Suatu sifat gejala yang episodik
Prognosis yang buruk ditandai oleh :
a. Mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi
b. Onset pada masa anak-anak
c. Kompulsi yang aneh (bizzare)
d. Perlu perawatan di rumah sakit
e. Gangguan depresif berat yang menyertai
f. Kepercayaan waham
g. Adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) (yaitu penerimaan obsesi
dan kompulsi)
h. Gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal)
Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.
28
11. Komplikasi
Kira-kira 20-30% pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki gangguan
depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi semua pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif.6
Komplikasi dari gangguan obsesif-kompulsif dapat menyebabkan atau berkaitan
dengan:13
a. Pikiran dan tindakan bunuh diri
b. Schizofrenia
c. Depresi
d. Gangguan anxietas lainnya
e. Tidak mampu ke sekolah atau bekerja
f. Masalah dalam relationships
g. Kualitas hidup buruk
12. Kompetensi Dokter Umum
KDU 2: Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien
secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.16,
29
Daftar Pustaka
1. Dorland, W.A.Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Medical Publishers.
2. Anwar, Desy. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Penerbit
Amelis.
3. Thorn, George W, dkk. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 7th
edition. New York: Mc Graw Hill.
4. Hatta Kusumawati, Dra. M.Pd. Sekilas Tentang Teori Kepribadian Sigmud Freud
Dan Aplikasinya Dalam Proses Bimbingan. diunduh dari
http://www.acehinstitute.org/opini_kusumawati_soal_simund_freud.html tanggal
10 Januari 2012
5. Willy F. Maramis. 2009. Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press.
6. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. 2010. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis Jilid Dua. Jakarta: Binarupa Aksara.
7. Davison, Gerald. C & Neale, John.M. 2001. Abnormal Psychology 8th edition.
New York: John Wiley & Son
8. Saddock, Benjamin & Virginia Saddock. 2004. Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
9. Santoso, Iwan Budi. Mengenal Tourette Syndrome. Diunduh dari
http://tengakarta.wordpress.com/2011/12/02/mengenal-tourette-syndrome/
tanggal 10 Januari 2012
10. Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993. Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan.
11. Ningrumwahyuni. 2009. Catatan Kecil Gangguan Obsesif Kompulsif.
http://ningrumwahyuni.wordpress.com. Diakses 4 Maret 2010
12. Durand, V. Mark dan David H. Barlow. 2006. Intisari Psikologi Abnormal.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
13. Fausiah, F & Widury, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI-
Press.
14. Hall CS, Lindzey G. Teori-Teori Psikodinamik Klinis. Yogyakarta: Penerbit
Kanisisus. 1993. p.86-90.
30
15. Symptom distress Scale (Adapted from Symptomp Checklist-90)
http://www.mhsip.org/reportcard/sympdiss.pdf--13/02/10
16. Konsil Kedokteran Indonesia. 2010. Kompetensi Dokter Umum. Jakarta : Konsil
Kedokteran Indonesia.
31
top related