obsesif kompulsif
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Gangguan obsesif kompulsif (obsessive- compulsive disorder, OCD)
adalah gejala obsesi atau kompulsi berulang yang cukup berat hingga
menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang yang mengalaminya. Obsesi
atau kompulsi memakan waktu dan cukup mengganggu fungsi rutin normal,
pekerjaan, aktivitas sosial biasa atau hubungan seseorang. Pasien dengan OCD
dapat memiliki obsesi atau kompulsi atau keduanya. 1
Menurut APA & Taylor, gangguan obsesif-kompulsif dialami 2 %
sampai 3 % masyarakat umum pada suatu saat dalam kehidupan mereka.
Sejumlah peneliti memperkirakan bahwa gangguan ini ditemukan pada sebanyak
10% pasien rawat jalan di klinik psikiatri. Gambaran ini membuat OCD menjadi
diagnosis psikiatri keempat terbanyak setelah fobia, gangguan terkait zat, dan
gangguan depresif berat. Diantara orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama-
sama cenderung terkena, tetapi diantara remaja , laki-laki lebih lazim terkena
daripada perempuan. Usia rerata awitan sekitar 20 tahun. Orang lajang lebih
sering mengalami OCD dibandingkan orang yang menikah walaupun temuan ini
mungkin mencerminkan kesulitan yang dimiliki orang dengan gangguan ini
untuk mempertahankan suatu hubungan. Orang dengan OCD lazim terkena
gangguan jiwa lain, prevalensi seumur hidup gangguan depresif mayor pada
orang dengan OCD sekitar 67% dan untuk fobia sosial sekitar 25%. 1
Menurut Skoog, suatu studi di Swedia menemukan bahwa meskipun
kebanyakan pasien OCD menunjukkan perbaikan, banyak juga yang terus
berlanjut mempunyai simtom gangguan hidup ini sepanjang hidup mereka ³
DSM IV membuat diagnosis gangguan obsesif kompulsif bila orang
terganggu oleh obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya sedemikian
rupa sehingga menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu lebih dari satu
jam dalam sehari, atau secara signifikan mengganggu hal-hal rutin yang normal,
1
mengganggu fungsi kerja atau sosial. Menurut Jenike, et all., sebagaimana
dikutip oleh Durand & Barlow (2006) mengatakan bahwa obsesi yang paling
banyak dijumpai dalam sampel 100 pasien adalah kontaminasi (55%), impuls
agresif (50%), seks (32%), ketakutan somatis (35%), dan need for symmetry
(37%). Enam puluh persen sampel memperlihatkan obsesi multiple atau
majemuk.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obsesif Kompulsif
a. Pengertian Obsesif Kompulsif
Menurut Davison & Neale, gangguan obsesif kompulsif adalah
gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan
yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan
tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu
fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. 4
Menurut Kaplan, Et al Obsesi adalah pikiran, perasaan , gagasan atau
sensasi yang berulang dan mengganggu. Berlawanan dengan obsesi yang
merupakan peristiwa mental, kompulsi adalah suatu perilaku yang disadari ,
standar dan berulang, seperti menghitung , memeriksa atau menghindar.
Pasien dengan OCD menyadari ketidakrasional obsesi dan merasakan obsesi
serta kompulsi ego-distonik.¹
Dalam DSM-IV TR obsesi didefinisikan sebagai berikut ² :
1. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap
yang dialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan
mengganggu dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan
penderitaan yang jelas.
2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan
tentang masalah kehidupan yang nyata
3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls,
atau bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau
tindakan lain.
4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional
adalah hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti
penyisipan pikiran)
3
b. Etiologi
1. Faktor Biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba klinis yang telah dilakukan terhadap
berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah
terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data
menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang
mempengaruhi sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di
dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini. 1
Neuroimunologi. Terdapat hubungan yang positif antara infeksi
streptokokus dengan OCD. Infeksi streptokokus tipe A ß-hemolitik dapat
menyebabkan demam reumatik dan sekitar 10 % – 30 % pasien mengalami
chorea sydhenham dan menunjukan gejala obsesif kompulsif. Awitan infeksi
biasanya terjadi pada usia sekitar 8 tahun untuk menimbulkan gejala sisa itu. 1
Studi pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional,
sebagai contoh PET ( positron emission tomography), telah menemukan
peningkatan aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus
frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan
gangguan obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan
resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya penurunan ukuran kaudata
secara biateral pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian
pencitraan otak fungsional maupun struktural konsisten dengan pengamatan
bahwa prosedur neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif
dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu penelitian
MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1 di korteks
frontalis. 1
Genetika. Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan
obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian
yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan
kembar dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif
4
telah menemukan bahwa 35 persen sanak saudara derajat pertama pasien
gangguan obsesif-kompulsif juga menderita gangguan. 1
Data biologis lainnya. Penelitian elektrofisiologis, penelitian
elektroensefalogram (EEG) tidur, dan penelitian neuroendokrin telah
menyumbang data yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresif
dan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG nonspesifik yang
lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien gangguan obsesif-
kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan yang mirip dengan
yang terlihat pada gangguan depresif, seperti penurunan latensi REM (rapid eye
movement). Penelitian neuroendokrin juga telah menemukan beberapa kemiripan
dengan gangguan depresif, seperti nonsupresi pada dexamethasone-supprssion
test pada kira-kira sepertiga pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan
pada infus clonidine (catapres). 1,3
2. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan
melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa
yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek
dan pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang
mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan. 1
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan
bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran
obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif
atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap,
karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang
menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola
perilaku kompulsif yang dipelajari. 1
3. Faktor Psikososial
5
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan
obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian,
sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan
gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien
gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional pramorbid.1
Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme
pertahanan psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan
sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan
pembentukan reaksi. 1
Isolasi. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi
seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan.
Jika terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya
adalah dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan dari
kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang
terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya
menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan
dengannya. 1
Undoing. Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls
mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi
bebas, operasi pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan
impuls dan menenangkan kecemasan yang mengancam keluar ke
kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan manifestasi
permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan
kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi
secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang
cukup penting adal;ah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti
yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan
kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau
meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien
akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan. 1
6
Pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi melibatkan pola
perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami
yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang
terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak
sesuai. 1
Faktor psikodinamik lainnya. Di dalam teori psikoanalitik klasik, OCD
dianggap sebagai regresi dari fase oedipus ke fase perkembangan psikoseksual
anal. Jika pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh
anxietas mereka akan mengalami regresi ke tahap yang berkaitan dengan fase
anal. Adanya benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama
menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu
ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat
dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi
gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan
demikian, psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada
gangguan dan perkembangan pertumbuhan normal yang berhubungan dengan
fase perkembangan anal-sadistik. 1
Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan
dalam karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang
penting pada anak normal selama fase perkembangan anal-
sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan kebencian kepada suatu
objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin
ditemukan pada pola perilaku melakukan-tidak melakukan pada
seorang pasien dan keragu-raguan yang melumpuhkan dalam
berhadapan dengan pilihan. 1
Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan
cara pikiran awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga
fungsi id, dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran
magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa
mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa
7
tindakan fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan
berpikir tentang peristiwa tersebut. Perasaan tersebut
menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif akan menakutkan
bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif. 1
c. Diagnosis
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau
tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari
selama sedikitnya dua minggu berturut-turut.²
1. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau
mengganggu aktivitas penderita.
2. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak
berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi
dilawan oleh penderita.
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas
bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau
kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan
atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan
seperti dimaksud di atas.
Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus
merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan
(unpleasantly repetitive)
Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran
obsesif, dengan depresi. penderita gangguan obsesif
kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala
depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi
berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif
selama episode depresifnya.
8
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya
gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala
obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis
diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan
obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada
saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak
adayang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang
primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang
paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.
Sebagai bagian kriteria diagnostik OCD, DSM-IV-TR memungkinkan klinisi
merinci apakah pasien memiliki OCD tipe tilikan yang buruk , jika mereka
umumnya tidak menyadari obsesi dan kompulsinya berlebihan ( Tabel 2.1)¹
Tabel 2.1 Kriteria diagnosis DSM – IV- TR Gangguan Obsesif Kompulsif
1. Baik Obsesi atau Kompulsi
Obsesi seperti yang dijelaskan dalam (a), (b), (c), dan (d) :
A. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang berulang
dan menetap yang dialami, pada suatu waktu dimana selama
gangguan, sebagai intrusif dan tidak sesuai, dan menyebabkan
kecemasan dan penderitaan yang jelas.
B. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan bukanlah
kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan
yang nyata.
C. Orang tersebut berusaha untuk mengabaikan atau menekan
pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tersebut untuk
mentralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.
D. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-
bayangan obsesional adalah keluar dari pikirannya
sendiri( tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran).
Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
9
Perilaku (contoh , mencuci tangan, mengurutkan,
memeriksa) atau tindakan mental (misalnya berdoa,
menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang
berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau
menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah
atau menurunkan penderitaan atau mencegah suatu
kejadian atau situasi yang menakutkan, tetapi perilaku atau
tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara
yang realistik dengan apa mereka dianggap untuk
menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.
2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah
menyadari bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau
tidak beralasan. Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang nyata,
menghabiskan waktu (menghabiskan lebih dari satu jam
sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas normal
orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktifitas atau
hubungan sosial yang biasanya.
4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau
kompulsi tidak terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan
makanan jika terdapat gangguan makan, menarik rambut jika
terdapat trikotilomania, permasalahan pada penampilan jika
terdapat gangguan dismorfik tubuh, preokupasi dengan obat
jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat, preokupasi
dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat
hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi
seksual jika terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika
terdapat gangguan depresif berat).
5. Gangguan ini tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat
10
(misalnya obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi
medis umum.
Tentukan jika:
Dengan tilikan buruk : Jika untuk sebagian besar waktu selama
episode saat ini, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi
adalah berlebihan atau tidak beralasan. 1
d. Gambaran Klinis
1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara
bertubi-tubi dan terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai
manifestasi sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan
tindakan kebalikan melawan gagasan atau impuls awal.
3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu
dialami sebagai suatu yang asing bagi pengalaman seseorang
tentang dirinya sendiri sebagai makhluk psikologis.
4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau
kompulsi tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil
dan tidak masuk akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya
merasakan suatu dorongan yang kuat untuk menahannya. 1
Meskipun demikian , sekitar separuh dari semua pasien memberikan
sedikit tahanan terhadap kompulsi walaupun sekitar 80 persen pasien
yakin bahwa kompulsi itu tidak rasional. Contohnya seorang pasien
dapat memaksa bahwa kebersihan kompulsif secara moral adalah
benar dan walaupun ia dapat kehilangan pekerjaan karena waktu yang
dihabiskan untuk membersihkan.
e. Pola gejala
11
Gejala seorang pasien dapat tumpang tindih dan berubah seiring
waktu tetapi OCD memiliki empat pola gejala utama.
1. Kontaminasi , adalah obsesi terhadap kontaminasi , diikuti
kegiatan mencuci atau disertai penghindaran kompulsif objek
yang diduga terkontaminasi.
2. Keraguan Patologis, suatu obsesi keraguan , diikuti kompulsi
memeriksa. Obsesi ini sering melibatkan suatu bahaya kekerasan
( seperti lupa mematikan kompor). Pasien memiliki obsesi
keraguan akan diri sendiri dan selalu merasa bersalah karena lupa
atau melakukan sesuatu.
3. Pikiran yang Mengganggu, adanya pikiran obsesif yang
mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi seperti itu biasanya
merupakan pikiran berulang mengenai tindakan seksual atau
agresif yang tercela bagi pasien.
4. Simetri , kebutuhan akan simetri atau ketepatan yang dapat
menyebabkan kompulsi mengenai kelambatan. Pasien dapat
memakan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur
wajahnya.
5. Pola gejala lain, Obsesi religius dan kompulsi menumpuk
sesuatu lazim ditemukan pada pasien dengan OCD . Kompulsi
menarik-narik rambut dan menggigit-gigit kuku dapat merupakan
kompulsi yang terkait dengan OCD.
f. Diagnosis Banding
1. Kondisi medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus
temporalis, dan kadang-kadang komplikasi trauma dan pascaensefalitik.
Gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal
yang sering dan hampir setiap hari terjadi. 1
12
2. Kondisi psikiatrik
Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan
obsesif-kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-
kompulsif, fobia, dan gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif
biasanya dapat dibedakan dari skizofrenia oleh tidak adanya gejala
skizofrenik lain, oleh kurang kacaunya sifat gejala, dan oleh tiikan pasien
terhadap gangguan mereka. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak
memiliki derajat gangguan fungsional yang berhubungan dengan gangguan
obsesif-kompulsif. Fobia dibedakan dengan tidak adanya hubungan antara
pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat
disertai oleh gagasan obsesif, tetapi pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif saja tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif
berat. 1.
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan OCD
adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan kemungkinan
gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua
gangguan tersebut pasien memiliki pikiran yang berulang , contohnya
kepedulian akan tubuh atau perilaku yang berulang sebagai contoh mencuri. 1
g. Perjalanan Gangguan dan Prognosis
Lebih dari separuh pasien dengan OCD memiliki awitan gejala yang
mendadak. Awitan gejala untuk sekitar 50-70 % pasien terjadi setelah
peristiwa yang penuh tekanan, seperti kehamilan , masalah seksual atau
kematian kerabat. ¹
Sekitar 20-30% pasien mengalami perbaikan gejala yang signifikan
dan 40-50% mengalami perbaikan sedang. Sisa 20-40% tetap sakit atau
perburukan gejala.¹
Sekitar sepertiga hingga separuh pasien dengan OCD memiliki
gangguan depresif berat dan bunuh diri merupakan risiko untuk semua pasien
dengan OCD. ¹
h. Terapi
13
1. Farmakoterapi
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan
untuk mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat
digunakan dalam rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat
setelah empat sampai enam minggu pengobatan, walaupun biasanya
diperlukan waktu delapan sampai enam belas minggu untuk mendapatkan
manfaat terapeutik yang maksimum. Walaupun pengobatan dengan obat
antidepresan adalah masih kontroversial, sebagian pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif yang berespon terhadap pengobatan dengan antidepresan
tampaknya mengalami relaps jika terapi obat dihentikan. Pengobatan standar
adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin, contohnya clomipramine
(Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI-serotonin
specific reuptake inhibitor), seperti Fluoxetine (Prozac). 1
Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25
sampai 50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan
peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis
maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi
dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai
dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan
efek samping antikolinergik, seperti mulut kering. 1
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI). Penelitian tentang
Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif menggunakan dosis
sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat terapeutik.
Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan,
nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI
dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan
demikian, kadang-kadang SSRI digunakan sebagai obat lini pertama
dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif. 1
Obat Lain. Jika terapi dengan Clomipramine atau SSRI tidak
berhasil, banyak ahli terapis memperkuat obat pertama dengan
penambahan valproat (Depakene), litium (Eskalith), atau
14
karbamezapine (Tegretol). Obat lain yang dapat digunakan dalam
pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin
oksidase (MAOI, monoamine oxidase inhibitor), khususnya
Phenelzine (Nardil).
2.Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku
sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif.
Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai
terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat
dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku
utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan
respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan
pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif
kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar menjalankannya
untuk mendapatkan perbaikan. 1
Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang
obsesinya kemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat
cemas sampai yang paling membuat cemas. Dengan melakukan paparan
berulang terhadap stimulus diharapkan akan menghasilkan kecemasan yang
minimal karena adanya habituasi. 5
3. Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien
gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat
keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial.
Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional,
simpatik, dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi
berdasarkan bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna
gangguan. Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai
intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di rumah
15
sakit sampai tempat penampungan institusi dan menghilangkan stres
lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat yang dapat
ditoleransi. 1
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku
pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota
keluarga melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat
tentang bagaimana menangani dan berespons terhadap pasien. 1,5
4. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,
membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan,
dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan
pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa
pasien. Untuk pasien yang sangat kebal terhadap pengobatan, terapi
elektrokonvulsif (ECT) dan bedah psiko (psychosurgery) harus
dipertimbangkan. ECT tidak seefektif bedah psiko tetapi kemungkinan harus
dicoba sebelum pembedahan. Prosedur bedah psiko yang paling sering
dilakukan untuk gangguan obsesif kompulsif adalah singulotomi, yang
berhasil dalam mengobati 25 sampai 30 persen pasien yang tidak responsif
terhadap pengobatan lain. Komplikasi yang paling sering dari bedah psiko
adalah perkembangan kejang, yang hampir selalu dikendalikan dengan
pengobatan Phenytoin (Dilantin). Beberapa pasien yang tidak respon dengan
bedah psiko saja dan dengan farmakoterapi atau terapi perilaku sebelum
operasi menjadi respon terhadap farmakoterapi atau terapi perilaku setelah
bedah psiko.
Bab III
Kesimpulan
Gangguan obsesif – kompulsif merupakan gejala obsesi atau kompulsi
berulang yang cukup berat hingga menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang
16
yang mengalaminya. Obsesi atau kompulsi memakan waktu dan cukup mengganggu
fungsi rutin normal, pekerjaan, aktivitas sosial biasa atau hubungan seseorang. Pasien
dengan OCD dapat memiliki obsesi atau kompulsi atau keduanya. Untuk
menegakkan diagnosis pasti, gejala – gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau
kedua – duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut –
turut.
Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif
diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, neuroimunogi, pencitraan
otak, genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan
faktor psikodinamika. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk
penatalaksanaan gangguan obsesif – kompulsif antara lain terapi farmakologi
(farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan baik apabila
kehidupan sosial dan pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat
periodik
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 2004. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi Ke-2 .
USA: Williams and Wilikins Baltimore.
17
2. Gangguan obsesif – kompulsif. Dalam : Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa;
rujukan ringkas dari PPDGJ – III. Maslim R, penyunting. Jakarta; 2003.76
3. Nevid, S. Jeffrey, Spencer, A. R & Beverly G. 2005. Psikologi Abnormal jilid
1. Jakarta: Erlangga.
4. Fausiah, F & Widury, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI-
Press.
5. Jenike MA. Obsessive compulsive disorder. N Engl J Med 2004; 350 : 259-65
18