tinjauan pustaka penatalaksanaan syok
Post on 01-Jan-2016
382 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN SYOK
Oleh:
I Made Rika Ermawan (0802005036)
Made Adi Suryadarma (0802005070)
Dosen Pembimbing :
dr. I G.A. Utara Hartawan, Sp.An
DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI LAB/SMF ILMU ANESTESI DAN REANIMASI
FK UNUD/RSUP SANGLAH
2013
TINJAUAN PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Tinjauan Pustaka yang berjudul
Penatalaksanaan Syok..Adapun tujuan dari penyusunan tinjauan pustaka ini
adalah sebagai salah satu persyaratan dalam rangka menjalani Kepaniteraan
Klinik Madya di bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi FK UNUD/RSUP Sanglah.
Dalam penyusunan Tinjauan Pustaka ini, penulis banyak mendapat
bimbingan, petunjuk, serta dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Prof. Dr. dr. I Made Wiryana,Sp.An-KIC, selaku Kepala Bagian Ilmu
Anestesi dan Reanimasi FK UNUD/RSUP Sanglah.
2. dr. I Made Gede Widnyana, Sp.An-KMN, M.Kes selaku Ketua Kordik
Dokter Muda Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Reanimasi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.
3. dr. I GAG Utara Hartawan, Sp.An, selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan nasehat dan bimbingan dalam penyelesaian tinjauan pustaka
ini.
4. Dokter Spesialis Anestesi dan Dokter Residen Ilmu Anestesi dan
Reanimasi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar yang telah bersedia
memberi masukan-masukan dalam menyelesaikan paper ini.
5. Rekan-rekan Dokter Muda yang stase di Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan
Reanimasi beserta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, penulis mohon maaf atas ketidaksempurnaan paper ini dan
semoga menjadi motivasi bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam membuat karya tulis yang lebih baik di kemudian hari. Penulis
berharap semoga paper ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan. Terima kasih.
Denpasar, Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2
2.1 Definisi Syok.......................................................................................................2
2.2 Klasifikasi Syok Berdasarkan Etiologi................................................................4
2.3 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Syok...........................................................5
2.4 Pemeriksaan Pasien Syok..................................................................................11
2.4.1 Pemeriksaan Fisik....................................................................................11
2.4.2 Pemeriksaan Penunjang............................................................................12
2.5 Penatalaksanaan Syok........................................................................................13
113
2.5.1 Penatalaksaan Awal Syok Akibat Trauma.................................................13
2.5.2 Penatalaksanaan LanjutanPrognosis..........................................................15
2.6 Penatalaksanaan Cairan Pada Syok....................................................................17
2.6.1 Jenis Cairan dan Pemberian........................................................................19
2.6.2 Monitoring Pasien Syok...............................................................................22
2.7 Komplikasi Syok.................................................................................................23
2.8 Prognosis Syok....................................................................................................26
BAB 3 PENUTUP............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Syok adalah salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan
penanganan intensif dan agresif. Setiap aspek syok mulai dari definisi
hingga terapi masih kontroversial dan akan terus berubah sesuai dengan
perkembangan ilmu kedokteran. Pada awalnya syok dikenal dalam dunia
kedokteran digambarkan sebagai “a rude unhanging of machinery of
life” selanjutnya paradigm syok terus berkembang dengan pendekatan
dari berbagai macam aspek, yaitu aspek sistem, fungsi, terpadu dan
komprehensif, untuk menjadikan manajemen syok sebagai “time saving
is life saving”
Banyak definisi Syok mencerminkan beragam kompleksitas
yang tidak diketahui secara pasti tentang patofisiologi syok oleh karena
mekanisme di tingkat seluler yang senantiasa berubah dengan bertambah
majunya informasi. Fakta terkini tentang pokok masalah pada syok
adalah semua jenis syok sangat erat kaitannya dengan terjadinya hipoksia
sel dan jaringan baik dengan penyebab primer maupun sekunder1.
Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin
berbagai bidang ilmu kedokteran dan multi sektoral. Langkah awal
penatalaksanaan syok adalah mengenal diagnosis klinis secara dini, oleh
karena manajemen syok harus memperhatikan “The Golden Period”,
yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan
“cummulative oxygen deficit” melebihi 100-125 ml/kg atau kadar aterial
laktat mencapai 100 mg/dl. Secara empiris satu jam pertama sejak onset
dari syok adalah batas waktu maksimal untuk mengembalikan sirkulasi
yang adekuat kembali. Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada
syok adalah hipotensi dan asidosis metabolik, tetapi penurunan tekanan
sistolik bukanlah indikator utama syok, sebab patokan tersebut akan
menjadikan keterlambatan diagnosis. Setelah dapat menguasai “life
support measure” yang meliputi “Airway-Breathing-Circulation dan
Brain Support”, langkah penting selanjutnya adalah mengatasi kausal
syok dengan terapi definitif yang tepat.1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Syok
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk
kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai
gangguan sirkulasi yang mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan
vital atau menurunnya volume darah yang bersirkulasi secara efektif. Pada
hewan yang mengalami syok terjadi penurunan perfusi jaringan,
terhambatnya pengiriman oksigen, dan kekacauan metabolisme sel sehingga
produksi energy oleh sel tidak memadai. Apabila sel tidak dapat
menghasilkan energi secara adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan
baik sehingga pada gilirannya akan menimbulkan disfungsi dan kegagalan
berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan kematian1,2.
Pada syok yang kurang parah, kompensasi tubuh dapat berupa
peningkatan laju jantung dan konstriksi pembuluh darah perifer (keduanya
secara refleks), sehingga hal tersebut dapat memelihara tahanan perifer dan
aliran darah ke organ-organ vital. Ketika syok bertambah parah, kompensasi
ini akan gagal 2.
1. Tahap Nonprogresif / Tahap Kompensasi
Pada tahap ini, mekanisme kompensasi yang normal pada akhirnya akan
menimbulkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar. Faktor –
faktor yang dapat menyebabkan pasien pulih merupakan mekanisme
pengaturan umpan balik negatif yang berusaha mengembalikan curah
jantung dan tekanan arteri ke nilai yang normal. Faktor – faktor tersebut
adalah :
Refleks baroreseptor rangsangan simpatis pada sirkulasi
Respon iskemik sistem saraf pusat
Pembalikan proses stress relaksasi sistem sirkulasi pembuluh darah
berkontraksi sehingga volume darah dapat memenuhi sirkulasi secara
adekuat.
Pembentukan angiotensin oleh ginjal konstriksi arteri perifer
retensi air dan natrium oleh ginjal.
Pembentukan vasopressin oleh kelenjar hipofisis posterior
konstriksi arteri dan vena perifer.
Mekanisme kompensasi yang mengembalikan volume darah ke
normal absorpsi cairan oleh traktus intestinal, retensi air dan garam
ginjal, dan peningkatan rasa haus. 3
2. Tahap progresif / tahap dekompensasi
Tahapan progresif ditandai oleh hipoperfusi jaringan dan awal manifestasi
dari memburuknya ketidakseimbangan sirkulasi dan metabolik. 4
3. Tahap irreversible
Tahap ini muncul setelah mengalami jejas sel dan jaringan yang berat
(terjadi kerusakan multiorgan). Selain itu, cadangan phosphate berenergi
tinggi (ATP) akan habis terutama pada jantung dan hepar tubuh
kehabisan energi. Pada tahap ini syok telah berkembang menjadi tambah
parah sehingga semua bentuk terapi tidak mampu lagi menolong pasien. 3
2.2. Klasifikasi Syok Berdasarkan Etiologi
Etiologi spesifik dari syok tidak diketahui, tetapi syok dapat terjadi karena
stres yang serius, misalnya karena trauma yang hebat, kegagalan jantung,
perdarahan, terbakar, anestesi, infeksi berat, obstruksi intestinal, anemia,
dehidrasi, anafilaksis, dan intoksikasi.
1. Syok hipovolemik / oligemik
Hipovolemia berarti berkurangnya volume darah. Pendarahan adalah
penyebab paling sering dari syok hipovolemia. Pendarahan akan
menurunkan tekanan pengisian sirkulasi dan akibatnya menurunkan aliran
balik vena, curah jantung menurun dibawah normal dan menimbulkan
syok3.Syok hipovolemia juga dapat disebabkan karena kehilangan plasma
pada obstruksi usus halus dan pasien yang mengalami luka bakar hebat 3.
2. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan karena disfungsi dari miokardial atau
gagalnya jantung untuk mengalirkan darah.3 Dapat terjadi dari trauma
tumpul jantung, temponade jantung, emboli udara, atau infark akibat
trauma yang agak jarang terjadi .5
3. Syok obstruktif ekstrakardiak
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya
mekanisme aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan
intrathorakal atau terganggunya aliran keluar arterial jantung (emboli
pulmoner, emboli udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner, tamponade
perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh karena
obstruksi mekanis
4. Syok distributif
a. Syok Septik
Syok septik atau dulunya dikenal dengan “keracunan darah”
diakibatkan karena infeksi bakteri yang menyebar luas ke banyak
daerah tubuh, penyebarannya melalui darah dan menyebabkan
kerusakan jaringan yang luas.3 Syok septik akibat trauma jarang
terjadi. Namun apabila kedatangan penderita ke fasilitas
kegawadaruratan tertunda untuk beberapa jam, masalah ini mungkin
terjadi kematian.5
b. Syok Neurogenik
Syok neurogenik disebabkan karena hilangnya tonus vasomotor secara
tiba-tiba di seluruh tubuh.dan menyebabkan dilatasi vena yang sangat
besar. Dilatasi vena akan mengakibatkan pengumpulan darah di vena
dan mengurangi tekanan pengisian sistemik rata-rata.3
Penyebabnya antara lain anastesi umum yang dalam, anastesi spinal,
atau karena kerusakan otak.3 Kerusakan otak dapat disebabkan karena
cidera intrakranial akibat trauma. Trauma pada tulang belakang
memungkinkan terjadinya hipotensi akibat hilangnya tonus simpatik
kapiler.5
c. Syok Anafilaktik dan Syok Histamin
Syok ini disebabkan oleh suatu reaksi antigen-antibodi dimana hasil
akhirnya akan menghasilkan histamin atau bahan seperti histamin.
Histamin ini akan menyebabkan :
Dilatasi Vena, mengakibatkan penurunan aliran balik vena secara
nyata.
Dilatasi Arteriol, mengakibatkan tekanan arteri menurun.
Meningkatkan permeabilitas kapiler, menyebabkan kehilangan
cairan dan protein ke dalam jaringan secara cepat.3
2.3.Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Syok
Tanda klinik syok bervariasi tergantung pada penyebabnya. Secara umum,
tanda kliniknya dapat berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat, kualitas
pulsus jelek, respirasi cepat, temperatur tubuh rendah, tekanan darah rendah,
capillary refill time lambat, takikardia atau bradikardia (kucing), oliguria, dan
hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi). Tekanan arteri rendah, membrana
mukosa pucat, capiilarity refill time (CRT) lambat (>2 detik), temperatur rektal
rendah atau normal, takipnea, dan ekstremitas terasa dingin merupakan tanda
klinik syok kardiogenik dan hipovolemik. Untuk membedakan syok
kardiogenik dengan syok hipovolemik.
1. Syok Hipovolemik
a. Patofisiologi
Jika terjadi perdarahan, hal ini akan menurunkan tekanan pengisisan
pembuluh darah rata-rata sehingga menurunkan aliran darah balik ke
jantung yang akhirnya menurunkan curah jantung. Curah jantung
yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian
pada organ :
Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung menurun, maka tahanan vascular sistemik
berusaha meningkatkkan tekanan sistemik untuk mencukupi
perfusi ke jantung dan otak melebihi organ lain, khususnya GIT.
Disaat MAP jatuh ≤ 60 mmHg, aliran ke organ akan menurun
drastis sehingga fungsi sel di semua organ terganggu.
Neuroendokrin
Jika terjadi hipovolemia, hipotensi dan hipoksia, hal ini akan
dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor tubuh yang
memberikan respon autonom tubuh seperti :
- ↓ aktivitas parasimpatis ke jantung heart rate ↑
- ↑ aktivitas simpatis ke jantung kontraktilitas jantung ↑
- ↑ simpatis ke vena vasokonstriksi ↑ venous return ↑
- ↑ simpatis ke arteriol ↑ resistensi perifer total
Kardiovaskular
Hipovolemik ↓ pengisian ventrikel ↓ cardiac output.
Peningkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat, namun memiliki
keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
curah jantung.
Gastrointestinal
Penurunan aliran darah ke GIT peningkatan absorpsi
endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati
vasodilatasi dan peningkatan metabolisme depresi jantung.
Ginjal
Aliran darah ke ginjal kurang tahanan arteriol aferen meningkat
mengurangi laju filtrasi glomerulus dengan aldosteron dan
vasopressin produksi urin menurun. 2
b. Manifestasi klinis :
Hipovolemia ringan ( ≤ 20% volume darah) takikardi ringan
dengan sedikit gejala yang tampak
Hipovelemia sedang (20-40% dari volume darah) pasien
cemas, takikardi jelas nampak. TD bisa normal saat berbaring
namun dapat ditemukan hipotensi ortostatik.
Hipovolemia berat gejala klasik syok akan muncul, TD
menurun drastis dan tidak stabil meski berbaring, takikardi hebat,
oliguria, agitasi atau bingung.2
c. Manifestasi umum syok hipovolemik :
Kecemasan atau agitasi
Kulit teraba dingin
Kebingungan
Output urin menurun sampai tidak ada
Kelelahan
pale skin color
Nafas cepat
Berkeringat dingin
Penurunan kesadaran hingga pingsan.6
2. Syok Kardiogenik
a. Patofisiologi
Paradigma lama yang mendasari syok kardiogenik depresi
kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan
penurunan curah jantung, TD rendah, insufisiensi koroner
penurunan kontraktilitas dan curah jantung. Penelitian menunjukkan
adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard. Pada pasien IM,
diduga aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan peninggian
kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana semuanya mempunyai efek
buruk multiple antara lain :
Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
Efek terhadap metabolism glukosa
Efek proinflamasi
Penurunan responsivitas katekolamin
Merangsang vasodilatasi sistemik.2
b. Manifestasi klinis :
Pasien IMA → nyeri dada akut dan memiliki riwayat PJK
sebelumnya.
Pasien dengan aritmia mengeluh adanya palpitasi, presinkop,
sinkop atau merasa irama jantung berhenti sejenak → pasien
merasa letargi akibat berkurangnya perfusi ke system saraf pusat.
Tekanan darah sistolik turun sampai < 90 mmHg bahkan sampai
80 mmHg
Denyut jantung meningkat dan rapid pulse akibat stimulasi
simpatis
Frekuensi pernapasan meningkat (rapid breathing) akibat
kongesti paru
Pemeriksaan dada menunjukkan ronki
Peningkatan distensi vena-vena di leher
Irama gallop disfungsi ventrikel kiri. 2
Pasien berkeringat banyak kulit basah
Kulit dingin
Penurunan status mental : kehilangan kemampuan konsentrasi
dan kehilangan kesiagaan
Koma 7
3. Syok Septik
a. Pa tofisiologi
b. Manifestasi umum syok septic :
Demam, menggigil, nyeri otot gejala infeksi yang identik
pada syok septik
Takikardi
Takipnea (alkalosis respiratorik), hipoksemia
Ekstremitas dingin
Kepala terasa ringan
TD rendah terutama saat berdiri
Palpitasi
Produksi urin menurun bahkan tidak ada
Agitasi, letargi, atau kebingungan
Skin rash or discoloration
Proteinuria
Leukositosis, Eosinopenia
Hipoferemia, iritabilitas, lemah, fungsi hati abnormal ringan,
hiperglikemia pada DM
Pada keadaan sepsis berat : hipotermia, syok, asidosis laktat,
sindrom gagal napas dewasa, azotemia, oliguria, leukopenia,
trombositopenia, anemia, koma, peradarahan saluran
pencernaan bagian atas, hipoglikemia.2
4. Syok Anafilaksis
a. Patofofisiologi
Syok ini disebabkan karena masuknya antigen yang sangat sensitif
untuk seseorang ke dalam sirkulasi sehingga menyebabkan suatu
reaksi antigen-antibodi. Efek utamanya ialah, basofil dalam darah
dan sel mast dalam jaringan prekapiler melepaskan histamine,
histamin tersebut menyebabkan :
Kenaikan kapasitas vascular akibat dilatasi vena penurunan
venous return secara nyata
Dilatasi arteriol tekanan arteri menjadi sangat menurun
Meningkatnya permeabilitas vascular hilangnya cairan dan
protein kedalam ruang jaringan secara cepat.
Hasil akhirya merupakan suatu penurunan yang luar biasa pada
aliran balik vena menimbulkan syok serius.2
Gejala dan tanda anafilaksis berdasarkan organ sasaran.
Sistem Gejala dan tanda
Umum
prodromal
Lesu, lemah, rasa tak enak yang sukar dilukiskan, rasa
tak enak di dada dan perut, rasa gatal di hidung dan
palatum
Pernapasan
Hidung
Laring
Lidah
Bronkus
Hidung gatal, bersin dan tersumbat
Rasa tercekik, suara serak. Sesak napas, stridor, edema,
spasme
Edema
Batuk, sesak, mengi, spasme
Kardiovaskular Pingsan, sinkop, palpitasi, takikardia, hipotensi syok,
aritmia. Pada EKG gelombang T datar, terbalik, atau
tanda-tanda infark miokard
Gasrointestinal Disfagia, mual, muntah, kolik, diare yang kadang
disertai darah, peristaltik usus meninggi
Kulit Urtikaria, angiodema di bibir, muka atau ekstremitas
Mata Gatal, lakrimasi
SSP Gelisah, kejang
(Sumber:Sudoyo, AW et al. 2006).
5. Syok neurogenik
a. Patofisiologi
Hilangnya tonus vasomotor penurunan venous tone (dilatasi
vena) penumpukan darah di vena
Reaksi vasovagal berlebihan vasodilatasi menyeluruh di regio
splanknikus perfusi ke otak berkurang
Rangsangan parasimpatis ke jantung memperlambat kecepatan
denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke
pembuluh darah. Contoh : gangguan emosional pingsan
Obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik sfingter
prekapiler dan menekan tonus venomotor
Pasien dengan nyeri hebat, stress, emosi dan ketakutan
meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak
jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan
terjadi sinkop.2
b. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hampir sama dengan syok pada umumnya, tetapi
pada syok neurogenik terdapat tanda :
Tekanan darah turun
Nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat
(bradikardi)
Kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia
Pusing
Pingsan.2
2.4. Pemeriksaan Pasien Syok
2.4.1 Pemeriksaan Fisik
Vital sign
o Resting takikardi (<90/mnt).
o Bradikardi pada perdarahan akut.
Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki. Pasien
dengan infark ventrikel kanan atau pasien dengan keadaan
hipovolemik yang menurut studi sangat kecil kemungkinannya
menyebabkan kongesti paru.
o Hipotensi pada posisi supinasi
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan
darah sistolik yang menurun sampai < 90 mmHg, bahkan dapat
turun sampai <80 mmHg pada pasien yang tidak memperoleh
pengobatan adekuat. Denyut jantung biasanya cenderung
meningkat sebagai stimulasi simpatis, demikian pula dengan
frekuensi pernapasan yang biasanya meningkat sebagai akibat
dari kongesti paru. 2,8
Inspeksi
o Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab,
pucat, dan vena kulit kolaps
o Tanda-tanda dehidrasi seperti, Turunnya turgor jaringan
mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi
kering; serta bola mata cekung. 3,8
2.4.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiografi (EKG) :
Gambaran rekaman elektrokardiografi dapat membantu untuk menentukan etiologi
dari syok (kardiogenik). Misalnya pada infark miokard akut akan terlihat
gambarannya dari rekaman tersebut. Demikian pula bila lokasi infark terjadi pada ventrikel
kanan maka akan terlihat proses di sadapan jantung sebelah kanan (misalnya elevasi ST di
sandapan V4R). Begitu pula bila gangguan irama atau aritmia sebagai etiologi
terjadinya syok kardiogenik, maka dapat dilihat melalui rekaman aktivitas listrik
jantung tersebut.2,6
b. Foto Roentgen Dada
Pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru
atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi
defek septal ventrikel atau regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan
tampak gambaran kongesti paru yang tidak disertai kardiomegali, terutama
pada onset infark yang pertama kali. Gambaran kongesti paru menunjukkan
kecil kemungkinan terdapat gagal ventrikel kanan yang dominan atau keadaan
hipovolemia.2,4
c. Ekokardiografi
Modalitas pemeriksaan yang non-invasif ini sangat banyak membantu dalam
membuat diagnosis dan mencari etiologi dari syok kardiogenik. Pemeriksaan
ini relatif cepat, aman dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur
pasien (bedside). Keterangan yang diharapkan dapat diperoleh dari
pemeriksaan ini antara lain : penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri
(global maupun segmental), fungsi katup-katup jantung (stenosis atau
regurgitasi), tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misalnya
pada defek septal ventrikel dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi
perikardial atau tamponade.2,7
d. Pemantauan Hemodinamik
Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal
dan tekanan baji pembuluh kapiler paru sangat berguna, khususnya untuk
memastikan diagnosis dan etiologi syok kardiogenik, serta sebagai indikator
evaluasi terapi yang diberikan. Pasien syok kardiogenik akibat gagal ventrikel
kin yang berat, akan terjadi peningkatan tekanan baji paru. Bila pada
pengukuran ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru lebih dari 18
mmHg pada pasien infark miokard akut menunjukkan bahwa volume
intravaskular pasien tersebut cukup adekuat. Pasien dengan gagal ventrikel
kanan atau hipovolemia yang signifikan, akan menunjukkan tekanan baji
pembuluh paru yang normal atau lebih rendah. Pemantauan parameter
hemodinamik juga membutuhkan perhitungan afterload (resistensi vaskular
sistemik). Minimalisasi afterload sangat diperlukan, karena bila terjadi
peningkatan afterload akan menimbulkan efek penurunan kontraktilitas yang
akan menghasilkan penurunan curah jantung. 2
e. Saturasi oksigen
Pemantauan saturasi Oksigen sangat bermanfaat dan dapat dilakukan
pemasangan kateter Swan-Ganz yang juga dapat mendeteksi adanya VSD.
Bila darah yang kaya oksigen dariLV ke RV maka akan terjadi saturasi
oksigen yang step-up bila dibandingkan dengan saturasi oksigen vena dari
vena cava dan arteri pulmonal.2,9
f. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium bertujuan untuk menentukan kadar
hemoglobin dan nilai hematokrit
Nilai hematokrit akan rendah jika pasien mengalami perdarahan
lambat atau resusitasi cairan telah diberikan,.
nilai hematokrit menjadi tinggi jika hipovolemia karena
kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah
seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga
mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted)
dan kental. 8
2.5.Penatalaksanaan Syok
Tujuan penanganan syok tahap awal adalah mengembalikan perfusi dan
oksigenasi jaringan dengan mengembalikan volume dan tekanan darah. Pada
syok tahap lebih lanjut, pengembalian perfusi jaringan saja biasanya tidak
cukup untuk menghentikan perkembangan peradangan sehingga perlu
dilakukan upaya menghilangkan faktor toksik yang terutama disebabkan oleh
bakteri.
Pemberian oksigen merupakan penanganan yang sangat umum, tanpa
memperhatikan penyebab syok. Terapi lainnya tergantung pada penyebab
syok. Terapi cairan merupakan terapi yang paling penting terhadap pasien
yang mengalami syok hipovolemik dan distributif. Pemberian cairan secara
IV akan memperbaiki volume darah yang bersirkulai, menurunkan viskositas
darah, dan meningkatkan aliran darah vena, sehingga membantu memperbaiki
curah jantung.
2.5.1 Penatalaksaan Awal Syok Akibat Trauma
a. Pemeriksaan Jasmani
Pemeriksaan jasmani diarahkan pada diagnosis cedera yang mengancam
nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal
penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus
diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. 5
Airway dan Breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan
cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan
oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
Sirkulasi-Kontrol Perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah menghentikan perdarahan yang
jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan menilai
perfusi jaringan. Perdarahan dari luka di permukaan tubuh biasanya
dapat dikendalikan dengan tekanan langsungpada tempat perdarahan.
PASG (Pneumatic Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk
mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas
bawah, namun tidak boleh mengganggu resusitasi cairan yang
diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan
perdarahan internal.
Disability-Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan tingkat kesadaran,
peregerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik.
Exposure-Pemeriksaan Lengkap
Langkah selanjutnya yaitu menelanjangi penderita dan diperiksa dari
ubun-ubun sampai ke jari kaki. Namun di sini diperhatikan agar tak
terjadi hipotermia. Pemakaian penghangat cairan maupun cara-cara
penghangatan internal maupun eksternal sangat bermanfaat dalam
mencegah hipotermia.
Dilatasi Lambung-Dekompresi
Keadaan ini biasanya terjadi pada penderita trauma khususnya anak-
anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung.
Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sangat sulit.
Dekompensasi lambung dilakukan dilakukan dengan memasukkan
selang pipa ke dalam perut melalui hidung atau mulut dan
memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
Namun keadaan ini masih mungkin terjadi aspirasi.
b. Akses Pembuluh Darah
Harus segera didapatkan akses pembuluh darah. Ini paling baik dilakukan
dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimum 16
Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral.3Tempat yang terbaik
untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau
pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan
penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan akses pembuluh
darah sentral. 3,5
Jika kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk
jenis dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai,
pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur.
Analisis gas darah arteri juga dilakukan pada saat ini.5
c. Terapi Awal Cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk mengisi resusitasi awal. Jenis
cairan ini mengisi intravascular dalam waktu singkat dan juga
menstabilkan volume vascular dengan cara menggantikan kehilangan
cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intravascular. Larutan
Ringer Laktat adalah larutan cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis
adalah pilihan kedua, namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya
asidosis hiperkhloremik dan kemungkinan bertambah besar jika fungsi
ginjalnya kurang baik.5
Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat
sebagai bolus. Dosis awal adalah 1 sampai 2 L pada dewasa dan 20
mL/kg pada anak. Ini sering membutuhkan penambahan pemasangan alat
pompa infuse. 5
2.5.2 Penatalaksanaan Lanjutan
Pada dasarnya, tujuan penanganan syok adalah;
a. Mempertahankan tekanan arterial rerata (mean) di atas 60 mmHg
(pada orang dewasa normal) . Tujuannya untuk menjamin perfusi
yang memadai pada organ-organ vital.
b. Mempertahankan aliran darah pada organ-organ yang paling sering
mengalami kerusakan akibat syok, misalnya, ginjal, hepar, SSP, serta
paru-paru
c. Mempertahankan kadar laktat arterial di bawah 22mmol/L. 9
Terapi dilakukan setelah melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang
tersebut di atas selesai dan bila keadaan syok berat atau progresif. Bila
keadaan pasien telah stabil, pemeriksaan konvensional yang lebih
komprehensif. Evaluasi respons terhadap intervensi terapeutik inisial.
Syok harus ditangani di unit perawatan intensif dan harus dipantau terus-
menerus dengan monitoring EKG serta pemasangan kateter arteri yang
dibiarkan di tempatnya untuk mengukur tekanan sistolik, dan tekanan
arteri rata-rata pada setiap denyut jantung.
Pada kasus syok yang tidak bisa dipulihkan dengan cepat, harus
dilakukan pengukuran serial tekanan pengisian ventrikel kiri serta kanan
dan pengukuran curah jantung. Pengukuran yang sering terhadap gas
darah arterial (PO2, PCO2, dan pH), kadar elektrolit, darah lengkap dan
berbagai parameter pembekuan untuk memantau kemajuan pasien dan
menilai efek terapi. Pengukuran kadar kalsium dan fosfor serum,
tergantung pada keadaan klinis dan kebutuhan yang dirasakan untuk
menilai respon terhadap terapi.
Pada syok kardiogenik, terapi cairan yang terlalu cepat dapat
berakibat fatal karena akan meningkatkan beban kerja jantung dan
selanjutnya membahayakan sirkulasi. Terapi syok kardiogenik tergantung
pada penyebabnya. Jika syok disebabkan oleh kontraktilitas miokardium
yang jelek, disarankan penanganan dengan beta-agonist. Dobutamin
merupakan betaagonist yang mampu meningkatkan curah jantung dan
penghantaran oksigen, tanpa menyebabkan vasokonstriksi, merupakan
obat yang paling umum digunakan untuk meningkatkan fungsi jantung.
Jika hewan sedang diberikan obat yang menekan miokardium (misalnya
anestesia), maka pemberian obat tersebut harus dihentikan.
Perikardiosentesis harus dilakukan jika efusi perikardium cukup banyak
dan menyebabkan tamponad.
Pada syok distributif apabila hipotensi tetap terjadi walaupun telah
dilakukan terapi cairan yang cukup maka dibutuhkan pemberian
vasopresor. Oleh karena curah jantung dan tahanan pembuluh darah
sistemik mempengaruhi penghantaran oksigen ke jaringan, maka pada
pasien hipotensi harus dilakukan terapi untuk memaksimalkan fungsi
jantung dengan terapi cairan dan obat inotropik, dan/atau memodifikasi
tonus pembuluh darah dengan agen vasopresor. Penggunaan
glukokortikoid untuk menangani syok masih kontroversial. Namun
apabila digunakan, glukokortikoid harus digunakan pada penanganan
awal dan tidak diulang penggunaannya. Prednisolon direkomendasikan
pada dosis 22-24 mg/kg secara IV. Glukokortikoid kerja cepat (rapid-
acting glucocorticoid) yang lain yang tersedia dalam bentuk parenteral
adalah deksametason sodium fosfat, direkomendasikan pada dosis 2-4
mg/kg secara IV.
Syok septik sering kali berkaitan dengan bakteri gram negatif, dan
antibiotik yang cocok untuk itu misalnya sepalosporin atau
aminoglikosida dan penisilin. Apabila menggunakan aminoglikosida,
hewan harus dalam kondisi hidrasi yang baik, karena aminoglikosida
dapat mengakibatkan nefrotoksik. Hewan yang sedang mendapatkan
penanganan syok harus terus dimonitor. Dua faktor yang sangat penting
untuk dimonitor adalah tekanan dan volume darah. Sebagai petunjuk
dalam pemberian terapi dapat digunakan parameter kardiovaskuler
(kecepatan denyut jantung, warna membrane mukosa, kualitas pulsus,
CRT, tekanan vena sentral), kecepatan pernapasan, temperatur,
hematokrit, dan pengeluaran urin. Untuk mengevaluasi terapi cairan pada
syok karena perdarahan sangat penting dilakukan pengukuran PCV
(packed cell volume) dan TS (total solid). Tekanan gas dalam darah
sangat penting dalam penentuan dan memonitor keseimbangan asam-
basa.
2.6. Penatalaksanaan Cairan Pada pasien Syok
Pada semua bentuk syok, menejemen jalan nafas dan pernafasan
untuk memastikan oksigenasi pasien adalah baik, kemudian restorasi
cepat dengan infus cairan. Pilihan petama adalah kristaloid (Ringer
laktat/Ringer asetat) diisusul darah pada syok perdarahan. Pada Syok
hipovolemik, infus cepat kristaloid untuk ekspansi volume intravaskuler
melalui kanula vena besar (dapat lebih satu tempat) atau melalui vena
sentral. Pada perdarahan maka dapat diberikan 3-4 kali dari jumlah
perdarahan. Setelah pemberian 3 liter disusul dengan transfusi darah.
Secara bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol Karena tujuan
terapi ini adalah mengganti cairan tubuh yang hilang secepat mungkin
sebelum terjadinya end-organ failure, maka hal pertama yang harus
dilakukan adalah memasang kanul intravena ukuran besar sekaligus
mengambil sampel darah untuk melakukan pemeriksaan laboratorium
(croosmatch, hemoglobin, hematocrit, thrombosit, elektrolit, creatinin,
analisis gas darah dan pH, laktat, parameter koagulasi, transamine,
albumin). Nilai kebutuhan oksigen, intubasi, atau ventilasi (PO2> 60
mmHg dan saturasi oksigen > 90%).11
Resusitasi cairan dilakukan dengan perbandingan kristaloid dan
koloid sebesar 3:1. Bila kehilangan darah>25% maka perlu diberikan
eritrosit konsentrat, sementara kehilangan darah > 60% maka perlu juga
diberikan fresh frozen plasma (setelah 1 jam pemberian konsentrasi
eritrosit atau lebih cepat jika fungsi hati terganggu). 11 Adapun indikasi
transfusi darah atau komponen darah pada syok hipovolemik yaitu:
Tabel 4. Indikasi Transfusi Komponen Darah9
Kompone
n
Indikasi Do
sis
Packed RBC Mengganti
Oxygen-carrying
capacity
2-
4 unitIV
Platelets Trombositopenia
dengan
perdarahan
6-
10 unit
IV
Fresh frozen
plasma
Koagulopati 2-
6 unit
IV
Crycoprecipitate Koagulopati
dengan
fibrinogen
10
-20 unit
IV
Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut
kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau
infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam
penanganan dan perawatan pasien.
Terdapat beberapa jenis cairan resusitasi yaitu cairan koloid,
kristaloid dan darah.10 Koloid merupakan cairan dengan tekanan osmotik
yang lebih tinggi dibandingkan plasma (cairan hiperonkotik). Hipertonik
dan hiperonkotik adalah cairan plasma expander karena kemampuan
untuk memindahkan cairan intrselular dan interstisial selama resusitasi
dan dengan cepat menggantikan volume plasma (seperti albumin,
dextran, dan starch). Cairan kristaloid adalah cairan yang mengandung
air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini bisa
isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan
cairan koloid yaitu cairan yang Berat Molekulnya tinggi.
2.6.1 Jenis Cairan dan Pemberian
2.6.1.1 Jenis – Jenis Cairan Kristaloid:
a. Cairan Hipotonik
Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh karena
itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan intraseluler
seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan keseimbangan elektrolit
terutama pada keadaan hipernatremi yang disebabkan oleh kehilangan
cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini tidak dapat digunakan sebagai
cairan resusitasi pada kegawatan (dextrosa 5%).12
b. Cairan Isotonik
Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faali (NaCl 0,9%), ringer laktat
dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk meningkatkan isi
intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah cairan ini 4x lebih
besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup efektif sebagai cairan
resusitasi dan waktu yang diperlukan relatif lebih pendek dibanding
dengan cairan koloid.12
c. Cairan Hipertonik
Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler utama.
Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan
intraseluler ke dalam ekstraseluler. Peristiwa ini dikenal dengan infus
internal. Disamping itu cairan natrium hipertonik mempunyai efek
inotropik positif antara lain memvasodilatasi pembuluh darah paru dan
sistemik. Cairan ini bermanfaat untuk luka bakar karena dapat
mengurangi edema pada luka bakar, edema perifer dan mengurangi
jumlah cairan yang dibutuhkan, contohnya NaCl 3%.12
Beberapa contoh cairan kristaloid :
a. Ringer Laktat (RL)
Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L, Kalium 4
mEq/l, Klorida 109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28 mEq/L. Laktat
pada larutan ini dimetabolisme didalam hati dan sebagian kecil
metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini akan terganggu
pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi hati. Laktat
dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi menjadi CO2 dan
H2O (80% dikatalisis oleh enzim piruvat dehidrogenase) atau glukosa
(20% dikatalisis oleh piruvat karboksilase). Kedua proses ini akan
membentuk HCO3. Sejauh ini Ringer Laktat masih merupakan terapi
pilihan karena komposisi elektrolitnya lebih mendekati komposisi
elektrolit plasma. Cairan ini digunakan untuk mengatasi kehilangan
cairan ekstra seluler yang akut. Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat
karena diare murni dan demam berdarah dengue. Pada keadaan syok,
dehidrasi atau DSS pemberiannya bisa diguyur.12
b. Ringer Asetat
Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l, Kalium
4 mEq/l, Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini lebih cepat
mengoreksi keadaan asidosis metabolik dibandingkan Ringer Laktat,
karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan laktat didalam hati.
Laju metabolisme asetat 250 ± 400 mEq/jam, sedangkan laktat 100
mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi bikarbonat dengan cara
asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk membentuk asetil ko-A.,
reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase dan mengkonsumsi ion
hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa mengganti pemakaian
Ringer Laktat. Glukosa 5%, 10% dan 20% Larutan yang berisi Dextrosa
50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter. Glukosa 5% digunakan pada
keadaan gagal jantung sedangkan Glukosa 10% dan 20% digunakan pada
keadaan hipoglikemi, gagal ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal
akut dengan oliguria.12
c. NaCl 0,9%
Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154 mEq/L
Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan dianjurkan sebagai
awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang disertai dengan
hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik. Cairan ini
digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan kardiogenik juga
pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium seperti asidosis
diabetikum, insufisiensi adrenokortikaldan luka bakar. Pada anak dan
bayi sakit penggunaan NaCl biasanya dikombinasikan dengancairan lain,
seperti NaCl 0,9% dengan Glukosa 5%. 12
2.6.1.2 Jenis-Jenis Cairan Koloid
a. Albumin.
Terdiri dari 2 jenis yaitu:
- Albumin endogen. Albumin endogen merupakan protein utama yang
dihasilkan dihasilkan di hati. Albumin merupakan protein serum
utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma.
Penurunan kadar Albumin 50% akan menurunkan 1/3 tekanan
onkotik plasmanya.
- Albumin eksogen. Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum
albumin, albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum
manusia dan albumin eksogen yang dimurnikan (Purified protein
fraction) dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan. Albumin ini
tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis.
Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi
intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan. Hal ini
disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma. Peningkatan
ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke intravaskuler
sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi. Komplikasi albumin
adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi
fungsimiokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat dari
fraksi protein yang dimurnikan. Hal ini karena faktor aktivator
prekalkrein yang cukup tinggi dan disamping itu harganya pun lebih
mahal dibanding dengan kristaloid. Larutan ini digunakan pada
sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.12
b. HES (Hidroxy Ethyl Starch).
Merupakan senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini
mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran
yang sangat heterogen. Tersedia dalam bentuk larutan 6% dalam garam
fisiologis. Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya
310mosm/l. HES dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu
cabang polimer glukosa. Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES
merupakan volume ekspander yang cukup efektif. Efek intravaskulernya
dapat berlangsung 3-24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi
jumlah cairan yang diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih
tinggi. Komplikasi yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme
pembekuan darah. Hal initerjadi bila dosisnya melebihi 20ml/ kgBB/
hari.12
c. Dextran.
Merupakan campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam
ukuran dan berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc
mesenteriodes yang dikembangbiakkan di mediasucrose. BM bervariasi
dari beberapa ribu sampai jutaan Dalton.Ada 2 jenis dextran yaitu
dextran 40 dan 70. dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000).
Sediaannya terdapat dalam konsentrasi 6% dalam garam fisiologis.
Dextran ini lebih lambat dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh
karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume ekspander dan
merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran 40. Dextran 40
mempunyai BM 40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam
fisiologis atau glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal
dan dapat memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat
menembus membran kapiler dan masuk ke ruang intertisial dan sebagian
lagi melalui sistim limfatik kembali ke intravaskuler. Pemberian dextran
untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan
perubahan hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini
digunakan pada penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.
Komplikasi antara lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan gangguan
pembekuan darah.12
d. Gelatin.
Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada
orang dewasa. Terdapat 2 bentuk sediaan yaitu:1.Modified Fluid Gelatin
(MFG) 2. Urea Bridged Gelatin (UBG). Kedua cairan ini punya BM
35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek volume expander yang baik
pada kegawatan. Komplikasi yang sering terjadi adalah reaksi
anafilaksis. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada penyakit
bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis.
2.6.2 Monitoring Pasien Syok
Pemantauan yang dibutuhkan pada syok meliputi monitor rutin ataupun
non-rutin untuk mengevaluasi hemodinamik, respirasi dan metabolik,
serebral .Tak ada parameter klinis yang spesifik pada syok. Monitor
Hemodinamik dapat berupa monitor non invasif maupun invasif. Invasif
terutama diperlukan pada pemberian agen vasoaktif guna resusitasi atau
terapi suportif kardiovaskuler.11
a. Kardiovaskuler
Penilaian Klinis : Tekanan darah kontinyu, Nadi (amplitude dan
ritme), perfusi perifer
Monitoring noninvasif : Suhu, EKG, Ekokardiografi
Monitoring invasif : Tekanan darah intraarteri, CVP, produksi
urin, kateterisasi arterial
b. Respirasi
Penilaian Klinis : Laju, pola dan ritme nafas
Monitor : Pulse oksimetri, kapnografi, x-foto thorax, analisa Gas
darah, spirometri
c.Metabolik
Hematologi : Darah rutin, darah serial (3-4jam pertama), faktor
koagulasi dan gangguan pembekuan
Biokimia : Urin rutin & sedimen, asam-basa, laktat darah,
ureum/kreatinin, elektrolit darah, gula darah, ensim jantung, test
fungsi hati
Mikrobiologi : Kultur darah (urin, sputum, LCS), sensitifitas test
d. Serebral : Glasgow Coma Scale, CT-Scan, EEG, Neuroimaging (MRI)
2.7 Komplikasi Syok
Selain bertambahnya kerja miokardium dan kebutuhan terhadap oksigen,
terjadi beberapa perubahan lain. Metabolisme anaerob diinduksi oleh
syok sehingga miokardium tidak dapat mempertahankan cadangan fosfat
berenergi tinggi (ATP) dalam kadar normal, dan kontraktilitas ventrikel
akan makin terganggu. Hipoksia dan asidosis menghambat pembentukan
energi dan mendorong berlanjutnya kerusakan sel-sel miokardium.
Kedua faktor ini juga menggeser kurva fungsi ventrikel ke bawah dan ke
kanan yang akan semakin menekan kontraktilitas dan dapat berakibat
gangguan sebagai berikut :8
2.7.1 Gangguan Ginjal
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran urin
kurang dari 20 ml/jam. Dengan semakin berkurangnya curah jantung,
biasanya disertai dengan berkurangnya keluaran urin. Retensi
kompensatorik natrium dan air menyebabkan berkurangnya kadar
natrium urin. Sejalan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus, terjadi
peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi berat dan
berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian
disusul gagal ginjal akut. 8
Insufisiensi ginjal akut
Aliran darah rendah pada glomelurus menyebabkan anoksi pada tubulus
ginjal dan perubahan susunan sel-sel nephron. Penyebabnya mungkin
yaitu endotoksin ( syok septik), mioglobin ( trauma otot), atau asidosis.
Volume urin kurang dari 350 ml/ hari dengan riwayat keadaan aliran
rendah, harus membuat pengamat waspada akan adanya insufisiensi
ginjal. Sedimen urina menunjukkan silinder tubular, granular atau
eritrosit. 8
2.7.2 Gangguan pernafasan
Gangguan pernapasan terjadi akibat syok. Komplikasi yang mematikan
adalah gagal napas berat. Kongesti paru dan edema intraalveolar akan
mengakibatkan hipoksia dan menurunnya gas darah arteri. Selain itu,
dapat terjadi atelektasis dan infeksi paru. Faktor-faktor ini memicu
terjadinya syok paru-paru, yang sekarang sering disebut sebagai sindrom
gawat napas dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat
ditemukan, demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya
sebagai manifestasi gagal jantung ke belakang. 8
Sindroma gawat pernapasan dewasa(ARDS)
Dapat timbul pada setiap tipe aliran rendah dan pada dasarnya
merupakan sindroma kebocoran kapiler vaskular pulmonalis. penyebab
utama permeabilitas ini:
Volume resusitasi berlebihan menaikkan tekanan hidrostatik pada
pada pembuluh darah dan mendorong plasma ke membrana
vaskular alveolus, sehingga mengganggu difusi oksigen
Permeabilitas kapiler dapat terjadi karena reaksi komplemen
terhadap endotoksin pada septikemia.
Penyebab lain yaitu toksin yang terhirup seperti oksigen, asap, dan
bahan kimia erosif, emboli lemak dan gangguan hematologi,
transfusi darah yang besar dan pintas kardiopulmoner yang lama. 8
2.7.3 Gangguan Fungsi Hati
Syok berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan fungsi sel hati.
Kerusakan sel dapat terlokalisir pada zona-zona nekrosis yang terisolasi,
atau dapat terjadi nekrosis hati masif dengan syok berat. Gangguan
fungsi hati dapat nyata dan biasanya bermanifestasi sebagai peningkatan
enzim-enzim hati, AST dan alanin aminotransferase (ALT, dulu disebut
SGPT). Hipoksia hati juga merupakan mekanisme etiologi yang
mengawali komplikasi-komplikasi ini. 8
2.7.4 Gangguan Saluran Cerna
Iskemia saluran cerna yang berkepanjangan umumnya mengakibatkan
nekrosis hemoragik pada usus besar. Cedera usus besar dapat
memperberat syok melalui penimbunan cairan pada usus dan absorpsi
bakteri dan endotoksin ke dalam sirkulasi. Penurunan motilitas saluran
cerna hampir selalu ditemukan pada keadaan syok. 8
2.7.5 Koagulasi Intravaskular Diseminata (Dic)
Dalam keadaan normal, aliran darah otak biasanya menunjukkan
autoregulasi yang baik, yaitu dengan berdilatasi sebagai respons terhadap
berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah
otak ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang
memadai bila MAP di bawah 60 mm Hg. Selama hipotensi berat dapat
dijumpai gejala defisit neurologik. Kelainan ini biasanya tidak
berlangsung terus jika pasien pulih dari syok, kecuali jika disertai
gangguan serebrovaskular. 8
Selama syok yang berkelanjutan, dapat terjadi penggumpalan
komponen-komponen sel intravaskular sistem hematologik, yang akan
meningkatkan tahanan pembuluh darah perifer lebih lanjut. Koagulasi
intravaskular difus (DIC) dapat terjadi selama syok, yang akan
memperburuk keadaan klinis. 8
Sindrom ini terjadi sebagai komplikasi dari semua tipe syok sirkulasi.
Sindrom ini dibagi menjadi tahap:
Koagulopati konsumsi
Koagulopati primer
Koagulopati dilusi
Reaksi abnormal sistem fibrinolitik yang mengontrol pembekuan darah.
Bila perdarahan sangat hebat, pembentukan trombin sangat meningkat
dan trombin memungkinkan koagulasi. Sebagian besar protein koagulasi
disintesis di dalam hati. Bila fungsi terganggu, pembentukan protein
pembekuan darah ini kalah cepat dengan konsumsinya, sehingga
menimbulkan koagulopati konsumsi. 8
2.8 Prognosis Syok
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi
ireversibel. Beberapa organ terserang cepat dan lebih nyata daripada
yang lain. Seperti telah diketahui, miokardium akan menderita kerusakan
yang paling dini pada keadaan syok.4 Syok dapat diobati jika
penatalaksaanan dilakukan dengan cepat. Jika penanganan yang
terlambat dapat mengakibatkan adanya banyak gejala-gejala yang dapat
megakibatkan terjadinya penurunan cairan plasma dalam tubuh yang
dapat mengakibatkan kematian. 4
Prognosis berbeda-beda sesuai asal dan lama syok terjadi. Oleh
karena itu, 80% pasien usia muda (meskipun tidak sehat) dengan syok
hipovolemik berhasil bertahan hidup melalui penatalaksanaan yang tepat,
sementara syok kardiogenik yang disertai infark miokard luas atau syok
gram negatif menimbulkan angka kematian sebesar 75%, meskipun
dengan perawatan yang tercanggih. 4
BAB III
PENUTUP
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi
untuk kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Syok diklasifikasikan
berdasarkan etiologi dibagi menjadi syok hipovolemik, syok kardiogenik,
syok obstruktif dan syok distributif. Tanda klinik syok bervariasi
tergantung pada penyebabnya. Secara umum, tanda kliniknya dapat
berupa apatis, lemah, membrana mukosa pucat, kualitas pulsus jelek,
respirasi cepat, temperatur tubuh rendah, tekanan darah rendah, capillary
refill time lambat, takikardia atau bradikardia (kucing), oliguria, dan
hemokonsentrasi (kecuali pada hemoragi). Tekanan arteri rendah,
membrana mukosa pucat, capiilarity refill time (CRT) lambat (>2 detik),
temperatur rektal rendah atau normal, takipnea, dan ekstremitas terasa
dingin
Syok hipovolemik adalah Kegagalan perfusi dan suplai oksigen
disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-
25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan
pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilatasi arteri dan vena. Syok
Kardiogenik Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh
adanya kerusakan primer fungsi atau kapasitas pompa jantung untuk
mencukupi volume jantung semenit, berkaitan dengan terganggunya
preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung. Syok
Distributif Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh
menurunnya tonus vaskuler mengakibatkan vasodilatasi arterial,
penumpukan vena dan redistribusi aliran darah. Syok Obstruktif
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya
mekanisme aliran balik darah.
Berdasarkan etiologi tersebut baik mekanisme, gejala dan
penatalaksanaannya memiliki karakteristik masing-masing sesuai dengan
penyebabnya. Oleh karena itu penting halnya kita mengetahui perbedaan
dan mengenal berbagai jenis syok yang dapat terjadi. Tujuan utama
pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter hemodinamik
melalui resusitasi dengan tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran dan
penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel.. Pengelolaan syok sesuai
dengan kaidah dan dilanjutkan dengan dengan titik penekanan terapi
pada karakteristik klinis masing-masing syok.
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok
menjadi ireversibel. Beberapa organ terserang cepat dan lebih nyata
daripada yang lain. Syok dapat diobati jika penatalaksaanan dilakukan
dengan cepat. Jika penanganan yang terlambat dapat mengakibatkan
adanya banyak gejala-gejala yang dapat megakibatkan terjadinya
penurunan cairan plasma dalam tubuh yang dapat mengakibatkan
kematian, Prognosis berbeda-beda sesuai asal dan lama syok terjadi
DAFTAR PUSTAKA
1. Candido K.D., 2006, Physiologic and P h a r m a c o l o g i c B a s e s o f
Anesthesia,Edited by Williams & Wilkins, Pennsylvania, p.255267
2. (Sudoyo, AW et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2006,
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
3. Guyton Hall, 2007, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit buku
Kedokteran. Jakarta.EGC
4. Robbins, 2007. Buku Ajar Patologi jilid 2. Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta EGC
5. ATLS, 2007. Advance trauma and live support: shock management.
325:262-266
6. Jacob, 2010. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication for
future treatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at:
http://www.bmj.com
7. Berger, 2010. Cardiogenic shock: Diagnostic and treatment. 1st ed.
Softcover of orig. ed. 2002. Humana Press Inc.
8. (Price, 2006) Shock in Emergency Medicine : Concepts and Clinical
Practice.Mosby
9. Braunwald, 2001. Cardiovascular emergencies. In Proceedings of the
SCIVAC Congress. Rimini, Italy.
10. Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom. 2005. Ilmu Penyakit
Dalam. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.
11. Kirby, R. 2007. Shock and shock resuscitation. In Proceedings of the
Societa Culturale Italiana Veterinari Per Animali Da Compagnia Congress.
Rimini, Italy.
12. Alderson P, Schierhout G, Roberts I, Bunn F.2000. Colloids versus
crystalloids for fluid resuscitation in critically ill patients. Cochrane
Database Syst.
top related