tinjauan pustaka-syok septik
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
SYOK SEPTIK
- Definisi dan kriteria diagnosis
Bakteremia:
Bakteremia adalah suatu kondisi dimana terdapatnya bakteri di dalam darah. Hal
itu dibuktikan dengan adanya kultur darah yang positif. Darah secara normal
merupakan lingkungan yang steril, maka jika terdeteksi adanya bakteri di dalam
darah, hal itu merupakan keadaan yang abnormal.
Septicemia:
Pada tahun 1914, Schottmueler menulis, “septicemia adalah suatu keadaan invasi
mikroba dari portal entry ke aliran darah yang menyebabkan tanda-tanda
kesakitan”. Dalam buku Harrison, septicemia adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya mikroba atau toxinnya di dalam darah.
SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
SIRS merupakan suatu keadaan yang minimal memenuhi 2 kriteria, yang mungkin
saja dengan etiologi non infeksi:
Demam (Temperatur oral >38⁰C) atau hipotermia (<36⁰C)
Takipnea (>24 x/menit)
Takikardia (HR >90 bpm)
Leukositosis (>12.000/uL), leukopenia (<4.000/uL), atau >10% neutrofil
batang.
Sepsis
Sepsis merupakan suatu kondisi SIRS yang etiologi mikrobanya sudah dibuktikan
atau dicurigai. Tidak semua pasien dengan bakteremia memiliki tanda-tanda
sepsis.
Sepsis berat (sindrom sepsis): sepsis dengan minimal 1 tanda disfungsi organ,
seperti:
Kardiovaskular: Tekanan darah sistolik arteri 90 mmHg atau MAP 70
mmHg yang berespon terhadap pemberian cairan intravena.
Renal: Urine output <0,5 mL/kgBB/per jam untuk 1 jam pemberian cairan
yang adekuat.
Respiratori: Pa02/FI02 250 atau, jika paru-paru merupakan satu-satunya
organ yang mengalami gangguan fungsi, 200.
Hematologi: Platelet <80.000/L atau menurun 50% selama 3 hari.
Asidosis metabolik yang tidak dapat dijelaskan: pH 7.30 atau basa
menurun 5.0 mEq/L dan kadar laktat plasma >1.5 kali batas atas normal.
Resusitasi cairan yang adekuat: tekanan darah pulmonal 12 mmHg atau
tekanan darah central 8 mmHg.
Syok septik: sepsis dengan hipotensi (TD sistolik arteri <90mmHg, atau 40
mmHg lebih rendah dari TD pasien biasanya) pada minimal setelah dilakukan
resusitasi cairan selama 1 jam, atau membutuhkan vasopresor untuk
mempertahankan TD sistolik ≥90mmHg atau MAP ≥70 mmHg.
Syok septik refraktori: syok sepsis minimal >1 jam dan tidak berespon dengan
pemberian vasopressin.
MODS: disfungsi multi organ dan dibutuhkan intervensi untuk mempertahankan
homeostasis.
- Etiologi
Sepsis berat bisa jadi merupakan respon terhadap berbagai kelas
mikroorganisme. Pada kenyataannya, kultur bakteri atau jamur ditemukan hanya pada
20-40 kasus sepsis berat dan 40-70% kasus syok septik. Gram negatif atau gram
positif ditemukan 70%, sisanya jamur atau campuran mikroorganisme lain. Pada
pasien dengan kultur darah negatif, agen etiologi kadang dibuat dari kultur atau
pemeriksaan mikroskopik dari tempat yang lokal.
Bakteri gram negatif: Enterobacteriaceae, psudomonas, Haemophilus spp., dll
Bakteri gram positif: Staphylococcus aureus, staphylococci coagulase-negative,
enterococci, Streptococcus pneumonia, dan lain-lain
Patogen klasik: Neisseria meningitidis, S. Pneumoniae, H. Influenzae, dan
Streptococcus pyogenes.
Agen mikroba penyebab syok septik pada 15% pasien dengan infeksi saluran
cerna:
o E. Coli
o Streptococcus faecalis
o Bacteroides fragilis
o Acinetobacter sp.
o Pseudomonas sp.
o Enterobacter sp.
o Salmonella sp.
- Epidemiologi
Sepsis bertanggung jawab atas kontribusinya terhadap >200.000 kematian per
tahun di US. Insidensi sepsis berat dan syok septik telah meningkat dalam waktu 20
tahun, dan saat ini angka kejadiannya mencapai >700.000 (3:1.000 populasi). Kira-
kira 2/3 kasus terjadi pada pasien dengan penyakit yang mendasarinya.
- Patofisiologi Syok Septik
Patofisiologi syok septik melibatkan interaksi kompleks antara patogen
dengan sistem imun dari host. Respon fisiologi normal terhadap infeksi yang
terlokalisasi termasuk di dalamnya aktivasi mekanisme pertahanan host yang
menyebabkan influks dari neutrofil dan monosit yang teraktivasi, pengeluaran
mediator-mediator inflamasi, vasodilatasi lokal, peningkatan permeabilitas endotel,
dan aktivasi jalur koagulasi.
Mekanisme ini juga bermain dalam skala sistemik, mengakibatkan gangguan
endotel yang menyebar, permeabilitas vaskular, vasodilatasi, dan trombosis pada
kapiler end-organ. Kerusakan endotel sendiri dapat menyebabkan aktivasi cascades
inflamasi dan koagulasi yang lebih jauh, menyebabkan efek positif feedback, dan
berujung pada kerusakan endotel dan organ yang lebih jauh lagi.
Mekanisme host untuk merasakan mikroba
Hewan memiliki mekanisme sensitif dalam mengenali dan merespon molekul
mikroba. Sebagai contoh, tubuh host dapat mengenal sebagian lipopolisakarida dalam
lipid A. Protein dalam tubuh host (LPS-binding protein) akan berikatan dengan lipid
A, kemudian membawa LPS itu ke permukaan monosit, makrofag, dan neutrofil. LPS
kemudian ditransfer ke MD-2, yang berinteraksi dengan Toll-like receptor (TLR) 4
untuk membentuk kompleks molekul yang mentransduksi sinyal LPS menjadi bentuk
yang dikenali. Sinyal ini akan memicu pembentukan dan pengeluaran mediaor, seperti
TNF yang kemudian akan mengamplifikasi sinyal LPS dan mentransmisikannya ke
sel dan jaringan lain.
Kemampuan host untuk mengenali mikroba tertentu dapat mempengaruhi,
baik kemampuan pertahanan host, maupun patogenesis sepsis berat. Sebagai contoh,
MD-2-TLR4 memiliki sense terbaik pada LPS yang memiliki lipid A. Kebanyakan
dari bakteri gram negatif aerobik komensal dan anaerobik fakultatif yang memicu
sepsis berat dan syok (termasuk E.Coli, Klebsiella, dan enterobacter) membuat
struktur lipid A ini. Saat mereka menginvasi tubuh host, dengan cara menghancurkan
barier epitel, infeksi yang ditimbulkannya biasanya bersifat lokal terhadap jaringan
subepitel. Bakteremia, biasanya sebentar-sebentar dan dalam skala rendah, karena
bakteri ini dibersihkan secara efisien dari aaliran darah oleh sel kupfer yang
mengekspresikan TLR4 dan makrofag splenic. Komensal mukosa sepertinya
menginduksi sepsis berat dengan cara memicu peradangan jaringan lokal yang berat
daripada bersirkulasi dalam aliran darah.
Mediator-mediator yang terinduksi saat terjadi kerusakan sel
Tahapan pertama dalam aktivasi imun innate adalah sintesis de novo dari
polipeptida kecil, yang disebut sitokin, yang dapat mencetuskan manifestasi protein
dari berbagai tipe sel. Semua sel yang memiliki nukleus, terutama sel endo/epitel dan
makrofag merupakan penghasil IL-1, IL-6, dan TNF-α yang poten. Bahkan, beberapa
sitokin, seperti IL-6, dapat meningkat hingga 1.000 kali lipat saat trauma atau infeksi.
Sitokin (TNF dan IL-1) membantu agar infeksi tetap bersifat lokal, sekalinya infeksi
menjadi sistemik, efeknya akan memburuk. Kadar IL-6 yang tinggi berhubungan
dengan mortalitas. Sedangkan IL-8 merupakan regulator yang penting dalam
mengatur fungsi neutrofil, disintesis dan dikeluarkan selama sepsis.
TNF-α merupakan mediator sentral yang berkontribusi dalam pertahanan
tubuh host. TNF-α menstimulasi leukosit dan sel endotel vaskular untuk
mengeluarkan sitokin lainnya, mengekspresikan molekul permukaan sel yang akan
mempercepat adesi neutrofil-endotel di tempat terjadinya infeksi, dan untuk
meningkatkan produksi prostaglandin dan leukotrien. Kadar TNF meningkat pada
pasien dengan sepsis berat atau syok septik. Pada hewan, kadar TNF dalam jumlah
yang besar dapat menginduksi syok, DIC, dan kematian.
Selain TNF- α, terdapat juga kemokin lain yang memiliki berbagai fungsi, antara
lain:
o IL-8 berfungsi untuk menarik neutrofil yang bersirkulasi ke tempat terjadinya
infeksi.
o IL-1 memiliki aktivitas yang sama dengan TNF- α, IFN, IL-12, dan sitokin
lainnya untuk bersinergis satu sama lain.
o Grup B-1, faktor transkripsi, juga dikeluarkan dari sel dan berinteraksi dengan
produk mikroba untuk menginduksi respon lambat dari host pada respon
sepsis.
Faktor Koagulasi
Trombosis intravaskular menjadi tanda terjadinya respon inflamasi lokal. Hal
tersebut dapat membatasi invasi mikroba serta mencegah infeksi dan inflamasi
menyebar ke jaringan lainnya. Mekanisme ini dibantu oleh IL-6 dan mediator lainnya
dalam meningkatkan koagulasi intravaskular dengan cara mengindukasi monosit dan
sel endotel untuk mengekspresikan faktor jaringan. Saat faktor jaringan diekspresikan
pada permukaan sel, jalur clotting ekstrinsik dan intrinsik akan teraktivasi dan
terjadilah percepatan produksi trombin. Endotoksin akan meningkatkan aktivitas dari
inhibitor fibrinolisis (Plasminogen Activator Inhibitor (PAI-1) dan Thrombin
Activatable Fibrinolysis Inhibitor (TAFI)). Ketidakseimbangan antara inflamasi,
koagulasi, dan fibrinolisis inilah yang mengakibatkan koagulopati meluas, trombosis
mikrovaskular, dan tersupresinya fibrinolisis. Hal ini akan menyebabkan disfungsi
organ multiple dan kematian.
Abnormalitas sirkulasi
Pada sepsis, terjadi kerusakan pada endotel. Hal itu disebabkan oleh gabungan
dari beberapa faktor. Faktor yang pertama adalah adanya stimulus dari berbagai
sitokin yang menarik neutrofil datang ke tempat terjadinya inflamasi dan berikatan
dengan sel endotel. Hal tersebut juga akan menarik fagosit ke tempat yang terinfeksi
dan mengaktifkan sistem antimikrobial. Aktivasi sel endotel juga dapat menyebabkan
peningkatan permeabilitas vaskular, trombosis mikrovaskular, DIC, dan hipotensi.
Selain itu, faktor yang mempengaruhi kerusakan endotel adalah pembentukan
trombus platelet-leukosit-fibrin karena teraktivasinya sistem koagulasi.
Syok septik masuk dalam kategori syok distributif, yang dikarakteristikan
dengan vasodilatasi patologis dan bergesernya aliran darah dari organ vital ke
jaringan non vital, seperti kulit, otot skeletal, dan adiposa. Hal ini mengakibatkan
jaringan global mengalami hipoksia atau kurangnya pengantaran oksigen ke jaringan
vital. Sebagai tambahan, mitokondria menjadi disfungsional.
Syok septik terjadi karena vasodilatasi arteri yang disebabkan oleh aktivasi
channel kalium yang sensitif adenosine triiphosphate (ATP) pada sel otot polos
pembuluh darah dan aktivase NO sintase.
Channel kalium yang sensitif terhadap ATP teraktivasi oleh asidosis laktat.
NO juga mengaktifkan channel kalium. Aktfinya channel kalium mengakibatkan
relaksasi otot polos. Karena menurunnya tonus pembuluh darah arteri perifer, maka
tekanan darah bergantung pada cardiac output, namun jika cardiac output tidak bisa
mengkompensasi, terjadilah hipotensi dan syok.
- Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis sepsis pada pasien berbeda-beda, tergantung dari penyakit
yang mendasari dan infeksi primer pada pasien. Manifestasi sepsis bertahap dari
gejala SIRS, syok septik, hingga multiple organ dysfunction syndrome (MODS).
Riwayat
Gejala sepsis non spesifik, biasanya terdiri atas demam, menggigil, kaku,
lemah badan, mual, muntah, kesulitan bernapas, cemas, atau bingung.
Demam adalah gejala umum dari sepsis, namun mungkin saja absen pada
orang tua, pasien yang immunocompromised, neonatus, atau pada pasien dengan
uremia.
Hiperventilasi juga seing menjadi tanda awal pada respon sepsis yang
biasanya terjadi karena adanya stimulasi pusat respirasi di medulla oleh endotoxin dan
mediator lainnya.
Disorientasi, bingung, dan gejala encephalopathy juga dapate terjadi, terutama
pada pasien-pasien lanjut usia. Penyebab pasti ensefalopati metabolik belum
diketahui, tapi mungkin berhubungan dengan metabolisme asam amino.
Hipotensi dan DIC mempengaruhi terjadinya acrocyanosis dan nekrosis iskemik pada
jaringan perifer.
Manifestasi pada saluran pencernaan, seperti mual, muntah, diare, dan ileus
juga mengarah kepada akut gastroenteritis. Ulserasi stres dapat menyebabkan terjadi
perdarahan saluran cerna atas. Jaundice kolestatik, dengan peningkatan serum
bilirubin dan ALP, juga mendahului proses sepsis.
Gejala lokal pada suatu sistem organ tertentu dapat membantu untuk menentukan
penyebab sepsis:
o Infeksi kepala dan leher – nyeri kepala hebat, kaku leher, perubahan status
mental,, nyeri telinga, sakit tenggorokan, nyeri sinus, limfadenopati
submandibular.
o Infeksi dada dan paru – batuk (biasanya berdahak), nyeri dada pleuritik,
dispneu
o Infeksi abdomen dan saluran cerna – nyeri abdomen, mual, muntah,
diare
o Infeksi pelvis dan genitourinari – nyeri pelvis atau pinggang, vaginal atau
iretral discharge, disuria, urgensi dan frekuensi
o Infeksi tulang dan jaringan lunak – nyeri tekan tungkai, eritema fikal, edema,
dan bengkak sendi.
Pemeriksaan Fisik
o Keadaan umum menilai ABC dan status mental. Status mental biasanya
berubah. Jika sudah terjadi perubahan status mental, hal itu menunjukan sudah
adanya gangguan organ dan meningkatnya mortalitas.
o Tanda vital observasi tanda-tanda hipoperfusi, periksa suhu badan pasien.
Demam mungkin bisa tidak ada, tapi pasien biasanya mengalami takipneu dan
takikardia.
o Warna kulit pucat, keabu-abuan, atau mottled menunjukkan kurangnya
perfusi jaringan pada syok septik. Cari tanda-tanda hipoperfusi. Ptechiae atau
purupura bisa terjadi, berhubungan dengan DIC.
o Tanda-tanda lainnya:
Infeksi CNS – Depresi status mental, tanda-tanda meningismus (kaku
leher)
Infeksi kepala dan leher – peradangan atau pembengkakan membran
timpani, nyeri tekan sinus, kongesti nasal atau eksudat, eritema faring,
stridor inspiratori, limfadenopati servikal.
Infeksi dada dan paru – perkusi dullness, suara napas bronkial, rales
terlokalisasi, adanya konsolidasi.
Infeksi kardiak – adanya murmur baru, terutama pada pasien dengan
riwayat IDU.
Infeksi abdomen dan saluran cerna – distensi abdomen, nyeri
lokal, nyeri lepas, nyeri dan bengkak pada rectal.
Infeksi pelvis dan genitourinari – nyeri tekan kostovertebra, nyeri
tekan pelvis, nyeri gerak servik, massa atau nyeri tekan adneksa,
cervical discharge.
Infeksi tulang dan jaringan lunak – eritema fokal, edema, nyeri tekan,
krepitus, fluktuans, nyeri gerak sendi, efusi sendi.
Infeksi kulit – ptechiae, purpura, eritema, ulserasi, pembentukan bula,
fluktuans
- Komplikasi
o Komplikasi kardiopulmonal
Menurunnya P02
Acute Respiratory Distress Syndrome
Iskemik miokardial
o Komplikasi renal
Acute Renal Failure oliguria, azotemia, proteinuria
o Koagulopati
o Komplikasi neurologi
Polineuropati
- Terapi
Penatalaksanaan pasien dengan syok septik terdiri atas 3 tujuan utama:
o Resusitasi pasien dari syok septik untuk memperbaiki hipoksia, hipotensi, dan
gangguan oksigenasi jaringan
o Identifikasi sumber infeksi dan pengobatan dengan antibiotik, pembedahan,
atau keduanya.
o Menjaga fungsi sistem organ secara adekuat denan monitor kardiovaskular
dan interupasi patogenesis dari MODS.
Prinsip manajemen syok septik:
o Pengenalan dini
o Terapi antibiotik secara dini dan adekuat
Antimikroba (sumber infeksi ?, renal normal):
Dewasa sistem imun baik:
Reg I:ceftrikason/ ticarcillin-clavulanate/ piperacillin-
tazobactam
Reg II: Meropenem/ imipenem-cilastin/ cefepime
Dapat ditambahkan: gentamicin/ tobramicin pada regimen I/II
Alergi b-lactam: cipropfloxacin/ levofloxacin+clindamycin
MRSA: +vancomycin
Neutropeni:
Reg I: imipenem-cilastin/ meropenem/ cefepime
Reg II: ticarcillin-clavulanate/ piperacillin-tazobactam
Ditambahkan: tobramycin pada I/II
MRSA/ Phlebitis susp stapilococcus inf/ kerusakan mukosa
pada kemoterapi: +vancomycin
Splenektomi:
cefotaxime/ ceftriakson, bila terdapat pneumococcus resisten
terhadap sefalosporin + vancomycin
Alergi terhadap b-lactam:
vancomycin+ciprofloxacin/levofloxacin/aztreonam
Pengguna obat suntik:
Nafcillin/oxacillin+gentamicin
MRSA/alergi b-lactam: gentamicin+vancomycin
AIDS:
Reg I: Cefepime+ticarcillin-clavulanate
Reg II: piperacillin-tazobactam+tobramycin
Alergi b-lactam: ciprofloxacin/levofloxacin+vancomycin+tobramycin
o Kontrol sumber infeksi
o Resusitasi hemodinamik dini
Cairan IV: NaCL 1-2L dalam 1-2jam
Bila perlu: vasopressor (vasopressin/ ADH 0,01-0,04U/mnt))
Bila Ht rendah: transfusi eritrosit Ht>30%
Bila ke-3 cara di atas belum berhasil: dobutamin (2,5-10mcg/kg/mnt)
Pantau adekuasi perfusi (TD,mental,SvO2,akral,urine,CVP)
Pada pasien sepsis dengan shock refrakter: pertimbangkan terjadi
insufisiensi adrenal berikan hidrokortison tapp off
Bila hipoksemia, hipercapnia, perburukan neurologis, gagal otot
pernafasan: ventilator
Profilaksis stress ulcer: H2 bloker
DIC: transfusi trombosit dan FFP
ARF: hemodialisis
o Drotrecogin alpha
o Kontrol glikemik ketat
o Managemen ventilator dengan volume tidak rendah pada pasien dengan
ARDS
PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
Perdarahan dari Traktus Gastrointestinal dapat bermanifestasi dalam 5 bentuk,
Hematemesis, yaitu muntah darah atau muntah seperti “coffee-grounds”. Melena, yaitu
buang air besar hitam seperti ter dan berbau busuk. Hematochezia, yaitu keluarnya darah
berwarna merah terang atau merah tua dari rektum. Perdarahan gastrointestinal
tersembunyi; yang dapat diidentifikasi walau tanpa adanya perdarahan yang jelas dari
pemeriksaan feses secara khusus (tes Guaiac). Terakhir adalah manifestasi hanya berupa
gejala kehilangan darah atau anemia, seperti kepala terasa melayang, pingsan, angina,
atau dispnea.
Sumber – Sumber Perdarahan Gastrointestinal
Perdarahan dari traktus gastrointestinal bagian atas
Insiden perdarahan gastrointestinal bagian atas pada penderita yang datang ke
Rumah Sakit di Amerika dan Eropa sekitar 0,1%, dengan mortality rate sekitar 5–10%.
Ulcus Pepticum merupakan penyebab tersering dari Perdarahan Gastrointestinal bagian
atas. Kematian penderita jarang karena kehabisan darah, tetapi justru akibat
dekompensasi dari penyakit dasar lainnya. Angka kematian penderita berusia <60 tahun
tanpa keganasan atau gagal organ <1%. Gastropati hemoragik atau erosif (misalnya
karena NSAID atau alkohol) dan esofagitis erosif sering hanya menyebabkan perdarahan
gastrointestinal atas yang ringan, jarang berupa perdarahan mayor.
Sumber Perdarahan Saluran Cerna pada Pasien yang dirawat :
Sumber Perdarahan Persentase
Ulkus peptik 31-59 %
Varises esofagus 7-20 %
Robekan Mallory-Weiss 4-8 %
Erosi gastroduodenal 2-7 %
Esofagitis erosif 1-13 %
Keganasan 2-7 %
Ektasias vaskuler 0-6%
Sumber tidak teridentifikasi 8-14 %
Ulkus peptikum
Ulkus peptikum merupakan penyebab perdarahan gastrointestinal bagian atas
yang tersering. Gambaran klinis yang memberikan prognosis kurang baik berupa:
instabilitas hemodinamik, jumlah unit darah yang ditranfusikan, adanya darah yang
berwarna merah pada muntahan atau feses, umur lanjut, dan adanya penyakit penyerta,
serta karakteristik ulkus yang dilihat pada endoskopi.
Sepertiga penderita dengan perdarahan aktif atau dengan pembuluh darah yang
terlihat tampaknya tidak berdarah, ternyata mengalami perdarahan kemudian, yang
memerlukan pembedahan segera bila sebelumnya mereka hanya diterapi secara
konservatif saja. Para penderita tersebut baru berkurang perdarahannya, lebih cepat
dipulangkan dari Rumah Sakit, biaya dan mortalitasnya lebih rendah, dengan dilakukan
terapi endoskopik dengan elektrokoagulasi bipoler, heater probe, atau terapi injeksi
dengan (alkohol absolut; epinefrin 1:10.000).
Sebaliknya penderita dengan dasar ulkus yang bersih, yang mengalami perdarahan
berulang hampir mendekati nol. Bila penderita tidak memiliki alasan lain untuk dirawat di
Rumah Sakit, penderita yang keadaanya stabil dapat dipulangkan pada hari pertama.
Penderita ulkus peptik dengan dasar ulkusnya yang tidak bersih, biasanya sebaiknya tetap
tinggal di Rumah Sakit selama 3 hari, karena kebanyakan episode perdarahan ulang
sering terjadi dalam 3 hari.
Pada controlled-trials di Eropa dan Asia baru-baru ini, pemberian omeprazole
dosis tinggi i.v. digunakan untuk menaikkan pH intragastrik menjadi 6-7 dan
mempercepat stabilisasi bekuan darah sehingga mengurangi perdarahan selanjutnnya
(bukan mortalitas), bahkan setelah terapi endoskopik dilaksanakan.
Hampir 1/3 penderita dengan ulkus berdarah akan mengalami perdarahan ulang
dalam 1-2 tahun berikutnya. Pencegahan perdarahan ulang ditekankan pada 3 faktor
utama dalam patogenesis ulkus, yaitu : Helicobacter pylori, NSAIDs, dan asam. Eradikasi
H. pylori pada penderita dengan ulkus berdarah secara dramatis mengurangi angka
perdarahan ulang sampai <5%. Bila ulkus yang berdarah terjadi pada penderita yang
mengkonsumsi NSAID, sebaiknya NSAID tsb. dihentikan bila memungkinkan. Bila
penggunaan NSAID tetap harus dilanjutkan, harus diberikan terapi inisial dengan PPI
(proton pump inhibitor), dan terapi profilaksis selanjutnya memakai PPI atau misoprostol
selama penderita tsb. menggunakan NSAID. Perubahan dari pemakaian NSAID standar ke
penggunaan inhibitor spesifik COX-2, seharusnya secara bermakna mengurangi resiko
perdarahan ulang traktus gastrointestinal bagian atas. Penderita dengan ulkus berdarah
yang tidak berkaitan dengan H. pylori maupun NSAID, tetap harus mendapatkan dosis
penuh terapi antisekresi untuk seumur hidup.
Terapi untuk ulkus peptikum yang berkaitan dengan H. Pylori dikenal dengan
triple therapy (clarithromycin, PPI, dan antibiotik amoksisilin atau metronidazol) selama
10–14 hari. Strategi lainnya yang juga digunakan untuk terapi H. Pylori adalah quadruple
therapy, yang terdiri atas PPI, bismuth subsalicylate, dan antibiotik tetrasiklin dan
metronidazol selama 10–14 hari. Quadruple therapy digunakan jika pasien tidak bisa
menggunakan antibiotik turunan penisilin, yang sebelumnya mendapat terapi macrolide,
seperti clarithromycin, atau masih terinfeksi H. Pylori karena gagalnya triple therapy
gagal membunuh bakteri.
Robekan Mallory-Weiss
Anamnesis klasik yaitu adanya muntah-muntah atau batuk yang mendahului
hematemesis, khususnya pada penderita bukan alkoholik. Robekan ini biasanya terjadi
secara linear pada gastro-esophageal junction karena esofagus dan lambung berbentuk
silindrikal. Perdarahan dari robekan ini, yang biasanya terjadi di bagian mukosa lambung
yang dekat dengan gastroesophageal-junction, berhenti spontan pada 80-90%
penderitanya dan terjadi perdarahan ulang hanya pada 0-7% penderitanya.
Robekan ini terjadi karena adanya peningkatan tekanan dan distensi intragastik
secara cepat, yang akan meningkatkan pengeluaran cairan yang sangat kuat melalui
esofagus. Robekan ini juga dapat terjadi karena tekanan transgastrik akibat tekanan
negatif intratoraksik dan tekanan positif intragastrik yang mengakibatkan distorsi dari
kardiak lambung.
Pada perdarahan aktif robekan Mallory-Weiss, terapi endoskopik efektif. Terapi
angiografik dengan infus vasopressin intraarterial atau embolisasi juga berguna. Jarang
diperlukan terapi operasi menjahit kembali robekan.
Varises esofagus
Varises esofagus adalah dilatasi vena sub mukosa yang ekstrem pada 1/3 bahwa
esofagus. Hal ini biasanya terjadi karena hipertensi portal, umumnya akibat dari sirosis.
Pasien dengan varises esofagus memiliki kecenderungan untuk terjadi perdarahan.
Pasien perdarahan saluran pencernaan bagian atas dengan bukti klinik yang
menyokong kepada kemungkinan penyakit liver, seharusnya dilakukan endoskopi dini
untuk menentukan apakah sumber perdarahan dari varises yang pecah, karena pasien
dengan perdarahan varises mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan
pasien perdarahan saluran pencernaan bagian atas oleh sebab lain.
Pada saat ini terapi endoskopi akan menurunkan timbulnya perdarahan lebih
lanjut, dan terapi endoskopi sesi berulang untuk menghilangkan varises esofagus secara
nyata akan menurunkan kejadian perdarahan ulang dan angka kematian. Terapi ligasi
endoskopik merupakan terapi endoskopi pilihan untuk varises esofagus karena akan lebih
menurunkan kejadian perdarahan ulang, akan menurunkan angka kematian, dengan lebih
sedikit komplikasi lokal, dan mempersingkat waktu/sesi pengobatan dibandingkan
dengan eradikasi varises menggunakan skleroterapi.
Terapi akut dengan octreotide (50 g bolus dan 50 g/jam/infus i.v., selama 2-5
hari) atau somatostatin dapat membantu dalam mengontrol perdarahan akut, dan obat-
obat ini telah menggantikan vasopresin sebagai pilihan terapi medis untuk kasus
perdarahan varises akut. Selama ini terapi dengan -bloker nonselektif (propanolol) juga
telah menunjukkan berkurangnya kekambuhan perdarahan dari varises esofagus. Obat-
obat ini biasanya diberikan bersama dengan terapi endoskopi kronik.
Pada pasien dengan perdarahan persisten atau berulang selain terapi endoskopi
dan medis disarankan juga untuk dilakukan terapi yang lebih invasif. Transjugular
intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) mengurangi perdarahan ulang lebih efektif
daripada terapi endoskopi, walaupun ensefalopati hepatik lebih sering terjadi dan
mortalitasnya kira-kira sebanding. Kebanyakan pasien dengan TIPS mengalami stenosis
shunt dalam waktu 1-2 tahun dan memerlukan reinstrumentasi. Karenanya TIPS paling
sesuai untuk penderita dengan penyakit hati yang lebih berat dan kepada mereka yang
merencanakan transplantasi. Pasien dengan sirosis yang lebih ringan dan kompensata
mungkin seharusnya menjalani pembedahan dekompresi (distal splenorenal shunt).
Hipertensi portal juga bertanggung jawab terhadap terjadinya perdarahan dari
varises lambung, varises ektopik di usus halus dan usus besar, serta gastropati hipertensif
portal dan enterokolopati.
Gastropati Hemoragika dan Erosiva (“Gastritis”)
Gastropati hemoragika dan erosiva atau gastritis mengacu kepada perdarahan dan
erosi subepitelial yang tampak secara endoskopik. Ini merupakan lesi mukosa dan karenanya
tidak mengakibatkan perdarahan mayor. Kelainan ini dapat karena berbagai latar belakang,
tetapi terutama karena pemakaian NSAID, alcohol, dan stress. Separuh penderita yang
mengkonsumsi NSAID secara kronis, mengalami erosi (15-30% mengalami ulkus),
sedangkan sampai 20% penderita alkoholik aktif yang mengalami perdarahan gastrointestinal
bagian atas, terbukti terdapat erosi dan perdarahan subepitel.
Jejas mukosa gaster yang berhubungan dengan stress terjadi hanya pada penderita
yang sakit berat; yaitu mereka yang mengalami trauma serius, operasi mayor, luka bakar >1/3
luas permukaan tubuh, penyakit intrakranial mayor dan penyakit medis berat (ketergantungan
pada ventilator, koagulopati). Perdarahan yang bermakna mungkin tidak akan timbul sampai
ulserasi terjadi. Mortalitas pada penderita ini cukup tinggi akibat dari penyakit dasarnya yang
serius.
Pada tahun-tahun terakhir ini, insiden perdarahan yang bersumber dari jejas atau
ulserasi mukosa gaster yang berhubungan dengan stress, telah berkurang secara dramatis
karena lebih baiknya penanganan penderita yang sakit kritis. Prinsip dari terapi farmakologis
pada gastritis erosiva adalah dengan menurunkan kadar asam lambung. Terapi tersebut
diharapkan dapat mengurangi gejala yang menyertai gastritis dan mempercepat
penyembuhan lapisan lambung. Profilaksis farmakologik untuk terjadinya perdarahan, harus
dipertimbangkan pada penderita resiko tinggi seperti yang disebutkan di atas. Data klinis
yang terbaik menunjukkan bahwa terapi antagonis reseptor H2 i.v. merupakan terapi pilihan
walaupun sukralfat juga efektif. Terapi profilaksis mengurangi terjadinya perdarahan, tetapi
tidak menurunkan mortalitas. Pengobatan dengan antasid, antagonis reseptor H2, dan PPI
merupakan pilihan terapi pada gastritis erosiva berdarah.
Penyebab-penyebab lain
Penyebab perdarahan gastrointestinal atas yang lebih jarang meliputi : duodenitis
erosiva, neoplasma, fistula aortoenterik, lesi-lesi vaskuler (termasuk telengektasi hemoragik
herediter = Osler-Weber-Rendu dan pelebaran pembuluh darah antrum gaster = “water melon
stomach”), lesi Dieulafoy’s (dimana pembuluh darah aberan di dalam mukosa berdarah
karena suatu pin-point mucosal defect), gastropati prolaps (prolaps bagian proksimal gaster
ke dalam esofagus, disertai muntah-muntah, khususnya pada penderita alkoholik), serta
hemobilia dan hemosuccus pancreaticus (perdarahan dari saluran empedu atau saluran
pankreas).
Sumber-sumber perdarahan dari usus halus
Asal perdarahan dari usus halus (perdarahan dari sisi bawah endoskop standar untuk
bagian atas) adalah sulit untuk didiagnosis dan merupakan penyebab mayoritas kasus
perdarahan gastrointestinal yang tidak jelas. Perdarahan dari usus halus tidak biasanya terjadi.
Penyebab yang tersering meliputi: pelebaran pembuluh darah dan tumor (misalnya:
adenokarsinoma, leiomioma, limfoma, polip jinak, karsinoid, metastase, dan lipoma).
Penyebab lainnya yang lebih jarang yaitu: penyakit Crohn’s, infeksi, iskemi, vaskulitis,
varises usus halus, divertikula, divertikula Meckel’s, kista duplikasi, serta intususepsi.
NSAID menginduksi terjadinya erosi dan ulkus pada usu halus, dan mungkin menyebabkan
perdarahan gastrointestinal kronik yang tidak jelas.
Pada anak-anak, divertikulum Meckel’s merupakan penyebab perdarahan
gastrointestinal bagian bawah yang signifikan, yang berkurang frekuensinya sebagai
penyebab perdarahan dengan bertambahnya umur.
Pada orang dewasa di bawah 40-50 tahun, tumor-tumor usus halus sering
menyebabkan perdarahan saluran cerna bawah yang tidak jelas. Sedangkan pada penderita di
atas 50-60 tahun, pelebaran pembuluh darah adalah penyebabnya.
Pelebaran pembuluh darah harus diobati dengan terapi endoskopik bila mungkin.
Terapi operatif dapat dikerjakan bila pelebaran pembuluh darah tersebut terisolasi pada
segmen usus halus dimana terapi endoskopik tidak berhasil; dapat dicoba juga kombinasi
estrogen/progesteron.
Lesi-lesi terisolasi seperti tumor, divertikula, atau duplikasi, umumnya diobati dengan
reseksi bedah.
Penatalaksanaan
Pengukuran denyut jantung dan tekanan darah adalah cara terbaik dalam menilai
penderita dengan perdarahan saluran cerna. Perdarahan yang secara klinis bermakna terlihat
dari perubahan postural denyut jantung atau tekanan darah, takikardi, dan akhirnya hipotensi
dalam posisi berbaring. Penderita juga mungkin mengalami reaksi vasovagal dengan
bradikardi selama episode perdarahan.
Secara kontras Hb tidak segera turun pada perdarahan gastrointestinal akut
sehubungan dengan berkurangnya plasma dan volume sel darah merah secara proporsional
(terbuangnya seluruh komponen darah). Dengan demikian Hb dapat normal atau berkurang
sedikit pada presentasi awal dari episode perdarahan yang berat. Ketika cairan ekstravaskular
memasuki ruang intravaskular untuk memperbaiki volume darah, Hb akan turun, tetapi
proses ini terjadi dalam >72 jam setelah perdarahan. Pasien dengan perdarahan
gastrointestinal yang lambat, kronik, mempunyai Hb yang sangat rendah meskipun tekanan
darah dan heart ratenya normal. Dengan terjadinya anemia kekurangan besi, mean
corpuscular volume akan rendah dan luasnya distribusi sel darah merah akan meningkat.
Perbedaan perdarahan gastrointestinal atas dan bawah
Hematemesis menunjukkan sumber perdarahan yang berasal dari gastrointestinal
bagian atas (di atas ligamentum Treitz). Melena menunjukkan bahwa darah telah berada di
saluran gastrointestinal selama paling sedikit 14 jam. Karena itu makin proksimal tempat
perdarahan, makin mungkin melena akan terjadi. Hematochezia biasanya menunjukkan
perdarahan gastrointestinal sebelah bawah, meskipun bisa saja terjadi pada perdarahan
gastrointestinal sebelah atas yang sangat cepat sehingga darah tidak tinggal dalam waktu
yang cukup lama di dalam usus untuk dapat menimbulkan melena. Ketika hematochezia
merupakan gejala dari perdarahan gastrointestinal bagian atas, hal itu akan berhubungan
dengan ketidakstabilan hemodinamik dan turunnya Hb. Perdarahan karena lesi di usus kecil
bisa menampakkan presentasi sebagai melena atau hematochezia.
Tidak didapatkannya darah pada aspirasi nasogastrik terjadi pada >16% pasien
dengan perdarahan gastrointestinal bagian atas, biasanya dari ulkus duodenum. Bahkan bile
stained appearance tidak menyingkirkan perdarahan lesi post pyloric sejak dilaporkan
empedu pada cairan aspirasi adalah tidak benar (bukan empedu) pada sekitar 50% kasus. Uji
cairan aspirasi yang bukan darah secara keseluruhan untuk mencari perdarahan tersembunyi
tidak memiliki nilai klinis. Petunjuk lain untuk perdarahan gastrointestinal atas meliputi
bising usus yang hiperaktif dan meningkatnya BUN (sehubungan dengan berkurangnya
volume dan diabsorpsinya protein darah.
Evaluasi diagnostik untuk penderita perdarahan saluran cerna
Perdarahan gastrointestinal bagian atas
Anamnesis dan pemeriksaan fisik jarang mendiagnosis sumber perdarahan
gastrointestinal. Endoskopi atas adalah uji pilihan pada penderita perdarahan gastrointestinal
bagian atas dan harus dilaksanakan segera pada penderita dengan hemodinamik tidak stabil
(hipotensi, takikardi, atau perubahan postural denyut jantung atau tekanan darah). Endoskopi
rutin secara dini juga bermanfaat dalam kasus perdarahan yang lebih ringan untuk
memutuskan tatalaksana. Penderita dengan perdarahan mayor dan penemuan endoskopiknya
beresiko tinggi (varises, ulkus dengan perdarahan aktif atau terlihat pembuluh darahnya)
mendapat manfaat dari terapi hemostatik endoskopik. Sedangkan pasien dengan lesi resiko
rendah (ulkus yang berdasar bersih, robekan Mallory-Weiss yang tidak berdarah, gastropati
erosiva atau hemoragika) dengan tanda-tanda vital dan Hb yang stabil serta tidak mempunyai
problem medis lainnya dapat dipulangkan.
Perdarahan gastrointestinal bagian bawah
Pasien dengan hematochezia dan instabilitas dinamik harus melakukan pemeriksaan
endoskopi atas untuk menyingkarkan sumber perdarahan dari GI bagian atas.
Perdarahan gastrointestinal dengan asal yang tidak jelas
Perdarahan saluran cerna yang tidak jelas sumbernya didefinisikan sebagai
perdarahan akut berulang atau kronis yang sumber perdarahannya tidak dapat diidentifikasi
dengan endoskopi rutin dan studi kontras. Enteroskopi dorong, dengan enteroskop yang di
disain khusus atau kolonoskop anak-anak untuk melihat seluruh duodenum dan bagian dari
yeyunum, pada umumnya merupakan langkah berikutnya. Enteroskopi dorong dapat
mengidentifikasi kemungkinan tempat perdarahan pada 20-40% penderita perdarahan saluran
cerna yang asalnya tidak jelas. Bila enteroskopi hasilnya negatif atau tidak tersedia, harus
dilakukan pemeriksaan radiografik khusus untuk usus halus (misalnya enteroclysis).
Penderita dengan perdarahan berulang yang membutuhkan tranfusi atau rawat inap
berulang harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Skintigrafi eritrosit berlabel 99MTc harus
dikerjakan. Angiografi berguna bahkan ketika perdarahan sudah reda karena prosedur ini
dapat membedakan anomali vascular atau pembuluh darah tumor. Skintigrafi 99MTc
pertechnetate untuk menegakkan diagnosis divertikulum Meckel’s harus dikerjakan,
khususnya dalam mengevaluasi penderita muda dengan perdarahan saluran cerna bagian
bawah. Bila semua uji tidak dapat mengungkapkan diagnosis, maka endoskopi intraoperatif
merupakan indikasi pada pasien dengan perdarahan berulang atau persisten yang berat yang
memerlukan tranfusi darah berulang.
Perdarahan gastrointestinal tersembunyi
Perdarahan gastrointestinal tersembunyi bermanifestasi baik sebagai uji positif pada
pemeriksaan darah samar feses atau anemia defisiensi besi. Kecuali bila penderita mengalami
gejala gastrointestinal atas, evaluasi perdarahan tersembunyi pada umumnya harus dimulai
dengan kolonoskopi, khususnya pada penderita >40 tahun. Bila evaluasi kolonnya negatif,
beberapa ahli mengerjakan endoskopi atas hanya bila terdapat anemia defisiensi besi atau
gejala-gejala gastrointestinal atas; sementara ahli-ahli lainnya menganjurkan endoskopi atas
pada semua pasien sejak >25-40% penderita-penderita ini memiliki beberapa abnormalitas
pada endoskopi bagian atas. Bila uji endoskopi standar tidak juga mengungkapkan diagnosis,
enteroskopi dan atau enteroclysis dapat dipertimbangkan pada anemia defisiensi besi.
Daftar Pustaka
Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2008.
Gastrointestinal Bleeding. Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th
Edition. USA: McGraw-Hill International.
Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2008. Severe
Sepsis and Septic Shock. Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th
Edition. USA: McGraw-Hill International.
http://emedicine.medscape.com/article/168402-overview
http://www.news-medical.net/health/What-are-Cytokines.aspx
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hpylori/#7