tri bayu purnama - fkik
Post on 07-Jul-2018
304 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
1/212
EPIDEMIOLOGI SPASIAL KASUS MALARIA
KOTA LUBUK LINGGAU PROVINSI SUMATERA SELATAN
TAHUN 2009-2013
SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
TRI BAYU PURNAMA
NIM : 1110101000042
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
2/212
i
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
3/212
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN EPIDEMIOLOGISKRIPSI, MEI 2014
TRI BAYU PURNAMA, NIM 1110101000042
EPIDEMIOLOGI SPASIAL KASUS MALARIA KOTA LUBUK LINGGAU
PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2009-2013
(xiii + 180 halaman, 2 bagan, 17 gambar, 6 grafik, 30 tabel, 3 lampiran)
ABSTRAK
Malaria adalah penyakit bersumber binatang yang menjadi masalah kesehatanmasyarakat dunia. Orang yang berisiko malaria sebesar 2,3 miliar atau 41% dari populasi
dunia. Riskesdas 2013 mencatat bahwa 50% provinsi di Indonesia memiliki prevalensimalaria di atas angka nasional. Epidemiologi spasial dapat digunakan untukmenggambarkan distribusi kasus malaria berdasarkan keruangan. Insiden malaria di KotaLubuk Linggau masih diatas indikator MDGs dan kota ini belum melakukan pemetaanendemis malaria. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud untuk mengetahuiepidemiologi spasial kasus malaria di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013.
Desain penelitian epidemiologi ini adalah ecological study. Pengumpulan datadilakukan di Dinas Kesehatan Kota Lubuk Linggau untuk data kasus malaria, BMKGProvinsi Sumatera Selatan untuk data lingkungan dan BAPPEDA Kota Lubuk Linggauuntuk data wilayah potensi perindukan nyamuk. Analisis data dilakukan dengan ukuranfrekuensi penyakit berupa rate, proporsi dan rasio.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kasus malaria yang diperiksa laboratoriummasih jauh dibawah indikator nasional sehingga perlu upaya pencapaian target ditahunselanjutnya dan tidak terdapat pola khusus kasus malaria ditiap bulan, curah hujan, suhudan kelembaban. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk terinfeksimalaria dengan kelompok anak-anak sebagai kelompok paling banyak terserang malaria
serta diindikasikan terjadi penularan setempat malaria. Analisis spasiotemporal kasus
malaria pada wilayah endemis malaria pada kecamatan selalu mengalami perubahan danwilayah potensi perindukan nyamuk adalah semak belukar, hutan, ladang/kebun, sawah,dan permukiman.Perlindungan kelompok rentan dilakukan dengan penyuluhan kesehatandan kerja sama lintas sektor dan program, pengobatan dengan ACT, membangun sistemkewaspadaan dini dan modifikasi lingkungan melalui upaya larvasidasi.
Kata Kunci : Epidemiologi, Spasial, Malaria
Daftar Bacaan : 104 (1993-2014)
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
4/212
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
DEPARTEMEN OF EPIDEMIOLOGYUNDERGRADUATED THESIS, May 2014
TRI BAYU PURNAMA, NIM 1110101000042
MALARIA INCIDENCE IN LUBUK LINGGAU CITY SOUTH SUMATERA
PROVINCE AT 2009-2013 : SPATIAL EPIDEMIOLOGY APPROACH
(xiii + 180 pages, 2 charts, 17 pictures, 6 graphics, 30 tables, 3 attachments)
ABSTRACT
Malaria is a mosquito borne disease that become a public health problem.
Population at risk in malaria is as 2,3 billion or 41% at population in the world. Basic
Health Research 2013 noted that 50% of provinces in Indonesia have malaria prevalence
above national rate. Spatial epidemiology can be used to describe malaria cases that based
on spatial distribution. Malaria incidence in Lubuk Linggau city is still above the MDGs
indicator and this city is not yet endemic malaria mapping. Therefore, aim of this research
describes the spatial epidemiology incidence in Lubuk Linggau city at 2009-2013.
Design of this epidemiological research is ecological studies. Data is collected athealth departement Lubuk Linggau city for malaria cases data, Bureau Meteorology,
Klimatology and Geophysics South Sumatera for enviromental data and Planning and
Developing City in Lubuk Linggau for breeding places region data. Data are analyzed by
measuring the frequency of disease by means of rate, ratio and proportion.
Result of this research is malaria cases that laboratorium confirmation still under
national indicator so that need to efforts raising target in next years. Trends of this cases
by month don’t show a spesific patterns and as well as the temperature, rainfall and
humidity. Men and women have same opportunity to infecting malaria. Majority children
are infected malaria and indicated to occur indigenous transmission. Spatiotemporal
analysis of malaria cases at endemic malaria region always changes. The potential breeding places are shrubs, woods, garden, fields and resident. Protection of group risk
could do by communication, information and education along with cooperation accross
sector and programms, treatments by ACT, building early warning systems and
enviromental modification by larvaciding.
Keyword : Epidemiology, Spatial, Malaria
Reading List : 106 (1993-2014)
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
5/212
iv
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
6/212
v
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
7/212
vi
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
8/212
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Tri Bayu Purnama
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal lahir : Lubuk Linggau, 14 Oktober 1992
Warganegara : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jalan Hujan Gerimis No 545 RT 07 Kelurahan
Bandung Kiri Kecamatan Lubuk Linggau Barat 2
Kota Lubuk Linggau Provinsi Sumatera Selatan
Telepon : 081996294483
Email : tbayu93@gmail.com
Pendidikan Formal:
1. SD Negeri 18 Kota Lubuk Linggau (1998-2004)
2.
SMP Negeri 1 Kota Lubuk Linggau (2004-2007)
3. MA Negeri 1 (Model) Kota Lubuk Linggau (2007-2010)
4. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehtaan Masyarakat,
Peminatan Epidemiologi (2010-2014)
mailto:tbayu93@gmail.commailto:tbayu93@gmail.commailto:tbayu93@gmail.com
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
9/212
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
berkat taufik dan hidayahNya skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul
“Epidemiologi Spasial Kasus Malaria di Kota Lubuk Linggau Provinsi
Sumatera Selatan tahun 2009-2013”. Skripsi ini penulis susun dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat,
pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak
kekurangannya. Namun berkat bimbingan Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHSdan Ibu Riastuti Kusuma Wardani, MKM serta dorongan dari berbagai pihak
maka hambatan itu sedikit banyak dapat diatasi.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
umumnya bagi siapa saja yang memerlukannya. Akhir kata pada kesempatan ini
penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa terima kasih
yang tak terhingga kepada:
1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak (alm) dan Mamak yang telah memberikan semangat, motivasi dan
kasih sayang kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Serta kedua
kakak dan adik yang menjadi tempat motivasi dan semangat penulis untuk
menyegerakan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas doa dan
usahanya. You raise me up, to more than I can be”.
3. Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS selaku pembimbing I skripsi. Terima kasih
atas waktu, ilmu, bimbingan, arahan, masukan, doa, dan kepercayaannya
yang diberikan kepada penulis.
4. Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM selaku pembimbing II skripsi.
Terima kasih atas bimbingan, arahan, masukan, doa, waktu dan ilmu yang
diberikan kepada penulis.
5. Minsarnawati Tahangnacca SKM., M.Kes selaku dosen penanggungjawab
Peminatan Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
6. Para Dosen Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis.
7. Para Dosen Peminatan Epidemiologi UIN Jakarta yang telah meluangkan
waktu sibuknya kepada mahasiswa epidemiologi untuk menggali ilmu yang
dimiliki. Terima Kasih Dr I Nyoman Kandun, DR dr Hariadi Wibisono, dr
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
10/212
ix
Toni Wandra PhD, Dr Cicillia Windianingsih, dr Sholah Imari M.Sc dll.
Terima kasih atas dedikasinya untuk dunia pendidikan terutama mendidik
calon epidemiolog handal di masa yang akan datang.
8. Gubernur Sumatera Selatan dan Kepala Kementerian Pendidikan Provinsi
Sumatera Selatan berserta para pegawai bidang Dikmenti yang memberikan
kesempatan kepada penulis berupa beasiswa sehingga dapat menyelesaikan
studi di Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta.
9. Kepala Dinas Kesehatan Kota Lubuk Linggau dan Kepala Bidang
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Terima kasih atas
kebijaksanaannya yang memberikan kesempatan untuk penulis untuk meneliti
di Lubuk Linggau.
10.
Defit Kurniawan, S.Kep yang bersedia direpotkan oleh penulis untuk tempatkonsultasi tentang malaria.
11.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Lubuk Linggau
yang memberikan penulis data tata guna lahan. Terima kasih untuk Pak
Safran yang membantu perizinan penelitian di BAPPEDA dan Staf Bidang
Fisik dan Sarana yang mau memberikan data Shapefile tata guna lahan.
12. Ketua Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Kenten
Provinsi Sumatera Selatan. Terima kasih atas segala kemudahan yang
diberikan kepada peneliti dalam proses perizinan penelitian.
13. Indra Purna, ST, M.Si yang berbaik hati kepada penulis dengan memberikan
data yang diinginkan dalam 1 hari. Terima kasih atas segala kebaikan dan
ilmu yang bapak berikan kepada penulis.
14. Fajar Nugraha, S.Si yang memberikan ilmu spasialnya kepada penulis.
Terima kasih atas kepercayaan, ilmu, arahan dan masukkannya kepada
penulis.
15. Dr Sholah Imari, M.Sc yang memberikan ilmu epidemiologinya kepada
penulis. Semoga ilmu, kebaikan, ketekunan dan pengabdian yang diberikan
dapat menular kepada penulis. Terima kasuh atas waktu dan bimbingannya
Pak Sholah.
16.
Thanks to rekan seperjuangan para epidemiolog muda. Karlina, Tika, Nida, Najah, II, Ati, Rizka, Wiwid, Putri, Bebe, dan Luthfi. Terima kasih teman
sejawat atas segala kontribusi, ilmu, semangat dan motivasinya kepada
penulis.
17. Thanks to rekan sejawat teman mahasiswa beasiswa kemitraan santri jadi
dokter angkatan 2010. Harun, Zata, Ayu, Ana, Randi, Arum, Rendy, Iid,
Luther, Lukluk, Finti, Lisa, Rusti, Rosi, Choyin, Rico, Ali, Qori, Nando, Fifin
dan Meli. Terima kasih atas segala kontribusinya.
18.
Thanks to para ahli kesehatan masyarakat di masanya nanti, teman-teman
kesmas 2010. Uda Randika, Ucup, Ilham, Fuad, Prima, Alul, Supri, Mono,
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
11/212
x
Aziz, Agung, Angga, Richo, Angger, Akbar, Febri, dan Furin Terima kasih
atas segala kerjasamanya.
19.
Semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
kita semua dan berharap ada kritik atau saran yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini.
Ciputat, Mei 2014
Penulis
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
12/212
xi
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan....................................................................................................... iAbstrak ......................................................................................................................... ii
Lembar Persetujuan ...................................................................................................... iv
Daftar Riwayat Hidup .................................................................................................. vi
Kata Pengantar ............................................................................................................. vii
Daftar Isi....................................................................................................................... x
Daftar Tabel, Gambar, Grafik dan Bagan .................................................................... xii
Daftar Istilah................................................................................................................. xiii
BAB I Pendahuluan ..................................................................................................... 1
1.1.
Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2.
Rumusan Masalah ........................................................................................... 7
1.3.
Pertanyaan Penelitian ...................................................................................... 8
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 8
1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 9
1.6. Ruang Lingkup Penelitian............................................................................... 10
BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 12
2.1.Malaria ............................................................................................................. 12
A. Definisi Malaria ......................................................................................... 12
B.
Gejala Klinis Malaria ................................................................................. 13
C. Etiologi Malaria ......................................................................................... 14
2.2.Epidemiologi Malaria....................................................................................... 15A.
Rantai Infeksi Malaria ................................................................................ 15
B. Segitiga Epidemiologi Malaria .................................................................. 20
2.3.Sistem Informasi Geografis.............................................................................. 40
A. Definisi Sistem Informasi Geografis .......................................................... 40
B. Analisis Spasial .......................................................................................... 42
C. Epidemiologi Spasial ................................................................................. 44
2.4.Kerangka Teori................................................................................................. 48
BAB III Kerangka Konsep Dan Definisi Operasional ................................................. 50
3.1. Kerangka Konsep ............................................................................................ 51
3.2. Definisi Operasional ....................................................................................... 52
BAB IV Metodologi Penelitian .................................................................................... 574.1.Desain Penelitian .............................................................................................. 57
4.2.Lokasi Dan Waktu Penelitian .......................................................................... 58
4.3.Populasi Dan Sampel ....................................................................................... 58
4.4.Cara Pengumpulan Data ................................................................................... 58
4.5.Rencana Manajemen Data................................................................................ 60
4.6.Analisis Data .................................................................................................... 62
4.7.Teknik Validasi Data Sekunder ....................................................................... 63
BAB V Hasil ................................................................................................................ 65
5.1.Gambaran Kasus Malaria Di Kota Lubuk Linggau Tahun 2009-
2013 .................................................................................................................. 65
A.
Frekuensi Kasus Malaria ............................................................................ 65
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
13/212
xii
B.
Kecenderungan Kasus Malaria ................................................................... 72
5.2.Karakteristik Faktor Host (Populasi) Pada Kasus Malaria di Kota
Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 .................................................................... 74A. Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................ 74
B. Kasus Malaria Berdasarkan Umur ............................................................. 78
5.3.Karakteristik Faktor Agent (Penyebab) Pada Kasus Malaria di Kota
Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 ................................................................... 81
A. Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Plasmodium .......................................... 81
5.4.Karakteristik Faktor Environment (Lingkungan) Pada Kasus
Malaria di Kota Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 ........................................ 83
A. Kasus Malaria Berdasarkan Curah Hujan .................................................. 83
B. Kasus Malaria Berdasarkan Suhu .............................................................. 84
C. Kasus Malaria Berdasarkan Kelembaban .................................................. 85
5.5.Epidemiologi Spasial Malaria di Kota Lubuk Linggau ................................... 86A.
Pemetaan Endemisitas Malaria .................................................................. 86
B. Pemetaan Ketinggian .................................................................................. 117
C.
Pemetaan Wilayah Potensi Perindukan Nyamuk ....................................... 118
BAB VI Pembahasan ................................................................................................... 121
6.1.Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 121
6.2.Kejadian Malaria di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013 ........................... 126
6.3.Karakteristik Karakteristik Faktor Host (Populasi) Pada Kasus
Malaria di Kota Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 ........................................ 130
A. Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................... 130
B.
Kasus Malaria Berdasarkan Umur ............................................................ 134
6.4.Karakteristik Faktor Agent (Penyebab) Pada Kasus Malaria di Kota
Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 ................................................................... 137
A. Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Plasmodium .........................................137
6.5.Karakteristik Faktor Environment (Lingkungan) Pada Kasus
Malaria di Kota Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 ........................................ 145
A. Kasus Malaria Berdasarkan Curah Hujan ................................................. 145
B. Kasus Malaria Berdasarkan Suhu ............................................................. 148
C. Kasus Malaria Berdasarkan Kelembaban ................................................. 152
6.6.Epidemiologi Spasial Malaria di Kota Lubuk Linggau ................................... 155
A. Pemetaan Endemisitas Malaria ................................................................. 155
B.
Pemetaan Ketinggian di Kota Lubuk Linggau .......................................... 167C. Pemetaan Wilayah Potensi Perindukan Nyamuk ...................................... 170
BAB VII Kesimpulan dan Saran .................................................................................. 175
7.1. Simpulan ......................................................................................................... 175
7.2. Saran ............................................................................................................... 176
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 178
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
14/212
xiii
DAFTAR BAGAN, GAMBAR, GRAFIK, DAN TABEL
Bagan 2.1. Segitiga Epidemiologi ....................................................................................... 49Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................. 51
Gambar 5.1. Pemetaan Endemisitas Malaria Tahun 2009 .................................................. 89
Gambar 5.2. Pemetaan Endemisitas Malaria Tahun 2010 .................................................. 91
Gambar 5.3. Pemetaan Endemisitas Malaria Tahun 2011 .................................................. 93
Gambar 5.4. Pemetaan Endemisitas Malaria Tahun 2012 .................................................. 95
Gambar 5.5. Pemetaan Endemisitas Malaria Tahun 2013 .................................................. 96
Gambar 5.6 Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Barat 1 .............................. 98
Gambar 5.7. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Barat 2 ............................. 101
Gambar 5.8. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Timur 1 ............................ 104
Gambar 5.9. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Timur 2 ............................ 106
Gambar 5.10. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Selatan 1 ........................ 108Gambar 5.11. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Selatan 2 ........................ 110
Gambar 5.12. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Utara 1 ........................... 111
Gambar 5.13. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Utara 2 ........................... 113
Gambar 5.14. Pemetaan Ketinggian Kota Lubuk Linggau ................................................. 117
Gambar 5.15. Pemetaan Wilayah Potensial Perindukan Nyamuk ...................................... 116
Gambar 6.1. Stadium P. falcifarum Malaria Pada Sediaan Darah Tepi ............................. 136
Gambar 6.2. Stadium P. vivax dan P. ovale Malaria Pada Sediaan Darah ......................... 137
Gambar 6.3. Stratifikasi Endemis Malaria di Indonesia ..................................................... 156
Grafik 5.1. Kecenderungan Kasus Malaria Menurut AMI dan API ................................... 71
Grafik 5.2. Kecenderungan Kasus Malaria Menurut Bulan ................................................ 72
Grafik 5.3. Kecenderungan Kasus Malaria tahun 2009-2013 ............................................. 73Grafik 5.4. Kecenderungan Kasus Malaria Menurut Jenis Kelamin .................................. 77
Grafik 5.5. Kecenderungan Kasus Malaria Menurut Umur ................................................ 80Grafik 5.6. Kecenderungan Kasus Malaria dan Curah Hujan ............................................. 83
Grafik 5.7. Kecenderungan Kasus Malaria dan Suhu ......................................................... 84
Grafik 5.8. Kecenderungan Kasus Malaria dan Kelembaban ............................................. 85
Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian ......................................................................... 52
Tabel 4.1. Daftar Variabel, Instrumen, dan Instansi Pengumpul Data Sekunder ............... 60
Tabel 5.1. Frekuensi Kasus Malaria Klinis Tahun 2009-2013 ........................................... 66
Tabel 5.2. Frekuensi Kasus Malaria Positif Tahun 2009-2013 ........................................... 66
Tabel 5.3. Annual Malaria Incidence Tahun 2009-2013 .................................................... 68
Tabel 5.4. Annual Parasite Incidence Tahun 2009-2013 ................................................... 69Tabel 5.5. Rasio Kasus Malaria Klinis yang Terkonfirmasi Laboratorium ........................ 70
Tabel 5.6. Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin ........................................................ 75
Tabel 5.7. Rasio Jenis Kelamin Kasus Malaria................................................................... 75
Tabel 5.8. Distribusi Kelompok Rentan Malaria Menurut Jenis Kelamin .......................... 76
Tabel 5.9. Distribusi Kasus Malaria Menurut Umur........................................................... 78
Tabel 5.10. Distribusi Kelompok Malaria Menurut Umur ................................................. 79
Tabel 5.11 Distribusi Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Plasmodium ................................ 82
Tabel 5.12. Distribusi Kasus Malaria Berdasarkan Kecamatan Tahun 2009-2013 ............ 87
Tabel 5.13. Distribusi Kasus Malaria (AMI) Tahun 2009 .................................................. 88
Tabel 5.14. Distribusi Kasus Malaria (AMI) Tahun 2010 .................................................. 90
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
15/212
xiv
Tabel 5.15. Distribusi Kasus Malaria (AMI) Tahun 2011 .................................................. 92
Tabel 5.16. Distribusi Kasus Malaria (AMI) Tahun 2012 .................................................. 94
Tabel 5.17. Distribusi Kasus Malaria (AMI) Tahun 2013 .................................................. 96Tabel 5.18. Kecamatan dengan Jumlah Kasus Malaria (AMI) Terbesar ............................ 98
Tabel 5.19 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Barat 1 ..................... 99
Tabel 5.20 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Barat 2 ..................... 101
Tabel 5.21 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Timur 1 .................... 104
Tabel 5.22 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Timur 2 .................... 107
Tabel 5.23 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Selatan 1 .................. 109
Tabel 5.24 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Selatan 2 .................. 111
Tabel 5.25 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Utara 1 ..................... 113
Tabel 5.26 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Utara 2 ..................... 114
Tabel 5.27. Kelurahan Dengan Jumlah Kasus Malaria Terbesar (AMI) ............................ 116
Tabel 6.1. Perubahan Siklus Sporogony Nyamuk Anopheles ............................................. 146
DAFTAR ISTILAH
ABER Annual Blood Examination Rate
ACD Active Case DetectionACT Artemisinin-based Combination Therapy
AMI Annual Malaria Incidence
API Annual Parasite Incidence
IRS Indoor Residual Spraying
LLiN Long-Lasting Insecticidal Net
MBS Mass Blood Survei
MFS Mass Fever Survei
MS Survey malariometrik,
PCD Passive Case Detection
PMD Pembantu Malaria Desa
POSMALDES Pos Malaria DesaRDT Rapid Diagnostic Test
SPR Slide Positivity Rate
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
16/212
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya bersumber
melalui nyamuk (Kemenkes, 2011 dan Arsin, 2012). Nyamuk Anopheles sp
membawa parasit Plasmodium sp infektif yang masuk ke dalam tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk betina (Chin,2012). Parasit Plasmodium sp
yang ditemukan pada manusia terdiri dari Plasmodium malariae,
Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium ovale dan
Plasmodium knowlesi (Sutanto,2008). Plasmodium yang dibawa oleh
nyamuk Anopheles sp yang menginfeksi kepada manusia menimbulkan
masalah serius dalam kesehatan masyarakat (Rumbiak, 2006).
Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Nizar, 2011,
Nurbayani, 2013 dan Chahaya, 2003). Hal ini dikarenakan penyakit ini
dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat melalui angka kesakitan
dan kematian pada masyarakat akibat malaria (Capah, 2008). Kelompok
masyarakat yang berisiko tertular malaria adalah bayi, ibu hamil dan
seseorang yang berkunjung ke daerah endemik malaria seperti wisatawan
dan pengungsi (Harijanto, 2000 dalam Rumbiak, 2006). Penularan penyakit
tidak hanya didaerah endemis malaria saja tetapi juga pada daerah tropis dan
di dunia (Putri, 2012).
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
17/212
2
Malaria sekarang ini hampir ditemukan di seluruh belahan dunia
terutama pada daerah tropis dan subtropis dengan penduduk yang berisiko
terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari populasi dunia
(Arsin, 2012). Sedangkan World Health Organization (WHO) tahun 2011
mengestimasikan bahwa insiden malaria di dunia mencapai 215 juta kasus
dan diantara yang terinfeksi parasit Plasmodium sekitar 655 ribu. Kemudian
wilayah yang memiliki insiden malaria tertinggi adalah wilayah Afrika
dengan estimasi jumlah kesakitan akibat malaria sebesar 174 juta kasus dan
estimasi angka kematian akibat malaria sebesar 596 ribu kasus.
Selain wilayah Afrika, wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah
kedua terbesar jumlah kasus malaria. Estimasi jumlah angka kesakitan
malaria di Asia Tenggara sebesar 28 juta kasus dengan angka kematian
akibat malaria sebesar 38 ribu kasus. Indonesia menjadi salah satu wilayah
di Asia Tenggara yang endemis malaria (WHO,2011).
Indonesia adalah negara yang memiliki tingkat variasi endemisitas
malaria. Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013 melaporkan bahwa dari 33
Provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria di atas
angka nasional dimana sebagian besar berada di Indonesia Timur. Hal ini
dapat mengindikasikan bahwa hampir separuh dari populasi Indonesia
bertempat tinggal di daerah endemik malaria dan diperkirakan ada 30 juta
kasus malaria setiap tahunnya. Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2010
melaporkan bahwa angka kesakitan malaria di Indonesia sebesar 22,9 per
1000 penduduk dan prevalensi kasus malaria secara klinis per bulan antara
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
18/212
3
bulan Mei – Juni 2010 adalah 10,6% dan konfirmasi mikroskopis sebesar
0,6% (Riskesdas, 2010 dalam Isnawati, 2011). Tahun 2014, Indonesia sudah
harus menurunkan jumlah kasus malaria sebesar 1 per 1000 penduduk
berdasarkan Millenium Development Goals (MDGs). Oleh karena itu
diperlukan upaya pengendalian malaria melalui pencegahan dan pengobatan
malaria dalam program pengendalian malaria oleh Kementerian Kesehatan
dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Program pengendalian malaria telah disusun oleh Kementerian
Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria Di Indonesia.
Kebijakan pemerintah dalam melakukan eliminasi malaria adalah kegiatan
pengendalian yang dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan
kesehatan. Mitra kerja pembangunan kesehatan adalah LSM, dunia usaha,
lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan
masyarakat yang saling bersinergi dengan Pemerintah (Kemenkes, 2009).
Pemerintah telah menyusun program pengendalian malaria tetapi masih ada
permasalahan dalam program pengendalian malaria di Pemerintah Daerah
terutama di era desentralisasi.
Pemerintah Daerah di zaman desentralisasi memiliki kewenangan
dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan masyarakat dan peningkatan daya
saing daerah (Roosihermiatie,2012). Hal ini telah diamanahkan oleh
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
19/212
4
Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah kepada
Pemerintah Daerah. Kemudian peran Pemerintah Daerah dalam
penanggulangan malaria dalam era otonomi dan desentralisasi dilaksanakan
berdasarkan surat edaran Mendagri No. 443.41/465/SJ tentang eliminasi
malaria di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut maka peran aktif Pemerintah
Daerah menjadi hal yang menentukan dalam eliminasi malaria dan
menyusun program pengendalian malaria. Peran Pemerintah Daerah melalui
Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dalam pengendalian dan eliminasi malaria
adalah merencanakan, mengorganisasi dan mengevaluasi program
pengendalian malaria. Penyusunan program pengendalian malaria harus
berdasarkan evidence base (Rumbiak, 2006).
Ilmu dasar yang dapat membuat program pengendalian malaria
berbasis evidence base adalah epidemiologi. Epidemiologi adalah ilmu yang
digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan dengan mempelajari
distribusi, frekuensi dan determinan suatu penyakit (Last, 1983 dalam
Bhopal, 2002). Dengan mengetahuinya hal tersebut, epidemiologi
memberikan informasi tentang pemetaan distribusi kasus malaria
berdasarkan orang, tempat dan waktu yang akan digunakan dalam
penyelesaian masalah malaria. Salah satu cara dalam menyelesaikan
masalah malaria adalah melakukan penyusunan dan perencanaan program
pengendalian malaria.
Perencanaan program pengendalian malaria berbasis epidemiologi
diawali dengan menggambarkan kasus malaria berdasarkan orang, tempat
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
20/212
5
dan waktu. Penggambaran distribusi kasus malaria berdasarkan hal tersebut
akan membantu dalam tindakan pencegahan kasus malaria di masyarakat.
Kementerian Kesehatan RI (2009) menjelaskan bahwa tindakan pencegahan
kasus malaria dapat dilakukan dengan sistem kewaspadaan dini kejadian
luar biasa malaria dengan melihat kecenderungan waktu yang ada,
perlindungan kelompok yang paling rentan terhadap malaria berdasarkan
karakteristik masyarakat dan tindakan intervensi di daerah endemis malaria.
Namun untuk melengkapi informasi terkait karakteristik tempat, maka cara
yang dilakukan adalah dengan epidemiologi spasial.
Pendekatan epidemiologi spasial dapat menggambarkan kasus malaria
berdasarkan analisis tempat sehingga menghasilkan informasi yang lebih
detail dan komprehensif. Epidemiologi spasial adalah analisis epidemiologi
yang mampu menjelaskan analisis keruangan wilayah kasus malaria.
Analisis keruangan ini dapat membantu dalam melakukan pemetaan dan
memetakan kasus yang ada disuatu komunitas/kelompok dengan pendekatan
analisis wilayah dan lingkungan (Lawson, 2006 dan Lai, 2007).
Salah satu penyakit yang dapat menggunakan pendekatan
epidemiologi spasial adalah malaria. Epidemiologi spasial kasus malaria
memberikan informasi yang lebih komprehensif untuk menjelaskan
bagaimana kasus malaria, peran lingkungan, tempat perindukan nyamuk,
dan peta wilayah endemisitas malaria saling mempengaruhi dalam analisis
keruangan/spasial. Oleh karena itu perlu pemanfaatan pendekatan
epidemiologi spasial dalam penyelesaian masalah malaria. Tetapi salah satu
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
21/212
6
daerah endemis malaria yang belum melakukan pendekatan ini dalam
penyelesaian masalah malaria adalah Kota Lubuk Linggau.
Kota Lubuk Linggau merupakan salah satu kota yang berada di
Provinsi Sumatera Selatan. Angka kesakitan malaria di kota ini dari tahun
2008 sampai 2012 secara berurutan adalah 13,05 ‰, 17,88‰ (Pusdatin,
2013), 13,58 ‰, 13,13 ‰ dan 10,21 ‰ (Dinkes Lubuk Linggau, 2013).
Annual Paracite Incidence (API) di Kota Lubuk Linggau di tahun 2012
sebesar 2,79 per 1000 penduduk (Dinkes Kota Lubuk Linggau, 2013)
padahal standar yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan sebesar < 1,25 per 1000 penduduk (Dinkes Provinsi
Sumsel, 2010).
Angka kesakitan malaria di Kota Lubuk Linggau berada diperingkat
ke 3 setelah Kabupaten Ogan Komering Ulu (27,07 ‰) dan Kabupaten
Lahat (22,08 ‰) dengan jumlah malaria klinis sebesar 17,88 ‰. Hal ini
berarti bahwa angka kesakitan malaria di Kota Lubuk Linggau berada diatas
rata-rata angka kesakitan malaria di Provinsi Sumatera Selatan (8,44 ‰).
Oleh karena itu program pengendalian malaria perlu disusun untuk
menurunkan angka kesakitan malaria. Penyelesaian masalah malaria ini
harus berdasarkan fakta lapangan yang telah ada sehingga penyusunan
program perencanaan malaria dapat efektif dan efisien.
Fakta lapangan selama ini sudah dikumpulkan oleh Dinas Kesehatan
melalui laporan bulanan penemuan dan pengobatan kasus malaria
berdasarkan laporan rutin puskesmas tiap bulan. Tetapi laporan yang telah
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
22/212
7
dikumpulkan tiap bulan belum dianalisis secara rinci dan diinterpretasi lebih
lanjut. Laporan yang telah dikumpulkan akan menghasilkan sebuah
informasi baru tentang kelompok yang berisiko, waktu kasus malaria
terbanyak, pemetaan wilayah endemis malaria, dan analisa spasial secara
deskriptif kasus malaria.
Selain itu, Kota Lubuk Linggau belum melakukan pemetaan wilayah
endemis kasus malaria sehingga pada saat adanya pendistribusian kelambu
berinsektisida yang dibagikan oleh petugas program malaria puskesmas ke
masyarakat tidak dibagikan berdasarkan daerah dengan endemis malaria.
Proporsi pembagian kelambu ke masyarakat hanya berdasarkan pengalaman
petugas sehingga program pengendalian yang dilakukan tidak efektif untuk
melindungi kelompok rentan. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui
gambaran epidemiologi spasial kasus malaria di Kota Lubuk Linggau.
1.2. Rumusan Masalah
Kasus malaria yang masih tinggi di Kota Lubuk Linggau dibanding
dengan pencapaian MDGs tahun 2010-2014, jumlah malaria di Provinsi
Sumatera Selatan, status endemisitas kota dan program pengendalian
malaria belum berdasarkan evidence base sehingga malaria di Kota Lubuk
Linggau menjadi masalah kesehatan. Selain itu Kota Lubuk Linggau belum
melakukan pemetaan daerah endemis malaria sehingga pembagian kelambu
berinsektisida dan larvasida sebagai program pengendalian malaria tidak
diberikan pada wilayah yang endemis malaria. Oleh karena itu, rumusan
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
23/212
8
masalah penelitian ini adalah bagaimana epidemiologi spasial malaria di
Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana frekuensi dan kecenderungan kejadian malaria berdasarkan
indikator AMI dan API di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013?
2. Bagaimana karakteristik faktor host (populasi) pada kasus malaria
berdasarkan jenis kelamin dan umur di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-
2013 ?
3. Bagaimana karakteristik faktor agent (penyebab) pada kasus malaria
berdasarkan jenis Plasmodium di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013
?
4. Bagaimana karakteristik faktor environment (lingkungan) pada kasus
malaria berdasarkan curah hujan, suhu dan kelembaban di Kota Lubuk
Linggau tahun 2009-2013 ?
5. Bagaimana epidemiologi spasial malaria berdasarkan pemetaan
endemisitas malaria, ketinggian dan potensi perindukan nyamuk di Kota
Lubuk Linggau ?
1.4. Tujuan Penelitian
A. Tujuan Umum Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui
epidemiologi spasial kasus malaria di Kota Lubuk Linggau
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
24/212
9
B. Tujuan Khusus Penelitian
1.
Diketahuinya frekuensi dan kecenderungan kejadian malaria
berdasarkan indikator AMI dan API di Kota Lubuk Linggau
tahun 2009-2013.
2. Diketahuinya karakteristik faktor host (populasi) pada kasus
malaria berdasarkan jenis kelamin, dan umur di Kota Lubuk
Linggau tahun 2009-2013.
3.
Diketahuinya karakteristik faktor agent (penyebab) pada kasus
malaria berdasarkan jenis Plasmodium di Kota Lubuk Linggau
tahun 2009-2013.
4. Diketahuinya karakteristik faktor environment (lingkungan)
pada kasus malaria berdasarkan curah hujan, suhu, dan
kelembaban di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013.
5. Diketahuinya epidemiologi spasial malaria berdasarkan
pemetaan endemisitas malaria, ketinggian dan potensi
perindukan nyamuk di Kota Lubuk Linggau.
1.5. Manfaat Penelitian
A.
Manfaat untuk Peneliti
Menambah wawasan mengenai gambaran perencanaan program
pengendalian malaria dan diharapkan dapat menjadi pengembangan
kompetensi diri sesuai dengan ilmu yang diperoleh selama
perkuliahan dalam meneliti masalah yang berkaitan dengan
epidemiologi perencanaan dan pelayanan kesehatan, epidemiologi
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
25/212
10
penyakit menular dan program penanggulangan penyakit menular
serta menjadi bahan bacaan dan bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya.
B. Manfaat untuk Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk
penelitian berikutnya dengan mengembangkan metode yang lebih
luas ruang lingkupnya.
C. Manfaat untuk Dinas Kesehatan Kota Lubuk Linggau
1. Memberikan informasi epidemiologi deskriptif dan pemetaan
endemisitas wilayah kasus malaria sehingga pengambil keputusan
dapat menyusun rencana dan strategi yang efektif dalam
penanganan malaria.
2. Memberikan informasi tambahan bagi pemerintah Kota Lubuk
Linggau dalam identifikasi masalah kesehatan berbasis data
laporan malaria untuk dijadikan landasan perencanaan program
malaria secara khusus dan perencanaan program kesehatan
lainnya.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini tentang gambaran epidemiologi spasial malaria di Kota
Lubuk Linggau tahun 2009-2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan
epidemiologi spasial dengan desain penelitian ecological studies. Cara
pengumpulan data dilakukan dengan analisis data laporan bulanan
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
26/212
11
puskesmas di Dinas Kesehatan Kota Lubuk Linggau, data iklim dari Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Sumatera Selatan dan data
spasial/keruangan dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota
Lubuk Linggau.
Penelitian dilaksanakan oleh mahasiswa peminatan Epidemiologi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Februari 2014
sampai Mei 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
kasus malaria berdasarkan karakteristik host , agent dan enviroment kasus
malaria di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013. Setelah diketahui
gambaran kasus malaria berdasarkan variabel penelitian, maka peneliti akan
melanjutkan dengan menganalisis spasial tingkat endemisitas malaria dan
wilayah berpotensi perindukan nyamuk di Kota Lubuk Linggau.
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
27/212
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Malaria
A. Definisi Malaria
Malaria sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Plasmodium. Penyakit ini dapat menyerang manusia, kera, burung,
dan hewan primata lainnya. Plasmodium yang menginfeksi manusia
beragam (Chin,2011. Sutanto, 2008 dan Mandal, 2008). Keempat
jenis malaria dan parasit penyebabnya adalah
1. Malaria tertiana disebabkan oleh P. vivax. Malaria tipe ini
memiliki gejala demam yang terjadi setiap dua hari sekali setelah
gejala pertama.
2. Malaria tropika ( jungle fever /aestivo-autumnal/ demam rimba)
disebabkan oleh P. falciparum. Parasit ini menghambat jalan
darah ke otak sehingga menyebabkan koma dan kematian.
3.
Malaria kuartana disebabkan oleh P. malariae. Gejala pertama
terjadi 18-40 setelah terinfeksi. Pengulangan gejala terjadi tiap
tiga hari.
4.
Malaria yang paling jarang ditemukan disebabkan oleh P. ovale.
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
28/212
13
B. Gejala Klinis Malaria
Gejala malaria terdiri dari demam dengan rentang waktu tertentu
( parokisme) dan diselingi oleh suatu periode dimana penderita tidak
menimbulkan demam (periode laten). Gejala yang khas pada penderita
malaria timbul pada kelompok penderita non imun. Sebelum
timbulnya fase demam, biasanya penderita merasa lemah, mengeluh
sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual, di ulu hati, atau
muntah. Semua gejala awal ini disebut gejala prodormal (Arsin, 2011
dan Kemenkes, 2011).
Selain gejala umum yang disebutkan diatas, manifestasi klinis
juga menjadi khas pada jenis malaria tertentu. Gejala dari malaria
falciparum memberikan gambaran klinis yang sangat bervariasi
seperti demam, menggigil, berkeringat, batuk, diare, gangguan
pernafasan, sakit kepala dan dapat berlanjut menjadi ikterik, gangguan
koagulasi, syok, gagal ginjal dan hati, ensefalopati akut, edema paru
dan otak, koma, dan berakhir dengan kematian. Pada orang yang
mengalami koma dan gangguan serebral dapat menunjukkan gejala
disorientasi dan delirium. (Chin,2012 dan Kemenkes, 2011).
Selain malaria falciparum, gejala klinis parasit yang lain lebih
ringan dibanding falciparum. Gejala klinis yang ditimbulkan yaitu
mulai timbulnya rasa lemah, kenaikan suhu badan secara perlahan
dalam beberapa hari serta diikuti dengan menggigil dan kenaikan suhu
badan yang cepat. Gejala lain yang timbul pada fase ini adalah sakit
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
29/212
14
kepala, mual dan diakhiri dengan keluar keringat yang banyak (Chin
2012).
Orang yang pertama kali terserang malaria dan tidak diobati
berlangsung selama satu minggu sampai satu bulan/lebih.
Kekambuhan akan terjadi ditandai dengan tidak adanya parasitemia
dapat berulang sampai jangka waktu 5 tahun. Infeksi malaria kuartana
dapat bertahan seumur hidup dengan atau tanpa adanya episode
serangan demam. Orang yang mempunyai kekebalan parsial atau yang
telah memakai obat profilaksis tidak menunjukkan gejala khas malaria
dan mempunyai masa inkubasi yang lebih panjang (Chin,2012 dan
Kemenkes, 2011).
C. Etiologi Malaria
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium.
Parasit Plasmodium berasal dari genus Plasmodia, famili
Plasmodiidae, orde Coccidiidae dan sub-orde Haemosporiidae.
Sekarang ini telah teridentifikasi 100 spesies dari Plasmodia yang
terdapat pada burung, monyet, binatang melata, dan manusia. Pada
manusia hanya 4 (empat) spesies yang dapat berkembang yaitu: P.
falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale (Sutanto, 2008 dan
CDC, 2012 ).
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
30/212
15
2.2. Epidemiologi Malaria
A.
Rantai Infeksi Malaria
Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme, beradaptasi dan
menjadi patogen didalam tubuh manusia (Timmrect, 2004). Infeksi
dapat ditimbulkan oleh adanya virus, bakteri, parasit, dan jamur yang
masuk ke dalam tubuh. Infeksi ini terjadi akibat dari adanya proses
seperti rantai yang saling terkait. Proses yang saling terkait ini terdiri
dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Faktor tersebut adalah
agent, reservoir, portal exit, mode of transmission, portal of entry dan
host /pejamu yang rentan. Faktor ini dapat terjadi pada penyakit menular
dan salah satunya malaria. Berikut dijelaskan secara detail tentang
rantai infeksi pada malaria.
1.
Agent Malaria
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium,
genus Plasmodia, famili Plasmodiidae, orde Coccidiidae dan sub-
orde Haemosporiidae. Pada manusia hanya 5 spesies yang dapat
berkembang yaitu: P. falciparum, P. vivax, P. malariae, P. ovale
dan P. knowlesi (Loka Litbang P2B2 Ciamis, 2013, Sutanto, 2008
dan CDC, 2012 ). Agen penyakit ini dapat berkembang di tubuh
manusia dan nyamuk Anopheles untuk menjadi infektif.
2. Reservoir Malaria
Keberadaan nyamuk malaria sangat tergantung pada kondisi
lingkungan, keadaan wilayah seperti perkebunan, keberadaan
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
31/212
16
pantai, curah hujan, kecepatan angin, suhu, sinar matahari,
ketinggian tempat dan bentuk perairan yang ada. Selain itu,
keberadaan nyamuk juga dipengaruhi oleh pola tanam padi. Hal ini
dapat diketahui dari tingkat kepadatan nyamuk. Jentik-jentik
nyamuk akan nampak di sawah kira-kira padi berumur 2-3 minggu
setelah tanam dan banyak ditemukan pada saat padi mulai
berbunga sampai menjelang panen. Hal yang berbeda jika musim
tanam padi yang tidak serempak maka nyamuk dapat ditemukan
sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan yang terjadi sekitar
bulan februari-april dan sekitar bulan Juli-Agustus (Loka Litbang
P2B2 Ciamis, 2013).
Pada dasarnya nyamuk malaria Tempat
perkembangbiakannya di genangan-genangan air yang terkena
sinar matahari langsung seperti genangan air di sepanjang sungai,
pada kobakan-kobakan air di tanah, di mata air-mata air dan
alirannya dan pada air di lubang batu-batu (Sutanto,2008). Tetapi
hasil temuan dari Centre of Disease Controls tahun 2012
menjelaskan bahwa tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles
juga terdapat pada habitat yang digenangi air bersih/tidak tercemar.
Banyak spesies lebih memilih habitat dengan vegetasi pohon
seperti pohon salak dan pakis haji serta beberapa spesies
berkembang biak di lubang pohon maupun di beberapa tanaman.
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
32/212
17
3. Portal of Exit
Nyamuk Anopheles betina mengisap darah manusia yang
mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit). Darah yang
dihisap oleh Anopheles berupa gamet jantan dan betina yang
selanjutnya bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang
kemudian menembus di dinding perut nyamuk. Lalu ookinet yang
berada di dinding perut nyamuk akan membentuk kista pada
lapisan luar dimana akan menghasilkan ribuan sporozoit. Proses
pembentukan kista ini membutuhkan waktu 8-35 hari dan sangat
tergantung dari jenis parasit dan kondisi lingkungan. Sporozoit-
sporozoit tersebut berpindah ke seluruh tubuh nyamuk dan
beberapa mencapai kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit yang telah
matang didalam kelenjar ludah nyamuk akan siap untuk
menularkan penyakit (Sutanto, 2008).
4. Mode of Transmission Malaria
a. Penularan Secara Alamiah
Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh
Plasmodium. Sebagian besar nyamuk menggigit pada waktu
senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor
mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan
menjelang fajar (Loka Litbang P2B2 Ciamis, 2013).
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
33/212
18
b.
Penularan Bawaan
Penularan malaria dapat terjadi dengan malaria
bawaan (congenital ) yaitu terjadi penularan antara ibu yang
menderita malaria ke bayi yang baru lahir melalui tali
pusat/plasenta. Selain itu penularan terjadi melalui transfusi
darah lewat jarum suntik. Penularan malaria lewat jarum
suntik banyak terjadi pada para pengguna morfinis yang
menggunakan jarum suntik yang tidak steril (Arsin,2011).
Selain itu penularan lewat oral terjadi pada burung, ayam ( P.
gallinasium), burung dara ( P. relectum) dan monyet ( P.
knowlesi). (Susanna, 2005).
5. Portal of Entry
Parasit infektif masuk kedalam tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk betina Anopheles dalam bentuk sporosit. Sporosoit
yang masuk kedalam tubuh manusia akan memasuki sel-sel hati
dan membentuk stadium skison eksoeritrositer. Selanjutnya sel hati
yang terinfeksi akan pecah dan parasit aseksual memasuki aliran
darah dan berkembang membentuk siklus eritrositer. Pada tahap ini
gejala klinis akan muncul akibat dari pecahnya sebagian skison-
skison eritrositik. Didalam eritrosit yang terinfeksi, beberapa
merosoit berkembang menjadi bentuk seksual yaitu gamet jantan
(mikrogamet) dan gamet betina (makrogamet) (Sutanto, 2008 dan
CDC, 2012).
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
34/212
19
Gametosit biasanya muncul dalam aliran darah dalam waktu
3 hari setelah parasitemia pada P. vivax dan P. ovale, dan setelah
10-14 hari pada P. falciparum. Beberapa bentuk eksoeritrositik
pada P. vivax dan P. ovale mengalami bentuk tidak aktif
(hipnosoit) yang tinggal dalam sel-sel hati dan menjadi matang
dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun yang
menimbulkan relaps. Fenomena ini tidak terjadi pada malaria
falciparum dan malaria malariae, dan gejala-gejala penyakit ini
dapat muncul kembali sebagai akibat dari pengobatan yang tidak
adekuat atau adanya infeksi dari strain yang resisten. Pada P.
malariae sebagian kecil parasit eritrositik dapat menetap bertahan
selama beberapa tahun untuk kemudian berkembang biak kembali
sampai ke tingkat yang dapat menimbulkan gejala klinis (Chin,
2012. Arsin, 2011).
6. Host / pejamu yang rentan
Semua masyarakat merupakan kelompok rentan terhadap
malaria karena penyakit ini tidak mengenal kelompok usia tertentu.
Hanya saja akan terjadi kegawatdaruratan jika malaria menyerang
kelompok ibu hamil, bayi, pengungsi dan wisatawan sehingga akan
menimbulkan komplikasi seperti malaria selebral, anemia berat,
gagal ginjal akut dan sampai menimbulkan kematian (CDC, 2012,
Sutanto, 2008 dan Kemenkes 2011).
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
35/212
20
B. Segitiga Epidemiologi Malaria
1.
Definisi Segitiga Epidemiologi Modern Malaria
Segitiga epidemiologi modern adalah model pengembangan
segitiga epidemiologi Jhon Gordon tahun 1950 yang menekankan
pada konsep penyebab penyakit berdasarkan single causal. Konsep
segitiga epidemiologi yang dikembangkan oleh Gordon ini terdiri
dari host, agent dan environment. Penerapan konsep single causal
ini, dapat menerangkan pada kasus penyakit yang disebabkan oleh
faktor tunggal seperti penyakit menular tapi akan sangat sulit
menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor
seperti penyakit kronik.
Berdasarkan kelemahan pada konsep segitiga epidemiologi
tradisional ini, maka dikembangkanlah konsep segitiga
epidemiologi modern. Konsep yang diperbaiki adalah pertama,
dengan mengganti variabel faktor agent menjadi faktor penyebab.
Kedua, faktor environment lebih dikembangkan lagi yaitu
pendekatan lingkungan tidak hanya pada konsep biologis
timbulnya penyakit tapi juga konsep lingkungan sosial dan perilaku
yang juga mempengaruhi status penyakit seseorang. Ketiga, faktor
host yang tidak hanya berorientasi pada individu saja tetapi juga
pada mempertimbangkan pada aspek kelompok dan
karakteristiknya (Timmrect, 2004).
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
36/212
21
2. Komponen Segitiga Epidemiologi Modern Malaria
Komponen segitiga epidemiologi modern pada kasus malaria
adalah sebagai berikut
a. Faktor Penyebab ( Agent )
1) Plasmodium sp
Agent atau penyebab penyakit malaria adalah semua
unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup dalam
kehadirannya bila diikuti dengan kontak yang efektif
dengan manusia yang rentan akan memudahkan terjadinya
suatu proses penyakit. Agent penyebab malaria adalah
protozoa dari genus Plasmodium. Penyebab penyakit ini
adalah parasit genus Plasmodia, famili Plasmodiidae, orde
Coccidiidae dan sub-orde Haemosporiidae. Sampai saat
ini dikenal hampir 100 spesies dari Plasmodia yang
terdapat pada burung, monyet, binatang melata, dan pada
manusia hanya 4 (empat) spesies yang dapat berkembang
yaitu: P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale
(Loka Litbang P2B2 Ciamis, 2013, Sutanto, 2008 dan
CDC, 2012 ).
Sifat parasit berbeda-beda untuk setiap spesies
malaria dan hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi
klinis dan penularan. P. falciparum mempunyai masa
infeksi yang paling pendek, namun menghasilkan
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
37/212
22
parasitemia paling tinggi, gejala yang paling berat dan
masa inkubasi paling pendek. Gametosit P. falciparum
baru berkembang setelah 8 – 15 hari sesudah masuknya
parasit ke dalam darah. Gametosit P. falciparum
menunjukkan periodisitas dan infektivitas yang berkaitan
dengan kegiatan vektor menggigit. P. vivax dan P. ovale
pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah,
gejala yang lebih ringan dan mempunyai masa inkubasi
yang lebih lama. Sporozoit P. vivax dan P. ovale dalam
hati berkembang menjadi Skizon jaringan primer dan
Hipnozoit. Hipnozoit ini yang menjadi sumber untuk
terjadinya relaps (Arsin, 2011 dan Sutanto, 2008).
2)
Pemeriksaan Agent
a) Pemeriksaan mikroskop
Salah satu cara pemeriksaan parasit Plasmodium
sp didalam darah manusia dilakukan dengan
menggunakan mikroskop. Penggunaan mikroskop
dalam penentuan jenis parasit merupakan cara
konvensional yang dilakukan pemerintah melalui
puskesmas. Pengecekan melalui mikroskop dilakukan
dengan menggambil sediaan darah tepi dari ujung jari
lalu sedian darah tersebut diwarnai dengan pewarnaan
giemsa. Sediaan darah tersebut ditetesi cairan imersi
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
38/212
23
dan diperiksa dibawah mikroskop menggunakan lensa
objektif. Jika dalam sediaan darah tersebut ditemukan
parasit, maka penderita dinyatakan positif malaria
(Kemenkes, 2007)
b) Pemeriksaan rapid diagnostic test.
Rapid diagnostic test (RDT) adalah test yang
digunakan untuk mendeteksi parasit malaria. Test ini
berdasarkan deteksi antigen dari parasit malaria yang
lisis/hancur dalam darah dengan menggunakan
metode imunokhromatografi. Prinsi uji
imunokhromatografi adalah cairan akan bermigrasi
pada permukaan membrane nitroselulosa. Bila darah
penderita mengandung antigen tertentu, maka
kompleks antigen antibodi akan bermigrasi pada fase
“mobile” sepanjang strip nitroselulosa dan akan diikat
dengan antibodi momoklonal pada fase “immobile”
sehingga terlihat sebagai garis yang berwarna.
Sensitivitas rapid test dapat mencapai 90% dalam
mendeteksi P. falciparum jika jumlah parasit > 100µl
darah. Keuntungan dalam menggunakan rapid test
dibanding dengan pemeriksaan mikroskopik
(Kemenkes, 2007) adalah
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
39/212
24
a.
Lebih sederhana dan mudah diinterpretasikan,
tidak memerlukan listrik, tidak memerlukan
pelatihan khusus seperti pada pemeriksaan
mikroskopik.
b. Mudah dipelajari atau dilatih dalam beberapa
jam sampai dengan 1 hari, masih dapat diingat
dalam waktu 1 tahun setelah mempelajarinya.
c.
Variasi dari interpretasi adalah kecil antara
pembaca satu dengan pembaca yang lain.
d.
Dapat disimpan pada temperatur kamar.
e. Rapid test dapat mendeteksi P. falciparum pada
waktu parasit bersekuestrasi pada kapiler darah.
Hal yang sama dapat ditemukan juga pada
placenta ibu hamil dengan infeksi P.
falciparum.
Selain itu, kekurangan pada rapid test adalah
a.
Rapid test yang menggunakan HRP-2 hanya
dapat digunakan untuk mendeteksi P.
falciparum. Tidak dapat mendeteksi infeksi
Plasmodium lainnya.
b. Parasit didalam darah dapat memberikan hasil
positif dalam waktu 2 minggu setelah
pengobatan, walaupun secara pemeriksaan
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
40/212
25
mikroskopik parasit tidak ditemukan sehingga
membuat rancu dalam menilai hasil pengobatan.
c. Harga RDT lebih mahal daripada pemeriksaan
mikroskopik.
d. Rapid test bukan pemeriksaan yang bersifat
kuantitatif sehingga tidak digunakan untuk
menilai hasil pengobatan.
e.
Kit yang digunakan dapat membedakan P.
falciparum dan non P. falciparum, tetapi tidak
dapat membedakan P.vivax, P. ovale, dan P.
malariae.
b. Faktor Kelompok dan Karakterstiknya
1)
Manusia (host in termediate )
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
setiap orang dapat terkena penyakit malaria. Perbedaan
prevalensi menurut umur dan jenis kelamin, ras dan riwayat
malaria sebelumnya sebenarnya berkaitan dengan
perbedaan tingkat kekebalan karena variasi keterpaparan
terhadap gigitan nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria
mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh
secara transplasental.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita
mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
41/212
26
dengan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko
malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak
yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak, antara lain
berat badan lahir rendah, abortus, partus prematur dan
kematian janin intrauterin.
Penyakit malaria dapat menginfeksi setiap manusia,
ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi
manusia sebagai penjamu penyakit malaria antara lain:
a.
Umur. Penyakit malaria tidak mengenal tingkatan
umur akan tetapi akan sangat rentan pada kelompok
anak-anak. Menurut Gunawan (2000) dalam Arsin
(2011), perbedaan kejadian malaria menurut umur dan
jenis kelamin berhubungan dengan kekebalan yang
ada pada kelompok tertentu. Hal ini dikarenakan
terdapat variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk.
Orang dewasa yang melakukan aktivitas di luar rumah
dan malam hari akan sangat memungkinkan untuk
kontak dengan nyamuk.
b. Jenis kelamin. Infeksi malaria tidak membedakan
jenis kelamin hanya saja manifestasi klinis malaria
akan menjadi berat jika menyerang ibu hamil.
c. Ras. Ras manusia atau kelompok penduduk
mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria. Hal
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
42/212
27
ini dikarenakan kelompok penduduk yang mempunyai
Haemoglobin S (Hb S) yang dapat lebih tahan
terhadap infeksi Plasmodium falciparum. Hb S
terdapat pada penderita sickle cell anemia. Penyakit
ini adalah suatu kelainan dimana sel darah merah
penderita berubah bentuknya mirib sabit apabila
terjadi penurunan tekanan oksigen udara.
d.
Riwayat malaria sebelumnya yaitu orang yang pernah
terinfeksi malaria sebelumnya. Orang yang telah
menderita malaria sebelumnya akan membentuk
imunitas terhadap malaria sehingga dapat lebih tahan
terhadap infeksi malaria.
e.
Pola hidup. Pola hidup seseorang atau sekelompok
masyarakat dapat mempengaruhi terjadinya penularan
malaria. Contoh pola hidup yang mempengaruhi
terjadinya penularan malaria adalah kebiasaan tidur
tidak pakai kelambu dan sering berada di luar rumah
pada malam hari tanpa menutup badan.
f. Status gizi. Status gizi berkaitan dengan sistem
kekebalan tubuh. kekurangan zat besi dan riboflavin
mempunyai efek pencegah terjadinya malaria berat
(Harjanto, 2003).
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
43/212
28
2) Nyamuk Anopheles (host defi ni tif )
Nyamuk Anopheles di Indonesia berjumlah lebih 80
spesies dan 24 spesies Anopheles dapat menularkan
malaria sehingga tidak semua spesies Anopheles dapat
menularkan malaria. Anopheles hidup beradaptasi dengan
kondisi ekologi setempat seperti hidup di air payau pada
tingkat salinitas tertentu ( An. sundaicus, An. subpictus),
sawah ( An. aconitus), air bersih di pegunungan ( An.
maculatus), dan genangan air yang dapat sinar matahari
( An. punctulatus, An. farauti). Selain itu, nyamuk
Anopheles yang menghisap darah hanya nyamuk
Anopheles betina. Darah yang dihisap dibutuhkan untuk
pertumbuhan telurnya.
a. Umur nyamuk
Gametosit membutuhkan waktu untuk
berkembang menjadi sporozoit. Apabila umur
nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni (5 hingga
10 hari) maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak
dapat menjadi vektor.
b. Peluang kontak dengan manusia
Nyamuk tidak hanya menggigit manusia tapi
juga menggigit binatang ternak. Nyamuk memiliki
kebiasaan menggigit di luar rumah pada malam hari.
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
44/212
29
Setelah menggigit, nyamuk akan beristirahat di dalam
maupun di luar rumah.
c. Kepadatan nyamuk
Umur nyamuk dipengaruhi oleh suhu dimana
suhu yang paling baik untuk kepadatan nyamuk
berkisar antara 250C - 300C dan kelembaban 60-80%.
Kalau populasi nyamuk cukup banyak sedangkan
populasi binatang atau manusia di sekitar tidak ada
maka kepadatan nyamuk akan merugikan populasi
nyamuk itu sendiri. Sedangkan bila pada satu wilayah
cukup padat maka akan meningkatkan kapasitas
vektor yakni kemungkinan tertular akan lebih besar
(Depkes RI, 2003).
d. Kebiasaan menggigit
Nyamuk Anopheles betina menggigit antara
waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-
beda menurut spesiesnya. Sedangkan kebiasaan
makan dan istirahat nyamuk Anopheles dapat
dikelompokan sebagai:
a) Endofilik yakni suka tinggal dalam
rumah/bangunan
b) Eksofilik yakni suka tinggal di luar rumah
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
45/212
30
c)
Endofagik yakni suka menggigit dalam
rumah/bangunan
d) Eksofagik yakni suka menggigit di luar rumah.
e) Antroprofilik yakni suka menggigit manusia
f) Zoofilik yakni suka menggigit binatang
c. Enviroment (Lingkungan)
1) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik yang mempengaruhi kasus malaria
adalah sebagai berikut (Kuswanto, 2005 dan Arsin, 2011)
a)
Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang
semakin bertambah, hal ini berkaitan dengan
menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas
200 m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa
berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh
El – Nino. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang
ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan
malaria. Ketinggian paling tinggi masih
memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m diatas
permukaan laut. Alat yang digunakan untuk
mengukur ketinggian suatu tempat adalah altimeter.
Altimeter adalah alat untuk mengetahui ketinggian
suatu tempat terhadap MSL (mean sea level =
1013,25 mb = 0 mdpl ). Altimeter sebenarnya adalah
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
46/212
31
barometer aneroid yang skala penunjukkannya telah
dikonversi terhadap ketinggian.
b) Kelembaban yang rendah memperpendek umur
nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit.
Sistem pernafasan pada nyamuk menggunakan pipa
udara yang disebut trachea dengan lubang-lubang
pada dinding tubuh nyamuk yang disebut spiracle.
Adanya spiracle yang terbuka tanpa ada mekanisme
pengaturnya, pada waktu kelembaban rendah akan
menyebabkan penguapan air dari dalam tubuh
nyamuk yang dapat mengakibatkan keringnya cairan
pada tubuh nyamuk. Salah satu musuh nyamuk adalah
penguapan. Pengukuran kelembaban di BMKG
dilakukan dengan alat Higrometer . Higrometer
rambut adalah sebuah alat pengukur kelembaban
udara dengan satuan persen yang menggunakan
prinsip muai panjang rambut dimana rambut akan
memanjang ketika kelembaban udara bertambah.
Adapun rambut yang digunakan adalah rambut
manusia atau kuda yang sudah dihilangkan lemaknya
yang kemudian dikaitkan dengan pengungkit (engsel)
yang dihubungkan dengan jarum yang menunjuk
kepada skala sehingga memperbesar perubahan skala
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
47/212
32
dari perubahan kecil dari panjangnya rambut
(BMKG,2014).
c) Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam
nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 - 30°
C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin
pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan
sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa
inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu ini berbeda bagi
setiap spesies, pada suhu 26,7° C masa inkubasi
ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk P. falciparum dan
8-11 hari untuk P. vivax, 14-15 hari untuk P. malariae
dan P. ovale. Pengukuran suhu dan temperatur udara
dilakukan dengan menggunakan thermometer.
Pengukuran temperatur dan suhu udara yang
dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika adalah thermometer kaca untuk peralatan
konvensional dan thermometer PT-100 untuk
peralatan digital. Thermometer kaca menggunakan air
raksa (mercury) untuk pengukuran temperatur diatas
suhu freezing point (>-38,50) dan menggunakan
alkohol jika penggukuran dibawah/sekitar freezing
point.
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
48/212
33
d)
Curah Hujan akan mempengaruhi naiknya
kelembaban dan menambah jumlah tempat
perkembangbiakan (breeding places). Curah hujan
yang lebat menyebabkan bersihnya tempat
perkembangbiakan vektor oleh karena jentiknya
hanyut dan mati. Kasus penyakit yang ditularkan
nyamuk biasanya meninggi beberapa waktu sebelum
musim hujan atau setelah hujan. Pengaruh hujan
berbeda-beda menurut banyaknya hujan dan keadaan
fisik daerah. Pengukuran curah hujan yang dilakukan
oleh BMKG adalah Penakar hujan jenis Hellman.
Penakar hujan jenis hellman ini merupakan suatu alat
penakar hujan berjenis recording atau dapat mencatat
sendiri.Alat ini dipakai di stasiun-stasiun pengamatan
udara permukaan.Pengamatan dengan menggunakan
alat ini dilakukan setiap hari pada jam-jam tertentu
mekipun cuaca dalam keadaan baik/hari sedang
cerah.Alat ini mencatat jumlah curah hujan yang
terkumpul dalam bentuk garis vertikal yang tercatat
pada kertas pias. Alat ini memerlukan perawatan yang
cukup intensif untuk menghindari kerusakan-
kerusakan yang sering terjadi pada alat ini
(BMKG,2014).
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
49/212
34
e)
Arus air juga mempengaruhi nyamuk Anopheles. An.
Barbirostris lebih menyukai perindukan yang airnya
statis/mengalir lambat, sedangkan An. Minimus lebih
menyukai aliran yang deras dan An. Letifer lebih
menyukai air yang tergenang.
f) Angin yaitu kecepatan dan arah angin dapat
mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut
menentukan jumlah kontak antara nyamuk dengan
manusia. Alat yang digunakan untuk mengukur
kecepatan angin adalah cup counter anemometer . Alat
ini terdiri dari tiga buah mangkuk yang dipasang
simetris pada sumbu vertikal. Pada bagian bawah dari
sumbu vertical dipasang generator, yang terputar oleh
ketiga mangkuk. Tegangan dari generator sebanding
dengan kecepatan berputar dari mangkuk - mangkuk.
Wind Vane atau alat penunjuk arah angin adalah
sebuah instrumen yang digunakan untuk mengetahui
arah horizontal pergerakan angin (angin permukaan).
Alat ini terdiri dari suatu objek tidak simetris
(contohnya suatu anak panah atau panah berbentuk
ayam jago yang menempel pada pusat gravitasinya
sehingga panah itu dapat bergerak dengan bebas di
sekitar poros horizontalnya) yang dihubungkan pada
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
50/212
35
vane/weather cock sensor pada anemometer
(BMKG,2014).
g) Sinar Matahari yaitu pengaruh sinar matahari terhadap
pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An.
sundaicus lebih menyukai tempat yang teduh, An.
Hyrcanus sp dan An. Pinculatus sp lebih menyukai
tempat terbuka. An. Barbirostis dapat hidup baik di
tempat yang teduh maupun yang terang. Salah satu
cara untuk melakukan pengukuran sinar matahari
dilakukan dengan mengetahui intensitas dan berapa
lama/ jam matahari bersinar mulai terbit hingga
terbenam. Matahari dihitung bersinar terang jika
sinarnya dapat membakar pias Campble stokes.
Lamanya matahari bersinar dapat dinyatakan dalam
presentase atau jam. Untuk keperluan pemasangan
dan pengamatan perlu diketahui hal-hal yang
menyangkut waktu smeu lokal dan waktu rata-rata
lokal. True Solar Day yaitu waktu antara dua gerakan
matahari melintasi meridian. Waktu yang didasarkan
panjang hari ini disebut apparent solartime atau waktu
semu lokal. Waktu ini dapat ditunjukkan oleh
sunshine recorder . Waktu semu lokal ialah waktu
yang ditentukan oleh gerakan relatif matahari
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
51/212
36
terhadap horizon. Sepanjang tahun lamanya
(panjangnya) True Solar Day berbeda-beda. Untuk
memudahkan perhitungan dibayangkan adanya
matahari fiktif yang beredar mengelilingi bumi
dengan kecepatan tetap selama setahun. Alat yang
digunakan adalah pengukuran sinar matahari
menggunakan jenis jordan. Alat ini mencatat sendiri
lamanya matahari bersinar dalam sehari yang terdiri
dari dua kotak berbentuk setengah silinder dan
tertutup. Di bagian dalam dipasang kertas yang sangat
peka terhadap sinar matahari langsung. Apabila
seberkas matahari langsung mengenai kertas ini akan
meninggalkan bekas yang gelap. Alat ini diatur
sedemikian sehingga satu pias dipakai untuk pagi dan
pias lainnya untuk siang hari. (Klimatologi, 2008).
h) Kadar Garam yaitu nyamuk An. Sundaicus tumbuh
optimal pada air payau yang kadar garamnya 12 –
18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% ke
atas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula
perindukan An.sundaicus dalam air tawar. Suatu alat
untuk mengukur kadar garam pada genangan-
genangan air di pantai. Digunakan pada waktu survei
nyamuk pra-dewasa. Cara penggunaan letakkan setitik
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
52/212
37
air yang akan diukur kadar garamnya pada kaca
spektrometer, kemudian diteropong ketinggian skala
dari kadar garam air tersebut dengan mengarahkan
spektrometer pada cahaya/tempat yang terang
(Kemenkes, 2010).
b. Lingkungan Biologi
Nyamuk sebagai vektor malaria merupakan serangga yang
sukses memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan air
sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer.
Semua serangga termasuk dalam daur hidupnya (siklus
hidupnya) mempunyai tingkatan-tingkatan tertentu dan kadang-
kadang tingkatan itu satu dengan yang lainnya sangat berbeda.
Semua nyamuk akan mengalami metamorfosa sempurna
(holometabola) mulai dari telur, jentik, pupa dan dewasa. Jentik
dan pupa hidup di air, sedangkan dewasa hidup didarat. Dengan
demikian nyamuk dikenal memiliki dua macam alam
kehidupannya, yaitu kehidupan di dalam air dan di luar air
(Depkes, 2003).
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai
tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena
dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan
mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan
larva seperti ikan kepala timah ( panchx spp), gambusia, nila,
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
53/212
38
mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di
suatu daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Adanya hewan
ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah
gigitan nyamuk pada manusia, apabila hewan ternak tersebut
dikandangkan tidak jauh dari rumah tempat tinggal manusia
(Arsin,2011).
3.
Penilaian Kasus Malaria
Situasi malaria disuatu daerah dapat ditentukan melalui kegiatan
surveilans (pengamatan) epidemiologi. Surveilans epidemiologi dalam
pengamatan yang terus menerus atas distribusi dan kecenderungan suatu
penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat
ditentukan penanggulangan yang secepat-cepatnya.
Penilaian kasus malaria berdasarkan Kemenkes tahun 2006 adalah
pengamatan dapat dilakukan secara rutin melalui PCD ( Passive Case
Detection) oleh fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit
atau ACD ( Active Case Detection) oleh petugas khusus seperti PMD
(Pembantu Malaria Desa) di Jawa dan di Bali. Di daerah luar Jawa da
Bali yang tidak memiliki program pembasmian malaria dan tidak
memiliki PMD, maka pengamatan rutin tidak bisa dilaksanakan. Untuk
daerah tersebut pengamatan malaria dilakukan melalui survey
malariometrik (MS), Mass Blood Survei (MBS) dan Mass Fever Survei
(MFS). Parameter yang digunakan pada pengamatan rutin malaria adalah
:
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
54/212
39
a.
Annual Parasite Incidence (API)
Indikator insidens merupakan peninggalan masa
eradikasi/pembasmian dengan pencarian baik secara aktif (ACD)
maupun pasif (PSD) diperhitungkan dapat menjangkau seluruh
penduduk, sehingga penderita baru dapat dietahui melalui sediaan
darah. Karena kasus malaria yang ditemukan baik melalui
pencarian aktif (ACD) maupun pasif (PCD) akan dikonfirmasikan
dengan pemeriksaan darah secara miskrokopis. API merupakan
jumlah dari penderita baru di suatu daerah dalam satu tahun
terhitung per seribu penduduk.
API =
Kasus malaria yang dikonfirmasikan(secara
mikroskopis/Lab) dalam satu tahun X 1000
Jumlah penduduk daerah tersebut
b.
Annual Malaria Incidence
Annual malaria incidence (AMI) adalah kasus malaria klinis
selama satu tahun di suatu wilayah per 1.000 penduduk, dan
didapatkan dengan rumus sebagai berikut :
AMI =
Jumlah penderita malaria klinis di suatu wilayah/tahun
X 1000
Jumlah penduduk daerah tersebut
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
55/212
40
c. Annual Blood Examination Rate (ABER)
Annual Blood Examination Rate (ABER) adalah jumlah sediaan
darah yang diperiksa dari penduduk yang diperiksa dalam waktu satu
tahun dan dinyatakan dalam prosen (%). ABER diperlukan untuk
menilai API, karena penurunan API disertai penurunan ABER belum
berarti penurunan insiden, penurunan API berarti penurunan insidens
bila ABER meningkat.
ABER =
Jumlah sediaan darah yang diperiksa
X 1000
Jumlah penduduk yang diamati
d. Slide Positivity Rate (SPR)
Slide Positivity Rate (SPR) adalah persentase sediaan darah yang
positif dari seluruh sediaan darah yang diperiksa. Seperti penilaian
API nilai SPR baru bermakna bila nilai ABER meningkat.
2.3. Sistem Informasi Geografis
A. Definisi Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis merupakan sebuah sistem yang
saling berangkaian satu dengan yang lainnya. Sistem Informasi
Geografis sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras
komputer, perangkat lunak, data geografi dan personel yang didesain
untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi,
menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi lingkungan
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
56/212
41
dan geografi. Dengan demikian, basis analisis dari sistem informasi
geografis adalah data spasial dalam bentuk digital yang diperoleh
melalui data satelit atau data lain terdigitasi. (Nuarsa, 2004).
Sistem ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun
1972 dengan nama Data Banks for Development . Munculnya istilah
Sistem Informasi Geografis seperti sekarang ini setelah dicetuskan
oleh General Assembly dari International Geographical Union di
Ottawa Kanada pada tahun 1967. Sistem Informasi Geografis dapat
dimanfaatkan untuk mempermudah dalam mendapatkan data-data
yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau
obyek. Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari
data spasial dan data atribut dalam bentuk digital. Sistem ini
merelasikan data spasial (lokasi geografis) dengan data non spasial,
sehingga para penggunanya dapat membuat peta dan menganalisa
informasinya dengan berbagai cara (Aini, 2007).
Sistem informasi geografis diharapkan mampu memberikan
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan (Nuarsa, 2004) :
1.
Penanganan data geospasial menjadi lebih baik dalam format
baku
2. Revisi dan pemutakhiran data menjadi lebih muda
3. Data geospasial dan informasi menjadi lebih mudah dicari,
dianalisa dan direpresentasikan
4. Menjadi produk yang mempunyai nilai tambah
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
57/212
42
5.
Kemampuan menukar data geospasial
6.
Penghematan waktu dan biaya
7. Keputusan yang diambil menjadi lebih baik.
Sistem informasi geografis dapat diaplikasikan di dunia
kesehatan. Aplikasi utama Sistem Informasi Geografis dalam
kesehatan masyarakat adalah (Nuarsa, 2005)
1. Membuat gambaran spasial dari peristiwa kesehatan.
2.
Identifikasi risiko pekerjaan, lingkungan, kelompok risiko
tinggi dan daerah kritis
3.
Stratifikasi faktor risiko
4. Analisis situasi kesehatan di suatu daerah geografis tertentu
5. Analisis pola penyakit pada berbagai tingkat agregasi
6.
Surveilans dan monitoring kesehatan masyarakat
7. Perencanaan dan target upaya kesehatan
8. Alokasi sumber daya kesehatan
9. Evaluasi suatu intervensi kesehatan.
B.
Analisis Spasial
Spasial berasal dari kata space yaitu ruang yang berarti bahwa
selalu mempertimbangkan aspek waktu/temporal dan juga ketinggian
atau variabel lain (Achmadi, 2005). Analisis spasial adalah satu
bidang utama di mana sistem informasi geografis dan penelitian
kesehatan digabungkan melalui studi epidemiologi lingkungan.
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
58/212
43
Definisi geografis atau spasial epidemiologi yang digunakan untuk
melakukan analisis spasial adalah deskripsi, eksplorasi dan pemodelan
kasus penyakit yang tidak selalu melibatkan hubungan langsung
dengan faktor lingkungan. Metode ini menggambarkan klaster
penyakit, identifikasi klaster, asosiasi dengan potensi titik dan garis
sumber polusi, dan kasus penyakit ruang-waktu (Gatrell, 1998 dalam
Lai 2007).
Pendekatan analisis melihat kasus penyakit ruang dan waktu
disebut dengan analisis spasial. Spasial mempunyai arti sesuatu yang
dibatasi oleh ruang, komunikasi dan atau transformasi sedangkan data
spasial menunjukkan posisi, ukuran dan kemungkinan hubungan
topologis (bentuk dan tata letak) dari obyek di muka bumi
(Ruswanto,2010). Selanjutnya analisis spasial adalah bagian
manajemen penyakit berbasis wilayah yang menguraikan data
penyakit secara geografi yang berkenaan dengan kependudukkan,
persebaran, lingkungan, perilaku, sosial ekonomi, kasus kasus
penyakit dan hubungan antar variabel tersebut (Ahmadi, 2005).
Data yang digunakan dalam analisis spasial dibagi menjadi
empat yaitu (Bailey, 2001)
1. Data Agregat yang dikumpulkan dari hasil sensus atau
administrasi seperti jumlah kasus, populasi berisiko, status
ekonomi, sosial, penilaian lingkungan dll
-
8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik
59/212
44
2.
Data kasus yang dikumpulkan berdasarkan lokasi orang yang
sakit/kasus, fasilitas pelayanan kesehatan, faktor risiko
lingkungan dll.
3. Data Geostatistik yang dikumpu
top related