vol 4 - pokja redd berau
Post on 02-Mar-2016
240 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Joint Working Group II
September—Oktober 2009 Volume 4
Ketenangan dan keindahan Hotel Novotel Bogor merupakan tempat diskusi yang nya-
man bagi anggota kelompok-kelompok kerja yang tergabung dalam Joint Working Group
BFCP (Berau Forest Carbon Program). Pertemuan ini merupakan yang kali kedua dilak-
sanakan dan sudah menjadi agenda tetap bagi kelompok kerja yang terdiri dari pokja
pada tingkat kabupaten Berau, propinsi Kalimantan Timur dan tingkat pemerintah pusat
(nasional). Selama dua hari sejak tanggal 28 – 29 Oktober 2009, dibahas perkembangan
beserta isu-isu penting yang sudah pernah teriden-
tifikasi termasuk langkah-langkah konkritnya.
Untuk kali ini pertemuan diikuti perwakilan dari
pemerintah Berau yaitu dari Dinas Kehutanan, Di-
nas Tata Ruang, BKSDA dan Yayasan Bestari serta
didampingi oleh Sekretariat POKJA Berau. Perwaki-
lan dari pemerintah Propinsi hadir pula dari Univer-
sitas Mulawarman, BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan
Propinsi (UPTD PPA), Balai Besar Dipterocarpa serta
PT Sumalindo Samarinda. Sedangkan dari pemerin-
tah pusat, hadir pula Direktur PJL-WA Ditjen PHKA
Departemen Kehutanan, Direktur Bina Pengelolaan
Hutan Alam, BPK Dephut, Bappenas, Ditjen
Planologi, serta berbagai lembaga non pemerintah
seperti ICRAF, WE, TNC, IHSA, Sekala.
Pertemuan ini dibuka oleh bapak Tonny Soehar-
tono yang merupakan Direktur PJL-WA Ditjen PHKA Dephut dengan
menggambarkan upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh Indonesia dalam berperan aktif menghadapi dampak
perubahan iklim dan harapannya agar dapat lebih bermanfaat bagi kabupaten Berau yang telah berperan aktif
dalam pengembangan program karbon hutan Berau (Berau Forest Carbon Program/BFCP).
Dilanjutkan dengan pemaparan hasil kajian-kajian yang telah dilakukan oleh konsultan dalam rangka men-
jawab 13 aspek penting yang telah diidentifikasi dalam
pertemuan JWG I di Balikpapan beberapa waktu lalu.
Pemaparan dimulai dengan kajian terhadap faktor pen-
dorong perubahan penggunaan lahan oleh Prof.
Mustofa Agung dan analisa profitabilitas oleh bapak
Suseno (ICRAF) dilanjutkan dengan carbon accounting
oleh Gerry (Daemeter Consulting), keterlibatan komu-
nitas oleh Ilya Moelyono (WE) serta analisa legal,
kelembagaan dan mekanisme keuangan oleh Sulaiman
Sembiring (IHSA).
Bersambung ke halaman 6
Edisi kali ini:
Joint Working
Group II
1
Mengenal lebih
dekat dengan
REDD, apa dan
bagaimana..?
2
FGD:Mempertajam
hasil kajian
Pengembangan
Kerangka Hukum,
Kelembagaan dan
Mekanisme
Keuangan
3
Mengulas Keterli-
batan Masyarakat
dalam Skema REDD
4
Mengukur potensi
deforestasi pada
kawasan hutan
produksi di Kabu-
paten Berau
5
Agenda ke depan 6
Salah satu Keputusan pada Conference of Parties (COP 13) di
Bali Desember 2007 adalah mendorong para pihak untuk men-
dukung upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan de-
gradasi hutan sebagai upaya mitigasi perubahan iklim di sektor
kehutanan. Walaupun pada kenyataannya masih banyak keti-
dak jelasan dan perbedaan pendapat tentang REDD, namun
proses-proses persiapan untuk kegiatan-kegiatan REDD sudah
berjalan di berbagai tingkat di Indonesia. Hal ini akan memer-
lukan keterlibatan dan komitmen yang luas dari berbagai
stakeholder. Namun demikian, sebagai sebuah isu yang baru
dan masih sedang berkembang, pemahaman yang jelas ten-
tang REDD, konteksnya dan bagaimana para pihak bisa terlibat
dalam mekanisme ini masih sangat terbatas terutama di ting-
kat daerah. Ada ketimpangan pemahaman, pengetahuan dan
keterampilan terkait mekanisme REDD, perkembangannya
sebagai sebuah dialog global, persiapan secara nasional, bagai-
mana daerah bisa terlibat dalam implementasi REDD, apa
implikasi, serta peran dan tanggung jawab apa yang dituntut
dari stakeholder lokal.
Untuk menjamin ber-
jalannya ujicoba
(demonstration activity)
REDD, proses peningkatan
kapasitas menjadi sangat
dibutuhkan. Terkait den-
gan hal tersebut atas ker-
jasama antar GTZ dan The Nature Concervancy menyelengga-
rakan pelatihan “Introductory Course on Reducing Emission
from Deforestation and Forest Degradation (REDD). Tujuan
utama pelatihan ini adalah untuk memberikan pemahaman
dasar kepada peserta tentang REDD, perkembangannya pada
tingkat nasional dan internasional, pelaksanaan dan hal-hal
lainnya terkait implementasi
REDD.
Pelatihan yang dilaksanakan
di Hotel Sagita Balikpapan
pada tanggal 6-8 Oktober ini diikuti oleh berbagai perwakilan
dari beberapa kabupaten yaitu
Malinau, Berau, Kutai Timur,
Samarinda, Pontianak, Kapuas
Hulu. Rata-rata peserta meru-
pakan perwakilan dari Dinas Kehu-
tanan, Bappeda, Dinas Tata Ruang,
Badan Lingkungan Hidup dan lem-
baga organisasi non pemerintah.
Pemahaman tentang apa dan ba-
gaimana perubahan iklim berlaku
serta dampaknya pada kondisi
alam disampaikan secara lugas
oleh Prof. Deddy Hadriyanto ter-
masuk fungsi hutan dalam perubahan iklim. Hal ini penting
karena Indonesia merupakan negara terbesar ketiga yang
memiliki hutan tropis, sehingga dalam skema REDD menjadi
penting untuk terlibat dalam upaya mengatasi perubahan ik-
lim di tingkat global.
Dilanjutkan dengan materi deforestasi dan degradasi hutan
beserta strategi pengurangannnya yang disampaikan oleh
Tomy. Banyak factor yang
bisa menjadi penyebab
terjadinya deforestasi,
baik langsung maupun
tidak langsung.
Prof. Mustofa Agung
Sardjono sebagai salah satu penggiat program REDD ini men-
jadi pemateri dari aspek kelembagaan dan REDD. Konsep
kelembagaan yang paling tepat dan sesuai dalam implemen-
tasi REDD masih menjadi perdebatan yang serius di setiap
daerah. Isu penting yang sering muncul adalah bentuk kelem-
bagaan tersebut. Efektivitas dan efisiensi merupakan kata
kunci yang juga harus
diperhatikan agar tidak
terjadi tumpang tindih
antar dinas atau kantor
yang saat ini sudah ada
tugas dan fungsinya masing-masing.
Materi tentang berbagai elemen
teknis REDD, aspek hukum dan
aturan REDD, aspek social serta
pengenalan pasar karbon dikupas
habis secara berurutan oleh bung
Tunggul Butar-butar, Alfan
Subekti, Rahmina dan Prof
Mustofa.
Besar harapan agar pelatihan
seperti dapat pula dilakukan di
Kabupaten Berau sehingga akan
lebih banyak pihak yang mema-
hami lebih dalam apa dan bagaimana REDD dapat diimple-
mentasikan. (Iwied)
Halaman 2 Volume 3
Mengenal lebih dekat dengan REDD, apa dan bagaimana..?
Deforestasi: perubahan secara permanen dari areal berhutan
menjadi tidak berhutan yang di akibatkan oleh kegiatan manu-
sia, sedangkan degradasi : penurunan kuantitas tutupan hutan
dan stok karbon selama periode tertentu yang di akibatkan oleh
kegiatan manusia
REDD merupakan mekanisme untuk mengurangi GRK dengan
cara memberikan kompensasi kepada para pihak yang mela-
kukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan
Menindaklanjuti proses kajian yang dilakukan oleh Institut
Hukum Sumberdaya Alam (IHSA) yang telah dilakukan pada
bulan Juli dan Agustus 2009 lalu, pada tanggal 21 Oktober
2009 bertempat di ruang pertemuan kantor Badan Lingkungan
Hidup Kabupatem Berau dilaksanakan Focus Discussion Group
(FGD) yang bertujuan untuk menyampaikan laporan hasil studi
hukum, kebijakan, kelembagaan dan mekanisme keuangan
untuk mendukung pelaksanaan Program Karbon Hutan di
Berau serta rencana strategis implementasinya. Selain itu juga
untuk mendapatkan masukan, saran dari kelompok kerja
REDD Berau dan pihak terkait lainnya untuk penyempurnaan
hasil studi hukum, kebijakan, kelembagaan dan mekanisme
keuangan untuk pelaksanaan Berau Forest Carbon Program
(BFCP).
Diskusi ini dibuka dengan sambutan oleh Bapak Basri Syahrin
sebagai Wakil Ketua POKJA Berau sekaligus Kepala Dinas BLH
Kabupaten Berau. Disampaikan oleh beliau bahwa Kabupaten
Berau telah berkomitmen untuk mengelola sumberdaya alam-
nya dengan memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian. Hal ini
dapat dilihat dengan proses penyusunan tata ruang yang di-
dasarkan pada berbagai aspek baik fisik, biofisik maupun
aspek social. Sebagai contoh, kabupaten Berau juga menetap-
kan kawasan lindung seluas + 11.000 hektar yang semula me-
rupakan kawasan non hutan di kecamatan Kelay. Selain itu
juga, BLH sebagai lembaga yang mengawasi perlindungan ling-
kungan juga bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan
yang ada di Berau untuk selalu menjaga proses kerja masing-
masing agar memiliki dampak yang seminimal mungkin bagi
lingkungan baik perusahaan tambang, perkebunan dan peru-
sahaan lain yang sering kali dituding sebagai perusak lingkun-
gan. Diharapkan kerjasama ini dapat menurunkan kerusakan
lingkungan diakibatkan oleh berkembangnya kegiatan eko-
nomi produksi. Saat ini sudah ada perhatian serius pemerintah
mengenai pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam
dan lingkungan dengan munculnya undang-undang lingkungan
hidup yang cukup tegas bagi para pengerusak SDA dan ling-
kungan. Pemerintah Kabupaten Berau juga berharap kegiatan
(REDD) seperti ini terus berlanjut.
Hasil studi yang dilakukan disampaikan oleh bapak M. Nasir
yang juga merupakan dosen pada Fakultas Hukum Universitas
Balikpapan. Kemudian dilanjutkan dengan rancangan rencana
strategis yang bisa dilakukan dalam proses pengembangan ke
depan.
Beberapa temuan yang teridentifikasi antara lain: 1) terdapat
9 bidang peraturan perundang-undangan yang berkaitan den-
gan REDD, antara lain bidang agraria, lingkungan hidup, kehu-
tanan, perkebunan, tata ruang, pengaturan kewenangan,
kelembagaan, dan keuangan dan perpajakan, keterbukaan
informasi dan pengaturan penyusunan peraturan perundang-
undangan. 2) Rangkaian pengaturan perubahan iklim serta
kegiatan mitigasinya, baik dari tingkat Internasional yang su-
dah diratifikasi maupun tingkat nasional, propinsi dan Kabu-
paten masih belum diterjemahkan ke dalam bentuk program.
3) dari sisi kelembagaan diketahui bahwa pada tingkat na-
sional telah dibentuk Komisi Nasional REDD dan Surat Kepu-
tusan Ketua Bappenas No. 44 Tahun 2009 tentang Pembentu-
kan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF); pada tingkat
propinsi dibentuk Tim Pengkaji REDD dan Mitigasi Perubahan
Iklim di Sektor Kehutanan Propinsi Kaltim melalui SK Gubernur
No. 522 tahun 2008 dan pada tingkat kabupaten Kelompok
Kerja REDD Kabupaten melalui SK Bupati Berau No. 313 Tahun
2008. 4) dari sisi mekanisme keuangan dapat diatur dalam
mekanisme keuangan yang terkait dengan Izin Usaha Peman-
faatan Jasa Lingkungan (IUP JL); namun dengan adanya pera-
turan Menteri Kehutanan No.P36 Tahun 2009 tentang tata
cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau
Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung
ternyata berpotensi bertentangan dengan UU No. 20 Tahun
1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak sehingga hal ini
harus dikaji kembali.
Selain berbagai temuan-temuan tersebut juga disampaikan isu
-isu lain yang akan berimplikasi pada pengembangan program
ini ke depannya, antara lain: masih minimnya kawasan hutan
yang memiliki kepastian tata batas dan yang telah dikukuhkan
dan di sisi lain unit pengelolaan hutan berdasarkan PP. 6
Tahun 2007 (KPH) belum dibentuk. Adanya isu pemekaran
wilayah kabupaten yang akan membagi Berau menjadi wilayah
administratif baru yang berdampak pada pembagian kawasan
hutan. Juga belum jelas status keberadaan masyarakat hukum
adat, masyarakat lokal yang berdiam di dalam dan sekitar
hutan menjadi isu tersendiri. Isu lainnya adalah berkurang
mutu/kualitas hutan yang berimplikasi pada inisiatif dari
sektor lain di luar kehutanan untuk mengubah status kawasan
hutan menjadi bukan kawasan hutan dengan pertimbangan
pertumbuhan ekonomi dan investasi.
Masukan dari berbagai stakeholder untuk menjawab hal terse-
but diatas disampaikan secara terbuka dalam diskusi yang di-
laksanakan satu hari ini. Diskusi yang dihadiri oleh perwakilan
dari pemerintah kabupaten Berau yang juga sebagai POKJA
REDD Berau seperti BLH, Bappeda, Dinas Tata Ruang, dan juga
dari DPRD Kabupaten Berau. Masukan-masukan tersebut ten-
tunya akan mempertajam analisis dalam kajian yang dilakukan
oleh IHSA. (Iwied)
Focus discussion group: Mempertajam hasil kajian Pengembangan Kerangka Hukum,
Kelembagaan dan Mekanisme Keuangan
Halaman 3 Volume 3
Halaman 4 Volume 3
Salah satu persyaratan REDD adalah dapat dipastikannya par-
tisipasi dan manfaat bagi masyarakat. Selain bahwa partisipasi
sudah menjadi salah satu benang merah
dalam nyaris semua kebijakan pemban-
gunan pasca reformasi di Indonesia, hal
ini juga mengacu kepada standar CCBA
(The Climate, Community & Biodiversity
Alliance) yang menjadi salah satu acuan
dunia internasional dan kepada Piagam
PBB tentang hak-hak masyarakat asli.
Kajian tentang keberadaan masyarakat
dan peluang pelibatannya dalam REDD
dimulai pada bulan Juli 2009 dan
sekarang masih berlangsung. Sebagai
lanjutan proses ini dilakukan pula lo-
kakarya pada tanggal 22 Okto-ber 2009
di ruang pertemuan Kantor Badan Lingkungan Hidup Kabu-
paten Berau yang dihadiri oleh perwakilan dari dinas dan kan-
tor di lingkungan Pemerintah Kabupaten Berau, kalangan pe-
rusahaan HPH, Perkebunan dan juga perwakilan dari masyara-
kat.
Dalam lokakarya ini disampaikan hasil sementara dari kajian
yang dilakukan oleh World Education (WE) untuk menjawab
pertanyaan kajian yang utama adalah “Bagai-mana melibat-
kan masyarakat secara bermakna dalam Skema REDD?”
Informasi kajian dikumpulkan dari beberapa pihak, yakni pe-
merintah, masyarakat di kampung-kampung, dan perusahaan,
dan DPRD, dengan sampling sebagai berikut: Kampung-
kampung yang dikunjungi di hulu Sungai Kelay adalah Long Pai,
Long Sului, Long Lamcin, Long Boy, Long Dohung dan Merabu.
Kampung di wilayah KBNK: Merapun, Sido Bangen, Lesan
Dayak, Merasa. Kampung Transmigran: Labanan Makarti, La-
banan Jaya, Labanan Makmur dan Melati Jaya. Dan kampung
Pesisir: Mataritip, Tanjung Batu, Semanting, dan Kasay.
Karena ini barulah kajian awal,
maka yang dijumpai masih terba-
tas pada Kepala Kampung, be-
berapa tokoh masyarakat dan
beberapa warga masyarakat
lainya. Selain itu juga dilakukan
konsultasi dengan pihak perusa-
haan perkebunan dilakukan den-
gan PT. Yudha. Sementara perusa-
haan kayu (HPH) yang dijumpai
adalah PT. Mardhika Insan Mulia,
PT. Amindo Wana Persada, dan
PT. INHUTANI I. Sementara in-
stansi pemerintah yang dijumpai
adalah Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kantor Bupati
(Assisten II), dan Dinas Kehutanan.
Beberapa temuan penting dijelaskan oleh bapak Ilya Moe-
lyono mulai dari kondisi umum kampung-kampung termasuk
ketergantungannya terhadap hutan, kelembagaan dan ke-
pemimpinan yang ada di kampong tersebut serta hubun-
gannya dengan perusahaan
yang selama ini beraktifitas
di sekitar wilayah kampung
baik perusahaan HPH mau-
pun perusahaan perkebu-
nan. Tentunya kondisi ini
dapat menjadi factor pen-
guat sekaligus peluang
dalam pelibatan masyarakat
kedepan dalam program ini.
Untuk itu disampaikan pula
beberapa gagasan yang bisa
dilakukan dalam pengem-
bangan program, seperti
memastikan hak-hak masyarakat atas sumberdaya alam seba-
gaimana yang telah diamanatkan dalam peraturan dengan
mengacu pada Permenhut no.30 tahun 2009 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan
Degradasi Hutan (REDD), kita ketahui bahwa selain pada ber-
bagai bentuk hutan negara, REDD dapat dilakukan pada Hutan
Adat dan Hutan Desa sehingga hal ini dapat menjadi peluang.
Selain itu juga penguatan terhadap kelembagaan kampung
dengan meningkatkan pemahaman aparat kampong terhadap
peran dan fungsinya dalam bingkai kebijakan otonomi desa/
kampong serta revitalisasi peran pimpinan dan lembaga adat
dalam menguatkan kembali kekuatan adat dalam berbagai
aspek kehidupan masyarakat. Termasuk juga pengembangan
peraturan-peraturan kampung (perkam) dalam kerangka
pengelolaan sumberdaya alam untuk menjamin keberlanjutan
sumberdaya alam yang bersangkutan. Kewenangan untuk
membuat peraturan kampung juga memberikan ruang partisi-
pasi warga masyarakat untuk turut mengelola sumberdaya
alam di wilayahnya. Hal yang lain adalah perencanaan internal
kampong melalui mekanisme musrenbang dengan peng-
gunaan dengan metoda Kajitindak Partisi-
patif (Participatory Action Research) se-
hingga dalam hal pengelolaan sumber-
daya alam proses Musrenbang-kam itu
bisa menjadi proses yang benar-benar
sistematis dan bermakna; dimulai dari
proses pengkajian dan penyadaran ma-
salah, peng-kajian prioritas, pengemban-
gan alternatif, dan seterusnya.
Melalui kajian yang mendalam terhadap
isu keterlibatan masyarakat ini diharapkan
dapat menjawab tantangan yang dihadapi
dalam implementasi program karena
masyarakat merupakan salah satu komponen utama dalam
program ini. Masukan dari semua pihak masih sangat diharap-
kan dalam mempertajam hasil kajian yang dilakukan.
(disarikan dari resume kajian keterlibatan masyarakat oleh
World Education – Iwied).
Mengulas Keterlibatan Masyarakat dalam Skema REDD
Halaman 5 Volume 3
Mengukur potensi deforestasi pada kawasan hutan produksi di Kabupaten Berau
Salah satu aspek penting dalam REDD adalah mengukur
tingkat deforestasi yang dapat terjadi akibat kegiatan
manusia terutama pada kawasan-kawasan hutan pro-
duksi. Bekerjasama dengan Winrock sebuah lembaga
penelitian yang cukup berpengalaman dalam penerapan
metode-metode pengukuran tingkat deforestasi ini, TNC
dan POKJA REDD Berau melakukan kegiatan pengukuran
tingkat deforestasi yang dapat menyebabkan terjadinya
pengurangan emisi karbon di beberapa areal HPH di Ka-
bupaten Berau. Perusahaan HPH yang menjadi lokasi
pengambilan data adalah PT Inhutani I Labanan, PT Su-
malindo Lestari Jaya IV dan PT Amindo Wana Persada.
Adapun waktu pelaksanaan adalah pada tanggal 11—30
Oktober 2009.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkirakan
pengurangan karbon per unit area lahan, karbon per unit
untuk pro-
duksi
kayu, dan
karbon
per unit
area untuk
keterbu-
kaan ka-
wasan
yang diaki-
batkan
dari
kegiatan
peneban-
gan di ka-
wasan hutan alami yang terdapat di Kabupaten Berau.
Adapun metode yang digunakan adalah Logging Plot,
Tree Crown, Bio-massa, dan pemetaan jalan sarad. Tar-
get yang harus dicapai untuk logging plot adalah sekitar
100 titik, pada metode ini data-data yang dikumpulkan
adalah data diameter kayu/log (bawah dan atas), pola
kerusakan akibat rebahan pohon yang ditebang, jarak
antar tunggul dan bagian atas bebas cabang, jenis-jenis
vegetasi yang mengalami kerusakan di sekitar lokasi. Na-
mun tidak semua tunggul yang berada di sekitar jalan
sarad bisa diambil datanya karena ada beberapa per-
syaratan seperti top-nya (tajuknya) masih ada dan belum
dipindahkan. Sedangkan untuk target Tree Crown yang
harus dicapai adalah sebanyak 7 titik, serta data yang
dikumpulkan terdiri dari tinggi dan diameter pohon serta
pola tajuknya. Dan untuk menghitung Biomassa target
yang harus dicapai adalah 21 titik, dalam perhitungan
biomassa ini diambil dari lokasi–lokasi yang merupakan
kawasan hutan alam yang masih perawan namun masih
di dalam RKT 2008. Metode ini menggunakan plot
berupa lingkaran yang terbagi dalam 3 sub
plot dengan jari-jari 5, 12, dan 20 meter. Un-
tuk plot 5 meter data yang diambil berupa
jenis pohon dengan diameter 10 cm ke atas,
di dalam plot 12 meter data yang diambil jenis
pohon yang memiliki diameter 30 cm ke atas
sedangkan untuk plot 20 m data yang diambil
adalah pohon dengan diameter 50 cm ke atas.
Selanjutnya kegiatan untuk memetakan jalur
sarad dengan cara membuat peta manual dan
setiap persimpangan dan ujung jalan sarad
akan diambil titik koordinat, selain itu jumlah
tunggul yang berada di sekitar jalan sarad juga
dihitung.
Data-data yang dikumpulkan akan dianalisis kembali se-
hingga bisa
diketahui secara
pasti tingkat pen-
gurangan karbon
pada kawasan
hutan produksi di
kabupaten Berau.
Semoga kerja
keras kita untuk
dalam melak-
sanakan kegiatan
REDD ini dapat
memberikan ke-
baikan bagi Kabu-
paten Berau.
(@djie)
Agenda bulan November—Desember 2009
Informasi lebih lanjut
mengenai REDD Program,
kontak :
Iwied Wahyulianto
Koordinator Sekretariat
POKJA REDD Kab. Berau
Jln. Anggur No 265 Tanjung
Redeb, Berau
Telp/Fax. 0554 - 21232
email:
iwe13009@gmail.com ;
iwied@cbn.net.id
Hamzah As-Saied
Dinas Kehutanan Kab.
Berau Jl. Pulau Sambit No 1
Tanjung Redeb
Email:
hazbrou@gmail.com
Fakhrizal Nashr
Berau Program Leader
The Nature Conservancy
JL. Cempaka No. 7 - RT 07/
RW 07 Berau 77311
Tel. +62 - 554 23388
Hp.: +62-812-5408141
Email : fnashr@tnc.org
Alfan Subekti
REDD Field Manager
The Nature Conservancy
Jalan Polantas No. 5,
Markoni, Balikpapan,
76112,
Telp.: +62-542-442896
Fax.: +62-542-745730
Email : asubekti@tnc.org
1. Pelatihan Tingkat Lanjut GIS dan Penginderaan Jauh
2. Pembahasan tindak lanjut Joint Working Group Meeting
3. Pertemuan COP 15 di Copenhagen
Dari hasil pemaparan hasil ka-
jian tersebut diajukan beberapa
pertanyaan kunci yang ke-
mudian dibahas dalam diskusi
kelompok. Peserta kemudian
dibagi menjadi empat kelompok
besar yang bertugas untuk
membahas beberapa pertan-
yaan kunci tersebut. Kelompok-
kelompok tersebut akan mem-
bahas pertanyaan terkait den-
gan perencanaan tata ruang; perundangan dan kelembagaan; strategi pengurangan
emisi berbasis site; dan isu-isu komunitas. Dalam diskusi kelompok dihasilkan berba-
gai macam ide dan gagasan yang dapat dikembangkan dalam program ke depan. Hasil
diskusi kelompok disampaikan pada peserta lain dihari kedua.
Sebagai tindak lanjut, direncanakan adanya pertemuan dengan pemerintah Kabu-
paten Berau pada minggu kedua
bulan November 2009 untuk men-
yampaikan kemajuan proses sampai
saat ini. Juga pembahasan draft SK
Menhut yang mengarahkan pelak-
sanaan BFCP oleh pemerintah Kabu-
paten, Provinsi, dan Pusat, bersama
LSM dan pihak pemangku kepentin-
gan lainnya; penyusunan rencana
bisnis program; pembangunan ker-
angka kerja bersama; pengumpulan
dana dan persiapan menghadapi
COP 15 di Copenhagen dimana BFCP
akan dijadikan side event oleh delegasi Indonesia dan juga disampaikan dalam Forest
Day yang dilaksanakan bersama dengan CIFOR. (Iwied)
JWG II (Sambungan halaman 1)
Pokja REDD Updates merupakan lembar informasi internal bagi seluruh anggota Pokja
REDD Kabupaten Berau yang diterbitkan oleh Sekretariat Pokja REDD Kabupaten Berau
setiap akhir bulan untuk memberikan berbagai perkembangan program REDD di Kabu-
paten Berau
Sekretariat menerima tulisan dari semua pihak yang ingin terlibat aktif dalam program
REDD di Kabupaten Berau.
Foto-foto:
Adji R, Ebe, Iwied, Aji Wihardandi (halaman 1); Aji Wihardandi (halaman 2); Adji
Rahmad (halaman 3 dan 4); Aliansyah dan Adji R (halaman 5); Ebe (halaman 6)
top related