analisa lingkungan usaha persuteraan alam di ppus candiroto

35
ANALISA LINGKUNGAN BISNIS USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN BEJEN, KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH Oleh : Haris Setiana I. Pendahuluan Kegiatan persuteraan alam merupakan salah satu peluang bisnis di Indonesia yang belum banyak dilakukan, padahal usaha ini memiliki banyak kelebihan. Waktu yang singkat dalam budidaya murbei hingga panen kokon adalah salah satu kelebihannya. Kelebihan lainnya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan tempat yang luas, dapat dilakukan sebagai kegiatan rumah tangga dan keuntungan yang dihasilkan cukup tinggi. Kegiatan persuteraan alam sebenarnya telah lama dikenal dan dilakukan oleh manusia. Sebagai bangsa yang tercatat sebagai pelopor budidaya, bangsa Cina sejak sekitar tahun 200 SM sudah memiliki pabrik benang sutera yang besar dan dapat memasarkannya ke berbagai penjuru dunia. Usaha ini terus menyebar ke berbagai negara seperti Jepang, Korea, India, dan akhirnya sampai ke Indonesia. Kebutuhan akan benang sutera dunia mencapai 700 ton per tahun, sedangkan produksi hanya sebesar 81,2 ton, sehingga Indonesia harus mengimpor benang sutera

Upload: harissetiana

Post on 04-Jul-2015

379 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

ANALISA LINGKUNGAN BISNIS USAHA PERSUTERAAN ALAM

DI KECAMATAN BEJEN, KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA

TENGAH

Oleh : Haris Setiana

I. Pendahuluan

Kegiatan persuteraan alam merupakan salah satu peluang

bisnis di Indonesia yang belum banyak dilakukan, padahal usaha

ini memiliki banyak kelebihan. Waktu yang singkat dalam

budidaya murbei hingga panen kokon adalah salah satu

kelebihannya. Kelebihan lainnya adalah mudah dilakukan, tidak

memerlukan tempat yang luas, dapat dilakukan sebagai kegiatan

rumah tangga dan keuntungan yang dihasilkan cukup tinggi.

Kegiatan persuteraan alam sebenarnya telah lama dikenal

dan dilakukan oleh manusia. Sebagai bangsa yang tercatat

sebagai pelopor budidaya, bangsa Cina sejak sekitar tahun 200

SM sudah memiliki pabrik benang sutera yang besar dan dapat

memasarkannya ke berbagai penjuru dunia. Usaha ini terus

menyebar ke berbagai negara seperti Jepang, Korea, India, dan

akhirnya sampai ke Indonesia.

Kebutuhan akan benang sutera dunia mencapai 700 ton per

tahun, sedangkan produksi hanya sebesar 81,2 ton, sehingga

Indonesia harus mengimpor benang sutera sekitar 618,8 ton

pada tahun 2005. Pemerintah menargetkan produksi benang

sutera nasional mencapai 400 ton pada tahun 2010, sehingga

impor bisa ditekan hanya sekitar 275 ton (Seno, 2006). Maka

peluang untuk berusaha di bidang persuteraan alam di Indonesia

cukup besar, karena negara Indonesia memiliki iklim serta daerah

Page 2: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

yang keadaan biofisiknya cocok untuk budidaya sutera alam, baik

untuk penanaman tanaman murbei sebagai sumber pakan ulat

sutera, juga untuk pembudidayaan ulat sutera.

Kegiatan persuteraan alam ini dalam pelaksanaannya

melibatkan petani, pengusaha serta pemerintah. Petani sebagai

produsen awal yang memelihara ulat sutera (Bombyx mori) dan

menanam daun murbei (Morus sp.) sebagai pakan bagi ulat.

Sedangkan peran pengusaha sebagai penampung hasil produksi

petani yang kemudian dilakukan kegiatan pengolahan lebih

lanjut. Pemerintah disini berperan sebagai pembina kegiatan

persuteraan alam ini. Pemerintah saat ini perlu memperhatikan

dan menggalakkan budidaya ulat sutera karena komoditi sutera

dianggap penting sedangkan produksi di dalam negeri masih

rendah. Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi benang

sutera mulai diusahakan, diantaranya adalah dengan pembukaan

dan perluasan daerah pemeliharaan baru, perbaikan penanaman

murbei, perbaikan pembibitan ulat sutera dan intensifikasi

pemeliharaan ulat sutera. Usaha persuteraan alam belum banyak

dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Bejen karena usaha

tersebut begitu dikenal. Maka perlu dilakukan suatu analisa

lingkungan bisnis usaha persuteraan alam yang dapat

menentukan upaya-upaya pengembangan kegiatan persuteraan

alam yang diharapkan dapat menjadi daya tarik para petani

sutera untuk lebih menekuni usahanya sehingga dapat

meningkatkan taraf hidup petani sutera serta dapat merangsang

masyarakat lainnya untuk melakukan usaha persuteraan alam.

Page 3: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

II. Prospek Pengembangan Persuteraan Alam

Budidaya ulat sutera memiliki tujuan untuk menghasilkan

benang sutera sebagai bahan sandang (Guntoro, 1994).

Persuteraan alam merupakan kegiatan agroforestry yang

mempunyai rangkaian yang cukup panjang sejak penanaman

murbei, pembibitan ulat, sutera, pemeliharaan ulat sutera,

processing (pengolahan) kokon, pemintalan serat, pertenunan

dan pemasaran kain sutera. Kegiatan ini sudah lama dikenal dan

dibudidayakan sebagian masyarakat Indonesia (Sunanto, 1997).

Usaha persuteraan alam, khususnya produksi kokon dan

benang sutera dirasakan sangat menguntungkan karena cepat

mendapatkan hasil dan memiliki nilai ekonomi tinggi, teknologi

yang digunakan relatif sederhana, tidak memerlukan

keterampilan khusus, dapat dilakukan sebagai usaha pokok

ataupun sambilan, serta dapat dilakukan oleh pria, wanita,

dewasa maupun anak-anak. Oleh karena itu, kegiatan ini

merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan peranan

sektor kehutanan dan perkebunan dalam mendorong

perekonomian masyarakat di pedesaan, memberikan lapangan

pekerjaan serta mendukung kegiatan reboisasi dan penghijauan

(Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Brantas, 2000).

Perkembangan ulat sutera alam pada tahun-tahun terakhir ini

menunjukkan prospek yang cukup baik. Dapat tergambarkan

dari jumlah produksi raw silk dunia yang terus menurun selama

enam tahun terakhir dari 55.222 ton menjadi 52.342 ton,

sedangkan kebutuhan dunia cukup besar dan stabil yaitu

Page 4: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

sebesar 81.546 ton. Kebutuhan akan benang sutera ini

diprediksi akan terus meningkat seiring dengan semakin

bertambahnya jumlah penduduk serta semakin membaiknya

kondisi perekonomian.

Indonesia memiliki potensi lahan yang masih luas, iklim yang

mendukung, tenaga kerja yang cukup banyak dan murah serta

teknologi persuteraan alam yang telah dikuasai, tetapi

perkembangan kegiatan persuteraan alam di Indonesia selama

ini masih mengalami pasang surut seperti komoditas lainnya.

Tingkat produksi sutera alam di dalam negeri masih rendah

yakni hanya 30 % dari kebutuhan nasional, khususnya untuk

memenuhi kebutuhan industri sutera rakyat. Dan dengan

peningkatan kebutuhan benang sutera negara-negara Eropa

dari 30 gram/kapita/tahun menjadi 100 gram/kapita/tahun,

maka memberi peluang yang sangat prospektif bagi

persuteraan alam di Indonesia, dimana persuteraan alam

sifatnya padat karya sehingga sangat cocok bagi Indonesia yang

penduduknya cukup padat terutama di pedesaan (Sunanto,

1997).

Kegiatan usaha persuteraan alam yang telah berkembang di

Indonesia terdapat di propinsi Sulawesi Selatan, D.I. Yogyakarta,

Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Barat. Dari lima propinsi

tersebut dihasilkan benang sutera rata–rata per tahun sebesar

140 ton. Sesungguhnya kebutuhan benang sutera mencapai 400

ton per tahun. Hal ini menunjukkan masih terdapat peluang

pasar dalam negeri sebesar 260 ton per tahun yang setara

dengan 4500-5000 ha areal tanaman monokultur murbei.

Dengan demikian telah terbuka peluang usaha yang cukup

Page 5: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

besar dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi

untuk mengisi pasar sutera alam baik di dalam maupun di luar

negeri (Pusat Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Program kemitraan di bidang persuteraan alam dimaksudkan

sebagai bentuk upaya kerjasama yang berlandaskan kepada

semangat kekeluargaan dan kebersamaan antara yang kuat

dengan yang lemah dalam rangka pemberdayaan yang lemah,

agar tidak menjadi korban dalam persaingan usaha dengan

tujuan tercapainya tujuan–tujuan pembangunan persuteraan

alam(Atmosoedarjo et al, 2000).

Kegiatan persuteraan alam di Perum Perhutani dimulai sekitar

tahun 1960 sebagai proyek Prosperity Approach. Kegiatan ini

merupakan salah satu cara pendekatan pengamanan hutan

sekaligus sebagai diversifikasi produkyang cepat menghasilkan.

Akan tetapi hingga saat ini usaha persuteraan alamdi Perum

Perhutani belum menunjukkan angka yang menggembirakan

karena potensi usaha belum didayagunakan secara optimal.

Penyebabnya adalah belum adanya keterpaduan usaha

persuteraan alam mulai dari sektor hulu (budidaya murbei dan

ulat sutera) sampai dengan sektor hilir (industri raw silk dan

twist silk) (Sunanto, 1997).

III. Analisis SWOT

Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)

adalah suatu analisa lingkungan internal dan eksternal. Analisa

internal lebih menitik beratkan pada kekuatan (strength) dan

kelemahan (weakness) yang dimiliki oleh organisasi, sedangkan

Page 6: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

analisa eksternal untuk menggali dan mengidentifikasi semua

peluang (opportunity) yang ada dan yang akan datang serta

ancaman (threat) dari pesaing dan calon pesaing (Cahyono,

1999).

Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal

peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor

internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).

Analisis SWOT tidak hanya dipakai untuk menyusun strategi di

medan pertempuran, melainkan banyak dipakai dalam

penyusunan strategi bisnis yang bertujuan untuk menyusun

strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan

dapat dicapai dengan jelas dan dapat segera diambil keputusan,

berikut semua perubahannya dalam menghadapi pesaing

(Rangkuti, 2000).

IV. Identifikasi dan Evaluasi Faktor Internal dan Faktor

Eksternal dalam Usaha Persuteraan Alam

Identifikasi dan evaluasi faktor internal dan eksternal pada

usaha persuteraan alam ini dilakukan dengan menggunakan

metode SWOT. Metode SWOT adalah membandingkan antara

faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats)

dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan

(weaknesses) (Rangkuti, 2000).

Analisis ini menghasilkan peubah-peubah yang bersifat

strategis unsur internal dan unsur eksternal serta nilai pengaruh

yang bersifat strategis terhadap pengembangan usaha

persuteraan alam Selanjutnya dengan menggunakan diagram

Page 7: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

SWOT dan matriks SWOT akan menghasilkan arahan strategi

dalam pengembangan usaha persuteraan alam.

4.1. Kekuatan

a. Kondisi biofisik lingkungan menunjang

Kesesuaian suhu udara akan mempermudah usaha

persuteraan alam, karena tidak memerlukan perlakuan-

perlakuan khusus. Suhu udara ideal untuk pemeliharaan

ulat sutera adalah 20oC–30oC. Suhu seperti ini biasanya

terdapat di tempat yang memiliki ketinggian sekitar 400 m

dpl- 800 m dpl. Selain itu dalam pemeliharaan ulat sutera

dibutuhkan kelembaban ideal yang berkisar antara 70%-

90% (Tim Penulis Penebar Swadaya, 1995).

Secara umum, daerah Kecamatan Bejen merupakan

daerah pegunungan dengan suhu udara rata-rata 25oC –

26oC dan memiliki kelembaban udara sekitar 80%-90%

serta mempunyai tanah yang cukup subur. Kondisi ini

sangat menunjang terhadap pemeliharaan ulat sutera dan

penanaman tanaman murbei sebagai bahan makanan ulat

sutera.

b. Keuntungan yang cukup tinggi

Keuntungan usaha kokon per kotak per siklus produksi

di Kabupaten Garut yaitu Rp 35.278, di Sukabumi Rp

139.397, sedangkan di Soppeng Rp 83.288 (Tim Peneliti

IPB, 2006). Bila diusahakan dalam skala yang cukup besar

serta didukung oleh para petani sutera yang lain, maka

usaha ini akan menghasilkan cukup banyak keuntungan.

Namun saat ini pengusahaan sutera alam masih dilakukan

Page 8: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

secara sederhana dengan modal yang minim sehingga

keuntungan yang didapatkan tidak begitu banyak.

c. Dapat dilakukan oleh pria, wanita, dewasa dan anak-anak

Memelihara ulat sutera tidak terlalu sulit. Setiap orang

baik pria maupun wanita dan baik dewasa maupun anak-

anak dapat melakukannya dengan bekal keterampilan

yang cukup mengenai cara-cara pemeliharaan ulat sutera

yang benar. Tetapi pada kenyataan di lapangan, usaha ini

masih didominasi oleh orang dewasa pria dan wanita.

d. Peningkatan penghasilan

Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Kecamatan

Bejen memiliki mata pencaharian sebagai petani.

Penghasilan yang mereka dapatkan telah cukup dapat

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Apabila

kegiatan persuteraan alam mereka lakukan sebagai usaha

sampingan, maka mereka akan mendapatkan penghasilan

tambahan selain dari pekerjaan utama mereka.

e. Ketersediaan sumberdaya manusia

Adanya kegiatan persuteraan milik Perum Perhutani di

wilayah Kecamatan Bejen telah memberikan kesempatan

masyarakat untuk ikut bekerja, sehingga rata-rata

masyarakat sekitar pabrik sutera milik Perum Perhutani

menguasai cara budidaya ulat sutera.

Karena kegiatan ini memiliki sifat yang padat karya,

sehingga dapat memperluas lapangan pekerjaan sehingga

dapat menambah penghasilan masyarakat.

f. Waktu dari penanaman murbei hingga produksi kokon

singkat

Page 9: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

Hal lain yang menarik dari usaha persuteraan alam ini

adalah relatif singkatnya masa penanaman murbei hingga

pemeliharaan ulat. Mulai penanaman tanaman murbei dan

melakukan pemanenan daun murbei pertama hanya

sekitar 9-12 bulan. Dan pada pemeliharaan ulat sutera,

dalam waktu sekitar sebulan, kokon dapat dipanen dan

dapat segera dijual.

Pemeliharaan ulat sebanyak 12 kali dalam setahun

dapat saja dilakukan di Indonesia, asal tersedia paling

sedikit empat bagian kebun murbei yang berlainan waktu

penanamannya dan sedikitnya harus ada dua tempat

pemeliharaan ulat sutera (Atmosoedarjo et al, 2000).

g. Pemanfaatan lahan kehutanan

Kawasan hutan di BKPH Candiroto KPH Kedu Utara

dapat dimanfaatkan dengan pola agroforestry. Pola ini

adalah solusi yang tepat dalam rangka memanfaatkan

lahan di bawah tegakan serta memanfaatkan lahan yang

sebelumnya digunakan untuk tumpangsari palawija oleh

masyarakat sekitar kawasan hutan.

h. Teknologi cukup sederhana

Kegiatan persuteraan alam sebenarnya tidak begitu

sulit. Teknologi yang digunakan cukup sederhana

sehingga petani dapat dengan mudah melakukannya. Alat

yang digunakan dalam usaha persuteraan alam adalah rak

atau sasag kayu, kotak bingkai yang terbuat dari papan,

rak bertingkat, seriframe, floss removal dan lain-lain.

Selain itu prasarana berupa rumah ulat kecil dan rumah

Page 10: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

ulat besar juga perlu dibangun untuk menunjang kegiatan

persuteraan alam.

Kegiatan seperti budidaya murbei, pemeliharaan ulat

sutera dan produksi kokon cukup mudah dilakukan. Yang

diperlukan dalam usaha persuteraan alam adalah keuletan

dan ketelatenan, karena ulat sutera perlu diberi makan

daun murbei yang cukup secara rutin.

4.2. Kelemahan

a. Keterbatasan modal

Kegiatan usaha persuteraan alam sebenarnya tidak

memerlukan biaya/modal yang banyak. Dalam skala kecil,

usaha persuteraan alam dapat dilakukan sebagai kegiatan

rumah tangga. Walaupun demikian, permodalan

merupakan kendala yang paling utama yang dihadapi para

petani sutera di wilayah Kecamatan Kecamatan Bejen.

Secara sederhana usaha tani persuteraan alam dalam

satu hektar memerlukan biaya sebesar Rp 10.548.000.

Untuk selanjutnya penerimaan yang akan diperoleh

setahap demi setahap akan meningkat seiring dengan

volume pemeliharaan ulat sutera yang dilakukan.

b. Sarana dan prasarana kurang memadai

Saat ini baru ada satu rumah ulat kecil dan satu rumah

ulat besar yang berada pada kawasan hutan yang dekat

dengan lokasi tanaman murbei. Rumah ulat besar tersebut

memiliki 4 tingkat rak dan dapat menampung sekitar 8

boks ulat sutera. Selain itu terdapat pula 3 rumah kokon

yang terdapat di Kecamatan Bejen.

Page 11: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

Sarana dan prasarana dalam produksi ulat sutera

dirasakan masih sangat minim. Karena sebenarnya

Kecamatan Bejen berpotensi besar dalam menghasilkan

tanaman murbei dalam jumlah yang sangat banyak

sehingga apabila rumah ulat ditambah maka akan dapat

menampung lebih banyak ulat sutera dan dapat

menghasilkan kokon lebih banyak.

c. Keterbatasan akses pemasaran

Semua kegiatan usaha selain produksi bagus, harga

bagus juga paling penting adalah pemasaran yang

menjanjikan dan menjamin. Dan untuk ulat sutera ini

pasaran cukup menjanjikan yaitu dengan jumlah produksi

kokon yang cukup besar, dan untuk bahan jadinya pun

pangsa pasar sudah menunggu.

Namun di lapangan selama ini permintaan yang datang

untuk memenuhi kebutuhan akan kokon masih berasal

dari sekitar daerah Jawa Tengah. Hal ini terjadi karena

produksi kokon belum dapat dilakukan secara kontinu dan

kokon yang dihasilkan masih belum dapat memenuhi

standar kualitas yang bagus.

d. Kelembagaan masyarakat masih lemah

Salah satu titik lemah dari pelaksanaan kegiatan

rehabilitasi lahan hutan dan lahan dalam hal ini usaha

persuteraan alam adalah belum berkembangnya

kelembagaan masyarakat serta tingkat kemampuan dan

persepsi masyarakat yang sangat beragam dalam

Page 12: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

melaksanakan dan memahami rehabilitasi hutan dan

lahan (Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah

Brantas, 2000).

Kelembagaan yang ada masih belum begitu kuat. LMDH

(Lembaga Masyarakat Desa Hutan) yang baru terbentuk

masih berusaha untuk mengarahkan KTH-KTH (Kelompok

Tani Hutan) yang ada di Kecamatan Bejen untuk

melakukan usaha persuteraan alam.

e. Tenaga pelatihan masih terbatas

Hingga saat ini baru sedikit tenaga ahli yang benar-

benar ahli dan khusus membidangi persuteraan alam.

f. Kualitas sumberdaya manusia rendah

Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Bejen yang

rendah menyebabkan masyarakat kurang dapat menerima

sesuatu yang baru, seperti usaha persuteraan alam.

Hingga saat ini, mereka belum berani melakukan usaha

persuteraan alam. Selain kendala utama yakni rendahnya

permodalan, mereka akan berani melakukan usaha

persuteraan alam setelah adanya contoh masyarakat yang

berhasil dalam usaha persuteraan alam.

g. Kurangnya penerapan teknologi standar

Dalam kaitannya dengan pemeliharaan ulat sutera, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni keadaan

ruangan dan alat harus steril, membersihkan tangan

dengan larutan desinfektan sebelum memulai pekerjaan

dan meminimalkan keluar masuknya orang ke dalam

ruangan,. Selain itu makan, minum serta merokok dalam

Page 13: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

ruangan juga merupakan hal yang tidak boleh dilakukan

pada kegiatan pemeliharaan ulat sutera (Guntoro, 1994).

Teknologi yang digunakan dalam usaha persuteraan

alam tidak perlu peralatan canggih. Usaha ini dapat

dilakukan hanya dengan menggunakan alat-alat yang

yang cukup sederhana. Masalah yang sering terjadi adalah

petani kurang dapat menjaga kebersihan ruangan untuk

ulat. Merokok dan kurangnya sanitasi terhadap ulat sutera

merupakan hal-hal yang sering terjadi. Padahal bila

penyakit sudah masuk ke ruangsan ulat dapat menjadikan

panen ulat sutera sampai gagal total.

Kelompok petani sutera alam yang telah memperoleh

keterampilan menerapkan teknologi serikultur ulat sutera

standar nasional dan alat pemintal kokon yang

bermanfaat dalam meningkatkan produksi kokon/benang

sutera. Selain itu introduksi serikultur ulat sutera standar

nasional dan alat pemintal kokon menjadi benang sutera

alam mendukung manajemen usaha persuteraan alam di

wilayah tersebut (Herminanto dan Mujiono, 2006).

h. Anggapan rendahnya nilai ekonomi sutera alam

Usaha persuteraan alam masih belum populer di daerah

Kecamatan Bejen. Padahal dengan potensi lingkungan

yang terdapat di Kecamatan Bejen, usaha tersebut akan

dapat menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Selain

itu juga pada tingkat mikro menunjukkan usaha tani

murbei dan kokon mampu memberikan keuntungan jika

dilakukan secara lebih intensif dengan pembinaan yang

berkelanjutan (Tim Peneliti IPB, 2006).

Page 14: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

4.3. Peluang

a. Permintaan akan benang sutera meningkat tiap tahun

Kegiatan persuteraan alam mempunyai prospek yang

baik dan diperkirakan permintaan sutera akan meningkat

antara 2 – 3 % per tahun (ISA) sementara FAO

meramalkan lebih besar hingga 5%, sementara

peningkatan permintaan di Indonesia sendiri diperkirakan

mencapai 12,24% (Kuncoro, 2000 dalam Pemda

Kabupaten Tasikmalaya, 2003). Proyeksi dalam tahun

2000 menunjukkan bahwa permintaan akan produk sutera

akan meningkat menjadi 179,24 ton sedangkan produksi

hanya akan mencapai 148,98 ton. Sehingga dari angka ini

dapat disimpulkan bahwa Indonesia sebenarnya bukan

dalam posisi menawarkan produk sutera tetapi dalam

posisi untuk dimasuki produk sutera dari luar negeri

(Kuncoro,1995 dalam Atmosoedarjo et al, 2000).

Tingkat produksi sutera alam di dalam negeri masih

rendah yakni hanya 30% dari kebutuhan nasional,

khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri sutera

rakyat. Oleh karena itu usaha persuteraan alam akan

memiliki peluang yang sangat bagus.

b. Harga jual kain sutera yang tinggi

Dalam usaha persuteraan alam, harga tertinggi

diperoleh pada saat penjualan produk berupa kain. Harga

kokon berkisar antara Rp 20.000- Rp 24.000/kg, kokon

tersebut dapat dijadikan benang yang kemudian dapat

dijual dengan harga sekitar Rp 450.000/kg dengan asumsi

bahwa 8 kg kokon dapat dipintal menjadi 1 kg benang.

Page 15: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

Selanjutnya apabila benang tersebut ditenun menjadi kain

maka akan dihasilkan kain sutera dengan harga Rp

70.000/m dengan asumsi bahwa 1 kg benang dapat

ditenun menjadi 12 m kain sutera. Hal inilah yang menjadi

salah satu alasan petani sutera untuk mengembangkan

usaha persuteraan alam. Namun usaha persuteraan alam

di Kecamatan Bejen baru sampai tahap pemintalan

benang karena belum tersedianya alat tenun.

c. Adanya dukungan dari pemerintah

Dalam rangka pemberian modal kepada para petani

sutera, pemerintah juga menerbitkan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 50/Kpts : II/1997, yang ditindak lanjuti

oleh Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan

Rehabilitasi Lahan No.03/Kepts/V/1997 (Atmosoedarjo et

al, 2000).

Usaha persuteraan alam di daerah ini pada awalnya

mendapatkan dukungan dari pemerintah seperti modal

usaha dan penyediaan sarana dan prasarana berupa

rumah ulat kecil dan rumah ulat besar. Seiring dengan

berkembangnya usaha persuteraan alam ini, maka petani

mengharapkan bantuan modal yang lebih besar untuk

kemajuan usaha persuteran alam. Akan tetapi setelah

sekian lama mengajukan permohonan pinjaman lunak

untuk upaya pengembangan persuteraan alam, pinjaman

tersebut belum juga turun.

e. Masih ada lahan kehutanan yang tidak produktif

Pengembangan persuteraan alam merupakan salah

satu upaya untuk meningkatkan daya dukung lahan bagi

Page 16: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

pemenuhan kebutuhan manusia melalui kegiatan

budidaya tanaman murbei yang dikombinasikan dengan

pemeliharaan ulat sutera dan penanganan pasca

panennya (Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah

Brantas, 2000).

Persuteraan alam di Indonesia sudah ada sejak 1960-

an, khususnya di Sulawesi Selatan. Kebanyakan lokasi

budidaya ulat sutera (serikultur) dilakukan di daerah-

daerah kritis, karena tanaman murbei yang merupakan

makanan pokok ulat sutera dijadikan sebagai tanaman

penghijauan (Widagdo dan Sasangka, 2006).

Usaha persuteraan alam mencakup 2 kegiatan utama,

yakni penanaman tanaman murbei dan pemeliharaan ulat

sutera. Tanaman murbei dapat ditanam di bawah tegakan

hutan karena selain dapat menghasilkan panen daun

murbei, tanaman murbei juga berfungsi sebagai pencegah

banjir dan erosi tanah, karena tanaman murbei memiliki

perakaran yang cukup kuat.

f. Adanya pola kemitraan

Dalam usaha persuteraan alam di Kecamatan Bejen

terdapat pola kemitraan. Bentuk dari pola kemitraannya

adalah bentuk vertikal yaitu antara petani dan pemerintah

(PPUS Candiroto) serta petani dan pabrik pemintalan

benang sutera di Regaloh. Pabrik pemintalan benang

sutera berfungsi sebagai wadah penampung dan

pemasaran produk kokon dari petani. Tujuan dari adanya

pola kemitraan pada usaha persuteraan alam adalah

Page 17: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

melindungi para petani sutera yang memiliki modal lemah

dalam persaingan usaha.

4.4. Ancaman

a. Adanya hama dan penyakit tanaman murbei dan ulat

sutera

Salah satu kunci keberhasilan dari pemeliharaan ulat

sutera adalah keahlian petani sutera dalam

menghindarkan ulat-ulatnya dari serangan hama dan

penyakit. Kegiatan tersebut tidak dapat dikatakan

mudah, dimana petani harus menghindarkan ulat

suteranya dengan jumlah ratusan ribu bahkan jutaan dari

serangan hama dan penyakit. Tetapi, walaupun sulit,

kegiatan tersebut harus tetap dijalankan agar petani

tersebut dapat menghasilkan kokon dengan jumlah yang

optimal. Dalam mengusahakan tanaman murbei banyak

menghadapi masalah gangguan hama dan penyakit,

serangannya dapat mengakibatkan kerusakan tanaman,

dengan demikian akan menyebabkan kekurangan daun

murbei untuk pakan ulat kecil maupun ulat besar

(Samsijah dan Andadari, 1992b).

Pada pengusahaan ulat sutera di Kecamatan Bejen

hampir tidak ditemukan hama dan penyakit yang

mengganggu produksi daun murbei.

b. Kurang stabilnya mutu bibit/telur sutera

Page 18: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

Bibit ulat sutera dan pakan berupa daun murbei

merupakan sarana produksi terpenting. Bibit ulat berupa

telur dibeli oleh para peternak dari dua pusat pembibitan,

yakni Pusat Pembibitan Ulat Sutera (PPUS) Candiroto,

Jawa Tengah dan di Kesatuan Pengusahaan Sutera alam

di Soppeng, Sulawesi Selatan. Sedangkan bibit tanaman

murbei umumnya dikembangkan oleh peternak ulat

sendiri (Guntoro, 1994). Selama ini bibit/telur ulat sutera

diperoleh dengan memesan telur ulat ke KPSA Soppeng,

Sulawesi Utara. Harga telur ulat sutera Rp 25.000/box (±

20.000 butir). Dan kendala yang terjadi adalah perlakuan

terhadap telur ulat sutera yang kurang baik pada saat

pengiriman. Selain itu kadang-kadang telur ulat sutera

telah menetas pada saat masih di perjalanan, padahal

ulat sutera yang baru menetas harus segera mendapat

perlakuan berupa pemberian kapur dan kaporit dan

memberikan makanan secepatnya. Sehingga banyak ulat

yang mati karena tidak mendapatkan makanan

secepatnya.

c. Ketergantungan petani sutera kepada pihak lain masih

sangat tinggi

Petani sutera di Kecamatan Bejen memiliki

ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pemerintah.

Mereka sangat mengharapkan bantuan berupa modal

usaha serta sarana dan prasarana sehingga kegiatan

persuteraan alam dapat berjalan dengan lancar. Di sisi

lain, usaha persuteraan alam membutuhkan modal yang

tidak sedikit. Kondisi ini sangat meyulitkan, karena para

Page 19: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

petani enggan melakukan kegiatan persuteraan alam bila

tidak mendapatkan bantuan modal.

e. Persaingan dengan komoditas lainnya

Selain sutera alam, daerah Kecamatan Bejen memiliki

komoditas lain berupa palawija dan buah-buahan berupa

kopi, cengkeh dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena

Kecamatan Bejen merupakan daerah yang cukup subur

untuk digunakan sebagai lahan pertanian dan

perkebunan. Telah sejak lama mata pencaharian sebagai

petani hortikultura dijalankan oleh sebagian besar

masyarakat Kecamatan Bejen. Karena pertanian palawija

dapat menghasilkan pendapatan yang cukup tinggi

sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

f. Harga kokon masih rendah

Di daerah penghasil sutera biasanya para petani sutera

tidak mengolah sendiri hasil kokonnya, akan tetapi

menjualnya kepada pereeling setempat. Harga kokon saat

ini adalah berkisar antara Rp 20.000- Rp 27.000/kg dalam

kedaan basah. Perdagangan kokon yang diuraikan di atas

berlangsung dengan syarat-syarat yang sangat sederhana.

Pengujian mutu nyaris tidak dilakukan, atau dengan kata

lain tidak ada standarisasi (Atmosoedarjo et al, 2000).

Namun kenyataannya, para petani di Kecamatan Bejen

masih merasa bahwa harga kokon masih cukup rendah.

Karena menurut petani setempat, biaya produksi seperti

harga telur ulat sutera, formalin dan kaforit makin

meningkat tiap tahunnya. Namun harga jual kokon masih

tetap sama yakni berkisar antara Rp 20.000 - Rp 24.000.

Page 20: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

V. Arahan Strategi Pengembangan Usaha Persuteraan Alam

Agar analisis strategis dapat memberikan informasi lebih

banyak sehingga memenuhi tujuan, maka perlu kajian yang

lebih mendalam, Hasil kajian tersebut dijelaskan berikut ini.

a. Kekuatan

Dari peubah-peubah yang bersifat strategis unsur

kekuatan diperoleh hasil bahwa pengaruh yang paling kuat

adalah kondisi biofisik lingkungan yang sangat menunjang

bagi keberhasilan usaha persuteraan alam di Unsur Internal.

Ketinggian tempat di daerah Kecamatan Bejen adalah

500 m dpl – 700 m dpl. Besarnya curah hujan berkisar pada

2.518 mm pertahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 138

hari. Temperaturnya berkisar antara 25°C-26°C, dengan

kelembaban udara sekitar 80% - 90%. Dan berdasarkan

persyaratan teknis budidaya tanaman murbei, khususnya

mengenai jenis dan tingkat keadaan pH tanah pada wilayah

Kecamatan Bejen, sangat mendukung untuk pertumbuhan

tanaman murbei. Sehingga dengan kondisi seperti itu

ketersediaan makanan bagi ulat sutera dapat terjamin.

b. Kelemahan

unsur kelemahan yang dirasakan sebagai kelemahan

mayor atau kelemahan yang paling berpengaruh adalah

keterbatasan modal. Pemerintah diharapkan dapat

memberikan bantuan modal berupa kredit usaha dengan

bungan yang rendah agar usaha persuteraan alam di

Kecamatan Bejen tidak terhambat. Selain itu peubah sarana

dan prasarana yang kurang memadai juga berpengaruh

Page 21: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

terhadap berkembangnya usaha persuteraan alam di

Kecamatan Bejen. Karena hingga saat ini prasarana berupa

rumah ulat dan sarana berupa alat-alat yang dibutuhkan

untuk usaha persuteraan alam masih sangat kurang.

Padahal sarana dan prasarana tersebut dapat mendukung

kegiatan pengenalan dan pelatihan bagi masyarakat

Kecamatan Bejen agar masyarakat mendapat pelatihan

mengenai usaha persuteraan alam. Dan diharapkan setelah

mendapatkan pelatihan tersebut, masyarakat dapat

melakukan kegiatan tersebut sebagai usaha rumah tangga.

c. Peluang

Peluang usaha persuteraan alam di Kecamatan Bejen

sangat prospektif. Banyak peluang yang ada dalam usaha

tersebut, dan yang paling utama adalah terus meningkatnya

permintaan akan kokon dan kain sutera tiap tahunnya. Hal

tersebut menjadi sangat prospektif karena banyak hal yang

menunjang dalam usaha tersebut yang juga menjadi

kekuatan daerah Kecamatan Bejen dalam usaha persuteraan

alam. Namun hal tersebut perlu ditunjang dengan niatan dan

modal yang cukup kuat, agar usaha persuteraan alam dapat

berkembang dengan baik di Kecamatan Bejen.

Jalinan kerjasama antar berbagai pihak yang terkait

seperti petani, pengusaha, akademisi dan terutama sangat

berperan dalam pengembangan usaha persuteraan alam di

Kecamatan Bejen. Dengan adanya kerjasama tersebut

diharapkan para petani akan mendapatkan kredit usaha

yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha mereka.

Page 22: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

d. Ancaman

Ancaman yang paling berpengaruh dalam usaha

persuteraan alam di Kecamatan Bejen adalah adanya

penghasilan yang lebih besar selain dari usaha persuteraan

alam. Hal ini karena usaha persuteraan alam di Kecamatan

Bejen belum cukup besar dan kuat, sehingga kontribusi

dalam memenuhi pendapatan petani belum begitu terasa.

Dalam mengusahakan tanaman murbei banyak menghadapi

masalah gangguan hama dan penyakit. Upaya mengatasi

gangguan hama dan penyakit perlu diketahui dan dikenal

terlebih dahulu apakan itu hama atau penyakit serta

bagaimana tanda atau gejala kerusakan yang dapat

ditimbulkan sehingga penaggulangan secara dini dapat

dilakukan (Samsijah dan Andadari, 1992b).

Upaya untuk mengurangi ketergantungan petani

terhadap pihak lain yakni dengan melakukan penguatan

kelembagaan yang ada serta seringnya dilakukan kegiatan

penyuluhan dan bimbingan yang intensif agar para petani

mampu lebih mandiri.

VI. Strategi Pengembangan

Usaha persuteraan alam di Kecamatan Bejen memiliki banyak

kekuatan internal yang mendukung selain itu juga peluang yang

ada juga cukup baik sehingga strategi yang dapat dilakukan

adalah dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk

memanfaatkan peluang peluang yang ada.

Page 23: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

Berdasarkan hasil analisis strategis, didapatkan beberapa

informasi penting yang dapat dijadikan sebagai acuan strategi

pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan Bejen.

unsur kekuatan yang memiliki nilai pengaruh yang paling

besar adalah kondisi biofisik lingkungan yang menunjang usaha

persuteraan alam. Kecamatan Kecamatan Bejen berada pada

ketinggian 500 m dpl – 700 m dpl dengan suhu udara berkisar

antara 25°C-26°C, dengan kelembaban udara sekitar 80% -

90%. Kondisi tersebut sangat menunjang bagi kegiatan

pembudidayaan tanaman murbei sehingga pakan ulat sutera

dapat terjamin ketersediaannya.

Kebutuhan yang paling penting adalah adanya permodalan

dalam usaha persuteraan alam. Sedangkan di Kecamatan Bejen

permodalan merupakan unsur kelemahan yang sangat

mempengaruhi usaha tersebut. Masyarakat masih

membutuhkan bantuan berupa kredit usaha serta penyediaan

sarana dan prasarana dari pemerintah atau dari para investor.

Beberapa analisis menyatakan bahwa sutera alam

mempunyai prospek yang baik, dan diperkirakan permintaan

sutera akan meningkat antara 2 – 3 % per tahun (ISA)

sementara FAO meramalkan lebih besar hingga 5%, sementara

peningkatan permintaan di Indonesia sendiri diperkirakan

mencapai 12,24%. Peluang tersebut sangat baik dan dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Bejen untuk

mengembangkan usaha persuteraan alam.

Ancaman yang paling berpengaruh dalam usaha persuteraan

alam di Kecamatan Kecamatan Bejen adalah adanya

penghasilan yang lebih besar selain dari usaha persuteraan

Page 24: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

alam. Hal ini karena usaha persuteraan alam di Kecamatan

Kecamatan Bejen belum cukup besar dan kuat, sehingga

kontribusi dalam memenuhi pendapatan petani belum begitu

terasa. Petani murbei dan ulat sutera adalah sektor masyarakat

yang terpengaruhi dan merupakan kunci keberhasilan usaha

persuteraan alam di Kecamatan Bejen. Oleh karena itu petani

harus lebih aktif dalam upaya pengembangan usaha

persuteraan alam.

Pengembangan usaha persuteraan alam memiliki beberapa

tujuan salah satunya adalah meningkatkan kegiatan

persuteraan alam agar dapat memenuhi permintaan akan

benang sutera yang makin meningkat tiap tahunnya. Maka

diharapkan pengembangan usaha persuteraan alam dapat

memenuhi kebutuhan akan benang sutera juga dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kecamatan Bejen.

Permodalan merupakan kebutuhan yang sangat dibutuhkan

dalam pengembangan usaha persuteraan alam. Pemerintah

perlu memberikan fasilitas kepada petani agar para petani dan

pengusaha persuteraan alam. mendapatkan kredit usaha untuk

melakukan usaha pesuteraan alam. Namun bantuan tersebut

hingga saat ini belum dapat terpenuhi, oleh karena itu pada

pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan Bejen,

permodalan merupakan kendala utamanya.

Lembaga yang berhubungan langsung dengan

pengembangan usaha persuteraan alam antara lain PPUS

Candiroto dan KPH Kedu Utara karena Kecamatan Kecamatan

Bejen adalah merupakan bagian dari wilayahnya. Keterlibatan

PPUS Candiroto dan KPH Kedu Utara meliputi penyusunan

Page 25: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

rencana pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan

Bejen serta pembinaan dan penyuluhan pada para petani.

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia perlu dilakukan

dalam usaha persuteraan alam. Selain itu pengembangan usaha

sutera alam juga membutuhkan beberapa implikasi yang perlu

diperhatikan, di antaranya reorientasi arah dan kebijakan

pengembangan secara terpadu dan beroreintasi ekonomi,

perlunya iklim usaha yang kondusif, revitalisasi dan optimalisasi

lembaga pendukung dan lembaga pelayanan, peningkatan

keterlibatan dan investasi pemerintah, pembinaan intensif,

pemberian kredit usaha, penelitian dan pengembangan

teknologi secara dinamis (Tim Peneliti IPB, 2006).

Dari hasil analisis strategis dapat dirumuskan beberapa

strategi yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan

usaha persutraan alam di Kecamatan Bejen, antara lain

pemanfaatan kondisi alam untuk memperluas usaha,

pemanfaatan sumberdaya manusia, pemberian kredit usaha dan

penguatan kelembagaan.

VI. KESIMPULAN

1. Pada pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan

Kecamatan Bejenn dapat diketahui unsur kekuatan yang

paling berpengaruh adalah kondisi biofisik yang menunjang

usaha persuteraan alam. Unsur kelemahan yang paling

berpengaruh adalah keterbatasan modal. Unsur peluang

yang paling berpengaruh adalah meningkatnya permintaan

Page 26: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

akan kain sutera tiap tahun. Sedangkan unsur ancaman yang

paling berpengaruh adalah adanya penghasilan yang lebih

menjanjikan dari bidang selain persuteraan alam.

2. Beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam rangka

pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan

Kecamatan Bejen, antara lain pemanfaatan kondisi alam

untuk memperluas usaha, pemanfaatan sumberdaya

manusia, pemberian kredit usaha dan penguatan

kelembagaan.

DAFTAR PUSTAKA

Atmosoedarjo, H.S, J. Kartasubrata, W. Saleh, dan W. Moerdoko.

2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya.

Jakarta.

Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Brantas. 2000.

Petunjuk Kerja Pengembangan Persuteraan Alam. Balai

Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Brantas.

Surabaya.

Cahyono, B. 1999. Manajemen Strategi. Badan Penerbit IPWI.

Jakarta.

Eriyatno, 1998. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas

Manajemen. IPB Press. Bogor.

Guntoro, S. 1994. Budidaya Ulat Sutera. Kanisius. Yogyakarta.

Pusat Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Budidaya Ulat

Sutera. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.

Gramedia. Jakarta.

Page 27: Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto

Samsijah dan L. Andadari. 1992a. Teknik Pengolahan Kokon dan

Benang Sutera.Pusat Penelitian dan Pengembangan

Hutan. Bogor.

Sunanto, H. 1997. Budidaya Murbei dan Usaha Persuteraan Alam.

Kanisius. Yogyakarta.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1995. Budidaya Ulat Sutera. Penebar

Swadaya. Jakarta.