analisis emulsi

23
ANALISIS FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS HALUOLEO PEMBAGIAN KOSMETIK BERDASARKAN KARAKTERISTIK SIFAT FISIKA KIMIAWI DAN ANALISIS EMULSI OLEH : KELOPOK I ASRUL SANI (F1F212001) ASRAWAL (F1F212009) YANTI ASMARANI (F1F212004) GRACIANA EKA (F1F212014)

Upload: accung-buccu

Post on 07-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

analisis emulsi

TRANSCRIPT

Page 1: analisis emulsi

ANALISIS FARMASI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS HALUOLEO

PEMBAGIAN KOSMETIK BERDASARKAN

KARAKTERISTIK SIFAT FISIKA KIMIAWI DAN

ANALISIS EMULSI

OLEH :KELOPOK I

ASRUL SANI (F1F212001)ASRAWAL (F1F212009)

YANTI ASMARANI (F1F212004)GRACIANA EKA (F1F212014)

PROGRAM STUDI S1 FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALUOLEOKENDARI

2012

Page 2: analisis emulsi

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kosmetik dikenal manusia berabad-abad yang lalu. Pada abada ke-19,

pemakain kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain kecantikan juga untuk

kesehatan. Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara

besar-besaran pada abad ke-20. Kosmetik termasuk dalam bagian dunia usaha.

Bahkan sekarang teknologi kosmetik begitu maju dan merupakan paduan antara

kosmetik dan obat atau yang disebut kosmetik medic.

Sejak zaman dahulu, ilmu kedokteran ttelah turut berperan dalam

dunia kosmetik dan kosmetologi. Data dari hasil penelitian antropologi,

arkeologi, dan etnologi di Mesir dan India membuktikan pemakaian ramuan

seperti bahan pengawetmayat dan salep-salep aromatic, yang dapat dianggap

sebagai bentuk awal kosmetik yang kita kenal sekarang ini. Penemuan tersebut

menunjukan telah berkembangnya keahlian khusus dibidang kosmetik pada masa

lalu.

Istilah kosmetik telah dipakai oleh banyak kelompok profesi yang

berbeda, sehingga pengertian kosmetik itu sendiri menjadi begitu luas dan tidak

jelas. Istilah kosmetologi sudah digunakan sejak tahun 1940 di Inggris, Prancis,

dan Jerman. Istilah itu tidak sama artinya bagi profesi yang menggunakannya.

Page 3: analisis emulsi

Kosmetologi (jellinek,1970) diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang

mempelajari hokum-hukum kimia, fisika, biologi maupun mikrobiologi tentang

pembuatan, penyimpanan, dan penggunaan (aplikasi) kosmetik. Selanjutnya,

Mitsui (1997) menyebut kosmetologi sebagai ilmu kosmetik (Cosmetic Science)

yang baru, yang lebih mendalam, dan menyeluruh.

Makalah yang berisi tentang karbohidrat ini disusun untuk memenuhi

tugas analisis farmasi, serta disusun untuk mengembangkan materi mengenai

kosmetik dan emulsi yang dapat mendorong berkembangnya kompetensi

pembaca tentang analisis farmasi.

Page 4: analisis emulsi

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Sejarah Kosmetologi Dan Kosmetika

Dalam sejarah kosmetologi dan kosmetika, ilmu kedokteran telah ikut

mengambil peranan sejak zaman kuno. Data-data diperoleh ,dari penyelidikan

antropologi, aerkologi, dan etnologi di Mesir dan India dengan ditemukannya

salep-salep aromatik, bahan-bahan pengawet mayat dan lain-lain yang dapat

dianggap sebagai bentuk awal dari kosmetika. Seorang bapak ilmu kedokteran

HIPPOCRATES (460 — 370 S.M.) dan kawan-kawan telah membuat resep-

resep kosmetika dan menghubungkannya dengan ilmu kedokteran.

Ilmu Kedokteran bertambah luas dan kosmetologi terus berkembang,

maka diadakan pemisahan kosmetologi dari Ilmu Kedokteran (HENRI de

NODEVILI 1260 — 1325), dikenal 2 bentuk kosmetika :

1.Kosmetika untuk merias (decoratio)

2.Kosmetika untuk pengobatan kelainan patologi kulit.

GOODMAN, H. (1936), seorang dermatolog telah mempelajari secara

mendalam tentang kosmetika baik mengenai sifat-sifat fisika, kimia, fisiologi

dari bahan-bahannya, maupun tentang pemakaian dan akibat-akibatnya pada

kulit. Penulis mengemukakan perlunya latar belakang dermatologi dalam

masalah kosmetika, yang pengetahuan yang lengkap tentang kulit dan

fungsinya, pengalaman yang luas tentang penggunaan dan pemakaian remedial

Page 5: analisis emulsi

kosmetika pada kulit, penelitian lebih jauh tentang berbagai efek bahan-bahan

kosmetika terhadap kulit. Pada tahun 1700 — 1900 kosmetika dibagi menjadi :

1.Cosmetic decorative yang lebih banyak melibatkan ahli kecantikan.

2.Cosmetic treatment yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan beberapa

ilmu pengetahuan lainnya seperti dermatologi, farmakologi, kesehatan gigi dan

ain-lain.

Pada abad modern ini kosmetologi dan kosmetika telah melibatkan

banyak profesi, seperti dokter ahli kulit, ahli farmasi, ahli kimia, ahli biokimia,

ahli mikrobiologi, ahli fotobiologi, ahli imunologi, ahli kecantikan dan lain-

lain.

II.2 Pengertian Kosmetika

Menurut FEDERAL FOOD AND COSMETIC ACT (1958) sesuai

dengan definisi dalam Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.220/Men

Kes/Per/IX/76. Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk

digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada,

dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan manusia dengan maksud untuk

membersihkan, memelihara, menambah daya tank dan mengubah rupa dan

tidak termasuk golongan obat. Zat tersebut tidak boleh mengganggu faal kulit

atau kesehatan tubuh secara keseluruhan. Dalam definisi ini jelas dibedakan

antara kosmetika dengan obat yang dapat mempengaruhi struktur dan faal

tubuh.

Page 6: analisis emulsi

Dalam perkembangan kosmetika,saat ini pada beberapa produk

tertentu batas antara kosmetika dan obat menjadi kabur.LUBOWE (1955)

mengemukakan istilah Cosmedics disusul oleh FAUST(1975)dengan istilah

Medicated Cosmetics untuk bentuk gabungan dari kosmetikadan obat.

Kosmedik adalah kosmetika yang ke dalamnya ditambahkan bahan-bahan aktif

tertentu seperti zat-zat anti bakteriatau jasad renik lainnya, anti jerawat, anti

gatal, anti produk keringat, anti ketombe dan lain-lain dengan tujuan

profilaksis, desinfektan, terapi dan lain-lain.

Kosmetika hipoalergik

Kosmetika hipoalergik; adalah kosmetika yang di dalamnya tidak

mengandung zat-zat yang dapat menyebabkan reaksi iritasi dan reaksi sensitasi.

Kosmetika jenis ini bila dapat terwujud akan merupakan kos metika yang lebih

aman untuk kesehatan kulit. Banyak bahan-bahan yang sering menimbulkan

reaksi iritasi dan sensitasi telah dikeluarkan dari daftar kosmetika hipoalergik

seperti arsenic compounds, aluminium sulfat , aluminium klorida, balsam of

peru, fenol, fern)] formaldehide, gum arabic, lanolin, mercury compounds,

paraphenylennediamin, bismuth com- pounds, oil of bergamot, oil of lavender,

salicylic acid, resoisinol, heksaklorofen dan lain-lain.

Kosmetka Tradisional

Kosmetika tradisional adalah kosmetika yang terdiri dari bahan-bahan

yang berasal dari alam dan diolah secara tradisional. Di samping itu, terdapat

kosmetika semi-tradisional, yaitu kosmetika tradisional yang pengolahannya

Page 7: analisis emulsi

dilakukan secara modern dengan mencampurkan zat-zat kimia sintetik ke

dalamnya. Seperti bahan pengawet, pengemulsi dan lain-lain. Kegunaan

kosmetika ini dalam ilmu kedokteran baik untuk pemeliharaan kesehatan kulit

maupun untuk pengobatan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

II.3 Penggolongan Kosmetika

Banyaknya kosmetika yang beredar dengan segala macam bentuk dan

nama, telah membingungkan baik para pemakaimaupun pihak-pihak lain yang

berperan serta di dalamnya.

Untuk itu para ahli berusaha mengelompokkan kosmetika sesederhana

mungkin. Tetapi penggolongan yang dibuat masing-masing ahli ternyata tidak

mina satu dengan lainnya, sehingga terdapat beberapa bentuk penggolongan

sebagai berikut :

Penggolongan menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I.

Berdasarkan kegunaan dan lokalisasi pemakaian pada tubuh,

kosmetika digolongkan menjadi 13 golongan.

1. Preparat untuk bayi; minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain.

2. Preparat untuk mandi; minyak mandi, bath capsules,dan lain-lain.

3. Preparat untuk mata; maskara, eye shadow, dan lain-lain.

4. Preparat wangi-wangian; parfum, toilet water dan lain-lain.

5. Preparat untuk rambut; cat rambut, hairspray, pengeriting rambut dan lain-

lain.

6. Preparat pewarna rambut; cat rambut, hairbleach, dan lain-lain.

Page 8: analisis emulsi

7. Preparat make up (kecuali mata); pemerah bibir, pemerah pipi, bedak muka

dan lain-lain.

8. Preparat untuk kebersihan mulut; mouth washes, pasta gigi, breath

freshener dan lain-lain.

9. Preparat untuk kebersihan badan; deodoran, feminim hygiene spray an lain-

lain.

10. Preparat kuku; cat kuku, krem dan lotion kuku, dan lain-lain.

11. Preparat cukur; sabun cukur, after shave lotion, dan lain-lain.

12. Preparat perawatan kulit; pembersih, pelernbab, pelindung dan lain-lain..

13. Preparat untuk suntan dan sunscreen; suntan gel, sun screen foundation dan

lain-lain.

Penggolongan menurut NATER, Y.P. dan kawan-kawan

Berdasarkan kegunaannya.

1. Higiene tubuh : sabun, sampo, cleansing.

2. Rias : make up, hair color.

3. Wangi-wangian : deodorant, parfum, after shave.

4. Proteksi : sunscreen dan lain-lain.

Page 9: analisis emulsi

Pembagian yang dipakai di Bagian Kosmetologi Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin,

Berdasarkan kegunaan dan cara bekerjanya kosmetika dibagi dalam

kelompok.

1. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan kulit terdiri dari :

Pembersih (cleansing) : pembersih dengan bahan dasar air (face tonic,

skin freshener dan lain-lain),

Pembersihdengan bahan dasar minyak (cleansing cream, cleansing milk,

dan lain-lain), pembersih dengan bahan dasar padat (masker).

Pelembab (moisturizing) : cold cream, night cream, moisturizing, base

make up dan lain-lain.

Pelindung (protecting) : sunscreen, foundation cream, dan lain-lain.

Penipis (thinning) : bubuk peeling dan lain-lain.

2. Kosmetika ria (decorated cosmetic) :kosmetika yang d pakai untuk make up

seperti : pemerah pipi, pemerah bi bir, eye shadow dan lain-lain.

3. Kosmetika wangi-wangian : parfum, cologne, deodoran,vaginal spray, after

shave dan lain-lain

Page 10: analisis emulsi

II.4. Analisis Produk Emulsi

Evaluasi sediaan emulsi dilakukan untuk mengetahui kestabilan dari

suatu sediaan emulsi pada penyimpanan. Evaluasi ini dapat dilakukan melalui

pengamatan secara organoleptis (rasa, bau, warna, konsistensi), pengamatan secara

fisika (rasio pemisahan fase, viskositas, redispersibilitas, uji tipe emulsi, ukuran

globul fase dalam, sifat aliran), pengamatan secara kimia (pengukuran pH), secara

biologi (angka cemaran mikroba).

1). Pengamatan Organoleptis

Pengamatan organoleptis dilakukan dengan mengamati bentuk, rasa,

bau, warna, serta konsistensi dari sediaan pembanding dan sediaan uji

2). Pengamatan Rasio Pemisahan Fase

Pengamatan rasio pemisahan fase dilakukan dengan membandingkan

tinggi fase air dengan tinggi emulsi mula-mula dari sediaan pembanding

dan sediaan uji.

3). Pengukuran Viskositas

Pengukuran viskositas sediaan dilakukan dengan menggunakan

viskometer Brookfield model RV dengan kecepatan geser.

4). Pengukuran Ph

Pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan elektroda dari pH-meter

digital ke dalam sampel, yang sebelumnya telah dikalibrasi pada larutan

buffer, kemudian pH-meter dinyalakan dan ditunggu sampai layar pada pH-

meter menunjukkan angka yang stabil.

Page 11: analisis emulsi

5). Uji Redispersibilitas

Uji redispersibilitas dilakukan dengan cara mengocok masing-masing

sediaan pembanding dan sediaan uji, kemudian dihitung jumlah pengocokan

yang diperlukan sampai sediaan emulsi terdispersi kembali.

6). Uji Tipe Emulsi

Menentukan jenis emulsi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

Metode konduktivitas listrik

Aliran listrik dihantarkan oleh emulsi m/a karena adanya zat-zat ionik

dalam air.

Metode fluoresensi

Minyak dapat berfluoresensi di bawah sinar UV, emulsi m/a

menunjukkan pola titik-titik, sedangkan emulsi a/m berfluoresensi

seluruhnya (Lachman et al., 1994).

Metode pewarnaan

Jenis emulsi ditentukan dengan penambahan zat warna tertentu, dilihat

di bawah mikroskop. Misalnya, bila emulsi ditambah larutan sudan III

(larut dalam minyak) terjadi warna merah maka jenis emulsi adalah

a/m,sedangkan bila ditambah larutan metilen blue (larut dalam air)

terjadi warna biru maka tipe emulsi adalah m/a.

Page 12: analisis emulsi

Metode pengenceran fase

Bila ditetesi dengan air emulsi segera dapat diencerkan, maka jenis

emulsi adalah emulsi m/a, sedangkan bila tidak, jenis emulsi adalah

emulsi a/m. Hal ini dapat juga dilihat di bawah mikroskop (Anief,

1999).

Pemberian lemak-lemak atau minyak-minyak secara peroral,

baik sebagaiobat yang diberikan tersendiri atau sebagai pembawa untuk

obat-obat yang larut dalam minyak dapat diformulasikan sebagai emulsi

minyak dalam air (m/a). Emulsi untuk pemberian intravena dapat dalam

bentuk m/a, sedangkan untuk pemberian intramuskular dapat

diformulasikan dalam bentuk a/m jika obat yang larut air dibutuhkan untuk

depot terapi. Untuk penggunaan luar dapat digunakan tipe m/a atau a/m

(Aulton, 1988).

7). Pengamatan Mikroskopi

Pengamatan mikroskopik dilakukan dengan cara mengukur diameter dan

distribusi frekuensi globul minyak dari sediaan pembanding dan sediaan uji.

Pengukuran dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan dengan

mikrometer yang telah ditentukan ukuran tiap kotaknya (dikalibrasi) dengan

menggunakan hemositometer.

Diameter globul diukur dengan menggunakan rumus yang diturunkan dari

persamaan Edmunson berikut:

Page 13: analisis emulsi

dimana d adalah garis tengah ekivalen, n adalah jumlah partikel dalam satu

rentang ukuran, p adalah indeks ukuran dan f adalah indeks frekuensi.

Oleh karena parameter yang dipakai adalah jumlah globul dan diameter

globul, maka rumus di atas menjadi:

dimana n adalah jumlah globul yang diamati dan d adalah interval dari rentang

ukuran globul.

8). Penentuan Sifat Aliran

Penentuan sifat aliran dilakukan dengan menggunakan viskometer

Brookfield Model RV dengan variasi kecepatan geser dan spindel tertentu

yang sesuai, kemudian dibuat kurva/grafik viskositas terhadap kecepatan

geser, atau kecepatan geser terhadap tekanan geser, sehingga dapat diketahui

apakah terjadi perubahan sifat aliran pada sediaan emulsi selama

penyimpanan.

9). Uji Mikrobiologi

Uji mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui angka cemaran mikroba

yang mungkin mengkontaminasi sediaan selama penyimpanan. Uji ini

dilakukan dengan menentukan Angka Lempeng Total (ALT) yaitu penentuan

jumlah koloni dari pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah sampel

Page 14: analisis emulsi

diinkubasikan dalam media pembenihan yang cocok selama 24-48 jam pada

suhu 35±1ºC.

Penyiapan alat-alat dan bahan yang telah disterilkan.

a) Homogenisasi sampel, yaitu dengan memipet 1 mL sampel yang

dimasukkan ke dalam wadah lain, yang telah berisi 9 mL larutan pengencer

b) sehingga diperoleh pengenceran 1:10. Sampel hasil pengenceran ini

kemudian digunakan untuk pengenceran lain apabila diperlukan.

c) Sampel hasil pengenceran dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke

dalam cawan petri steril. Dilakukan sebanyak dua kali (duplo).

d) Sebanyak 12-15 mL nutrient agar yang telah dicairkan dituang ke dalam

masing-masing cawan kemudian cawan digoyangkan perlahan-lahan

sampai sampel tercampur rata dengan nutrient agar, lalu dibiarkan sampai

menjadi padat.

e) Blanko dibuat dengan mencampur air pengencer dengan nutrient agar

untuk masing-masing sampel yang diperiksa.

f) Cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam inkubator dalam posisi terbalik

dan diinkubasikan selama 24-48 jam pada suhu 35±1ºC.

g) Pertumbuhan koloni dicatat pada setiap cawan yang mengandung 25-250

koloni setelah 48 jam.

h) Angka lempeng total dihitung dalam 1 gram atau 1 mL sampel dengan

mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor pengenceran

yang sesuai (SNI 19-2897-1992; Anonim, 1979).

Page 15: analisis emulsi

DAFTAR PUSTAKA

Balsam MS and Sagarin E. Cosmetics science and technology vol. 1, 2nd ed. New York, London, Sydney, Toronto : Wiley Inter science, 1972.

Balsam MS and Sagarin E. Cosmetics science and technology vol. 3, 2nd ed. New York, London, Sydney, Toronto : Wiley Interscience, 1974.

Faust RE. The Chemistry and Manufacture of Cosmetics, vol IV 2nd ed. Orlando Flourd : Continental Press, 1975.

Frost P and Horwitz SN. Principles of Cosmetics for dermatologist.St Louis, Toronto, London : The CV Mosby Co, 1982.

Goodman H. Cosmetic Dermatology. New York, London : Mc Graw Hil Book Co, 1936.

Yellinex YS. Formulation and function of cosmetics 2nd ed. New York, London : Wiley Interscience, 1970.

Karnen B. Reaksi Kulit Terhadap Kosmetika. Rapat Konsultasi Keamanan Kosmetika. Dirjen POM Depkes RI, Jakarta 1979.

\eitz G. Cosmetic and the supply of fats to the skin. In : Soap, Perfumery and

Cosmetic, vol XLIII 2nd ed, 1968.