analisis keandalan pipa lurus akibat korosi...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS KEANDALAN PIPA LURUS AKIBAT KOROSI
EKSTERNAL PADA JALUR PIPA TRANSMISI GAS DENGAN
MENGGUNAKAN SIMULASI MONTE CARLO
SKRIPSI
REDIAN WAHYU ELANDA
0706268833
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JUNI 2011
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS KEANDALAN PIPA LURUS AKIBAT KOROSI
EKSTERNAL PADA JALUR PIPA TRANSMISI GAS DENGAN
MENGGUNAKAN SIMULASI MONTE CARLO
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
REDIAN WAHYU ELANDA
0706268833
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL
DEPOK
JUNI 2011
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
Skripsi
dik
HAL
i ini adalah
kutip maupu
LAMAN PE
h hasil kary
un yang di
ii
ERNYATA
ya saya sen
rujuk telah
AAN ORISI
diri, dan se
h saya nyat
Univer
INALITAS
emua sumb
takan deng
rsitas Indon
S
ber baik ya
gan benar.
nesia
ang
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
Penelitian
Nama
NPM
Program S
Judul Pene
Telah ber
bagian per
Program
Indonesia
Ditetapkan
Tanggal
n ini diajuka
Studi
elitian
rhasil dipert
rsyaratan ya
Studi Tekn
n di : Depo
: 1 Jul
HALA
an oleh :
: Redian W
: 0706268
: Teknik M
:Analisis
Eksterna
Menggu
tahankan d
ang diperluk
nik Metalu
ok, Universi
li 2011
iii
AMAN PEN
Wahyu Elan
8833
Metalurgi da
Keandala
al Pada J
unakan Sim
di hadapan
kan untuk m
urgi dan M
itas Indones
NGESAHA
nda
an Material
an Pipa
Jalur Pipa
mulasi Mont
Dewan Pen
memperoleh
Material Fak
sia
Univer
AN
Lurus A
a Transmis
te Carlo
nguji dan d
h gelar Sarj
kultas Tek
rsitas Indon
Akibat K
si Gas De
diterima se
ana Teknik
knik, Unive
nesia
Korosi
engan
ebagai
k pada
ersitas
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama ALLAH Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang, saya panjatkan puji syukur atas semua rahmat-Nya yang diberikan
sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Keandalan
Pipa Lurus Akibat Korosi Eksternal Pada Jalur Pipa Transmisi Gas Dengan
Menggunakan Simulasi Monte Carlo” dengan baik. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Teknik Program Studi Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia. Saya
juga menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan kerja praktek ini sangatlah
sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Prof. Dr. Ir. Johny Wahyuadi Soedarsono, DEA, selaku dosen pembimbing
yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini;
(2) Bang Anton dan Enriko Fadly, selaku senior yang membimbing dan
membantu saya dalam penyusunan skripsi ini;
(3) Seluruh dosen di Departemen Metalurgi dan Material FT UI atas ilmu yang
telah diberikan baik di dalam kelas maupun di luar kelas;
(4) PT. X, perusahaan yang telah menyediakan sarana dan prasarana untuk
penelitian ini;
(5) Kedua orang tua tercinta; dan keluarga besar saya yang senantiasa
mendoakan, memberikan bantuan baik moril maupun materil;
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
v Universitas Indonesia
(6) Chairully Salam dan Andra Herdiaz selaku rekan kerja yang telah sangat
membantu saya dalam skripsi ini;
(7) Dito Iandiano, dan Andika Amanatillah, selaku asisten Laboratorium Korosi
dan Perlindungan Logam Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI
(8) Sahabat dan Teman-teman terbaik saya yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Besar harapan bagi saya skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kepentingan bersama dan memberikan kontribusi dalam
kemajuan Ilmu Pengetahuan di bidang Metalurgi dan Material.
Depok, Juni 2011
Penulis
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
HALA
Sebagai stangan dib
Nama NPM Program SDepartemeFakultas Jenis Kary
demi pengUniversitaFree Righ
A
Pip
beserta pNonekslusmengalihmmerawat, selama tepemilik H
Demikian
AMAN PEAKH
sivitas akadbawah ini:
: Redia: 0706
Studi : Teknen : Tekn
: Teknya : Skrip
gembanganas Indonesiaht) atas kary
Analisis Kea Transmis
erangkat ysif ini media/formadan memu
etap mencanHak Cipta.
pernyataan
ERNYATAAIR UNTUK
demik Uni
an Wahyu E6268833 nik Metalurgnik Metalurgnik psi
n ilmu penga Hak Bebya ilmiah sa
eandalan Psi Gas Den
yang ada (Univer
atkan, menublikasikan ntumkan n
n ini saya bu
vi
AN PERSEK KEPENT
iversitas In
Elanda
gi dan Mategi dan Mate
getahuan, mas Royalti
aya yang ber
ipa Lurus Agan Mengg
(jika diperlrsitas In
ngelola dalatugas akhi
ama saya
uat dengan s
ETUJUAN TINGAN A
ndonesia, s
erial erial
menyetujui Nonekslus
rjudul:
Akibat Korgunakan Si
lukan). Dendonesia
am bentuk pir saya tanpsebagai pe
sebenarnya,
Univer
PUBLIKAAKADEMIS
aya yang
untuk memsif (Non-ex
rosi Eksterimulasi Mo
engan Hak berhak
pangkalan pa meminta
enulis/pencip
,
rsitas Indon
ASI TUGASS
bertanda
mberikan keclusive Roy
rnal Pada Jonte Carlo
Bebas Romenyim
data (databa izin dari pta dan se
nesia
S
epada yalty-
Jalur
oyalti mpan, base),
saya ebagai
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Redian Wahyu Elanda
Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material
Judul : Analisis Keandalan Pipa Lurus Akibat Korosi Eksternal Pada
Jalur Pipa Transmisi Gas Dengan Menggunakan Simulasi Monte
Carlo
Jaringan pipa adalah salah satu sarana transportasi minyak dan gas yang paling aman dan ekonomis sehingga pipa tidak boleh mengalami kegagalan saat beroperasi. Pipa lurus dalam suatu pipeline adalah pipa dengan geometri yang paling sering dijumpai. Jalur pipa transmisi biasanya ditanam didalam tanah (underground) sehingga rentan terhadap korosi eksternal. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis keandalan, terutama pada geometri lurus. Pengujian keandalan dilakukan dengan menggunakan simulasi Monte Carlo. Untuk mengetahui pengaruh tanah terhadap laju korosi pipa maka dilakukan pengukuran pH , resistivitas tanah dan laju korosi pipa pada setiap segmen. Hasil dari pengukuran laju korosi pipa lurus kemudian dibandingkan dengan laju korosi pipa elbow. Pengamatan mikrostruktur dilakukan untuk mengetahui penyebab perbedaan laju korosi kedua jenis pipa tersebut. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya Stress Corrosion Cracking pada pipa lurus dilakukan permodelan menggunakan Autodesk Inventor. Nilai resistivitas tanah pada segmen I berada pada level very corrosive (<500Ω-cm), segmen II berada pada level corrosive (500-1000 Ω-cm), dan segmen II berada pada level moderately corrosive (1000-2000 Ω-cm). Nilai pH berada pada rentang 5-7 untuk semua segmen. Laju korosi pipa lurus meningkat seiring penurunan nilai resistivitas tanah, dengan range nilai antara 0.15-0.83 mm/year,. Pengamatan struktur mikro menunjukkan ukuran butir pipa lururs adalah sebesar 10.84 μm. Hasil permodelan Autodesk Inventor memperlihatkan bahwa terjadi konsentrasi tegangan pada pipa sebesar 122,2 Mpa. Keandalan pipa lurus pada segmen adalah 36.35%, segmen II adalah 56.03%, dan segmen III adalah 96.61% Kata kunci: pipa lurus, keandalan, resistivitas tanah, korosi eksternal, Monte Carlo
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Redian Wahyu Elanda
Majoring : Metallurgy and Materials Engineering
Judul : Reliability Analysis of straight Pipe due to External Corrosion in
Gas Transmisssion Pipeline by using Monte Carlo Simulation
The pipeline is one means of transportation of oil and gas are the most safe and economical so that the pipe should not fail during operation. Straight pipe in a pipeline is a pipe with the geometry of the most frequently encountered. Transmission pipelines are usually planted in the ground (underground) so susceptible to external corrosion. Therefore it is necessary for the reliability analysis, especially in a straight geometry. Reliability testing is done using Monte Carlo simulations. To determine the influence of soil on the rate of corrosion of pipes is carried out measurements of pH, soil resistivity and corrosion rate of pipes on each segment. Results of straight pipe corrosion rate measurements were then compared with the corrosion rate of elbow pipe. Microstructural observations performed to determine the cause of differences in the corrosion rate of the two types of pipe. To determine the possibility of Stress Corrosion Cracking in a straight pipe made from modeling using Autodesk Inventor. Soil resistivity values in the segment I was at the level very corrosive (<500Ω-cm), segment II at the level of corrosive (500-1000 Ω-cm), and segment II at the level of moderately corrosive (1000-2000 Ω-cm). PH value in the range 5-7 for all segments. Straight pipe corrosion rate increases with decrease in soil resistivity values, the values range between 0.15-0.83 mm / year,. Observation of the microstructure shows a grain size of the pipe lururs is 10.84 μm. Autodesk Inventor modeling results show that there are stress concentration on the pipe at 122.2 MPa. Reliability straight pipe segment was 36.35%, segment II is 56.03%, and segment III is 96.61% Keywords: straight pipe, reliability, soil resistivity, external corrosion, Monte Carlo
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
BAB 1 ..................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ............................................................ 5
1.5 Sistematika Penulisan ....................................................................................... 5
BAB 2 ..................................................................................................................... 7
TEORI PENUNJANG ............................................................................................ 7
2.1 Pipeline .............................................................................................................. 7
2.2 Korosi ................................................................................................................ 9
2.2.1 Korosi pada baja karbon............................................................................... 10
2.2.2 Korosi eksternal ........................................................................................... 12
2.5.1 Konsep Dasar Keandalan ............................................................................. 23
2.5.2 Indeks Keandalan ......................................................................................... 23
2.5.3 Moda Kegagalan .......................................................................................... 24
BAB 3 ................................................................................................................... 28
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 28
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
x Universitas Indonesia
3.1 Diagram Alir ................................................................................................... 28
3.3 Prosedur Penelitian ......................................................................................... 30
3.3.1 Penentuan Titik Kritis Pada Setiap Segmen Pipa ........................................ 30
3.3.4 Pengujian Korosi .......................................................................................... 35
3.3.4.1 Teknik Pengujian Polarisasi ...................................................................... 35
3.3.5 Permodelan Pipa lurus Menggunakan Autodesk Inventor ........................... 38
3.3.6 Teknik Perhitungan keandalan. .................................................................... 39
3.4 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 42
3.4.1 Data penentuan titik kritis tiap segmen ........................................................ 42
3.4.2 Data nilai resistivitas dan pH tanah untuk setiap segmen. ........................... 42
3.4.3 Data hubungan nilai resistivitas dan pH tanah terhadap laju korosi. ........... 42
3.4.4 Data hubungan antara geometri pipa lurus dan besarnya laju korosi. .......... 42
3.4.5 Data Stress Concentration pipa lurus ........................................................... 43
3.4.6 Data keandalan pipa lurus disetiap segmen ................................................. 43
BAB 4 ................................................................................................................... 44
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 44
4.1 Data Pipa dan Penentuan Titik Kritis .............................................................. 44
4.3 Resistivitas dan pH Tanah ............................................................................... 49
4.3 Hubungan Resistivitas Tanah dan pH Terhadap Laju Korosi Pipa Lurus ...... 51
4.3.1 Hubungan Resistivitas Tanah Terhadap Laju Korosi Pipa Lurus ................ 51
4.3.2 Hubungan Tingkat Keasaman (pH) Terhadap Laju Korosi Pipa Lurus ....... 52
4.4 Pengaruh Geometri Pipa Lurus terhadap laju korosi eksternal ....................... 53
4.4.1 Perbedaan Laju Korosi Akbibat Perbedaan Struktur Mikro ........................ 54
4.5 Analisa Tegangan Sisa Dengan Permodelan Autodesk Inventor .................... 56
4.6 Keandalan Pipa Lurus ..................................................................................... 57
BAB 5 ................................................................................................................... 60
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
xi Universitas Indonesia
KESIMPULAN ..................................................................................................... 60
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 61
LAMPIRAN .......................................................................................................... 64
LAMPIRAN A ...................................................................................................... 65
PETA JALUR PIPA TRANSMISI MILIK PT.X ................................................. 65
LAMPIRAN B ...................................................................................................... 66
Gambar Penelitian ................................................................................................. 66
LAMPIRAN C ...................................................................................................... 69
GRAFIK HASIL PENGUJIAN POLARISASI PIPA .......................................... 69
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
xii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Peringkat penyebab kegagalan pada jaringan[5] .................................... 2
Tabel 2.1 Produk Korosi pada Baja[13] ................................................................ 12
Tabel 3.2 Ukuran Partikel pada Tekstur Tanah [15] ............................................. 16
Tabel 2.3 Tingkat korosifitas tanah berdasarkan nilai besarnya resistivitas ......... 18
Tabel 2.2 Contoh Definisi Limit State .................................................................. 25
Tabel 3.1 Tabel Bobot PoF dan CoF ..................................................................... 30
Tabel 3.2 Risk = PoF X CoF ................................................................................. 32
Tabel 3.3 Faktor Pengali Untuk Temperatur (atas), CP (tengah), CE (bawah) .... 36
Tabel 4.1 Profil Jalur Pipa Transmisi Gas Milik PT. X ........................................ 44
Tabel 4.2 Nilai Resistivitas Tanah dan pH Untuk Setiap Segmen Jalur Pipa ....... 49
Tabel 4.3 Nilai Corrosion Rate Hasil Pengujian Polasisasi .................................. 51
Tabel 4.4 Data Perhitungan Keandalan ................................................................. 58
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Keandalan ................................................................ 58
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Korosi Pada Fe di Larutan Netral dan Basa ........................... 11
Gambar 2.2. Ilustrasi beberapa jenis korosi yang menyerang pipa[14] ................ 12
Gambar 2.3 SCC pada pH tinggi (kiri), SCC pada pH rendah (kanan) ................ 14
Gambar 2.4 Tahapan terjadinya SCC.................................................................... 15
Gambar 2.5. Efek pH dan temperatur terhadap laju korosi ................................... 17
Gambar 2.6 Teknik Monitoring Korosi pada Plant Proses[15] ............................. 19
Gambar 2.7 Jenis Alat pengukur resistivitas ......................................................... 20
Gambar.2.8 Proses Korosi menunjukkan Arus Anodik & Katodik ...................... 21
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian .................................................................... 28
Gambar 3.2 Diagram Alir Pengujian Linear Polarization Resistance (LPR) ........ 37
Gambar 3.3 Diagram alir Analisi Keandalan Menggunakan Simulasi Monte Carlo
............................................................................................................................... 40
Gambar 4.1 PoF segmen I ..................................................................................... 45
Gambar 4.2 PoF segmen II.................................................................................... 45
Gambar 4.3 PoF segmen III .................................................................................. 46
Gambar 4.4 CoF segmen I .................................................................................... 46
Gambar 4.5 CoF segmen II ................................................................................... 46
Gambar 4.6 CoF segmen III .................................................................................. 47
Gambar 4.7 Profil Resiko Untuk Setiap Segmen .................................................. 47
Gambar 4.8 Hubungan nilai resitivitas tanah terhadap laju korosi pipa lurus ...... 51
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
xiv Universitas Indonesia
Gambar 4.9 Hubungan Tingkat Keasaman (pH) Terhadap Laju Korosi Pipa Lurus
............................................................................................................................... 52
Gambar 4.10 Perbandingan laju korosi antara pipa lurus dan pipa elbow ............ 53
Gambar 4.11 Struktur mikro pipa lurus ................................................................ 54
Gambar 4.12 Struktur mikro pipa elbow............................................................... 55
4.13 Hasil permodelan von mises stress pada pipa lurus ...................................... 56
Gambar 4.14 Grafik Hasil Perhitungan Keandalan tiap segmen ......................... 58
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya energi terutama minyak bumi dan gas masih mendominasi
pangsa energi global, dan posisi ini diperkirakan sampai dengan tahun 2030.
Kontribusi dari energi fosil di Indonesia adalah sebesar 80% terhadap kebutuhan
energi nasional, dimana 50 % nya berasal dari minyak bumi dan 30% persen dari
gas alam. Akan tetapi diprediksi 10 tahun kedepan penggunaan gas alam sebagai
sumber energi di Indonesia akan lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan
minyak bumi mengingat semakin menipisnya cadangan minyak bumi nasional [1].
Pada unit produksinya dibutuhkan suatu sistem pendistribusian, gas alam
yang berasal dari sumur pengeboran biasanya ditransmisikan menuju unit
pengolahan (proses). Setelah diolah dari unit proses ini, gas alam selanjutnya
didistribusikan kepada konsumen untuk selanjutanya digunakan sebagai bahan
bakar, baik sebagai bahan bakar kendaraan, ataupun sebagai bahan bakar
penghasil energi listrik .Jaringan pipa adalah salah satu sarana transportasi minyak
dan gas yang paling aman dan ekonomis. Jaringan pipa pertama kali dibangun di
Amerika Serikat pada tahun 1879 untuk menyalurkan minyak mentah[2]. Hampir
satu setengah abad berlalu, industri perminyakan telah membuktikan bahwa
transportasi skala besar dengan jaringan pipa lebih ekonomis dibandingkan
dengan kereta api, truk maupun kapal tanker. kelebihan lainya transportasi
menggunakan pipa sifatnya continous, otomatis dan mampu digunakan untuk
berbagai macam kondisi lingkungan[3]. Kelebihan pipeline lainya dapat
memenuhi kebutuhan transportasi hasil produksi secara lebih cepat dibandingkan
dengan menggunakan bentuk unit penyimpanan minyak atau gas yang bersifat
sementara.
Pipeline termasuk dalam suatu proses flow diagram suatu plant industri
minyak. Pipeline memiliki resiko kegagalan yang perlu diperhitungkan sehingga
perlu adanya pemeriksaan. Pipa merupakan bagian yang paling sering mengalami
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
2
Universitas Indonesia
kegagalan pada sebuat unit produksi minyak dan gas, hal ini dikarenakan pipa
merupakan bagian terbesar dari unit tersebut sehingga peluang kegagalannya juga
besar dibandingkan dengan equipment lain [4]. Korosi didefinisikan sebagai
proses dedgradasi material akibat berinteraksi dengan lingkunganya. pada jaringan
popa, fluida yang korosif menjadi faktor utama penyebab timbulnya korosi.
Korosi yang terjadi dapat berupa korosi merata ataupun korosi setempat (lokal)
pada bagian internal maupun eksternal dari pipa. Penipisan atau dedgradasi
material akibat korosi dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan
kegagalan pada pipa dalam bentuk kebocoran (leak) maupun pecah (rupture). Dari
sekian banyak penyebab kegagalan pada pipa penyalur minyak dan gas, korosi
merupakan penyebab utama kegagalan yaitu sebesar 25%, dimana untuk pipa
penyalur gas jenis korosi yang sering terjadi adalah korosi eksternal yaitu sebesar
84% [3], dimana salah satu bagian yang sering mengalami korosi adalah pada
bagian pipa lurus. Jurnal Adebayo dan Dada menyebutkan bahwa lima peringkat
utama penyebab kerusakan pada pipa penyalur adalah sabotase (vandalisasi),
korosi eksternal, korosi internal, mechanical impact, dan kegagalan peralatan[5]
Tabel 1.1 Peringkat penyebab kegagalan pada jaringan[5]
Dalam dunia industri khususnya industri minyak dan gas penanggulangan
korosi secara efektif dan efesien dengan pertimbangan ekonomis tentunya
menjadi isu utama. Hal ini tentunya didorong oleh besarnya kerugian yang dapat
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
3
Universitas Indonesia
diakibatkan oleh kegagalan suatu alat atau line karena korosi[6]. Oleh karena itu,
maka dibutuhkanlah sebuah sistem analisis keandalan yang sesuai untuk
mengetahui kemungkinan kegagalan serta sisa umur pakai dari pipa tersebut.
Analisis keandalan (Reliability Analysis) yang selama ini dilakukan pada
kebanyakan jaringan pipa (pipeline) tidak begitu memperhatikan variabel yang
cukup komplek dalam sebuah sistem jaringan pipa, terutama untuk underground-
onshore pipeline, yang berkontribusi terhadap peluang kegagalan pada jaringan
pipa tersebut. Variabel tersebut bisa berupa geometri pipa (straight, elbow, tee,
etc), atapun kondisi lingkungan, seperti; kondisi tanah yang tentu saja berbeda
hampir disetiap lokasi yang dilaluinya yang nantinya akan mepengaruhi keandalan
dari pipa tersebut. Dengan variabel berupa geometri, keandalan pipa lurus,
keandalan pipa pada bagian elbow, dll, dengan metode fabrikasi, struktur mikro,
dan residual stress dari tiap geometri pipa tersebut yang berbeda tentunya yang
tentunya keandalanya pun pasti berbeda.
Permodelan dengan metode Simulasi Monte Carlo pada jaringan pipa yang
terkorosi merupakan salah satu metode probabilistic yang dikembangkan untuk
memprediksi kehandalan pipa. Monte Carlo sampling adalah metode statistik
iterasi berulang. Prosedurnya adalah dengan men-generate sejumlah angka
sebagai input untuk variabel random (contoh: load, material properties, dan
geometris) dengan didasarkan pada jenis distribusi probabilitasnya, mengevaluasi
model, dan mencatat hasilnya (gagal atau tidak) [7].
Pada penelitian ini akan dibahas keandalan pipa dengan geometri lurus
(straight pipe) yang terbuat dari baja API 5L X42 dengan korosi eksternal sebagai
penyebab utama kerusakan. Simulasi Monte Carlo akan digunakan untuk
mengetahui keandalan ketiga segmen pipeline. Dari penelitian ini diharapkan
dapat diketahui keandalan pipa lurus disetiap segmen jaringan pipa tersebut yang
nantinya dapat secara sistematis memberikan analisa mekanisme kegagalan secara
terintegrasi sehingga dapat mengetahui akibat lebih lanjut yang harus diwaspadai
dan dicegah, serta memberikan gagasan inspeksi yang lebih efektif dan efesien.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
4
Universitas Indonesia
1.2 Rumusan Masalah
Pada penelitian ini dilakukan perhitungan resiko pipa lurus pada jaringan
pipa penyalur gas milik PT.X. Jaringan pipa terbentang dari daerah A hingga
daerah D sepanjang 94 km yang melewati daerah-daerah dengan kondisi tanah
yang berbeda karakteristiknya. Dalam pengambilan data dan pengelompokanya
dilakukan segmentasi, segmentasi dilakukan per-Statsiun Kompresi Gas (SKG).
Jaringan pipa tersebut terbagi menjadi 3 segmen yaitu:
1. Segmen I (Pipa dari SKG A – SKG B sepanjang 18 km),
2. Segmen II ( Pipa dari SKG B- SKG C sepanjang 43 km), dan
3. Segmen III (Pipa Dari SKG C- SKG D sepanjang 52 km).
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan antara karakteristik tanah (nilai resistivitas dan pH)
terhadap ketahanan korosi eksternal pipa lurus?
2. Bagimana hubungan antara mikrostruktur dan tegangan sisa pada pipa
lurus terhadap ketahanan korosi eksternal?
3. Bagaimana keandalan pipa lurus disetiap segmen jaringan pipa tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh karakteristik tanah (nilai resistivitas dan pH)
terhadap korosi eksternal pada pipa lurus.
2. Mengetahui pengaruh struktur mikro dan tegangan sisa pada pipa lurus
terhadap ketahanan korosi eksternal.
3. Mengetahui keandalan pipa lurus yang gagal akibat korosi eksternal di
setiap segmen pada jaringan pipa gas tersebut.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
5
Universitas Indonesia
1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Ruang lingkup dan batasan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jaringan pipa yang dimaksud adalah jaringan pipa onshore PT. X yang
terbentang mulai dari SKG A hingga SKG D sepanjang 94 Km.
2. Geometri dari pipa yang digunakan pada penelitian ini adalah pipa dengan
geometri straight (lurus).
3. Penelitian ini hanya membatasi pada korosi eksternal tanpa
mempertimbangkan faktor korosi internal .
4. Korosi eksternal yang diprediksi terjadi adalah soil corrosivity dan Stress
Corrosion Cracking (SCC).
5. Variabel yang dianggap mempengaruhi soil corrosivity adalah nilai
resistivitas tanah, dan pH, sedangkan faktor lain seperti, kelembaban,
kandungan oksigen, serta kandungan bakteri, dianggap konstan untuk
semua segmen pipa. Sementara itu variabel yang dianggap mempengarhui
terjadinya SCC adalah tegangan sisa (residual stress) yang mungkin ada
pada pipa lurus akibat proses fabrikasi serta lingkungan yang korosif..
6. Nilai resistivitas tanah yang digunakan didapat dari hasil pengujian
laboratorium, sedangkan nilai pH didapat dari pengukuran langsung
dilapangan (in-situ)
7. Perhitungan corrosion rate pipa lurusmenggunakan metode linear
polarization resistance (LPR) dengan bantuan perangkat lunak CMS 105.
8. Moda kegagalan yang digunakan dalam perhitungan keandalan adalah
kebocoran (leakage) akibat penipisan karena korosi eksternal.
1.5 Sistematika Penulisan
Penulisan hasil penelitian dibagi dalam beberapa bagian yang saling
berhubungan. Adapun urutan dalam penulisan laporan ini terlihat pada uraian
berikut:
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
6
Universitas Indonesia
BAB 1: PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan tentang latarbelakang penelitian, tujuan,
batasan masalah, dan sistematika penulisan peneletian.
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan tentang studi literatur yang berkaitan
dengan penelitian skripsi ini.
BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisi prosedur penelitian, daftar alat dan bahan yang
digunakan dalam penelitian serta teknik analisis data.
BAB 4: HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi data-data hasil penelitian dan analisis dari hasil
penelitian tersebut.
BAB 5: KESIMPULAN
Bab ini berisikan kesimpulan akhir berdasarkan hasil dan
pembahasan penelitian.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
7 Universitas Indonesia
BAB 2
TEORI PENUNJANG
2.1 Pipeline
Pipa penyalur (pipeline) merupakan sarana yang banyak digunakan untuk
mentransmisikan fluida pada industri minyak dan gas. Penggunaannya cukup
beragam, antara lain digunakan untuk menyalurkan fluida dari sumur menuju
tempat pengolahan atau antar bangunan anjungan lepas pantai (offshore facility)
ataupun dari bangunan anjungan lepas pantai langsung ke darat (onshore facility).
Pipelines dibagi menjadi tiga kategori[8]:
1. Export line / Trunk line
Export pipeline adalah pipeline yang manyalurkan minyak atau gas
olahan antara satu platform ke platform lainnya. atau antara
platform dengan fasilitas di darat.
2. Flowline
Flowline adalah pipeline yang menyalurkan fluida dari sumur
pengeboran ke downstream process component yang pertama.
3. Injection line
Injection line adalah pipeline yang mengarahkan cairan atau gas
untuk mendukung aktifitas produksi (contoh: injeksi air atau injeksi
gas, gas lift, chemical injection line)
Sebuah pipeline harus mempunyai beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebagai
berikut:
1. Mampu menahan tekanan akibat fluida didalamnya (tekanan).
Untuk mengalirkan fluida dari satu titik ke titik lainnya memerlukan suatu
perbedaan tekanan. Tanpa perbedaan tekanan tersebut fluida tidak akan dapat
mengalir. Selain itu untuk suatu proses tertentu hanya dapat terlaksana pada
tekenan tertentu. Sehingga suatu pipa dalam sebuah pipeline harus mampu
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
8
Universitas Indonesia
menahan beban akibat tekanan tersebut supaya fluida yang didalamnya tidak
mengalami kebocoran dan mengalir keluar.
2. Mampu mengatasi gaya gesek akibat aliran fluida.
Aliran fluida didalam pipa tersebut akan mengakibatkan gaya gesek terhadap
dinding pipa akibat adanya viskositas dari fluida dan kecepatan alirannya.
Semakin besar viskositas fluida tersebut akan semakin besar gaya gesek yang
ditimbulkannya, sehingga suatu pipa harus mampu menahan gaya gesek yang
ditimbulkan fluida tersebut.
3. Mampu mengatasi momen akibat gaya berat pipa (beban statik) dan fluida
didalamnya (beban dinamik) serta akibat gaya-gaya luar.
Berat pipa beserta fluida didalamnya yang tidak kecil tersebut harus mampu
ditahan oleh tumpuan dan sambungan flange yang ada. Semakin panjang
jarak tumpuannya maka semakin berat momen yang dihasilkan sehingga
memerlukan kekuatan tumpuan dan sambungan flange yang lebih besar.
4. Mampu mengatasi beban fatigue.
Rotating equipment seperti pompa dan generator yang selalu berputar
mengakibatkan beban fatigue terhadap pipeline yang berhubungan langsung
terhadapnya. Dengan adanya beban fatigue dapat mengakibatkan jenis
kegagalan tersendiri terhadap pipeline tersebut. Sehingga sebuah pipeline
harus memiliki kemampuan untuk menahan beban fatigue.
5. Mampu mengatasi beban termal
Fluida didalam pipeline tersebut beroperasi pada temperatur yang berbeda-
beda tergantung pada proses yang dilakukan. Temperatur yang tinggi tersebut
mengakibatkan material pipa mengalami ekspansi. Sehingga suatu pipeline
harus dapat menahan beban eksapansi yang diakibatkan temperatur yang
tinggi tersebut.
Pada industri minyak dan gas, pipa logam merupakan jenis pipa yang
paling banyak digunakan, terutama yang terbuat dari baja. Hal ini disebabkan
karena pipa baja sudah tersedia data-data yang lengkap tentang kehandalannya
dan aturan perancangan berupa code dan standard. Namun begitu masalah utama
yang sering dihadapi pada penggunaan pipa baja adalah masalah rendahnya
ketahanan pipa baja terhadap korosi, baik itu korosi internal maupun eksternal.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
9
Universitas Indonesia
Korosi internal disebabkan oleh pengaruh sifat korosif fluida yang ditransmisikan
oleh pipa, sedangkan korosi eksternal terjadi karena kondisi lingkungan yang
dilalui oleh perpipaan, seperti pipa yang ditanam di dalam tanah (buried pipe),
pipa yang melewati daerah rawa-rawa dan lain sebagainya.
2.2 Korosi
Korosi adalah proses degradasi suatu material atau hilangnya suatu
material baik secara kualitas maupun kuantitas akibat adanya proses reaksi
elektrokimia dengan lingkungannya Korosi juga didefinisikan sebagai hasil
perusakan dari reaksi kimia antara logam atau logam paduan dan lingkungannya.
Lingkungan dari terjadi korosi dapat berupa udara, air, larutan garam, larutan
asam, dll[9].
Korosi dapat terjadi atau berlangsung saat memiliki komponen yang
menjadi syaratnya yaitu[10]:
1. Anoda
Sebagai tempat terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi yang terjadi adalah
pelarutan atau teroksidasinya logam menjadi ionnya. Reaksi yang
terjadi dapat diuraikan sebagai:
M → Mn+ + ne-
Sebagai contoh reaksi oksidasi pada besi(Fe) :
Fe →Fe2++ 2e-
2. Katoda
Sebagai tempat terjadinya reaksi reduksi. Pada reaksi reduksi akan
terjadi pengikatan elektron yang mengalami migrasi yang dilepaskan
oleh anoda dalam proses oksidasi. Reaksi reduksi yang terjadi sendiri
tergantung dari kondisi lingkungan (pH) dan elektrolitnya. Faktor –
faktor tersebut akan mempengaruhi reaksi reduksi yang terjadi.
Terdapat beberapa reaksi reduksi yang terjadi yaitu:
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
10
Universitas Indonesia
a. evolusi gas hidrogen : 2H++ 2e- → H2
b. reduksi oksigen
asam :O2 + 4H++ 4e- → 2H2O
basa/netral : 2H2O + O2 + 4e- → 4OH-
c. reduksi air : 2H2O + 2e- → H2 + 2OH-
d. pengendapan logam : Mn+ + ne- → M
3. Lingkungan yang konduktif sebagai tempat pergerakan ion (elektrolit)
Reaksi korosi terjadi saat berada di lingkungan dimana lingkungan
tersebut dapat menjadi tempat pergerakan ion.
4. Hubungan elektrik antara anoda dan katoda untuk aliran dari arus
electron
Korosi di industri minyak dan gas penting untuk dikendalikan karena
korosi dapat menurunkan kemampuan menerima beban bahkan dapat
menyebabkan terjadinya kegagalan sehingga berdampak pada keamanan manusia
dan lingkungan, selain kerugian ekonomi. Pengenalan bentuk-bentuk korosi
diperlukan untuk mengetahui teknik pengendalian korosi yang sesuai.
2.2.1 Korosi pada baja karbon
Baja karbon, merupakan logam yang paling banyak digunakan untuk
material keteknikan, dan diperkirakan 85% dari produksi baja dunia. Walaupun
terdapat keterbatasan terhadap ketahanan korosi, baja karbon banyak
digunakanuntuk aplikasi kelautan (maritim), nuklir, transportasi, proses kimia,
industriperminyakan, refining, pipa saluran, konstruksi pertambangan dan
peralatanproses logam. Baja karbon secara alami memiliki keterbatasan terhadap
kandungan paduannya, biasanya di bawah 2% dari total penambahan. Namun,
penambahan tersebut secara umum tidak menghasilkan perubahan terhadap
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
11
Universitas Indonesia
ketahanan korosi. Terkecuali weathering steel, dengan penambahan sedikit
tembaga, krom, nikel, dan phosphorus dapat mereduksi laju korosi pada
lingkungan tertentu[11].
Baja merupakan material yang banyak digunakan untuk aplikasi pipa
saluran air, khususnya low carbon steel. Dengan adanya karbon, kekerasan dan
kekuatan akan meningkat sehingga low carbon steel digunakan karena memiliki
sifat mekanis yang baik, mudah dibentuk atau difabrikasi dan harga yang relative
murah. Namun, baja terdiri dari beberapa fasa dan terdapat ketidakhomogenan
pada permukaan, sehingga dapat menyebabkan lokal sel elektrokimia. Hal
tersebut menyebabkan rendahnya ketahanan korosi dari baja karena
reduksikatodik mudah terjadi sehingga menyebabkan porous sebagai produk
korosi dan tidak terbentuk produk sampingan seperti lapisan pasif[11]. Proses
korosimerupakan kebalikan dari proses metalurgi, dan produk korosi padabaja
antara lain[12]:
2Fe + 2H2O + O2 2Fe(OH)2
2Fe(OH)2 + H2O + O2 2Fe(OH)3
Gambar 2.1 Proses Korosi Pada Fe di Larutan Netral dan Basa
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
12
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Produk Korosi pada Baja[13]
2.2.2 Korosi eksternal
Aplikasi logam sebagai komponen utama dalam proses produksi migas
Proses degradasi material pada industri migas dalam proses produksinya, selalu
melibatkan mekanisme degradasi material sebagai permasalahan utama
Gambar 2.2. Ilustrasi beberapa jenis korosi yang menyerang pipa[14]
Korosi dapat terjadi akibat dipenuhinya tiga unsur penyebab korosi,
berupa adanya elektroda tempat terjadinya reaksi redoks, media pengantar
elektron, serta hubungan elektrik antar/inter elektroda. Istilah elektroda disini
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
13
Universitas Indonesia
diperuntukkan pada area katoda – anoda, lokasi terjadinya reaksi reduksi dan
oksidasi, suatu area dengan tingkat energi yang berbeda. Dari definisi tersebut
dapat disimpulkan akar penyebab utama korosi (root cause) yang diistilahkan
sebagai sel korosi. [Patuan Alfon]
Tanah merupakan salah satu faktor lingkungan yang menyebabkan
terjadinya korosi. Korosi pada tanah merupakan hal yang penting, terutama untuk
struktur yang dipendam dalam waktu lama. Dengan demikian digunakan metode
proteksi terhadap lingkungan akibat korosi tersebut. Contoh dari korosi pada
tanah berhubungan dengan minyak, gas, pipa saluran air, buried storage tank
(umumnya pada pangkalan gas), kabel lisrtrik untuk komunikasi, sistem jangkar
maupun casing sumur. Sistem-sistem tersebut diharapkan dapat beroperasi secara
kontinu dalam waktu yang lama sehingga harus dilindungi dari korosi tanah.
Kebanyakan pipa pada jalur pipa underground menggunakan material
yang terbuat dari baja karbon berdasarkan spesifikasi American Petrouleum
Institute API 5L dimana komposisinya terdiri dari karbon, magnesium, mangan,
fosfor, sulfur dan besi. Paduan yang ditambahkan ini terkadang tidak cukup kuat
menahan korosi yang terjadi sehingga pipa tersebut akan mengalami berbagai
korosi dilingkungan tanah, seperti general corrosion, pitting corrosion, dan stress
corrosion cracking (SCC).[ASM 13: Corrosion]
2.2.2.1 Stress Corrosion Cracking (SCC)
Stress corrosion cracking (SCC) didefinisikan sebagai retak pada material
akibat kombinasi antara korosi dan kekuatan tarik yang rendah pada material
akibat tegangan sisa pada saat proses fabrikasi. Ada dua jenis SCC eksternal pada
jalur pipa underground, yaitu; SCC pada pH tinggi (SCC klasik), dan juga near-
netral–pH SCC ( SCC pada pH rendah ). Karakteristik kedua jenis SCC tersebut
merupakan perkembangan dari kumpulan retak permukaan pada pipa yang
menyatu membentuk cacat yang panjang. Pada beberapa kasus, pertumbuhan dan
penggabungan retak pada SCC ini bisa menyebabkan kebocoran pada jalur pipa.
SCC pada pH tinggi biasanya berbentuk intergranular, dimana retak merambat
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
14
Universitas Indonesia
diantara dua butir pada logam. Sedangkan untuk SCC pada pH rendah, retak
biasanya merambat memotong batas butir.
Gambar 2.3 SCC pada pH tinggi (kiri), SCC pada pH rendah (kanan)
Tahapan Terjadinya SCC
SCC biasanya terjadinya melalui 4 tahapan proses. Pada taha pertama,
kondisi yang menyebabkan inisiasi retak SCC terjadi pada permukaan pipa.
Rusaknya lapisan coating serta adanya elektrolit pada permukaan pipa,
merupakan kondisi yang memicu terjadinya inisiasi retak. Pada tahap dua, retak
mulai berinisiasi, tumbuh, dan merambat. Pada tahap tiga, retak tersebut mulai
menyatu. Dan akhirnya pada tahap empat, terjadi penyatuan retak dalam skala
besar dan terjadilah kegagalan pada pipa.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
15
Universitas Indonesia
Gambar 2.4 Tahapan terjadinya SCC
Kondisi Untuk Terjadinya Stress Corrosion Cracking (SCC)
Untuk terjadinya proses SCC, ada tiga kondisi yang harus dipenuhi,
yaitu: lingkungan yang berpotensi untuk terjadinya SCC pada permukaan pipa,
material pipa yang rentan mengalami SCC, dan nilai tegangan tarik (tensile stress)
yang memungkinan terjadinya SCC.
2.3Faktor Yang Berpengaruh Pada Korosi Bawah Tanah
2.3.1 Tekstur dan Struktur Tanah
Tanah merupakan kumpulan mineral, bahan organik, air, dan gas (udara).
Tanah terbentuk dengan kombinasi proses terjadinya cuaca (angin, air) maupun
pembusukan organik. Contohnya, humus memiliki kandungan bahan organic yang
sangat tinggi. Sedangkan pasir pantai tidak mengandung bahan organic. Variasi
sifat dan karakteristik tanah dapat mempengaruhi terjadinya korosi pada sebuah
struktur [15].
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
16
Universitas Indonesia
Tekstur tanah merupakan distribusi partikel mineral dalam tanah tersebut.
Tanah dengan kadar pasir yang tinggi memiliki kandungan air yang sedikit,
sedangkan tanah liat mengandung banyak air. Saat ini tanah diklasifikasikan
secara global, dapat digunakan pada banyak lokasi. Pada klasifikasi ini, tanah
dipertimbangkan sebagai suatu individu tiga dimensi yang dapat disamakan
terhadap sifat fisik, kimia, dan meneralogi.
Tabel 3.2 Ukuran Partikel pada Tekstur Tanah [15]
Kondisi tanah ditentukan oleh tahapan evolusi tanah tersebut karena tanah
dapat berkembang dan berubah sesuai berjalannya waktu. Faktor iklim seperti
curah hujan, pergerakan udara, serta cahaya matahari dapat menyebabkan
perubahan sifat tanah seiring waktu. Curah hujan sangat berhubungan dengan
reaksi asam atau basa yang berkembang seiring perubahan strukur tanah. Ketika
curah hujan tinggi, air tersaring ke dalam tanah dan melarutkan komponen
terlarut. Keasaman yang terbentuk tergantung dari banyak faktor seperti mineral
awal tanah tersebut, aktivitas biologi, dan temperatur, berhubungan dengan
kondisi kelembaban. Curah hujan tinggi hingga sedang dengan temperatur hangat
akan menurunkan aktivitas organik, kecuali jika kandungan air cukup banyak
untuk mencegah maksimum aerasi untuk aktivitas mikrobiologi.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
17
Universitas Indonesia
2.3.2 Tingkat Keasaman (pH)
Tingkat keasaman lingkungan sangat berpengaruh dalam mendorong
terjadinya oksidasi pada permukaan logam. pH rendah potensial menghasilkan
korosifitas lingkungan yang tinggi, yang dijelaskan seperti pada Gambar 2.5
berikut. Pembentukan dan stabilitas lapisan pasif pada permukaan bergantung
pada pH lingkungan yang mana pecahnya lapisan pasif cenderung terjadi pada ph
rendah.
Gambar 2.5. Efek pH dan temperatur terhadap laju korosi
Tingkat keasaman tanah disebabkan oleh leaching mineral, dekomposisi
tumbuhan, limbah industri, hujan asam, dan beberapa bentuk aktivitas
mikrobiologi. Tanah yang bersifat basa cenderung memiliki sodium, potassium,
magnesium dan calcium. Kedua zat terakhir cenderung membentuk endapan
kalsium pada struktur sehingga bersifat protektif terhadap korosi. Besar pH dapat
mempengaruhi larutnya produk korosi dan aktifitas mikrobiologi. pH pada tanah
juga merupakan hal penting karena mengandung nutrisi seperti Nitrogen (N),
Potassium (K), dan Phosphorus (P) yang dibutuhkan tumbuhan untuk
berkembang. Jika pH tanah di bawah 5,5 maka tumbuhan dapat membentuk
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
18
Universitas Indonesia
Nitrogen dalam bentuk nitrat. Sedangkan Phosphorus terbentuk pada pH tanah
antara 6 dan 7[16].
Keasaman tanah menjadi bagian dari terbentuknya asam karbonat dari
karbon dioksida akibat aktivitas biologi dan air. Selain itu, keasaman tanah juga
disebabkan oleh perubahan cuaca, jenis mineral tanah, hilangnya kebasaan atau
elemen asli akibat leaching, terbentuknya keasaman organik dan inorganik akibat
aktivitas mikrobiologi, pengeluaran akar, polusi terhadap tanah khususnya limbah
industry [16].
2.3.3 Resistivity
Resistivitas telah digunakan sebagai indikator utama terhadap korosi pada
tanah. Saat transfer ion bereaksi dengan korosi pada tanah, resistivitas tanah yang
tinggi akan memperlambat reaksi korosi. Resistivitas tanah berkurang dengan
meningkatnya kandungan air dan konsentrasi ion. Resistivitas tanah memiliki
pengaruh yang kuat terhadap laju korosi. Ramanoff (1989) melaporkan dalam
sebuah studinya bahwa 57% pipa yang ditanam didalam tanah dengan resistivitas
1000 ohm-cm membutuhkan perbaikan, sementara itu hanya 3% percen saja pipa
yang ditanam dalam tanah yang beresistivitas 11500 ohm-cm yang membutuhkan
perbaikan[7]. Hubungan antara besarnya nilai resistivitas dan korosifitas tanah
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.3 Tingkat korosifitas tanah berdasarkan nilai besarnya resistivitas
Pada umumnya, resistivitas tinggi (diukur dalam ohm-cm) akan
menunjukkan laju korosi yang rendah. Resistivitas tanah meningkat dari beberapa
faktor, contohnya tanah dengan partikel halus memiliki resistivitas rendah
sehingga memudahkan terjadinya reaksi korosi. Tanah yang memiliki resistivitas
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
19
Universitas Indonesia
yang rendah biasanya memiliki kandungan garam terlarut yang cukup besar.
Anion yang ada pada garam tersebut akan menyerang lapisan film oksida pada
pipa, sehingga mempercepat terjadinya reaksi elektrokimia pada permukaan baja
yang menyebabkan pipa terkorosi[17].
2.4 Monitoring korosi
Korosi yang terjadi pada struktur bawah tanah merupakan masalah yang
kompleks dengan berbagai variable yang saling terkait dan terus berkembang.
Oleh karenanya dibutuhkan informasi langsung mengenai laju korosi dengan
menggunakan teknik monitoring korosi.
Gambar 2.6 Teknik Monitoring Korosi pada Plant Proses[15]
Pengujian korosi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama yaitu[16]:
1. Pengujian laboratorium, dimana kondisi dapat ditentukan dan dikontol
secara tepat.
2. Pengujian lapangan (pengujian pada lingkungan aslinya), dimana replika
sampel pengujian logam atau paduan yang disebut coupon test atau
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
20
Universitas Indonesia
specimen terekspos ke kondisi lingkungan aktual dalam kondisi servis,
misalnya atmosfer, tanah (ground), laut dan sebagainya.
3. Pengujian saat aplikasi, dimana specimen pengujian yang biasanya
mengambil bentuk komponen manufaktur terekspos ke sebagian kondisi
yang digunakan, misalnya pada proses pengaliran di plant kimia.
2.4.1 Uji Resistivitas Tanah
Tingkat korosifitas dapat ditentukan dengan mengetahui nilai resistivitas
dari tanah tersebut. Satuan yang dipakai untuk nilai resistivitas tanah adalah ohm-
cm. Resisitivitas dari suatu tanah secara numerik adalah nilai tahanan dari tanah
berbentuk kubus dengan dimensi 1 cm. Resistivitas tanah dapat diukur dengan
teknik Wenner four-pin technique atau dengan pengukuran elektromagnetik.
Selain itu pengukuran resistivitas tanah juga dapat dilakukan dengan metode soil
box dimana sampel diambil selama penggalian.
Detil operasi dari metode 4 terminal ini sangat beragam tergantung
peralatan pengukur yang digunakan tetapi prinsip pengukurannya sama. Nilai
tahanan tanah diukur antara 2 elektroda terdalam, sedangkan 2 elektroda terluar
berfungsi sebagai penghantar arus kedalam tanah. Nilai tahanan yang didapat
merupakan nilai rata–rata terhadap kedalaman tanah dimana sama dengan jarak
antar elektroda. Pada umumnya dengan semakin dalamnya tanah, harga tahanan
tanah akan mengalami penurunan.
Gambar 2.7 Jenis Alat pengukur resistivitas
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
21
Universitas Indonesia
2.4.2 Uji Polarisasi
Tafel plots atau bagian linear dari polarisasi logcurrent anodik atau
katodik dan plot potensial di ekstrapolasi memotong garis potensial korosi. Laju
korosi yang rendah secara umum dapat diukur dengan cepat. Laju korosi biasanya
ditentukan dengan kesetimbangan antara reaksi elektrokimia yang berlawanan.
Reaksi anodik merupakan peristiwa logam teoksidasi dan melepaskan elektron
dan reaksi katodik merupakan peristiwa dimana larutan (umumnya O2 atau H+)
mengalami reduksi, memindahkan elektron dari logam. Ketika kedua reaksi ini
berada dalam kesetimbangan, aliran elektron dari setiap reaksi akan seimbang dan
tidak ada aliran elektron (arus listrik) terukur.
Dari gambar, sumbu vertikal adalah potensial dan sumbu horizontal adalah
logaritma dari arus yang terbentuk. Teori mengenai arus anodik-katodik
dijelaskan dengan garis lurus. Kurva garis merupakan total arus yaitu
penjumlahan dari arus anodik dan katodik.
Gambar.2.8 Proses Korosi menunjukkan Arus Anodik & Katodik
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
22
Universitas Indonesia
Potensial logam didapatkan dimana reaksi anodik dan katodik seimbang.
Kesetimbangan potensial didapatkan akibat hubungan listrik terhadap logam
(pengukuran Ecorr). Penjumlahan dari arus anodik dan katodik pada Ecorr
mepakan arus korosi (Icorr). Namun, Icorr tidak dapat diukur secara langsung
sehingga diperlukan teknik elektrokimia. Hal tersebut juga berlaku pada
penentuan laju korosi (corrosion rate). Berikut merupakan persamaan tafel yang
digunakan pada percoban polarization resistance :
Keterangan :
Icorr = arus korosi (A)
Rp = polarization resistance
βa = anodic Beta Tafel Constant in volts/decade
βc = cathodic Beta Tafel Constant in volts/decade
Keterangan :
CR = laju korosi (corrosion rate)
K = konstanta, menjelaskan unit laju korosi
EW = berat ekivalen (gram/equivalent)
D = berat jenis (gram/cm3)
A = luas permukaan (cm2)
...................(1)
…................(2)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
23
Universitas Indonesia
2.5 Analisis kehandalan
2.5.1 Konsep Dasar Keandalan
Keandalan struktur adalah peluang struktur untuk memenuhi tugas
yang telah ditetapkan tanpa mengalami kegagalan selama kurun waktu
tertentu apabila dioperasikan dengan benar dalam lingkungan tertentu. Kegagalan
bahkan dapat terjadi dalam kasus langka seperti runtuhnya struktur akibat
kesalahan dalam perancangan (Rosyid, 2007).
Didalam sistem rekayasa, sesungguhnya tidak ada parameter
perancangan dan kinerja operasi yang dapat diketahui secara pasti. Secara
garis besar, ketidakpastian dapat dikelompokkan menjadi tiga (Rosyid, 2007) :
1. Ketidakpastian fisik, yaitu ketidakpastian yang berhubungan
dengan keragaman fisik seperti beban, sifat material dan
ukuran material. Keragaman fisik ini hanya bisa dinyatakan
dalam contoh data dengan pertimbangan praktis dan ekonomis
2. Ketidakpastian statistik, berhubungan dengan data-data yang
digunakan untuk membuat model secara probabilistik dari
berbagai macam keragaman fisik di atas.
3. Ketidakpastian model, merupakan ketidakpastian yang
berhubungan dengan anggapan dari jenis struktur yang dimodelkan
secara matematis dalam bentuk deterministik atau probabilistik
2.5.2 Indeks Keandalan
Salah satu cara untuk mengukur keandalan adalah dengan
menghitung indeks keandalan (β), yang didefinisikan sebagai perbandingan
antara nilai rata-rata dan nilai simpangan baku dari margin keselamatan, S,
yaitu:
Jika menggunakan nilai kritis margin keselamatan, S = 0, dan jaraknya
……………..…...............(3)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
24
Universitas Indonesia
dengan nilai rata-rata margin keamanan µS, maka indeks keandalan ini
dapat diinterprestasikan sebagai jumlah kelipatan simpangan baku σS pada
jarak ini. Artinya, jarak antara S = 0 dengan µS ini dapat dibagi menjadi
beberapa simpangan baku. Semakin panjang, relative terhadap simpangan
baku, maka semakin besar indeks keandalannya. Selanjutnya indeks keandalan
berbanding terbalik dengan koefisien variasi margin keselamatan atau dapat
dituliskan:
Untuk menghasilkan ekspresi yang sederhana untuk indeks keandalan,
kita bisa menggunakan persamaan berikut;
mengingat μS = μX – μY dan σS2 = σX2 - 2ρXY σX σY + σY2. Dimana
ρXY adalah koefisien korelasi diantara kapasitas dan beban. Untuk X dan Y yang
terdistribusi normal, maka keandalan adalah:
dan peluang kegagalan adalah :
.
2.5.3 Moda Kegagalan
Moda kegagalan atau limit state adalah pernyataan lingkup masalah dalam
mendefinisikan kriteria kegagalan. Limit state terdiri dari dua daerah tinjauan
yaitu daerah aman (safety) dan gagal (failure). Probability of failure yaitu jumlah
probabilitas yang berlokasi didaerah failure. Secara matematik, Limit state
biasanya disimbolkan dengan “g”. Untuk g > 0 dikatakan masuk daerah aman ,
sedangkan g ≤ 0 dikatakan daerah failure, dan apabila g = 0, maka sistem
dikatakan berada dalam kondisi kritis. Fungsi limit state ditentukan dari definisi
…………..….................(4)
..…................(5)
……………..…...........(6)
…………….............(7)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
25
Universitas Indonesia
kegagalan yang kita tentukan. Beberapa contoh definisi limit state dapat dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Contoh Definisi Limit State
Yield strength ≤ tegangan
Ukuran kritis crack ≤ pertumbuhan
crack
Ketebalan Material ≤ kedalaman korosi
Fracture toughness ≤ stress-intensity
Contoh fungsi limit state untuk peristiwa kegagalan karena stress (S)
yang lebih besar dibandingkan dengan strength (R):
g=R-S
g = R/S – 1
g = ln(R/S)
2.5.4 Simulasi Monte Carlo
Metode Monte Carlo dipopulerkan oleh beberapa peneliti yakni :
Stanislaw Ulam, Enrico Fermi, John von Neumann, and Nicholas Metropolis.
Namun orang yang dianggap sebagai penemu metode Monte Carlo adalah
Stanislaw Ulam, seorang matematikawan berkebangsaan Polandia yang bekerja
pada John von Neumann dalam US Manhattan Project. Pada tahun 1946, Ulam
menemukan metode Monte Carlo ketika mengamati peluang memenangkan
permainan kartu solitaire. Nama Monte Carlo sendiri berasal dari sebuah kasino di
Monaco[18].
Metode Monte Carlo dapat didefinisikan sebagai suatu metode yang
digunakan untuk mensimulasikan berbagai pola atau prilaku dari sistem secara
fisis dan matematis. Metode Monte Carlo digunakan untuk menemukan solusi ke
dari problem matematis dengan banyak variabel yang tidak bisa dengan mudah
dipecahkan, sebagai contoh, dengan hitungan integral, atau metode numeris
…………….....................(8)
…………….....................(9)
……………...................(10)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
26
Universitas Indonesia
lainnya. Untuk berbagai jenis permasalahan, tingkat efisiensinya berkaitan antara
peningkatan metode numeris dengan peningkatan dari dimensi permasalahan.
Unsur pokok yang diperlukan dalam simulasi Monte Carlo adalah random
number generator. Prinsip dasar metode ini adalah sampling numerik dengan
bantuan random number generator (RNG), dimana simulasi dilakukan dengan
mengambil beberapa sampel dari perubah acak berdasarkan distribusi peluang
perubah acak tersebut. Sampel yang diambil tersebut dipakai sebagai input dalam
persamaan fungsi kinerja FK(X), dan harga FK(X) kemudian dihitung. Jika nilai
FK(X) < 0, dan jumlah sampel tersebut adalah N, maka sistem yang ditinjau
dianggap gagal sejumlah n kali. Sehingga peluang kegagalan sistem adalah rasio
antara jumlah kejadian gagal dengan jumlah sampel,
Pf=n/N
dengan:
n = jumlah kejadian yang gagal
N = jumlah sampel
Pf = peluang kegagalan ;
maka keandalan dapat dicari dengan cara sebagai berikut:
K = 1-Pf
dengan:
K = keandalan
Prinsip dasar yang umum digunakan dalam penerapan metode Monte
Carlo disebut sebagai komponen pembentuk metode Monte Carlo. Komponen ini
merupakan komponen yang merupakan pondasi bagi kebanyakan aplikasi metode
Monte Carlo. Pemahaman mengenai komponen ini akan mempermudah dalam
pengaplikasian dari metode Monte Carlo. Menurut Drakos (1994), komponen
pembentuk metode Monte Carlo secara umum adalah :
……………........................(11)
…………….....................(12)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
27
Universitas Indonesia
1. Fungsi Distribusi Peluang (Probability Distribution Functions)
Merupakan suatu fungsi matematis yang merepresentasikan pola fenomena
yang diamati dan dideskripsikan dengan suatu fungsi distribusi peluang.
2. Penghasil Angka Acak (Random Number Generator)
Merupakan suatu sumber yang men-generates angka secara acak (random)
yang terdistribusi uniform pada suatu rentang dengan pola yang tertentu
yang acak.
3. Aturan Sampling
Ketentuan dalam sampling data dari hasil penerapan fungsi distribusi
peluang dengan suatu asumsi awal yang dibuat sebelumnya sehingga hasil
angka acak yang akan disampling sesuai dengan fenomena yang
dimodelkan.
4. Penilaian (Tallying)
Outcome harus diakumulasikan secara keseluruhan sebagai gambaran
kuantifikasi dari fenomena.
5. Estimasi Kesalahan (Error Estimation)
Dalam hal ini yang diestimasi tingkat ketepatan prediksi yang diperoleh.
6. Teknik Reduksi Variansi
Metode pereduksian variansi pada hasil estimasi yang bertujuan untuk
mengurangi waktu perhitungan dalam penerapan metode Monte Carlo.
7. Parallelization dan Vectorization
Dalam hal ini merupakan suatu algoritma yang didesain agar monte carlo
dapat diterapkan secara efektif dan efisien di komputer.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
28 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir
Berikut ini pada Gambar 3.1, diilustrasikan diagram alir yang
menggambarkan secara umum kegiatan yang diajukan sebagai penelitian
mengenai analisis keandalan pipa lurus akibat korosi eksternal pada jalur pipa
transmisi gas dengan menggunakan simulasi monte carlo. Pada penelitian ini
digunakan sampel tanah yang diambil dari segmen pipeline PT.X dan sampel baja
API 5L X42 yang merupakan material pipa lurus PT.X.
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
29
Universitas Indonesia
3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Pengambilan Sampel Tanah
Alat:
Sekop Kecil
Cangkul
Kantong Kresek + Label Nama
2) Pengukuruna Resistivitas dan pH tanah
Alat:
Four Pin Winner Soil Resistance Testing Box
Soil pH Meter
Bahan:
Tanah
Aquades
3) Pengujian Polarisasi
Alat:
Cetakan Mounting
Kabel Konektor
Kertas Amplas
Alat Solder
Perangkat Alat Uji Polarisasi ( WE,AuxE, SCE)
Perangkat Lunak Gamry CMS 105
Spatula
Jangka Sorong
Bahan:
Resin
Hardener
Timah Solder
Tanah + Aquades
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
30
Universitas Indonesia
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penentuan Titik Kritis Pada Setiap Segmen Pipa
Dengan bentang jarak sepanjang 127 Km tidak memungkinkan analisis
keandalan dilakukan pada setiap kilometer pipa tersebut mengingat ketersediaan
waktu dan sumber daya manusia, sehingga analisis keandalan difokuskan pada
daerah-derah yang memiliki potensi resiko paling tinggi ( daerah kritis) dan
daerah representatif yang mewakili daerah-dareah yang memiliki potensi resiko
yang sama.
Patuan Alfon (2010) telah mengembangkan sebuah metode kualitatif
(scoring) untuk mengetetahui tingkat resiko dari sebuah jaringan pipa transmisi
gas. Metode yang dikembangkan Patuan Alfon ini akan digunakan dalam
menentukan daerah-daerah yang memiliki potensi resiko tinggi. Resiko pada
metode Patuan Alfon didefenisikan sebagai peluang kegagalan (PoF) dikalikan
dengan konsekuensi kegagalan (CoF) sesuai dengan API RP RBI 581. Kemudian
faktor penyebab kegagalan dan konsekuensi kegagalan ini dibagi lagi menjadi
subfaktor dengan bobot yang berbeda pada setiap subfaktornya. Berikut adalah
faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan kriteria daerah kiritis yang
digunakan oleh Patuan Alfon [20]:
Tabel 3.1 Tabel Bobot PoF dan CoF
No PoF Bobot 1. Pihak Ketiga 15% 2. Korosi Eksternal CP 15%
30% Resistivitas tanah 15%
3. Korosi Internal Watercut+ CO2 25% 35%
Intelligent Pig 10% 4. Desain&Operasional 10% Riwayat kebocoran 10%
Total 100% No CoF Bobot 1. Production hilang Jumlah gas keluar 40% 2. Lingkungan Lama Perbaikan 30% 3. Keamanan Hazard 30%
Total 100%
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
31
Universitas Indonesia
PoF
PoF: Korosi Internal 35% Kategori Deskripsi Pengali Skor
Watercut >1 25% Sangat Tinggi pCO2 > 1 psia 5 1,25
Tinggi pCO2 0,1 – 1 psia 4 1 Menengah-Tinggi pCO2 0 – 0,1 psia 3 0,75
Menengah pCO2 0 psia 2 0,5 Watercut
Rendah 0 0 0
Penipisan-anomali 10% Sangat Tinggi > 10 anomali 5 0,5
Menengah-Tinggi 3 – 10 anomali 3 0,3 Rendah < 3 anomali 1 0,1
PoF: Pihak ketiga 15% Kategori Deskripsi Pengali Skor
Di atas tanah Sangat Tinggi Populasi padat 5 0,75
Menengah-Tinggi Ramai 3 0,45 Menengah Jarang 2 0,3
Rendah Tidak ada populasi 1 0,15 Di bawah tanah
Menengah Ada populasi 2 0,3 Rendah Tidak ada populasi 1 0,15
PoF: Korosi Eksternal 30% Kategori Deskripsi Pengali Skor
CP 15% Sangat Tinggi Tidak terproteksi 5 0,75
Tinggi Sebagian terproteksi 4 0,6 Menengah-Tinggi Kurang terproteksi 3 0,45
Menengah Overproteksi 2 0,3 Rendah Terproteksi 0 0
Resistivitas 15% Di bawah tanah Tanpa coating/CP
Sangat Tinggi R <500 Ω.cm 5 0,75 Tinggi 500 < R < 1000 Ω.cm 4 0,6
Menengah-Tinggi 1000 < R < 2000 Ω.cm 3 0,45 Rendah R > 2000 Ω.cm 2 0,3
Dengan coating/CP 1 0,15 Di atas tanah 0 0
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
32
Universitas Indonesia
PoF: Desain&Operasional 20% Kategori Deskripsi Pengali Skor
Tekanan operasi 10% Sangat Tinggi > 90% MAOP 5 0,5
Tinggi 50-90% MAOP 3 0,3 Rendah < 50% MAOP 1 0,1
Riwayat kebocoran 10% Sangat Tinggi > 1 5 0,5
Tinggi 1 3 0,3 Rendah 0 0 0
CoF CoF:
Kategori Deskripsi Pengali Skor Produksi hilang 40%
Sangat Tinggi > 50% 5 2 Tinggi 26-50% 4 1,6
Menengah-Tinggi 5-25% 3 1,2 Menengah < 5% 2 0,8
Lingkungan 30% Sangat Tinggi Tidak terdeteksi 5 1,5
Menengah-Tinggi Terdeteksi-lambat 3 0,9 Rendah Terdeteksi-cepat 1 0,3 Hazard 30%
Sangat Tinggi Hi-P; Eksplosif/ terbakar 5 1,5 Tinggi Lo-P; Gas terbuang 3 0,9 Rendah Tidak berbahaya 1 0,3
Kriteria Resiko (Risk)
Tabel 3.2 Risk = PoF X CoF
PoF
5 5 10 15 20 25 Very High
4 4 8 12 16 20 High
3 3 6 9 12 15 Medium
2 2 4 6 8 10 Low-medium
1 1 2 3 4 5 Low
1 2 3 4 5
CoF
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
33
Universitas Indonesia
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
3.3.2.1 Teknik Pengambilan Sampel Tanah
Kondisi tanah pada tiap segmen pipeline berbeda-beda, secara garis besar
terdapat beberapa kondisi tanah seperti rawa, sawah, dan pantai. Sampel tanah
diambil pada daerah-daerah kritis yang telah ditentukan sebelumnya. Sample
tanah diambil dengan menggunakan cangkul dan sekop pada daerah permukaan.
Sampel tanah yang telah diambil ini kemudian dimasukkan kedalam kantong
kresek untuk selanjutnya diukur nilai resistivitasnya di laboratorium. Sementara
itu pengukuran pH tanah dilakukan secara in-situ dilapangan dengan
menggunakan soil pH meter.
3.3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel Pipa
Sampel pipa lurus untuk pengujian adalah sampel dengan material API 5L
X42 yang diambil dari pipeline PT X. Pengambilan sampel dilakukan dengan
melakukan pemotongan pada pipa yang telah mengalami kegagalan. Pemotongan
dilakukan dengan menggunakan busur las SMAW. Dilakukan saat PT.X
melakukan penggantian pipa pada tanggal 16 Maret 2011
3.3.3. Pengujian Karakteristik Tanah
3.3.3.1 Pengukuran Resistivitas Tanah
Pengujian ini mengacu pada ASTM G57. Tujuan dari pengujian ini adalah
mendapatkan nilai resistivitas tanah yang merupakan faktor utama yang
mempengaruhi korosi tanah. Pada pengujian ini digunakan digital soil resistance
meter 4610 ( 4-Point Ground Resistance Testers). Pengukuran dilakukan di
Laborotorium Korosi dan Perlindungan Logam Departemen Metalurgi dan
Material Universitas Indonesia.
Prosedur pengujian resistivitas tanah dengan soil box antara lain :
1. Tanah dimasukkan ke dalam soil box hingga rata dan padat.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
34
Universitas Indonesia
2. Kabel C1, C2, P1 dan P2 pada alat digital resistivity meter
disambungkan dengan ke soil box.
3. Tekan tombol start pada resistance meter, untuk memulai pembacaan
besarnya nilai resistan tanah, hingga nilai resistan stabil. Lakukan
pengukuran sebanyak 3 kali.
4. Catat besarnya nilai resistan yang dihasilkan, dan ganti tanah pada soil
box dengan tanah yang lain.
Nilai yang terbaca pada alat resistance meter merupakan nilai hambatan
tanah (resistance). Untuk mendapatkan besarnya nilai resistivitas tanah, kita harus
mengkonversinya sesuai denga persamaan berikut:
dimana: R (resistan ,Ω), ρ (resistivity, Ω-cm), L (panjang soil box, cm), W (lebar
soil box, cm) dan D (tinggi soil box, cm).
3.3.3.2 Pengukuran pH Tanah
Pengujian ini mengacu pada ASTM G51. Tujuan dari pengujian ini adalah
mendapatkan nilai pH tanah yang merupakan karakteristik tanah yang dapat
digunakan sebagai variable untuk mengevaluasi korosi pada lingkungan tanah.
Pada pengujian ini digunakan pH soil tester dengan tahapan :
1. Alat penguji pH soil tester ditancapkan secara vertical hingga
elektroda tembaga tertutupi oleh sampel tanah. Tanah dipadatkan
agar kontak antara elektroda tembaga dan tanah terjaga.
2. Diamkan selama 3 menit dengan tujuan menstabilkan jarum skala
dengan hasil pengukuran.
3. Lihat angka yang ditunjuk jarum pengukuran. Nilai pengukuran yang
dihasilkan adalah pH dengan range 3.5 – 8.
4. Tekan tombol berwarna putih.
5. Diamkan selama 3 menit dengan tujuan menstabilkan jarum skala
dengan hasil pengukuran.
……………............(13)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
35
Universitas Indonesia
3.3.4 Pengujian Korosi
Tujuan dari pengujian ini adalah mendapatkan laju korosi dari sampel
serta mengetahui daerah korosi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
metode polarisasi yang mengacu pada ASTM G5.
3.3.4.1 Teknik Pengujian Polarisasi
Perhitungan laju korosi didasarkan pada API RBI 581 Part 2 Annex 2B
”Determination of Corrosion Rates” pada bagian ”2.B.12. Soil Side Corrosion”
dengan persamaan sebagai berikut:
Dimana, CR adalah corrosion rate,
CRB adalah basic corrosion rate,
FSR adalah faktor pengali untuk resistivitas tanah,
FT adalah faktor pengali untuk temperatur,
FCP adalah faktor pengali untuk proteksi katodi, dan
FCE adalah faktor pengali untuk efektifitas coating.
Pada penelitian ini, penentuan basic corrosion rate (CRB) dilakukan
dengan menggunakan teknik polarisasi dimana yang menjadi media konduktor
(korosif) adalah tanah, sehingga CRB yang didapat adalah CRB telah dipengaruhi
oleh nilai resistivitas tanah. Oleh karena itu nilai faktor resistivitas tanah tidak
diptertimbangkan lagi dalam menentukan CR pada lingkungan tanah. Sehingga
persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi:
Besarnya nilai faktor pengali untuk tempeatur, proteksi katodik dan
efektifitas coating dapat dilihat pada tabel berikut:
…………...........(14)
……………................(15)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
36
Universitas Indonesia
Tabel 3.3 Faktor Pengali Untuk Temperatur (atas), CP (tengah), CE (bawah)
Pengujian polarisasi dilakukan di Laboratorium Korosi dan Proteksi
Logam Departemen Metalurgi dan Material FTUI dengan metode Linear
Polarization Resisance (LPR). Prosedur pengujian polarisasi pipa lurus dapat
dilihat pada diagram berikut:
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
37
Universitas Indonesia
Gambar 3.2 Diagram Alir Pengujian Linear Polarization Resistance (LPR)
Pada penelitian ini, pengujian Linear polarization resistance (LPR) yang
mengacu pada ASTM G5, dengan ketentuan berikut:
1) Proses persiapan sampel pipa lurus API 5L X42 sebagai working
electrode. Bagian pipa lurus yang telah diambil dilapangan dipotong
dengan menggunakan mesin potong besi mejadi bagian yang lebih kecil
dengan diameter 1cm.
2) Bagian tembaga pada kabel di solder ke sampel menggunakan tin solder..
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
38
Universitas Indonesia
3) Sampel pipa yang telah disolder tadi kemudian di mounting dengan
menggunakan resin dan hardener pada sebuah cetakan silinder. Tunggu
hingga mounting mengeras
4) Sampel kemudian diamplas pada bagian yang akan terekspos lingkungan
yang korosif. Permukaan sampel di amplas hingga rata kemudian
dibersihkan dengan alkohol.. Dan selanjutnya sampel siap digunakan
sebagai working electrode.
5) Setelah working electrode selesai, proses selanjutnya adalah persiapan
tanah sebagi media korosif. Tanah yang telah diambil dari lapangan,
diambil secukupnya kemudian ditambahkan aquades sedikit demi sedikit
hingga tanah bersifat jenuh. Hal ini dilakukan mengingat kondisi
terburuk yang mungkin terjadi dilapangan yakni ketika hujan dan tanah
basah dimana akan sifat konduktifitas tanah akan meningkat.
6) Rangkaian disusun seperti pada gambar instalasi polarisasi pada lampiran
7) Setelah working electrode dan sampel tanah selesai disiapkan, maka
proses polarisasi siap dilakukan. Proses polarisasi dilakukan melaui dua
tahap, yaitu Tafel Extrapolation Test dan Linear Polarization Test. Proses
Tafel Extrapolation Test dilakukan untuk mendapatkan nilai kosntanta
Tafel, nilai tafel katodik βc , maupun nilai tafel anodik βa. Nilai tafel ini
nantinya akan dijadikan sebagai input dalam Linear Polarization Test
untuk mendapatkan laju korosi pipa.
3.3.5 Permodelan Pipa lurus Menggunakan Autodesk Inventor
Autodesk Inventor merupakan sebuah perangkat lunak analisis elemen
hingga (finite element analysis). Permodelan dengan menggunakan software
Autodesk Inventor bertujuan untuk mengetahui sebaran konsentrasi tegangan
akibat residual stress yang mungkin ada pada proses fabrikasi. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui apakah material pipa lurus rentan terhadap SCC. Selain itu,
simulasi pengujian tarik juga akan dilakukan untuk mengetahui besarnya kekuatan
tarik pipa lurus tersebut. Pipa lurus dikategorikan rentan terhadap SCC apabila
tegangan tariknya sebesar 45-76% dari SMYS.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
39
Universitas Indonesia
Dengan bantuan Autodesk Inventor kita bisa menghitung besarnya
tegangan pada bagian terntentu pada sebuah sistem perpiaan ketika sistem tersebut
beroperasi. Analisis tegangan pada bagian lurus dilakukan untuk mengetahui
apakah bagian lurus tersebut mengalami tegangan berlebih (overstress) pada saat
saat kondisi operasi sehingga bisa memicu terjadinya SCC.
3.3.6 Teknik Perhitungan keandalan.
Monte Carlo sampling adalah metode statistik iterasi berulang.
Prosedurnya adalah dengan men-generate sejumlah angka sebagai input untuk
variabel random (contoh: load, material properties, dan geometris) dengan
didasarkan pada jenis probability distribusinya, mengevaluasi model, dan
mencatat hasilnya (gagal atau tidak). Hasil ini diulang sampai beberapa kali
dengan input random yang baru. Ketika sejumlah sampel yang diperlukan cukup,
dilakukan estimasi probability of failure dan moment (misalnya: mean dan standar
deviasi) terhadap respon terebut.
Analisis keandalan pipa lurus pada setiap segmen dilakukan dengan
menggunakan simulasi Monte Carlo, seperti yang terlihat pada Gambar 3.8
berikut.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
40
Universitas Indonesia
Gambar 3.3 Diagram alir Analisi Keandalan Menggunakan Simulasi Monte
Carlo
Pada penelitian ini, perhitungan keandalan dengan menggunakan simulasi
Monte Carlo menggunakan bantuan perangkat Microsoft Excel, dengan ketentuan
berikut:
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
41
Universitas Indonesia
1) Model deterministik atau moda kegagalan (Limit State) yang akan
digunakan adalah kebocoran akibat penipisan yang terjadi sebagai akibat
dari korosi eksternal, sesuai dengan persamaan:
g (x) = α – CR. t
dimana α adalah ketebalan pipa minimum yang diizinkan (Minimum
Allowable Wall Thickness, MAWT),(mm). Menurut ASTM B.31 G
besarnya nilai adalah 80% dari wall thickness pipa. CR adalah corrosion
rate pipa (mm/tahun) yang didapat dari hasil pengujian polarisasi, dan t
adalah tahun. Pada penelitian ini, penulis akan menganalisis keandalan
pipa lurus selama lima 5 tahun kedepan. Sistem dikatakan gagal apabila
nilai g(x) < 0, sedangkan sistem dikatakan berhasil apabila nilai g(x) > 0,
dan apabila nilai g(x) = 0 maka sistem dikatakan berada dalam kondisi
kritis (surface failure)
2) Variabel acak yang digunakan dalam moda kegagalan adalah besarnya
nilai CR pada setiap segmen pipa.
3) Jenis distribusi data probabilistik laju korosi pipa (CR) dilakukan dengan
bantuan software minitab.
4) Jumlah iterasi yang akan digunakan adalah sebayak 1000 iterasi.
Semakin besar jumlah iterasi yang digunakan, maka akan semakin besar
pula simulasi ini mendekati kondisi sesungguhnya.
5) Proses simulasi Monte Carlo dilakukan dengan cara men-generate
sebanyak 1000 bilangan random dari sistem sesuadi dengan jenis
distribusi datanya.
6) Setelah dilakukan proses simulasi, selanjutnya dilakukan evaluasi sistem
untuk menghitung jumlah sistem yang gagal, g(x) < 0, sehingga dihitung
peluang kegagalan pipa lurus tersebut setiap segmen. Perhitungan
peluang kegagalan dilakukan sesuai persamaan PoF = N failure / N iterasi.
Prosedur ini dilakukan untuk semua segmen pipa.
……………................(16)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
42
Universitas Indonesia
3.4 Teknik Analisis Data
3.4.1 Data penentuan titik kritis tiap segmen
Data dari hasil analisis kualitatif (scoring), untuk menentukan titik kritis
setiap segmen dari jalur pipa tramisi gas, akan ditampilkan dalam bentuk grafik.
Dari grafik tersebut akan dilihat titik mana dari setiap segmen yang memiliki
potensi resiko yang paling besar untuk selanjutnya dilakukan analisis keandalan
pada titik tersebut. Kelayakan data diperoleh akan dianalisis dengan menilik
kembali sumber-sumber yang mendukung (literatur ilmiah) yang berhubungan
dengan proses penyediaan data titik kritis tersebut.
3.4.2 Data nilai resistivitas dan pH tanah untuk setiap segmen.
Data karakteristik tanah dengan nilai resistivitas dan pH tanah untuk setiap
segmen akan disajikan dalam bentuk grafik. Analisis dilakukan berdasarkan
lieteratur ilmiah tentang kemungkinan perbedaan besarnya nilai resistivitas dan
pH tanah untuk setiap segmen-segmen pipa tersebut.
3.4.3 Data hubungan nilai resistivitas dan pH tanah terhadap laju korosi.
Hubungan besarnya nilai resistivitas dan pH terhadap besarnya laju korosi
pipa lurus akan disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik ini diharapkan akan
dihasilkan sebuah persamaan matematis tentang hubungan antara besarnya nilai
resistivitas tanah dan pH terhadap laju korosi pada pipa lurus.
3.4.4 Data hubungan antara geometri pipa lurus dan besarnya laju korosi.
Data laju korosi pipa lurus yang didapat dari hasil polarisasi akan
dibandingkan dengan data laju korosi pipa elbow dengan material yang sama.
Perbedaan laju korosi yang didapat akan dianalisis untuk selanjuntya diketahui
penyebabnya serta jenis korosi yang terjadi pada kedua pipa tersebut. Dilakukan
pula pengujian mikrostruktur untuk membandingkan struktur mikro kedua jenis
pipa tersebut yang dapat dijadikan penyebab perbedaan laju korosi kedua jenis
pipa.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
43
Universitas Indonesia
3.4.5 Data Stress Concentration pipa lurus
Dengan menggunakan perangkat lunak seperti Autodesk Inventor dapat
diketahui stress concentrarion pada kedua jenis pipa tersebut akibat proses
fabrikasi serta tegangan pada saat kondisi operasi. Dengan permodelan tersebut
diharapkan dapat diketahui kemungkinan terjadinya Stress Corrosion Cracking
(SCC) pada kondisi operasi dari pipa lurus.
3.4.6 Data keandalan pipa lurus disetiap segmen
Data keandalan pipa lurus pada setiap segmennya akan ditampilkan dalam
bentuk grafik. Perbedaan keandalan pipa lurus yang mungkin terjadi pada tiap
segmennya akan dianalisis berdasarkan data-data yang ada dilapangan serta
referensi yang ada untuk mengetahui perbedaan keandalan tesebut.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
44 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pipa dan Penentuan Titik Kritis
Profil jalur pipa transmisi gas pada penelitian ini disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 4.1 Profil Jalur Pipa Transmisi Gas Milik PT. X
No Item Unit Segmen ISegmen
II Segmen
III
1 Diameter inch 12 14 24 2 Thickness mm 4.55 4.55 4.55 3 Length Km 18 43 33 4 Material API 5L-X42 5L-X42 5L-X42 5 Design Pressure Psi 719 719 719 6 Operating Pressure Psi 200 242 428 7 Design Temperature deg C 50 50 50
8 Operating Temperature deg C
30 32.5 28
9 Fluid Composition availability YES YES YES 10 Flow Rate m3/h 23,361 35,160 195,032 11 Coating Type External External External 12 Inhibitor Vendor - - PT.XY 13 Year Built Year 1978 1998 1978
14 Pigging Year 1998 1995
1996 & 2007
15 Corrosion Protection Type Sa.Anode Sa.Anode Sa.Anode 16 Corrosion Coupon Retrival - - 2004 17 Corrosion Rate (CR)
A Internal mm/yr 0.0279 0.0381 0.028 Mpy 1.116 1.524 1.12
B External mm/yr - - - 18 Remaining Life Year 67 49 0 19 CP Survey Year 2010 2005 2008 21 Geohazard Type No No No 22 Location Class ANSI Class 2 2 4 23 Repair Data Year - - - 24 MAOP Kg/cm2 52.31 48.62 48.62
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
45
Universitas Indonesia
Pipa transmisi gas milik PT. X memiliki bentang jalur pipa sepanjang 94
Km, yang terbagi menjadi tiga segmen yaitu; Segmen I (Pipa dari SKG A – SKG
B sepanjang 18 Km.), Segmen II (Pipa dari SKG B – SKG C sepanjang 43 Km.),
dan Segmen III (Pipa dari SKG C – SKG D sepanjang 33 Km).
Penentuan tiitik kritis dilakukan dengan menggunakan metode yang
sedang dikembangkan Patuan Alfon yang menggunakan resiko sebagai acuan
untuk menentukan daerah kritis yang merupakan gabungan antara Probability of
Failure (PoF) dan Consequence of Failure (CoF). Daerah yang memiliki tingkat
resiko paling tertinggi disetiap segmen akan dijadikan titik kritis untuk
pengambilan sampel tanah sebagai indikator penyebab korosi eksternal. Berikut
adalah hasil scoring untuk Probability of Failure (PoF) dan Consequence of
Failure (CoF) untuk setiap segmen.
Gambar 4.1 PoF segmen I
Gambar 4.2 PoF segmen II
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
46
Universitas Indonesia
Gambar 4.3 PoF segmen III
Gambar 4.4 CoF segmen I
Gambar 4.5 CoF segmen II
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
47
Universitas Indonesia
Gambar 4.6 CoF segmen III
Dari semua grafik diatas, maka didapatlah besarnya nilai resiko yang
merupakan perkalian antara niali PoF dan CoF untuk setiap kilometer pipa
disetiap segmen, seperti yang terlihat pada grafik berikut:
Gambar 4.7 Profil Resiko Untuk Setiap Segmen
Secara kuantitatif setiap segmen jalur pipa memiliki variasi tingkat resiko
yang berbeda, mulai dari tingkat medium ( nilai resiko 6) sampai pada tingkat
resiko high (nilai resiko 16), seperti yang ditunjukan gambar 4.7. Pada segmen I,
tingkat resiko pada kilometer awal ( Km 6-10 ) berada pada level medium dan
cendrung seragam. Peningkatan resiko mulai terjadi pada kilometer 10, dan
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
48
Universitas Indonesia
mencapai puncaknya pada kilometer 15. Sehingga berdasarkan grafik diatas, titik
kritis pada segmen I adalah pada Km. 7, Km. 12, Km. 13, Km. 14, dan Km. 15.
Ketidakstabilan nilai resiko terjadi pada jalur pipa segmen II, dimana nilai
resiko pipa selalu mengalami penaikan dan penurunan, dari 8 (medium ) ke 12 (
high ), pada hampir setipa kilometernya. Hal ini disebabkan oleh nilai resistivitas
tanah yang juga berbeda hampir setiap kilometernya seperti yang terlihat pada
Gambar 4.2. Berdasarkan grafik nilai resiko diatas, maka pengambilan sampel
seharusnya dilakukan pada setiap kilometer pipa. Karena keterbatasan peneliti,
maka pengambilan sampel hanya dilakukan pada daerah-daerah yang dapat
dijangkau. mengingat bahwa tingkat resiko pada setiap kilometer pipa tersebut
menunjukkan tren yang sama. Titik kritis pada jalur pipa segmen II adalah: Km. 1,
Km. 3, Km. 12, Km. 13, Km. 21, Km. 23, Km. 39, dan Km. 42 dengan begitu data
ini dapat digunakan tanpa mengurangi kevalidanya.
Tingkat resiko untuk segmen III pipa secara umum berada pada level high
(nilai resiko > 12) dan pada titik-titik tertentu terjadi peningkatan resiko yang
cukup ekstrim. Titik kritis pada segmen III ini adalah: Km 8, Km. 15, Km. 21, dan
Km. 31.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
49
Universitas Indonesia
4.3 Resistivitas dan pH Tanah
Nilai resistivitas dan pH tanah pada pengujian ini untuk setiap segmen
pipeline disajikan pada tabel berikut;
Tabel 4.2 Nilai Resistivitas Tanah dan pH Untuk Setiap Segmen Jalur Pipa
SEGMEN LOKASI KONDISI MEDAN pHResistivity
(Ω-cm) KET.
I
KM. 15 Pesisir Pantai 5.3 218.2 Pernah Bocor KM. 15 Pantai 6.7 156.5 - KM. 14 Pesisir Pantai 5.5 34.9 Bocor Jan 2011
KM. 14 - 4.5 211.6 Bocor Des
2010 KM. 13.5 Rawa, Test Ponit 6.5 126.0 Test point KM. 13 Pantai Tirtamaya 6.0 122.2 - KM. 12 Pumkiman Nelayan 5.8 > 2000 Test point KM. 7.1 Sawah 6.0 404.7 Bocor di sawah
II
KM. 1 Pinggir Sawah 6.3 > 2000 - KM. 3 Pinggir Sawah 6.5 462.0 - KM. 3 Pinggir Sungai 6.3 385.1 -
KM. 12 Tanah Kering Pondasi 5.8 > 2000 Up-Under Ground
KM. 13 Tanah Kebun Warga 6.0 597.8 Up-Under Ground
KM. 21 Tanah Pondasi Up
Pipe 6.2 454.4 River Crossed
KM. 21 Pinggir Sungai
Bangklan 6.4 409.6 River Crossed
KM. 23 Tanah Kering 6.4 559.6 MLV Pipe
KM. 39 Pinggir Sungai
Perawan 6.0 355.1 River Crossed
KM. 42 Pinggir Sungai Beji 6.4 525 River Crossed
III
KM. 8 Daerah Pinggir Sawah 6.4 > 2000 Elbow,Reinfrcd
2009
KM.15 Tanah Kebon.point 7 6.5 1082.7 Reinforced
2009
KM. 21 Tanah Pinggir Jalan
Cikampek 6.8 1041
Reinforced 2009
KM.31 Daerah Bendungan
Walahar 6.8 1025
Up-Underground
Berdasarkan tabel 4.2 pada segmen I didominasi dengan nilai resistivity <
500 Ω-cm, hal ini dikarenakan oleh kondisi medan atauu topografi pada daerah
segmen I yang berada pada daerah pantai dan rawa. Ihsan (2002) menjelaskan
bahwa pada daerah pantai nilai resistivitas tanah cenderung rendah. Hal ini
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
50
Universitas Indonesia
disebabkan oleh tingginya kandungan air serta garam-garam terlarut pada daerah
pantai [24]. Air yang ada pada tanah tersebut akan berperan sebagai konduktor
(media transfer elektron), sehingga elektron lebih mudah mengalir dan
menyebabkan tahanan tanah menurun. CAPP (2009) juga menyatakan bahwa
nilai resistivitas tanah pada daerah pantai bernilai < 500 Ω dengan kondisi tanah
yang selalu basah [25]. Berdasarkan tabel 2.3 dengan mengklasifikasikan tingkat
korosifitas berdasarkan nilai resistivitas maka pada segmen I tingkat korosifitas
tanah berada pada level very corrosive (ρ < 500 Ω-cm). pH tanah pada segmen I,
berkisar pada range nilai 4,5 – 6,7. Dengan topografi pada segmen I yang kondisi
medan dari tanah tersebut adalah pantai yang memungkinkan berinteraksi
langsung dengan air laut sehingga nilai pH pada segmen ini lebih tinggi tingkat
keasamanya.
Pada segmen II, tingkat korosifitas tanah berdasarkan resistivitynya dapat
diklasifikasikan berada pada level corrosive ( ρ 500-1000 Ω-cm). Profil tanah
pada segmen II rata-rata bertekstur liat (clay) yang melewati persawahan dengan
kandungan air yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan tanah ini memiliki
kemampuan menghantarkan elektron yang cukup baik. Nilai pH pada segmen ini
berada pada range 5.8-6.5. Nilai pH ini dipengaruhi kondisi medan segmen II
yang berupa tanah persawahan dan aliran sungai.
Pada segmen III, tingkat korosifitas tanah berdasarkan resistivitynya dapat
diklasifikasikan berada pada level moderately corrosive ( ρ 1000-2000 Ω-cm).
Profil tanah pada segmen ini didominasi oleh tanah kering, berkerikil dan sedikit
pasir. Tanah dengan tekstur yang berkerikil ini akan menyebakan kerapatan tanah
sangat kecil sehigga banyak terdapat rongga pada tanah. Kondisi ini menyebabkan
elektron tidak dapat mengalir dengan sempurna pada tanah sehingga resistivitas
atau nilai tahanan tanahnya menjadi lebih besar. Nilai pH pada segmen ini berada
pada range 6.4-6.8. Dengan kondisi medan yang tidak terlalu bervariasi, lebih
seragam , sampel tanah pada segmen ini memiliki range nilai yang lebih kecil
dibanding tanah pada segmen lain.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
4.3 Hubun
Pe
Method (L
segmen se
(WE) yan
dilapangan
S
S
S
4.3.1 Hub
Da
nilia resist
Gambar
D
korosi pip
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
CR (mpy)
ngan Resis
ngujian po
LPR) denga
ebagai kond
ng digunak
n, hasil pen
Tabel 4.3
Segmen
Segmen I
Segmen II
egmen III
bungan Res
ari hasil pen
tivitas tanah
4.8 Hubun
Dari grafik d
pa juga akan
0 2
stivitas Tan
olarisasi d
an menggun
duktor (med
kan adalah
ngujian pola
Nilai Corro
Resisti(Ω-cm
34.9126
156.464.559.597.
102510411082
sistivitas Ta
ngujian pol
h terhadap l
ngan nilai r
diatas terlih
n semakin b
200 4
nah dan pH
ilakukan d
nakan sampe
dia aliran el
h sampel
risasi disaji
osion Rate
ivity m)
pH
9 5.56 6.5.5 6.7.7 6.4.6 6.4.8 6.4
5.5 6.8 6.4
2.7 6.4
anah Terha
larisasi did
aju korosi s
esitivitas ta
at bahwa se
besar, begitu
400 6
Resi
H Terhadap
dengan me
el tanah pad
lektron). Se
pipa lurus
ikan pada ta
Hasil Peng
H CR (m
5 32.5 28.7 7.64 15.4 13.4 13. 11.4 8.74 3.2
adap Laju
apat grafik
sebagai beri
anah terhad
emakin keci
u juga seba
y = ‐0.0R² =
600 8
itivity (ohm‐c
Univer
p Laju Kor
etode Line
da setiap tit
edangkan w
s yang di
abel berikut
gujian Pola
mpy) CR
.64
.49 64 .91 .34 .03 .85 75 25
Korosi Pip
hubungan
ikut:
dap laju ko
il nilai resis
aliknya. Dur
15x + 24.24= 0.498
800 10
m)
rsitas Indon
osi Pipa Lu
ar Polariz
tik kritis dis
working elec
iambil lang
:
asisasi
R (mm/yr)
0.8291 0.7236 0.1941 0.4041 0.3388 0.3310 0.3010 0.2222 0.1514
pa Lurus
antara bes
orosi pipa l
stivitas mak
rrm, C.L. (1
000 12
51
nesia
urus
zation
setiap
ctrode
gsung
arnya
lurus
ka laju
1998)
200
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
menjelask
memiliki
garam ter
memperce
menyebab
4.3.2 Hub
Da
nilia tingk
Gambar
S
dalam me
rendah, l
menghasil
hidrogen
terlihat pe
ini dapat
lebih ting
terdapat li
(pH= 6,4)
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
CR (mpy)
kan bahwa
kandungan
rsebut aka
epat terjad
bkan pipa te
bungan Tin
ari hasil pen
kat keasama
4.9 Hubun
Seperti haln
engontrol un
lapisan film
lkan local
cukup tingg
engaruh pH
pula disim
ggi nilai laj
ima buah sa
dengan nila
5
tanah yan
n garam ter
an menyera
dinya reak
erkorosi.
ngkat Keasa
ngujian pol
an (pH) terh
ngan Tingk
nya resistiv
nderground
m pada p
corrosion.
gi sehingga
H terhadap l
mpulkan den
aju korosiny
ampel yang
ai corrosion
5.5
ng memilik
rlarut yang
ang lapisan
si elektrok
aman (pH)
larisasi did
adap laju ko
at Keasam
Luru
vitas, pH ta
d corrosion
ermukaan
Ketika pH
a meningka
aju korosi
ngan pH ya
ya juga se
g mempunya
n rate yang b
y =
pH
ki resistivit
cukup bes
n film oks
kimia pad
Terhadap
apat grafik
orosi sebaga
an (pH) Te
s
anah juga
. Pada ling
baja akan
H tanah kec
tkan laju k
dari sampel
ang lebih k
makin besa
ai nilai ting
berbeda.
‐16.00x + 116R² = 0.366
6
Univer
tas yang r
sar. Anion
sida pada
a permuka
Laju Koro
hubungan
ai berikut:
erhadap La
merupakan
gkungan yan
n terdestab
cil ( < 4),
korosi pipa.
l pipa lurus
kecil atau ti
ar. Namun
gkat keasam
6.1
6.5
rsitas Indon
rendah bias
yang ada
pipa, seh
aan baja
osi Pipa Lu
antara bes
aju Korosi
n faktor pe
ng memilik
ilisasi seh
laju reduks
Pada grafi
s, dari hubu
ingkat keas
pada tabe
manya yang
7
52
nesia
sanya
pada
ingga
yang
urus
arnya
Pipa
enting
ki pH
ingga
si ion
ik 4.9
ungan
saman
el 4.3
sama
7
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
53
Universitas Indonesia
Nilai resistivitas yang berbeda pada korosi eksternal lebih berpengaruh
dibandingkan dengan nilai pH karena dari hasil pengukuran tingkat resistivitas
dan pH tanah yang diperoleh terlihat nilai untuk resistivitas lebih beragam
dibanding nilai pH tanah yang cenderung seragam. Hal ini dapat dijelaskan
dengan besarnya nilai R2 pada kedua grafik, yang menjelaskan tentang persentase
pengaruh nilai sumbu x terhadap sumbu y. Pada grafik hubungan resistivitas
terhadap laju korosi, terlihat bahwa laju korosi dipengaruhi sebeasar 49.8% oleh
besarnya nilai resistivitas. Sedangkan pada grafik hubungan pH terhadap laju
korosi, terlihat bahwa laju korosi hanya dipengaruhi 36.6 % saja oleh besarnya
nilai pH. Dari uraian tersebut dapat dikatakan untuk korosi eksternal variabel nilai
resistivitas lebih berpengaruh dibanding pH tanah.
4.4 Pengaruh Geometri Pipa Lurus terhadap laju korosi eksternal
Data dari nilai laju korosi untuk geometri pipa lurus pada tabel 4.3 akan
dibandingkan dengan data nilai laju korosi pipa elbow yang dilakukan oleh
Chairully Salam (2011) Perbandingan laju korosi antara pipa lurus dan pipa
elbow disajikan dalam bentuk grafik yang dapat dilihat pada Gambar 4.10 berikut:
Gambar 4.10 Perbandingan laju korosi antara pipa lurus dan pipa elbow
Dari grafik pada gambar 4.10 terlihat bahwa laju korosi pada pipa lurus
lebih tinggi jika dibandingkan dengan pipa elbow untuk spesifikasi material dan
lingkungan yang sama ditunjukan dengan selapan titik dari data pipa lurus berada
y = ‐0.0158x + 24.2469
y = ‐0.0211x + 25.44410.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
0 200 400 600 800 1000 1200
CR (mpy)
Resistivity (ohm‐cm)
Straight Pipe
Elbow Pipe
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
54
Universitas Indonesia
lebih tinggi dari data pipa elbow serta diperkuat dengan keberadaan persamaan
garis dari pipa lurus, y = -0.0158x + 24.2469, berada diatas persamaan garis dari
pipa elbow, y = -0.0211x + 25.4441. Untuk mengetahui penyebab perbedaan laju
korosi kedua jenis pipa ini, maka dilakukanlah rangkaian analisis seperti analisis
struktur mikro. Sedangkan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya Stress
Corrosion Cracking (SCC), maka dilakukanlah analisis residual stress, dan serta
analisis stress concentration pada saat kondisi operasi pada pipa lurus dengan
menggunakan bantuan perangkat lunak Autodesk Inventor.
4.4.1 Perbedaan Laju Korosi Akbibat Perbedaan Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro dilakukan di Laboratorium Metalografi dan
HST Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI dengan menggunakan
mikroskop optik dan pengetsaan dilakukan dengan zat etsa nital 2 %. Berikut
adalah hasil pengamatan struktru mikro dari kedua jenis sampel pipa tersebut:
Gambar 4.11 Struktur mikro pipa lurus
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
55
Universitas Indonesia
Gambar 4.12 Struktur mikro pipa elbow
Dari hasil pengamatan struktur mikro, terlihat bahwa pipa elbow memiliki
ukuran butir yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran butir pipa lurus.
Pengukuran besar butir dilakukan dengan menggunakan metode planimetri
Jeffries yang mengacu pada ASTM E112. Pada pipa lurus didapatkan ukutan butir
sebesar 10.84 μm sedangkan pada pipa elbow ukuran butir sebesar 16.50 μm.
Restudy (2008) menjelaskan bahwa material baja karbon rendah yang diberikan
perlakuan panas akan memiliki ukuran butir yang lebih besar dalam hal ini pipa
elbow. Pada pipa elbow, panas yang dihasilkan selama proses bending
menyebabkan ukuran butir pipa menjadi lebih besar. Saat proses fabrikasi tersebut
terdapat proses rekritstalisasi, recovery, dan grain growth. Dengan ukuran butir
yang besar maka batas butir yang dimiliki juga akan semakin berkurang. Batas
butir memiliki tingkat energi yang lebih besar daripada butir sehingga darah ini
lebih rentang terserang korosi.
Patuan Alfon (2010) menyebutkan bahwa salah satu penyebab terjadinya
korosi adalah akibat perbedaan mikrostruktur. Area dengan perbedaan
mikrostruktur akan menghasilkan daerah katoda – anoda dalam logam tersebut,
dan jika dipaparkan dalam media elektrolit akan potensial untuk terjadi korosi.
Dengan semakin banyak jumlah butir pada pipa lurus maka jumlah area katoda-
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
56
Universitas Indonesia
anoda pada pipa tersebut juga akan semakin luas, sehingga laju korosi nya juga
akan lebih besar dibandingkan dengan pipa sambungan.
4.5 Analisa Tegangan Sisa Dengan Permodelan Autodesk Inventor
Hasil dari permodelan Autodesk Inventor pada pipa lurus dapat dilihat
pada Gambar 4.13 berikut:
4.13 Hasil permodelan von mises stress pada pipa lurus
Dari hasil simulasi Autodesk Inventor pada Gambar 4.13 diatas terlihat
bahwa pada geometri pipa lurus tidak mengindikasikan adanya konsentarasi
tegangan sisa, besarnya nilai stress pada pipa lurus ini terlihat merata ditunjukan
dengan warna biru yang seragam pada tiap bagian. Dari hasil simulasi Autodesk
Inventor diatas terlihat bahwa besarnya nilai yield strength 122.2 Mpa atau sekitar
42.1% dari Specific Minimum Yield Strength (SMYS) pipa tersebut, yaitu 290
Mpa. Untuk tegangan tarik (Tensile Stress). R.L Wenk (1974) menyebutkan
bahwa hampir semua intergranular (SCC pH tinggi) terjadi pada arah longitudinal
pada pipa. Orientasi ini mengindikasikan bahwa ada faktor tegangan pada arah
longitudal yang berpengaruh terhadap proses SCC ini. Biasanya kegagalan akibat
SCC terjadi pada hoopstress antara 160-270 Mpa, atau sekitar 46-76% dari
specified minimum yield strength (SMYS) pipa baja. Sementara itu untuk kasus
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
57
Universitas Indonesia
SCC pH rendah, kegagalan biasanya terjadi pada bagian daerah yang memiliki
konsentrasi tegangan yang cukup tinggi, melebihi SMYS. Daerah ini biasanya
terletak disekitar daerah sambungan las-lasan pipa.
Dengan permodelan ini menunjukan bahwa pipa dengan geometri lurus
tidak rentan terhadap Stress Crack Corrosion (SCC) dikarenakan kegagalan akibat
SCC terjadi pada hoopstress antara 160-270 Mpa, atau sekitar 46-76% dari
specified minimum yield strenght (SMYS) pipa baja.
4.6 Keandalan Pipa Lurus
Keandalan pipa dianalisis untuk kurun waktu 10 tahun. Berikut moda
kegagalan yang telah ditentukan pada bab metodologi penelitian.
g (x) = α – CR. t
dimana;
α = Batas maksimum kedalaman korosi pipa yang diizinkan (Minimum
Allowable Wall Thickness, MAWT),(mm), berdasar ASTM B.31 G
besarnya nilai adalah 80% dari wall thickness pipa.
CR = Corrosion rate pipa (mm/tahun), dan
t = Waktu (tahun).
Nilai CR dihitung menggunakan persamaan yang telah dijelaskan pada bagian
3.3.3 Teknik Perhitungan Laju Korosi, sebagai berikut:
dimana CR adalah corrosion rate, CRB adalah basic corrosion rate, FSR adalah
faktor pengali untuk resistivitas tanah, FT adalah faktor pengali untuk temperatur,
FCP adalah faktor pengali untuk proteksi katodik, dan FCE adalah faktor pengali
untuk efektifitas coating. Dengan menggunakan perangkat lunak minitab
kemudian data CR tersebut dijadikan input variabel random yang nantinya
disimulasikan dengan metode Monte Carlo.
…………….....................(16)
……………................(15)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
58
Universitas Indonesia
Berikut adalah data yang digunakan untuk menghitung keandalan pipa
lurus pada setiap segmen:
Tabel 4.4 Data Perhitungan Keandalan
Segmen CR
(mpy) CR
(mm/yr)Mean
Standar Deviasi
Thickness MAWT FT FCP FCE
Segmen I 32.64 0.8291
0.5306 0.4288 4.55 3.64
1
0.8
1
28.49 0.7236
1.545 0.0392
Segmen II
15.91 0.40410.3580 0.0402 4.55 3.64 1 13.34 0.3388
13.03 0.3310
Segmen III
11.85 0.30100.1783 0.1117 4.55 3.64 1 5.96 0.1514
3.25 0.0826
Dari perhitungan keandalan pipa lurus pada setiap segmen didapat data
sebagai berikut:
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Keandalan
Segmen N. Iterasi N Failure Keandalan (%) I 10000 6365 36.35 II 10000 4397 56.03 III 10000 339 96.61
Gambar 4.14 Grafik Hasil Perhitungan Keandalan tiap segmen
Dari Grafik 4.14 diatas terlihat bahwa keandalan segmen I adalah 36.35%,
segmen II 56.03%, dan segmen III 96.61%. Hal ini menunjukkan bahwa segmen I
I II III
Segmen 36.35 56.03 96.61
0
20
40
60
80
100
120
Kehan
dalan
%
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
59
Universitas Indonesia
lebih rentan terhadap kegagalan dibandingkan segmen II dan segmen III. Hal ini
disebabkan oleh tingginya tingkat korosifitas tanah pada segmen I yang berada
dilingkungan pantai dan rawa yang basah. Hasil yang didapat dari penelitian ini
didukung dengan failure record yang dimiliki oleh PT. X yang menunjukkan
bahwa pada segmen I sering terjadi kebocoran pipa, seperti yang terlihat pada
Tabel 4.2
Dengan nilai keandalan tersebut diharapkan operator lapangan untuk lebih
memfokuskan mainteinance pada pipeline yang berada di segmen I.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
60 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkanlah
beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Nilai resistivitas tanah berbeda untuk setiap segment pipa milik PT.X.
Nilai resistivitas tanah pada segmen I berada pada level very corrosive
(<500Ω-cm), segmen II berada pada level corrosive (500-1000 Ω-cm), dan
segmen II berada pada level moderately corrosive (1000-2000 Ω-cm).
Sedangkan pH tanah berkisar antara 5-7 untuk semua segmen pipa. Nilai
resistivitas adalah variabel yang lebih berpengaruh dibandingkan pH untuk
korosi eksternal.
2. Pada pipa lurus didapatkan ukutan butir sebesar 10.84 μm sedangkan pada
pipa elbow ukuran butir sebesar 16.50 μm. Perbedaan ukuran butir ini
mempengaruhi laju korosi pipa, dimana laju korosi pipa lurus lebih besar
dibandingkan laju korosi pipa elbow. Pada pipa lurus tidak terindikasikan
terjadinya Stress Cracking Corrosion (SCC) dengan besarnya nilai yield
strength 122.2 Mpa atau sekitar 42.1% dari Specific Minimum Yield
Strength (SMYS) pipa tersebut, yaitu 290 Mpa..
3. Keandalan pipa lurus pada segmen I adalah 36.35%, segmen II 56.03%,
dan segmen III 96.61%. Dengan nilai keandalan tersebut diharapkan
operator lapangan lebih memfokuskan mainteinance pada pipeline yang
berada di segmen I.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
61 Universitas Indonesia
Daftar Pustaka
1. Biro Riset LM FEUI. (2010). Analisis Industri Mintyak dan Gas
Indonesia: Masukan Bagi Pengelolaan BUMN. Jakarta. LM FEUI
2. Angga, Maheta Dewi.(2008).Skripsi: Analisis Pembebanan Statik Kasus
Free Span Pada Offshore pipeline. Bandung. ITB
3. Beaver, Johan, dkk. (2006). External Corrosion of Oil and Natura Gas
Pipeline . ASM Handbook Vol. 13C. Corrosion.
4. Tien, Shiaw-Wen, dkk (2007). Study of risk-based piping inspection
guidline system. ScienceDirect Journal, diakses 15 April 2011.
5. An Evaluation of The Causes of Pipeline Incidents in Oil and Gas
Industries in Niger Delta Region of Nigeria. A. Adebayo, A.S. Dada.
Journal of Engineering and Applied Sciences, Ado-Ekiti - Nigeria :
Medwell Journals, 2008, Vol. III. 1816-949X.
6. Zaidun, Yasin.(2010).Thesis: Analisa Perbandingan Metode Assessment
Berbasis Resiko Dengan Metode Assessment Berbasis Waktu Pada
Stasiun Pengolahan Gas. Jakarta. UI
7. Iman, Nur. (2007). Skripsi:Analisis Keandalan Jaringan Pipa Gas Dengan
Simulasi Monte Carlo. Bandung. ITB Bandung.
8. Diptagama, I Wayan (2008).Skripsi: Analisis Konsekuensi Kegagalan
Secara Kuantitatif Pada Onshore Pipeline berdasarkan API 581 BRD.
Bandung . ITB
9. Denny A. Jones. (1997). Principles and Prevention of Corrosion, 2nd Ed.
Singapore: Prentice Hall International, Inc.
10. K.R. Trethewey and J. Chamberlain. (1995). Corrosion for Science and
Engineering 2nd Edn, Longman (UK).
11. http://www.keytometals.com/articles/art60.htm
12. http://corrosion.kaist.ac.kr/download/2007/chap01.pdf
13. Corrosion of Iron” www.corrosion-doctors.org.
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
62
Universitas Indonesia
14. UK HSE OTR No. 044, Review of Corrosion Management for Offshore
Oil and Gas Processing, 2001
15. Roberge, Pierre R. Handbook of Corrosion Engineering. McGraw-Hill
16. Shreir, L.L. Corrosion Volume 2 Corrosion Control. 3rdedition.
Butterworth Heinemann
17. C. L. Durr and J.A Beaver. (1998). Technique for assesment of soil
corrosivity. Paper No. 667. Corrosion 98. NACE Internasional.
18. Muttaqin, Rahmat Akbar (2008).Skripsi: Pemanfaatan Metode Monte
Carlo Untuk Analisis Perubahan Lahan Secara Spasial. Bandung . ITB
19. Folga, S.M.(2007).Natural Gas Pipeline Technology Overwiew.U.S
Department of Energy. USA.
20. Alfon S, Patuan.(2010). Penelitian I Disertasi: Pengembangan Metode
Inspeksi Berbasis Resiko Pada Pipa Transmisi Gas Onshore.UI.Depok.
21. Parisher, Roy A.(2002).Book:Pipe Drafting and Design.Woburn, MA.
Gulf Profesional Publishing.
22. www.pipe-fitting.net/video.html###. Diakses pada 19 Mei 2011
23. Rosyid, D.M.(2007).Pengantar Rekayasa Keandalan. Surabaya: Airlangga
University Press.
24. Ihsan, dkk.(2002).Analisis Pengaruh Jenis Tanah Terhadap Tegangan
Permukaan Tanah.Yogyakarta.Jurnal Teknik Elektro Emitor.
25. Canadian Association of Petroleum Produces.(2009).Mitigation of
External Corrosion on Buried Pipeline System.Alberta,Canada.
26. Nizamn, Mohd Saiful (2009). Cathodic Protection 0f Underground Steel
Pipelines By Using Sacrificial Anodes.Pahang. Malaysia
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
63
Universitas Indonesia
27. Restudy, Julain. (2008). Skripsi: Studi Morfologi Mikrostruktur Baja
HSLA.FTUI. Depok
28. Salam, Chairully. (2011). Skripsi: Analisis Keanadalan Pipa Elbow Akibat
Korosi Eksternal Pada Jalur Pipa Transmisi Gas Dengan Menggunakan
Simulasi Monte Carlo.FTUI. Depok
29. Prameswari, Bunga. (2008). Skripsi: Studi Efektifitas Lapis Galvanis
Terhadap Ketahanan Korosi Pipa Baja ASTM A53 Di Dalam Tanah
(Underground Pipe).FTUI. Depok
30. Arief, Farhan. (2010). Skripsi: Studi Pengaruh Konsentrasi Inhibitor
Organik Ramah Lingkungan Untuk Material Baja Karbon Rendah Pada
Lingkungan Air Laut.FTUI. Depok
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
64 Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
65
Universitas Indonesia
LAMPIRAN A
PETA JALUR PIPA TRANSMISI MILIK PT.X
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
66
Universitas Indonesia
LAMPIRAN B
Gambar Penelitian
Pengambilan Sampel Tanah
Pengujian Ph dengan pengujian Insitu
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
67
Universitas Indonesia
Instalasi Resistance Testers
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
68
Universitas Indonesia
Gambar Pengujian Polarisasi
Gambar Sampel pipa lurus
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
69
Universitas Indonesia
LAMPIRAN C
GRAFIK HASIL PENGUJIAN POLARISASI PIPA
C.1 Grafik Hasil Polarisasi Pada Segmen I (Dari atas ke bawah: Km. 14, 13.5, dan 15)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
70
Universitas Indonesia
C.2 Grafik Hasil Polarisasi Pada Segmen II (Dari atas ke bawah: Km. 42, 23, dan 13)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
71
Universitas Indonesia
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
72
Universitas Indonesia
C.3 Grafik Hasil Polarisasi Pada Segmen III (Dari atas ke bawah: Km. 15, 21, dan 31)
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011
73
Universitas Indonesia
Analisis keandalan..., Redian Wahyu Elanda, FT UI, 2011