analisis kebijakan subsidi energi indonesia dengan model force field analysis

18
1 ANALISIS KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SUBSIDI ENERGI DI INDONESIA DENGAN MODEL FORCE FIELD ANALYSIS Kharisma Baptiswan Mahasiswa Diploma IV Akuntansi Khusus, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara [email protected] Abstract Government of Indonesia has been implementing energy subsidy for a long time. Recently cost of delivering energy subsidy has become a burden in Indonesia’s national budget (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN). It has consumed approximately 27% of total national expenditure. Idea of erasing energy subsidy policy has emerged recently. Yet some believe this policy is still needed by Indonesian’s people. This paper will compare the forces of proponents and opponents of energy subsidy and seek the best decision and solotions based on presented arguments. Kata kunci : subsidi energi, penerapan subsidi energi, penghapusan subsidi, force field analysis 1. Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Indonesia adalah salah satu dari dari banyak negara berkembang yang masih menerapkan kebijakan subsidi energi. Kebijakan ini di masa lampau tidak menjadi pusat perhatian, namun akhir-akhir ini kebijakan ini menemui banyak pandangan. Pandangan yang menolak keberadaan kebijakan subsidi energi berpendapat bahwa kebijakan ini menciptakan beban anggaran negara yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2014 saja anggaran untuk belanja subsidi energi diperkirakan mencapai 27% dari total belanja negara selama satu tahun periode. Jumlah ini cukup besar mengingat masih ada kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat yang masih belum terpenuhi secara merata. Disisi lain pandangan yang mendukung keberadaan subsidi energi juga sangat kuat. Mereka berpendapat bahwa subsidi energi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan subsidi energi masyarakat diharapkan memiliki mobilitas sosial ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Subsidi energi akan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengalokasikan pendapatannya, karena harga energi menjadi terjangkau. Masing-masing pandangan memiliki nilai kebenaran, namun kebenaran tersebut tidak mutlak namun bersifat relatif. Pengukuran akan relatifitas dalam pandangan-pandangan ini akan dilakukan oleh Penulis dalam makalah ini. Pada akhirnya diharapkan akan dihasilkan kesimpulan yang berarti dan mampu menjadi dasar pengambilan kebijakan untuk meneruskan atau menghapus kebijakan subsidi energi. 1.2.Rumusan Masalah Dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah yang meliputi : 1) Apakah yang dimaksud dengan subsidi energi? 2) Bagaimana penerapan subsidi energi di Indonesia? 3) Apa saja dampak menguntungkan dari subsidi energi? 4) Apa saja dampak merugikan dari subsidi energi? 5) Kebijakan apa yang seharusnya diambil Pemerintah Indonesia terkait subsidi energi?

Upload: kharisma-baptiswan

Post on 19-Jan-2016

171 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kebijakan, subsidi, risiko fiskal, penghapusan subsidi, keuangan negara

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

1

ANALISIS KEBIJAKAN PENGHAPUSAN SUBSIDI ENERGI DI INDONESIA

DENGAN MODEL FORCE FIELD ANALYSIS

Kharisma Baptiswan

Mahasiswa Diploma IV Akuntansi Khusus, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

[email protected]

Abstract

Government of Indonesia has been implementing energy subsidy for a long time. Recently cost

of delivering energy subsidy has become a burden in Indonesia’s national budget (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara/APBN). It has consumed approximately 27% of total national

expenditure. Idea of erasing energy subsidy policy has emerged recently. Yet some believe this

policy is still needed by Indonesian’s people. This paper will compare the forces of proponents

and opponents of energy subsidy and seek the best decision and solotions based on presented

arguments.

Kata kunci : subsidi energi, penerapan subsidi energi, penghapusan subsidi, force field analysis

1. Pendahuluan

1.1.Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu dari dari banyak negara berkembang yang masih

menerapkan kebijakan subsidi energi. Kebijakan ini di masa lampau tidak menjadi pusat

perhatian, namun akhir-akhir ini kebijakan ini menemui banyak pandangan. Pandangan

yang menolak keberadaan kebijakan subsidi energi berpendapat bahwa kebijakan ini

menciptakan beban anggaran negara yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun

2014 saja anggaran untuk belanja subsidi energi diperkirakan mencapai 27% dari total

belanja negara selama satu tahun periode. Jumlah ini cukup besar mengingat masih ada

kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat yang masih belum terpenuhi secara merata.

Disisi lain pandangan yang mendukung keberadaan subsidi energi juga sangat kuat.

Mereka berpendapat bahwa subsidi energi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Dengan subsidi energi masyarakat diharapkan memiliki mobilitas sosial ekonomi untuk

meningkatkan taraf hidup mereka. Subsidi energi akan memberikan kemudahan bagi

masyarakat dalam mengalokasikan pendapatannya, karena harga energi menjadi terjangkau.

Masing-masing pandangan memiliki nilai kebenaran, namun kebenaran tersebut tidak

mutlak namun bersifat relatif. Pengukuran akan relatifitas dalam pandangan-pandangan ini

akan dilakukan oleh Penulis dalam makalah ini. Pada akhirnya diharapkan akan dihasilkan

kesimpulan yang berarti dan mampu menjadi dasar pengambilan kebijakan untuk

meneruskan atau menghapus kebijakan subsidi energi.

1.2.Rumusan Masalah

Dalam makalah ini akan dibahas beberapa masalah yang meliputi :

1) Apakah yang dimaksud dengan subsidi energi?

2) Bagaimana penerapan subsidi energi di Indonesia?

3) Apa saja dampak menguntungkan dari subsidi energi?

4) Apa saja dampak merugikan dari subsidi energi?

5) Kebijakan apa yang seharusnya diambil Pemerintah Indonesia terkait subsidi energi?

Page 2: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

2

1.3.Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut :

1) Memahami pengertian subsidi energi;

2) Memahami penerapan subsidi energi di Indonesia;

3) Mengetahui dampak menguntungkan dari subsidi energi;

4) Mengetahui dampak merugikan dari subsidi energi;

5) Memberikan solusi terkait kebijakan subsidi energi.

2. Landasan Teori

2.1.Teori Subsidi

Subsidi berasal dari kata Latin yaitu subsidium yang berarti membantu. Subsidi adalah

kontribusi keuangan yang dilakukan oleh Pemerintah (WTO 2006). Subsidi adalah

kebalikan dari pajak (Mankiw 2012). Pemerintah memberikan sebagian dari

pengeluarannya untuk memenuhi berbagai kebijakan untuk kesejahteraan rakyatnya. Untuk

membayar subsidi, Pemerintah perlu menarik pajak dari rakyat. Dapat dilihat jika subsidi

sebenarnya adalah beban yang menjadi tanggungan para pembayar pajak. Pembayaran

dapat dilakukan dalam bentuk kas atau barang (Suparmoko dalam Handoko dan Patriadi

2005). Selain bentuk pembayaran, subsidi juga dapat berbentuk pengurangan pendapatan

Pemerintah melalui mekanisme pengurangan dan pembebasan pajak. Dalam hal ini para

pembayar pajaklah yang mendapat keuntungan.

Pada umumnya subsidi ditujukan untuk memberikan kesempatan yang sama kepada

rakyat terhadap suatu akses barang atau jasa publik yang cukup vital. Kesetaraan akses

tersebut diharapkan akan memberikan kesempatan untuk berusaha yang sama terhadap

rakyat sehingga masing-masing individu dapat memperbaiki kualitas hidupnya. Subsidi

memiliki target kelompok masyarakat dan outcome yang dikehendaki dari pemberian

tersebut.

Dilihat dari sifatnya, terdapat dua jenis subsidi yaitu subsidi langsung dan subsidi tidak

langsung. Menurut Collins Dictionary of Economics (n.n.), subsidi langsung dapat berupa

bantuan uang atau pinjaman bebas bunga. Sedangkan subsidi tidak langsung dapat berupa

potongan atau pembebasan pajak, asuransi atau garansi perbankan, pinjaman berbunga

rendah, potongan penyusutan atau rabat.

Subsidi juga dapat diklasifikasikan sebagai subsidi konsumen dan subsidi produsen.

Subsidi konsumen adalah subsidi yang ditujukan untuk mengurangi harga komoditas baik

barang maupun jasa untuk meringankan beban konsumen. Sedangkan subsidi produsen

adalah subsidi yang diberikan kepada produsen dengan harapan mengurangi biaya produksi

keseluruhan sehingga tingkat produktifitas dapat meningkat.

2.2.Teori Subsidi Energi

Subsidi energi secara umum adalah bantuan pemerintah baik langsung maupun tidak

langsung terhadap penyediaan sumber energi. Dalam joint report oleh OECD (2010)

dijelaskan bahwa subsidi energi digunakan untuk mengurangi kemiskinan energi serta

mempromosikan pertumbuhan ekonomi melalui pembukaan akses terhadap layanan energi

moderen.

Subsidi energi memiliki implikasi dalam perubahan iklim dan pembangunan

berkelanjutan melalui pengaruhnya terhadap produksi dan penggunaan sumber – sumber

energi (UNEP 2008). Implikasi ini ada yang bersifat positif maupun negatif.

Beberapa cara dalam memberikan subsidi energi menurut UNEP (2008) antara lain :

Page 3: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

3

Tabel 2-1 Bentuk Subsidi Energi

Sumber: UNEP 2008

Pandangan pro subsidi energi pada umumnya memiliki alasan rasional terhadap

keberadaan kebijakan ini, antara lain (UNEP 2008) :

1) Menjaga industri domestik terhadap kompetisi internasional serta meningkatkan

lapangan kerja;

2) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi;

3) Mengurangi ketergantungan impor energi dan alasan ketahanan energi;

4) Menciptakan keterjangkauan atas akses energi kepada masyarakat dalam rangka

peningkatan standar hidup layak;

5) Melindungi lingkungan.

Pertumbuhan ekonomi merupakan efek paling penting yang diharapkan dari kebijakan

ini. Efek-efeknya dapat dijelaskan sebagai berikut. Subsidi energi dapat berimbas kepada

pengurangan harga yang akan meningkatkan permintaan agregat. Subsidi energi juga dapat

meningkatkan kapasitas produksi akibat efisiensi harga produksi. Keduanya akan

berkontribusi dalam perlindungan produksi dalam negeri. Dalam memfasilitasi lonjakan

permintaan barang dan jasa, maka jumlah permintaan tenaga juga akan ikut meningkat

dengan kata lain tingkat pengangguran berkurang. Kenaikan produktifitas akan berimbas

pula pada tingkat ekspor barang yang meningkatkan devisa negara. Selain itu subsidi secara

tidak langsung bermanfaat dalam melindungi produk dalam negeri dalam maraknya

gencaran produk impor akibat perdagangan bebas.

Dalam konteks perlindungan lingkungan dan alasan ketahanan energi, kedua pendapat

ini bisa jadi cukup bertentangan. Sebagai contoh Pemerintah mempunyai kebijakan untuk

memberi subsidi bahan bakar minyak agar mengurangi ketergantungan terhadap sumber

energi nuklir yang mungkin dianggap berbahaya. Tetapi pendapat ini akan bertolak

belakang jika kondisi suatu negara sangat minim sumber energi dan mungkin hanya bisa

bergantung kepada sumber energi nuklir.

Efek negatif dari adanya subsidi energi adalah semakin besarnya defisit anggaran

nasional, kebutuhan pembiayaan utang luar negeri meningkat, inflasi dalam jangka pendek,

Page 4: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

4

menghambat investasi sumber energi alternatif, kecemburuan sosial akibat tidak tepatnya

implementasi subsidi, serta ancaman kerusakan lingkungan dalam jangka panjang.

Lebih lanjut menurut UNEP (2008) konsekuensi negatif baik dari kebijakan subsidi

energi meliputi :

1) Subsidi terhadap sumber energi tertentu, baik dalam produksi maupun konsumsinya,

melalui penurunan harga memicu peningkatan penggunaan dan mengurangi insentif

untuk menghemat atau beralih kedalam sumber energi lain;

2) Subsidi energi dalam produksi akan mengurangi pengembalian investasi sektor energi

terkait sehingga berimbas pada berkurangnya pilihan terhadap investasi sektor energi;

3) Subsidi energi dalam produksi akan mengurangi kondisi kompetitif terhadap pasar

energi, sehingga produsen energi cenderung tidak efisien dalam operasinya serta

mengurangi pilihan untuk beralih kepada sumber energi lain yang lebih efisien;

4) Subsidi langsung baik berupa transfer maupun pembebasan pajak akan menambah

beban anggaran negara;

5) Penetapan harga dibawah harga pasar akan menimbulkan kelangkaan energi dan

memicu kebijakan pembatasan yang membutuhkan biaya besar;

6) Peningkatan penggunaan energi akan meningkatkan kebutuhan impor energi atau

mengurangi potensi ekspor energi;

7) Subsidi energi akan memicu penggelapan energi ke wilayah yang memiliki nilai jual

tinggi;

8) Subsidi energi pada sektor energi tertentu akan menghambat perkembangan dan

komersialisasi sumber energi lain yang lebih efisien dan bersahabat;

9) Penerapan subsidi energi cenderung tidak tepat sasaran.

3. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode analisis deskriptif kualitatif dengan fokus kepada

studi literatur. Sumber literatur adalah buku teks, jurnal, laporan serta webpage yang terkait

dengan subsidi energi. Model analisis yang akan digunakan adalah dengan menggunakan

model Force Field Analysis (FFA).

FFA adalah suatu model analisis yang dikembangkan oleh Kurt Lewin dan banyak

digunakan dalam proses pengambilan keputusan, terutama pada tahap perencanaan dan

penerapan program manajemen perubahan dalam organisasi. Model ini merupakan alat

yang cukup ampuh dalam mendapatkan gambaran yang komprehensif terkait berbagai

kekuatan dan pengaruh serta sumbernya yang berpotensi mempengaruhi program.

FFA membagi kekuatan-kekuatan pengaruh menjadi dua jenis yaitu pengaruh

pendorong (driving forces) dan pengaruh penghambat (restraining forces). Pengaruh-

pengaruh ini dapat berupa argumen, situasi atau kondisi saat ini serta ekspetasi masa depan.

Penulis mengklasifikasikan setiap pengaruh kedalam dimensi politik, ekonomi, sosial dan

lingkungan. Masing-masing pengaruh memiliki bobot kekuatan masing-masing

berdasarkan derajat kepentingannya.

Disini Penulis juga menambahkan pengukuran lain berupa derajat pengendalian yang

menggambarkan seberapa dekat kekuatan pengendalian yang dimiliki oleh subjek analisis

terhadap masing-masing pengaruh. Ukuran bobot memiliki rentang satu hingga empat.

Dalam derajat kepentingan, satu berarti tidak penting dan empat berarti sangat penting.

Sedangkan dalam derajat pengendalian, satu berarti tidak memiliki kendali dan empat

berarti sangat memiliki kendali.

Page 5: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

5

Tabel 3-1 Keterangan Nilai FFA

Derajat Nilai Keterangan

Derajat Kepentingan 1 Tidak Penting

2 Cukup Penting

3 Penting

4 Sangat Penting

Derajat Pengendalian 1 Tidak memiliki kendali

2 Cukup memiliki kendali

3 Memiliki kendali

4 Sangat memiliki kendali

Sumber: diolah dari berbagai sumber

Selanjutnya setiap pengaruh dibandingkan dan hasil perbandingan akan menunjukkan

golongan pengaruh yang dominan. Hasil akhir analisis adalah pengambilan keputusan

terkait pelaksanaan program atau kebijakan perubahan, dimana keputusan dapat berupa

persetujuan atau penolakan.

4. Hasil dan Pembahasan

4.1.Hasil

Hasil dari analisis dengan menggunakan model FFA menemukan bahwa driving forces

memiliki dominasi dibandingkan dengan restraining forces. Detil hasil analisis dapat

ditinjau sebagai berikut :

Gambar 4-1 Diagram Force Field Analysis Penghapusan Subsidi Energi

Sumber: diolah dari berbagai sumber

Analisis dilaksanakan dengan mengklasifikasikan pengaruh-pengaruh kedalam empat

kelompok, yaitu : politik, ekonomi, sosial dan lingkungan. Pemilihan pengaruh-pengaruh

didasarkan kepada relevansi terhadap situasi dan kondisi di Indonesia serta memperhatikan

tren-tren di dunia internasional.

Pengaruh Pendorong Pengaruh Penghambat

Politik Politik

Dukungan internasional Manipulasi harga energi untuk kepentingan jangka pendek partai berkuasa

Ekonomi Ekonomi

Persaingan pasar yang lebih baik Subsidi energi memicu pertumbuhan ekonomi

Beban anggaran semakin meningkat Subsidi energi mendukung ketahanan energi

Impor energi yang semakin meningkat Subsidi energi menambah akses dan keterjangkauan masyarakat

Penggelapan energi (kriminalitas) Penghapusan subsidi energi meningkatkan harga barang

Potensi peningkatan belanja dasar Penghapusan subsidi energi meningkatkan pengangguran

Sosial Sosial

Subsidi energi yang salah sasaran Penghapusan subsidi energi memicu demonstrasi dan gejolak politik

Lingkungan Lingkungan

Pemborosan energi Tidak ada

Hambatan pengembangan energi alternatif

Polusi udara

PENGHAPUSAN SUBSIDI ENERGI

Page 6: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

6

Setelah melakukan identifikasi pengaruh, maka dilakukan pengukuran derajat

kepentingan dan derajat pengendalian berdasarkan studi literatur dan asumsi Penulis.

Pengukuran dan hasil perbandingan pengaruh dapat dilihat pada tabel 4-1.

Tabel 4-1 Tabel Force Field Analysis Kebijakan Penghapusan Subsidi Energi

Driving Forces

Dukungan internasional P 2 2 4

Pemborosan energi Env 4 4 8

Alternatif energi baru Env 4 4 8

Persaingan pasar E 2 2 4

Beban anggaran meningkat E 4 4 8

Impor energi meningkat E 4 4 8

Penggelapan E 4 2 6

Polusi udara Env 4 4 8

Salah sasaran S 4 4 8

Belanja dasar lain meningkat E 4 4 8

70

Restraining Forces

Politik pendulangan suara P 4 4 8

Pertumbuhan ekonomi E 1 2 3

Ketahanan energi E 1 2 3

Keterjangkauan energi E 4 3 7

Demonstrasi besar S 3 2 5

Kenaikan harga barang E 4 2 6

Penurunan lapangan pekerjaan E 4 2 6

38

Results

Total

Total

Forces Classification Degree of Importance Degree of Control

Sumber: diolah dari berbagai sumber

4.2.Pembahasan

4.2.1. Penerapan Subsidi Energi di Indonesia

Subsidi energi adalah alokasi anggaran yang disalurkan melalui perusahaan/lem-

baga yang menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM), bahan ba-

kar nabati (BBN), liquefied petroleum gas (LPG) tabung 3 kilogram, dan liquefied gas

for vehicle (LGV) serta tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyara-

kat (Nota Keuangan dan RAPBN 2014).

BBM bersubsidi meliputi Premium dan Solar. Premium termasuk dalam jenis bahan

bakar dengan fraksi distilasi medium dan digunakan untuk mesin motor dengan nilai

oktan 89 RON. Solar merupakan fraksi terendah dari proses distilasi hidrokarbon se-

hingga tidak jarang solar disebut residu. Solar digunakan dalam proses pembakaran

mesin disel (ESDM 2012). LPG dan LGV merupakan bahan bakar gas yang masing-

masing digunakan untuk keperluan rumah tangga non komersil dan mesin bertenaga

gas. Subsidi listrik merupakan subsidi dalam bentuk pengurangan tarif atau harga jual

listrik kepada konsumen.

Subsidi bahan bakar diberikan dalam rangka mengendalikan harga jual BBM, BBN,

LPG tabung 3 kg dan LGV bersubsidi. Sumber energi tersebut merupakan kebutuhan

dasar masyarakat, sehingga dengan subsidi diharapkan dapat terjangkau oleh daya beli

masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Subsidi listrik diberikan dengan

tujuan agar harga jual listrik dapat terjangkau oleh pelanggan dengan golongan tarif

Page 7: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

7

tertentu, mendukung ketersediaan listrik bagi industri, komersial, dan pelayanan

masyarakat, serta diharapkan dapat menjamin program investasi dan rehabilitasi sa-

rana/prasarana dalam penyediaan tenaga listrik (Nota Keuangan dan RAPBN 2014).

Tabel 4-2 Tabel Perhitungan Kebutuhan Subsidi 2013

Energi Harga Pasar Harga Subsidi Selisih Konsumsi Total Beban APBN

Premium (per liter) 10,000 6,500 3,500 31,080,000,000 108,780,000,000,000

Solar (per liter) 11,000 5,500 5,500 17,250,000,000 94,875,000,000,000

LPG (per kg) 10,785 4,944 5,841 4,410,000,000 25,758,810,000,000

LGV (per kg) 6,636 5,136 1,500 230,000,000 345,000,000,000

Listrik (per KWH) 950 630 320 90,480,000,000 28,953,600,000,000

258,712,410,000,000 Total Kebutuhan 2013 Sumber: diolah dari berbagai sumber

Dalam tabel 4-2 Penulis berupaya untuk menganalisis total beban APBN yang

diakibatkan oleh harga keekonomian yang tidak tercapai akibat kebijakan subsidi en-

ergy. Perbedaan nilai total beban APBN sebagai akibat subsidi energy dalam perhi-

tungan diatas dengan nilai pada APBN yang sesungguhnya kemungkinan terjadi ka-

rena adanya perbedaan asumsi yang dipakai oleh Pemerintah.

Dalam laporan IISD (2012) dijelaskan bahwa Indonesia menggunakan mekanisme

subsidi guna menekan harga eceran bahan bakar sejak 1967. Pada era 1980-an, ketika

produksi minyak Indonesia lebih tinggi dibanding saat ini, subsidi bahan bakar lebih

terjangkau, meskipun hal ini banyak menuai kritik karena subsidi energi menganggu

sistem perekonomian secara keseluruhan. Ketika harga minyak dunia meningkat pada

2005, pemerintah menghabiskan 24 persen dari pengeluaran totalnya untuk subsidi, dan,

dari jumlah tersebut, 90 persennya dihabiskan untuk produk-produk bahan bakar. Guna

mengurangi pengeluarannya, pemerintah meningkatkan harga minyak tanah, bensin

dan diesel di dalam negeri dua kali dalam kurun enam bulan pada 2005. Peningkatan

harga pertama kali dilakukan pada Maret sebesar 29 persen (untuk harga bahan bakar),

sementara yang kedua pada Oktober sebesar 114 persen. Produksi minyak mentah In-

donesia menurun sejak 1998 seiring menuanya umur sumur-sumur minyak terbesar di

Indonesia.

Pada 2004 Indonesia menjadi net importir minyak dan tidak lama setelah itu

pemerintah menangguhkan keanggotaannya di Organisasi Negara-Negara Pengekspor

Minyak. Pada 2011, badan pengatur minyak dan gas bumi sektor hulu, BP Migas, mem-

perkirakan cadangan minyak potensial dan terbukti hanya akan bertahan sampai 12 ta-

hun, sedangkan untuk gas alam hanya bertahan sampai 46 tahun.

4.2.2. Pengaruh Pendorong Penghapusan Subsidi Energi

Banyak organisasi internasional yang telah mengeluarkan sikap terkait pelestarian

lingkungan. Badan-badan internasional seperti United Nations of Environment

Programme, World Health Organisation, G20, Uni Eropa dan lain-lain. Organisasi-

organisasi ini mendukung upaya pencegahan perubahan iklim drastis yang salah

satunya diindikasikan disebabkan oleh gas buang berlebihan. Gas buang ini menjadi

pemicu polusi udara. Gas buang dipicu oleh proses industri dan pembakaran mesin

kendaraan bermotor. Jika kebijakan penghapusan subsidi energi dilakukan, maka

susungguhnya Indonesia telah ikut berpartisipasi dalam ide-ide organisasi internasional

Page 8: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

8

tersebut. Keputusan untuk mengikuti saran dari organisasi-organisasi ini sepenuhnya

berada di tangan Pemerintah.

Harga energi yang sesuai dengan nilai pasar wajar akan membuat keputusan

ekonomi lebih rasional. Dunia usaha akan memiliki kesetaraan dalam berusaha. Dengan

membaiknya kompetisi pasar yang sehat maka kecenderungan alokasi belanja pihak-

pihak dalam ekonomi akan lebih fokus kedalam prioritas-prioritas jangka panjang,

rasional, dan berkelanjutan.

Persaingan dalam pasar juga dapat menimbulkan keuntungan sebagai berikut

(AMD 2014):

1) Konsumen akan mendapatkan pilihan produk berkualitas dengan harga terbaik.

Pembatasan terhadap kebebasan konsumen dalam pilihan konsumsi akan

menghambat inovasi;

2) Dunia usaha akan mendapatkan pemicu untuk melakukan efisiensi biaya demi

kelangsungan usaha serta kepuasan pelanggan;

3) Harga kompetitif, inovasi produk, peningkatan kinerja dan praktek persaingan sehat

akan membantu Pemerintah dalam menciptakan nilai publik tersendiri;

4) Persaingan usaha akan memicu pertumbuhan ekonomi secara nyata.

Berdasarkan Nota Keuangan dan RAPBN 2014, pada tahun 2013 dari total realisasi

belanja sebesar Rp 1.196,8 triliun, Pemerintah mengeluarkan Rp 299,9 triliun atau

setara dengan 25% total belanja Pemerintah. Dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara tahun 2014 (RAPBN 2014), subsidi energi mengalami penurunan

sebesar Rp 15,2 triliun menjadi Rp 284,7 triliun. Penurunan ini banyak dipengaruhi

oleh parameter asumsi makro Pemerintah, namun tidak dapat dipungkiri bahwa

kenaikan masih dapat terjadi mengingat fluktuasi kondisi ekonomi dan tren tradisi

perubahan dalam APBN setiap tahunnya.

Jika dilihat dari proporsinya, belanja subsidi energi dalam postur RAPBN 2014

telah mencapai 27,3% dari total belanja Pemerintah diikuti oleh belanja Pegawai yang

mencapai 22,5%. Kedua jenis belanja tersebut mengalahkan jumlah proporsi belanja

modal yang hanya sebesar 16,7% (Nota Keuangan dan APBN 2014). Padahal belanja

modal memiliki efek pengali ekonomi yang lebih tinggi daripada belanja subsidi energi.

Jumlah belanja subsidi energi juga lebih tinggi 1,8 kali dibandingkan belanja untuk

fungsi pendidikan, 6 kali lebih tinggi daripada bantuan perumahan rakyat, 11,5 kali

lebih tinggi daripada belanja fungsi kesehatan dan 32 kali lebih tinggi daripada belanja

bantuan sosial yang meliputi perlindungan orang miskin, cacat, anak-anak dan wanita

(IISD 2011).

Saat ini Indonesia juga memiliki gap antara permintaan dan penawaran akan energi,

terutama bahan bakar. Penggunaan bahan bakar minyak tidak sebanding dengan

produktifitas penambangannya. Dengan tidak adanya dorongan untuk memanfaatkan

sumber energi lain, pilihan untuk mengimpor menjadi satu-satunya pilihan saat ini.

Pilihan impor inilah yang menyebabkan jumlah subsidi energi semakin meningkat dari

tahun ke tahun. Sejak kenaikan harga minyak yang drastis di tahun 2008, beban APBN

untuk subsidi energi terutama BBM semakin melonjak. Pada November 2008 harga

minyak melonjak menjadi hampir US$ 150, lebih tinggi dari harga tahun lalu sebesar

US$ 80 (ESDM 2012). Beban APBN meningkat dikarenakan asumsi makro yang harus

disesuaikan.

Berdasarkan data Kementerian ESDM (2013), nilai impor migas Indonesia pada

tahun 2013 didominasi oleh mata uang Dolar Amerika yang mencapai 98% atau kurang

lebih US$ 45 miliar. Walaupun data yang tersaji tidak memberikan gambaran proporsi

Page 9: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

9

penggunaan impor migas, namun data ini setidaknya dapat memberikan gambaran

ketergantungan negara terhadap impor migas. Nilai yang sangat besar ini akan semakin

memperburuk keadaan ketika nilai tukar Rupiah semakin melemah.

Kondisi persediaan bahan bakar minyak dalam negeri yang terbatas menyebabkan

permintaan impor yang merugikan neraca pembayaran. Hal ini diperburuk dengan

ketidakstabilan harga minya dunia dan naik turunnya nilai mata uang Rupiah terhadap

Dolar Amerika.

Grafik 4-1 Tabel Konsumsi dan Produksi Minyak Indonesia

Sumber: Index Mundi, 2010

Grafik 4-2 Produksi Energi Indonesia

Sumber: OECD/IEA 2013

Pemerintah seringkali kurang serius dalam mencari solusi dari masalah kenaikan

jumlah subsidi energi yang semakin membesar. Beban subsidi tersebut menjadi

Page 10: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

10

hambatan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk memberikan

dampak yang lebih luas dan memastikan pertumbuhan jangka panjang.

Grafik 4-3 Konsumsi Energi Indonesia

Sumber: OECD/IEA 2013

Grafik 4-4 Perkembangan Subsidi Energi

Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2014

Page 11: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

11

Masalah lain terkait subsidi energi adalah potensi tindak kriminal yang

mengikutinya. Masalah ekonomi yang paling mengganggu adalah upaya kejahatan

untuk menggelapkan bahan bakar bersubsidi ke wilayah atau negara lain yang tidak

menerapkan subsidi. Resiko penimbunan juga dapat terjadi karena potensi keuntungan

akan spekulasi cukup menggiurkan. Biasanya upaya kejahatan tersebut disertai oleh

praktek korupsi yang dilakukan oleh aparat sipil, karena kemudahan dalam praktek

suap. Resiko pengoplosan juga dapat terjadi. Pengoplosan akan meningkatkan marjin

usaha pelaku pengoplosan namun sangat merugikan pengguna. Mesin akan cepat rusak

dan potensi kecelakaan dapat meningkat akibat kegagalan mesin.

Jika penghapusan subsidi energi benar-benar dihapuskan maka Pemerintah akan

memiliki dana lebih senilai hampir Rp 300 triliun. Jika menggunakan perhitungan kasar,

maka utang Pemerintah yang saat ini senilai hampir Rp 3.000 triliun dapat lunas dalam

jangka waktu 10 tahun.

Cara lain memanfaatkan dana lebih ini adalah dengan meningkatkan pembagunan

di luar Jawa yang sampai saat ini relatif tidak tersentuh dengan maksimal. Jika kita

belajar dari China, maka pembangunan infrastruktur jalan raya nasional berkualitas

tinggi lebih mampu merubah kondisi perekonomian rakyat karena akses-akses terhadap

sumber daya ekonomi antar daerah akan lebih merata.

Dalam situsnya, KPK menjelaskan bahwa pada tahun 2010 Kementerian Pekerjaan

Umum berhasil membangun jalan nasional baru sepanjang 1.993 km dengan biaya Rp

11.572,70 milyar. Dengan kata lain biaya pembangunan jalan per kilometer

diperkirakan sekitar Rp 5.806.673.356,75. Jika dana hasil penghapusan subsidi yang

berjumlah kurang lebih Rp 300 triliun diinvestasikan dalam pembangunan ini, maka

akan diperoleh jalan nasional baru sepanjang 51.665 km setiap tahunnya. Pilihan-

pilihan investasi ini sepenuhnya berada pada tangan Pemerintah.

Selain itu ada indikasi bahwa subsidi energi di Indonesia tidak tepat sasaran.

Seharusnya subsidi energi ditujukan untuk memberikan kesetaraan akses energi bagi

orang miskin. Namun pada kenyataannya sebagian besar manfaat subsidi dinikmati

oleh golongan yang mampu dengan tingkat konsumsi yang boros.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2010,

sebesar 25% kelompok rumah tangga dengan penghasilan per bulan terendah hanya

menerima alokasi subsidi sebesar 15%. Sementara itu, 25% kelompok rumah tangga

dengan penghasilan per bulan tertinggi menerima alokasi subsidi sebesar 77%.

Masih merujuk data Kementerian ESDM, jika dilihat dari sektor pengguna

transportasi sebanyak 89% BBM bersubsidi dinikmati transportasi darat, transportasi

laut 1%, rumah tangga 6%, sektor perikanan 3%, dan hanya 1% dinikmati usaha kecil

menengah. Konsumsi premium untuk transportasi darat sebesar 53% justru dinikmati

mobil pribadi, 40% dinikmati motor, 4% dinikmati mobil barang, dan 3% dinikmati

kendaraan umum. Data-data ini menunjukkan secara gamblang pemborosan anggaran

dan ketidaktepatan sasaran subsidi energi yang terjadi selama ini di Indonesia.

Subsidi energi juga menyebabkan pemborosan dalam penggunaan bahan bakar.

Sebagai gambaran permintaan akan bahan bakar yang semakin meningkat, berikut

disajikan grafik pertumbuhan kendaraan dari tahun ke tahun.

Page 12: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

12

Grafik 4-5 Pertumbuhan Kendaraan Darat

Sumber: www.bps.go.id

Subsidi energi menyebabkan peningkatan terhadap bahaya efek gas rumah kaca,

meningkatkan polusi udara dan pemborosan sumber daya alam. Pemantauan udara jalan

raya sejumlah kota besar pada 2012 memberikan informasi beberapa pencemar udara

meningkat. Hal ini berarti kualitas udara menurun, yang berdampak buruk bagi

kesehatan, pertumbuhan hutan, mengurangi jarak pandang, dan merusak bangunan

karena hujan asam. Selain menimbulkan asap hitam, bau tidak sedap, iritasi mata dan

infeksi pernafasan, pencemaran udara juga memicu risiko kematian dini, produktivitas

kerja menurun, dan gangguan produksi pertanian. Dapat dilihat pada studi Asian

Development Bank (ADB) pada 2002 yang mengidentifikasikan, dampak kesehatan

karena udara tercemar di Jakarta menelan biaya Rp1,8 triliun (Kementerian Lingkungan

Hidup 2012).

Subsidi energi mencegah usaha penelitian dan pengembangan untuk mencari

sumber energi alternatif. Banyak negara maju yang telah beralih kepada sumber energi

lain selain bahan bakar fosil. Beberapa sumber energi alternatif yang telah sukses

dicoba antara lain: tenaga matahari baik untuk kendaraan maupun pembangkit listrik,

tenaga listrik dalam mobil listrik, tenaga angin untuk pembangikit listrik, tenaga nuklir

dan lain-lain.

4.2.3. Pengaruh Penghambat Penghapusan Subsidi Energi

Tahun-tahun pemilu adalah masa yang kritis. Disebut kritis karena biasanya

Pemerintah incumbent akan mengeluarkan kebijakan populis yang pada hakekatnya

tidak rasional. Menurut catatan Kompas.com (Suryowati 2014), dari 2005 hingga 2009,

SBY menaikkan tiga kali dan menurunkan tiga kali harga BBM. Pada 2005, harga

premium naik dua kali, dari Rp 1.810 menjadi Rp 2.400, kemudian naik lagi menjadi

Rp 4.500.

Harga premium juga naik satu kali pada 2008 dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.000. Pada

tahun yang sama, harga premium turun dua kali, dari Rp 6.000 menjadi Rp 5.500,

kemudian menjadi Rp 5.000. Menjelang Pemilu 2009, harga premium kembali turun

Page 13: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

13

menjadi Rp 4.500. Kabar ini membuktikan bahwa dinamika politik sangat menentukan

kesuksesan kebijakan subsidi energi.

Argumen lain yang berpendapat bahwa subsidi energi ikut berpartisipasi dalam

pertumbuhan ekonomi juga telah dipatahkan secara empiris. Berdasarkan hasil analisis

regresi yang telah dilakukan oleh Ginting (n.d.) membuktikan bahwa subsidi energi

yang dikeluarkan oleh pemerintah ternyata negatif dan signifikan, artinya pengeluaran

subsidi energi yang telah dikeluarkan begitu besar oleh pemerintah ternyata tidak

mampu memberikan stimulus dan mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak

langsung terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan hasil di atas dan

kenyataan dilapangan, sebaiknya pemerintah bersama DPR untuk dapat duduk bersama

untuk melakukan program pengurangan subsidi energi terutama subsidi terhadap BBM,

untuk dialihkan ke program lain yang lebih bermanfaat dan dirasakan langsung

masyarakat dan dapat menumbuhkan perekonomian nasional.

Pendapat yang menyatakan bahwa subsidi energi mendukung usaha ketahanan

energi di Indonesia adalah tidak relevan. Karena pada kenyataannya, Indonesia sedang

mengalami krisis energi. Pendapat ini dapat menjadi relevan ketika Indonesia memiliki

cadangan energi terutama minyak yang melimpah.

Subsidi energi memang memegang peranan penting dalam penyediaan layanan

energi kepada seluruh lapisan masyarakat. Namun tujuan mulia ini nampaknya belum

dapat tercapai mengingat kesalahan sasaran dalam kebijakan serta kinerja yang kurang

dari penyediaan energi ini sendiri. Contoh nyata adalah tingkat kelistrikan Indonesia

pada tahun 2013 masih dalam taraf 80,1%. Sehingga saat ini tersisa 20% masyarakat

Indonesia yang belum menikmati listrik (Siregar 2013).

Penghapusan subsidi energi juga memiliki dampak negatif yaitu kenaikan harga

barang dan jasa serta pemangkasan karyawan yang mengikutinya. Ketergantungan

industri dan usaha lain kepada bahan bakar subsidi akan menyebabkan kurangnya

responsivitas dunia usaha. Ketika penghapusan subsidi energi dijalankan dan kondisi

lain tidak berubah, maka harga pokok produksi akan meningkat. Kenaikan ini akan

dibebankan kepada konsumen melalui kenaikan harga barang dan jasa. Pilihan lainnya

adalah tidak membebankan kepada harga namun memangkas sumber daya perusahaan

antara lain dengan pemutusan hubungan kerja. Tetapi pemerintah dapat mengendalikan

eksternalitas negatif ini dengan menerapkan insentif-insentif usaha.

Hal terakhir yang paling tidak diinginkan oleh Pemerintah ketika keputusan

penghapusan subsidi energi dijalankan adalah demonstrasi yang mengikutinya. Di

Indonesia sendiri sudah sering terjadi dimana demonstrasi berakhir pada kericuhan dan

pengrusakan barang publik. Kerugian yang diakibatkan sangat besar karena kerugian

tidak hanya mencakup kerusakan sarana publik melainkan juga meliputi kerugian

akibat berhentinya proses produksi dalam hal demonstrasi yang dilakukan oleh serikat

buruh.

5. Simpulan dan Saran

Penulis berpendapat subsidi energi harus dihapuskan. Ide ini memang telah lama

dicanangkan oleh Pemerintah, walaupun tidak pernah diimplementasikan. Pro dan kontra

selalu menyertai wacana penghapusan subsidi. Pemerintah sendiri berencana akan

mengembalikan harga premium dan solar kepada harga keekonomiannya dalam rentang

tahun 2014 – 2015 (Asih 2010). Walaupun Penulis sendiri pesimis menanggapi komitmen

Pemerintah tersebut.

Page 14: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

14

Beberapa alasan yang menjadi dasar penghapusan subsidi energi adalah:

1) Subsidi energi semakin memberatkan APBN dikarenakan penggunaan bahan bakar

yang semakin meningkat;

2) Harga minyak dunia yang semakin meningkat;

3) Kapasitas produksi migas dalam negeri yang buruk;

4) Implementasi subsidi energi tidak tepat sasaran dibuktikan dengan jumlah persentase

penikmat manfaat subsidi yang didominasi golongan menengah keatas;

5) Subsidi energi menghambat proses menuju kemandirian energi akibat distorsi

penetapan harga, kompetisi usaha, dan pilihan investasi; dan

6) Subsidi energi meningkatkan preferensi penggunaan bahan bakar fosil sehingga

berdampak langsung kepada kualitas udara dan lingkungan.

Penghapusan subsidi energi berarti harga energi mengikuti harga pasar internasional.

Sistem ini disebut dengan automatic pricing mechanism (Granado dkk. 2010). Keunggulan

sistem ini adalah harga akan befluktuasi mengikuti harga pasar, sehingga preferensi

ekonomi akan lebih rasional dan kompetisi usaha akan lebih sehat. Namun sistem ini bukan

tanpa kelemahan. Kelemahan sistem ini adalah jika fluktuasi yang sangat tajam terjadi,

maka muncul potensi goncangan ekonomi dan sosial jika kondisi masyarakat suatu negara

belum siap.

Kelemahan sistem ini dapat diperkecil dengan cara smoothing (Federico dkk. 2001).

Metode smoothing adalah upaya memperhalus gejolak fluktuasi harga minyak dengan cara

merubah harga dengan perode tertentu bukan seketika, harga terus dinaikkan menuju harga

keekonomian dalam jangka menengah, dan yang terakhir memastikan bahwa perode

perubahan harga mempresentasikan kondisi pasar sesungguhnya.

Penghapusan subsidi energi tentu akan berdampak langsung terhadap golongan tidak

mampu, sehingga Pemerintah harus mencari solusi untuk masalah ini. Salah satu solusi

penyeimbang adalah dengan bantuan dana tunai langsung kepada masyarakat golongan

tidak mampu. Pemerintah Indonesia sendiri telah melaksanakan cara ini dengan

mencairkan dana senilai Rp25,6 triliun pada tahun 2012. Namun menurut LIPI (2008),

pemberian bantuan langsung tunai menuai banyak masalah antara lain :

1) Warga miskin yang tidak terdaftar;

2) Distribusi Kartu BLT tidak merata;

3) Kurangnya koordinasi pemerintah pusat dengan cabang PT Pos Indonesia di daerah;

4) Jumlah BLT yang dinilai terlalu kecil; dan

5) Konflik sosial akibat program tersebut.

Melihat berbagai permasalahan tersebut sudah seharusnya pemerintah mencari inovasi-

inovasi dalam pemberian bantuan langsung.

Penghapusan subsidi energi juga seharusnya dibarengi dengan program-program

Pemerintah yang memberikan kemudahan sebagai penyeimbang kebijakan penghapusan

subsidi. Beberapa hal yang telah dilakukan oleh negara-negara lain yang telah mengurangi

dan menghapus subsidi energi mereka antara lain sebagai berikut (Granado dkk. 2010):

1) Komunikasi yang baik dan terukur, baik sebelum dan sesudah pengumuman kebijakan

penghapusan subsidi;

2) Penajaman sensus penduduk golongan miskin demi akurasi bantuan langsung;

3) Perluasan program kredit usaha kecil dan menengah terutama untuk golongan tidak

mampu;

4) Pemberian fasilitas pembebasan tagihan listrik bagi rumah tangga dengan tingkat

penggunaan listrik tertentu dibawah rata-rata yang ditetapkan;

Page 15: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

15

5) Pembebasan biaya sekolah dasar dan menengah termasuk pemberian buku teks dengan

gratis;

6) Pemberian insentif terhadap jenis investasi yang memiliki dampak luas seperti fasilitas

kesehatan, pengolahan air, transportasi dan pembangkit energi baru;

7) Perluasan layanan transportasi publik yang aman dan nyaman; dan

8) Peningkatan gaji pegawai negeri demi peningkatan kualitas layanan publik terutama

pada sektor pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial.

6. Daftar Referensi

AMD. 2014. Benefits of Competition. http://www.amd.com/us/aboutamd/corporate-

information/fair-and-open-competition/benefits/Pages/benefits-of-competition.aspx.

Diakses 7 Maret 2014.

Beaten, Christopher dan Lucky Lontoh. 2010. Lessons Learned from Indonesia’s

Attempts to Reform Fossil-Fuel Subsidies. International Institute for Sustainable

Development. http://www.iisd.org/pdf/2010/lessons_indonesia_fossil_fuel_reform.pdf.

Diakses 7 Maret 2014.

Collins. (n.n.). Subsidy. http://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/subsidy.

Diakses 7 Maret 2014.

European Environment Agency. 2004. Energy subsidies in the European Union: A brief

overview. EEA.

http://www.eea.europa.eu/publications/technical_report_2004_1/download. Diakses 7

Maret 2014.

Ginting, Ari Mulianta. Analisa Kebijakan Subsidi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia. http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/buku_tim/buku-tim-12.pdf. Diakses 7

Maret 2014.

Granado, Javier Arze del, David Coady, dan Robert Gillingham. 2010. The Unequal

Benefits of Fuel Subsidies: A Review of Evidence for Developing Countries. Benedict

Clements. http://www.imf.org/external/pubs/ft/wp/2010/wp10202.pdf. Diakses 7 Maret

2014.

Handoko, Rudi dan Pandu Patriadi. 2005. Evaluasi Kebijakan Subsidi NonBBM. Kajian

Ekonomi dan Keuangan, Volume 9, Nomor 4.

http://www.fiskal.depkeu.go.id/ENG/kajian/rudi%26pandu-4.pdf. Diakses 7 Maret 2014.

KPK. (n.d.). http://indonesiamemantau.kpk.go.id/peta/summary.php. Diakses 7 Maret

2014.

IEA, OPEC, OECD, WORLD BANK. 2010. Analysis Of The Scope Of Energy Subsidies

And Suggestions For The G-20 Initiative. http://www.oecd.org/env/45575666.pdf.

Diakses 7 Maret 2014.

Page 16: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

16

International Institute for Sustainable Development. 2013. Briefing Subsidi Energi

Indonesia Oktober 2013. http://www.iisd.org/gsi/news/indonesia-monthly-briefing-

october-2013. Diakses 7 Maret 2014.

International Institute for Sustainable Development. 2011. Energy Subsidies: A

deception? http://www.iisd.org/publications/pub.aspx?pno=1526. Diakses 7 Maret 2014.

International Institute for Sustainable Development. 2012. Panduan Masyarakat Tentang

Subsidi Energi Di Indonesia Perkembangan Terakhir 2012.

http://www.iisd.org/gsi/sites/default/files/indonesia_czguide_bahasa_update_2012.pdf.

Diakses 7 Maret 2014.

International Institute for Sustainable Development. 2012. Indonesia’s Fuel Subsidies:

Action plan for reform. http://www.iisd.org/publications/pub.aspx?id=1595. Diakses 7

Maret 2014.

International Institute for Sustainable Development. (n.d.).

http://www.iisd.org/gsi/sites/default/files/ffs_awc_3canprovinces.pdf. Diakses 7 Maret

2014.

Kementerian Keuangan. 2014. Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara Tahun Anggaran 2014.

Mourougane, Annabelle. 2010. Phasing Out Energy Subsidies In Indonesia. OECD

Economics Department.

http://www.oecd.org/eco/economicsdepartmentworkingpapers.htm. Diakses 7 Maret

2014.

Munawar, Dungtji. 2013. Memahami Pengertian dan Kebijakan Subsidi dalam APBN.

BPPK.

http://www.bppk.depkeu.go.id/bdk/cimahi/attachments/299_Memahami%20Subsidi.pdf.

Diakses 7 Maret 2014.

N. Gregory Mankiw. 2011. Principles of Microeconomics 6th Edition. South-Western

Cengage Learning : USA.

ODI. 2009. Management Techniques: Force Field Analysis.

http://www.odi.org.uk/publications/5218-force-field-analysis-decision-maker. Diakses 7

Maret 2014.

Pershing, Jonathan dan Jim Mackenzie. 2004. Removing Subsidies: Leveling the Playing

Field for Renewable Energy Technologies. Secretariat of the International Conference for

RenewableEnergies.

http://ren21.net/Portals/0/documents/irecs/renew2004/Removing%20subsidies.pdf.

Diakses 7 Maret 2014.

Pusdatin ESDM. 2012. Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia.

http://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Handbook%20of%20Energy%20&%20Economic%2

Page 17: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

17

0Statistics%20of%20Indonesia%20/Handbook%20of%20Energy%20&%20Economic%2

0Statistics%20ind%202012.pdf. Diakses 7 Maret 2014.

Shastri, Paromita. 2007. Direct cash transfer better than subsidy: World Bank.

http://www.livemint.com/Politics/LcUqEG5nSpf3l8HMbvRV0L/Direct-cash-transfer-

better-than-subsidy-World-Bank.html. Diakses 7 Maret 2014.

Siregar, Sopia. 2013. Per September 2013, Rasio Elektrifikasi 80,1%.

http://www.indonesiafinancetoday.com/read/54442/Per-September-2013-Rasio-

Elektrifikasi-801. Diakses 7 Maret 2014.

Suryowati, Estu. 2014. Faisal Basri: SBY, Satu-satunya Presiden yang Saldonya Nol.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/03/03/0740494/Faisal.Basri.SBY.Satu-

satunya.Presiden.yang.Saldonya.Nol. Diakses 7 Maret 2014.

Asih, Ratnaning. 2010. Pemerintah Targetkan Bebas Subsidi Energi 2014.

http://www.tempo.co/read/news/2010/03/22/087234372/Pemerintah-Targetkan-Bebas-

Subsidi-Energi-2014. Diakses 7 Maret 2014.

United Nations Environment Programme. 2008. Division of Technology, Industry and

Economics. Reforming Energy Subsidies : Opportunities to Contribute to the Climate

Change Agenda.

Vagliasindi, Maria. 2013. Implementing Energy Subsidy Reforms: Evidence from

Developing Countries. The World Bank.

https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/11965. Diakses 7 Maret 2014.

Vagliasindi, Maria. 2012. Implementing Energy Subsidy Reforms: An Overview of the

Key Issues. The World Bank. http://elibrary.worldbank.org/doi/book/10.1596/1813-9450-

6122. Diakses 7 Maret 2014.

Wikipedia. (n.d.). Force Field Analysis. http://en.wikipedia.org/wiki/Force-field_analysis.

Diakses 7 Maret 2014.

Wikipedia. (n.d.). Energy Subsidies.

http://en.wikipedia.org/wiki/Energy_subsidies#cite_note-bonn-7. Diakses 7 Maret 2014.

(n.n.). (n.d.). Force Field Analysis.

http://www.valuebasedmanagement.net/methods_lewin_force_field_analysis.html.

Diakses 7 Maret 2014

(n.n.). (n.d.). On energy subsidies and externalities.

http://oneinabillionblog.com/energy/energy-policy/on-energy-subsidies-and-externalities/.

Diakses 7 Maret 2014.

(n.n.). (n.d.). Force Field Analysis.

http://literacy.kent.edu/eureka/strategies/force_field_analysis.pdf. Diakses 7 Maret 2014.

Page 18: Analisis Kebijakan Subsidi Energi Indonesia Dengan Model Force Field Analysis

18

7. Tentang Penulis

Kharisma Baptiswan adalah pegawai negeri sipil pada Direktorat

Jenderal Pajak. Pada saat penulisan, Penulis sedang

melaksanakan tugas belajar dan menyelesaikan pendidikan

Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus di Sekolah Tinggi

Akuntansi Negara tahun ajaran 2013/2014. Penulisan makalah

dilakukan dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Seminar

Keuangan Publik.