analisis kelayakan ekonomi agroindustri...
TRANSCRIPT
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI AGROINDUSTRI EMPING
JAGUNG DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing,
Kotamadya Malang)
THE ECONOMIC FEASIBILITY ANALYSIS OF CORN CHIPS
AGROINDUSTRY TO DEVELOP THE INDUSTRY
(A Case Study in Pandanwangi Sub-district, Blimbing District, Malang
City).
Oleh :
VINDY OKTOVIANTINI HADI
0510443022-44
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
MALANG
2010
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan
Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Agustus 2010
Vindy Oktoviantini Hadi
Nim : 0510443022-44
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI JURNAL
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI AGROINDUSTRI EMPING
JAGUNG DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing,
Kotamadya Malang)
THE ECONOMIC FEASIBILITY ANALYSIS OF CORN CHIPS
AGROINDUSTRY TO DEVELOP THE INDUSTRY
(A Case Study in Pandanwangi Sub-district, Blimbing District, Malang
City).
Nama Mahasiswa : VINDY OKTOVIANTINI HADI
NIM : 0510443022 - 44
Jurusan : SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
Program Studi : AGRIBISNIS
Menyetujui : Dosen pembimbing
Tanggal Persetujuan :
Utama,
Prof. Dr. Ir. M. Muslich Mustadjab, MSc.
NIP. 19480807 197903 1 002
Pendamping,
Ir. Agustina Shinta H. W., MP
NIP : 19710821 200212 2 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Dr. Ir. Djoko Koestiono, MS
NIP. 19530715 198103 1 006
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI AGROINDUSTRI EMPING JAGUNG DALAM
RANGKA PENGEMBANGAN USAHA
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
The Economic Feasibility Analysis of Corn Chips Agroindustry to Develop The Industry
(A Case Study in Pandanwangi Sub-district, Blimbing District, Malang City).
Vindy Oktoviantini Hadi1
M. Muslich Mustadjab2, Agustina Shinta HW
2
ABSTRACT
The objective of the study are to know which corn chips agroindustry can increase corn
chips entrepreneurs’ income In Pandanwangi Sub-district, Blimbing District, Malang City, East
Java using 7 corn chips entrepreneurs as respondents selected using census method. By using the
analysis of income, break-even point, added value and productivity of labor and machine
production to obtain the results of research that indicates that the corn chips feasible to be
developed. The result from the study can get conclusion that full production process is better to
develop the agroindustry than half production process because need low capital and produce high
income. Based on the result of analysis, suggestion that can be proposed are: (1) development of
full production process agroindustry can done by enlarge the product’s promotion so that the
product’s demand increase. (2) related to capital need magnitude, to develop full production
process need capitalization loan aid.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sejauh mana agroindustri emping jagung
dapat meningkatkan pendapatan pengusaha agroindustri emping jagung sehingga dapat
dikembangkan. Penelitian dilakukan di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Belimbing,
Kotamadya Malang, Jawa Timur dengan menggunakan responden sebanyak 7 pengusaha
agroindustri yang dipilih dengan menggunakan metode sensus. Metode yang digunakan adalah
analisis pendapatan, BEP, nilai tambah dan produktivitas tenaga kerja serta mesin produksi. Hasil
penelitian diperoleh bahwa produksi jadi lebih baik untuk pengembangan usaha karena
membutuhkan modal yang lebih kecil dan menghasilkan pendapatan yang lebih besar. Atas dasar
hasil analisis diatas, saran yang dapat dikemukakan antara lain adalah : (1) Pengembangan
agroindustri proses produksi jadi dapat dilakukan dengan memperbesar usaha promosi produknya
sehingga permintaan terhadap produk tersebut meningkat. (2) Terkait dengan besarnya kebutuhan
modal, agar produksi jadi bisa berkembang diperlukan adanya bantuan pinjaman permodalan. Key words: Analisis kelayakan ekonomi, emping jagung.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agroindustri merupakan suatu bentuk
keterpaduan antara sektor industri dan
pertanian yang diharapkan tidak saja
menciptakan kondisi yang saling
mendukung industri maju dengan pertanian
tangguh, tetapi juga memberikan efek ganda
tinggi melalui penciptaan lapangan kerja
baru, perbaikan distribusi pendapatan, nilai
tambah serta pembangunan pertanian yang
sangat luas. Menurut Satpem Bimas Jawa
Timur (1997) dalam (Tastra, 2003) Jawa
Timur mempunyai potensi untuk
pengembangan di bidang sektor
agroindustri, karena selain sebagai salah satu
lumbung pangan nasional, Jawa Timur
dikenal sebagai propinsi dengan sektor
industri yang berkembang cepat. Potensi
sumber daya pertanian di Jawa Timur
tersebar di seluruh wilayah Timur pulau
Jawa ini. Komoditas utama pertanian yang
potensial antara lain padi, jagung, kedelai,
buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam
rangka upaya peningkatan pendapatan petani
pengembangan agroindustri merupakan
alternatif yang dapat dilakukan.
Di Malang banyak berkembang
agroindustri dengan jenis olahan dan skala
usaha yang beragam, sehingga Malang
merupakan tempat tumbuhnya berbagai
macam bentuk agroindustri yang salah
satunya agroindustri emping jagung yang
ada di Kota Malang yang letaknya di
Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan
Belimbing, Kotamadya Malang.
Agroindustri ini mengolah bahan baku
jagung menjadi emping jagung. Menurut
Drs. Agus Satriyo, Kepala Bidang
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Perindustrian Dinas Koperasi Perindag
Kabupaten Malang “Produk unggulan
industri kecil menengah, Malang selain
pangan seperti tempe, emping melinjo, tiwul
(makanan dari singkong) dan makanan
kering, adalah emping jagung,” (Kholis,
2007).
Kelurahan Pandanwangi merupakan
sentra agroindustri emping jagung yang
sudah lama berdiri. Namun sekarang,
jumlah pengusaha emping jagung tersebut
semakin lama semakin berkurang. Hal ini
disebabkan karena pengembangan
perusahaan emping jagung menghadapi
banyak kendala diantaranya tingkat
pendidikan dan pendapatan yang rendah.
Dalam rangka upaya peningkatan
pendapatan, pengusaha agroindustri emping
jagung di Kelurahan Pandanwangi,
Kecamatan Belimbing, Kotamadya Malang
dirasa penting untuk mengkaji analisis
kelayakan ekonomi agroindustri emping
jagung tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Agroindustri emping jagung di
Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan
Belimbing, Kotamadya Malang ini terdiri
dari 2 jenis agroindustri yaitu agroindustri
dengan produksi ½ jadi dan agroindustri
dengan proses produksi jadi. Tenaga kerja
yang bekerja di agroindustri emping jagung
ini masih menggunakan tenaga kerja dari
dalam keluarga dan sebagian kecil
menggunakan tenaga kerja dari luar
keluarga. Modal yang terbatas dan
pendapatan yang semakin berkurang
mengakibatkan jumlah pengusaha emping
jagung tersebut menurun sehingga berakibat
pada pendapatan menurun.
Berdasarkan uraian diatas, secara umum
permasalahan penelitian ini dapat
dirumuskan yaitu “Sejauh mana
agroindustri emping jagung dapat
meningkatkan pendapatan pengusaha”.
Secara rinci permasalahan umum tersebut
dapat dijabarkan menjadi empat
permasalahan sebagai berikut:
1. Sejauh mana tingkat pendapatan yang
didapat oleh agroindustri emping jagung
pada produksi ½ jadi dibandingkan
dengan produksi jadi.
2. Seberapa besar produksi minimal yang
harus dihasilkan oleh pengusaha
agroindustri emping jagung pada
produksi ½ jadi dibandingkan produksi
jadi agar tidak mengalami kerugian.
3. Seberapa besar agroindustri emping
jagung dapat memberikan nilai tambah
pada produksi ½ jadi maupun produksi
jadi.
4. Berapakah besarnya produktivitas nilai
tenaga kerja dan mesin produksi dari
agroindustri emping jagung pada
produksi ½ jadi dibandingkan produksi
jadi.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pendapatan
agroindustri emping jagung dengan
proses produksi ½ jadi dan produksi
jadi
2. Menganalisis titik impas agroindustri
emping jagung dengan proses produksi
½ jadi dan produksi jadi.
3. Menganalisis besarnya nilai tambah dari
agroindustri emping jagung produksi ½
jadi dan produksi jadi.
4. Menganalisis produktivitas tenaga kerja
dan mesin produksi yang dipakai dalam
agroindustri emping jagung.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai informasi bagi pengusaha
emping jagung dalam upaya
peningkatan pendapatan dan dasar
pertimbangan dalam upaya untuk
perluasan usaha.
2. Sebagai tambahan informasi untuk
penelitian selanjutnya terutama dengan
masalah agroindustri emping jagung.
II. KERANGKA KONSEP
PENELITIAN
2.1. Kerangka Pemikiran
Secara skematis kerangka pemikiran
penelitian ini disajikan pada gambar 1
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Ekonomi Agroindustri Emping Jagung
Dalam Rangka Pengembangan Usaha
2.2. Hipotesis
1. Agroindustri emping jagung produksi ½
jadi mempunyai pendapatan lebih kecil
dibandingkan produksi jadi
2. Produksi minimal yang harus dicapai
pada agroindusti emping jagung
produksi ½ jadi lebih besar
dibandingkan dengan produksi jadi
3. Agroindustri emping jagung produksi ½
jadi mempunyai nilai tambah lebih kecil
dibandingkan dengan produksi jadi
4. Agroindustri emping jagung produksi ½
jadi mempunyai produktivitas tenaga
kerja dan mesin produksi lebih besar
dibandingkan dengan produksi jadi
Proses Produksi
Agroindustri
Emping Jagung
Masukan untuk peningkatan
pendapatan
Pengembangan agroindustri emping jagung
1. Analisis Pendapatan
2. Analisis BEP
3. Analisis Nilai Tambah
4. Analisis Produktivitas tenaga kerja
dan mesin produksi
Potensi :
1. Bahan baku
mudah didapat
2. Meningkatkan
pendapatan
3. Penyerapan
tenaga kerja
1. Pendapatan lebih besar karena
kuantitas produksi besar
2. Produksi minimal yang harus dicapai
lebih besar karena kuantitas
produksinya lebih besar
3. Nilai tambah bahan baku lebih besar
4. Produktivitas tenaga kerja dan mesin
produksi lebih besar
1. Pendapatan lebih kecil karena kuantitas
produksi kecil
2. Produksi minimal yang harus dicapai
lebih kecil karena kuantitas produksinya
lebih kecil
3. Nilai tambah bahan baku lebih kecil
4. Produktivitas tenaga kerja dan mesin
produksi lebih kecil
Agroindustri
Kendala :
1. Modal terbatas
2. Tingkat
pendidikan
rendah
Produksi ½ Jadi Produksi Jadi
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah
Penentuan daerah penelitian dilakukan
secara “purposive” atau sesuai tujuan di
Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan
Belimbing, Kotamadya Malang, Jawa Timur
dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut
merupakan salah satu daerah yang sebagian
besar penduduknya bekerja sebagai
pegusaha emping jagung
3.2. Metode Penentuan Responden
Responden dalam penelitian ini adalah
mereka yang memproduksi emping jagung.
Penentuan responden dilakukan dengan
sensus yaitu pengambilan dari seluruh data
populasi yang ada di daerah penelitian.
Responden dikelompokkan menjadi dua
berdasarkan proses produksi yang dilakukan,
yaitu :
1. Agroindustri produksi ½ jadi sebanyak
4 agroindustri. Kelompok ini adalah
responden yang proses produksinya
dari bahan baku jagung diolah hingga
menjadi emping jagung yang belum
digoreng dan belum diberi bumbu.
2. Agroindustri produksi sampai jadi
sebanyak 3 agroindustri dengan usaha
yang proses produksinya dari bahan
baku jagung diolah hingga menjadi
emping jagung yang sudah digoreng
dan sudah diberi bumbu sehingga
sudah siap dimakan.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, jenis data yang
dikumpulkan adalah data primer dan data
sekunder. Teknik pengumpulan data primer
yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara merupakan alat untuk
mengumpulkan data atau informasi, baik
yang diketahui dan dialami seseorang atau
subyek yang diteliti maupun yang
tersembunyi jauh di dalam subyek
penelitian. Wawancara merupakan alat
untuk mendapatkan informasi dengan
bertanya langsung kepada responden
mengenai agroindustri emping jagung.
Wawancara pada penelitian ini yaitu dengan
cara memberikan kuisioner kepada
responden.
2. Observasi/ pengamatan langsung.
Cara ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengembangkan pemahaman menyeluruh
dan mendalam tentang kejadian nyata dalam
lokasi penelitian. Observasi yang dilakukan
yaitu mengamati proses pembuatan emping
jagung.
3. Metode Dokumentasi
Metode ini dilakukan dengan cara
pencatatan dokumen penting yang
berhubungan dengan penelitian dari
berbagai instansi terkait yaitu profil
kelurahan pandanwangi.
Pengumpulan data sekunder didapatkan
dari literatur, instansi terkait yaitu kantor
kelurahan Pandanwangi, dan pustaka-
pustaka ilmiah yaitu buku-buku penunjang
lain yang berhubungan dengan penelitian
dan melengkapi data primer yaitu tentang
agroindustri emping jagung dan analisis
ekonomi yang berkaitan dengan penelitian
ini. Data yang diperoleh yaitu berupa
monografi desa seperti jumlah penduduk,
umur penduduk, pendidikan penduduk, mata
pencaharian penduduk, dan luas wilayah
Kelurahan Pandanwangi.
3.4. Metode Analisis Data
Untuk menjawab tujuan penelitian ini,
digunakan metode analisis sebagai berikut :
3.4.1. Analisis pendapatan Agroindustri
Emping Jagung :
Tujuan ini dianalisis dengan
membandingkan pendapatan agroindustri
emping jagung produksi ½ jadi dan produksi
jadi. Pendapatan agroindustri emping jagung
adalah selisih antara penerimaan dan semua
biaya yang dikeluarkan oleh agroindustri
emping jagung, sehingga besarnya
pendapatan yang diperoleh agroindustri
emping jagung dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut :
Pd = TR – TC
Keterangan :
Pd = pendapatan yang diterima oleh
pengusaha agroindustri emping jagung
(Rp)
TR = total penerimaan agroindustri emping
jagung (Rp)
TC = total biaya agroindustri emping jagung
(Rp)
3.4.2. Analisis Titik Impas / Break Even
Point Agroindustri Emping Jagung :
Tujuan ini dianalisis dengan
membandingkan pendapatan agroindustri
emping jagung produksi ½ jadi dan produksi
jadi. Analisis Titik Impas / Break Even
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Point memberikan informasi tentang
hubungan antara volume penjualan, biaya
dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh
pada level penjualan tertentu. Menurut
Riyanto (1997) dalam Shinta (2005), BEP
dapat dihitung dengan dua cara yaitu :
a. Atas dasar penjualan dalam unit
b. Atas dasar penjualan dalam rupiah
Keterangan :
P = Harga jual emping jagung per unit
(Rp)
Q = Jumlah produk emping jagung yang
dihasilkan
FC = Biaya Tetap pada saat penelitian (Rp)
VC = Biaya Variabel pada saat penelitian
(Rp)
TR = Total Penerimaan pengusaha
agroindustri emping jagung (Rp)
3.4.3. Analisis Nilai Tambah Agroindustri
Emping Jagung:
Tujuan ini dianalisis dengan
membandingkan nilai tambah agroindustri
emping jagung produksi ½ jadi dan produksi
jadi. Analisis nilai tambah dapat dijadikan
sebagai parameter untuk pengembangan
suatu agroindustri. Menurut Sudiono (2001)
digunakan anlalisis nilai tambah, secara
matematis nilai tambah dihitung dengan
rumus :
Nilai Tambah
Variabel Notasi
Bahan Baku (kg/hari) a
Harga Bahan Baku (Rp/kg) b
Hasil Produksi (unit/hari) c
Faktor Konversi c/a = h
Harga Produk Rata-Rata
(Rp/Unit)
d
Tenaga Kerja (HOK/Hari) e
Koefisien Tenaga Kerja e/a = i
Upah Rata-rata (Rp/HOK) f
Input Lain (Rp/Kg Bahan
Baku)
g
Nilai Produk (Rp/kg) h x d = j
Nilai Tambah (Rp/kg) j – g – b = k
Rasio Nilai Tambah k/j x 100% = L%
Imbalan Tenaga Kerja L x f = m
Bagian Tenaga Kerja m/k x 100% = n%
Keuntungan k – m = o
Tingkat Keuntungan o/k x 100% = p%
Sumber : Sudiono, 2001
Keterangan :
- Bahan Baku = bahan baku jagung yang
dibutuhkan dalam satu kali proses
produksi yaitu berupa pipilan jagung
(kg)
- Harga bahan baku = harga jagung pada
saat penelitian (Rp)
- Hasil produksi = jumlah produksi yang
dihasilkan yaitu berupa emping jagung
(unit)
- Faktor konversi = hasil pembagian antara
produksi emping jagung dengan bahan
baku berupa jagung
- Harga produk rata-rata = harga produk
jadi emping jagung (Rp)
- Tenaga kerja = pekerja yang terlibat
dalam proses produksi emping jagung
- Koefisien tenaga kerja = tenaga kerja
dibagi dengan bahan baku berupa pipilan
jagung
- Upah rata-rata = sejumlah uang yang
diterima oleh pekerja pada agroindustri
emping jagung
- Input lain = biaya pembelian bahan
penolong, bahan bakar, biaya kemasan,
dan biaya penyusutan peralatan yang
dikeluarkan dibagi dengan input bahan
baku yaitu jagung.
- Nilai produk = hasil perkalian antara
faktor konversi dengan harga produk
rata-rata emping jagung
- Nilai tambah = produksi dikurangi
dengan input bahan baku dan input
lainnya dihitung dengan satuan Rp/kg
- Rasio nilai tambah = nilai tambah yang
diterima oleh pengusaha emping jagung
dalam bentuk prosentase
- Imbalan tenaga kerja = hasil perkalian
antara rasio nilai tambah dengan upah
rata-rata yang diterima oleh pekerja
agroindustri emping jagung
- Keuntungan = nilai yang diterima
pengusaha emping jagung dari
pengelolaan agroindustri emping jagung
setelah dikurangi dengan seluruh biaya
yang dikeluarkan (Rp)
- Tingkat keuntungan = keuntungan yang
diterima oleh pengusaha emping jagung
dalam bentuk prosentase
3.4.4. Analisis Produktivitas Agroindustri
Emping Jagung:
Tujuan ini dianalisis dengan
membandingkan produktivitas agroindustri
emping jagung produksi ½ jadi dan produksi
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
jadi. Analisis ini membandingkan antara
jumlah output emping jagung yang
dihasilkan dan keuntungan yang diterima
dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan.
Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui
kemampuan tenaga kerja per orangnya untuk
menghasilkan emping jagung dan
keuntungan setiap proses produksi pada
kapasitas maksimalnya. Secara matematis
dapat digunakan rumus sebagai berikut :
a. Produktivitas Nilai Tenaga kerja
b. Produktivitas Mesin produksi
Keterangan :
- Jumlah produksi = jumlah produksi
yang dihasilkan oleh agroindustri emping
jagung produksi yaitu berupa emping
jagung (unit)
- Jumlah tenaga kerja = jumlah pekerja
yang terlibat dalam proses produksi
emping jagung
- Jumlah mesin produksi = jumlah mesin
produksi yang digunakan dalam proses
pembuatan emping jagung (unit)
- Keuntungan = nilai yang diterima
pengusaha emping jagung dari
pengelolaan agroindustri emping jagung
setelah dikurangi dengan seluruh biaya
yang dikeluarkan (Rp)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
4.1.1. Kondisi Geografis
Kelurahan Pandanwangi merupakan
salah satu kelurahan yang berada di
Kecamatan Blimbing Kota Malang. Luas
wilayah Kelurahan Pandanwangi ini sebesar
3.586.000 m2. Jumlah penduduk di
Kelurahan Pandanwangi ini sebesar 24.472
jiwa dengan kepadatan penduduk 157
km/jiwa. Jarak Pusat Pemerintahan
Kelurahan dengan Kecamatan hanya 2 km
dan 7 km jarak Pusat Pemerintahan
Kelurahan dengan Kota. Secara geografis,
Kelurahan Pandanwangi berada di
ketinggian 444 meter dari permukaan laut
dengan suhu rata-rata 27˚C.
Adapun batas-batas wilayah Kelurahan
Pandanwangi adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Kelurahan Arjosari
2. Sebelah Timur : Kelurahan Mangliawan
Kabupaten Malang
3. Sebelah Selatan: Kelurahan Bunulrejo
4. Sebelah Barat : Kelurahan Blimbing dan
Kelurahan Purwodadi
Peta lokasi penelitian disajikan pada
lampiran 1.
4.1.2. Kondisi Demografis
1. Distribusi Penduduk Menurut Usia
Data distribusi jumlah penduduk
menurut usia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Usia di Kelurahan Pandanwangi Kecamatan
Blimbing Kota Malang, 2008.
Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
0-5
6-15
16-60
60 >
3.033
5.375
11.711
4.353
12,39
21,96
47,86
17,79
Jumlah 24.472 100,00
Sumber : Data monografi Kelurahan Pandanwangi (2008)
Tabel 1 menunjukkan bahwa penduduk
Kelurahan Pandanwangi terdiri dari
tingkatan usia yang berbeda-beda. Sebagian
besar penduduk berada dalam tingkat
usia/kelompok umur 16-60 tahun. Dengan
melihat jumlah prosentase tersebut dapat
disimpukan bahwa jumlah usia produktif
lebih banyak dibandingkan dengan usia non
produktif yang artinya banyak tersedia
tenaga kerja.
2. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat
Pendidikan
Data distribusi penduduk Kelurahan
Pandanwangi berdasarkan tingkat
pendidikan disajikan pada Tabel 2.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Tabel 2. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pandanwangi
Kecamatan Blimbing Kota Malang, 2008.
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
7
Belum Sekolah
Tidak Tamat Sekolah Dasar
Tamat SD / Sederajat
Tamat SLTP / Sederajat
Tamat SMU / Sederajat
Tamat Akademi / Sederajat
Tamat Perguruan Tinggi / Sederajat
3.498
112
8.959
4.367
5.043
702
1.791
14,29
0,45
36,60
17,88
20,60
2,86
7,32
Jumlah Keseluruhan 24.472 100,00
Sumber : Data monografi Kelurahan Pandanwangi (2008)
Tabel 2 menunjukkan bahwa hingga
tahun 2008 sebagian besar penduduk
tamatan SD. Penduduk pada tingkat
pendidikan SMU dan SLTP juga cukup
banyak serta ada yang tamatan perguruan
tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa
penduduk Kelurahan Pandanwangi ini telah
memiliki kesadaran yang cukup tinggi akan
pentingnya pendidikan. Hal ini menjadi
salah satu potensi sumber daya yang dapat
mendukung peningkatan perekonomian dan
pengembangan usaha di daerah penelitian.
3. Distribusi Penduduk Menurut Mata
Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Kelurahan
Pandanwangi cukup beragam baik yang
bekerja pada sektor pemerintahan maupun
swasta. Tabel 3 menunjukan mata
pencaharian penduduk terbesar adalah
sebagai buruh industri. Hal ini dapat
dipahami karena Kelurahan Pandanwangi
termasuk daerah perkotaan dimana
kesempatan kerja di luar pertanian lebih
luas.
Distribusi penduduk Kelurahan
Pandanwangi berdasarkan mata pencaharian
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Pandanwangi
Kecamatan Blimbing Kota Malang, 2008
No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Petani
- Petani Pemilik Tanah
- Petani Penggarap Tanah
- Buruh Tani
Pengusaha Sedang / Besar
Pengerajin / Industri Kecil
Buruh Industri
Buruh Bangunan
Pedagang
Pengangkutan
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Anggota TNI
Pensiunan PNS / TNI
35
47
189
24
62
5.117
1.002
132
1.633
419
274
225
0,38
0,51
2,06
0,26
0,68
55,88
10,94
1,44
17,83
4,57
2,99
2,46
Jumlah Keseluruhan 9.159 100,00
Sumber : Data monografi Kelurahan Pandanwangi (2008)
4.2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden memberikan
gambaran tentang kondisi responden dilihat
dari beberapa aspek yaitu usia, tingkat
pendidikan, dan lama usaha. Aspek-aspek
tersebut dapat mempengaruhi kinerja
pengembangan agroindustri emping jagung.
Responden penelitian ini adalah pengelola
emping jagung yang terbagi dalam dua
kegiatan produksi yaitu produksi ½ jadi dan
produksi jadi. Jumlah responden pengusaha
emping jagung sebanyak 7 orang responden,
yaitu 4 orang pengusaha emping jagung
untuk produksi ½ jadi dan 3 orang
pengusaha emping jagung untuk produksi
jadi.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
4.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan
Usia
Distribusi responden berdasarkan tingkat
usia dalam penelitian ini disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Usia Pengusaha Agroindustri Emping Jagung
Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang.
Usia Produksi ½ Jadi Produksi Jadi Jumlah
0-5 - - -
6-15 - - -
16-60 3 2 5
60> 1 1 2
Dari tabel 4 dapat disimpulkan bahwa
responden sebagian besar sudah termasuk
dalam kelompok usia antara 16-60 tahun
baik pada produksi ½ jadi maupun produksi
jadi. Sebanyak 3 responden pada produksi ½
jadi berada pada kelompok 16-60 tahun.
Sedangkan pada produksi jadi sebanyak 2
responden berada pada kelompok 16-60
tahun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
responden dalam penelitian ini sudah dapat
mengambarkan populasi karena penduduk
Kelurahan Pandanwangi sebagian besar juga
berada pada kelompok usia antara 16-60
tahun (tabel 1).
4.2.2.Distribusi Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
Distribusi responden berdasarkan tingkat
pendidikan dalam penelitian ini disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pengusaha Agroindustri Emping
Jagung Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang.
Tingkat Pendidikan Produksi ½ Jadi Produksi Jadi Jumlah
SD 4 1 5
SLTP - - -
SMU - 1 1
PT - 1 1
Dari tabel 5 dapat disimpulkan bahwa
responden sebagian besar berpendidikan
tamat SD. Seperti juga pada distribusi
penduduk menurut tingkat pendidikan di
Kelurahan Pandanwangi, juga menunjukkan
sebagian besar penduduk di Kelurahan
Pandanwangi berpendidikan tamat SD.
Dengan demikian, responden dalam
penelitian ini sudah menggambarkan
populasi karena penduduk Kelurahan
Pandanwangi sebagian besar juga berada
pada kelompok berpendidikan tamat SD
(tabel 2).
4.2.3. Distribusi Responden
Berdasarkan Pekerjaan Utama
Distribusi responden berdasarkan
pekerjaan utama dalam penelitian ini
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama Pengusaha Agroindustri Emping
Jagung Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang.
No Jenis Pekerjaan Produksi ½ Jadi Produksi Jadi Jumlah
1 Petani - - -
2 Pengusaha 4 3 7
3 Pedagang - - -
4 Buruh Pabrik - - -
5 dll - - -
Dari Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa
semua responden berada dalam kelompok
jenis pekerjaan utamanya yaitu pengusaha,
baik pada produksi ½ jadi maupun produksi
jadi. Dengan demikian, responden dalam
penelitian ini sudah dapat menggambarkan
populasi karena penduduk Kelurahan
Pandanwangi juga terdapat kelompok
pengusaha industri kecil (tabel 3).
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
4.3. Proses Pembuatan Emping Jagung
di Derah Penelitian
Di daerah penelitian dijumpai dua proses
produksi dalam agroindustri emping jagung,
yaitu proses produksi ½ jadi menghasilkan
produk krecekan dan proses produksi jadi
menghasilkan produk emping jagung. Secara
skematis alur proses produksi emping
jagung di daerah penelitian disajikan pada
gambar 2.
Gambar 2. Gambar Alur Proses Pembuatan Emping Jagung di Daerah Penelitian
Pada gambar 2. tampak bahwa terdapat 2
proses produksi yaitu A. proses produksi
produk ½ jadi dan B. produk jadi. Proses
produksi ½ jadi dimulai dari pemilihan
jagung sampai pengemasan produk ½ jadi,
yaitu dimulai dari no 1 (pemilihan jagung)
sampai no 8 (pengemasan krecekan).
Langkah-langkah pembuatan krecekan yaitu
sebagai berikut :
1. Pemilihan jagung. Dipilih jagung yang
bersih dan kondisinya baik yaitu
butiran jagung yang besar dan sehat
lalu jagung dipipil.
2. Perebusan dengan air kapur. Pipilan
jagung tersebut direbus dengan air
kapur ±3 jam. Proses perebusan dengan
kapur tersebut dimaksudkan untuk
menghancurkan kulit ari (kulit tipis
terbuat dari bahan sellulosa yang
menyelimuti biji jagung), sehingga
memudahkan penetrasi air dan panas
kedalam biji jagung. Proses tersebut
dianggap cukup apabila biji jagung
ketika dipegang jari tangan terasa licin
dan kulit ari hancur atau rusak.
3. Pencucian. Pipilan jagung dicuci
bersih untuk mengurangi residu air
kapur.
4. Perendaman. Biji jagung direndam air
bersih ± 12 jam sampai semalam.
Perendaman ini dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan penetrasi air
1. Pemilihan Jagung
2. Perebusan dengan air kapur
3. Pencucian
4. Perendaman
5. Pengukusan
6. Pemipihan
7. Penjemuran
B. Proses
Produksi Jadi
(Emping
Jagung)
A. Proses
Produksi ½
Jadi
(Krecekan)
8. Pengemasan (Krecekan) 9. Pemberian garam
12. Pengemasan (Emping Jagung)
10. Penggorengan
11. Pemberian bumbu
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
kedalam biji jagung, sehingga
memudahkan proses pengukusan.
5. Pengukusan. dilakukan sekitar 1 jam.
6. Pemipihan. Jagung kukus yang masih
dalam keadaan panas langsung
dipipihkan atau digencet dengan mesin
penggiling atau pemipih.
7. Penjemuran, pipihan jagung tersebut
langsung di jemur diatas sesek dengan
bantuan sinar matahari. Dalam keadan
cuaca baik, biasanya pengeringan
emping jagung hanya membutuhkan 1-
2 hari saja. Tetapi jika musim sedang
jelek (musim penghujan), maka proses
penjemuran bisa memakan waktu
hingga 4 hari.
8. Pengemasan. untuk proses produksi ½
jadi, krecekan dikemas dan siap untuk
dipasarkan.
B. Proses produksi produk jadi :
Proses ini menghasilkan produk emping
jagung. Proses produksinya dimulai dari
pemilihan jagung sampai pemgemasan
emping jagung, yaitu dimulai dari no 1
(pemilihan jagung) sampai no 7
(penjemuran) lalu lanjut ke no 9
(pemberian garam) sampai no 12
(pengemasan emping jagung) . Langkah-
langkah pembuatan emping jagung yaitu
sebagai berikut :
9. Pemberian garam. Pemberian garam
ditaburkan secara merata ke emping
jagung yang belum jadi.
10. Penggorengan, dilakukan dengan
minyak goreng yang panas agar
emping jagung berkembang (mekar).
11. Pemberian bumbu. terdapat bermacam-
macam variasi bumbu yaitu pedas
manis, asin, balado, bawang, dan keju.
12. Pengemasan. Pengemesan
menggunakan plastik dengan ukuran 2
macam plastik yaitu ukuran 1 kg dan 5
kg.
Tenaga kerja mempunyai peran penting
dalam menjalankan usaha pada agroindustri
emping jagung di Kelurahan Pandanwangi
dikarenakan pada keseluruhan agroindustri
tidak hanya menggunakan peralatan mesin
melainkan proses produksi sangat bertumpu
pada tenaga manusia. Jumlah tenaga kerja
yang berperan dalam agroindustri emping
jagung di Kelurahan Pandanwangi berbeda
tiap agroindustri.
Pada agroindustri emping jagung ini
tenaga kerja berasal dari keluarga dan non
keluarga. Tenaga kerja yang berasal dari non
keluarga berasal dari tetangga sendiri dan
luar kelurahan yang masih berada di kota
Malang. Pada umumnya semua anggota
keluarga yang masih produktif terlibat dalam
proses pengolahan emping jagung. Jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses
produksi berkisar antara 3 – 10 orang.
Dalam pembuatan emping jagung, dalam
satu kali proses produksi membutuhkan
waktu hingga 2-3 hari dan bahkan bisa lebih
tergantung cuaca. Pada hari pertama, tenaga
kerja bekerja dari proses perebusan,
pencucian dan perendaman. Pada hari kedua
pencucian, pengukusan, pemipihan dan
penjemuran. Proses penjemuran ini
tergantung cuaca. jika cuaca sedang hujan,
maka pekerjaan diliburkan sehingga tenaga
kerja tidak beraktivitas dan bahkan pulang.
Dan pada hari kedua proses pemasakan
hingga pemberian bumbu ini hanya
dilakukan oleh produksi jadi.
Sistem pengupahan yang diberikan
berbeda-beda yaitu ada yang perhari kerja
dan ada yang borongan. Pada sistem harian
tenaga kerja Rp.30.000 – Rp.35.000/hari.
Pembayaran upah tenaga kerja berbeda–
beda tiap individu, disesuaikan dengan
tingkat kesulitan pekerjaan yang dilakukan.
Pada sistem borongan didasarkan pada
kapasitas produksi yaitu Rp. 25.000/kw.
Jumlah jam kerja per hari untuk produksi ½
jadi 6-7 jam/hari dan produksi jadi 7-8 jam/
hari. Hal ini tergantung cuaca, jika cuaca
baik/ tidak hujan maka jam hari kerja penuh,
tetapi jika cuaca sedang buruk/hujan, maka
jam kerja berkurang bahkan sampai
diliburkan. Karena didalam proses
pembuatan emping jagung terdapat
penjemuran dengan bantuan matahari. Jika
hujan maka proses pembuatan emping
jagung juga ditunda. Untuk hari libur, dalam
satu minggu terdapat satu hari libur kerja.
Proses pembuatan emping jagung di
daerah penelitian ini sudah sesuai dengan
teori pada pustaka Tinjauan Taknis
Agroindustri Emping Jagung oleh Siswono,
2004. Untuk menjawab tujuan pada
penelitian ini, selanjutnya akan dibahas
hasil analisis pendapatan, BEP, Nilai
Tambah dan Produktivitas.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
4.4. Analisis Pendapatan Agroindustri
Emping jagung
Hasil analisis pendapatan agroindustri
emping jagung Kelurahan Pandanwangi
disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-Rata Pendapatan Agroindustri Emping Jagung
No Variabel
Produksi ½ jadi (Rp) Produksi jadi (Rp)
Per 1 kali proses
produksi
Per unit
(Kg)
Per 1 kali proses
produksi
Per unit
(Kg)
1 Jumlah Produksi 2.250 1 566 1
2 Penerimaan 8.325.000 3.700 6.233.333 11.000
3 Biaya Total 5.379.000 2.391 4.237.792 7.478
Total Pendapatan 2.946.000 1.309 1.995.541 3.522
Tabel 7 menunjukan bahwa rata-rata
pendapatan dalam satu kali proses produksi
yang diperoleh agroindustri emping jagung
pada produksi ½ jadi lebih besar
dibandingkan produksi jadi. Hal ini
dikarenakan proses produksi ½ jadi
mempunyai jumlah produksi yang lebih
besar dibandingkan dengan produksi jadi,
karena permintaan yang lebih besar. Proses
produksi ½ jadi hasil menghasilkan produk
krecekan sedangkan pada produksi jadi
hasilnya emping jagung. Permintaan
krecekan lebih besar dibanding emping
jagung. Namun jika dilihat dari pendapatan
per unit (Kg), agroindustri dengan proses
produksi jadi pendapatannya lebih besar
dibandingkan dengan produksi ½ jadi. Jika
dilihat pada daerah penelitian, Pendapatan
agroindustri emping jagung dengan proses
produksi ½ jadi memperoleh pendapatan
lebih tinggi dibandingkan dengan proses
produksi ½ jadi. Tetapi jika dilihat untuk
pengembangan usaha selanjutnya, pada
perhitungan analisis pendapatan per unit
(Kg) produksi jadi lebih menguntungkan
dibandingkan produksi ½ jadi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
agroindustri emping jagung pada produksi
jadi lebih menguntungkan dibandingkan
produksi ½ jadi. Hal ini diakibatkan karena
penerimaan untuk produksi jadi lebih tinggi.
Berikut ini adalah perhitungan penerimaan
agroindustri emping jagung di Kelurahan
Pandanwangi.
4.4.1. Penerimaan Agroindustri
Emping Jagung
Besarnya rata-rata penerimaan dalam
satu kali proses produksi agroindustri
emping jagung Kelurahan Pandanwangi
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Penerimaan Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung
No Penerimaan Produksi ½ Jadi (Rp) Produksi Jadi (Rp)
1 Jumlah Produksi 2.250 566
2 Harga Jual 3.700 11.000
Total Penerimaan 8.325.000 6.233.333
Tabel 8 menunjukkan bahwa besar
kecilnya penerimaan yang diperoleh dari
agroindustri emping jagung dipengaruhi oleh
besar kecilnya jumlah produksi emping
jagung dan harga jual emping jagung. Total
penerimaan pada produksi ½ jadi lebih besar
dibandingkan dengan produksi jadi. Hal ini
terjadi karena jumlah produksi yang
dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan
produksi jadi. Sehingga total penerimaan
yang dihasilkan oleh pengusaha emping
jagung juga lebih besar. Apabila jika dilihat
dari biaya produksinya, produksi ½ jadi
memerlukan biaya lebih tinggi karena
jumlah produksi yang dihasilkan juga lebih
tinggi. Berikut ini adalah perhitungan biaya
total produksi agroindustri emping jagung di
Kelurahan Pandanwangi.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
4.4.2. Biaya Total Produksi (Total
Cost) Agroindustri Emping
Jagung
Besarnya rata-rata total biaya per
satu kali proses produksi agroindustri
emping jagung Kelurahan Pandanwangi
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Biaya Total Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung
No Jenis biaya Jumlah Biaya (Rp)
Produksi ½ Jadi Produksi Jadi
1 Biaya Variabel 5.308.000 4.210.033
2 Biaya tetap 71.000 27.758
Biaya Total 5.379.000 4.237.792
Biaya per unit (Kg)* 1.992 6.232
*Biaya per unit = Total biaya
Total produksi
Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata
biaya total dalam satu kali proses produksi
yang diperoleh agroindustri emping jagung
pada produksi ½ jadi lebih besar
dibandingkan dengan produksi jadi. Namun
jika dilihat dari biaya total per unit produk
(Kg), agroindustri dengan proses produksi
jadi biayanya lebih besar dibandingkan
dengan proses produksi ½ jadi. Hal ini
dikarenakan biaya variable yang dikeluarkan
lebih besar. Berikut ini adalah hasil
perhitungan biaya variabel dan biaya tetap
pada agroindustri emping jagung di daerah
penelitian, yaitu :
1. Biaya Variabel (Variable Cost)
Agroindustri Emping Jagung
Biaya variabel pada kedua agroindustri
emping jagung meliputi bahan baku, bahan
penolong, bahan bakar, dan tenaga kerja.
Besarnya rata-rata biaya variabel dalam satu
kali proses produksi agroindustri emping
jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan
pada Tabel 10.
Tabel 10. Biaya Variabel Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung.
No Biaya Variabel Produksi ½ Jadi (Rp) Produksi Jadi (Rp)
1 Bahan baku 4.320.000 1.088.000
2 Bahan Penolong 134.700 2.456.313
3 Bahan Bakar 280.800 70.720
4 Tenaga Kerja 572.500 595.000
Total Biaya Variabel 5.308.000 4.210.033
Biaya Variabel per unit
(Kg)* 1.966 6.191
*Total biaya variable per unit = Total biaya variabel
Total produksi
Tabel 10 menunjukkan bahwa pada
produksi ½ jadi jumlah rata-rata biaya
variabel lebih besar dibandingkan dengan
produksi jadi. Hal ini terjadi karena total
produksi pada produksi ½ jadi lebih besar.
Namun jika dilihat dari biaya per unit (kg),
biaya variabel produksi jadi lebih besar
dibandingkan dengan produksi ½ jadi. Hal
ini diakibatkan karena bahan penolong untuk
produksi jadi lebih tinggi. Berikut ini adalah
perhitungan biaya bahan penolong
agroindustri emping jagung di Kelurahan
Pandanwangi.
Bahan Penolong
Untuk bahan penolong pada produksi ½
jadi terdiri dari air kapur, serbuk gergaji,
kemasan, biaya listrik dan air. Sedangkan
bahan penolong pada produksi jadi ditambah
dengan bumbu dan minyak goreng.
Besarnya biaya variabel untuk masing-
masing produksi berbeda-beda tiap produksi
usaha tergantung dari kapasitas produksi dan
harga dari komponen biaya variabel tersebut.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Besarnya rata-rata biaya penolong dalam
satu kali proses produksi agroindustri
emping jagung Kelurahan Pandanwangi
disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Biaya Penolong Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung.
No Biaya Penolong Produksi ½ Jadi (Rp) Produksi Jadi (Rp)
1 Air kapur 16.200 4.080
2 Kemasan 103.500 26.067
3 Listrik+air (3hari) 15.000 15.000
4 Bumbu - 1.062.500
5 M.goreng - 1.348.667
Total Biaya Penolong 134.700 2.456.313
Tabel 11 menunjukkan bahwa total
biaya penolong produksi ½ jadi lebih kecil
dibandingkan dengan produksi jadi yaitu
pada produksi ½ jadi sebesar Rp. 134.700,-
dan pada produksi jadi Rp. 245.6313. Hal ini
terjadi karena pada proses produksi jadi
terdapat adanya tambahan biaya pada
produksi jadi yaitu bumbu dan minyak
goreng.
2. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Agroindustri Emping Jagung
Besarnya rata-rata biaya tetap dalam satu
kali proses produksi agroindustri emping
jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan
pada Tabel 12.
Tabel 12. Biaya Tetap Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung.
No Biaya Tetap Produksi ½ Jadi (Rp) Produksi Jadi (Rp)
1 Mesin penggiling 12656,25 3750
2 Mesin pencuci 6750 3000
3 Tungku 31,25 20,83
4 Drum 5729,17 1597,22
5 Drum stainless steel 3000 750
6 Sesek 41.667 15.741
7 Tempat rendaman 250 125
8 Timbangan 917 916
9 Telenan - 22
10 Blender - 225
11 Siller - 244
12 Wajan - 847
13 Pisau - 111
14 Sutil - 33
15 Kompor gas - 375
Total Biaya Tetap 71.000 27.759
Total Biaya
Tetap Per Unit (Kg)* 26 41
*Total biaya tetap per unit = Total biaya tetap
Total produksi
Tabel 12 menunjukkan besarnya biaya
tetap pada produksi ½ jadi lebih besar
daripada produksi jadi. Hal ini disebabkan
perbedaan penggunaan alat yang digunakan.
Pengeluaran biaya tetap terbesar baik pada
produksi ½ jadi dan produksi jadi terdapat
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
pada sesek yaitu sebesar 41.666 untuk
produksi ½ jadi dan 15.740 produksi jadi.
Hal ini terjadi karena jumlah sesek yang
dibutuhkan sangat banyak dalam proses
pembuatan krecekan. Namun jika dilihat dari
biaya tetap per unit (kg), produksi jadi lebih
besar dibandingkan dengan produksi ½ jadi.
Hal ini dikarenakan tambahan alat yang
digunakan pada proses produksi jadi
sehingga terjadi tambahan biaya pada biaya
tetap. Untuk mengetahui produksi yang
dihasilkan agar pengusaha emping jagung
tidak rugi, maka digunakan analisis BEP
4.5. Analisis Break Event Point (BEP)
Agroindustri Emping jagung
Hasil analisis BEP (Break even Point)
agroindustri emping jagung Kelurahan
Pandanwangi disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Analisis BEP Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung
No Variabel Produksi ½ Jadi Produksi Jadi
1 Harga Jual (Rp/Kg) (a) 3.700 11.000
2 Jumlah Produk (Kg/proses produksi) (b) 2.250 566.67
3 Biaya Variabel (Rp/proses produksi) (c) 5.308.000 4.210.033
4 Biaya Tetap (Rp/proses produksi) (d) 71.000 27.758
5 Total Penerimaan(Rp/proses produksi)(e) 8.325.000 6.233.333
196.742 86.098
53,17 7,83
Tabel 13 menunjukkan bahwa titik impas
agroindustri emping jagung pada produksi ½
jadi lebih besar dibandingkan dengan titik
impas agroindustri emping jagung pada
produksi jadi baik pada BEP rupiah maupun
BEP unit. Artinya Persyaratan produk
minimum untuk proses produksi ½ jadi lebih
tinggi dibandingkan dengan proses produksi
jadi. Kebutuhan modal untuk memproduksi
emping jagung pada produksi ½ jadi lebih
besar dibandingkan produksi jadi. Hal ini
terjadi karena jumlah produksi yang
dihasilkan oleh produksi ½ jadi lebih besar
sehingga nilai pembagi dalam rumus BEP
menjadi semakin kecil yang artinya BEP
menjadi semakin besar dengan
bertambahnya jumlah produksi.
BEP rupiah pada proses produksi ½ jadi
sebesar Rp. 196.742,-, dan BEP unit sebesar
53,17, artinya bahwa jika penerimaan yang
diperoleh sebesar Rp. 196.742,- dan unit
produksi yang dihasilkan sebesar 53,17
maka kondisi agroindustri proses produksi ½
jadi tidak mengalami kerugian maupun
keuntungan. Begitu juga pada produksi jadi,
BEP rupiah sebesar Rp. 86.098,- , dan BEP
unit sebesar 7,83 artinya bahwa jika
penerimaan yang diperoleh sebesar Rp.
86.098,- dan unit produksi yang dihasilkan
sebesar 7,83 maka kondisi agroindustri
proses produksi ½ jadi tidak mengalami
kerugian maupun keuntungan.
Agar pengusaha emping jagung tidak
mengalami kerugian maka tingkat produksi
pada produksi ½ jadi harus lebih besar dari
53,17 kg dan penerimaan yang didapatkan
juga harus lebih besar dari Rp. 196.742,- .
Sedangkan pada produksi jadi, tingkat
produksi harus lebih besar dari 7,83 kg dan
penerimaan yang didapatkan juga harus
lebih besar dari Rp. 86.098,- . Pada
kenyataan di lapang produksi yang
dihasilkan oleh pengusaha emping jagung
baik pada produksi ½ jadi maupun produksi
jadi berada diatas titik impas sehingga dapat
dikatakan produksi emping jagung di
Kelurahan Pandanwangi ini menghasilkan
keuntungan. Hasil analisis Break Even Point
sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu
Agroindustri emping jagung produksi ½ jadi
mempunyai Break Even Point lebih besar
dibandingkan dengan produksi jadi.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa usaha agroindustri emping jagung
dengan proses produksi ½ jadi agar tidak
mengalami kerugian dibutuhkan modal yang
lebih besar dibandingkan proses jadi. Untuk
mengetahui nilai tambah yang dihasilkan
pengusaha agroindustri emping jagung
emping jagung, maka digunakan analisis
Nilai Tambah.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
4.6. Analisis Nilai Tambah Agroindustri
Emping Jagung
Agroindustri emping jagung adalah
usaha pengolahan jagung menjadi emping
jagung yang diharapkan menciptakan nilai
tambah dan imbalan kerja. Hasil analisis
Nilai Tambah agroindustri emping jagung
Kelurahan Pandanwangi disajikan pada
Tabel 14.
Tabel 14. Rata-Rata nilai Tambah Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung
No Variabel Produksi
½ Jadi Produksi Jadi
1 Output (kg/proses produksi) 2.250 566,67
2 Bahan baku (kg/proses produksi) 2.700 680
3 Tenaga kerja (HOK/proses produksi) 6,25 6
4 Konversi (1/2) 0,83 0.83
5 koefisien Tenaga Kerja (orang/kg) (3/2) 0,00225 0,00898
6 Harga Produk rata-rata (Rp/Kg) 3.700 11.000
7 Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/orang) 99.000 100.000
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) 1.600 1.600
9 sumbangan Input Lain (Rp/kg Emping Jagung) 148,33 3.715
10 Nilai Produk (Rp/Kg) (4x6) 3.083,33 10.388,89
11 a. Nilai Tambah (Rp/Kg) (10-8-9) 1.335 5.073,89
b. Rasio Nilai tambah (11a/10 x 100%) 43,29 48,46
12 a. Imbalan Tenaga Kerja (Rp/Kg) (5x7) 215,62 884,72
b. Bagian Tenga Kerja (12a/11a x 100%) 16,15 18,41
13 a. Keuntungan (Rp/Kg) (11a-12a) 1.119,37 4.189,17
b. Tingkat Keuntungan (13a/10 x 100%) 36,30 39,79
Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat
keuntungan pada produksi jadi lebih besar
daripada produksi ½ jadi. Hal ini
dikarenakan nilai tambah yang diberikan
oleh produk jadi lebih besar dibandingkan
dengan produksi ½ jadi. Nilai tambah pada
kedua proses produksi tersebut tergolong
tinggi karena rasio nilai tambah > dari 40 %.
Menurut Hubeis, rasio nilai tambah dapat
digolongkan menjadi 3 yakni dikatakan
rendah jika < 15%, sedang jika berkisar 15
% - 40 % dan tinggi jika > 40 %. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa agroindustri
emping jagung di Kelurahan Pandanwangi
layak untuk diusahakan. Hasil analisis nilai
tambah sesuai dengan hipotesis penelitian
yaitu Agroindustri emping jagung produksi
½ jadi mempunyai nilai tambah lebih kecil
dibandingkan dengan produksi jadi. Untuk
mengetahui produktivitas pengusaha
agroindustri emping jagung emping jagung,
maka digunakan analisis produktivitas
tenaga kerja dan mesin produksi.
4.7. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja
dan Mesin Produksi Agroindustri
Emping Jagung
Di dalam penelitian ini analisis
produktivitas dibagi menjadi dua yaitu
produktivitas tenaga kerja dan produktivitas
mesin produksi.
5.7.1. Produktivitas Tenaga Kerja
Agroindustri Emping Jagung
Produktivitas tenaga kerja ditentukan
secara nilai. Hasil analisis produktivitas
tenaga kerja secara nilai agroindustri emping
jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan
pada Tabel 15.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Tabel 15. Produktivitas Tenaga Kerja Nilai Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping
Jagung
No Produksi Emping Jagung
(per proses produksi) Produksi ½ Jadi Produksi Jadi
1 Nilai produksi 8.325.000 6.233.333
2 Tenaga Kerja 6,25 6
Produktivitas Tenaga Kerja 1.332.000 1.038.889
Tabel 15 menunjukkan bahwa
produktivitas tenaga kerja pada produksi ½
jadi lebih besar dibandingkan dengan
produksi jadi. Hal ini disebabkan nilai
produksi dipengaruhi jumlah produksi yang
dihasilkan. Pada produksi ½ jadi jumlah
produksi lebih besar karena permintaan
krecekan lebih besar dibandingkan
permintaan emping jagung. Hasil analisis
Produktivitas Tenaga Kerja sesuai dengan
hipotesis penelitian yaitu Agroindustri
emping jagung produksi ½ jadi mempunyai
Produktivitas tenaga kerja lebih besar
dibandingkan dengan produksi jadi.
5.7.2. Produktivitas Mesin Produksi
Agroindustri Emping Jagung
Hasil analisis produktivitas mesin
penggiling dan mesin pencuci agroindustri
emping jagung Kelurahan Pandanwangi
disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Produktivitas Mesin Penggiling dan Mesin Pencuci Dalam Satu Kali Proses Produksi
Agroindustri Emping Jagung
Mesin
Produksi
Produksi emping jagung
(per proses produksi)
Produksi ½
jadi
Produksi
Jadi
Penggiling
Bahan Baku (kg) 2700 680
Jumlah Mesin (unit) 6 2
Produktivitas mesin penggiling (a) 450 340
Pencuci
Bahan Baku (kg) 2700 680
Jumlah Mesin (unit) 3 1
Produktivitas mesin pencuci (b) 900 680
Produktivitas Mesin Produksi = (a+b)/2 675 510
Tabel 16 menunjukkan bahwa hasil
analisis produktivitas mesin produksi pada
produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan
produksi jadi. Hal ini disebabkan jumlah
bahan baku yang digunakan pada proses
produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan
dengan produksi jadi. Jumlah bahan baku
yang lebih besar ini dikarenakan permintaan
krecekan yang lebih besar dibandingkan
dengan permintaan emping jagung. Jumlah
mesin produksi juga ditentukan oleh
besarnya bahan baku yang diolah sehingga
jumlah mesin yang digunakan juga lebih
banyak. Dengan demikian produktivitas
mesin produksi pada proses produksi ½ jadi
lebih tinggi dibandingkan proses jadi. Hasil
analisis Produktivitas mesin produksi sesuai
dengan hipotesis penelitian yaitu
Agroindustri emping jagung produksi ½ jadi
mempunyai Produktivitas mesin produksi
lebih besar dibandingkan dengan produksi
jadi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari
penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Pendapatan agroindustri emping
jagung proses produksi ½ jadi lebih
tinggi dibandingkan proses jadi.
Tetapi jika dilihat pada perhitungan
analisis pendapatan per unit (Kg)
produksi jadi lebih menguntungkan
dibandingkan produksi ½ jadi.
2. Persyaratan produk minimum untuk
proses produksi ½ jadi lebih tinggi
dibandingkan dengan produksi jadi.
Ini artinya kebutuhan modal untuk
memproduksi emping jagung pada
produksi ½ jadi lebih besar
dibandingkan produksi jadi. Dengan
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
demikian dapat disimpulkan bahwa
produksi jadi lebih baik untuk
pengembangan usaha karena
membutuhkan modal yang lebih
kecil dan menghasilkan pendapatan
yang lebih besar.
3. Agroindustri emping jagung dengan
proses produksi jadi memperoleh
nilai tambah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan proses produksi
½ jadi.
4. Agroindustri emping jagung dengan
proses produksi ½ jadi memperoleh
produktivitas tenaga kerja dan
produktivitas mesin produksi lebih
tinggi dibandingkan dengan proses
produksi jadi.
6.2. Saran
1. Pengembangan agroindustri proses
produksi jadi dapat dilakukan
dengan memperbesar usaha promosi
produknya sehingga permintaan
terhadap produk tersebut meningkat.
2. Terkait dengan besarnya kebutuhan
modal, agar produksi jadi bisa
berkembang diperlukan adanya
bantuan pinjaman permodalan.
3. Untuk penelitian selanjutnya,
hendaknya peneliti lebih detail lagi
dalam menggali informasi dari
pengusaha emping jagung, sehingga
hasilnya bisa digunakan sebagai
bahan informasi bagi pengusaha
agroindustri emping jagung.
DAFTAR PUSTAKA
Admin, 2008. Analisis Kelayakan Usaha.
http://elearning.gunadarma.ac.id/
at 22 Oktober 2008
Ali amir Bachri. 1999. Peranan agroindustri
Dalam Penyerapan Tenaga Kerja
dan Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Di Kabupaten
Donggala Propinsi Sulawesi
Tengah. Habitat Volume 10 Nomor
106.
Anonymous. 2008. Dewan Jagung.
http://www.dewanjagung.org.htm
----------------.2008. Emping.
http://www.id.wikipedia.org
----------------.2008. Kota Malang.
http://www.id.wikipedia.org
----------------.2008. Portal Nasional
Republik Indonesia.
http://www.indonesia.go.id.htm
Antarno. 1991. Pengembangan mekanisasi
pertanian dalam rangka
mempertahankan swasembada
produksi beras sampai tahun 2000
di Jawa Timur. hlm. 1-11. Dalam
Kasno, A., K.H. Hendroatmodjo,
M. Dahlan, Sunardi, dan A.
Winarto (Ed). Risalah Hasil
Penelitian Tanaman Pangan Tahun
1991. Balai Penelitian Tanaman
Pangan Malang.
Baharsjah. 1992. Pengembangan dan
Pemanfaatan Teknologi bagi
Pedesaan dalam Rangka
Pengembangan Agroindustri dan
Agribisnis. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Bambang dan Mewa dkk. 2005. Laporan
Akhir Analisis Pengembangan
Agroindustri Berbasis Pangan
Lokal Dalam Meningkatkan
Keanekaragaman Pangan dan
Pengembangan Ekonomi Pedesaan.
http://www.pse.litbang.deptan.go.id
Dajan A., 1986. Pengantar Metode Statistik.
Jilid I. LP3ES. Jakarta.
Hicks, P. A. 1995. An Overview of Issues
and Strategies in The Development
of Food Processing Industries in
Asia and The Pacific, APO
Symposium, 28 September 5
Oktober. Tokyo.
Http://www.gib.or.id/isibuletin.php?&rberita
_no=616. Jurnal Pertanian Rakyat
at 29 Jan 2008
Hubeis, M. 1997. Menuju Industri Kecil
Profesional di Era Globalisasi
Melalui Pemberdayaan Manajemen
Indusrtri. Orasi Ilmiah Guru Besar
Tetap Ilmu Manajemen Industri.
Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Bogor.
Kemal Prihatman. 2000. Tentang Budidaya
Pertanian Jagung. http://
www.warintek.ristek.go.id.pdf
Kholis, Dinul. 2008. Marning dan Emping
Jagung Usaha Turun -Temurun
http://www.ikm.depperin.go.id/Pub
likasiPromosi/KumpulanArtikel/tab
id/67/articleType/ArticleView/articl
eId/16/Marning-dan-Emping-
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis
Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha
(Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Jagung-Usaha-Turun-
Temurun.aspx
Ludrud. 2009. Konsep Produktivitas dan
Penyempurnaan Sistem Kerja.
http://www.scribd.com/doc/167332
99/Konsep-Produktivitas. At 24
juni 2009
Lukminto, H. 1997. Strategi Industri
Pangan Menghadapi Pasar Global.
Majalah Pangan No. 33, Vol. IX.
Jakarta.
Nuhfil Hanani AR, Jabat TArik Ibrahim, dan
Mangku Purnomo. 2003.. Strategi
Pembangunan Pertanian. Sebuah
Pemikiran Baru. Lappera Pustaka
Utama. Yogyakarta.
Nur Richana dan Suarni. 2008. Teknologi
Pengolahan Jagung. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen.
http://wwwbalitsereal.litbang.depta
n.go.id.pdf
Prawirokusumo, Soeharto. 1990. Ilmu Usaha
Tani. BPFE. Yogyakarta.
Pudjosumarto, Muljadi. 2002. Evaluasi
Proyek. Liberty. Yogyakarta.
Sastrowardoyo. S. 1993. Prioritas
Penanaman Modal Agroindustri.
Dalam Permodalan Agroindustri.
PPA CIDES UQ. Jakarta.
Shinta, Agustina. 2005. Diktat Ilmu Usaha
Tani. Jurusan Sosial Ekonomi
Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Simatupang, P dan A. Purwoto. 1990.
Pengembangan Agro Industri
Sebagai Penggerak Pembangunan
Desa. Dalam P. Simatupang, E.
Pasandaran, F. Kasryno, dan A.
Zulham (Penyunting) Agro Industri
Faktor Penunjang Pembangunan
Pertanian Indonesia. Pusat
Penelitian Agro Ekonomi. Bogor,
pp. 1-20.
Siswono. 2004. Emping Jengkol dan Jagung.
http://www.gizi.net.htm
Soeharjo. 1991. Konsep dan Ruang Lingkup
Agroindustri (modul II). Dalam
Penataran Dosen Perguruan Tinggi
SwastanBidang Pertanian Program
Kajian Agribisnis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sofa, 2008. Analisis Kelayakan Usaha.
http://www.ittelkom.ac.id/library/
at 2 April 2008
Soekartawi. 1991. Agribisnis. Teori dan
aplikasinya. RAjawali. Jakarta.
---------------.2002. Analisis usaha Tani.
Penerbit UI-Press. Jakarta.
---------------.2001. Pengantar Agroindustri.
PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soemarno. 2008. Pengembangan Industri-
Agrobisnis Yang Mempunyai
Potensi Di Jawa Timur.
Suarni dan I.GP. Sarasutha. 2002. Teknologi
pengolahan jagung untuk
meningkatkan nilai tambah dalam
pengembangan agroindustri.
Prosiding Seminar Nasional, BPTP
Sulawesi Tengah.
Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian.
UMM Pres. Malang.
Supriadi. 1997. Pengembangan Agroindustri
Pangan. Makalah Pra Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi.
Serpong.
Suryana, A. 2005. Arah, Strategi dan
Program Pembangunan Pertanian
2005-2009. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Tastra, I K. 2003. Strategi Penerapan
Alsintan Pascapanen Tanaman
Pangan Di Jawa Timur Dalam
Memasuki Afta 2003. Jurnal
Litbang Pertanian volume 22, 2003
Wibowo. R. dan Santoso. 1997. Industri
Pangan, Alternative Utama
Pendorong Keterkaitan Optimal
Industri Pertanian dan Pedesaan
dalam PJP II. Kumpulan Makalah
Seminar Industry Pertanian dan
Pedesaan Jatim. Jurusan Social
Ekonomi Fakultas Pertanian.
Unibraw Malang
Winardi.1974. Pengantar Metodologi
Research. Bandung