analisis kerusakan bangunan sekolah dasar negeri oleh ... · analisis kerusakan bangunan sekolah...
TRANSCRIPT
ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR
RULI HERDIANSYAH
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2007
RINGKASAN
Ruli Herdiansyah. E24102024. ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN
SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA
BOGOR. Dibimbing oleh Ir. Trisna Priadi M.Eng.Sc
Bangunan sekolah merupakan salah satu sarana penting bagi terlaksananya proses pendidikan. Lingkungan sekolah yang kondusif membutuhkan keadaan bangunan yang bersih dan terpelihara dari serangan perusak kayu. Organisme perusak yang banyak merusak komponen bangunan, antara lain : rayap, bubuk/kumbang, jamur dan sebagainya. Kerusakan yang disebabkan oleh perusak biologis bisa berakibat fatal ditinjau dari bidang konstruksi dan nilai bangunan sekolah. Sehingga dipandang perlu dilakukan penelitian terhadap kerusakan bangunan sekolah diakibatkan oleh perusak biologis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kerusakan bangunan sekolah dasar negeri di Kota Bogor, faktor biologis yang merusaknya serta faktor pendukung terjadinya biodeteriorasi. Selain itu, melalui penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui nilai kerugian ekonomis yang disebabkan oleh biodeteriorasi tersebut.
Bahan yang digunakan antara lain : peta daerah Kota Bogor, tally sheet, alkohol 70%. Pengambilan bangunan contoh dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling. Penelitian dilakukan pada 32 bangunan sekolah dasar dari 315 sekolah dasar di Kota Bogor. Analisis data serangan organisme perusak kayu pada berbagai komponen bangunan, kelas umur bangunan, kerusakan bangunan per wilayah pengamatan dan nilai kerugian ekonomi dilakukan dengan analisis deskriptif, sedangkan analisis data kadar air kayu yang diserang dan tidak diserang organisme perusak dilakukan dengan analisis perbandingan berpasang menggunakan software minitab 14.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bangunan sekolah dasar pada umumnya merupakan bangunan permanen. bagian-bagian bangunan sekolah seperti lantai, atap, dan bagian lainnya dapat mendukung terjadinya kerusakan oleh perusak biologis bila tidak dipelihara dengan baik. Kerusakan bangunan terjadi pada semua komponen bangunan. Kerusakan berat oleh jamur pelapuk dan rayap tanah pada bangunan sekolah dasar sudah terjadi pada umur 11-20 tahun dan 21-30 tahun. Kerusakan berat oleh rayap kayu kering tidak terjadi. Kerusakan sedang oleh rayap tanah dan rayap kayu kering sudah terjadi pada kelas umur 1-10 tahun.
Serangan rayap tanah terjadi pada seluruh komponen bangunan sekolah. Adapun serangan rayap tanah yang paling menonjol terjadi pada kusen pintu dan plafon. Rayap kayu kering menyerang terutama pada komponen daun pintu dan kusen jendela. Serangan jamur pelapuk yang paling banyak terjadi pada komponen plafon dan lisplang. Tingkat serangan organisme perusak pada bangunan sekolah hampir merata antar wilayah di Kota Bogor. Wilayah yang memiliki tingkat serangan organisme perusak relatif paling tinggi terjadi di wilayah Bogor Barat. Besarnya kerusakan yang terjadi diduga karena bangunan di wilayah Bogor Barat rata-rata berumur 21 - 30 tahun dan 31 - 40 tahun. Selain itu,
jenis kayu yang digunakan pada umumnya menggunakan kayu borneo yang memiliki kelas awet III - IV sehingga mudah diserang perusak biologis. Rayap tanah yang paling banyak ditemukan menyerang bangunan sekolah dasar adalah jenis Coptotermes curvignathus. Selain itu ada juga jenis Odontotermes javanicus, Macrotermes gilvus, Microtermes inspiratus dan Schedorhinotermes javanicus. Sedangkan untuk rayap kayu kering yang ditemukan adalah jenis Cryptotermes spp.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kayu yang tidak diserang organisme perusak memiliki kadar air lebih tinggi 1.0% dari kadar air kayu yang diserang rayap kayu kering dan lebih rendah 1.9% dan 1.4% dari kayu yang diserang rayap tanah dan jamur pelapuk.
Organisme yang menyebabkan kerugian ekonomi tertinggi adalah rayap tanah. Kerugian ekonomi rata-rata per bangunan sekolah di Kota Bogor akibat serangan rayap tanah sebesar Rp. 2.606.161, serangan jamur pelapuk dan rayap kayu kering sebesar Rp. 492.355 dan Rp. 415.029 per sekolah. Wilayah yang mengalami kerugian ekonomi tertinggi akibat perusak biologis (RT, RKK dan jamur pelapuk) terjadi di Bogor Barat sebesar Rp. 32.425.003. Dari perhitungan prediksi kerugian per wilayah, maka prediksi total kerugian akibat serangan perusak biologis kayu di Kota Bogor mencapai Rp. 1.074.483.390.
ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR
RULI HERDIANSYAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2007
Judul Skripsi : ANALISIS KERUSAKAN BANGUNAN SEKOLAH DASAR NEGERI OLEH FAKTOR BIOLOGIS DI KOTA BOGOR
Nama : Ruli Herdiansyah Nrp : E24102024 Departemen : Hasil Hutan
Menyetujui,
(Ir. Trisna Priadi M.Eng.Sc)
NIP. 132045535
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
( Prof. Dr. Ir Cecep Kusmana, MS )
NIP. 131430799
Tanggal Lulus : 30 Januari 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya tanggal 14 Juli 1983. Penulis
merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1990 di SDN Tejamaya
Tasikmalaya dan lulus pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan ke SLTPN 1
Jamanis Tasikmalaya dan lulus pada tahun 1999 dan melanjutkan ke SMUN 2
Tasikmalaya sampai tahun 2002.
Pada tahun 2002 penulis melanjutkan kuliah di IPB melalui jalur Ujian
Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Hasil
Hutan, Fakultas Kehutanan. Penulis mengambil minat studi di Laboratorium Kayu
Solid.
Selama di Fakultas Kehutanan, penulis mengikuti Praktek Umum
Kehutanan (PUK) pada tahun 2005 di KPH Kuningan Jawa Barat, Praktek Kerja
Lapang (PKL) di PT. Bineatama Kayone Lestari (BKL) Tasikmalaya pada tahun
2006.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “ Analisis
Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar Negeri oleh Faktor Biologis di Kota
Bogor” di bawah bimbingan Ir. Trisna Priadi, M.EngSc.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Karunia dan
Anugerah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Karya tulis ini disusun berdasarkan hasil penelitian di bidang Hasil Hutan
dengan judul “Analisis Kerusakan Bangunan Sekolah Dasar Negeri oleh Faktor
Biologis di Kota Bogor” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Trisna Priadi M.EngSc selaku dosen pembimbing penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masyud MS selaku dosen penguji dari Departemen
Konservasi Sumber Daya Hutan.
3. Bapak Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo M.Agr selaku dosen penguji dari
Departemen Silvikultur.
4. Mama beserta kakak dan adikku yang senantiasa memberikan dorongan
semangat, do’a dan pengorbanan baik moral dan materi kepada penulis.
5. Seluruh staf Depdiknas dan Bappeda atas bantuan dan perijinannya selama di
lapangan
6. Staf laboratorium kayu solid atas bantuan, kerjasama dan jalinan persaudaraan
selama penelitian berlangsung.
7. Keluarga besar Asrama Sylvalestari atas dukungan dan jalinan persaudaraannya.
8. Teman-teman THH ’39, Mas Hari, Pak Entis dan yang lainnya atas dukungan dan
doanya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
saran dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang. semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum.
Bogor, Februari 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ i
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. v
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan ..................................................................................................... 2 Manfaat Penelitian ................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
Letak Administrasi dan Fisik Dasar Kota Bogor .................................... 3 Kayu Sebagai Bahan Bangunan ............................................................. 4 Kerusakan Bangunan .............................................................................. 5 Faktor Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan .......................... 6 Rayap ...................................................................................................... 6 Jamur ..................................................................................................... 9
Mekanisme Perusakan Kayu oleh Jamur ..................................... 12 Pengaruh Serangan Jamur terhadap Sifat-sifat Kayu ................... 13
Kumbang ............................................................................................... 14 Tumbuhan .............................................................................................. 15 Lumut, Alga dan Tumbuhan Tingkat Rendah Lainnya ......................... 15 Perlindungan Bangunan ......................................................................... 16
METODE PENELITIAN ............................................................................. 19
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 19 Bahan dan Alat ...................................................................................... 19 Batasan Penelitian .................................................................................. 19 Pengumpulan Data ................................................................................. 20 Pengolahan Data .................................................................................... 21
1. Pengelompokan Data ............................................................... 21 2. Analisis Data ............................................................................ 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 23
Kondisi Umum Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor ..................... 23 Perbandingan Frekuensi Serangan Organisme Perusak Biologis pada Berbagai Komponen Bangunan ...................................... 27
v
Tingkat Serangan Perusak Biologis pada Berbagai Kelas Umur Bangunan ..................................................................................... 29 Distribusi Frekuensi Serangan Perusak Biologis di Kota Bogor ........... 31 Kondisi Lingkungan dan Bahan Bangunan yang Diserang Oganisme Perusak ................................................................................. 34 Perbandingan Kerugian Ekonomi Rata-rata pada Berbagai Kelas Umur Bangunan Akibat Serangan Rayap Tanah, Rayap Kayu Kering dan Jamur ......................................................................... 37 Rata-rata Kerugian Ekonomi Akibat Biodeteriorasi Pada Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor ............................................... 39 Perkiraan Aktual Kerugian Ekonomi Akibat Biodeteriorasi Pada Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor ...................................... 40
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 42 Kesimpulan ............................................................................................ 42 Saran ...................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 44
LAMPIRAN ................................................................................................... 47
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Klasifikasi penyebab-penyebab kerusakan bangunan yang berada di luar dan di dalam bangunan......................................................... 5
2 Tingkat serangan perusak biologis pada berbagai kelas umur
bangunan ..................................................................................................... 29 3 Kondisi lingkungan dan bahan bangunan yang diserang
organisme perusak kayu .............................................................................. 35
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Persentasi kelas umur bangunan sekolah dasar di Kota Bogor .................. 23 2 Contoh lubang kembara pada lantai berlubang yang dibuat rayap
tanah ............................................................................................................ 25 3 Kerusakan bangunan sekolah akibat jenis atap yang berbeda .................... 26 4 Frekuensi terserangnya komponen bangunan oleh rayap tanah,
rayap kayu kering dan jamur pelapuk ......................................................... 28 5 Contoh kerusakan komponen lisplang akibat jamur pelapuk ..................... 31 6 Sebaran frekuensi serangan rayap tanah, rayap kayu kering dan
jamur pelapuk per wilayah penelitian ........................................................ 32 7 Sebaran kasus serangan organisme perusak bangunan sekolah
dasar yang ditemukan di Kota Bogor .......................................................... 33 8 Contoh kasta prajurit rayap tanah Macrotermes gilvus dan rayap
kayu kering Cryptotermes spp. (perbesaran 100x) ..................................... 34 9 Histogram kadar air kayu yang terserang dan tidak terserang
perusak biologis kayu pada bangunan sekolah dasar .................................. 36 10 Histogram kerugian ekonomi rata-rata pada berbagai kelas umur
akibat serangan perusak biologis kayu ........................................................ 37 11 Histogram kerugian ekonomi rata-rata per wilayah penelitian di
Kota Bogor .................................................................................................. 39 12 Histogram perkiraan kerugian ekonomi per kecamatan di Kota
Bogor ........................................................................................................... 40
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Karakteristik bangunan sekolah dasar negeri di Kota Bogor .................... 47 2 Contoh perhitungan tingkat kerusakan dan kerugian ekonomi ................. 48 3 Contoh penentuan bangunan yang diamati ............................................... 51 4 Rangkuman perhitungan kerugian ekonomi per wilayah .......................... 53 5 Rekapitulasi kerugian ekonomi per sekolah ............................................. 54 6 Rekapitulasi kerugian ekonomi per lokal bangunan ................................. 55 7 Nama sekolah dasar berdasarkan kelas umur............................................ 59 8 Tabel klimatis serangan perusak biologis kayu ....................................... 50 9 Perhitungan kadar air kayu dengan statistik perbandingan berpasang ...... 61 10 Contoh kunci identifikasi rayap ................................................................ 62 11 Contoh gambar kerusakan komponen bangunan akibat serangan
organisme perusak ..................................................................................... 63
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bangunan sekolah merupakan salah satu sarana bagi terlaksananya proses
pendidikan. Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai akan memberikan
peluang yang lebih besar bagi terlaksananya sebuah proses pendidikan yang lebih
berkualitas yang kemudian berpotensi melahirkan generasi yang cerdas dan kreatif
(Setyawan 2005).
Salah satu faktor terciptanya lingkungan sekolah yang kondusif yaitu
keadaan bangunan yang bersih dan terpelihara dari serangan perusak kayu.
Bangunan yang tahan terhadap kerusakan bergantung pada komponen bangunan
yang menyusunnya. Pada umumnya bahan bangunan sekolah dasar yang
digunakan adalah jenis kayu yang memiliki keawetan rendah yaitu kelas awet III
dan IV, sehingga mudah di serang oleh organisme perusak kayu, antara lain :
rayap, bubuk/kumbang, jamur dan sebagainya. Sedangkan kayu yang memiliki
keawetan yang tinggi harganya relatif mahal dan ketersediaanya semakin langka.
Keberadaan wilayah Indonesia di zona tropika, menjadi salah satu faktor
pendukung organisme perusak kayu untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat.
Kerusakan yang disebabkan oleh perusak biologis bisa berakibat fatal ditinjau dari
bidang konstruksi dan nilai bangunan. Disamping itu, kerusakan bangunan
tersebut dapat mengancam keselamatan manusia yang tinggal di dalam bangunan
tersebut. Kerusakan pun tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada
semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung
lignoselulosa.
Bangunan sekolah dasar di Indonesia yang dalam kondisi baik sekitar 54%-
56% sedangkan bangunan yang mengalami kerusakan berat selama tahun 2003 -
2004 mencapai 883.750 ruang kelas atau 22,9% (Sudibyo 2006). Oleh karena itu,
dipandang perlu melakukan penelitian mengenai faktor perusak biologis yang
menyerang bangunan sekolah dasar dan perkiraan kerugian ekonomis yang
diakibatkannya.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kerusakan yang
terjadi pada bangunan sekolah dasar negeri di Kota Bogor, faktor biologis yang
merusak bangunan tersebut, serta faktor pendukung terjadinya biodeteriorasi.
Selain itu, melalui penelitian ini juga diharapkan dapat diketahui nilai kerugian
ekonomis yang disebabkan oleh biodeteriorasi tersebut.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Informasi karakteristik kerusakan bangunan sekolah dasar dan faktor-faktor
penyebabnya dapat dijadikan pertimbangan untuk perbaikan, pencegahan, dan
pengendalian biodeteriorasi bangunan.
2. Informasi penulisan ini diharapkan jadi bahan acuan untuk meningkatkan
kesadaran berbagai pihak tentang pentingnya pencegahan kerusakan bangunan
dan sarana pendidikan dari faktor-faktor penyebab biodeteriorasi.
3. Informasi sebaran jenis rayap dan jamur yang terdapat di Kota Bogor
diharapkan jadi bahan pertimbangan perlunya pengawetan pada bahan
bangunan untuk meminimalisir kerusakan akibat biodeteriorasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Letak Administrasi dan Fisik Dasar Kota Bogor
Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada di bawah wilayah
administratif Propinsi Jawa Barat. Kota Bogor sering disebut kota hujan. Hal ini
ditandai dengan jumlah curah hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor berkisar
antara 3.000 sampai 4.000 mm/tahun. Curah hujan bulanan berkisar antara 250 –
335 mm dengan waktu curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar
128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi di bulan Oktober sekitar 346
mm. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada suhu 26 °C,
temperatur tertinggi sekitar 34,4 °C dengan kelembaban udara rata-rata lebih dari
70 % (Bappeda 2006).
Secara geografis Kota Bogor dikelilingi oleh bentangan pegunungan, mulai
dari Gunung Pancar, Gunung Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangrango,
Gunung Salak dan Gunung Halimun, bentang pegunungan tersebut menyerupai
huruf U. Sedangkan menurut letak geografis, Kota Bogor terletak pada koordinat
106°48’ BT dan 6°36’ LS (Bappeda 2006).
Wilayah administrasi Kota Bogor terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan
dengan luas wilayah 11.850 Ha. Adapun batas-batas Kota Bogor antara lain :
Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan
Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor. Sebelah Barat
berbatasan wilayah Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten
Bogor. Sebelah Timur berbatasan wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan
Ciawi Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kecamatan
Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Sedangkan jumlah penduduk
Kota Bogor menurut hasil sensus yaitu 750.250 jiwa (Bappeda 2006).
Kota Bogor merupakan daerah perbukitan bergelombang dengan perbedaan
ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 190 s/d 350 m di atas permukaan
laut dengan kemiringan lereng berkisar 0 – 2 % (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2 – 15
% (landai) seluas 8.91,27 Ha, 15 – 25 % (agak curam) seluas 1.109,89 Ha, 25 – 40
% (curam) seluas 764,96 Ha, dan > 40 % (sangat curam) seluas 119,94 Ha
(Bappeda 2006).
4
Kayu Sebagai Bahan Bangunan
Panshin dan de Zeuw (1970) menyatakan bahwa dengan kemajuan
teknologi, penggunaan kayu menjadi sangat luas, terutama penggunaan bentuk
kayu solid dalam kontruksi. Beberapa pertimbangan dalam memilih sebagai bahan
kontruksi adalah sebagai berikut :
1. Kayu mudah dipotong menjadi bentuk yang beraneka ragam dengan bantuan
alat sederhana atau dengan bantuan mesin.
2. Kayu dapat disambung secara mudah dan kuat menggunakan paku, skrup,
baut atau alat sambung lainnya, juga dapat direkat dengan bahan perekat.
3. Kayu dapat berubah dimensi dalam kadar air yang berbeda terutama pada arah
tegak lurus serat.
4. Perubahan dimensi kayu oleh peningkatan suhu relatif kecil dibanding pada
bahan logam.
5. Kayu merupakan bahan yang mudah terbakar tetapi penurunan kekuatannya
dibawah pengaruh api terjadi bertahap sehingga lebih aman bila dibanding
dengan bahan konstruksi lain.
6. Kayu dapat bertahan lama jika digunakan dalam kondisi yang tidak disenangi
oleh organisme perusak kayu.
7. Kayu tidak bersifat korosif. Komponen penyusun kayu cukup tahan terhadap
reaksi berbagai bahan kimia.
8. Kayu merupakan bahan yang mempunyai sifat isolasi yang baik, disebabkan
oleh struktur serat dan rongga udara didalamnya.
9. Kayu memiliki sifat kekakuan dan kekuatan yang sangat baik karena sifat dari
dinding sel dan sistem distribusi selnya.
10. Kayu memiliki permukaan yang sangat indah yang disebabkan oleh variasi
serat, tekstur dan warna kayu.
Bila dilindungi dari air dan kelembaban serta dipelihara dengan baik maka
kayu akan bertahan selama-lamanya atau tak terbatas waktunya, baik kelas awet I,
II dan III. Sedangkan untuk kelas awet IV dan V akan bertahan sekitar 20 tahun
(Duljapar 2001).
5
Kerusakan Bangunan
Klasifikasi penyebab-penyebab kerusakan bangunan yang ada di luar dan di
dalam bangunan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi penyebab-penyebab kerusakan bangunan yang berada di luar dan di dalam bangunan
Bekerja di luar bangunan Bekerja di dalam bangunan
Penyebab Atmosfer Tanah Penghuni Akibat desain
Penyebab mekanik Gravitasi Beban salju dan hujan Tekanan
tanah dan air Beban hidup Beban mati
Penurunan kekuatan dan pembebanan
Tekanan salju, suhu dan kelembaban
Amblas, bergeser
Pelekukan Pergeseran, penyusutan
Energi kinetik Angin, hujan es, badai pasir
Gempa bumi Akibat internal, pemakaian
Penurunan kadar air
Getaran & bunyi
Bunyi guruh pesawat, ledakan, lalulintas, mesin
Getaran lalulintas
Bunyi dan getaran musik, hiburan, alat rumah
Bunyi&getaran
Penyebab elektromagnet Radiasi Radiasi matahari,
radiasi radioaktif Radiasi radioaktif
Lampu, radiasi radioaktif
Radiasi permukaan
Listrik Cahaya Arus listrik - Listrik statis & suplai listrik
Magnetisme - - Medan magnet Medan magnet Penyebab suhu Panas, embun,
perubahan suhu Panas tanah, embun
Panas tubuh, rokok
Pemanasan kebakaran
Penyebab kimia Air dan larutan Kelembaban udara,
kondensasi, presipitasi Air tanah dan air permukaan
Penyemprotan air, kondensasi, deterjen, alkohol
Pemanasan, kebakaran
Penyebab oksidasi
Oksigen, ozon, nitrooksida
Potensial elektrokimia positif
Desenfektan, pemutih
Potensial elektrokimia positif
Penyebab reduksi Asam Asam karbonat, asam
sulfurat, kotoran burung
Asam karbonat, asam humat
Cuka, asam sitrat, asam karbonat
Asam sulfat, asam karbonat
Basa - Kapur Sodium, potasium
Semen
Garam Kabut garam Nitrat, fosfat, klorida, sulfat
Sodium klorida Gips, sulfat
Bahan kimia netral
Debu Batu kapur, sillica
Lemak, minyak, tinta, debu
Lemak, minyak, debu
Penyebab biologi Tumbuhan dan mikroba
Bakteri, benih tumbuhan
Bakteri, lumut, jamur, akar pohon
Bakteri, tanaman hias
-
Hewan Serangga, burung Rayap, tikus, ulat
Hewan piaraan -
Sumber : Watt (1999).
6
Faktor Penyebab Kerusakan Biologis pada Bangunan
Kerusakan bangunan oleh faktor biologis adalah interaksi antara bangunan
dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun penyebab
biologis yang mengakibatkan kerusakan pada bangunan antara lain : rayap,
jamur/cendawan, kumbang/bubuk, tumbuhan, burung dan binatang pengganggu
serta lumut, alga dan tumbuhan tingkat rendah lainnya (Watt 1999).
Rayap
Rayap merupakan serangga yang termasuk ordo isoptera. Serangga ini
bersifat sosial dengan sistem kasta yang berkembang baik. Ciri-ciri kelompok ini
adalah memiliki dua pasang sayap mirip membran berukuran sama, yang
menempel pada bagian toraks dan bagian mulut pengunyah (Nicholas 1987).
Menurut Lee dan Wood (1971) rayap dibagi menjadi dua kasta, yaitu kasta
reproduktif dan kasta steril. Kasta steril masih dibagi menjadi dua, yaitu kasta
prajurit dan kasta pekerja. Kasta reproduktif terdiri dari reproduktif primer dan
sekunder. Sedangkan menurut Nandika et al. (1996), koloni rayap terdiri dari tiga
kasta yaitu: kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif. Kasta pekerja
mempunyai jumlah anggota terbesar dalam koloni, bentuknya seperti nimfa,
warna pucat, mandible relatif kecil dibanding kasta prajurit. Fungsi dari kasta
pekerja adalah sebagai pencari makanan. Sedangkan kasta prajurit mempunyai
bentuk kepala besar dan mempunyai rahang (mandible/rostum) yang besar dan
kuat serta berfungsi melindungi koloni terhadap gangguan dari luar. Kasta
reproduktif terdiri dari kasta primer dan reproduktif suplementer. Kasta
reproduktif primer terdiri dari serangga-serangga dewasa bersayap dan menjadi
pendiri koloni (raja dan ratu).
Nandika et al. (2003) mengatakan bahwa rayap perusak kayu dapat
digolongkan berdasarkan lokasi sarang utama atau tempat tinggalnya, antara lain :
a. Rayap pohon, yaitu jenis rayap yang menyerang pohon yang masih hidup,
bersarang dalam pohon dan tidak berhubungan dengan tanah. contoh yang
khas dari rayap ini adalah Neotermes tectonae (famili Kalotermitidae), sebagai
hama pohon jati.
7
b. Rayap kayu lembab, menyerang kayu mati dan lembab, bersarang dalam kayu,
tidak berhubungan dengan tanah. Contoh : Jenis-jenis rayap dari genus
Glyptotermes (famili Kalotermitidae).
c. Rayap kayu kering adalah golongan rayap yang biasa menyerang kayu-kayu
kering, misalnya pada kayu yang digunakan sebagai bahan bangunan,
perlengkapan rumah tangga dan perabot-perabot seperti meja, kursi dsb.
Sarangnya terletak di dalam kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan
tanah. Rayap kayu kering dapat bekerja dalam kayu yang memiliki kadar air
10 - 12 % atau lebih rendah. Rayap kayu kering seperti Cryptotermes spp.
(famili Kalotermitidae), hidup dalam kayu mati yang telah kering. Tanda
serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna
kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang.
Rayap ini tidak berhubungan dengan tanah karena habitatnya kering.
d. Rayap tanah adalah rayap yang umumnya hidup dalam tanah yang
mengandung banyak kayu yang telah membusuk, tunggak pohon baik yang
telah mati ataupun masih hidup. Rayap tanah dapat pula menyerang bahan-
bahan di atas tanah karena selalu mempunyai terowongan pipih terbuat dari
tanah yang menghubungkan sarang dengan benda yang diserangnya. Di
Indonesia rayap tanah yang paling banyak merusak kayu adalah jenis-jenis
dari famili Rhinotermitidae dan famili Termitidae. Contoh jenis dari famili
Rhinotermitidae yang paling umum menyerang bangunan adalah dari genus
Coptotermes (Coptotermes spp.) dan Schedorhinotermes. Perilaku rayap ini
memiliki kemampuan untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya,
walaupun tidak ada hubungan dengan tanah, asal saja sarang tersebut sekali-
kali memperoleh lembab, misalnya tetesan air hujan dari atap bangunan yang
bocor. Sedangkan contoh jenis dari famili Termitidae adalah Macrotermes
spp. (terutama M. gilvus), Odontotermes spp. dan Microtermes spp. Jenis-jenis
rayap ini sangat ganas, dapat menyerang obyek-obyek berjarak sampai 200
meter dari sarangnya. Untuk menyerang kayu sasarannya mereka bahkan
dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim
yang dikeluarkan dari mulutnya.
8
Nicholas (1987) menyatakan bahwa rayap biasa menyerang kayu yang
kurang padat, yaitu bagian kayu awal dari riap tumbuh. Apabila kayu awal habis
maka rayap siap untuk memakan kayu akhir. Rayap merobek-robek partikel kayu
dengan mandibulanya, kemudian dicerna menjadi bagian yang lebih halus di
dalam badan rayap. Rayap tanah menyerang kayu dengan membuat liang gerek
pada kayu. Kerusakan kayu seperti “honey comb” dengan ciri khas adanya
partikel-partikel tanah pada liang gerek tersebut (Anderson 1960 dalam
Tambunan dan Nandika 1989).
Rayap merupakan faktor perusak kayu dan bangunan yang paling
mengganggu. Rayap mampu merusak komponen bangunan gedung, bahkan juga
menyerang dan merusak mebeler di dalamnya, buku-buku, kabel-kabel listrik
serta barang-barang yang disimpan. Untuk mencapai sasarannya rayap tanah dapat
menembus tembok yang tebalnya beberapa centimeter, menghancurkan plastik,
kabel bahkan bentuk konstruksi bangunan seperti : slab dan basement serta
penghalang fisik lainnya (Nandika et al. 2003).
Rayap juga dapat membuat lubang di atas pondasi, terus ke atas hingga
mencapai kuda-kuda dan di seluruh permukaan tembok. Adapun mekanisme
rayap menyerang bangunan antara lain :
- Menyerang melalui kayu yang berhubungan langsung dengan tanah.
- Masuk melalui retakan-retakan atau rongga pada dinding dan pondasi.
- Membuat liang-liang kembara di atas permukaan kayu, beton, pipa dan lain-lain
(sheltertubes).
- Menembus objek-objek penghalang seperti plastik, logam tipis, dan lain-lain
walaupun objek tersebut bukan makanannya.
Apabila rayap mampu mencapai sasarannya, serta faktor biotik dan abiotik
mendukung perkembangannya maka rayap akan dengan mudah memperluas
serangannnya. Jangkauan serangan sampai bagian-bagian yang tinggi dengan
membuat sarang di dalam bangunan yang jauh dari tanah dan memanfaatkan
sumber-sumber kelembaban yang tersedia dalam bangunan tersebut. Kondisi ini
berlaku pada rayap tanah Coptotermes curvignathus yang hidupnya mutlak
tergantung dari adanya air dan tanah sebagai kebutuhan penting untuk kehidupan
rayap (Nandika et al. 2003).
9
Rayap kayu kering mempunyai kemampuan hidup pada kayu-kayu kering
dalam rumah, bangunan atau gedung-gedung, mereka tidak membangun sarang-
sarang atau terowongan-terowongan pada tempat terbuka sehingga sulit untuk
diketahui. Pada kayu yang diserang terjadi lubang dan lorong-lorong yang saling
berhubungan. Kayu yang diserang menjadi keropos dan menyebabkan rongga-
rongga tak teratur dalam kayu, dengan meninggalkan lapisan yang tipis pada
permukaan kayu sehingga dari luar tidak nampak serangannya, tetapi dengan
tekanan sedikit saja kayu akan rusak. Tanda serangan yang kelihatan adalah
keluarnya ekskremen berupa butir-butir kecil berdiameter 0,6 - 0,8 mm, berwarna
kecoklatan yang dikeluarkan dari lubang serangan dalam jumlah yang besar
(Nandika et al. 2003).
Rayap kayu kering mampu menyerang bangunan melalui laron (kasta
reproduktif) yang terbang keluar dari sarangnya dan hinggap di kayu yang tidak
terlindungi. Di kayu tersebut, laron akan menetap dan berkembang biak untuk
membangun koloni baru. Serangan rayap kayu kering umumnya tidak terbatas
pada kayu struktur bangunan (kuda-kuda, kaso, gording, reng dan lain-lain) tetapi
juga seringkali menyerang barang-barang mebeler (meja, kursi, dipan, kitchen set,
dan lain-lain), kusen, jendela dan pintu, tetapi tidak menyerang barang
berlignoselulosa lainnya seperti kertas atau buku, kain karpet, dan lain-lain
(Nandika et al. 2003).
Jamur
Jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak mempunyai zat hijau
daun (chlorophyl). Untuk hidupnya mereka harus memperoleh makanan dari
bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh tumbuhan hijau melalui fotosintesa.
Dengan demikian kayu sebagai produk tumbuhan hijau menjadi sumber makanan
bagi jamur. Pelapukan kayu oleh jamur merupakan proses kimia antara enzim-
enzim yang dikeluarkan oleh jamur dengan senyawa-senyawa pada kayu
(holoselulosa dan lignin) sehingga terbentuk senyawa-senyawa lain yang lebih
sederhana. Dengan demikian senyawa-senyawa tersebut dapat diabsorbsi dan
digunakan dalam proses metabolisme untuk perkembangan jamur. Akibat dari
10
proses tersebut maka sifat-sifat kayu (fisik, kimia, mekanik) mengalami
perubahan yang cenderung merugikan (Tambunan dan Nandika 1989).
Hunt dan Garrat (1986) menyatakan pembusukan disebabkan oleh
cendawan terdapat dalam kayu lapuk dan mengambil bagian dalam perusakan
kayu. Serangan jamur pada bangunan dimulai ketika spora jamur menempel pada
permukaan kayu karena terbawa oleh udara, air, serangga atau bahan-bahan yang
sudah terkena infeksi. Apabila keadaan lingkungan sesuai, spora tersebut akan
berkembang dan terbentuk struktur mikroskopis seperti benang, yang secara
individual disebut hifa (hyphae) atau secara kolektif disebut miselium.
Pada deteriorasi tingkat permulaan (incipient stage), hifa menyebar
keseluruh kayu biasanya melalui sel ke sel atau “lubang pengeboran”, biasa juga
melewati lubang-lubang alami (noktah-noktah). Dalam tingkat serangan ini
biasanya tidak ada perubahan penampakan pada kayu itu, selain perubahan sedikit
dari warna potongan kayu yang terkena infeksi. Scheffer (1973) dalam Tambunan
dan Nandika (1989) mengatakan bahwa ada jenis-jenis kayu yang peka terhadap
deteriorasi, tetapi ada juga yang lebih tahan. Ketahanan tersebut disebabkan
karena adanya zat-zat ekstraktif yang berfungsi sebagai bahan pengawet alami.
Jamur perusak kayu menurut Panshin dan de Zeuw (1970) dapat dipisahkan
menjadi dua kelompok yaitu : jamur perusak kayu (wood destroying fungi) dan
jamur pewarna kayu (wood staining fungi). Jenis-jenis cendawan/jamur perusak
kayu :
a. Pembusuk coklat (brown rot)
Brown rot disebabkan oleh jamur (Basidiomycetes) yang dapat masuk ke dalam
kayu menghasilkan pembusukan. Brown rot membutuhkan kadar air yang
rendah untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut Kollman (1968), beberapa kerugian yang disebabkan oleh serangan
brown rot adalah :
- Warna menjadi coklat atau coklat kemerahan karena brown rot hanya
menyerang atau merombak selulosa sedang lignin tidak ikut dirombak.
- Terjadi penyusutan kayu (shrinkage) yang sangat nyata jika dikeringkan,
terutama pada arah longitudinal. Hal ini akibat adanya proses hidrolisa pada
11
kayu. Pada tingkat lanjut penyusutan ini akan menyebabkan kayu menjadi
lunak dan lapuk.
- Kekuatan statis akan berubah dengan cepat.
- Keuletan (toughness) akan cepat sekali berkurang walaupun pada awal
serangan.
- Jika kayu dipakai untuk bahan pulp, maka akan memberikan hasil yang
berkualitas rendah.
b. Pembusuk putih (white rot)
White rot adalah golongan jamur yang termasuk ke dalam klas Basidiomycetes.
Menurut Ridout (1991), white rot merombak lignin dan selulosa. Pembusukan
dimulai dengan proses depolimerisasi selulosa. Akibat dari pembusukan white
rot, menyebabkan munculnya serat putih dan bisa terjadi kehilangan berat
hingga mencapai 95 %. White rot dalam bangunan cenderung tumbuh subur
dalam keadaan lebih basah dibandingkan dengan jamur brown rot. Jamur ini
sering terdapat dibagian luar jendela dan di bawah atap yang bocor.
c. Busuk lunak (soft rot)
Soft rot adalah jamur perusak kayu dari klas Ascomycetes dan klas
Deuteromicetes atau “Fungi imperfecti”. Cara penyerangan hanya bagian
tertentu saja dari dinding sel yang dirombak yaitu bagian tengah dinding
sekunder. Penyerangan jamur dimulai melalui noktah sel. Struktur kayu yang
diserang tidak banyak berubah tetapi kekuatan akan berkurang serta menjadi
lunak dan berwarna kotor pada permukaannya. Soft rot sering dijumpai pada
kayu yang berhubungan dengan tanah (Panshin dan de Zeuw 1970).
d. Jamur pewarna kayu (staining fungi)
Jamur Pewarna kayu adalah jamur yang tumbuh pada kayu tetapi tidak
merombak komponen-komponen kayu sehingga tidak banyak mempengaruhi
kekuatannya. Jenis jamur perusak warna kayu antara lain :
- Mold
Mold adalah jamur yang menyerang permukaan kayu dimana miseliumnya
tidak menembus ke dalam kayu, tetapi hanya menyebabkan pewarnaan pada
kayu yang diserangnya (Nandika et al. 1996). Mold nampak seperti benang-
benang halus, berwarna putih sampai keabu-abuan atau hijau biru, hijau
12
kekuning-kuningan atau seperti tepung kemerah-merahan pada permukaan
kayu, sehingga warna kayu menjadi rusak pada bagian permukaanya. Mold
pada umumnya menyerang permukaan kayu gubal, akan tetapi dapat juga
menyerang kayu teras. Selain itu, mold sering dijumpai apabila temperatur
udara yang rendah pada periode yang panjang (Panshin and de Zeuw 1970).
- Jamur blue stain
Blue stain adalah jenis jamur yang menyerang kayu segar (baru ditebang)
dimana kadar airnya lebih besar dari 25 %. Tidak hanya itu, blue stain juga
menyerang kayu teras. Serangannya sering terjadi bersamaan dengan
serangan kumbang ambrosia. Hal ini karena jenis jamur tersebut merupakan
makanan dari kumbang ambrosia. Jenis jamur blue stain yang paling sering
menyerang kayu adalah jenis Ceratocystis. Kayu yang terserang jamur ini
akan kehilangan warna aslinya (Panshin and de Zeuw 1970).
Mekanisme Perusakan Kayu oleh Jamur
Pelapukan kayu oleh jamur dapat dibagi kedalam dua tahap yaitu tahap awal
dan tahap lanjut. Pada pelapukan tahap awal terjadi perubahan warna pada
permukaan kayu. Pada tahap ini benang-benang hifa akan menyebar kesegala arah
terutama ke arah longitudinal. Hifa dapat berkembang juga pada permukaan kayu
atau pada bagian-bagian kayu yang retak, miselium bekerja seperti akar tanaman,
yaitu mengisap zat makanan. Kadang-kadang perubahan warna kayu tidak mudah
dilihat. Pada tingkat lanjutan, kayu nampak semakin berubah baik warna maupun
sifat-sifat fisiknya, bahkan akhirnya struktur dan penampilan kayu berubah secara
total serta kekuatan kayu berkurang sedemikian rupa sehingga mudah sekali
dihancurkan oleh jari-jari tangan (Tambunan dan Nandika 1989).
Kerusakan kayu oleh faktor fisis dapat mempermudah jamur untuk
menyerang kayu tersebut. Menurut Hunt dan Garrat (1986), pelapukan disebabkan
oleh perubahan kadar air yang berulang-ulang. Karena kayu bersifat higroskopis
kayu mudah dipengaruhi oleh perubahan kelembaban atmosfir akibatnya
permukaan kayu yang tidak terlindung akan mengabsorbsi lembab dan
mengembang dalam kondisi basah dan mengering dalam kering. Tetapi karena
lambatnya transfusi kadar air timbulnya gaya tarik dan gaya tekan secara
13
bergantian yang akhirnya menimbulkan kerusakan pada permukan kayu. Selain
itu faktor cendawan, cahaya, air, angin, suhu dan partikel debu ambil peran dalam
proses pelapukan kayu.
Pengaruh Serangan Jamur terhadap Sifat-sifat Kayu
Jamur pewarna umumnya tidak begitu mempengaruhi keteguhan kayu.
Akan tetapi jamur pewarna berpengaruh terhadap sifat pengeringan, perekatan dan
pengecatan kayu. Kayu yang terserang jamur pewarna akan lebih mudah diserang
oleh jamur pelapuk (Darma 1986). Serta akan terjadi penurunan nilai kalori dan
penyusutan berat. Sedangkan jamur pelapuk berpengaruh sekali terhadap sifat-
sifat keteguhan mekanik kayu, terutama keteguhan pukul (impact bending). Jika
jamur pelapuk berkembang, akan terjadi perubahan sifat-sifat fisik dan kimia kayu
yang terserang. Intensitas perubahan tersebut terutama tergantung pada luasnya
pelapukan dan pengaruh khas dari organisme yang menghasilkannya. Warna
normal kayu berubah secara nyata. Selain itu sering timbul bau yang menusuk
hidung. Kekuatan dan kerapatan kayu dapat menurun secara drastis (Darma
1986).
Allsopp et al. (2003) mengatakan jamur tidak hanya berpengaruh pada sifat-
sifat kayu saja, akan tetapi berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia. Salah
satu contoh kasusnya di USA yaitu terdapat kasus penyakit paru-paru (khususnya
pada bayi) dan kondisi lain, yang dicurigai disebabkan oleh adanya pertumbuhan
jamur Stachybotrys chartarum (S. Atra) yang besar. Jamur ini tumbuh dengan
baik terutama pada bagian yang berselulosa (kayu) yang biasanya digunakan pada
tempat-tempat tertentu. Saat materi menjadi gas, biasanya disebabkan kondensasi
dan isolasi dan ventilasi yang buruk, pertumbuhan terjadi dan spora tersebar
dibantu dengan AC dan angin. Spora jamur dalam jumlah yang besar dapat
memicu alergi, seperti alergi rhinitis (radang selaput lendir hidung) atau
menyebabkan asma.
Kumbang
Kumbang (ordo Coleoptera) merupakan bagian kelas insecta dengan jumlah
spesies kira-kira 350.000 atau 40 % dari seluruh spesies serangga. Anggota dari
14
ordo Coleoptera sering disebut bubuk, dan dibagi menjadi dua golongan yaitu
bubuk kayu kering dan bubuk kayu basah.
a. Bubuk kayu kering
Jenis kumbang ini disebut bubuk kayu kering (Powder post beetles) karena
larva dari jenis ini menggerek kayu dan ekskremen-ekskreman yang dihasilkan
bentuknya halus menyerupai tepung. Bubuk kayu kering ini hanya terdapat
pada kayu kering. Pola serangan bubuk kayu kering sejajar dengan arah serat.
Beberapa famili yang terpenting dari ordo ini adalah : Lyctidae, Anobidae,
Cerambycidae, dan Bostrichidae (Kollman 1968).
b. Bubuk kayu basah
Serangan bubuk kayu basah dilakukan oleh jenis Ambrosia beetles atau “Pin-
hole borer”. Bubuk ini hidup dari fungi (mold) yang hidup pada dinding
lubang-lubang gereknya. Bubuk ini banyak menyerang kayu yang baru
ditebang. Umumnya untuk hidup ia membutuhkan kadar air di atas 40 %
sedang pada kadar air di bawah 25 % kumbang ini akan mati (Tambunan dan
Nandika 1989).
Serangga bubuk kayu (kumbang) yang sangat penting dari segi pengaruh
dan besarnya kerusakan adalah kumbang Lyctus. Serangan ini hanya menyerang
kayu daun lebar dengan diameter pembuluh yang sangat besar untuk menerima
telurnya. Kepekaan kayu terhadap serangan ini ditunjukan oleh kadar patinya,
karena pati adalah zat makanan pokok bagi larva Lyctus.
Larva yang berkembang dari telur yang dihasilkan oleh kumbang Lyctus
dalam pembuluh, melubangi bagian dalam kayu gubal dan meninggalkan saluran-
saluran tidak beraturan yang penuh dengan sisa-sisa kayu yang tidak dicernakan
berupa bubuk. Kayu yang terserang dari Lyctus tidak tampak dari luar, sisa-sisa
kayu hasil gerekan kumbang berupa bubuk yang terdapat di dasar atau di bawah
kayu yang terserang. Hal ini merupakan petunjuk dari kerusakan oleh bubuk
tersebut (Hunt dan Garrat 1986).
Tumbuhan
Tumbuhan tingkat tinggi dapat tumbuh pada struktur bangunan. Keberadaan
pohon dan vegetasi lainnya yang tumbuh dekat bangunan dapat berpengaruh
15
kepada bangunan secara langsung dalam hal pemanjangan akar-akarnya ke dalam
pondasi dan bagian bawah tanah atau melalui kontak langsung cabang dan akar
merambat pada dinding dan menutupi atap. Tumbuhan merambat dan menjalar
menyebabkan kerusakan melalui akar gantung, akar lekat dan sulur, serta
mensekresikan bahan-bahan asam. Kondisi tanah di bawah bangunan juga
mempengaruhi jumlah air yang diserap oleh tumbuhan. Semak dan tumbuhan
memanjat mampu menyumbat selokan atau pipa-pipa, merusak keramik dan
meningkatkan kelembaban pada permukaan dinding. Akan tetapi tumbuhan dan
tanaman bermanfaat dan membantu menciptakan lingkungan kecil yang cocok
untuk pertumbuhan tanaman jika tidak ada gangguan (Allsopp et al. 2003).
Lumut, Alga dan Tumbuhan Tingkat Rendah Lainnya
Lumut dan tumbuhan tingkat rendah lainnya dapat tumbuh membentuk
koloni dipermukaan luar dimana organisme ini mendapatkan makanan (garam
mineral) dan mengeluarkan bahan-bahan yang dapat menutupi atap dan dinding
bangunan. Kerugian akibat tumbuhnya lumut, alga, dan tumbuhan tingkat rendah
lainnya yaitu dapat menyebabkan masalah-masalah struktur, serta menyebabkan
masalah-masalah estetika tentang keindahan suatu bangunan (Allsopp et al. 2003).
Perlindungan Bangunan
Kerusakan akibat serangan perusak biologis cukup besar pada komponen
bangunan. Serangan perusak biologis ini bila dibiarkan teralu lama akan
menyebabkan kerugian yang sangat besar pada bangunan yang diserangnya.
Banyak cara yang dilakukan untuk menanggulangi kerusakan akibat biodeteriorasi
tersebut antara lain dengan perlindungan secara kimiawi dan non kimiawi.
1. Perlindungan secara kimiawi
Hadioetomo (1983), mengemukakan beberapa cara pengendalian rayap
secara kimiawi yaitu :
a. Peracunan kayu (wood treatment)
Peracunan kayu didefinisikan sebagai salah satu usaha pemberian racun
pada kayu dengan tujuan membuatnya tahan terhadap serangan rayap
atau memberantas rayap yang telah ada pada kayu tersebut.
16
b. Peracunan tanah (soil treatment)
Merupakan penyebaran racun (insektisida) pada tanah di bawah
bangunan untuk mencegah terjadinya serangan pada kayu bangunan oleh
rayap tanah atau untuk tujuan mengendalikan rayap tanah yang telah
menyerang bangunan.
c. Peracunan pondasi (foundation treatment)
Peracunan pondasi adalah penyebaran racun pada pondasi bangunan
secara merata. Dalam prakteknya usaha ini meliputi pemberian racun ke
rongga-rongga pada pondasi dan juga permukaan pondasi.
2. Perlindungan non kimiawi
Surjokusumo (1983) mengemukakan beberapa desain konstruksi tahan
rayap yaitu :
a. Jenis bahan atap menentukan bentuk rangka atap dan tipe kuda-kuda
yang akan dipilih. Atap yang tiris seperti genteng, terutama daerah
bercurah hujan tinggi akan membuat loteng lembab, sehingga harus
dijaga agar ventilasi dapat berjalan dengan sempurna agar kekeringan
udara minimal dan suhu terendah dapat tercapai.
b. Sistem kuda-kuda papan paku atau metal-plate (gang nail) lebih daripada
sistem konvensional karena selain hemat bahan, murah, hasil pekerjaan
lebih tinggi mutunya, mudah pembuatannya dan perakitannya lebih
aman, lebih kuat, dan kaku, juga mudah diperbaiki dan diganti bagian-
bagiannya.
c. Disain tonjolan (overstek) harus cukup melindungi bagian dinding dari
percikan air hujan apalagi kalau menggunakan talang tirisan.
d. Papan lis atau amping sebaiknya menggunakan kayu awet terhadap
jamur. Ujung kayu (gording, kaso dan sebagainya) sebaiknya dicat tolak
air (water repellent) dan tidak menggunakan kayu yang tidak awet.
Penutupan tepi papan talang menggunakan seng harus teliti sehingga
betul-betul menghindarkan tirisan air ke kayu atap.
e. Pola drainase bangunan harus direncanakan dengan pertimbangan
kapasitas pembuangan air memadai, kelancaran pembuangan air
mengarah keluar lahan bangunan. Disain harus sederhana dan mudah
17
dipelihara baik sistem talang maupun saluran-saluran pembuangan di
permukaan tanah.
f. Bagian dinding dari kayu harus dicat tolak air terutama ujung-ujung kayu
lapis (end grain). Sementara itu bagian kayu bangunan yang terbawah
harus terletak 25 - 30 cm di atas permukaan tanah untuk menghindarkan
dari cipratan air dan pengaruh lengas tanah.
g. Bila menggunakan lantai kayu, maka harus dibuat berpanggung agar
lantai berjarak dari tanah. Kolong panggung harus cukup untuk orang
merangkak agar bila diperlukan pengamatan dan pemeliharaan dapat
dilakukan dengan mudah. Bagi lantai beton atau ubin penimbunan harus
dilaksanakan dengan sempurna padat, untuk menjaga timbulnya
penurunan yang tidak rata yang dapat membuat retak-retak pada lantai.
Retakan tersebut dapat ditembus rayap (sampai sekecil 0,4 mm masih
dapat lewat). Pemberian tulang pada lantai beton akan sangat membantu
mengurangi kemungkinan timbulnya retakan.
h. Plesteran pondasi dimana bagian kayu dengan pondasi silang
bersinggungan harus rapat dan kedap air sehingga tidak tembus rayap.
Bagian pondasi yang menonjol di atas permukaan tanah sebaiknya dicat
dengan warna ringan (putih) agar mudah terdeteksi adanya saluran rayap
tanah.
i. Pembersihan lahan bangunan dari puing, potongan kayu, tunggak,
serasah dan lain-lain yang dapat merangsang atau mengundang
berkumpulnya rayap mutlak dilaksanakan.
j. Hal-hal dalam konstruksi yang dapat menyebabkan timbulnya kantong,
genangan atau jebakan air harus dihindarkan.
Hunt dan Garrat (1986) menyatakan kayu dapat dilindungi terhadap
pelapukan dengan memberikan cat atau pernis pada permukaan-permukaan yang
akan terkena kerusakan. Jika tidak tembus air dan jika diberikan dengan baik dan
dipelihara dengan cukup, maka cat atau pernis itu akan cukup efektif untuk
mencegah kerusakan akibat jamur.
18
Allsopp et al. (2003) mengatakan bahwa pengendalian pencemaran oleh
jamur dan mikroorganisme fototropis yang tidak dipengaruhi oleh perubahan
kondisi lingkungan seperti penurunan kelembaban, penurunan cahaya umumnya
dicoba dengan memanfaatkan manfaat biosida. Algasida dan fungisida dapat
dimasukan kedalam lapisan cairan untuk mencegah kolonisasi pada lapisan
permukaan kayu.
Pemberian cat dan pernis tidak selamanya dapat dilakukan pada bangunan
(sebagai contoh beberapa bangunan adat dan bangunan bersejarah yang
mementingkan nilai historis). Oleh sebab itu pencegahan mikroba dengan cara
pembersihan sederhana menggunakan biosida sangat diperlukan. Perawatan kayu
harus dilakukan secara teratur untuk mencegah hilangnya lapisan permukaan
kayu. Penggunaan hipoklorit yang merupakan biosida yang lembut sering
digunakan dalam proses perawatan kayu dari serangan mikroba. Penggunaan
hipoklorit berfungsi untuk mengurangi sisa populasi mikroba dan membantu
untuk mencegah pertumbuhan kembali ketika permukaan kayu mengering.
Pembersihan secara seksama sangat dianjurkan sebelum pengecatan, seperti
pengecatan pada subtrat yang terkontaminasi hanya buang-buang uang. Perawatan
selama 15 menit dengan hipoklorit diikuti dengan penyemprotan air, akan
mengurangi populasi jamur, alga dan sianobakteri. Hal ini pernah dilakukan pada
dua bangunan yang telah dicat di Sao Paulo Brazil (Allsopp et al. 2003).
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pada 32 bangunan
sekolah dasar negeri dari 314 sekolah dasar di Kota Bogor. Pengambilan data
lapangan berlangsung selama 3 bulan, yaitu dari bulan Februari sampai Mei 2006.
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peta daerah Kota
Bogor, tally sheet, alkohol 70% dan lain-lain. Peralatan yang digunakan adalah
meteran baja, palu atau sejenisnya untuk memeriksa kerusakan kayu, obeng, gergaji
kecil, botol kecil, peralatan tulis menulis, kalkuator, lampu senter, moisture meter
untuk mengukur kadar air kayu, hygnometer untuk mengukur kelembaban ruangan,
termometer untuk mengukur suhu ruangan, kamera dan alat dokumentasi lainnya.
Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini aspek yang diteliti adalah kerusakan yang disebabkan oleh
serangan organisme perusak pada berbagai komponen bangunan sekolah dasar yang
terbuat dari kayu. Komponen yang diobservasi adalah kusen jendela, kusen pintu,
daun jendela, daun pintu, lisplang, plafon, tiang, rangka atap dan komponen lainnya
seperti jalosi dan sekat ruangan. Remran (1993) menyatakan bahwa dalam
menentukan tingkat kerusakan dan kerugian ekonomi akibat serangan perusak
biologis digunakan beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Rusak ringan, apabila persentase kerusakan lebih kecil atau sama dengan 5% dan
dianggap tidak perlu dilakukan penggantian tetapi harga kayu yang rusak
diperhitungkan.
b. Rusak sedang, apabila presentase kerusakan terletak antara 6 - 20% dan dianggap
perlu untuk dilakukan penggantian dengan memperhitungkan harga kayu yang
rusak beserta upah.
20
c. Rusak berat, apabila presentase kerusakan lebih besar dari 20% dan mempunyai
dua posisi serangan yaitu antara bagian ujung, tengah dan pangkal maka unit
tersebut harus dilakukan penggantian dengan memperhitungkan harga kayu yang
rusak beserta upah perbaikan.
Harga kayu yang digunakan untuk mengkonversi kerusakan ke dalam nilai
rupiah adalah harga kayu yang sesuai dengan kayu yang digunakan di sekolah.
Apabila tidak diketahui jenis kayu yang digunakan sebagai bahan bangunan maka
menggunakan harga kayu borneo yang ada di pasaran (harga pada waktu penelitian)
karena jenis kayu yang dominan dipakai adalah kayu borneo.
Metode yang digunakan dalam menentukan bangunan sekolah dasar adalah
metode stratified random sampling.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan cara pengamatan langsung berdasarkan tally sheet mengenai
keadaan lingkungan masing-masing bangunan contoh baik fisik maupun biotik, serta
data berbagai jenis komponen bangunan yang diserang oleh perusak biologis.
Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan pihak
sekolah merinci data mengenai sejarah bangunan, tahun berdirinya bangunan, tahun
renovasi bangunan, jenis kayu yang digunakan serta informasi harga kayu dan data-
data lain yang diperlukan seperti upah perbaikan kerusakan dan sebagainya.
Bagian kayu yang rusak akibat perusak biologis tersebut diukur dimensi tebal,
lebar dan panjangnya. Tingkat serangan perusak biologis adalah perbandingan antara
volume objek terserang dengan volume keseluruhan objek dan dinyatakan dalam
persen. Selanjutnya data-data yang diperoleh juga dikonversi ke dalam nilai rupiah
dengan menggunakan data harga kayu dan upah perbaikannya. Hasil yang diperoleh
merupakan kerugian ekonomi minimal yang disebabkan oleh serangan perusak
biologis.
21
Pengolahan Data
1. Pengelompokan Data
Umur bangunan sekolah dasar diklasifikasikan ke dalam 6 kelas, yaitu :
a. 1 - 10 tahun
b.11 - 20 tahun
c. 21 - 30 tahun
d.31 - 40 tahun
e. 41 - 50 tahun
f. > 50 tahun
Tingkat kerusakan bangunan dan kerugian ekonomi yang ditimbulkannya
dianalisis pada setiap bangunan, kelas umur bangunan dan wilayah penelitian.
2. Analisis Data
• Analisis data serangan organisme perusak kayu pada berbagai komponen
bangunan, kelas umur bangunan, kerusakan bangunan per wilayah pengamatan
dan kerugian ekonomi dilakukan dengan analisis deskriptif.
• Data kadar air kayu pada berbagai komponen bangunan (yang diserang maupun
yang tidak diserang oleh rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk)
dianalisis menggunakan statistik perbandingan berpasang menggunakan software
minitab 14.
• Analisis kerugian ekonomi akibat serangan organisme perusak kayu (rayap tanah,
rayap kayu kering dan jamur pelapuk) pada bangunan sekolah dasar,
memperhitungkan nilai bahan dan upah pekerja. Nilai kerugian tersebut
merupakan penjumlahan dari nilai kerugian seluruh komponen bangunan.
Selanjutnya kerugian ini dibandingkan pada berbagai kelas umur bangunan dan
wilayah pengamatan. Prediksi kerugian ekonomi akibat serangan organisme
perusak kayu (RT, RKK dan jamur pelapuk) diseluruh bangunan SD di Kota
Bogor diduga berdasarkan jumlah dan kondisi bangunan SD di Kota Bogor serta
nilai rata-rata kerugian setiap sekolah yang diperoleh dari hasil penelitian.
22
• Rumus umum yang digunakan dalam analisis data
o Perhitungan kerugian ekonomi
Kfpb = ∑=
m
nnK
1
Keterangan :
Kfpb = Kerugian akibat perusak biologis
PB = Perusak biologis
Kn = Nilai kerugian masing masing komponen bangunan
n = 1,2,3,4,……..m komponen bangunan
o Perhitungan standar deviasi
S = ( )
( )1
22
−
− ∑∑nn
XiXin
Keterangan :
S = Standar deviasi
n = Jumlah contoh
xi = Nilai Variabel ke- i
Perhitungan standar deviasi hanya pada kerugian ekonomi akibat serangan
perusak biologis kayu secara keseluruhan.
• Jenis rayap diidentifikasi setelah pengumpulan spesimen rayap dari bangunan
atau komponen yang terserang dan hasil dari pengumpanan kayu pada tanah.
Identifikasi dilakukan di PAU menggunakan kunci identifikasi dari Kirton (1992)
dan Nandika (2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel bangunan sekolah dilakukan
secara acak dari tiap-tiap kecamatan yang ada di Kota Bogor. Bangunan sekolah
yang mempunyai kelas umur 21 – 30 dan kurang dari 10 tahun lebih banyak dari
pada kelas umur lainnya yaitu sebanyak 34% dan 32%.
Umur bangunan dapat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan bangunan.
Umur bangunan yang tua cenderung lebih banyak mengalami kerusakan oleh
faktor biologis.
Gambar 1 Persentase kelas umur bangunan sekolah dasar di Kota Bogor.
Semua bangunan sekolah yang diamati tergolong bangunan permanen. Tipe
bangunan dapat menunjukan jumlah kayu yang digunakan dalam bangunan
tersebut. Makin banyak kayu yang digunakan dalam suatu bangunan, maka
kemungkinan terserang perusak biologis semakin besar. Akan tetapi semua itu
juga tergantung dari jenis kayu yang digunakan dalam bangunan tersebut dan
faktor-faktor pendukung lainnya yang dapat menyebabkan kayu mudah rusak,
atau diserang perusak biologis.
32%
10%
34%
12%
2%
10%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
< 10 11 - 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 > 50
Kelas umur
persentase
Sekolah
24
Dari sekian banyak bangunan sekolah yang diamati, pada umumnya
berlantai satu. Hanya 3% bangunan yang memiliki dua lantai. Bangunan yang
memiliki dua lantai pada umumnya telah mengalami renovasi.
Teras depan pada bangunan sekolah yang diamati telah ditembok atau telah
berlantai. Akan tetapi sekolah dengan teras belakang berkeramik atau bertehel
hanya 6%. Sedangkan yang masih tanah dan berbentuk plesteran masing-masing
sebanyak 44% dan 50% (Lampiran 1). Dari 14 bangunan yang berlantai tanah,
79% yang mengalami rusak berat dan 21% mengalami rusak sedang pada kusen
jendelanya. Sedangkan dari 16 bangunan yang mempunyai teras belakang
plesteran, 69% mengalami rusak sedang dan 13% mengalami rusak berat pada
komponen yang sama. Dinding yang berhubungan dengan teras belakang yang
masih tanah atau plesteran pada umumnya lebih lembab dibandingkan dengan
yang terhubung pada lantai belakang yang telah dikeramik. Selain itu, rayap tanah
lebih mudah mengakses komponen bangunan berkayu.
Bangunan sekolah yang diamati dengan lantai yang telah berkeramik
sebanyak 59% sedangkan yang berlantai plesteran sebanyak 41%. Kualitas lantai
bangunan sekolah menentukan ketahanan komponen kusen jendela dan komponen
bangunan lainnya dari keadaan yang lembab serta serangan rayap tanah. Hasil
pengamatan dari 13 bangunan yang berlantaikan plesteran, bangunan yang
mengalami kerusakan kusen jendela yang berat sebanyak 23% dan kerusakan
sedang sebanyak 46%. Sedangkan dari 19 bangunan yang berlantai keramik/tehel
mengalami kerusakan jendela yang rusak berat sebanyak 21% dan yang rusak
sedang sebanyak 21%. Bangunan sekolah dasar yang berlantai tanah dan plesteran
lebih membuka peluang serangan rayap tanah pada bangunan sekolah dibanding
yang berlantai keramik/tehel. Selain itu kerapihan dalam pembuatan plesteran,
keramik dan tehel masih sangat kurang. Hal ini ditandai dengan adanya lubang-
lubang yang terdapat pada sambungan tehel, sehingga rayap tanah masih dapat
menyerang kusen yang ada dipermukaan lantai atau pada bangunan tersebut.
Serangannya dengan membuat lubang kembara di atas permukaan lantai (Gambar
2).
25
Gambar 2 Contoh lubang kembara pada lantai berlubang yang dibuat rayap tanah.
Menurut hasil pengamatan dilapangan sekolah yang memiliki kerapatan
bangunan jarang sebanyak 50%. Selanjutnya yang jarak antar bangunan sedang
dan rapat berturut-turut sebanyak 31 dan 19%. Dari 6 bangunan sekolah yang
berjarak rapat, lisplang mengalami kerusakan berat sebanyak 83% dan kerusakan
sedang sebanyak 17%. Kerusakan lisplang yang berat dan sedang pada bangunan
yang jarak antar bangunan sedang dari 10 bangunan sekolah sebanyak 30% dan
40%. Dengan demikian bangunan yang berjarak rapat cenderung mengalami
kerusakan lisplang lebih berat dibanding dengan yang berjarak sedang dan jauh.
Kerapatan bangunan berhubungan dengan banyaknya sinar matahari yang
diterima oleh komponen bangunan. Semakin rapat bangunan, maka sinar matahari
yang diterima bagian-bagian bangunan semakin kurang. Akibatnya ruangan jadi
lembab dan mengundang perusak biologis pada bangunan terutama jamur
pelapuk.
Selain kerapatan bangunan, tajuk pohon yang menutupi atap bangunan
menjadi faktor pendukung terhadap kerusakan bangunan. Bangunan yang berjarak
jauh dari tajuk pohon sebanyak 25%, yang berjarak sedang sebanyak 50% dan
berjarak dekat sebanyak 25%. Jarak tajuk pohon pada bangunan berpengaruh
terhadap kebocoran atap bangunan. Atap bangunan yang tertutupi tajuk pohon
rentan terhadap kebocoran diakibatkan tersumbatnya saluran air hujan, sehingga
air masuk ke dalam atap. Dari 8 bangunan sekolah yang berjarak tajuk pohon
26
dekat mengalami rusak berat pada lisplang dan plafon sebanyak 75% dan rusak
sedang sebanyak 13%.
Jenis atap yang digunakan pada bangunan sekolah beragam. Bangunan
sekolah yang menggunakan atap seng sebanyak 12%, asbes sebanyak 16% dan
bangunan yang menggunakan genteng sebanyak 72%. Dari 5 bangunan yang
beratap asbes, 80% mengalami kerusakan berat dan 20% mengalami kerusakan
sedang pada komponen plafon. Sedangkan dari 4 bangunan yang beratapkan seng,
plafon mengalami kerusakan berat dan sedang sebesar 50% dan 25%. Dari 23
bangunan yang beratapkan genteng, 48% mengalami kerusakan berat pada
plafonnya dan 17% mengalami kerusakan sedang pada komponen yang sama
(Gambar 3). Kerusakan plafon cederung disebabkan karena atap yang bocor. Dari
hasil pengamatan, semua bangunan yang beratapkan asbes dan seng mengalami
bocor. Sedangkan bangunan yang beratapkan genteng mengalami kebocoran dan
rembesan sebesar 31% dan 34%. Atap sangat berperan besar dalam bangunan,
selain berfungsi untuk menutup bangunan dari sinar matahari, atap juga berfungsi
sebagai penahan air hujan.
Gambar 3 Kerusakan bangunan sekolah akibat jenis atap yang berbeda.
Atap yang terbuat dari genteng lebih mudah pemeliharaan dan perbaikannya
dari pada atap dengan menggunakan bahan seng atau asbes. Hal ini diketahui dari
hasil wawancara dengan penjaga sekolah. Atap yang menggunakan genteng lebih
35%
0%
25%
17%20% 25%
48%
80%
50%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
Ringan Sedang Berat
Tingkat kerusakan
Persentase
Genteng AsbesSeng
27
mudah untuk diganti bila terjadi kebocoran. Berbeda dengan atap yang
menggunakan seng atau asbes. Menurut hasil wawancara juga, atap yang terbuat
dari asbes atau seng sedikit susah dalam perbaikannya bila terjadi kebocoran,
sehingga atap yang bocor sering dibiarkan begitu saja. Kayu yang sering terkena
air hujan akan cepat terserang jamur pelapuk dan rayap tanah.
Tingkat kerusakan komponen bangunan bergantung pada intensitas
pemeliharaan bangunan. Hasil observasi dilapangan menunjukan bahwa dari 32
bangunan dengan frekuensi pemeliharaan bangunan dengan pengecatan satu kali
dalam setahun sebanyak 94%, yang dua kali dalam setahun sebanyak 6%.
Menurut Allsop et al. (2003), pemberian cat merupakan salah satu cara
pencegahan kayu dari serangan jamur pelapuk. Pemberian cat pada permukaan
kayu dapat mengurangi daya serap kayu terhadap tetesan air, sehingga kayu tidak
terlalu lembab.
Perbandingan Frekuensi Serangan Organisme Perusak Biologis pada Berbagai Komponen Bangunan
Komponen bangunan sekolah dasar di Kota Bogor pada umumnya banyak
menggunakan kayu sebagai bahan bakunya. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk menyerang berbagai
komponen bangunan sekolah dasar.
Serangan rayap tanah hampir merata pada semua komponen bangunan
sekolah dasar kecuali pada komponen bangunan tiang yaitu sebesar 1 %.
Meratanya serangan rayap tanah pada komponen bangunan sekolah disebabkan
karena rayap tanah mempunyai jumlah koloni yang sangat besar serta rayap tanah
menyerang kayu tidak hanya untuk dijadikan sarangnya akan tetapi dijadikan
sebagai bahan makanannya. Selain itu, rayap tanah mampu memodifikasi
lingkungan mikro dengan menggunakan tanah dan cairan sehingga lingkungan
tetap lembab. Menurut Harris (2003), rayap tanah juga menyerang kayu yang
telah terserang jamur pelapuk, hal ini disebabkan jamur mampu menguraikan
lignin dan zat ekstraktif yang berbahaya yang terdapat dalam kayu menjadi
karbohidrat, sehingga memudahkan rayap untuk menyerang kayu tersebut.
Serangan rayap tanah yang paling menonjol terjadi pada komponen plafon dan
kusen pintu yaitu sebesar 18% dan 15% (Gambar 4).
28
Besarnya frekuensi serangan pada plafon diakibatkan keadaan plafon yang
lembab akibat atap yang bocor sehingga kayu mudah diserang oleh rayap tanah.
Selain itu dari hasil wawancara, kayu yang digunakan untuk bahan komponen
plafon pada umumnya jenis kayu borneo yang termasuk kelas awet III bahkan ada
juga yang menggunakan jenis kayu sengon dari kelas awet IV, sehingga mudah
untuk diserang oleh rayap tanah. Faktor yang mendukung tingginya frekuensi
serangan rayap tanah adalah pemeliharaan bangunan seperti pengecatan dan
pembersihan lingkungan bangunan seperti masih adanya tumpukan kayu yang
tidak terpakai, lantai bangunan masih tanah dan lain-lain.
Gambar 4 Frekuensi terserangnya komponen bangunan oleh rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk.
Serangan rayap kayu kering terjadi pada beberapa komponen bangunan.
Serangan rayap kayu kering yang paling menonjol pada waktu pengamatan
terjadi pada komponen kusen jendela, daun pintu dan daun jendela dengan
frekuensi serangan masing-masing sebesar 20%, 20% dan 19%. Komponen yang
Rayap tanah
14%
15%
11%
9%12%
18%
1%
11%
9%
Rayap kayu kering
20%
17%
19%
20%
2%
3%
2%18% Kusen jendela
Kusen pintuDaun jendelaDaun pintuLisplang PlafonTiangRangka atapLain-lain
Jamur
0%0%0%0%
63%
32%
5%0%
29
paling banyak diserang oleh jamur pelapuk adalah plafon dan lispang dengan
frekuensi serangan masing-masing sebesar 63% dan 32%. Lisplang merupakan
komponen yang paling rentan terhadap serangan jamur pelapuk, hal ini
disebabkan karena lisplang sering terkena air hujan sehingga kayu menjadi
lembab.
Tingkat Serangan Perusak Biologis pada Berbagai Kelas Umur Bangunan
Hasil penelitian ini menunjukan tingkat serangan rayap tanah, rayap kayu
kering dan jamur pelapuk kayu beragam, bergantung jenis komponen yang
diserangnya, serta lamanya komponen tersebut digunakan. Data mengenai tingkat
kerusakan komponen dengan berbagai kelas umur bangunan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Tingkat serangan perusak biologis pada berbagai kelas umur bangunan dinyatakan dalam persen dari volume tiap komponen
Jenis Kelas umur bangunan (tahun) perusak Komponen 1 - 10 11 - 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 > 50
(%) (%) (%) (%) (%) (%) Kusen jendela 1 10 16 26 6 21 Kusen Pintu 8 13 37 30 1 21
Rayap Daun pintu 0 2 17 2 0 20 tanah Daun jendela 1 8 12 13 3 6
Lisplang 11 6 14 25 17 13 Plafon 3 15 18 24 11 25 Tiang - - 2 - - - Rangka atap 0 4 6 11 8 10 Lain-lain 0 1 1 4 0 3 Kusen jendela 2 10 11 8 0 8 Kusen Pintu 3 5 7 3 0 15
Rayap Daun pintu 6 9 6 16 1 4 kayu Daun jendela 5 5 16 11 0 11
kering Lisplang 0 0 0 1 0 0 Plafon 0 0 0 0 0 0 Tiang - - 2 - - - Rangka atap 0 0 0 0 0 0 Lain-lain 0 3 4 4 0 3 Kusen jendela 0 0 0 0 0 0 Kusen Pintu 0 0 0 0 0 0 Daun pintu 0 0 0 0 0 0
Jamur Daun jendela 0 0 0 0 0 0 pelapuk Lisplang 3 30 24 24 0 21 Plafon 0 3 6 0 0 1 Tiang - - 0 - - - Rangka atap 0 0 3 0 0 0 Lain-lain 0 0 0 0 0 0
Keterangan
Rusak ringan Rusak sedang Rusak berat
30
Dilihat dari Tabel 2, Kerusakan komponen bangunan oleh faktor biologis
(RT, RKK dan jamur pelapuk) sudah terjadi pada kelas umur bangunan 1 – 10
tahun. Adapun komponen bangunan yang telah mengalami kerusakan antara lain
kusen jendela, kusen pintu, daun jendela, daun pintu dan lisplang.
Serangan rayap tanah pada bangunan mudah diketahui yaitu dengan adanya
tanah yang ditinggalkan oleh rayap pada kayu. Hampir semua komponen
bangunan diserang rayap tanah. Kerusakan komponen yang diserang rayap tanah
beragam mulai dari kerusakan ringan sampai tingkat kerusakan berat. Kerusakan
berat oleh rayap tanah sudah terjadi pada kelas umur 21 – 30 tahun pada
komponen kusen pintu. Kerusakan yang paling parah adalah kusen pintu yang
menghubungkan lokal yang satu dengan lokal yang lain atau kusen pintu dalam
ruangan, serta kusen pintu toilet. Hal ini disebabkan kurangnya pemeliharaan serta
keadaan kayu yang lembab sehingga memudahkan rayap tanah menyerang
komponen tersebut.
Pada Tabel 2 dapat dilihat pula serangan rayap kayu kering pada berbagai
kelas umur. Dibandingkan dengan serangan rayap tanah, tingkat kerusakan yang
disebabkan oleh rayap kayu kering relatif rendah dan tidak terjadi kerusakan
berat. Tingkat kerusakan sedang oleh rayap kayu kering sudah terjadi pada kelas
umur bangunan 1 – 10 tahun, yaitu pada komponen daun pintu. Berbeda dengan
rayap tanah, Rayap kayu kering tidak menyerang kayu yang memiliki kadar air
yang tinggi. Menurut Nandika et al. (2003), rayap kayu kering dapat bekerja
dalam kayu yang memiliki kadar air 10 – 12% atau lebih rendah. Sehingga kayu
yang telah dikeringkan pun masih mampu diserang oleh rayap kayu kering.
Serangan rayap kayu kering agak sulit dideteksi karena kerusakan yang
ditimbulkan tertutup. Kerusakan terjadi dibagian dalam kayu sedangkan pada
bagian permukaan kayu terlihat bagus, tetapi sedikit menggelembung. Serangan
rayap kayu kering menghasilkan kotoran berupa butir-butir kecil (eksremen).
Kotoran ini dapat dijadikan indikasi bahwa kayu tersebut terserang oleh rayap
kayu kering.
Serangan jamur pelapuk mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap
kekuatan komponen suatu bangunan dalam memikul beban struktur. Pada waktu
pengamatan tidak semua komponen terserang jamur pelapuk. Dibanding dengan
31
rayap kayu kering, tingkat kerusakan oleh jamur pelapuk relatif lebih tinggi.
Tingkat kerusakan berat oleh jamur pelapuk sudah terjadi pada kelas umur
bangunan 11 – 20 tahun yaitu sebesar 30%. Kerusakan ini terjadi terutama pada
komponen lisplang yang didukung dengan seringnya air hujan mengenai lisplang
dalam waktu yang cukup lama. Hal ini diperburuk dengan kesalahan teknis dalam
pemasangan lisplang yang sangat dekat dengan ujung atap/genteng atau kondisi
atap yang rusak. Contoh kerusakan komponen lisplang akibat serangan jamur
pelapuk dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Contoh kerusakan komponen lisplang akibat jamur pelapuk.
Distribusi Frekuensi Serangan Perusak Bologis per Wilayah Kota Bogor
Perusak biologis kayu seperti rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur
pelapuk hampir semua menyerang bangunan sekolah dasar di seluruh wilayah
Kota Bogor. Serangan rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk terjadi
hampir merata dan relatif tidak berbeda di semua wilayah penelitian di Kota
Bogor.
Variasi serangan rayap tanah yang relatif lebih tinggi terjadi di wilayah
Bogor Barat yaitu sebesar 23% (Gambar 6). Hal ini menunjukan bahwa di Kota
Bogor serangan rayap tanah berpotensi tinggi menyerang bangunan sekolah.
Faktor pemeliharaan bangunan seperti pembersihan halaman bangunan dari
tumpukan kayu yang tidak terpakai menjadi salah satu penyebab tingginya
frekuensi serangan rayap tanah.
32
Kasus serangan rayap kayu kering terbanyak terdapat di wilayah Bogor
Barat sebesar 21%. Sebaran perusak biologis ini diketahui dari komponen yang
rusak karena serangan perusak biologis. Serangan rayap kayu kering pada
komponen bangunan lebih kecil dibandingkan rayap tanah. Hal ini disebabkan
karena rayap kayu kering selain memiliki jumlah koloni yang sedikit serta
kemampuan untuk mempertahankan koloninya sangat kecil serta tidak mampu
hidup pada kayu yang mempunyai kadar air yang tinggi atau pada kayu yang
sedikit basah.
Gambar 6 Sebaran frekuensi serangan rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk per wilayah penelitian.
Serangan jamur pelapuk pada bangunan sekolah dasar hampir sama dengan
serangan rayap tanah. Serangan jamur pelapuk terbanyak terjadi di wilayah Bogor
Barat dan Bogor Tengah yaitu sebesar 21%. Serangan jamur pelapuk sangat
bergantung dengan frekuensi pemeliharaan bangunan. Bangunan yang dirawat
Rayap tanah
23%
13%
19%16%
16%
13%
Jamur
21%
14%
21%
14%
18%
11%
Rayap kayu kering
21%
14%
17%17%
17%
14%
Bogor baratBogor TimurBogor TengahBogor SelatanBogor UtaraTanah Sareal
33
dengan baik seperti pemeliharaan dari atap yang bocor, dari rembesan air pada
lisplang, bocoran pipa air akan menjadikan bangunan tersebut tahan terhadap
kerusakan jamur pelapuk.
Dilihat dari Gambar 6, kasus serangan oleh rayap tanah, rayap kayu kering
dan jamur pelapuk paling tinggi terjadi di wilayah Bogor Barat. Hal ini diduga
karena bangunan di wilayah Bogor Barat rata-rata berumur 21 - 30 tahun dan 31 -
40 tahun. Selain itu, jenis kayu yang digunakan pada umumnya menggunakan
kayu borneo yang memiliki kelas awet III - IV sehingga mudah diserang perusak
biologis.
Bogor Utara
Bogor Timur Tanah Sareal Bogor Tengah
Bogor Selatan
Bogor Barat Coptotermes curvignathus Macrotermes gilvus Odontotermes javanicus Microtermes inspiratus Schedorhinotermes javanicus Cryptotermes spp. Jamur pelapuk Gambar 7 Sebaran kasus serangan organisme perusak bangunan sekolah dasar
yang ditemukan di Kota Bogor.
34
Organisme yang dominan menyerang bangunan sekolah dasar adalah rayap
tanah dan jamur pelapuk. Rayap tanah dan jamur pelapuk terdapat di semua
wilayah di Kota Bogor. Hasil observasi dan identifikasi pada spesimen rayap yang
ditemukan dilapangan menunjukan bahwa jenis rayap yang yang diterdapat di
setiap wilayah Kota Bogor adalah jenis Coptotermes curvignathus. Rayap
Macrotermes gilvus juga ditemukan hampir di semua wilayah kecuali di wilayah
Tanah Sareal. Rayap Odontotermes javanicus ditemukan di wilayah Tanah Sareal;
jenis rayap Microtermes inspiratus ditemukan di wilayah Bogor Timur;
sedangkan rayap Schedorhinotermes javanicus ditemukan di wilayah Bogor Barat.
Salah satu jenis rayap tanah kasta prajurit yang ditemukan dapat dilihat pada
Gambar 8.
(a)
(a) (b) Gambar 8 Contoh kasta prajurit (a) rayap tanah Macrotermes gilvus (b) rayap
kayu kering Cryptotermes spp. (perbesaran 100x).
Kondisi Lingkungan dan Bahan Kayu Bangunan yang Diserang Oganisme
Perusak
Organisme perusak kayu seperti rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur
pelapuk akan hidup dan berkembang bila faktor lingkungan biotik dan abiotik
mendukungnya. Diantara faktor-faktor lingkungan abiotik yang mempengaruhi
pertumbuhan dan serangan organisme perusak kayu itu adalah kelembaban,
temperatur dan curah hujan. Kondisi lingkungan dan bahan kayu bangunan
sekolah dasar selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
35
Tabel 3 Kondisi lingkungan dan bahan kayu bangunan yang diserang organisme perusak kayu
Curah Kondisi lapangan Kadar air
No Wilayah Hujan* Suhu RH Kontrol RKK RT Jamur (mm) (oC) (%) 1 Bogor Barat 389 29 86 15,9 14,4 17,2 17,9 2 Bogor Selatan 417 30 86 16,3 14,8 17,0 18,8 3 Bogor Timur 316 31 84 16,2 14,9 19,2 17,8 4 Bogor Utara 376 29 86 16,8 16,2 20,5 17,7 5 Bogor Tengah 364 30 84 15,8 15,1 18,4 15,7 6 Tanah Sareal 389 29 80 16,0 15,8 16,8 19,2 Rata-rata 372 30 84 16,1 15,1 18,1 17,6
*sumber : BMG (2006).
Menurut Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kota Bogor (2006), Kondisi
lingkungan Kota Bogor mempunyai curah hujan rata-rata berkisar antara 225
sampai 335 mm/bulan. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor adalah 26°C,
sedangkan kelembaban udara rata-ratanya lebih dari 70%. Dari hasil pengamatan
dilapangan temperatur rata-rata ruangan bangunan sekolah di Kota Bogor berada
pada suhu 30oC, dengan kelembaban udara rata-rata pada lingkungan bangunan
sekolah dasar sebesar 85%, serta curah hujan rata-rata per bulan sebesar 372 mm.
Tingginya curah hujan dan kelembaban berpengaruh terhadap kondisi
bangunan dan serangan perusak biologis kayu. Tumbuhnya lumut pada dinding-
dinding bangunan menandakan kondisi bangunan tersebut lembab. Semakin tinggi
kelembaban suatu ruangan, kemungkinan terserang rayap tanah dan jamur
pelapuk akan semakin tinggi. Tingginya curah hujan yang terjadi di wilayah
Bogor Selatan dan Bogor Barat menyebabkan tingginya kerusakan yang terjadi di
wilayah tersebut (Lampiran 8). Tingginya serangan organisme perusak kayu
ditentukan juga oleh kadar air kayu. Kondisi rata-rata kadar air kayu pada
bangunan sekolah dasar per wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.
Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar air kontrol per wilayah
lebih besar dari kadar air yang terserang rayap kayu kering dan lebih kecil dari
kayu yang terserang rayap tanah dan jamur pelapuk. Dari hasil pengamatan di
lapangan, rayap kayu kering menyerang kayu yang mempunyai kadar air rata-rata
berkisar 14.4% sampai 16.2%, kadar air kayu yang diserang rayap tanah berkisar
36
16.8% sampai 20.5%, sedangkan kayu yang terserang jamur pelapuk mempunyai
kadar air rata-rata sekitar 15.7% sampai 19.2%. Pengujian taraf nyata kadar air
kayu yang terserang rayap tanah, rayap kering dan jamur pelapuk dapat dilihat
pada Lampiran 9.
Gambar 9 Histogram kadar air kayu yang terserang dan tidak terserang perusak biologis kayu pada bangunan sekolah dasar.
Dari perhitungan perbandingan berpasang, kadar air kayu yang tidak
diserang organisme perusak (kontrol) berbeda nyata dengan kadar air kayu yang
diserang organisme perusak (rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk).
Sedangkan kadar air kayu yang diserang rayap tanah tidak berbeda nyata dengan
kadar air kayu yang diserang jamur pelapuk.
Kayu yang diserang rayap kayu kering memiliki kadar air lebih rendah 1.0%
dari kadar air kayu yang tidak diserang organisme perusak (kontrol), kayu yang
diserang rayap tanah dan jamur pelapuk kadar airnya lebih tinggi 1.9% dan 1.4%
dari kadar air kayu yang tidak diserang organisme perusak (kontrol).
Kubler (1976) menyatakan bahwa kayu akan terlindungi dari serangan
jamur pelapuk hanya jika rata-rata kadar air yang terdapat dalam kayu di bawah
20%. Dari hasil pengamatan, kayu yang terserang jamur pelapuk mempunyai
kadar air rata-rata berada di bawah 20%. Menurut Watt (1999), pengaruh
peningkatan kadar air kayu pada komponen bangunan akan menyebabkan
0
5
10
15
20
25
BogorBarat
BogorSelatan
BogorTimur
BogorUtara
BogorTengah
TanahSareal
Wilayah
Kadar air(KA)
Kontrol
RKK
RT
Jamur
37
kontruksi kayu mudah hancur akibat serangan jamur pelapuk sehingga
menyebabkan degradasi kimia dan biologi pada komponen tersebut.
Perbandingan Kerugian Ekonomi Rata-rata pada Berbagai Kelas Umur Bangunan Akibat Serangan Rayap Tanah, Rayap Kayu Kering dan Jamur
Perhitungan kerugian ekonomi akibat perusak kayu diperoleh dari data
kerusakan tiap komponen bangunan yang ada dilapangan kemudian dikonversikan
ke dalam nilai rupiah dengan memperhitungkan harga kayu dan upah perbaikan
kerusakan. Contoh perhitungan kerusakan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 10 Histogram kerugian ekonomi rata-rata pada berbagai kelas umur
akibat serangan perusak biologis kayu.
Berdasarkan kelas umur bangunan, kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh
rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk cenderung naik seiring dengan
lamanya penggunaan kayu tersebut. Dari Gambar 10 dapat dilihat fluktuasi
kerugian rata-rata yang diakibatkan oleh perusak biologis kayu pada bangunan
sekolah dasar di Kota Bogor.
Serangan rayap tanah pada bangunan sekolah dasar terjadi pada berbagai
kelas umur bangunan. Kerugian ekonomi akibat serangan rayap tanah sangat
tinggi dibanding rayap kayu kering dan jamur pelapuk. Perbandingan kerugian
yang nyata terjadi pada kelas umur 11-20 tahun. Penggunaan kayu sebagai bahan
konstruksi pada bangunan sekolah dasar pada umumnya bukan kayu yang
563
100 151
2.774
458 603
2.284
409 645
3.905
543
193
1.421
12649
2.444
291 172
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
.
1 -10 11-20 21-30 31-40 41-50 > 50
Umur (tahun)
Kerugian ekonomi (Rp/sekolah)
( .000 )
RT
RKK
Jamur
38
memiliki kelas awet I dan II akan tetapi kayu yang memiliki kelas III dan IV
seperti kayu borneo, kayu durian, bahkan kayu sengon, sehingga mudah diserang
oleh rayap tanah. Adapun bangunan sekolah dasar yang menggunakan kayu kelas
awet I dan II adalah bangunan peninggalan jaman penjajahan belanda yang telah
berumur lebih dari 50 tahun. Kondisi bangunan tersebut masih tahan terhadap
serangan rayap tanah. Hal ini membuktikan penggunaan kayu kelas awet tinggi
disertai dengan pemeliharaan yang terus-menerus akan menjadikan bangunan
tersebut tahan terhadap serangan rayap tanah dan perusak biologis lainnya.
Dilihat dari Gambar 10, bangunan dengan kelas umur 41 – 50 tahun
memiliki kerusakan yang kecil. Hasil observasi dilapangan menunjukan bahwa
pemeliharaan bangunan sekolah dasar dari serangan perusak biologis cukup
tinggi. Hal ini diketahui dari wawancara dengan petugas sekolah. Penggantian
komponen atau renovasi skala kecil pada bangunan yang rusak akibat serangan
perusak biologis dilakukan dengan rutin. Sehingga kerusakan yang lebih besar
akibat serangan perusak biologis kayu dapat dihindari.
Kerugian rata-rata terbesar kedua setelah rayap tanah adalah jamur pelapuk.
Kerugian yang diakibatkan oleh jamur pelapuk kayu cukup besar. Besarnya
kerugian yang diakibatkan oleh jamur pelapuk sangat berhubungan dengan
konstruksi atau pemasangan komponen yang terserang. Kerusakan komponen oleh
jamur pelapuk disebabkan oleh tingginya kadar air yang terdapat pada kayu
tersebut akibat seringnya komponen terkena air. Adapun komponen bangunan
yang sering mengalami kerusakan pada waktu pengamatan yang diakibatkan oleh
jamur pelapuk antara lain lisplang dan plafon.
Untuk menghindari jumlah kerugian yang semakin besar, perlu diambil
tindakan untuk menanggulanginya agar efisiensi pemakaian sumber daya hutan
khususnya kayu dapat ditingkatkan. Tindakan pemeliharaan dan pengawasan
setiap empat bulan terhadap kondisi struktur bangunan merupakan suatu tindakan
yang seharusnya dilakukan.
39
Rata-rata Kerugian Ekonomi Akibat Biodeteriorasi pada Bangunan Sekolah Dasar di Kota Bogor
Kerugian ekonomi rata-rata per wilayah dihitung dari kerugian per sekolah
pada satu wilayah. Kerugian ekonomi rata-rata akibat serangan perusak biologis
kayu per wilayah penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Histogram kerugian ekonomi rata-rata per wilayah penelitian di Kota Bogor.
Kerugian ekonomi rata-rata terbesar pada bangunan yang diamati akibat
serangan rayap tanah terdapat di wilayah Bogor Barat dengan besar kerugian Rp.
3.203.932 per sekolah. Besarnya kerugian di wilayah Bogor Barat dapat dipahami
karena bangunan yang terdapat di wilayah Bogor Barat pada umumnya
mempunyai kelas umur 21 - 30 tahun dan 31 - 40 tahun. Adapun faktor
pendukung yang menyebabkan rayap tanah mudah menyerang komponen
bangunan antara lain : keadaan dinding yang lembab sehingga sangat
memungkinkan terjadinya serangan rayap tanah yang lebih besar, atap yang
digunakan rata-rata masih asbes dan seng sehingga bila atap berlubang sulit untuk
diperbaiki, akibatnya kayu sering terkena air hujan dan menjadi lembab. Selain itu
adanya tumpukan kayu di atas tanah disekitar bangunan dalam waktu yang lama
akan merangsang rayap tanah untuk menyerang tumpukan kayu tersebut. Bila zat
3,204
621808
3,190
350
84
1,989
446258
2,561
321 965
1,910
371552
2,402
305108
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
Bogor Barat BogorSelatan
Bogor Timur Bogor Utara BogorTengah
Tanah Sareal
Wilayah
Rata-rata kerugian ekonomi (Rp/Kecamatan)
(.000)
RTRKKJamur
40
makanannya telah habis maka rayap menyerang komponen bangunan yang ada
disekitarnya.
Pada Gambar 11 dapat diketahui bahwa selain rayap tanah, jamur pelapuk
mempunyai kerugian rata-rata lebih besar dari kerugian yang diakibatkan oleh
serangan rayap kayu kering. Wilayah yang mengalami kerugian rata-rata cukup
tinggi yang diakibatkan serangan jamur pelapuk terjadi di wilayah Bogor Utara
dan Bogor Barat.
Perkiraan Aktual Kerugian Ekonomi Akibat Biodeteriorasi pada Bangunan
Sekolah Dasar di Kota Bogor
Bangunan sekolah dasar yang berada di Kota Bogor cukup banyak hingga
mencapai 314 sekolah. Jumlah sekolah per kecamatan beragam. Wilayah yang
memiliki jumlah sekolah paling banyak di Kota Bogor adalah wilayah Bogor
Barat (Lampiran 3). Dengan mempertimbangkan jumlah sekolah dasar yang ada
di Kota Bogor dan kerugian yang diakibatkan oleh biodeteriorasi pada bangunan
sekolah yang diamati adalah sama, maka prediksi kerugian ekonomi pada
bangunan sekolah dasar di Kota Bogor dapat dihitung. Perkiraan kerugian
ekonomi seluruh bangunan sekolah dasar di Kota Bogor dapat dilihat pada
Gambar 12.
Gambar 12 Histogram perkiraan aktual kerugian ekonomi per kecamatan di Kota
Bogor.
227.479
44.068
57.335
178.616
19.582
4.678
61.664
13.8367.995
117.827
14.77744.410
127.973
24.87536.970
103.287
13.104
4.6430
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
Bogor Barat BogorSelatan
Bogor Timur Bogor Utara BogorTengah
Tanah Sareal
Wilayah
Kerugian ekonomi (Rp/Kecamatan)
(.000)
RTRKKJamur
41
Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa kerugian akibat serangan rayap tanah
yang relatif tinggi terdapat di wilayah Bogor Barat dan Bogor Selatan mencapai
Rp. 227.479.000 (71 sekolah) dan Rp. 178.616.000 (56 sekolah). Prediksi
kerugian akibat serangan rayap tanah, rayap kayu kering dan jamur pelapuk yang
terjadi di wilayah Bogor Barat sebesar Rp. 328.882.153. Prediksi kerugian
ekonomi terbesar yang diakibatkan oleh organisme perusak kayu (RT, RKK dan
jamur pelapuk) terdapat di wilayah Bogor Barat.
Dari hasil perhitungan (Lampiran 4), maka dapat diduga total kerugian
ekonomi akibat serangan perusak biologis kayu per sekolah berdasarkan nilai
kerugian rata-rata sekolah yang diamati per wilayah penelitian. Prediksi total
kerugian akibat serangan rayap tanah pada bangunan sekolah dasar di Kota Bogor
sebesar Rp. 801.956.779. Sedangkan akibat serangan jamur pelapuk dan rayap
kayu kering masing-masing sebesar Rp. 146.567.791 dan Rp. 125.958.821.
Sedangkan prediksi kerugian total pada bangunan sekolah dasar di Kota Bogor
sebesar Rp. 1.074.483.390.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
1. Tingkat kerusakan berat oleh jamur pelapuk dan rayap tanah sudah terjadi pada
kelas umur 11-20 tahun dan 21-30 tahun. Tingkat kerusakan sedang oleh rayap
kayu kering dan rayap tanah sudah terjadi pada kelas umur bangunan 1-10
tahun.
2. Rayap tanah yang paling banyak ditemukan menyerang bangunan sekolah dasar
negeri di Kota Bogor adalah jenis Coptotermes curvignathus. Selain itu ada
juga jenis Odontotermes javanicus, Macrotermes gilvus, Microtermes
inspiratus dan Schedorhinotermes javanicus. Sedangkan untuk rayap kayu
kering yang ditemukan adalah jenis Cryptotermes spp.
3. Faktor pendukung terjadinya biodeteriorasi bangunan sekolah dasar adalah
faktor pemeliharaan bangunan seperti keadaan atap yang bocor, banyaknya
tumpukan kayu yang tidak terpakai disekitar bangunan dan lain-lain.
4. Kerusakan tertinggi pada bangunan sekolah disebabkan oleh serangan rayap
tanah. Rata-rata kerugian ekonomi setiap sekolah dasar di Kota Bogor yang
diakibatkan oleh serangan rayap tanah, jamur pelapuk dan rayap kayu kering
masing-masing sebesar Rp. 2.606.161, Rp. 492.355 dan Rp. 415.029. Prediksi
kerugian ekonomi akibat serangan rayap tanah, jamur pelapuk dan rayap kayu
kering pada sekolah dasar di Kota Bogor adalah Rp. 801.956.779, Rp.
146.567.791. dan Rp. 125.958.821.
43
Saran
1. Perlunya pengawasan dan pemeliharaan setiap empat bulan terhadap kondisi
struktur bangunan sekolah.
2. Perlunya perhatian dan penanggulangan terhadap faktor-faktor pendukung
berkembangnya perusak biologis kayu pada bangunan sekolah dasar.
3. Komponen bangunan yang rawan serangan organisme perusak kayu seperti
lisplang, plafon, kusen pintu, kusen jendela dan lain-lain agar menggunakan kayu
yang memiliki keawetan tinggi atau menggunakan kayu yang diawetkan.
DAFTAR PUSTAKA
Allsopp Dennis, Kenneth J Seal and Christine C. Gaylarde. 2003. Introduction to Biodeterioration ( Second edition). Cambridge University Press.
Anonimous. 2006. Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2006 -
2015. Badan Perencanaan Daerah Kota Bogor. Bogor. Darma IGKT. 1986. Perusakan Warna Kayu : Blue Stain. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Duljapar K. 2001. Pengawetan Kayu. Jakarta. Penebar Swadaya. Hadioetomo IY. 1983. Pengendalian Rayap Tanah pada Bangunan dengan Soil
Treatment. Makalah dalam Diskusi Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Rayap pada Bangunan. Kerjasama DITABA dengan Ikatan Arsitek Indonesia. Jakarta.
Harris Y. 2001. Building Pathology : Deterioration, Diagnostics and Intervention.
Chichester Weinheim Brisbane Singapore Toronto. New York. Hunt GM dan Garrat GA. 1986. Pengawetan Kayu. (terjemahan Mohammad
Jusuf) Edisi I. Akademika Pressindo. Jakarta. Kirton G Laurence YPTHO. 1992. Termites of Peninsular Malaysia. Malayan
Forest Record no. 36. Forest Research Institute Malaysia. Kepong Kuala Lumpur.
Kollman FFP. 1968. Principle of Wood Science and Technology. Solid Wood.
Vol I. Spring Ervering Berlin Heidelberg. New York. Kubler H. 1976. Wood as Building and Hobby Material. University of Winconsin
Madison. New York. Lee KE. 1971. Termites and Soil. Academic Press London. New York. Nandika D, Rismayadi Y, dan Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan
Pengendaliannya. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Nandika D, Soenaryo dan Aswin S. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Dinas
Kehutanan. Jakarta. Nicholas D Darrel. 1987. Kemunduran (Deteriorasi) kayu dan Pencegahannya
dengan Perlakuan-perlakuan Pengawetan. (terjemahan Yoedidbroto, H). Yogyakarta : Airlangga University press.
45
Panshin and de Zeuw. 1970. Text Book of Wood Technology. Vol III. Mc Graw Hill Book Company. New York.
Remran. 1993. Kerugian Ekonomi Akibat Serangan Rayap pada Bangunan
Perumahan di Pulau Batam. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Tidak dipublikasikan.
Ridout B. 1999. Timber Decay in Building : Conservation Approach to
Treatment. New York. Spon press. Setyawan W. 2005. Menyoal Kerusakan Bangunan Sekolah.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0502/28/Didaktika1580557. [Senin, 28 Februari 2005]
Sudibyo S. 2006. Diknas Targetkan Perbaikan SD Rusak Selesai 2008.
http://www.media-indonesia.com/berita.asp?id=88967. [Senin, 30 Januari 2006]
Sulaiman. 2005. Keterandalan Konstruksi Bangunan Pendidikan (Studi kasus
pada gedung SD). Desertasi. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.
Supriyoko K. 2004. Belantara Sekolah Dasar Kita. http://www.kompas.co.id
/kompas-cetak/0402/06/opini/836665.htm. [Jumat, 06 Februari 2004] Surjokusumo S. 1983. Pengendalian Secara Terpadu dan Menyeluruh pada
Bangunan Terhadap Perusakan oleh Rayap. Makalah dalam Diskusi Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Rayap pada Bangunan. Kerjasama DITABA dengan Ikatan Arsitek Indonesia. Jakarta.
Tambunan B, Dodi N. 1989. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi : Institut Pertanian Bogor.
Watt DS. 1999. Building Pathology : Principle and Practice. Cambridge. The
University Press. Yap KHF. 1999. Konstruksi Kayu. Bandung : Trimitra Mandiri
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Kondisi umum bangunan sekolah dasar negeri di Kota Bogor
Tabel kondisi umum bangunan sekolah dasar negeri yang diamati No Karakteristik bangunan contoh Jumlah %
bangunan 1 Umur (tahun) a. < 10 13 32 b. 11 - 20 4 10 c. 21 - 30 14 34 d. 31 - 40 5 12 e. 41 - 50 1 2 f. > 50 4 10 2 Jenis atap a. Genteng 23 72 b. Asbes 5 16 c. Seng 4 12 3 Kepadatan bangunan a. Rapat ( < 1 m ) 6 19 b. Sedang ( 2 - 5 m) 10 31 c. Jarang ( > 6 m ) 16 50 4 Lantai bangunan a. 2 lantai 1 3 b. 1 lantai 31 97 c. lantai kayu 0 0 5 Jenis bangunan a. Permanen 32 100 b. Semipermanen 0 0 c. Bangunan kayu 0 0 6 Lantai belakang a. Tehel/kramik 2 6 b. Tanah 14 44 c. Plesteran 16 50 7 Jenis lantai a. Kramik/tehel 19 59 b. Plesteran 13 41 c. Tanah 0 0 8 Kondisi atap a. bocor 19 59 b. rembesan 11 34 c. tidak bocor 2 7 9 Kayu tertumpuk di halaman bangunan a. Banyak ( > 6 balok ) 6 19 b. Sedang ( 3 - 4 balok ) 6 19 c. Sedikit/tidak ada ( < 2 balok ) 20 63
10 Pengecatan kusen a. 1 kali/tahun 30 94 b. 2 kali/tahun 2 6 c. tidak ada pengecatan 0 0
11 Jarak pohon terhadap bangunan a. Dekat ( < 5 m ) 7 25 b. Sedang ( 5 - 10 m ) 16 50 c. Jauh ( > 11 m) 9 25
48
Lampiran 2. Contoh perhitungan tingkat serangan rayap dan jamur pelapuk serta kerugian ekonomi akibat serangan rayap dan jamur pelapuk
A. Tingkat serangan rayap
Misal :
Ukuran kusen jendela (asal)
315 x 11 x 6 : 2 batang
184 x 11 x 6 : 3 batang
Ukuran komponen yang rusak = 150 x 9 x 6
Maka tingkat serangan rayap pada komponen tersebut =
3x)6x11x184(2x)6x11x315(6x9x150
+x 100% = 10,38 %
(termasuk kriteria rusak sedang dan berat, dianjurkan untuk melakukan
penggantian dengan memperhitungkan harga kayu dan upah bongkar
pasang).
Jika pada bangunan sekolah tersebut memiliki 6 unit kusen jendela pada
setiap ruangannya dengan tingkat serangan sebagai berikut :
Kusen jendela 1 = 2.33%
2 = 3.00%
3 = 0.23%
4 = 5.98%
5 = 4.97%
6 = 9.54%
maka tingkat serangan rayap pada kusen jendela pada bangunan tersebut =
654.997.498.523.000.333.2 +++++
= 605.26
= 4.34 %
B. Kerugian ekonomi akibat serangan rayap dan jamur
Ukuran kayu yang rusak = 150 x 9 x 6
Harga kayu ukuran 400 x 11 x 6 di pasar = Rp 70.000,00
49
Maka harga kayu yang rusak =
6x11x4006x9x150 x Rp 70.000,00 = Rp 21.477,00
Upah bongkar pasang untuk mengganti komponen tersebut Rp
13000/kusen jendela.
= Rp 21.447,00 + Rp 13.000 = Rp 34.447,00
Upah bongkar pasang diketahui dari tukang dilapangan dengan
mempertimbangkan upah per komponen yang rusak atau upah per hari
dengan jumlah jam kerja selama 8 jam mulai jam 07.00 – 16.00 WIB
Penentuan upah kerja tidak ada ketentuan yang pasti, jadi tergantung
ukuran komponen yang rusak dan lama waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan kegiatan bongkar pasang ditambah dengan harga bahan-bahan
lain yang dibutuhkan seperti semen, paku, pasir dan lain-lain. Akan tetapi
dalam penghitungan kerugian ekonomi, upah perbaikan untuk setiap kusen
di perkirakan sekitar (hasil wawancara dilapangan) :
1. Upah perbaikan per kusen jendela Rp 13.000
2. Upah perbaikan per pintu Rp. 15.000
3. Upah perbaikan lispang Rp 15.000
4. Upah perbaikan plafon Rp. 40.000
5. Upah perbaikan per kusen pintu Rp. 13.000
6. Upah lain-lain Rp. 40.000
50
Lampiran 3. Penentuan bangunan contoh yang diamati
Jumlah sekolah yang ada di Kota Bogor
No Kecamatan ( UPTD) Jumlah sekolah 1. Bogor Utara 46 2. Bogor Selatan 56 3. Bogor Barat 71 4. Bogor Tengah 67 5. Bogor Timur 31 6. Tanah Sareal 43 Jumlah 314
Jumlah sekolah yang diamati di Kota Bogor
No Kecamatan ( UPTD) Jumlah sekolah 1. Bogor Utara 5 2. Bogor Selatan 6 3. Bogor Barat 7 4. Bogor Tengah 6 5. Bogor Timur 4 6. Tanah Sareal 4 Jumlah 32
IS = 10 % maka unit contoh yang diamati
328,31318x10010
≈=
Maka sebaran unit contoh yang diamati di tiap kecamatan adalah
1. Kecamatan Bogor Utara
568,43231446
≈=x
2. Kecamatan Bogor Selatan
670,53231456
≈=x
3. Kecamatan Bogor Barat
724,73231471
≈=x
4. Kecamatan Bogor Tengah
682,63231467
≈=x
51
5. Kecamatan Bogor Timur
456,33231435
≈=x
6. Kecamatan Tanah Sareal
438,43231443
≈=x
Total sekolah yang diamati adalah 32 sekolah
Nama-nama sekolah yang diamati
No Kecamatan (UPTD) Nama Sekolah 1. SDN Tunggilis 2. SDN Bogor Baru 3. Bogor Utara SDN Cimahpar 2 4. SDN Cibuluh 3 5. SDN Bantarjati 6 6. SDN Batutulis 8 7. SDN Mulyaharja 1 8. Bogor Selatan SDN Pamoyanan 1 9. SDN Bondongan 2 10. SDN Cipaku 1 11. SDN Lawang Gintung 2 12. SDN Situ Gede 2 13. SDN Semeru 7 14. SDN Sindang barang 2 15. Bogor Barat SDN Neglasari 16. SDN Margajaya 1 17. SDN Cilendek tengah 18. SDN Purbasari 1 19. SDN Perwira 20. SDN Sempur kaler 21. SDN Empang 2 22. Bogor Tengah SDN Panaragan kidul 3 23. SDN Malabar 2 24. SDN Sindangsari 1 25. SDN Sukasari 2 26. Bogor Timur SDN Bangka 4 27. SDN Ciheuleut 1 28. SDN Duta Pakuan 29. SDN Cimanggu 4 30. Tanah Sareal SDN Kedung jaya 2 31. SDN Sukaresmi 32. SDN Kencana 3
52
Lampiran 4. Rangkuman perhitungan kerugian ekonomi per wilayah penelitian di Kota Bogor (Rp.)
Kerugian ekonomi per wilayah penelitian No Wilayah Jumlah Jumlah Organisme perusak sekolah lokal RT RKK Jamur 1 Bogor Barat 7 41 22,427,525 4,344,744 5,652,734 2 Bogor selatan 6 48 19,137,405 2,098,056 501,175 3 Bogor Timur 4 29 7,956,676 1,785,309 1,031,585 4 Bogor utara 5 39 12,807,240 1,606,223 4,827,173 5 Bogor Tengah 6 43 11,579,109 2,227,640 3,310,757 6 Tanah sareal 4 28 9,608,066 1,218,948 431,934
Jumlah 32 228 83,516,020 13,280,920 15,755,358 Kerugian ekonomi rata-rata per wilayah penelitian di Kota Bogor No Wilayah Jumlah Jumlah Organisme perusak sekolah lokal RT RKK Jamur 1 Bogor Barat 7 41 3,203,932 620,678 807,533 2 Bogor selatan 6 48 3,189,567 349,676 83,529 3 Bogor Timur 4 29 1,989,169 446,327 257,896 4 Bogor utara 5 39 2,561,448 321,245 965,435 5 Bogor Tengah 6 43 1,929,851 371,273 551,793 6 Tanah sareal 4 28 2,402,017 304,737 107,984
Jumlah 32 228 15,275,985 2,413,936 2,774,170 Prediksi kerugian ekonomi per wilayah di Kota Bogor No Wilayah Jumlah Organisme perusak Total sekolah RT RKK Jamur 1 Bogor Barat 46 147,380,875 28,551,174 37,146,538 213,078,587 2 Bogor selatan 56 178,615,779 19,581,858 4,677,632 202,875,268 3 Bogor Timur 71 141,231,001 31,689,230 18,310,629 191,230,859 4 Bogor utara 67 171,617,016 21,523,395 64,684,120 257,824,531 5 Bogor Tengah 31 59,825,394 11,509,472 17,105,579 88,440,446 6 Tanah sareal 43 103,286,714 13,103,693 4,643,292 121,033,698
Jumlah 314 801,956,779 125,958,821 146,567,791 1,074,483,390
Lampiran 8. Tabel kondisi lingkungan dan bahan bangunan serta kerugian akibat serangan perusak biologis kayu
CurahNo Kecamatan hujan Nama sekolah Suhu Kelembaban
(T) (RH) min max rata-rata min max rata-rata min max rata-rata min max rata-rata RT RKK Jamur1 SDN Situ Gede 2 29,9 81 16,5 17,3 16,90 13,8 16,9 15,35 16,6 18,1 17,35 14,6 15,6 15,10 3.932.292 639.676 626.0782 SDN Sindang Barang 2 29,9 82 16,5 17,8 17,15 12,9 15,1 14,00 16,4 18,4 17,40 14,9 16,7 15,80 2.272.875 479.849 231.3933 SDN Semeru 7 29,7 85 14,2 16,5 15,35 10,4 15,2 12,80 16,5 20,1 18,30 17,8 18,9 18,35 2.651.202 306.218 117.0204 Bogor Barat 389 SDN Cilendek Tengah 27,9 89 15,4 16,7 16,05 15,4 16,8 16,10 15,4 17,4 16,40 20,1 22,3 21,20 54.846 466.238 1.703.0645 SDN Neglasari 29,7 87 16,4 18,8 17,60 13,6 16,5 15,05 16,2 19,1 17,65 16,7 17,2 16,95 2.762.006 1.255.421 1.855.4426 SDN Margajaya 1 28,6 90 14,2 16,8 15,50 11,6 14,1 12,85 14,2 16,5 15,35 19.8 20,6 20,60 2.797.528 830.224 808.6857 SDN Purbasari 2 30,6 89 12,3 13,2 12,75 13,6 15,2 14,40 16,4 19,4 17,90 16,5 17,8 17,15 7.956.776 367.118 311.0538 SDN Cipaku 1 30,2 84 16,7 18,9 17,80 15,8 16,5 16,15 15,5 17,1 16,30 20,8 22,4 21,60 3.228.182 516.052 09 SDN Pamoyanan 1 29,6 89 14,1 19,6 16,85 13,5 16,5 15,00 16,4 20,7 18,55 14,1 19,6 16,85 2.343.996 127.646 49.243
10 Bogor Selatan 417 SDN Bondongan 2 29,4 91 15,5 17,8 16,65 12,5 15,9 14,20 16,3 19,5 17,90 15,4 16,2 15,80 6.034.828 361.867 18.94711 SDN Mulyaharja 1 30,1 86 13,5 14,6 14,05 12,9 15,4 14,15 14,9 16,9 15,90 16,6 17,1 16,85 5.711.771 734.740 165.49312 SDN Lawang Gintung 2 31,4 82 16 18,2 17,10 14,5 16,4 15,45 16,4 19,7 18,05 18,1 18,9 18,50 1.634.057 288.952 72.49113 SDN Batutulis 8 30,9 84 14,2 16,9 15,55 12,5 15,4 13,95 14,5 16,2 15,35 17,3 21,8 19,55 184.571 68.799 195.00014 SDN Sukasari 2 31,6 82 12,5 15,9 14,20 14,2 16,9 15,55 16,2 16,9 16,55 18,4 19,6 19,00 1.623.454 162.871 242.68915 Bogor Timur 316 SDN Duta Pakuan 30,3 84 14,5 20,2 17,35 13,2 15,2 14,20 16,5 19 17,75 17,6 18,9 18,25 3.468.723 508.693 414.03616 SDN Ciheuleut 1 30,4 84 14,3 16,3 15,30 12,9 16,5 14,70 18,3 23,4 20,85 14,5 15,6 15,05 1.194.504 258.429 374.86017 SDN Bangka 4 30,8 86 16,4 19,5 17,95 14,2 16,3 15,25 18,5 24,5 21,50 16,4 16,5 16,45 1.669.995 855.316 018 SDN Bantarjati 6 31,8 84 13,7 19,6 16,65 15,4 19,2 17,30 16,5 20,9 18,70 16,3 17,2 16,75 3.182.561 221.196 1.774.09519 SDN Cimahpar 2 28,3 85 13,7 19,3 16,50 11,1 16,5 13,80 18,6 24,4 21,50 16,2 17,9 17,05 5.740.058 249.702 314.33620 Bogor Utara 376 SDN Bogor Baru 29,3 87 17,5 18,4 17,95 13,9 16,9 15,40 19,8 23,2 21,50 16,2 17,9 17,05 2.507.892 707.593 2.617.33821 SDN Cibuluh 3 28,5 86 14,6 15,1 14,85 15,8 19,5 17,65 16,8 25,6 21,20 19,6 21,2 20,40 1.223.946 161.135 70.49022 SDN Tunggilis 28,9 87 17,5 18,5 18,00 15,9 17,6 16,75 16,5 22,5 19,50 16,4 17,9 17,15 152.784 266.597 50.91423 SDN Malabar 2 30,0 90 14,4 16,7 15,55 12,4 14,3 13,35 15,4 19,8 17,60 14,5 16,5 15,50 596.734 267.043 208.24424 SDN Sempur Kaler 30,1 89 15,3 17,6 16,45 14,6 16,8 15,70 15,8 27,5 21,65 16,5 20,3 18,40 967.827 940.999 454.71325 Bogor Tengah 364 SDN Pankid 3 28,6 78 14,3 15,6 14,95 14,4 16,9 15,65 13,4 16,7 15,05 13,7 13,9 13,80 2.122.455 268.773 242.99426 SDN Perwira 30,2 79 15,3 16,9 16,10 12,4 16,9 14,65 13,5 16,8 15,15 14,8 16,9 15,85 4.096.840 193.748 254.96427 SDN Sindangsari 1 30,8 84 16,9 19,6 18,25 13,9 16,9 15,40 19,2 26,4 22,80 16,8 17,9 17,35 1.626.677 88.299 1.092.05028 SDN Empang 2 29,1 83 12,4 14,3 13,35 14,5 17,6 16,05 16,3 19,5 17,90 12,4 14,3 13,35 2.049.719 468.778 1.057.79129 SDN Cimanggu 4 29,3 85 15,4 17,1 16,25 16,5 19,2 17,85 16,4 18,7 17,55 22.5 23,0 23,00 4.139.496 110.176 31.49430 Tanah Sareal 389 SDN Kencana 3 30,0 76 13,2 16,5 14,85 14,3 16,5 15,40 12,9 16,2 14,55 19,9 21,2 20,55 2.293.533 275.853 76.40331 SDN Sukaresmi 29,1 81 15,8 19,1 17,45 13 16,4 14,70 13,4 16,5 14,95 15,2 17,2 16,20 1.274.889 359.138 152.98732 SDN Kedungjaya 2 28,5 79 14,6 16,3 15,45 12,6 17,8 15,20 16,5 23,6 20,05 16,4 17,8 17,10 1.900.148 473.781 171.050
29,77 84,63 14,93 17,36 16,15 13,69 16,56 15,13 16,13 20,04 18,08 16,49 18,34 17,58 2.606.161,35 415.028,76 492.354,94
Kerugian total
Rata-rata
Kadar airKontrol Rayap kayu kering Rayap tanah Jamur
58
Lampiran 7. Nama sekolah dasar negeri berdasarkan kelas umur
Nama sekolah dasar negeri berdasarkan kelas umur
No Kelas Umur
1 - 10 tahun 11 - 20 tahun 21 – 30 tahun 31 - 40 tahun 41 - 50 tahun > 50 tahun 1 SDN Margajaya 1 SDN Sindangsari 1SDN Sindang Barang 2 SDN Batutulis 8 SDN Bondongan 2 SDN Marga Jaya 12 SDN Cilendek Tengah SDN Pankid 3 SDN Cilendek Tengah SDN Neglasari SDN Sukasari 23 SDN Bangka 4 SDN Bogor Baru SDN Purbasari 2 SDN Situ Gede 2 SDN Cipaku 1 4 SDN Sempur Kaler SDN Semeru 7 SDN Duta Pakuan SDN Lawang Gintung 2 SDN Empang 2 5 SDN Malabar 2 SDN Perwira SDN Malabar 2 6 SDN Mulyaharja 1 SDN Mulyaharja 1 7 SDN Pamoyanan 1 SDN Cimahpar 2 8 SDN Bondongan 2 SDN Cibuluh 3 9 SDN Lawang Gintung 2 SDN Bantarjati 6 10 SDN Empang 2 SDN Ciheuleut 1 11 SDN Tunggilis SDN Cimanggu 4 12 SDN Kencana 3 SDN Kedung jaya 2 13 SDN Cipaku 1 SDN Sukaresmi 14 SDN Sindangsari 1
60
Lampiran 9. Perhitungan kadar air kayu dengan statistik perbandingan berpasang
Welcome to Minitab, press F1 for help. Two-Sample T-Test and CI: Kontrol; Rayap kayu kering Two-sample T for Kontrol vs Rayap kayu kering N Mean StDev SE Mean Kontrol 32 16,15 1,41 0,25 Rayap kayu kerin 37 15,12 1,17 0,19 Difference = mu (Kontrol) - mu (Rayap kayu kering) Estimate for difference: 1,02796 95% CI for difference: (0,39967; 1,65624) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 3,27 P-Value = 0,002 DF = 60 Two-Sample T-Test and CI: Kontrol; Rayap tanah Two-sample T for Kontrol vs Rayap tanah N Mean StDev SE Mean Kontrol 32 16,15 1,41 0,25 Rayap tanah 37 18,14 2,19 0,36 Difference = mu (Kontrol) - mu (Rayap tanah) Estimate for difference: -1,98826 95% CI for difference: (-2,86366; -1,11286) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -4,54 P-Value = 0,000 DF = 62 Two-Sample T-Test and CI: Kontrol; Jamur pelapuk Two-sample T for Kontrol vs Jamur pelapuk N Mean StDev SE Mean Kontrol 32 16,15 1,41 0,25 Jamur pelapuk 37 17,55 2,12 0,35 Difference = mu (Kontrol) - mu (Jamur pelapuk) Estimate for difference: -1,40042 95% CI for difference: (-2,25657; -0,54427) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -3,27 P-Value = 0,002 DF = 63 Two-Sample T-Test and CI: Rayap tanah; Jamur pelapuk Two-sample T for Rayap tanah vs Jamur pelapuk N Mean StDev SE Mean Rayap tanah 37 18,14 2,19 0,36 Jamur pelapuk 37 17,55 2,12 0,35 Difference = mu (Rayap tanah) - mu (Jamur pelapuk) Estimate for difference: 0,587838 95% CI for difference: (-0,412264; 1,587939) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1,17 P-Value = 0,245 DF = 71
61
Lampiran 10. Kunci Determinasi Pengenalan Genus dan Spesies
Kunci Determinasi Pengenalan Genus dan Spesies (Nandika 2003) 1. a. Menyerang dan bersarang pada pohon yang masih hidup atau kayu , cabang dan batang mati,
tunggak atau kayu lembab lainnya. (rayap pohon dan rayap kayu lembab, famili
Kalotermitidae).
b. Hidup dan bersarang dalam kayu mati yang kering hawa, tidak berhubungan dengan tanah.
Bahan-bahan tanah tidak terdapat dalam sarang. Menyebabkan kerusakan dalam kayu,
berbentuk rongga-rongga tidak teratur, agak memanjang searah serat. (rayap kayu kering,
famili Kalotermitidae)
c. Bersarang dalam tanah atau dalam kayu yang berhubungan dengan tanah. Untuk jalan pekerja
dan prajurit yang mengumpulkan makanan (kayu), membuat jalan-jalan yang tertutup
(sheltertubes) dengan bahan humus atau tanah. Keadaan habitat lembab merupakan syarat
mutlak bagi kehidupannya (rayap tanah dan rayap subteran, famili Rhinotermitidae dan
Termitidae).
2. a. Menyerang pohon yang masih hidup, menyebabkan pembengakan pada batang dan cabang
dan lubang-lubang pada kayu. Neotermes spp.
b. Menyerang tunggak dan kayu mati yang lembab. Terutama dalam habitat hutan. Glyptotermes
spp.
3. a. Protonum agak datar. Koloni bersarang dalam kayu atau bahan lain yang mengandung
selulosa, yang terdapat di dalam atau dipermukaan tanah (rayap subteran, famili
Rhinotermitidae).
b. Protonum berbentuk pelana. Pusat sarang berada dalam tanah, membuat kue-kue cendawan
berbentuk berupa karang, dan bangunan-bangunan liat dalam tanah, kadang-kadang
menyebabkan terbentuknya gundukan-gundukan tanah (rayap tanah dan rayap pohon, famili
Termitidae).
4. a. Prajurit dengan dua ukuran (dimorfis) jumlah antena 15-17 ruas. Schedohinotermes spp.
b. Prajurit hanya satu macam (monoformis). Jumlah ruas antena13-16 ruas. Apabila diganggu,
prajurit mengeluarkan cairan serupa susu. Coptotermes spp.
5. a. Perbedaan bentuk kedua mandible terlihat tanpa bantuan kaca pembesar (sub famili
Amitermitidae).
b. Mandible prajurit sangat kecil atau hampir tidak terlihat. Dahi menonjol ke depan berbentuk
alat penusuk (nasus) (sub famili Nasutitermitidae).
6. a. Mandible prajurit halus, panjang dan berbentuk arit. Prajurit beberapa ukuran (polymorphic).
Sarang terdapat di atas tanah, pada pohon-pohon atau bangunan-bangunan. Microtermes spp.
b. Bentuk mandible prajurit berbentuk simetris. Mandible kanan lurus dan tajam, mandible kiri
melengkung. Coptotermes spp
7. a. Jenis-jenis berukuran besar. Prajurit dan pekerja berukuran dimorfis. Panjang tubuh prajurit
besar (termasuk mandible), 8-15 mm, prajurit kecil 6.5-10 mm. Microtermes spp.
62
b. Jenis-jenis berukuran sedang. Prajurit dan pekerja berukuran monomorfis, panjang tubuh
prajurit berukuran 5-7.5 mm. Odontotermes spp.
c. Jenis berukuran kecil. Prajurit dan pekerja berukuran dimorfis. Panjang prajurit besar 3.5-4.75
mm, prajurit kecil 2.5-3.75 mm. Microtermes spp.
8. a. Nasus prajurit berbentuk kerucut, bagian pangkal menebal dan agak melengkung.
Nasutitermes spp
b. Nasus pada umumnya panjang dan sempit. Anggota koloni berwarna gelap, coklat tua sampai
hitam, dengan tungkai dan antena yang panjang, mirip semut, prajurit dan pekerja keluar
mengumpulkan makanan tanpa jalan tertutup.
9. a. Nasus prajurit agak pendek dan sempit. Pekerja dan prajurit mengumpulkan makanan pada
malam hari. Hospitalitermes spp.
b. Nasus prajurit agak panjang, bagian pangkan tebal, pekerja dan prajurit keluar dari sarang
pada siang hari. Lecessitermes spp.
10. a. Terutama menyerang pohon jati. Panjang prajurit 7.5-12.0 mm, banyak menyerang pohon jati
di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Neotermes tectonae
b. Terutama menyerang pohon sonokeling, panjang prajurit 12-12.5 mm. Neotermes dalbergia
11. a. Jumlah ruas antena prajurit besar 16-17, panjang tubuh 5.5-5.6 mm terdapat diseluruh
Indonesia. Schedohinotermes translucens
b. Jumlah ruas antena prajurit 16, panjang tubuh 5.3-5.6 mm terutama di daerah Jawa Barat.
Schedohinotermes javanicus Kemner
c. Jumlah ruas antena prajurit besar 15, panjang tubuh 4.9-5.2 mm terutama di kalimantan.
Schedohinotermes tarakensis Oshima
12. a. Jumlah ruas antena prajurit 14-16, panjang kepala prajurit termasuk mandible 2.4-2.6 mm,
jenis terbesar. Coptotermes curvignathus Holmgren
b. Jumlah ruas antena prajurit 13-15, panjang kepala prajurit 1.8-2.1 mm, mandible relatif
pendek kira-kira setengah panjang kepala. Coptotermes travians Holmgren
c. Jumlah ruas antena prajurit 15-18, panjang kepala prajurit 2.0-2.2 mm, mandible lebih
panjang dari C. travians. Coptotermes haviland Holmgren
13. a. Warna kepala prajurit coklat merah, panjang kepala prajurit besar 4.8-5.5 mm, prajurit kecil
3.0-3.4 mm. Terdapat di seluruh Indonesia. Macrotermes gilvus
b. Panjang kepala prajurit besar dengan mandible 6.5-7.1 mm, prajurit kecil 4.4-4.6 mm kepala
berwarna coklat muda kemerah-merahan. Di Indonesia terdapat di Sumatra. Macrotermes
malaccensis
14.a. Ruas antena prajurit 1.5 mm, prajurit makro panjang 4.0-4.5 mm, prajurit mikro 3.3-3.8mm.
Microtermes inspiratus Kemner
b. Antena prajurit 17 ruas, jenis besar, sedang dan kecil lebar kepala 1.0-1.5, labrum (bibir atas)
memanjang sampai ke gigi mandible kiri. gigi mandible runcing. Odontotermes javanicus
Holmgren.
64
Lampiran 11. Contoh gambar kerusakan komponen bangunan
Gambar 5 Serangan rayap kayu kering pada kusen jendela Gambar 6 Serangan rayap tanah pada kusen jendela Gambar 7 Serangan rayap tanah pada kusen pintu