kerusakan bangunan pengendali sedimen …repository.ugm.ac.id/135425/1/geo31 kerusakan bangunan...

14
PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage 15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA 128 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN (SABODAM) PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010 Moh. Dedi Munir * , Djudi Balai Sabo, Kementerian PU, Sopalan, Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta, 55282 *corresponding author: [email protected] ABSTRAK Sabodam merupakan bangunan pengendali aliran debris atau lahar yang dibangun melintang pada alur sungai. Prinsip kerja Bangunan Sabo adalah mengendalikan sedimen dengan cara menahan, menampung dan mengalirkan material / pasir yang terbawa oleh aliran dan meloloskan air ke hilir. Selama masa kejadian banjir lahar pasca erupsi Merapi tahun 2010, sebanyak 77 unit sabodam yang ada di sungai sungai lahar Merapi mengalami kerusakan atau bahkan hanyut terbawa aliran lahar (Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, 2011). Sebagian besar dugaan penyebab keruntuhan sabodam mengarah pada pondasinya yang memiliki konsep pondasi mengambang yaitu dibangun di dasar sungai tanpa pondasi yang mengikat ke dalam lapisan tanah keras dengan asumsi bahwa material dasar sungai daerah vulkanik yang didominasi pasir memiliki stabilitas dan daya dukung yang cukup baik sehingga cukup mampu mengikat bangunan untuk tetap pada posisi semula (tidak mengguling ataupun bergeser). Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian (berupa struktur bangunan dan geologi) lebih lanjut terkait konsep pondasi mengambang untuk memahami kelemahan dalam implementasinya, mekanisme kegagalan serta penyesuaian lebih lanjut untuk perbaikan pengelolaan, dengan mengambil daerah Gunungapi Merapi sebagai lokasi studi kasus. Hasil kajian menunjukkan kerusakan sabodam pondasi mengambang dominan disebabkan oleh local scouring, maka untuk mengurangi kedalaman lokal scouring yang mengakibatkan terjadinya kegagalan bangunan sabodam dalam implementasinya sabodam dibangun secara seri dengan jarak efisien antar sabodam dan pondasi yang lebih dalam. Berdasarkan investigasi lapangan, diketahui bahwa proses geologi daerah penelitian menunjukkan kondisi yang mengindikasikan terjadinya rembesan dan gerusan lokal yang mengurangi kekuatan struktur bangunan. I. PENDAHULUAN Letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 dengan indeks vulkanik 4 (VEI 4), merupakan letusan vulkanik terbesar sejak 1872, hal ini berbeda dengan letusan yang terjadi sebelumnya tahun 2006 dengan indeks yang hanya (VEI 1) (Preece, 2014). Besarnya letusan yang terjadi juga menghasilkan material volkanik dengan jumlah yang sangat besar. Banyaknya produk vulkanik yang terendapkan pada daerah di sekitar puncak serta lereng- lereng Gunung Merapi menimbulkan besarnya potensi banjir lahar yang mungkin terjadi pada tahun-tahun berikutnya (Gambar 1). Permasalahan yang diakibatkan dari banjir lahar tidak hanya berupa kerusakan sabodam di aliran sungai, tetapi juga dapat menghancurkan infrastruktur seperti jalan nasional, jembatan, desa, pertanian serta mengancam kehidupan manusia. Pada sungai- sungai yang berhulu di puncak Gunung Merapi, banjir lahar pasca letusan 2010 telah mengakibatkan banyak kerusakan pada bangunan Sabodam baik berupa rusaknya bagian dari bangunan maupun sampai hancur atau terbawa hanyutnya bangunan sabo ( Gambar 2). Dari bangunan sabo yang mengalami banjir lahar, apabila dilihat dari jumlah bangunan sabodam yang mengalami kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah rusaknya sabodam) berada pada Kali Putih dengan 21 unit mengalami kerusakan dari 22 unit jumlah total (Gambar 3).

Upload: lamdan

Post on 30-Mar-2019

291 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

128

KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN (SABODAM) PASCA

ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI 2010

Moh. Dedi Munir*, Djudi Balai Sabo, Kementerian PU, Sopalan, Maguwoharjo, Depok, Sleman Yogyakarta, 55282

*corresponding author: [email protected]

ABSTRAK

Sabodam merupakan bangunan pengendali aliran debris atau lahar yang dibangun melintang pada

alur sungai. Prinsip kerja Bangunan Sabo adalah mengendalikan sedimen dengan cara menahan,

menampung dan mengalirkan material / pasir yang terbawa oleh aliran dan meloloskan air ke hilir.

Selama masa kejadian banjir lahar pasca erupsi Merapi tahun 2010, sebanyak 77 unit sabodam yang

ada di sungai – sungai lahar Merapi mengalami kerusakan atau bahkan hanyut terbawa aliran lahar

(Balai Besar Wilayah Sungai Serayu – Opak, 2011). Sebagian besar dugaan penyebab keruntuhan

sabodam mengarah pada pondasinya yang memiliki konsep pondasi mengambang yaitu dibangun di

dasar sungai tanpa pondasi yang mengikat ke dalam lapisan tanah keras dengan asumsi bahwa

material dasar sungai daerah vulkanik yang didominasi pasir memiliki stabilitas dan daya dukung

yang cukup baik sehingga cukup mampu mengikat bangunan untuk tetap pada posisi semula (tidak

mengguling ataupun bergeser).

Oleh sebab itu, perlu dilakukan kajian (berupa struktur bangunan dan geologi) lebih lanjut terkait

konsep pondasi mengambang untuk memahami kelemahan dalam implementasinya, mekanisme

kegagalan serta penyesuaian lebih lanjut untuk perbaikan pengelolaan, dengan mengambil daerah

Gunungapi Merapi sebagai lokasi studi kasus.

Hasil kajian menunjukkan kerusakan sabodam pondasi mengambang dominan disebabkan oleh local

scouring, maka untuk mengurangi kedalaman lokal scouring yang mengakibatkan terjadinya

kegagalan bangunan sabodam dalam implementasinya sabodam dibangun secara seri dengan jarak

efisien antar sabodam dan pondasi yang lebih dalam. Berdasarkan investigasi lapangan, diketahui

bahwa proses geologi daerah penelitian menunjukkan kondisi yang mengindikasikan terjadinya

rembesan dan gerusan lokal yang mengurangi kekuatan struktur bangunan.

I. PENDAHULUAN

Letusan Gunung Merapi pada tahun 2010

dengan indeks vulkanik 4 (VEI 4), merupakan

letusan vulkanik terbesar sejak 1872, hal ini

berbeda dengan letusan yang terjadi

sebelumnya tahun 2006 dengan indeks yang

hanya (VEI 1) (Preece, 2014). Besarnya letusan

yang terjadi juga menghasilkan material

volkanik dengan jumlah yang sangat besar.

Banyaknya produk vulkanik yang terendapkan

pada daerah di sekitar puncak serta lereng-

lereng Gunung Merapi menimbulkan besarnya

potensi banjir lahar yang mungkin terjadi pada

tahun-tahun berikutnya (Gambar 1).

Permasalahan yang diakibatkan dari banjir

lahar tidak hanya berupa kerusakan sabodam

di aliran sungai, tetapi juga dapat

menghancurkan infrastruktur seperti jalan

nasional, jembatan, desa, pertanian serta

mengancam kehidupan manusia. Pada sungai-

sungai yang berhulu di puncak Gunung

Merapi, banjir lahar pasca letusan 2010 telah

mengakibatkan banyak kerusakan pada

bangunan Sabodam baik berupa rusaknya

bagian dari bangunan maupun sampai hancur

atau terbawa hanyutnya bangunan sabo (

Gambar 2). Dari bangunan sabo yang

mengalami banjir lahar, apabila dilihat dari

jumlah bangunan sabodam yang mengalami

kerusakan dalam satu sistem sungai, maka

kerusakan terbesar (jumlah rusaknya

sabodam) berada pada Kali Putih dengan 21

unit mengalami kerusakan dari 22 unit jumlah

total (Gambar 3).

Page 2: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

129

Prosentase total kerusakan bangunan

sabodam pada sistem sungai yang berhulu di

Gunung Merapi pasca letusan Gunung Merapi

2010 adalah sebesar 34,8 % dengan 8% sendiri

berada di aliran Kali Putih atau merupakan

bagian yang terbesar (Tabel 1).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari

dan mengetahui faktor-faktor penyebab

kerusakan yang terjadi pada bangunan sabo di

Kawasan aliran sungai Kali Putih Gunung

Merapi. Kegiatan penelitian berlokasi di

daerah Gunungapi Merapi di Kabupaten

Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

Kabupaten Klaten dan Magelang Propinsi Jawa

Tengah. Kali Putih merupakan sungai yang

terletak di sebelah Barat Daya yang memiliki

DAS seluas 26 km2, dengan panjang sungai

14,70 km mulai dari ketinggian ± 1.800 m dpl

sampai dengan ketinggian ± 200 m dpl hingga

bertemu dengan Kali Blongkeng.

II. GEOLOGI REGIONAL

Gunungapi strato Merapi berada pada 25-30

km arah utara dari Kota Yogyakarta Indonesia.

Gunungapi Merapi berada di atas zona

subduksi Jawa dengan komposisi sebagian

besar berupa basalt-andesite, pyroclastic flow,

lava, dan endapan lahar (Surono, dkk, 2011).

Berdasarkan peta geologi lembar Yogyakarta

pada Gambar 4. (Rahardjo dkk, 1977, Surono

dkk, 1994, dan JICA, 1990) geologi daerah

penelitian tersusun atas Formasi Endapan

Gunung Merapi Muda berupa lava dan

piroklastik dengan lapisan abu vulkanik.

Daerah di sekitar Kali Putih juga tersusun atas

lapisan abu yang berukuran halus dengan

warna yang bervariasi dari abu-abu terang

sampai coklat terang (Preece, 2014).

Gunungapi Merapi termasuk dalam jenis

gunungapi tipe strato. Selain dari bencana

primer letusan gunungapi juga memiliki

potensi bencana sekunder yang disebut banjir

lahar. Banjir lahar terdiri dari dua macam yaitu

banjir debris dan aliran dengan konsentrasi

yang tinggi (hyperconcentrayed flow). Aliran

ini mengandung sekitar 40-60% material

berupa aliran massa yang non-kohesif dan

bersifat lepas-lepas, memiliki gradasi yang

terbalik, dengan densitas yang rendah pada

bagian dasar). Selain itu, debris flows memiliki

sekitar 60-80% berupa konsentrasi material

vulkanik (Scott, 1988 dalam Surjono dan

Yufianto, 2011).

III. BANGUNAN SABODAM

Sabodam dibangun dengan fungsi untuk

mengendalikan sedimen dengan cara

menahan, menampung dan mengalirkan

sedimen. Tata letak pembangunan sabodam

di daerah gunungapi dilakukan pada daerah

produksi sedimen sampai dengan daerah

pengendapan sedimen. Di daerah tersebut

batuan dasar alur sungai sudah tertimbun

endapan hasil letusan gunungapi, sehingga

letaknya cukup dalam. Untuk itu pondasi

sabodam dibuat mengambang dengan

anggapan bahwa batuan pada pondasi

tersebut memiliki karakteristik yang cukup

keras. Sabodam ini dibangun secara seri

artinya bangunan yang satu mendukung

bangunan lainnya, dengan jarak tertentu yang

disyaratkan agar sabodam stabil dan aman

dari gerusan lokal (VSTC, 1985).

Pola pengendalian aliran lahar (sabodam)

memiliki perbedaan fungsi pada daerah yang

berbeda-beda. Daerah Gunungapi

berdasarkan pengendalian lahar di bedakan

menjadi tiga macam yaitu, daerah

pengendapan lahar, daerah transportasi lahar,

daerah sumber material lahar, dan daerah

puncak gunung. Jenis-jenis bangunan

Sabodam yang ada di Gunungapi Merapi

berjumlah 264 buah dengan tipe yang

berbeda-beda. Tipe yang berada untuk daerah

sumber material lahar adalah Sabodam, dam

konsolidasi, dan tanggul pengarah. Daerah

transportasi lahar memiliki tipe bangunan

Sabodam, dam konsolidasi, normalisasi sungai,

dan tanggul banjir. Kantong lahar, dam

konsolidasi, tanggul banjir, gronsil, dan

normalisasi sungai berada pada daerah

pengendapan lahar. Lokasi Bangunan Sabo di

Kali Putih ditunjukkan pada gambar 2. Jumlah

Page 3: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

130

bangunan sabodam yang ada pada sungai Kali

Putih adalah sebanyak 22 unit yang terbangun

pada ketinggian antara 850 m sampai dengan

ketinggian 270 m.

IV. METODOLOGI

Metode yang dilaksanakan pada penelitian ini

adalah desk study, pengumpulan dan

pengujian data primer, uji model hidraulik,

analisa dan penyusunan laporan.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan

cara survai dan kunjungan lapangan seperti

identifikasi kerusakan bangunan sabo dan

pengujian geofisika. Data sekunder

dikumpulkan dari beberapa instansi yang

terkait antara lain.

Uji model hidraulik dilakukan untuk

mengetahui prilaku bangunan sabo

berdasarkan kondisi tertentu dari banjir lahar

yang terjadi dalam skala laboratorium. Uji

model hidraulika dilakukan di Laboratorium

Hidraulika Balai Sabo dengan menggunakan

saluran kaca (flume) berukuran lebar 0,20 m x

panjang 6 m, dengan mengambil kasus ruas

sungai Kali Putih antara PU-D1 Mranggen, PU-

C11/12 Gemeng sampai dengan PU-C10

Ngepos, dengan rentang sepanjang ± 2 km.

Analisis dilakukan terhadap hasil pengambilan

data di lapangan dan hasil pengujian uji model

laboratorium. Identifikasi kerusakan Sabodam

di lapangan dilakukan berdasarkan orientasi

foto kerusakan sabodam pasca letusan 2010

dan interpretasi hasil kunjungan lapangan.

V. DATA DAN ANALISIS

A. Identifikasi Kerusakan Sabodam dan

Penyebab

Karakteristik letusan Gunungapi Merapi

umumnya disertai dengan luncuran awan

panas yang akibatnya menimbulkan kerusakan

hutan, ekosistemnya serta perubahan

morfologinya (Gambar 7). Tercatat kurang

lebih seluas 2.400 ha hutan Taman Nasional

Gunung Merapi mengalami kerusakan dari

total 6.410 ha luas hutan Taman Nasional

Gunung Merapi yang berada dalam wilayah

Kabupaten Magelang, Boyolali, Klaten dan

Sleman. Dampak dari kerusakan hutan dilihat

secara hidrologis akan berpengaruh terhadap

peningkatan aliran permukaan (surface runoff)

dan bertambahnya debit sungai karena

menurunnya jumlah hutan penutup lahan.

Peristiwa banjir lahar akan terjadi jika

terpenuhi tiga ketentuan yaitu tersedia

material endapan, curah hujan yang tinggi,

dan kelerengan yang cukup curam. Pada

musim hujan pasca erupsi 2010 sering terjadi

banjir lahar di daerah Kali Putih. Hal ini

dikarenakan kondisi di lokasi yakni

terendapkannya material hasil erupsi yang ada

dengan jumlah yang sangat besar dan masih

baru sehingga cukup mudah untuk terangkut

aliran. Kejadian banjir lahar pasca erupsi

Gunung Merapi 2010 mengakibatkan kerugian

yang cukup besar yaitu hancur dan hanyutnya

bangunan Sabodam di aliran Kali Putih.

Besarnya debit banjir lahar yang diperoleh

berdasarkan pengamatan tanda-tanda bekas

banjir pada Jembatan Ngepos Kali Putih

Januari 2011 sebesar 963 m3/det juga turut

mendukung kerusakan yang terjadi. Apabila

dibandingkan dengan debit banjir lahar

puncak untuk perencanaan bangunan

sabodam, nilai tersebut memiliki besaran nilai

yang sudah mendekati debit puncak yaitu

sebesar 946 m3/det (Data ini didapat dari

wawancara dengan Yachiyo Engineering

Consultant, 2014).

Identifikasi kerusakan di Daerah Kali Putih

dilakukan berdasarkan analisa foto dan

kunjungan lapangan dengan melakukan

pemeriksaan lebih detail mengenai kondisi di

lokasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

bagian mana pada Sabodam yang mengalami

kerusakan dan untuk melaksanakan studi

berikutnya menganalisa kejadian yang telah

terjadi.

Salah satu bangunan sabo yang diidentifikasi

kerusakannya adalah Sabo PU-D3. Jenis

kehancuran yang ditemui yaitu bangunan

pelindung yang terdiri dari sub dam, tembok

Page 4: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

131

tepi kiri-kanan, Sub Subdam, tembok tepi kiri-

kanan termasuk apron runtuh dan hanyut.

Selain itu, pondasi bangunan utama yaitu

maindam tergerus sedalam 21 m dari peluap

(Gambar 5).

Sabodam PU-D3 Salamsari dibangun tahun

1983 dengan material pasangan batu kali dan

beton. Data dimensi dan kerusakan sabodam

PU-D3 Salamsari disajikan dalam bentuk Tabel

2 sebagai berikut: Sabodam PU-D3 Salamsari

runtuh pada sub dam dan sub subdam, apron

dan tembok tepi kiri-kanan akibat banjir lahar.

Foto dan sketsa kerusakan sabodam PU-D3

Salamsari disajikan dalam Gambar 5. Dilihat

dari letaknya maka sabodam PU-D3 Salamsari

berada pada urutan bangunan No. 3 dari hulu

dari total 22 unit bangunan sabodam yang ada

di sistem sungai Kali Putih. Jarak antara

sabodam PU-D3 Salamsari dengan sabodam di

hilirnya yaitu PU-C14 Gejugan I sepanjang

1.033 m (Tabel 4).

Jumlah kerusakan sabodam Kali Putih

pasca erupsi Gunungapi Merapi 2010

adalah sebanyak 21 unit, dan 3 unit

diantaranya merupakan kerusakan

sabodam paling parah karena tubuh

sabodamnya sampai patah dan hanyut

yaitu sabodam PU-D1 Mranggen

(Tabel 3), sabodam PU-C11/12

Gremeng, dan sabodam PU-C10

Ngepos yang berturut-turut

merupakan sabodam No. 7, No. 8, dan

No. 9 dari hulu (Gambar 6). Dampak

dari keruntuhan sabodam tersebut

adalah hilangnya fungsi penahanan

material sedimen, sehingga terjadi

degradasi dasar sungai. Keseluruhan

data kerusakan yang diidentifikasi

pada bangunan Sabodam ditunjukkan

pada

Tabel 5.

Berdasarkan keseluruhan data kerusakan yang

diidentifikasi, dapat diketahui bahwa gerusan

lokal menjadi faktor yang signifikan dalam

menyebabkan rusaknya bangunan Sabo. Hal

ini dikarenakan terjadinya perlemahan

pondasi bangunan Sabodam. Dari data

spesifikasi dan dimensi bangunan sabodam

dengan kedalaman gerusan lokal yang terjadi

pada banjir lahar 2010, maka dibuat grafik

hubungan antara tinggi terjun dengan

kedalaman gerusan lokal di hilir sabodam.

Semakin tinggi terjunan maka semakin dalam

gerusan lokal yang terjadi, dengan persamaan

Y = 0,3281 X + 4,0329 (Gambar 8).

Jumlah material hasil erupsi Gunungapi

Merapi tahun 2010 yang terendapkan di

puncak gunung, lereng dan alur sungai-sungai

yang berhulu di Gunungapi Merapi adalah

sebanyak 140 juta m3 (Pusat Vulkanologi dan

Mitigasi Bencana Geologi, 2011). Dari 140 juta

m3 material hasil erupsi tersebut sebanyak 18

juta m3 terkonsentrasi di daerah hulu Kali

Putih (UGM, 2011).

Jumlah bangunan Sabodam yang ada di Kali

Putih adalah 22 unit dengan kapasitas

tampung hanya sebesar 2,58 juta m3, sehingga

perbandingan antara jumlah persediaan

material yang harus dikendalikan sabodam

dengan kapasitas tampung sabodam tidak

berimbang. Sabodam yang ada hanya mampu

menampung material berkisar 1/7 (14,33%)

dari jumlah material yang terkonsentrasi di

hulu Kali Putih. Material tersebut masih

bersifat lepas karena letusan 2010 terjadi pada

26 Oktober 2010 saat memasuki musim

penghujan, sehingga sangat mudah terangkut

oleh aliran banjir.

Peristiwa degradasi dasar sungai akibat

keruntuhan salah satu sabodam

mengakibatkan efek terganggunya kestabilan

sabodam yang lain, yang sering disebut

dengan efek domino. Hal ini, karena sistem

kerja sabodam adalah saling mendukung dan

melengkapi antara sabodam yang satu dengan

Page 5: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

132

yang lainnya dalam satu sistem seri / deret

sabodam. Disamping itu perlemahan stabilitas

sabodam juga diperbesar dengan adanya

aktifitas penambangan galian golongan C yang

melebihi batas ketersediaan sedimen suplai

dari hulu, serta terkadang penambangan

dilakukan pada tempat-tempat yang dilarang.

Hal ini terjadi karena terbatasnya ruang yang

bisa ditambang kalau jarak antar sabodam

cukup dekat. Untuk mengantisipasi penurunan

stabilitas yang membahayakan keamanan

sabodam maka pemerintah kabupaten

Magelang melarang penambangan galian

golongan C yang menggunakan alat berat.

Aktivitas penambangan material galian

golongan C sesungguhnya diperlukan untuk

menyediakan ruang tampungan untuk

menampung sedimen pada letusan

berikutnya, dengan catatan apabila dilakukan

pada tempat yang dianjurkan yaitu pada lokasi

hulu sabodam di area tampungan mati (dead

storage) atau volume yang terkendali dengan

batas tentu tidak terlalu dekat dengan

bangunan baik Sabodam maupun tanggul

serta tidak melebihi volume suplai (Gambar 9).

Penambangan yang melebihi volume suplai

sedimen dari hulu akan berpengaruh terhadap

perubahan morfologi sungai dan menurunnya

kualitas lingkungan. Gangguan terhadap

lingkungan dapat berupa adanya suara bising,

debu, asap truk, dan lain-lain. Di sisi lain

aktivitas penambangan juga akan menambah

penghasilan masyarakat, sehingga adanya

suplai sedimen dari aktivitas Gunungapi

Merapi juga merupakan berkah, karena

memiliki kualitas yang cukup baik untuk bahan

bangunan.

material dasar sungai pembentuk alur sungai

merupakan bentukan endapan material hasil

erupsi yang tersusun secara acak mengikuti

besaran debit pengangkutnya. Material

dengan ukuran besar akan terangkut ketika

debit banjir besar dan material ukuran kecil

akan terangkut meskipun debit yang mengalir

hanya kecil. Susunan material dasar sungai

terdiri dari abu vulkanik, lanau, pasir, kerikil

dan batu. Abu vulakanik dan lanau apabila

bercampur dengan air akan meningkatkan

kekentalan aliran dan material jenis pasir dan

kerikil apabila terangkut aliran akan

menggelinding mirip roda yang memperingan

penggeseran, hal ini yang menyebabkan batu-

batu besar dapat terangkut dan bahkan

mengapung dipermukaan aliran.

Dominasi material dengan diameter kecil yang

diperlihatkan pada uji laboratorium

menunjukkan bahwa endapan hasil erupsi

Gunungapi Merapi yang terakumulasi di hulu

Kali Putih lebih banyak berupa abu vulkanik,

sedang batu ukuran besar sedikit terangkut

yang diperkirakan merupakan hasil longsoran

ataupun erosi dari endapan lama. Diameter

rata-rata butiran di lokasi penelitian yaitu

10,40 mm atau berukuran halus.

Aktivitas penambangan bahan galian golongan

C di Kali Putih wilayah Desa Argosoka

Mranggen setiap hari terdiri dari jumlah truk

yang beroperasi sebanyak 50 unit dan rata-

rata setiap hari dapat mengangkut 1 sampai

dengan 2 kali dengan volume sekali angkut 7

m3. Maka volume material bahan galian

golongan C yang ditambang = 50 unit truk x 2

kali per hari x 7 m3 = 700 m3/hari. Dan dalam

setahun = 700 m3 x 365 hari = 255.500

m3/tahun.

B. Pengujian Geolistrik

Pengujian ini dilakukan di lokasi PU-D1

Mranggen, Kabupaten Magelang dengan

tujuan untuk mengetahui besaran Ohm atau

nilai tahanan listrik pada bagian bawah

bangunan sabo. Besaran Ohm yang terdapat

pada bagian bawah bangunan sabo dapat

diinterpretasikan sebagai perkiraan kondisi

litologi dan kondisi air di bawah permukaan.

Pengujian dilakukan dengan dua (line) survey

yaitu pada bagian hulu dan hilir bangunan

sabo (Gambar 10). Panjang lintasan dan spasi

elektroda yang diaplikasi pada survey

geolistrik disesuaikan dengan kondisi dan

lebar dari sungai (Kali Putih). Panjang lintasan

akan menentukan kedalaman survey,

Page 6: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

133

sedangkan resolusi hasil dari survey

ditentukan oleh spasi elektroda yang ada.

Pada line di bagian hulu, lintasan memiliki

panjang 30 meter dengan kedalaman

maksimum yaitu ±6 meter. Lintasan ini

dilakukan dengan spasi antar elektroda 2

meter sehingga resolusi yang diharapkan

sebesar 1 meter. Survey dilakukan dengan

lintasan melintang sungai (Kali Putih) atau

sejajar dengan bangunan sabo yang ada.

Daerah dengan litologi berupa hasil produksi

gunung api umumnya relatif memiliki nilai

resistivitas yang tinggi. Sedangkan adanya

pengaruh air dapat mengakibatkan nilai

resistivitas relatif rendah.

Litologi yang terdapat pada permukaan dasar

kali adalah berupa soil lepas hasil transportasi

yang bercampur dengan gravel-gravel hasil

transport. Hasil yang diperoleh dari geolistrik

di hilir bangunan sabo menunjukkan kisaran

nilai tahanan jenis antara 90-500 Ohm meter

(Gambar). Daerah dengan bentuk relatif

sirkular dengan resistivitas yang tinggi, 400 –

450 Ohm meter (warna merah)

diinterpretasikan sebagai bongkah yang

berada di bawah permukaan. Variasi nilai

ditemukan pada hasil resistivitas di line

pengukuran di hilir bangunan sabo. Nilai

resistivitas yang relatif rendah 100 – 130 Ohm

meter pada bagian sebelah kiri lintasan

menunjukkan adanya kemungkinan pengaruh

aliran air Kali Putih.

Kajian Hidraulik

Kajian hidraulika dilakukan untuk mengetahui

perilaku aliran lahar dan mengetahui

kedalaman gerusan lokal yang terjadi di

Sabodam. Pelaksanaan uji model hidraulika

dilakukan di laboratorium dengan

menggunakan saluran kaca (flume) dengan

ukuran lebar 20 cm, tinggi 40 cm dan panjang

600 cm. Hal yang mendasari pengujian

hidraulik tersebut adalah karena parameter

yang diamati adalah besarnya gerusan lokal di

hilir Sabodam yang sifat perubahannya hanya

kearah vertikal saja.

Variasi besar debit diambil sebesar 550

m3/detik, 500 m3/detik, dan 450 m3/det.

Besarnya variasi debit ditentukan berdasarkan

debit desain sabodam Kali Putih PU-D1 yaitu

sebesar 530 m3/det. Dari survai lapangan

besarnya kemiringan dasar sungai Kali Putih

pada ruas antara PU-C10 Ngepos sampai

dengan PU-D5 Salamsari berkisar antara 3,4 %

~ 5,4 %, sehingga pada uji model hidraulika

gerusan lokal ini diambil variasi kemiringan

dasar sungai (I) sebesar 7 %, 6 %, dan 5 %.

Sedangkan besarnya konsentrasi sedimen (Cd)

diambil sebesar 5 % dan 2,5 %. Serta untuk

mengetahui besarnya pengaruh kedalaman

gerusan lokal yang merupakan fungsi dari

ketinggian sabodam, maka tinggi bangunan

sabodam dibuat variasi yaitu 11 m, 9 m, dan 7

m. Pelaksanaan uji model hidraulika dibuat

skenario sebagai berikut: Uji model hidraulika

dibuat dalam 2 kelompok, kelompok 1

memiliki jarak antar bangunan sabodam 200

m dan kelompok 2 dengan jarak antar

bangunan sabodam 300 m. Tiap kelompok

terdiri dari 3 sub kelompok yaitu sub

kelompok tinggi bangunan sabodam 11 m, 9

m, dan 7 m. Tiap sub kelompok dibagi dalam 3

bagian ruas kemiringan yaitu 7 %, 6 %, dan 5

%. Pada masing-masing ruas kemiringan

diberikan besaran debit 550 m3/det, 500

m3/det, dan 450 m3/det dan konsentrasi

sedimen 2,5 % dan 5 % dengan pengaliran

dalam sekali running selama 10 menit.

Perubahan penurunan dan kenaikkan dasar

sungai yang terjadi diukur setelah berakhir

waktu running untuk mengetahui perilaku dan

dampak dari setiap skenario perlakuan.

Hasil uji model hidraulika gerusan lokal dari

hasil pelaksanaan uji model hidraulika

sebanyak 54 seri, maka diperoleh hasil sebagai

berikut:

1. Untuk jarak antar bangunan sabodam

200 m, tinggi sabodam 11 m dengan

konsentrasi sedimen 5 %, dan kemiringan

dasar mulai dari 7 % berangsur mengecil

sampai dengan 5 % terjadi gerusan kecil

dan lambat laun berubah terjadi

Page 7: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

134

sedimentasi apabila debit semakin

berkurang.

2. Untuk jarak antar bangunan sabodam

200 m, tinggi sabodam 9 m sampai dengan

7 m dengan konsentrasi sedimen 2,5 %,

dan kemiringan dasar sungai mulai 7 %

berangsur mengecil sampai dengan 5 %

dominan terjadi gerusan besar sampai

mencapai kedalaman 11,2 m panjang 31 m.

3. Untuk jarak antar bangunan sabodam

300 m, tinggi sabodam 11 m sampai

dengan 7 m dan konsentrasi sedimen 2,5 %

secara konsisten terjadi gerusan yang

cukup dalam untuk kemiringan 7 % dan

kedalaman gerusan berkurang untuk

kemiringan dasar yang agar landai.

C. Mekanisme Kejadian Banjir Lahar

Berdasarkan kegiatan di lapangan dan

laboratorium dapat diketahui mekanisme

kejadian banjir lahar yang menyebabkan rusak

dan hancurnya bangunan sabo. Banjir lahar

yang membawa material debris dengan

konsentrasi yang tinggi dengan cepat akan

memenuhi tampungan sedimen yang ada.

Indikasi rembesan yang terjadi pada bagian

bawah bangunan sabo yang terjadi

sebelumnya akan mengurangi kekuatan

struktur bangunan (Balai Sabo, 2014). Hal ini

terutama terjadi apabila rembesan tersebut

membawa material-material. Banjir lahar yang

terjadi yang disebabkan oleh cepatnya aliran

akan menyebabkan tergerusnya bagian di hilir

bangunan sabo sehingga menyebabkan

lemahnya konstruksi bangunan tersebut.

Gerusan lokal yang terjadi akan membuat

bangunan sabo mengalami penurunan

kekuatan structural (Balai Sabo, 2014).

Pelemahan kondisi struktural dan besarnya

banjir lahar menyebabkan bangunan sabo

akan runtuh dan hanyut terbawa (Gambar 11).

VI. KESIMPULAN

- Kedalaman pondasi sabodam sebelum

erupsi Gunungapi Merapi 2010 berkisar 4

s/d 7 m. Berdasarkan analisis, setelah

erupsi Gunungapi Merapi 2010

kedalaman gerusan lokal yang terjadi

berkisar 1,4 s/d 9 m. Hal ini menunjukkan

bahwa Bangunan Sabo sebaiknya

dibangun secara seri dan memerlukan

pondasi yang lebih dalam dibandingkan

dengan kondisi yang ada sekarang.

- Kerusakan Sabodam terparah cenderung

terjadi pada Sabodam di daerah hulu,

mengingat gradasi material yang

terangkut oleh banjir lahar di daerah hulu

berupa batu-batu besar. Disamping itu

kemiringan sungai daerah hulu juga

curam, sehingga kecepatan dan energi

aliran lahar besar.

- Uji model hidraulik dilakukan dengan

menghasilkan kedalaman gerusan lokal

yaitu 11,2 meter sedangkan gerusan lokal

yang ada dilapangan yaitu sedalam 21

meter. Ketidaksesuaian terjadi

kemungkinan dikarenakan terjadinya

perbedaan kondisi yang diterapkan dalam

model (baik berupa komposisi aliran,

bangunan Sabo dan kondisi di lapangan).

- Hasil pengujian geolistrik menunjukkan

kondisi bawah permukaan yang memiliki

karakteristik yaitu memiliki kandungan air

memungkinkan terjadinya rembesan.

- Hal yang menyebabkan terjadinya

kerusakan atau hancurnya bangunan

Sabodam di Kali Putih adalah besarnya

banjir lahar, produk vulkanik letusan yang

melimpah, gerusan lokal, dan indikasi

rembesan pada daerah Bangunan Sabo.

VII. ACKNOWLEDGEMENT

Terima kasih disampaikan kepada seluruh tim

peneliti Balai Sabo yaitu Ir. Chandra Hassan,

Dipl, HE, M.Sc, Ir. Sadwandharu, Sp, F. Tata

Yunita, ST, MT , M.Sc dengan bimbingan Drs.

Suwarno, Ir. Chandra Hassan, Dip. HE, M.Sc,

Drs. Sutikno, Dip. H, C. Bambang Sukatja, ST,

M.Sc. serta didukung oleh semua anggota dan

Page 8: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

135

pihak yang terkait. Kepada semua pihak yang

telah mendukung tersusunnya penelitian ini

disampaikan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Sabo, 2014, Kajian Konsep Pondasi Mengambang Pada Bangunan Sabo, Badan Litbang, Kementerian Pekerjaan Umum

Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak. 2011. Dokumen Program Pengendalian Lahar Gunung Merapi Tahun Anggaran 2011. Yogyakarta.

Gertisser, R., Charbonnier, S.J., Troll, V.R., Keller, J., Preece, K., Chadwick, J.P., Barclay, J., Herd, R.A., 2011. Merapi (Java, Indonesia): anatomy of a killer volcano. Geology Today 27, 57-62.

Preece, K., J., 2014, Transitions between effusive and explosive activity at Merapi volcano, Indonesia: a volcanological and petrological study of the 2006 and 2010 eruptions,

Surono, Jousset, P., Pallister, J., Boichu, M., Buongiorno, M.F., Budisantoso, A., Costa, F., Andreastuti, S., Prata, F., Schneider, D., Clarisse, L., Humaida, H., Sumarti, S., Bignami, C., Griswold, J., Carn, S., Oppenheimer, C., Lavigne, F., 2012. The 2010 explosive eruption of Java’s Merapi volcano – A ‘100-year’ event. Journal of Volcanology and Geothermal Research 241-242, 121-135.

Rahardjo, W., Sukandarrumidi, Rosidi, H. M. D., 1977, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Direktorat Geologi

Scott, K. M. (1988) Origin Behaviour and Sedimentology of Lahars and Lahars Runout Flows in Toutle-Cowlitz River System: USGS Professional Papers.

Surjono, S., S., Yufianto, A., 2011, Geo- disaster Laharic Flow along Putih River, Central Java, Indonesia, Journal of South East Asian Applied Geology (pp) 103-110

UGM. 2011. Prosiding Simposium Bencana Merapi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

VSTC. 1985. Perencanaan Bangunan Pengendali Sedimen. Volcanic Sabo Technical Centre. Yogyakarta.

TABEL

Tabel 1. Kerusakan Sabodam di beberapa aliran sungai No Sistem sungai Jumlah Sabodam Jumlah Kerusakan Sabodam

1. Kali Apu 5 unit 5 unit (100%)

2. Kali Putih 22 unit 21 unit (95,5%)

3. Kali Kuning 15 unit 14 unit (93,3%)

Tabel 2. Data dan Kerusakan Sabodam di Kali Putih PU-D3 Dam Utama Sub Dam Sub Sub Dam

Tinggi 10,5 m Tinggi 3,5 m Tinggi -- m

Lebar Crest 3,00 m Lebar Crest 2,0 m Lebar Crest -- m

Panjang 84,6 m Panjang 30,0 m Panjang -- m

Jenis kerusakan Bangunan pelindung yang terdiri dari sub dam, tembok tepi kiri-kanan, Sub Subdam, tembok tepi kiri-kanan termasuk apron runtuh dan hanyut, serta pondasi bangunan utama yaitu maindam tergerus sedalam 21 m dari peluap.

Tabel 3. Data dan Kerusakan Sabodam di Kali Putih PU-D1 Dam Utama Sub Dam Sub Sub Dam

Tinggi 7,5 m Tinggi 4,0 m Tinggi 4,0 m

Lebar Crest 3,0 m Lebar Crest 2,0 m Lebar Crest 2,0 m

Panjang 53,0 m Panjang 30,0 m Panjang 30,0 m

Jenis kerusakan Maindam, subdam, apron, tembok samping kiri dan kanan runtuh total dan hanyut.

Page 9: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

136

Tabel 4. Jarak antar sabodam pada Kali Putih dan kedalaman gerusan lokal

Tabel 5. Data Kerusakan di Sabodam Kali Putih

No Nama Sabodam Jenis Kerusakan

1 PU-D1 Mranggen Maindam, subdam, apron, tembok samping kiri dan kanan runtuh total dan hanyut.

2 PU-D2 Mranggen Pondasi Sub Sub Dam runtuh akibat tergerus sedalam 9 m panjang 25 m.

3 PU-D3 Salamsari Bangunan pelindung yang terdiri dari sub dam, tembok tepi kiri-kanan, Sub Subdam, tembok tepi kiri-kanan termasuk apron runtuh dan hanyut, serta pondasi bangunan utama yaitu maindam tergerus sedalam 21 m dari peluap.

4 PU-D4 Salamsari Pondasi Sub Sub Dam tergerus sedalam 8 m.

5 PU-D5 Salamsari Peluap maindam terabrasi, lantai apron, tembok tepi dan subdam runtuh dan hanyut.

6 PU-C14 Gejugan Bangunan pelindung tebing kiri di hulu maindam rusak sebagian, mercu peluap maindam terabrasi tidak terlalu dalam, dan tembok tepi kanan pelindung tebing runtuh akibat pembelokan arah aliran. Namun bangunan Utama Sabodam cukup baik.

7 PU-C13 Gejugan II Bangunan pelindung tebing kiri di hulu maindam rusak sebagian, mercu peluap maindam terabrasi tidak terlalu dalam, dan tembok tepi kanan pelindung tebing runtuh akibat pembelokan arah aliran. Namun bangunan Utama Sabodam cukup baik.

8 PU-C11/12 Gremeng Maindam, subdam, apron, tembok samping kiri dan kanan runtuh total dan hanyut.

9 PU-C10 Ngepos Maindam runtuh, kemudian terjadi degradasi dasar sungai.

10 PU-C9 Cabe Lor Lantai apron dan subdam rusak.

GAMBAR

Gambar 1 Sejarah Endapan Letusan Gunung Merapi (Gertisser et al., 2011 dalam Preece, 2014)

No Dari Ke Jarak (km) Tinggi Terjun (m)

Kedalaman Gerusan Lokal (m)

1 PU-D5 PU-D4 0,675 -

2 PU-D4 PU-D3 1,197 16,5 8

3 PU-D3 PU-C14 1,033 10 21

4 PU-C14 PU-C13 0,772 8,5 8,5

5 PU-C13 PU-D2 1,471 4,7

6 PU-D2 PU-D1 1,227 12,6 9

7 PU-D1 PU-C11/12 0,791 16,4 7,2

8 PU-C11/12 PU-C10 0,890 9,5 6,4

9 PU-C10 PU-C9 0,696 -

10 PU-C9 PU-RD1 0,843 8 5.5

11 PU-RD1 PU-RD2 0,400 5,8 -

12 PU-RD2 PU-RD3 0,648 5,8 -

13 PU-RD3 PU-RD4 0,434 5 -

14 PU-RD4 PU-RD5 0,375 3,5 -

15 PU-RD5 PU-C8A 1,593 3,5 5,25

16 PU-C8A PU-RD6 0,304 3,75 1,4

17 PU-RD6 PU-RD7 0,299 -

18 PU-RD7 PU-C8 1,518 5 -

19 PU-C8 PU-C2 3,970 2 -

20 PU-C2 PU-C0 5,701 -

21 PU-C0 PU-GS Gebayan 6,476 6,5 -

Page 10: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

137

Gambar 2 Foto Kerusakan Sabodam PU-D3 Salam-sari

Gambar 3. Peta Sebaran Kerusakan Bangunan Sabo

Sumber : PPK Penanggulangan Lahar Gunung Merapi Yogyakarta, 2011.

21 m

.

Page 11: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

138

Gambar 4 Peta Geologi Regional Yogyakarta (Raharjo dkk, 1995, Surono dkk, 1994, JICA, 1990)

R

u

n

t

u

h

A

b

r

a

s

i

View

M

ai

n

Da

m

Long

Section Abrasi

Abrasi

Sisa

runtuhan.

S

c

o

u

r

i

n

g

Runtuh

2

1

,

0

0

m Runtuh

A

b

r

a

s

i

Gambar 5 Sketsa kerusakan Sabodam PU-D3 Salamsari

Page 12: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

139

y = 0,3473x + 4,6027R² = 0,0928

0

5

10

15

20

25

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Ked

alam

an G

eru

san

loka

l, D

(m

)

Tinggi terjun, Δh (m)

Grafik Hubungan Tinggi Terjun VS Gerusan Lokal

Gambar 7 Perubahan morfologi puncak Gunungapi Merapi sebelum dan sesudah letusan 2010 dengan kedalaman kawah baru sedalam 200 m (Surono, dkk, 2012)

A = 9.50 m

B = 3.00 m

C = 2.20

m Gambar 6 Foto Kerusakan Sabodam PU-D1 Mranggen

Gambar 8. Grafik Hubungan Tinggi Terjun dan Gerusan Lokal

Page 13: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

140

Gambar 10. Hasil pengujian geolistrik di daerah PU-D1

Gambar 9 Aktivitas penambangan bahan galian Gol. C (Balai Sabo, 2014)

Page 14: KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI SEDIMEN …repository.ugm.ac.id/135425/1/GEO31 KERUSAKAN BANGUNAN PENGENDALI... · kerusakan dalam satu sistem sungai, maka kerusakan terbesar (jumlah

PROCEEDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage

15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

141

Gambar 11. Proses mekanisme banjir lahar pada bangunan Sabo