analisis lahan

37
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, pada umumnya kawasan perkotaan saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat, hal ini ditunjukan dari meningkatnya intensitas kegiatan pembangunan fisik baik di pusat dan daerah-daerah. Dengan kegiatan pembangunan tersebut dimaksudkan mampu mendorong perkembangan daerah secara merata. Pembangunan fisik perkotaan tersebut merupakan langkah untuk memaksimalkan potensi-potensi daerah yang belum tergali dan meningkatkan laju pertumbuhan terutama di daerah yang tertinggal. Meskipun dalam realisasinya pembangunan tersebut belum dilaksanakan secara optimal, selain pembangunan belum terlaksana secara keseluruhan melingkupi daerah-daerah perbatasan tetapi pembangunan saat ini juga belum memperhatikan pembangunan daerah yang berkarakter sesuai dengan karakteristik sosial, budaya, lingkungan masing-masing daerah. Seiring berlangsungnya kegiatan pembangunan daerah untuk memajukan laju pertumbuhan di daerah tersebut dapat menimbulkan permasalahan baru apabila pembangunan tersebut tidak dilakukan dengan beberapa kajian 1

Upload: aulia-irawan

Post on 19-Feb-2016

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

analisis tentang tata guna lahan permukiman

TRANSCRIPT

Page 1: analisis lahan

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, pada umumnya kawasan perkotaan saat ini telah mengalami

perkembangan yang pesat, hal ini ditunjukan dari meningkatnya intensitas kegiatan

pembangunan fisik baik di pusat dan daerah-daerah. Dengan kegiatan pembangunan

tersebut dimaksudkan mampu mendorong perkembangan daerah secara merata.

Pembangunan fisik perkotaan tersebut merupakan langkah untuk memaksimalkan

potensi-potensi daerah yang belum tergali dan meningkatkan laju pertumbuhan

terutama di daerah yang tertinggal. Meskipun dalam realisasinya pembangunan

tersebut belum dilaksanakan secara optimal, selain pembangunan belum terlaksana

secara keseluruhan melingkupi daerah-daerah perbatasan tetapi pembangunan saat ini

juga belum memperhatikan pembangunan daerah yang berkarakter sesuai dengan

karakteristik sosial, budaya, lingkungan masing-masing daerah.

Seiring berlangsungnya kegiatan pembangunan daerah untuk memajukan laju

pertumbuhan di daerah tersebut dapat menimbulkan permasalahan baru apabila

pembangunan tersebut tidak dilakukan dengan beberapa kajian perencanaan yang

matang yaitu dengan perencanaan kota secara berkelanjutan. Perencanaan

berkelanjutan diperlukan untuk menciptakan kota yang ideal, dimana kota yang ideal

memiliki kebutuhan tata guna lahan yang proposional antara lahan terbangun dengan

lahan non terbangun.

Lahan terbangun merupakan penggunaan lahan yang memiliki karakteristik

sebagai sarana dan prasarana perkotaan terdiri dari perkantoran, perdagangan dan

jasa, central business district (CBD), industri, pendidikan, kesehatan, permukiman,

dan lain-lain. Sedangkan lahan non terbangun merupakan penggunaan lahan memiliki

karakteristik sebagai ruang terbuka. Menurut Chafid Fandeli (2004) ruang terbuka

merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan

lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawaan hijau hutan kota,

1

Page 2: analisis lahan

2

kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olah raga, kawasan hijau

pekarangan. RTH menjadi bagian dari ruang terbuka diklasifikasikan berdasarkan

status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya.

Mengacu pada pedoman Undang-undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007

bahwa standart kebutuhan luas ruang terbuka minimal yaitu 30%. Terpenuhinya

standart minimal luas ruang terbuka 30% di perkotaan dapat berfungsi untuk

menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan

keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan

ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat

meningkatkan nilai estetika kota (Hakim, 2004). Selain itu manfaat ruang terbuka

untuk meningkatkan kualitas dan kelangsungan kehidupan perkotaan sebagai

identitas kota, ruang terbuka berperan penting dalam mengendalikan dan memelihara

integritas dan kualitas lingkungan. Namun, pada kenyataannya kegiatan

pembangunan saat ini menimbulkan permasalahan baru berdampak negatif terhadap

eksistensi ruang terbuka yang semakin berkurang dan terpinggirkan, pembangunan

dilaksanakan dengan tidak memperhatikan proposional standart minimal ruang

terbuka kota 30%.

Penurunan kualitas lingkungan terjadi di sebagian besar kota-kota yang

sedang berkembang di Indonesia, dengan kegiatan pembangunan yang tinggi tanpa

memperhatikan proposi lahan non terbangun berupa ruang terbuka keberadannya

semakin terpinggirkan bahkan diabaikan fungsi dan manfaatnya. Ruang terbuka yang

ada sebagian besar telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan dan kawasan

permukiman. Oleh karena itu, apabila kota yang tidak memiliki syarat minimal luas

ruang terbuka 30% maka akan berdampak negatif yaitu terjadinya penurunan tingkat

kenyamanan kota, kemanan kota, dan mengurangi nilai estetika kota.

Saat ini, salah satu kegiatan pembangunan yang terus berlangsung yaitu

pembangunan kawasan permukiman. kawasan pinggiran kota (peri urban) dan

perbatasan kota (sub urban) seringkali mengalami pergeseran pemanfaatan lahan non

terbangun menjadi lahan terbangun kawasan permukiman dikarenakan harga lahan

relatif terjangkau dan memiliki luas lahan yang cukup untuk dikembangkan

Page 3: analisis lahan

3

dibanding dengan lahan pusat kota yang bernilai tinggi dan padat, oleh karena seiring

berlangsungnya peruntukan kawasan permukiman tersebut berdampak negatif

terhadap eksistensi luas ruang terbuka yang semakin berkurang. Menurut Sujarto,

1985 dalam Untoro, 2006 bahwa kegiatan pembangunan fisik yang dilakukan terus

menerus, berbanding terbalik dengan luas lahan ruang terbuka yang bersifat terbatas

dan tidak bisa ditambah kecuali dengan kegiatan reklamasi.

Pada dasarnya, dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan kawasan

permukiman merupakan langkah strategi yang diterapkan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat untuk bertempat tinggal seiring jumlah pertumbuhan penduduk yang terus

meningkat setiap tahunnya diwilayah perkotaan. Pertumbuhan penduduk cenderung

meningkat di kota-kota besar di Indonesia terutama di pulau Jawa. Pertumbuhan

penduduk kota tersebut meliputi laju urbanisasi, migrasi, dan tingkat kelahiran tinggi.

Berdasarkan sumber data pertumbuhan penduduk di Badan Pusat Statistika (BPS) dan

Badan Perencanaaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) diketahui presentase

jumlah penduduk di Indonesia tahun 2010 yaitu 238.518.000 jiwa, dan proyeksi

penduduk pada tahun 2015 meningkat menjadi 255.461.700 jiwa.

Kota Semarang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah, sebagai kota

Metropolitan mampu melatar-belakangi perkembangan kota dengan pesat.

Perkembangan Kota Semarang terlihat dari tingginya kegiatan pembangunan fisik

saat ini, letak geografisnya yang strategis menghubungkan antara kota Kendal,

Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga mampu meningkatkan

potensi Kota Semarang sebagai kota perdagangan dan jasa baik dari sektor pelabuhan

dan darat. Pembangunan fisik terlihat dari beberapa kegiatan pembangunan, seperti

peningkatan infrastruktur jalan dan sarana prasarana untuk menunjang aktivitas

perkotaan.

Kegiatan pembangunan yang terus berjalan secara langsung mempengaruhi

perubahan lahan yaitu berkurangnya lahan non terbangun, dimana lahan non

terbangun identik dengan daerah pinggiran (peri urban) yang didominasi sebagai

lahan pertanian. Perkembagan Kota Semarang sudah mengarah ke pinggiran kota

(peri urban) khususnya yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman. Seperti

Page 4: analisis lahan

4

yang diungkapkan oleh Rahayu (2009) terkait dengan penggunaan lahan, di daerah

penggiran merupakan wilayah yang banyak mengalami perubahan lahan terutama

perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian. Diketahui proporsi penggunaan

lahan terbangun kawasan permukiman di Kota Semarang tahun 2006 sebesar 28,2%

dan tahun 2011 sebesar 35,4% yang lebih besar terkonsentrasi di pusat kota. Oleh

karena itu, desakan kebutuhan lahan di daerah pinggiraan dalam pembangunan

kawasan permukiman tersebut dikarenakan keterbatasan lahan di pusat kota yang

sudah padat dan harga lahan tinggi, selain itu juga diikuti pengaruh dari laju

pertumbuhan penduduk yang tinggi. Pertumbuhan penduduk di Kota Semarang

dipengaruhi oleh kaum migran menetap dan tingkat kelahiran yang tinggi. Diketahui

pertumbuhan penduduk Kota Semarang tahun 2011 mencapai 1.544.358 jiwa (Kota

Semarang dalam angka, 2011).

Berdasarkan gambaran permasalahan tersebut, dalam implementasi kegiatan

pembangunan seharusnya terlebih dahulu perlu mengkaji kembali Perda Kota

Semarang No 13 tahun 2004 tentang RDTRK sesuai dengan fungsi BWK dan

berpedoman pada Undang-Undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007 tentang

standart kebutuhan luas RTH perkotaan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi

dampak terjadinya perubahan lahan yang dapat menimbulkan permasalahan baru

terhadap eksistensi luas lahan non terbangun ruang terbuka semakin berkurang dan

mengancam keseimbangan lingkungan Kota Semarang.

Pada penelitian ini yang berjudul “Perkembangan Kawasan Permukiman

Akibatnya Terhadap Ruang Terbuka Di Kota Semarang”, fokus yang dilakukan

yaitu : 1) mengetahui pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap

proporsi ruang terbuka di Kota Semarang, 2) mengetahui percepatan proyeksi

perubahan lahan per Kecamatan di Kota Semarang tahun 2006 – 2020, 3)

merumuskan penerapan kebijakan ruang terbuka 30% (sampel di Kecamatan

Tembalang). Teknik identifikasi perubahan lahan dilakukan dengan cara digitasi

manual peta citra tahun 2006, 2011, diintegrasikan dengan penggunaan fungsi

digitasi on screen menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang

kemudian di overlay perubahan lahan di Kota Semarang. Hasil dari penelitian ini

Page 5: analisis lahan

5

diharapkan dapat menjadi masukan pemerintah dalam proses pengendalian

penggunaan lahan Kota Semarang kedepannya.

1.2 Perumusan Masalah

Kota Semarang telah mengalami perkembangan pesat, terlihat dari tingginya

kegiatan pembangunan yang berlangsung sampai saat ini. Kegiatan pembangunan

tersebut merupakan langkah untuk meningkatkan sarana dan prasarana guna

menunjang beberapa aktivitas perkotaan di Kota Semarang. oleh karena itu seiring

meningkatnya kegiatan pembangunan di Kota Semarang berdampak pada pola

pemanfaatan lahan, dimana kegiatan pembangunan tersebut lebih sering

memanfaatkan lahan non terbangun berupa ruang-ruang terbuka, sehingga kegiatan

pembangunan tersebut berperan aktif yang mempengaruhi adanya perubahan lahan.

Perkembangan Kota Semarang, dalam kegiatan pembangunan kawasan

permukiman merupakan langkah strategi untuk menyediakan tempat tinggal

masyarakat Kota Semarang, seiring pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi terdiri

dari angka kelahiran dan kaum migran yang menetap.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka perlu diteliti

kontribusi pertumbuhan jumlah penduduk terhadap perkembangan kawasan

permukiman yang menyebabkan terjadinya perubahan lahan non terbangun menjadi

lahan terbangun di Kota Semarang. Kebutuhan data dasar yang digunakan untuk

melakukan identifikasi dan analisis yaitu data kependudukan Kota Semarang dan peta

citra Kota Semarang tahun 2006, dan 2011.

Page 6: analisis lahan

6

Banyumanik

Candisari

Gajahmungkur

Gayamsa

ri

Genuk

GunungpatiMije

n

Ngaliyan

Pedurungan

Semarang Selatan

Semarang Tengah

Semarang Timur

TembalangTugu

Semarang Barat

Semarang utara0

4000080000

120000160000200000

Pertumbuhan Penduduk

Penduduk 2006 Penduduk 2011

Sumber : Kota Semarang Dalam Angka, 2006 dan 2011

Gambar I.1Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang

Berdasarkan grafik pertumbuhan penduduk Kota Semarang diketahui bahwa

jumlah penduduk tahun 2006 yaitu 1.434.025 jiwa dan jumlah penduduk tahun 2011

yaitu 1.544.358 jiwa dengan percepatan 1,49%. Ditinjau berdasarkan jumlah

penduduk tiap Kecamatan diketahui bahwa terdapat Kecamatan yang mengalami

peningkatan dan penurunan, Kecamatan Mijen pada tahun 2011 mengalami

peningkatan tertinggi yaitu 54.875 jiwa (3,93%), sedangkan Kecamatan Semarang

Timur pada tahun 2011 mengalami penurunan yaitu 79.615 jiwa (-0,78%).

Terlihat pertumbuhan penduduk di Kecamatan di daerah pinggiran (peri

urban) lebih tinggi dibanding dengan Kecamatan di pusat kota bahkan juga

mengalami penurunan jumlah penduduk. Meskipun rata-rata jumlah penduduk di

Kecamatan di pusat kota masih lebih tinggi dari Kecamatan di daerah pinggiran (peri

urban).

Kemudian eksistensi ruang terbuka hasil dari digitasi manual peta citra Kota

Semarang tahun 2006 dan tahun 2011, diketahui sebagai berikut :

Tabel 1.1

Persebaran Ruang Terbuka di Wilayah Kecamatan Di Kota Semarang

KecamatanLuas wilayah Ruang Terbuka (Ha) %

(/km2) 2006 2011 2006 2011

Mijen 53.8 4,877.2 3,750.0 90.6 69.7

Gunungpati 61.5 4,899.2 4,125.0 79.7 67.1

Page 7: analisis lahan

7

KecamatanLuas wilayah Ruang Terbuka (Ha) %

(/km2) 2006 2011 2006 2011

Banyumanik 30.9 1,583.6 1,332.0 51.2 43.1

Gajahmungkur 9.4 239.2 214.1 25.4 22.7

Smg Selatan 6.1 71.3 64.0 11.6 10.4

Candisari 6.6 103.6 103.3 15.7 15.6

Tembalang 41.5 2,869.2 2,270.0 69.2 54.8

Pedurungan 22.0 380.1 329.0 17.3 15.0

Genuk 27.3 1,266.3 982.0 46.4 36.0

Gayamsari 6.4 141.9 129.0 22.0 20.0

Smg Timur 5.6 96.3 90.0 17.1 16.0

Smg Utara 14.3 145.4 133.0 10.2 9.3

Smg Tengah 5.4 15.8 15.1 2.9 2.8

Smg Barat 24.2 672.3 605.0 27.8 25.0

Tugu 31.0 2,548.5 2,217.0 82.2 71.5

Ngaliyan 44.9 3,163.2 2,782.0 70.4 61.9

Jumlah 390.9 23,073.1 19,140.5 59.0 49.0Sumber : Analisis Pribadi, 2015

Berdasarkan tabel persebaran ruang terbuka per Kecamatan di Kota Semarang

diketahui bahwa proporsi ruang terbuka tahun 2006 yaitu 59% dan proporsi ruang

terbuka tahun 2011 yaitu 49%. Daerah pinggiran (peri urban) rata-rata memiliki luas

ruang terbuka lebih tinggi dari daerah di pusat kota. Hal ini menunjukan bahwa

konsentrasi penggunaan lahan terbangun lebih dominan berada di pusat kota. Tetapi

kenyataannya, paradigma yang sedang berkembang yaitu perkembangan Kota

Semarang sudah mengarah ke daerah pinggiran (peri urban) dengan munculnya

kegiatan pembangunan kawasan permukiman.

Tentu saja, apabila kegiatan eksplorasi penggunaan lahan untuk kawasan

permukiman dilakukan secara progresif tanpa memperhatikan kebutuhan lahan yang

proposional sesuai Undang-Undang Penataan Ruang No.26 Tahun 2007, maka akan

menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pertanyaan dalam penelitian ini

yaitu “Bagaimanakah perkembangan kawasan permukiman akibatnya terhadap

ruang terbuka di Kota Semarang?”

Page 8: analisis lahan

8

1.3 Tujuan dan Sasaran

1.3.1 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, terdiri dari:

a. Mengetahui pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap

proporsi ruang terbuka di Kota Semarang.

b. mengetahui percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota

Semarang tahun 2006 – 2020.

c. Merumuskan penerapan kebijakan ruang terbuka 30% (sampel di

Kecamatan Tembalang).

Penelitian ini menggunakan peta citra satelit tahun 2006, dan 2011,

kemudiaan diintegrasikan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG).

1.3.2 Sasaran

Sasaran yang digunakan dalam penyusunan laporan untuk mencapai tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Identifikasi dan analisis pengaruh perkembangan kawasan permukiman

terhadap proporsi ruang terbuka di Kota Semarang.

b. Analisis percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota

Semarang tahun 2006 – 2020.

c. Analisis penerapan kebijakan ruang terbuka 30% (sampel di Kecamatan

Tembalang).

d. Kesimpulan dan rekomendasi

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini mencakup seluruh penggunaan

lahan non terbangun dan lahan terbangun kawasan perukiman di Kota Semarang dan

Page 9: analisis lahan

9

kemudian di perioritaskan di Kecamatan yang mengalami perubahan ruang terbuka

tertinggi dalam proyeksinya untuk dilakukan penerapan kebijakan dalam penyediaan

ruang terbuka 30% sesuai dengan Undang-Undang Penataan Ruang No.26 Tahun

2007. Berikut ini merupakan batas administratif Kota Semarang:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Kabupaten Semarang

Sebelah Timur : Kabupaten Demak

Sebelah Barat : Kabupaten Kendal

Peta adminitratif Kota Semarang dapat dilihat pada Gambar I.2.

Sumber : Bappeda Kota Semarang, 2011

Page 10: analisis lahan

10

Gambar I.2Peta Administrasi Kota Semarang

1.4.2. Ruang Lingkup Substansi

Ruang lingkup substansi dalam penelitian ini meliputi :

a. Perubahan lahan.

Perubahan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun dibatasi oleh

pemanfaatan lahan yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman di

Kota Semarang. Identifikasi ini menggunakan data sekunder dari Bappeda

Kota Semarang dan interpetasi peta citra satelit Ikonos, citra Quickbird,

dan data spasial peta-peta pendukung lainnya pada tahun 2006, dan 2011.

b. Kriteria Terukur Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai

Bangunan (KLB).

Perhitungan kriteria terukur KDB dan KLB dalam perancangan kota

merupakan kriteria dasar perancangan kota yang dapat diukur secara

kuantitatif, dengan melakukan perhitungan kepadatan bangunan (building

coverage), ketinggian bangunan, sempadan bangunan dan jarak antar

bangunan dengan tujuan untuk menentukan amplop bangunan. Namun,

dalam penelitian ini kriteria terukur dibatasi pada perhitungan KDB dan

KLB dikarenakan dalam penelitian ini dilakukan perhitungan mencakup

pada seluruh luas wilayah di masing-masing Kecamatan.

1.5 Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian merupakan langkah mewujudkan penelitian yang sebenar-

benarnya tanpa ada unsur plagiasi dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian

ini merupakan murni hasil karya dari peneliti selama penyusunan laporan dari awal

hingga akhir yang terdiri dari tahap kajian teoritis, survey primer dan sekunder, dan

lain-lain. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu substansi

Page 11: analisis lahan

11

materi dan lokasi penelitian yang berbeda, berikut merupakan tabel yang

menunjukkan perbedaan penelitian dengan penelitian sebelumnya :

Tabel I.2Perbedaan Penelitian Dengan Penelitian Lain yang Dilakukan Sebelumnya

PENELITI JUDUL TUJUAN METODE HASILPenelitian Sebelumnya Yang Pernah Dilakukan

Nana Suwargana dan Susanto. 2005

Deteksi ruang terbuka hijau menggunakan teknik penginderaan jauh (studi kasus: di DKI Jakarta)

mengetahui perubahan tatanan lahan dan kondisi lingkungan dan daya dukung daerah resapan air.

Klasifikasi citra Menggunakan data multispektral komposit band 542 dengan filter R, G, B skala 1.100.000,

Perubahan tutupan lahan DKI Jakarta. RTH semakin sempit karena peningkatan aktivitas pembangunan.

Yusup Setiadi,2007

Kajian PerubahanPenggunaan Lahandan faktor-faktoryangmempengaruhinya di KecamatanUmbulharjo,Yogyakarta

Untuk mengetahuiperkembanganperubahan penggunaanlahan yang terjadi diKecamatanUmbulharjo, meliputikecenderunganperubahan penggunaanlahan dan dayapengaruh aktifitasperubahan penggunaanlahan serta mengetahuifaktor-faktor yangmemengaruhinya

Analisismenggunakanteknik analisiskualitatif dankuantitatif. Alatanalisiskuantitatif :analisis inputoutput. Analisiskualitatif:analisis superimpose dandeskriptifkuantitatif.

Kecenderunganperubahan lahan yangmeningkat diKecamatanUmbulharjo adalahpenggunaan lahansebagai permukiman,komersial, industry,serta institusi,sedangkan penurunanpenggunaan lahanterjadi padapenggunaan lahanterbuka.

Penelitian Yang Akan DilakukanMuhammad Ridha Azzaki,2015

Perkembangan kawasan permukiman akibatnya terhadap ruang terbuka di Kota Semarang

mengetahui pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap proporsi ruang terbuka di Kota Semarang.

mengetahui percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota Semarang tahun 2006 – 2020.

merumuskan penerapan kebijakan ruang terbuka 30% (sampel di Kecamatan Tembalang).

Kuantitatif deskriptif,Overlay peta citra satelit.

berapa proporsi ruang terbuka <30% per Kecamatan di Kota Semarang dalam proyeksi tahun 2006 – 2020.

mengetahui percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota Semarang tahun 2006 – 2020.

Penerapan kebijakan ruang terbuka 30% di Kecamatan terpilih.

Sumber : Analisis Pribadi, 2015

Page 12: analisis lahan

12

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dilakukannya penelitian ini, adalah sebagai berikut :

a. Manfaat bagi Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota.

Mengaplikasikan software ArcGis untuk identifikasi pola pemanfaatan

lahan melalui teknik interpretasi peta citra, sehingga dapat diketahui pola

perubahan lahan di Kota Semarang. Aplikasi ArcGis sangat praktis

digunakan untuk interpretasi peta citra tanpa kontak langsung dengan

obyek penelitian sehingga dapat mempersingkat waktu dan biaya.

b. Manfaat Praktis.

Manfaat praktis tentunya bermanfaat bagi stakeholder yang terkait dalam

hal pengelolaan dan pemanfaatan lahan di Kota Semarang, antara lain :

Bagi pemerintah sebagai perencana dan pengambil kebijakan perubahan

lahan.

Evaluasi perhitungan kriteria terukur KDB dan KLB mewujudkan kota

yang ideal dengan penggunaan lahan yang proposional antara lahan

terbangun dengan lahan non terbangun.

Dapat membantu masyarakat dalam memahami peran dan fungsi ruang

terbuka.

c. Manfaat Bagi Kebijakan Pembangunan

Sebagai arahan dan rekomendasi pemanfaatan dan pengendalian ruang di

Kota Semarang, berikut diagram manfaat dalam kebijakan pembangunan.

Sumber : Analisis Pribadi, 2015

Gambar I.3Diagram Manfaat Penelitian

Pemerintah

Kota Semarang

Pengendalian pemanfaatan ruang

Pemanfaatan ruang

PerencanaanKebijakan pembangunan

wilayah/perkotaan

Pengembangan ilmu PWK

Perubahan Lahan Non Terbangun

Page 13: analisis lahan

13

1.7 Posisi Penelitian

Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari ilmu perencanaan wilayah dan

kota yang difokuskan pada perubahan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun

kawasan permukiman di Kota Semarang. Ilmu perencancanaan wilayah dan Kota

adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang perkembangan tata guna lahan wilayah

dengan tidak mengesampingkan perkembangan masyarakat yang ada di dalamnya

sebagai unsur utama yang menyebabkan perubahan tata guna lahan itu sendiri.

Sumber : Analisis Pribadi, 2015

Gambar I.4Posisi Penelitian Dalam Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota

1.8 Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan sebuah pemahaman mendasar yang mendukung

pemahaman selanjutnya dan merupakan pola pikir yang diterapkan untuk

mendapatkan gambaran atau fokus perhatian sebuah penelitian. Pada tahap proses

berpikir pada penelitian ini adalah yang pertama mengidentifikasi suatu fenomena

Harga lahan terjangkau Luas lahan non terbangun

cukup luas

Pertumbuhan penduduk. Pembangunan infrastruktur,

sarana dan prasarana.

Perubahan penggunaan lahan

Pertumbuhan kota hingga ke arah pinggiran (peri urban)

Kebutuhan lahan meningkat, dan lahan terbatas di Pusat kota

Perkembangan Kota

Perencanaan Kota

Page 14: analisis lahan

14

kemudian merumuskan permasalahan yang terjadi. Setelah itu dilakukan tahap

analisis permasalahan tersebut menyebabkan terjadinya apa berdasarkan kajian

literatur yang mendukung. Kemudian memaparkan hasil penelitian dan

menyimpulkannya.

Teknik Analisis

Tujuan

Latar Belakang

Pertanyaan Penelitian

Permasalahan

Kebutuhan ketersediaan lahan

a. mengetahui pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap proporsi ruang terbuka di Kota Semarang.

b. mengetahui percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota Semarang tahun 2006 – 2020.

c. merumuskan penerapan kebijakan ruang terbuka 30% (sampel di Kecamatan Tembalang)

Bagaimanakan perkembangan kawasan permukiman akibatnya terhadap ruang terbuka di Kota Semarang ?

Peruntukan lahan terbangun kawasan permukiman

Pertumbuhan penduduk

Perubahan penggunaan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun

Kegiatan pembangunan fisik Kota Semarang

Perkembangan Kota Semarang

1. Identifikasi dan analisis pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap ruang terbuka di Kota Semarang.

Digitasi citra satelit tahun 2006, dan 2011.

Trendline penduduk Peta Kepadatan

penduduk. Trendline penggunaan

lahan tahun 2020.

Analisis

Page 15: analisis lahan

15

1.9 Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam

penelitian. Pada penelitian ini menjelaskan mengenai pendekatan penelitian, objek

penelitian, definisi operasional, metode pengumpulan data, teknik analisis data dan

kerangka analisis. Berikut ini merupakan rincian metode dalam penelitian :

1.5.

1.6.

1.7.

1.7.1.Pendekatan Penelitian

Penelitian tentang pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap

ruang terbuka di Kota Semarang, merumuskan beberapa tujuan yaitu: 1) mengetahui

pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap proporsi ruang terbuka di

Kota Semarang, 2) mengetahui percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan

di Kota Semarang tahun 2006 – 2020, 3) merumuskan penerapan kebijakan ruang

terbuka 30% di Kecamatan mengalami perubahan ruang terbuka tertinggi dalam

proyeksi

2. Analisis percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota Semarang tahun 2006 – 2020.

3. Analisis penerapan kebijakan ruang terbuka 30% (sampel di Kecamatan Tembalang)

Perencanaan Kec. Tembalang

Percepatan penduduk Percepatan Kawasan

permukiman Percepatan perubahan

ruang terbuka KDB, KLB

Page 16: analisis lahan

16

Proses penelitian bersifat deduktif, untuk mencapai tujuan tersebut peneliti

melakukan telaah teori-teori tentang tema penelitian. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan positivistik. Menurut Sugiyono (2008: 8)

pendekatan positivistik yaitu memandang realitas / gejala / fenomena itu dapat

diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat

sebab akibat. Dalam pendekatan Positivistik, metode yang digunakan adalah metode

kuantitatif. Metode kuantitatif merupakan pendekatan yang digunakan dalam

menjawab masalah (Sugiyono, 2008: 16). Metode ini menggunakan data-data

penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Secara umum,

metode kuantitatif yang digunakan dimulai dengan penetapan wilayah studi,

perumusan masalah, penyusunan kerangka teori, dan pemilihan instrumen

pengumpulan data maupun alat analisis yang akan digunakan.

1.7.2.Obyek Penelitian

Obyek penelitian terdiri dari lokasi penelitian, materi penelitian, dan pelaku

penelitian. Berikut ini merupakan penjabaran dari setiap materi dalam penelitian ini :

1. Lokasi penelitian adalah penggunaan lahan terbangun dan lahan non terbangun

di Kota Semarang

2. Materi penelitian yang dibahas terkait dengan penelitian ini yaitu perubahan

lahan, dan kriteria terukur KDB dan KLB.

3. Pelaku penelitian yaitu peran peneliti secara aktif untuk melakukan teknik

identifikasi hingga teknik analisis berdasarkan hasil olah data primer dan data

sekunder. Data primer berupa data spasial peta citra tahun 2006 dan 2011 dan

data sekunder berupa data-data instansi sesuai kebutuhan materi penelitian ini.

1.7.3.Definisi Operasional

Page 17: analisis lahan

17

Definisi operasional merupakan penjelasan yang terkait dengan tema penelitian

agar dapat lebih mudah untuk dipahami maksud dan tujuan dari penelitian. Berikut ini

merupakan lingkup materi yang terkait dengan tema penelitian :

1. Perubahan lahan .

Merupakan dampak dari kegiatan pembangunan yang menyebabkan

terjadinya perubahan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun. Dalam

penelitian ini lahan non terbangun merupakan lahan yang mempunyai fungsi

sebagai ruang terbuka, sedangkan pemanfaatan lahan terbangun dibatasi oleh

pemanfaatan lahan yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman di Kota

Semarang. Identifikasi ini menggunakan data sekunder dari Bappeda Kota

Semarang dan interpetasi peta citra satelit Ikonos, citra Quickbird, dan data

spasial peta-peta pendukung lainnya dilihat pada tahun 2006, dan 2011.

2. Kriteria Terukur Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai

Bangunan (KLB).

Merupakan langkah identifikasi dan analisis dalam penelitian untuk

mengevaluasi kriteria terukur KDB dan KLB kepadatan bangunan di Kota

Semarang, sehingga dapat mewujudkan kota yang ideal penggunaan lahan

secara proposional antara lahan terbangun dengan lahan non terbangun.

Identifikasi tersebut dilakukan dengan cara kajian teoritis yang dilengkapi

dengan data-data berdasarkan hasil survei sekunder dan survei primer. Survei

sekunder merupakan data-data yang berasal dari instansi, sedangkan survey

primer merupakan teknik pengambilan data dengan cara digitasi peta citra.

1.7.4.Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan faktor penting untuk memperoleh data-

data terkait dengan tujuan penelitian. Metode pengumpulan data ini disebut juga

dengan teknik pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data

spasial sebagai pendukung untuk melakukan identifikasi dan analisis penggunaan

lahan. Data spasial yang digunakan berupa data citra Ikonos dan citra Quickbird dan

Page 18: analisis lahan

18

data spasial peta-peta pendukung lainnya. Pengolahan data spasial akan

menggunakan alat sistem informasi Geografis (ArcGIS) untuk melihat kondisi

eksisting penggunaan lahan dan pola perubahan lahan. Pengumpulan data

menggunakan survei sekunder yang dilakukan untuk mengumpulkan data pada

instansi-instansi terkait.

Penyusunan kebutuhan data dilakukan guna memudahkan dalam pengumpulan

data yang dilakukan di lapangan, serta pengumpulan data dapat dilakukan dengan

efektif dan efisien Kebutuhan data dirumuskan berdasarkan variabel-variabel

penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.

1.

2.

3.

4.

4.1.

4.2.

4.3.

4.4.

1.7.5.Kebutuhan Data

Kebutuhan data yang digunakan dalam peneilitian ini berupa data spasial dan

non spasial. Adapun data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel I.3.

Page 19: analisis lahan

19

Tabel I.3Kebutuhan Data

No Variabel` Kebutuhan Data Tahun Data Teknik Pengumpulan Data

Sumber Analisis Yang Digunakan

1 Identifikasi dan analisis pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap proporsi ruang terbuka di Kota Semarang Proyeksi

Penggunaan lahan

Proyeksi Jumlah penduduk

Batas Administrasi Kota Semarang

Citra Kota Semarang Monografi Kota Semarang

2006, dan 2011

Survei sekunder : Survei instansi,

Bappeda Kota Semarang

BPS Kota Semarang

Penginderaan jauh citra satelit

Digitasi citra sateli tahun 2006 dan 2011

Trendline penduduk Peta Kepadatan

penduduk. Trendline

penggunaan lahan tahun 2020

2 Analisis percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota Semarang tahun 2006 – 2020. Luas perubahan

lahan non terbangun menjadi lahan terbangun (kawasan permukiman)

Jumlah penduduk Luas wilyah per

Kecamatan Luas proyeksi

kawasan permukiman

Percepatan pertumbuhan penduduk

Percepatan perubahan lahan

Luas wilyah per Kecamatan

Luas proyeksi kawasan permukiman

KDB 70%

2006, dan 2011

Survei sekunder : Survei instansi

Survei Primer : Digitasi peta citra satelit.

BPS Kota Semarang

Penginderaan jauh citra satelit

Bappeda Kota Semarang

Percepatan pertumbuhan penduduk

Percepatan perkembangan kawasan permukiman

Percepatan perubahan ruang terbuka

Kriteria terukur KDB, KLB

3 Analisis Penerapan kebijakan ruang terbuka 30% (sampel di Kecamatan Tembalang) Luas proyeksi

ruang terbuka Jaringan jalan Kemiringan

lereng (topografi)

Luas proyeksi ruang terbuka

Peta jaringan jalan Peta topografi

2006, dan 2011

Survei sekunder : Survei instansi

Survei Primer : Digitasi peta citra satelit.

Bappeda Kota Semarang

Penginderaan jauh citra satelit

Penerapan rencana ruang terbuka.

Ilustrasi konsep konsolidasi lahan

Sumber : Analisis Pribadi, 2015

Page 20: analisis lahan

1.7.6.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan cara

survei sekunder dan survei primer. Pengumpulan data sekunder melalui kajian

literatur dan data-data bersumber dari instansi terkait tersedia, sedangkan

pengumpulan data primer dilakukan dengan cara digitasi peta citra Ikonos dan citra

Quickbird dan data spasial peta-peta pendukung lainnya. Berikut penjelasan teknik

pengumpulan data penelitian :

1) Survei Primer

Survey primer merupakan teknik pengambilan data yang diperoleh secara

langsung dilakukan oleh peneliti di lapangan berupa observasi lapangan. Data

primer ini dilakukan dengan tujuan menghimpun data yang tidak dapat

ditemukan pada data sekunder. Dalam pengumpulan data primer dilakukan

dengan cara digitasi peta citra Ikonos dan citra Quickbird dan data spasial peta-

peta pendukung lainnya tahun 2006 dan 2011.

2) Data Sekunder

Survey sekunder merupakan teknik pengambilan data yang diperoleh

dengan cara melakukan kajian literatur dan data-data yang diperoleh dari

instansi terkait disesuaiakan dengan kebutuhan data. Dalam penelitian

pengumpulan data sekunder yang sangat dibutuhkan yaitu peta administrasi,

kemudian data sekunder pendukung lainnya yaitu data yang berasal dari intasnsi

BPS Kota Semarang, dan BAPPEDA Kota Semarang.

1.7.7.Metode Analisis Data

Metode analisis merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah data primer

maupun sekunder yang telah diperoleh. Teknik analisis ini berguna untuk

merepresentasikan seluruh data yang di dapat dengan bentuk yang disesuaikan

dengan kebutuhan. Berikut ini merupakan teknik analisis yang digunakan untuk

mencapai sasaran dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

Page 21: analisis lahan

21

1. Identifikasi dan analisis pengaruh perkembangan kawasan permukiman

terhadap proporsi ruang terbuka di Kota Semarang.

Pada bagian ini menggunakan beberapa analisis yang meliputi : analisis

proyeksi penduduk, analisis proyeksi kepadatan penduduk, analisis proyeksi

luas kawasan permukiman, analisis proyeksi kepadatan permukiman, analisis

proyeksi ruang terbuka, dan analisis proyeksi proporsi ruang terbuka. Dalam

proses analisis ini menggunakan data sekunder dan data primer. Penggunaan

data sekunder terdiri dari peta administrasi Kota Semarang, citra Kota

Semarang tahun 2006 dan 2011, dan data monografi Kota Semarang tahun 2006

dan 2011.

Pengolahan data sekunder terlebih dahulu melakukan digitasi manual peta citra

Kota Semarang tahun 2006 dan 2011 menggunakan aplikasi Sistem Informasi

Geografis ArcGIS, kemudian kedua citra tersebut di overlay untuk mengetahui

luas perubahan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun kawasan

permukiman. Hasil peta overlay tersebut diproyeksikan pada tahun 2020 untuk

menentukan sampai batas tahun berapa Kecamatan-Kecamatan yang mengalami

perubahan lahan tidak proposional antara lahan non terbangun dengan lahan

terbangun kawasan permukman yang mengacu pada pedoman Undang-Undang

Penataan Ruang No.26 Tahun 2007 mengenai standart minimal kebutuhan

ruang terbuka sebesar 30%. Selain itu yang diproyeksikan adalah jumlah

penduduk tahun 2006 sampai dengan tahun 2020,

2. Analisis percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota

Semarang tahun 2006 - 2020.

Pada bagian ini menggunakan beberapa analisis yang meliputi : Analisis

percepatan pertumbuhan penduduk di Kota Semarang tahun 2006 sampai

dengan tahun 2020, analisis percepatan perkembangan kawasan permukiman di

Kota Semarang tahun 2006 sampai dengan tahun 2020, dan analisis percepatan

ruang terbuka di Kota Semarang tahun 2006 sampai dengan tahun 2020,

kemudian dilakukan perhitungan kriteria terukur KDB, KLB dengan

Page 22: analisis lahan

22

menetapkan prosentase KDB yaitu 70% untuk mencapai kebutuhan ruang

terbuka 30%. Dalam proses analisis ini menggunakan data sekunder dan primer.

Penggunaan data sekunder terdiri dari peta penggunaan lahan, percepatan

perubahan lahan, dan percepatan pertumbuhan penduduk, sedanagkan data

primer terdiri dari data luas penggunaan lahan terbangun dan lahan non

terbangun, lahan terbangun merupakan kawasan permukiman dan lahan non

terbangun merupakan ruang terbuka yang diperoleh dari hasil digitasi peta citra

Kota Semarang tahun 2006 dan tahun 2011 yang kemudiaan telah

diproyeksikan sampai dengan tahun 2020.

Pengolahan data sekunder tersebut didapatkan dari hasil analisis sebelumnya,

fokus dari analisis ini yaitu menghitung percepatan pertumbuhan penduduk,

percepatan perkembangan kawasan permukiman, dan percepatan perubahan

ruang terbuka yang telah diproyeksikan pada analisis sebelumnya yang

kemudian diketahui Kecamatan-Kecamatan mana saja yang mengalami

perubahan lahan tercepat dan paling lambat.

3. Analisis penerapan kebijakan ruang terbuka 30% di Kecamatan

mengalami perubahan ruang terbuka tertinggi dalam proyeksi.

pada bagian ini merupakan perumusan analisis dengan menetapakan Kecamatan

yang diprioritaskan dalam penerapan kebijakan ruang terbuka 30%, Kecamatan

yang diprioritaskan merupakan Kecamatan yang mengalami perubahan ruang

terbuka tertinggi dilihat berdasarkan hasil analisis proyeksi ruang terbuka.

Dalam penerapan kebijakan awalnya dilakukan identifikasi kondisi jaringan

jalan dan kemiringan lereng (topografi) dan melakukan tinjauan pada pedoman

rencana detail tata ruang fungsi BWK, tinjauan tersebut digunakan untuk tahap

analisis yang dilakukan konsisten dengan rencana yang sudah ditetapkan

sehingga kebijakan perencanaan dapat aplikatif dalam penerapan pemanfaatan

ruang sesuai fungsi zonasi.

1.7.8.Kerangka Analisis

Page 23: analisis lahan

Peta percepatan pertumbuhan penduduk tahun 2020Percepatan pertumbuhan penduduk tahun 2020Percepatan perkembangan kawasan permukiman tahun 2020Percepatan perubahan ruang terbuka tahun 2020Analisis kriteria terukur KDB dan KLB.

Proyeksi Kawasan Permukiman dan Ruang Terbuka.Perhitungan KDB 70%.

Data Spasial :Peta Administrasi Kota Semarangcitra Kota Semarang tahun 2006 dan 2011

Data Non Spasial :Monografi Kota Semarang tahun 2011

INPUT PROSES OUTPUT

Identifikasi dan analisis pengaruh perkembangan kawasan permukiman terhadap ruang terbuka di Kota Semarang.

Trendline proyeksi penduduk tahun 2020Trendline kepadatan penduduk tahun 2020Peta Kepadatan penduduk tahun 2006 dan 2020.Trendline proyeksi luas kawasan permukiman tahun 2020Trendline kepadatan permukiman tahun 2020Trendline proyeksi ruang terbuka tahun 2020Trendline proporsi ruang terbuka tahun 2020Bastas-batas tahun berapa ruang terbuka <30%

Analisis penerapan kebijan ruang terbuka 30% (sampel di Kecamatan Tembalang)

Analisis percepatan proyeksi perubahan lahan per Kecamatan di Kota Semarang tahun 2006 – 2020.

Data Spasial :Peta pengguna lahan Percepatan perubahan lahan Data Non Spasial :Percepatan pertumbuhan penduduk

Analisis spasial, trendline dan deskriptif kuantitatif

Analisis spasial, analisis kriteria terukur, dan deskriptif kuantitatif

Analisis Spasial dan deskriptif kuantitatif

Penerapan rencana ruang terbuka Kecamatan terpilihIlustrasi konsep konsolidasi lahan.

23

Kerangka analisis adalah suatu tahapan yang dilakukan dalam Identifikasi data

oleh peneliti yang terdiri dari input, proses, dan output. Hal ini dengan maksud bahwa

pada dasarnya sebuah studi memerlukan data yang digunakan untuk kemudian diolah

melalui proses analisis tertentu sehingga menghasilkan informasi yang berguna dalam

mendukung tujuan penelitian ini.

Sumber : Analisis Pribadi, 2015

Page 24: analisis lahan

24

Gambar 1.6Kerangka Analisis Penelitian

1.10 Sistematika Penulisan Tesis

Pembahasan dalam penelitian Tesis ini tersusun dalam 5 bab dengan

sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUANBab ini menjelaskan mengenai latar belakang pemikiran, perumusan

masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, keaslian penelitian, manfaat

penelitian, posisi penelitian, kerangka pikir, metodologi penelitian, dan

sistematika penulisan laporan.

BAB II KAJIAN LITERATUR POLA PENGEMBANGAN LAHANBab ini berisi tentang kajian literatur sesuai dengan tema penelitian dan

sebagai landasan untuk menentukan isu, wilayah penelitian, melakukan

analisis, dan merumuskan hasil penelitian.

BAB III PERKEMBANGAN DAN DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DIKOTA SEMARANGBab ini menjelaskan mengenai kondisi eksisting wilayah penelitian,

meliputi kondisi non fisik yaitu kependudukan, dan kondisi fisik yaitu

penggunaan lahan non terbangun ruang terbuka dan penggunaan lahan

terbangun kawasan permukiman.

BAB IV ANALISIS PENGARUH PERKEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN TERHADAP RUANG TERBUKA DI KOTA SEMARANG Bab ini berisi tentang hasil analisis-analisis terkait dengan tujuan dan

sasaran dalam penelitian ini yang berjudul “Perkembangan kawasan

permukiman akibatnya terhadap ruang terbuka di Kota Semarang.”

BAB V KESIMPULAN

Page 25: analisis lahan

25

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang dapat ditarik dari analisis yang telah

dilakukan, serta beberapa rekomendasi yang dapat diberikan bagi

pembangunan kawasan selanjutnya.