analisis monolog tuhan dalam qs. al-an'am [6]: 76-79 …

109
ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 DAN QS. YÛSUF [12]: 99-100 PERSPEKTIF SULAIMÂN A-ARAWANAH SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: RAJAB HUSAIN NIM : 1111034000025 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H./ 2017 M.

Upload: others

Post on 23-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]:

76-79 DAN QS. YÛSUF [12]: 99-100

PERSPEKTIF SULAIMÂN AṬ-ṬARAWANAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

RAJAB HUSAIN

NIM : 1111034000025

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H./ 2017 M.

Page 2: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …
Page 3: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …
Page 4: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …
Page 5: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

PEGANGAN HIDUP

Oleh : Rajab Husain

KAU terlalu pintar

KAU memang seniman yang tak terduga1

Makna permakna

Kata perkata

Tidak ada yang bisa menandingi karya-MU

KAU tidak perlu plot dan alur

Tapi

Karya-MU tetap estetis dan indah

KAU memang sastrawan

KAU melukiskannya begitu dinamis tapi hidup

Adegan-adegan dramatis punya nilai jual artistik yang tinggi

Seperti sebuah pementasan teater di panggung

KAU memang sutradara

Sangat cerdas menyelipkan adegan-adegan yang bertujuan menguak tujuan kisah yang

dipentaskan.

Karya-MU

Pegangan hidupku

Awal penulisan proposal skripsi

Di samping kuburan, PABUARAN DEPOK

10/03/2016

1 Meminjam istilah dari sastrawan dan dramawan besar Indonesia, alm WS. Rendra

Page 6: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

i

ABSTRAK

Rajab Husain (1111034000025)

Analisis Monolog Tuhan Dalam QS. Al-An'am [6]: 76-79 dan QS. Yûsuf [12]:

99-100 Perspektif Sulaimân aṭ-Ṭarawanah.

Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.

Pada hakekatnya al-Qur'an merupakan teks monolog-Nya Tuhan (Allah),

karena Al-Qur'an berasal dari satu sumber dan model komunikasinya satu arah.

Berbeda lagi kalau kita melihat pembicara atau subjek khususnya dalam kisah al-

Qur'an, maka kita akan menjumpai monolog-monolog dari para pembicara/subjek

tersebut.

Sulaimân aṭ-Ṭarawanah menulis dalam bukunya beberapa ayat dalam

kisah al-Qur'an sebagai ayat monolog, yaitu ayat 57 surat al-Anbiyâˊ (Monolog

Nabi Ibrâhîm), ayat 80 surah Hûd (Monolog Nabi Luth), dan ayat 77 surah Yûsuf

(monolog Nabi Yûsuf), dll.

Penelitian terhadap kisah al-Qur'an telah banyak dilakukan, tetapi masih

sedikit yang menganalisa teks-teks percakapan dan hampir tidak ada yang

menganalisa teks monolog dalam kisah al-Qur'an selain Sulaimân aṭ-Ṭarawanah.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini memfokuskan pada pencarian

kembali teks monolog dalam kisah Nabi Ibrâhîm dan Nabi Yûsuf untuk

mengetahui bagaimana pemaparan monolog tersebut, setelah penulis sendiri

membuktikan kebenaran ayat monolog yang telah ditulis oleh aṭ-Ṭarawanah.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang mengambil sumbernya

dari al-Qur'an ayat 76-79 surah al-An'am, ayat 99-100 surah Yûsuf.

Dari penelitian ini ditemukan bahwa: Pertama; berdasarkan ciri-ciri

monolog dalam karya sastra dan perspektif aṭ-Ṭarawanah, maka penelitian aṭ-

Ṭarawanah tentang adanya monolog dalam kisah al-Qur'an benar adanya. Kedua;

Ayat 76-79 surah al-An'am merupakan teks monolog, dalam posisinya Nabi

Ibrâhîm sedang berbicara dengan suatu hal yang imajiner dan tujuannya kepada

dirinya sendiri. Surah Yûsuf ayat 99-100 juga termasuk teks monolog, walau

berbeda dengan cara penyampaiannya Nabi Ibrâhîm. Nabi Yûsuf disini posisinya

layaknya bercerita atau mendongeng, tujuannya kebapaknya dan saudara-

saudaranya tapi mereka hanya diam dan menjadi penyimak saja.

Selain itu penulis menguak paparan monolog dalam kisah Nabi Ibrâhîm

dan Nabi Yûsuf yang diawali dengan penyebutan latar, lalu penyebutan nama atau

siapa tokohnya, kemudian kita bisa menemukan tema yang diusung cerita, dan

terakhir ialah pesan yang mau disampaikan dalam monolog tersebut.

Page 7: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

ii

بسم الله الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt., Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, yang telah memberikan banyak kenikmatan dan senantiasa

memberikan hidayah-Nya sehingga dengan izin-Nya, skripsi yang berjudul

MONOLOG DALAM KISAH AL-QUR'AN ini dapat terselesaikan.

Shalawat teriring salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi

Agung, Nabi Muhammad saw., yang telah membawa umatnya dari zaman

Jahiliyyah menuju zaman Islamiyyah, kepada keluarga besar-nya, sahabat-

sahabat-nya, tabi’in, tabi’it tabi’in, dan kita sebagai umat-nya semoga

mendapatkan syafa’at-nya kelak.

Skripsi berikut penulis susun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar S1

Sarjana Strata 1 pada jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari

bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih payah penulis sendiri,

melainkan hasil andil dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena

itu, patut kiranya penulis sampaikan terima kasih setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Page 8: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

iii

dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M. Pd, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Al-

Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Eva Nugraha, M.Ag. selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan

waktu, memberikan arahan, motivasi dan saran untuk penelitian sederhana ini

kepada penulis sehingga penulis tergugah untuk mengelaborasi pemikiran yang

tetap pada batas-batas keagamaan, dan menyinergikan penelitian sesuai dengan

minat dan bakat penulis. Terima kasih sebesar-besarnya penulis haturkan

kepada beliau dan segenap keluarga.

5. Seluruh dosen jurusan Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir dan dosen Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis.

6. Bagian administrasi dan tata usaha yang telah banyak membantu memberikan

kelancaran kepada penulis dalam proses penyelesaian prosedur

kemahasiswaan, serta pemimpin dan segenap karyawan Perpustakaan Utama

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan khususnya Perpustakaan Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, yang telah berkenan meminjamkan buku-buku

penunjang hingga proses penulisan skripsi ini selesai.

7. Ibu Rosida Erowati M. Hum, monologer sekaligus dosen Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi seputar kajian drama.

Bambang Prihadi sutradara Lab Teater Ciputat, yang telah memotivasi dan

memberikan arahan seputar kajian drama. Ibu Ken Zuraidah, guru penulis di

Page 9: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

iv

Kampus Bengkel Teater Rendra, yang bersedia membantu dalam hal

memberikan ide dan saran mengenai referensi penelitian.

8. Teman-teman Tafsir Hadis angkatan 2011 yang selalu membantu, mendukung

dan menemani selama proses penulisan skripsi ini terutama Yasir, Iyan, Arif,

Ramdan, Witri, Anis, Ja'far, Thoib, Ainul Yaqin dan yang lainnya, semoga

Allah memberikan kemudahan dalam menyusuri kehidupan kita selanjutnya.

9. Segenap keluarga besar Himpunan Alumni pondok pesantren Madrasatul

Qur'an Tebuireng Jombang (MASYHAR UIN), seperti Andi Asyraf Rahman

yang telah membantu proses akhir penulisan dan syarat-syarat sidang, Lutfi

Fauzi, Azhar Syukri, H. Ismail, Ridwan, M. Yunus, Sulton Bukhori, dll., yang

tidak mungkin disebutkan satu persatu. Begitu juga dengan teman-teman kosan

yang lain seperti, Taufik Hidayat, Riski Ardi, dll. Waktu dan tempat yang

kalian sediakan sangat bermanfaat dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga

tali persaudaraan kita terjaga hingga akhir masa.

10. Saudara-saudaraku dalam keluarga Besar Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)

Teater Syahid Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Angkatan

2011, Julpong, Ari, Fikih, Ocho, Ale, Ja'far, Amel, Idat, Elita, Jupe. Yang

selalu membantu, memberikan semangat, dan selalu bersedia mendengarkan

keluh kesah selama proses penulisan skripsi ini. Begitu juga dengan senioren

dan junioren Teater Syahid, terimakasih.

11. Saudara-saudara TANKINIRA 2016 di Bengkel Teater Rendra, Adi, Badrus,

Adit, Ihsan, Rian, amel, kak mei, bang sendi, dll. Yang telah memanas-manasi

agar segera menyelesaikan skripsi ini.

Page 10: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

v

12. Metri Nurjamilah yang selalu membantu disetiap kegiatan penulis, memberi

semangat dan doa dalam penulisan skripsi, dan memberi tenaga di luar

pembuatan skripsi. Ayu Jonas yang membantu pegeditan dalam teknis

penulisan. Juga kepada segenap mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia (PBSI) angkatan 2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya

grup "MALAS" yang telah memberikan masukan dalam pembuatan proposal

dan isi skripsi.

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa dan berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Amin.

Jakarta, 29 Desember 2016

Rajab Husain

Page 11: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

vi

Transliterasi dan Singkatan

Pedoman transliterasi di dalam penulisan skripsi ini mengacu pada sistem

transliterasi Jurnal Ilmu Ushuluddin yang diterbitkan oleh Himpunan Peminat

Ilmu-Ilmu Ushuluddin (HIPIUS).

A. Vocal

Arab Indonesia Inggris Arab Indonesia Inggris

ṭ ṭ ط a a ا

ẓ ẓ ظ b b ب

‘ ‘ ع t t ت

gh gh غ ts th ث

f f ف j j ج

q q ق ḥ ḥ ح

k k ك kh kh خ

l l ل d d د

m m م dz dh ذ

n n ن r r ر

w w و z z ز

h h هـ s s س

’ ’ ء sy sh ش

y y ي ṣ ṣ ص

h h هـ ḍ ḍ ض

Page 12: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

vii

Vokal Panjang

Arab Indonesia Inggris

â â ا

î î ا ي

û û ا و

B. Singkatan

AS = ‘Alaihi al-Salam

H. = tahun Hijrah

h. = halaman

M. = tahun Masehi

QS = al-Qur'an Surat

Swt. = Subhânah wa ta’âlâ ( سبحا نه و تعا لي )

saw. = Shallâ Allah ‘alayh wa sallam

T. pn. = Tanpa penerbit

T. tp. = Tanpa tempat penerbit

t.t = tanpa tahun penerbit

HR = Hadist Riwayat

Ra = Raḍiyallâhu ‘anhu

cet = cetakan

ter = terjemahan

ed = editor

vol = volume

dkk = dan kawan-kawan

Page 13: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

viii

DAFTAR ISI

ABSTRAK……………………………………………………………….…….….i

KATA PENGANTAR……………………………………………………….…..ii

PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………………….….vi

DAFTAR ISI…………………………………………………………………...viii

DAFTAR TABEL………………………………………………………………..x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………….1

B. Batasan dan Rumusan Masalah……….…………………….....6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………..........7

D. Tinjauan Pustaka……...……………………………………….8

E. Metode Penelitian………………………………………….....14

F. Sistematika Penulisan………………………………………...16

BAB II KISAH DAN MONOLOG DALAM AL-QUR'AN

A. Pengertian…………...…………………………………….….18

1. Pengertian Kisah.………………………………………...18

2. Pengertian Monolog…………….…….……………….....25

B. Unsur Intrinsik………..…………….…….……………….....31

C. Kisah Nabi Ibrâhîm dan Nabi Yûsuf…………………………33

1. Kisah Nabi Ibrâhîm………...…….……………………....33

2. Kisah Nabi Yûsuf…….…...…….……………………......41

D. Pola Pemaparan dalam Kisah Nabi Ibrâhîm dan Nabi Yûsuf..50

1. Pola Kisah Nabi Ibrâhîm…...…….……………………....50

Page 14: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

ix

2. Pola Kisah Nabi Yûsuf …...…….……………………......51

BAB III MONOLOG MENURUT SULAIMÂN AṬ-ṬARAWANAH

A. Biografi Sulaimân aṭ-Ṭarawanah……..……………………...54

B. Buku "Rahasia Pilihan Kata Dalam Al-Qur'an………………56

C. Monolog Menurut Sulaimân aṭ-Ṭarawanah……………..…...58

BAB IV PAPARAN MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM

[6]: 76-79 DAN QS. YÛSUF [12]: 99-100

A. Monolog Kisah Nabi Ibrâhîm……………..………………....63

B. Monolog Kisah Nabi Yûsuf………………………………….73

C. Perbandingan Kisah dan Monolog..………..………………...81

D. Relevansinya Monolog Tuhan dalam Kajian Ulumul

Qur'an……………………...…………………………………83

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………...…86

B. Saran……………………………………………………….....88

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...89

Page 15: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

x

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Pola pemaparan monolog kisah Nabi Ibrâhîm………………………69

Tabel 4.2 : Pola pemaparan monolog kisah Nabi Yûsuf………………………...77

Tabel 4.3 : Kerangka Jadâl, Ḥiwâr, dan Monolog…….………………………...83

Page 16: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

Skripsi ini, penulis persembahkan untuk:

Orang tua tercinta penulis, yaitu Mak Cia (HJ Nursiah) karena doa yang

tiada hentinya dilantungkan untuk penulis. Kerja kerasnya menjadi ibu rumah

tangga sekaligus menjadi pencari nafkah telah membuat penulis bisa

menyelesaikan sekolah dasar sampai perkuliahan. Perannya sangat besar dalam

mengasuh, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan

pengertian. Penulis berdoa semoga Mak Cia mendapatkan umur yang panjang dan

berkah, sampai akhirnya bisa melihat penulis menjadi sosok yang sukses dan

berbakti serta dapat mengamalkan ilmu yang telah diperoleh. Amin. Selain itu

tampa kerja keras dan rasa cinta yang dilakukan Ba' (alm Baharuddin) sebelum

meninggal itulah yang membuat Mak Cia memperjuankan hidupnya dan hidup

anak-anaknya. Semoga Alm mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya. Âmîn.

Untuk saudara-saudara penulis, terimakasih buat Daeng Hammade

(Ahmad Jaiz) dan Daeng Cacok (M. Ali) yang telah mengorbankan sekolahnya

demi membantu Mak Cia mencari nafkah dan menyekolahkan saudara-

saudaranya. Selain itu ucap terimakasihku kepada Daeng Cak (M. Arsyad. S.Pd),

yang selalu mengingatkan agar cepat-cepat menyelesaikan kuliah, dan Daeng Inar

(Syamsinar, Amd.Keb) yang telah membiayai perkuliahan penulis. Terimakasih

juga untuk kakak iparku semua atas doa dan dukungannya. Semoga saudara-

saudaraku mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat karena, mendapatkan

keberkahan dan jalan yang lurus. Âmîn.

Keluarga besar penulis, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Merekalah yang selalu memberikan semangat serta doa dan motivasi penulis

selama penulis menempuh perkuliahan, walau hanya sepatah dua kata tapi bisa

menjadi sumber semangat dan motivasi bagi penulis agar selalu berjuang tampa

henti, sabar, tawakkal. Semoga mereka semua dapat melihat mamfaat dari ilmu

yang penulis dapatkan. Âmîn.

Ciputat, 29 Desember 2016

Hormat saya

Rajab Husain

Penulis

Page 17: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Salah satu gaya penyajian atau pola pemaparan yang luar biasa dari kisah

al-Qur’an adalah metode dialog dijadikan penyampai pesan. Dalam beberapa hal

al-Qur’an bisa dianggap sebagai kumpulan dialog, yang meliputi dialog Allah

Swt., dengan malaikat; Allah Swt., dengan para Nabi; malaikat dengan para nabi

dan orang pilihan; para Nabi dengan kaumnya; bahkan dialog Allah Swt., dengan

iblis, dialog Allah Swt., dengan mereka yang kelak mendapat azab, dan dialog

penduduk surga dengan penduduk neraka.1 Lewat al-Qur’an Allah Swt.,

menggunakan ayat-ayatnya sebagai medium berdialog lansung dengan kita

semua.

Dalam al-Qur’an kita temukan bagaimana cara Allah Swt., berbicara

dengan manusia, yaitu dalam QS. Asy-Syûrâ/42: 51.

وما كان لبشر أن يكلمه الله إلا وحيا أو من وراء حجاب أو ي رسل رسولا (١٥يشاء إنه علي حكيم )ف يوحي بإذنه ما

"Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata

dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir2 atau

dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya

dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha

Tinggi lagi Maha Bijaksana."3

1 Nadirsyah Hosen, DIALOG. Di akses pada tanggal 20 April 2016 dari

http://www.pcinu-anz.org/dialog/ 2 “Di belakang tabir” artinya ialah seorang dapat mendengar kalam ilahi akan tetapi dia

tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi pada diri Nabi Musa as. 3 Diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an. revisi terjemah

oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya

dengan transliterasi (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, t.th), h. 979

Page 18: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

2

Pada tataran selanjutnya, banyak ditemukan ayat-ayat yang bersifat

dialogis, diantaranya yaitu dengan al-Ḥiwâr (percakapan atau dialog)4 antara

Allah Swt., dengan makhluk-Nya, petunjuk al-Qur’an serta jawaban terhadap

pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad saw., dalam berbagai

permasalahan agama dan umat Islam.

Yang dimaksud metode al-Ḥiwâr adalah percakapan silih berganti antar

dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik yang mengarah

pada satu tujuan. Di dalam al-Qur’an terdapat tiga ayat yang menggunakan kata

.yaitu pada surat al-Kahfi ayat 34 dan 37, dan surat al-Mujâdilah ayat 1 ”المحاورة“5

Selain al-Ḥiwâr ada lagi Jadâl (Debat). Secara etimologi, Jadâl atau al-

Jidâl dalam bahasa Arab dapat dipahami sebagai “perbantahan dalam suatu

permusuhan yang sengit dan berusaha memenangkannya”. Sedangkan secara

terminologi, Jadâl adalah saling bertukar pikiran atau pendapat dengan jalan

masing-masing berusaha berargumen dalam rangka untuk memenangkan pikiran

atau pendapatnya dalam suatu perdebaan yang sengit.6

Allah Swt., menyatakan dalam al-Qur’an bahwa Jadâl (berdebat)

merupakan salah satu tabiat manusia. Seperti firman-Nya dalam QS al-Kahfi/18:

54. “ Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah”7

Format dialog atau percakapan dalam kisah-kisah al-Qur’an bukan hanya

kumonikasi dua arah, komunikasi antara satu tokoh dengan tokoh yang lain dalam

4 Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi III) versi 1.3 freeware 2010-2011.

5 Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, Al-Mu’zam al-Mufahras li alfadz al-Qur’an al-Karim

(Baerut : Darr al-Ma’rifah, 1992), h. 280. 6 Zahîr 'Awad al-Alamaiy, Manâḥij al-Jadâl fi al-Qur'an al-Karîm (t.tp.,t.th.), h. 20; Juga

Mannâ Khalîl al-Qaṭṭân, Mabâḥits Fi ˊUlum al Qurˊân (Beirut Mansyurat al-Ashr, 1977) h. 29. 7 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahannya..., h.

573.

Page 19: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

3

sebuah percakapan yang dikisahkan. Ternyata gaya penyajian atau pola

pemaparan kisah dalam al-Qur’an terdapat format komunikasi satu arah atau

berbicara sendiri (monolog).8

Dalam karya sastra khususnya drama juga dikenal dengan format

komunikasi satu arah ini yang sering disebut monolog. Monolog ini termasuk

kedalam bagian intrinsik dalam naskah, ada naskah drama yang di dalamnya

terdapat dialog beserta monolog tapi ada juga naskah yang di dalamnya penuh

monolog. Dalam naskah drama biasanya monolog terdapat di satu fragmen9

tersendiri dan fragmen-fragmen yang lain percakapannya berupa dialog.

Salah satu komunikasi satu arah atau berbicara sendiri yang telah

dirangkum dalam sebuah buku10

oleh Sulaimân aṭ- Ṭarawanaḥ dalam kisah Nabi

Ibrâhîm, QS. Al-Anbiyâ/21: 57

(١٥وتالله لأكيدن أصنامكم ب عد أن ت ولوا مدبرين )Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap

berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya11

.

Kalimat: Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya

terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya, sangat tidak

mungkin diucapkan secara lisan apalagi di depan orang yang membenci kita,

begitu juga dengan Ibrâhîm. Tidak mungkin kalimat tersebut ia ucapkan di depan

kaumnya (penyembah berhala), bisa jadi kalau ia mengucapkan di depan kaumnya

8 Monolog adalah bentuk bahasa tuturan baik lisan maupun tertulis yang tidak termasuk

dalam lingkungan percakapan, tanya jawab, teks drama atau film dan bentuk-bentuk lain yang

sejenis, termasuk juga wawancara. 9 fragmen/frag·men/ /fragmén/ n 1 cuplikan atau petikan (sebuah cerita, lakon, dan

sebagainya): kami mementaskan suatu -- cerita Damarwulan; 2 bagian atau pecahan sesuatu.

Kamus besar bahasa Indonesia, Kamus versi online/daring (dalam jaringan) di akses pada tanggal

5 Agustus 2016 dari http://kbbi.web.id/fragmen 10

Judul bukunya: Rahasia Pilihan Kata dalam Al-Qur'an 11

Ucapan-ucapan itu diucapkan Ibrâhîm as. dalam hatinya saja. Maksudnya: Nabi

Ibrâhîm as. akan menjalankan tipu dayanya untuk menghancurkan berhala-berhala mereka,

sesudah mereka meninggalkan tempat-tempat berhala itu.

Page 20: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

4

itu pasti kaumnya akan berjaga-jaga atau malah menangkap Ibrâhîm. Kalimat itu

merupakan ungkapan hati saja.12

Kalau memang Ibrâhîm mengungkapkan perkataannya tersebut kepada

kaumnya (bukan sekelompok yang lemah), sudah pasti mereka tidak akan

bertanya lagi siapa yang menghancurkan berhala mereka. "Siapakah yang

melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk

orang-orang zalim?" (QS. Al-Anbiyâ'/21: 59). Kalimat tersebut menjelaskan

bahwa pada awalnya mereka memang tidak mengetahui sama sekali siapa yang

menghancurkan tuhan-tuhan mereka. Sampai mereka mendengar berita , kalau ada

seorang pemuda yang mencela tuhan-tuhan mereka.13

Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela

berhala-berhala ini yang bernama Ibrâhîm". (QS. Al-Anbiyâ'/21: 60)

Dari kalimat di atas bisa dilihat bahwa mereka belum berani menuduh

Ibrâhîm secara lansung karena belum ada bukti yang cukup kuat. Apalagi mereka

masih bertanya dalam ayat setelahnya14

untuk mencari kepastian apakah Ibrâhîm

yang melakukan penghancuran tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa perkataan

Ibrâhîm tersebut merupakan bentuk percakapan satu arah (monolog).

Selain itu ada juga teks monolog yang didalamnya terdapat unsur dialog,

mari kita simak teks cuplikan monolog karya Putu Wijaya15

yang merupakan

monolog penuh dengan judul Kemerdekaan, dalam bentuk dialog:16

12

Sulaimân aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata dalam Al- Qur’an (Jakarta Timur: Qisthi

Press, 2004), h. 235 13

Aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata…, h. 235 14

mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan

Kami, Hai Ibrahim?" QS. Al-Anbiyâ'/21: 62 15

Putu Wijaya, salah seorang dramawan dan sastrawan di Indonesia. Putu Wijaya adalah

seorang sutradara dan mendirikan grup teater pada tahun 1971 yang bernama Teater Mandiri. 16

Putu Wijaya. TEROR MENTAL (Kumpulan puisi dan monolog) (Kumpulan puisi dan

monolog ini dicetak sendiri untuk ulang tahun ke 70 Putu Wijaya. 2014), t.h.

Page 21: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

5

“Tiba-tiba burung perkutut itu berbicara. (Di dalam cerita ini burung

memang bisa bicara seperti di zaman Nabi Sulaiman. Burung-burung

perkutut di Indonesis17

semuanya bisa ngoceh terutama yang laki-laki)

“Tuan, jangan berikan kemerdekaan itu kepada saya. Jangan, Tuan, saya

takut”

“Takut? Kenapa takut?”

“Sebab kalau saya keluar sekarang, dalam waktu tidak lebih dari tiga hari

saya akan mati, Tuan.”

“Bukan mati goblok! Kamu merdeka!”

Teks cuplikan monolog di atas hanya percakapan sendiri, walaupun

selintas cuplikan teks tersebut seperti cuplikan dialog. Tapi setelah diamati teks di

atas maka kita melihat hanya satu orang yang berbicara. Mustahil burung bisa

bicara, apalagi membicarakan kebebasannya. Makna dari teks di atas tersebut

adalah, seorang pemimpin yang tidak tahu apa yang diinginkan oleh rakyatnya,

sang pemimpin mencoba memberikan kemerdekaan terhadap rakyatnya, tapi

rakyatnya menolak. Kalau kita membaca tuntas teks tersebut maka kita akan

mengetahui bahwa naskah monolog dengan judul Kemerdekaan itu membicarakan

permasalahan yang ada di Indonesia.

Bertolak dari sedikitnya data-data tentang kajian monolog apalagi dalam

al-Qur’an, telah mengusik dan menjadikan kegelisahan bagi penulis untuk

mengkaji dan menelusuri teks-teks monolog tersebut, berangkat dari perspektif

monolog menurut Sulaimân aṭ- Ṭarawanaḥ, kemudian dijelaskan melalui

pendekatan sastra yang layak dan semestinya diaplikasikan.

Penulis memilih dua kisah diantara empat kisah dalam bukunya aṭ-

Ṭarawanaḥ yakni, kisah Nabi Ibrâhîm, dan kisah Nabi Yûsuf. Dua kisah yang lain

adalah, kisahnya Nabi Luth dan kisahnya Maryam ibu Nabi Isa. Dalam kisah Nabi

Ibrâhîm, aṭ- Ṭarawanaḥ telah menulis beberapa ayat monolog antara lain; QS. Al-

17

Indonesis merupakan Negara antah berantah dalam naskah tersebut, tapi sejatinya

Indonesis merupakan plesetan dari Indonesia.

Page 22: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

6

Anbiyâ/21: 57, QS. Al-Anbiyâ/21: 64. Sedangkan dalam kisah Nabi Yûsuf ialah;

QS. Yûsuf/12: 77.

Bagi penulis menarik sekali dijadikan sebuah penelitian ilmiah, karena

selain dialog ternyata ada format monolog dalam al-Qur’an. Penulis yakin format

monolog dalam al-Qur'an mempunyai tujuan sendiri, dan sebagai pelajaran ˊIbrah

agar dapat diambil hikmahnya dan menyampaikan pesannya tersendiri, seperti

format monolog dalam karya drama/sastra.

Di sini penulis mencoba melakukan satu penelitian ilmiah yang berkenaan

dengan monolog tersebut. Penulis mengkaji monolog dalam kisah al-Qur’an,

karena kisah sendiri mempunyai peranan penting dalam menyampaikan pesan-

pesan atau perkataan dari Allah SWT. Karya ilmiah ini penulis beri judul

“ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 DAN

QS. YÛSUF [12]: 99-100 PERSPEKTIF SULAIMÂN AṬ-ṬARAWANAH”.

Skripsi ini juga akan memperdalam dan mengembangkan karya aṭ- Ṭarawanaḥ.

B. Batasan dan Rumusan masalah

Sesuai dengan latar belakang, maka penulis merasa perlu adanya

pembatasan dan perumusan masalah dalam penelitian ini agar permasalahan

pokok yang akan diangkat tetap fokus dan tidak terlalu melebar.

1. Pembatasan masalah

Dalam al-Qur’an sebenarnya termuat banyak format monolog, tapi penulis

di sini lebih memfokuskan format monolog ini dalam kisah-kisah al-Qur’an.

Karena kisah merupakan salah satu bentuk seni sastra yang memiliki ikatan kuat

dengan diri manusia.18

Dari beberapa bagian kisah dalam al-Qur’an, penulis

18

Abd al-Aziz Muh. Faishal, al-Adab al-Araby wa Târîkhuh (Saudi: Departemen

Pendidikan Tinggi, 1114 H), h.28.

Page 23: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

7

memfokuskan kajian penelitian ini dengan kisah para Nabi, karena kisah para

Nabi terlihat jelas perwatakan atau tokoh di dalamnya.

Tujuannya agar ketika pembaca membaca penelitian ini, pembaca yakin

bahwa tokoh yang ada di dalam kisah itu nyata. Kisah yang akan diangkat adalah:

kisah Nabi Ibrâhîm dalam surat al-Anbiyâˊ ayat 76-79, dan kisah Nabi Yûsuf

dalam surah Yûsuf ayat 99-100. Ayat dari kisah-kisah tersebut dipilih karena

setiap monolog dalam kisah tersebut termasuk monolog panjang, agar

memudahkan dalam pengkajiannya.

2. Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dinyatakan dalam bentuk butir

pertanyaan sebagai berikut:

Bagaimana monolog Tuhan dalam kisah Nabi Ibrâhîm surat al-An'am ayat

76-79, dan kisah Nabi Yûsuf dalam surah Yûsuf ayat 99-100 dalam

perspektif Sulaimân aṭ-Ṭarawanah?

Dari pembatasan dan perumusan masalah di atas, diharapkan kajian ini

mampu menghadirkan teks-teks komunikasi satu arah atau monolog dalam kisah

Nabi Ibrâhîm dan Nabi Yûsuf dalam al-Qur’an.

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, berangkat dari ketertarikan dan

pentingnya tema ini dalam kajian al-Qur’an, terlebih dari pendekatan sastra

terhadap teks al-Qur’an, maka penelitian ini diharapkan mampu mencapai tujuan

yakni:

Page 24: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

8

a. Mengetahui monolog Tuhan dalam kisah Nabi Ibrâhîm surat al-An'am

ayat 76-79, dan kisah Nabi Yûsuf dalam surah Yûsuf ayat 99-100

perspektif Sulaimân aṭ-Ṭarawanah.

Selain tujuan, peneliti mengharapkan karya ini mampu memberikan

mamfaat, mamfaatnya adalah sebagai berikut:

a. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan berguna dan menjadi kontribusi ilmiah

dan memperkaya khazanah kepustakaan dalam bidang ulumul

Qur'an, karena selain Ḥiwâr dan Jadâl, monolog juga termasuk

pemaparan kisah dalam al-Qur'an.

b. Secara praktis

Menjadi acuan bahan ajar dalam kajian ulumul Qur'an.

Menjadi acuan bagi peneliti-peneliti lain untuk melakukan kajian

mendalam terhadap kisah-kisah al-Qur’an sehingga yang masih

menjanggal dalam kisah dapat terkuak.

4. Tinjauan pustaka

Sejauh ini penulis belum menemukan kajian pustaka yang membahas

monolog dalam al-Qur’an, hanya ada satu buku yang membahas itu, yakni : buku

“Rahasia pilihan kata dalam al-Qur’an” karya Sulaimân aṭ- Ṭarawanah. Dalam

buku ini membahas keindahan tekstual al-Qur’an.19

Buku tersebut menjadi

sumber sekunder bagi penulis.

19

Dalam edisi Arab buku ini berjudul: Dirâsah Naṣsiyyah Adabiyyah fil Qiṣṣâh al-

Qurˊâniyyah yang ditulis oleh DR. Sulaimân aṭ-Ṭarawanah, cetakan pertamanya pada tahun 1419

H/1992 M. Dalam edisi Indonesia adalah RAHASIA PILIHAN KATA DALAM AL-QUR’AN.

Penerjemahnya adalah Agus Faishal Kariem dan Anis Maftukin; Editor: Tim Qisthi Press dan

diterbitkan oleh Qisthi Press pada April 2014 sebagai cetakan ke- 1.

Page 25: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

9

Aṭ- Ṭarawanaḥ mengkaji struktur teks-teks linguistik (kebahasaan) kisah-

kisah al-Qur’an. Karenanya, kajian dalam bukunya akan menghindari

pembicaraan mengenai dimensi maknawiyaḥ setiap teks atau aspek-aspek

interpretatif sebuah struktur teks.

Bagian pertama dalam buku “Rahasia pilihan kata dalam al-Qur’an”

adalah fenomena pengulangan dalam kisah-kisah al-Qur’an, bagian kedua adalah

gaya penyajian kisah dalam al-Qur’an, bagian ketiga format dialog dalam kisah-

kisah al-Qur’an, di dalam kajian ini terdapat dua bagian pertama membahas

percakapan dua arah dan yang kedua membahas monolog dalam al-Qur’an, bagian

keempat membicarakan karakter tokoh dalam kisah al-Qur’an, dan bagian terakhir

adalah kajian tekstual kisah Yûsuf As.

Selain itu penulis hanya menemukan beberapa skripsi yang berkaitan

dengan kisah dalam al-Qur’an, dari tahun 2009 sampai 2015 di antaranya:

1. Muhammad Khotib asal Bekasi,20

dalam skripsinya ini menjelaskan

tentang upaya menjawab permasalahan seputar bagaimana pandangan

Khalafullâh tentang kisah dalam al-Qur’an yang terdapat dalam buku

Al-Fân al-Qaṣaṣiy fi al-Qurˊan al-Karîm. Khotib menulis dalam

skripsinya bahwa kisah dalam al-Qur’an merupakan sebuah bentuk

penyampaian wahyu untuk menyampaikan kehendaknya kepada

manusia. Melalui kisah manusia digiring menuju tatanan kehidupan

yang sesuai dengan tujuan utama al-Qur’an. Kisah dalam al-Qur’an

juga sering kali tidak mementingkan unsur kesejarahan, berkaitan

20

Muhammad Khotib, PENAFSIRAN KISAH-KISAH AL-QUR’AN Telaah terhadap

pemikiran Muḥammad Aḥmad Khalafulâh dalam al Fann al-Qaṣaṣiy fi al-Qurˊan al-Karîm

(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2009).

Page 26: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

10

dengan hal itu Khalafulâh tidak memandang kisah dalam al-Qur’an

sebagai rekaman atau arsip kesejarahan murni.

2. Sedangkan Ari Nurhayati yang lulus pada tahun 2013 membuat

penelitian tentang pengulangan kisah dalam al-Qur’an21

ini dilakukan

agar penelitian bisa secara komprehensif. Karena dengan diketahuinya

konteks kisah pada masing-masing surat maka akan terlihat latar

belakang penggunaan redaksi yang berbeda-beda. Adanya

pengulangan kisah dalam al-Qur’an tidak bisa terlepas dari objek

dakwah yang dihadapi oleh Nabi Muhammad saw., yaitu masyarakat

Makkah yang notabene mempunyai kepercayaan yang sudah mengakar

dan kuat. Di samping itu, masyarakat arab pada saat itu juga

mempunyai kecerdasan yang tinggi terutama dalam hal sastra. Secara

psikologis, sesuatu yang disebutkan secara berulang akan mempunyai

dampak pada kejiwaan yang nantinya akan memberikan pengaruh juga

terhadap keimanan. Bagian kisah Nabi Ibrâhîm yang diulang-ulang

hanya bagian kisah yang mempunyai keterkaitan erat dengan konteks

turunnya al-Qur’an pada masa itu, sebagai hiburan Nabi Muhammad

saw., maupun peringatan pada kaum kafir Makkah.

3. Hal berbeda yang dilakukan oleh Pipit Aidul Fitriyana,22

dalam

skripsinya dia mencoba menelaah kisah Nabi Yûsuf melalui konsep

mitos yang ditawarkan Roland Barthes. Penulis sendiri mengakui

bahwa Barthes belum pernah menerapkan analisa semiologi pada al-

21

Ari Nurhayati, "PENGULANGAN KISAH NABI IBRÂHÎM." (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013 ) 22

Pipit Aidul Fitriyana, KISAH YUSUF DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF

SEMIOLOGI ROLAND BARTHES (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014)

Page 27: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

11

Qur’an, namun Barthes pernah mengaplikasikan hal tersebut terhadap

al-Kitab. Barthes ingin menawarkan cara lain memahami teks, yang

secara positif turut berkontribusi memberikan keluasan makna pada

teks keagamaan.

4. Skripsi lain dari Nur Laeli,23

ia mengatakan dalam skripsinya bahwa di

dalam al-Qur’an terdapat kisah-kisah inspiratif. Salah satu sumber

inspirasi dari kisah-kisah al-Qur’an adalah akhlak para Nabi. Penulis

skripsi ini mengangkat kisah Nabi Yûnus karena dia menganggap

kisah Nabi Yûnus memiliki pesan moral yang tinggi tentang kesabaran,

optimis terhadap pertolongan Allah, perlunya tobat dari kesalahan

yang telah dilakukan. Nabi Yûnus merupakan salah satu Nabi yang

kisahnya diceritakan dalam al-Qur’an. Kisah Nabi Yûnus termaktub di

dalam al-Qur’an melalui beberapa ayat, yaitu sebaga berikut: QS.

Yûnus ayat 98, QS. Al-Anbiyâˊ ayat 87-88, QS. As-Sâffât ayat 139-148,

QS. Al-Qalam ayat 48-50.

5. Skripsi yang mengungkap pesan-pesan yang terkandung dalam al-

Qur’an diungkap oleh Serpin,24

Kesimpulan Serpin terhadap

penelitiannya adalah: akhlâk al-Mahmûdah dan akhlâk al-

Madhmûmah. Yang tergolong dalam akhlâk al-Mahmûdah adalah

ikhlas, sabar, tawâduˊ, dan istiqâmah yang telah ditunjukkan oleh

23

Nur Laeli, PESAN MORAL KISAH NABI YUNUS MENURUT MUFASIR MODERN

INDONESIA (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014) 24

Serpin, PESAN-PESAN AKHLAK DALAM KISAH QABIL DAN HABIL (Studi Tafsir

surah al-Mâˊidah ayat 27-31) (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014)

Page 28: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

12

Hâbil. Sedangkan akhlâk al-Maḍmûmah adalah iri, dengki, pemarah,

dan sombong yang di tampakkan oleh Qâbil.

6. Ada lagi skripsi dari Umar Ubaidillah,25

penulis meneliti persamaan

dan perbedaan baik dalam tafsîr ibn Katsîr dan tjerita-tjerita dalam

Alkitab karya Anne de Vries mengenai kisah Nabi Yûsuf. Hikmah

kisah Nabi Yûsuf dari kedua kitab ini juga tidak luput dari pembahasan

karya ilmiah ini. Melalui pembacaan kedua kitab tersebut, penulis

mengetahui sumber rujukan kisah Nabi Yûsuf yang terdapat dalam

kitab Tafsîr ibn Katsîr. Ibn Katsîr banyak mengutip riwayat atau hadis

dan pendapat para mufassir sebelumnya, salah satunya Ibn Jarîr al-

Ṭabarî dalam menjelaskan kisah Nabi Yûsuf. Sedangkan Anne de

Vries hanya memaparkan kisah secara panjang lebar yang bersumber

dari Injil berdasarkan pemahamannya.

7. Skripsi Mohammad Sofiyullah mengungkap pesan moral dalam

kisah,26

penulis menggambarkan ayat-ayat mengenai kisah Nabi

Ayyub As, yaitu: Q.S. Al-Anbiyâ ayat 83-84 dan Q.S. Sâd ayat 41-44.

Kemudian menganalisa pesan moral yang terkandung di dalamnya.

Dalam penelitiannya, pesan moral yang telah diambil dari kisah Nabi

Ayyub a.s., yaitu: Pertama, musibah sebenarnya adalah musibah yang

membahayakan agama, Kedua, kepasrahan dengan ketentuan Allah

Swt., Ketiga, boleh berdoa untuk disesuaikan dengan takdir Allah Swt..

25

Umar Ubaidillah, Pengisahan Nabi Yusuf dalam al-Qur’an dan Injil (Analisa

Perbandingan Tafsîr ibn Katsîr dan tjerita-tjerita dalam Alkitab) (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 201 3) 26

Mohammad Sofiyullah, PESAN MORAL DALAM KISAH NABI AYYUB AS (TELAAH

TERHADAP KITAB AL-LAMA’AT KARYA SAID NURSI) (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015)

Page 29: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

13

8. Skripsi selanjutnya adalah karya Sofyan Tsaury27

. Karya ini

difokuskan pada pembahasan masalah penafsiran al-Qur’an mengenai

kematian dan pengangkatan Nabi Isa a.s., menurut pendapat Mutawallî

Sya’rawî. Penulis di sini mencari pemahaman al-Sya’rawî tentang kata

mutawaffîka dan râfi’uka, sekaligus dalil dan rujukan apa saja yang

menjadi penguat argumentasinya.

9. Ihyak Ulumuddin menulis skripsi,28

yang ingin menjawab persoalan

tentang tafsiran kisah Yûsuf as. dan Zulaikhâ dalam al-Qur’an dengan

pendekatan psikologi. Penelitian ini menggunakan teori-teori psikologi

yang lebih mendekati aspek-aspek kejiwaan manusia, membuka

realitas-realitas fenomena-fenomena yang sepenuhnya manusiawi

tampa harus mengklaim tindakan itu haram ataukah halal. Psikologi

hanya dapat melihat nilai-nilai dari tingkah laku manusia secara fair.

Psikologi dapat memandang kisah cinta ini sebagai perilaku yang bisa

terjadi terhadap siapa saja dan di mana saja.

Dari berbagai skripsi yang penulis lihat belum ada yang mengerucut

pembahasannya tentang dialog dan monolog dalam al-Qur’an.

5. Metode penelitian

Agar penelitian ini mendapatkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah, maka diperlukan metode yang sesuai dengan objek yang dikaji. Di

27

Sofyan Tsaury, KENAIKAN ISA AL-MASIH MENURUT MUTAWALLÎ AL-SYAˊRÂWÎ

(Studi Q.S. Ali Imran [03]: 55, al-Nisa [04]: 157, 158, dan 159) (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009) 28

Ihyak Ulumuddin, PSIKOLOGI CINTA DALAM KISAH YÛSUF DAN ZULAIKHA

(Telaah Atas Surat Yusuf ayat 23 – 32) (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009)

Page 30: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

14

samping itu, metode merupakan cara bertindak agar penelitian berjalan lebih

terarah dan efektif sehingga bisa mencapai hasil yang maksimal.29

a. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian

kepustakaan, oleh karena itu langkah awal dari penelitian ini adalah

mengumpulkan berbagai data yang dibutuhkan, kitab tafsir, buku-buku, kamus,

artikel dan karya tulis ilmiah lainnya yang relevan dengan permasalahan yang

akan diteliti. Walaupun tidak menutup kemungkinan penulis menemukan data

lewat beberapa wawancara, sebagai tambahan data dan membantu dalam

pencarian data.

b. Sumber data

Sumber data penelitian ini ada dua macam, yaitu sumber data primer dan

sekunder. Sumber primernya ialah al-Qur’an. Sedangkan sumber data sekunder

yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah kitab-kitab tafsir, buku, jurnal

ilmiah, skripsi yang berkaitan dan membantu memperjelas pembahasan dalam

penelitian ini.

c. Pengumpulan data

Langkah awal dalam pengumpulan data, penulis menganalisa teks-teks

linguistik (kebahasaan) kisah Nabi Ibrâhîm dan Nabi Yûsuf,30

untuk mengetahui

letak monolog dalam kisah tersebut. Pendekatan ini termasuk pendekatan kajian

tekstual sastra modern, namun tidak ada salahnya apabila pendekatan ini

29

Anton Bakker dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi penelitian Filsafat (Yogyakarta:

Kanisius, 1992), h.10 30

Pengumpulan data ini menggunakan Al-Qur'an yang diterbitkan oleh PT. Karya Toha

Putra Semarang dengan judul Al-Qur'an dan Terjemahannya dengan transliterasi Diterjemahkan

oleh Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Departemen Agama RI.

Page 31: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

15

diterapkan dalam kajian teks-teks kisah al-Qur'an.31

Pendekatan ini juga yang

digunakan oleh aṭ-Ṭarawanah dalam menkaji ayat-ayat kisah dalam al-Qur'an

yang tertuang dalam bukunya (Rahasia Pilihan Kata dalam Al-Qur'an). Penulis

mengananisa teks-teks tersebut secara perkalimat maupun perkata, agar bisa

menemukan ciri-ciri monolog dalam kisah Nabi Ibrâhîm dan Nabi Yûsuf.

d. Sifat Penelitian

Sedangkan sifat penelitiannya adalah deskripsi-analisis, yakni menganalisa

ayat 76-79 QS al-An'am, dan ayat 99-100 QS. Yûsuf, untuk menemukan paparan

monolog dalam ayat kisah tersebut, kemudian mendeskripsikan hasil yang

diperoleh sebagai hasil penelitian.

e. Pengolahan data

Data-data yang telah diperoleh seputar mololog dalam kisah Nabi Ibrâhîm

dan Nabi Yûsuf akan disortir terlebih dahulu untuk mencari teks yang pas dan

layak dibedah, lalu menganalisanya dengan mencari pola pemaparan dalam

monolog tersebut, selain itu dengan menggunakan kajian unsur intrinsik naskah

drama atau prosa rekaan, hal ini bukan berarti penulis menganggap kisah al-

Qur'an sama dengan naskah drama/teks sastra. Alasan penulis memilih

menggunakan kajian tersebut, karena kisah dalam al-Qur'an bercerita layaknya

naskah drama/teks sastra lainnya. Penulis yakin diantara kisah tersebut terdapat

kesamaan, walaupun tetap ada perbedaannya.

Penulisan dalam penelitian ini, merujuk kepada buku “Pedoman penulisan

skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013/2014”.32

Adapun transliterasi dalam penyusunan skripsi ini mengikuti pedoman

31

Aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata…, h. 5

Page 32: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

16

transliterasi yang digunakan jurnal Ushuluddin, terbitan HIPIUS (Himpunan

Peminat Ilmu-Ilmu Ushuluddin)33

, khusus untuk vocal panjang tetap memakai

“Pedoman penulisan skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2013/2014”

6. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka penulis membagi

penyusunan dalam lima bab dengan perincian sebagai berikut:

Bab pertama, pembahasan dimulai dengan pendahuluan yang berisi

penguraian tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan mamfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan

sistematika pembahasan.

Bab kedua, pembahasan kisah dan monolog dalam al-Qur'an, bagian

pertama pengertian kisah dan monolog, kedua unsur intrinsik, ketiga kisah Nabi

kisah Nabi Ibrâhîm, dan Nabi Yûsuf, dan bagian empat pola pemaparan dalam

kisah Nabi Ibrâhîm, dan Nabi Yûsuf.

Bab ketiga, menguraikan monolog menurut Sulaimân aṭ- Ṭarawanah

dimulai dari biografi Sulaimân aṭ- Ṭarawanah sendiri, lalu mengupas sepintas

buku "Rahasia Pilihan Kata Dalam al-Qur'an", dan ditutup dengan pengertian

monolog menurut Sulaimân aṭ- Ṭarawanah.

Bab keempat, berisi tentang monolog dalam kisah al-Qur’an. Monolog

dalam kisah al-Qur’an meliputi, monolog Nabi Ibrâhîm dalam surat al-An'am ayat

33

Jurnal ilmu Ushuluddin adalah Jurnal yang terbit 2 (dua) kali setahun. Jurnal Ilmu

Ushuluddin menerima kontribusi tulisan berupa artikel, liputan adademik, laporan penelitian, dan

tinjauan buku. Isi tulisan merupakan tanggung jawab penulis. Ilmu Ushuluddin 'Jurnal Himpunan

Peminat Ilmu Ushuluddin( HIPIUS) (Ciputat/Tangerang: Sejahtera Kita, 2010)

Page 33: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

17

76-79, dan monolog Nabi Yûsuf dalam surah Yûsuf ayat 99-100. Kemudian

perbedaan kisah dengan monolog lalu relevansinya monolog dengan kajian

ulumul Qur'an.

Bab kelima, akhirnya penelitian ini ditutup dengan kesimpulan. Hal ini

penting untuk menjelaskan jawaban dari pertanyaan yang tertuang dalam rumusan

masalah. Dalam bab ini juga berisi saran-saran yang dibutuhkan untuk penelitian

lebih lanjut.

Page 34: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

18

BAB II

KISAH DAN MONOLOG

DALAM AL-QUR'AN

A. Pengertian

1. Pengertian Kisah

Kata qaṣaṣ berasal dari Bahasa Arab yang merupakan

bentuk jamak dari kata qiṣaṣ yang berarti tatabbu’ al-aṣâr (napak tilas atau

mengulang kembali masa lalu). Qiṣaṣ menurut Muḥammad Ismail Ibrâhîm

yang berarti “hikayat” (dalam bentuk) prosa yang panjang”.1 Sedang menurut

Mannâ Khalîl al-Qaṭṭân, kisah berasal dari kata al- aqṣṣu yang berarti mencari

atau mengikuti jejak. Dikatakan “qaṣaṣtu aṣarahu” yang berarti “saya

mengikuti atau mencari jejaknya".2

Kata al-qaṣaṣ adalah bentuk masdar,

seperti dalam firman Allah Q.S. Al-Kahfi/18:64 : "Lalu keduanya kembali,

mengikuti jejak mereka semula".

Maksudnya kedua orang itu kembali mengikuti jejak darimana

keduanya itu datang.

Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata al- qaṣaṣ diterjemahkan dengan

kisah yang berarti kejadian (riwayat, dan sebagainya).3 Menurut al-Raghib al-

Iṣfahani, qaṣaṣ adalah akar kata (maṣdar) dari “qaṣṣa-yaquṣṣu”,

1 Muḥammad Ismail Ibrâhîm, Mu’jam al-Alfazh wa Alam al-Qur’anniya (t.tp.: Dar

al-Fikr-al’Arabi,1969), h.140 2 Mannâ Khalîl al-Qaṭṭân, Mabâḥits Fi ˊUlum al Qurˊân ter. Mudzakir AS (Bogor:

Pustaka Litera Antar Nusa, 2011), h. 435 3 Purwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), h.

512

Page 35: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

19

secara lugawi konotasinya tak jauh berbeda dari yang disebutkan di atas, yang

dipahami sebagai “cerita yang ditelusuri”4 seperti dalam Firman Allah swt.

Q.S. Yusuf/12: 111: "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat

pengajaran bagi orang-orang yang mempunya akal”.

Berdasarkan pada beberapa arti di atas, dapat diambil pengertian

bahwa qiṣaṣ sama dengan kisah yang mempunyai arti segala peristiwa,

kejadian atau berita yang telah terjadi dari suatu cerita untuk menelusuri

jejaknya. Adapun yang dimaksud dengan Qaṣaṣ al- Qur’an adalah:

.الماضى فى الواقعة والأحداث القدماء والأنبياء الماضية الأحوال عن خبارإ

Pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, nabi-nabi terdahulu,

dan peristiwa yang pernah terjadi”.

Menurut perspektif al-Qur'an, Allah SWT. mengungkapkan diri-Nya

melalui peristiwa-peristwa, namun wahyu-Nya menggunakan tema-tema yang

sudah terkenal dan dinyatakan kembali sampai orang-orang beriman

meresapinya.5

Demikianlah pemaparan pengertian kisah menurut beberapa ulama.

Tentunya masih banyak pengertian atau definisi lain. Semoga pengertian yang

sedikit ini memberikan sedikit pemahaman terhadap kisah dalam al-Qur'an.6

4 Al-Raghib al Isfahani, al Mufradat Fi Gharit al Qur’an, ed. Muhammad Sayyid

Kailani (Mesir: Mustafa al Bab al Halabih, t.t.), h. 404 5 Hasan Basri, Horizon al Qur’an dari judul asli Les Grens Themes Du Coran oleh

Jacquis Joner, Cet. I, (Jakarta: Balai Kajian Tafsir al-Qur’an Pase, 2002), h. 80 6

Lihat pengertian kisah dalam Ari Nurhayati, "PENGULANGAN KISAH NABI

IBRAHIM" (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 13-16. Dan Muhammad Khotib, "PENAFSIRAN KISAH-

KISAH AL-QUR'AN" (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 14-18

Page 36: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

20

Selain itu gaya-gaya penyajian dalam kisah al-Qur'an merupakan salah

satu elemen struktur cerita yang menonjol. Yang dimaksudkan disini adalah cara

yang digunakan untuk mendiskripsikan urutan peristiwa suatu cerita.7

Salah satu gaya penyajiannya ialah dengan narasi, narasi kisah dalam al-

Qur'an menjadi tiga macam, yakni: Pertama, kisah historis (adabi târikhî). Kisah

ini berkenaan dengan kisah nabi dan rasul yang telah diyakini sebagai sesuatu

yang historis. Karena al-Qur'an telah mengambil peristiwa-peristiwa dalam

panggung sejarah manusia, maka jenis ini juga disebut dengan adabi târikhî.

Khalafullah mengatakan yang berkenaan dengan jenis ini, yakni:

Jenis naratif ini merupakan susastra historis (adabi târikhî). Al-Qur'an

mengambil material narasi dari persitiwa dan kejadian-kejadian dalam

sejarah, menghubungkannya dalam bentuk susastra yang menjelaskan

makna serta menopang maksud sedemikian rupa seakan mendatangkan

respon dari pendengar yang emosi serta kesadarannya terpengaruhi.8

Walaupun jenis yang pertama ini, yakni adabi târikhî, memiliki elemen

historis yang kental, prioritas utama Khalafullah dalam jenis ini adalah simbol dan

teladan kemanusiaan bagi kehidupan,9 bukan malah aspek historisnya.

Kedua, kisah-kisah ilustratif (tamtsîliyya) atau (parabel), secara khusus

kisah-kisah ini memiliki unsur-unsur didaktik. Khalafullah menyatakan dalam

jenis yang kedua ini bahwa "kita tidak memiliki pengetahuan yang riil dan historis

akan peristiwa dan kejadian dalam jenis naratif parabel, tapi kita mampu

menerimanya sebagai bentuk hipotesis."10

7 Sulaimân aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata dalam Al- Qur’an (Jakarta Timur: Qisthi

Press, 2004), h. 125 8 Khalafullah, al- Fann al-Qasas…, h. 124

9 Khalafullah, al- Fann al-Qasas…, h. 142-143, 148-150, 152-154

10 Khalafullah, al- Fann al-Qasas…, h. 145

Page 37: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

21

ketiga, kisah-kisah legenda (usṭûriyya). Jenis ini merupakan sesuatu yang

mengisahkan perstiwa-peristiwa dalam panggung kehidupan manusia. Jenis ini

dimaksudkan untuk mempertebal dan menkokohkan filosofi kisah tersebut, yakni

sebagai teladan kemanusiaan.

Narasi-narasi al-Qur'an lebih dimaksudkan sebagai simbol-simbol oleh

Khalafullah, simbol keagamaan, 'ibrah, nasehat, serta hidayah bagi umat manusia.

Meski Khalafullah dengan tegas mengakui dimensi historis kisah yang ada di

dalam al-Qur'an, haya saja bukan aspek historis tersebut sebagai elemen utama

yang menjadi sasaran adanya kisah tersebut.

Selain itu teknik pemaparan lewat narasi dapat di pilah-pilah, seperti

berawal dari kesimpulan, ringkasan cerita, adegan klimaks, tanpa pendahuluan,

adanya keterlibatan imajinasi manusia, dan penyisipan nasihat keagamaan:11

1.1. Berawal dari sebuah Kesimpulan

Di antara berbagai kisah yang dipaparkan dalam al-Qur'an, ada yang di

mulai dari kesimpulan. Kemudian diikuti dengan perinciannya, yaitu dari12

pertama fragmen hingga fragmen terakhir. Sebagai contoh adalah kisah Nabi

Yûsuf yang di awali dengan mimpi dan dipilihnya Nabi Yûsuf sebagai Nabi [QS.

12:6-7]. Kemudian dilanjutkan dengan fragmen pertama, yaitu Nabi Yûsuf dengan

saudara-saudaranya [ayat 8-20]. Fragmen kedua, Nabi Yûsuf di Mesir [ayat 21-

33]. Fragmen ketiga, Nabi Yûsuf di penjara [ayat 34-53]. Fragmen keempat, Nabi

11

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an (Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an), ed.

Musjaffa' Maimun (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), h. 67-73 Lihat Sayyid Qutbh, al-Taswir

al-Fann…, h. 149 12

Dalam Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia, kata fragmen diartikan sebagai cuplikan

atau petikan (dari sebuah cerita, lakon dan sebagainya). Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,

Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 418

Page 38: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

22

Yûsuf mendapat kepercayaan dari raja [ayat 54-57]. Fragmen kelima, Nabi Yûsuf

bertemu dengan saudara-saudaranya [ayat 58-93]. Fragmen keenam, Nabi Yûsuf

bertemu dengan orangtuanya [ayat 94-101].13

1.2. Berawal dari sebuah Ringkasan Kisah

Dalam hal ini kisah dimulai dari ringkasan, kemudian diikuti dengan

rincian dari awal hingga akhir. Kisah yang menggunakan pola ini antara lain

ashâb al-Kahfi dalam surat al-Kahfi yang dimulai dengan ringkasan secara garis

besar.

(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam

gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan Kami, berikanlah rahmat kepada

Kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi Kami petunjuk yang Lurus

dalam urusan Kami (ini). Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun

dalam gua itu. Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui

manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung

berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu).14

Demikian ringkasan kisah ashâb al-Kahfi. Kemudian dalam ayat

selanjutnya diceritakan rinciannya, yaitu dalam ayat [14-16] tentang latar

belakang mengapa mereka masuk gua. Pada ayat [17-18] menceritakan keadaan

mereka di dalam gua. Pada ayat [19-20] menceritakan saat mereka bangun dari

tidur. Pada ayat [21] menjelaskan tentang sikap penduduk kota setelah mengetahui

mereka. Terakhir, pada ayat [22] menceritakan perselisihan penduduk kota

tentang jumlah pemuda-pemuda tersebut.15

1.3. Berawal dari sebuah Adegan yang paling Penting

13

Qalyubi, Stilistika al-Qur’an…, h. 67-68. 14

Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta:

CV Darus Sunah, 2011), h. 295 15

Sayyid Quṭb, al-Taswir al-Fann…, h. 149

Page 39: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

23

Pola pemaparan kisah lainnya dalam al-Qur'an adalah kisah yang berawal

dari adegan klimaks. Kemudian dikisahkan rinciannya dari awal hingga akhir.

Kisah yang menggunakan pola ini antara lain kisah Nabi Mûsâ dengan Fir'aun

dalam surat al-Qaṣaṣ.

Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Mûsâ dan Fir'aun

dengan benar untuk orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Fir'aun

telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan

penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka,

menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak

perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun Termasuk orang-orang yang

berbuat kerusakan. Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-

orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka

pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).16

Itulah awal kisah yang menjadi adegan klimask, yaitu tentang keganasan

Fir'aun. Kemudian dikisahkan secara rinci mulai Nabi Mûsâ AS. Dilahirkan dan

dibesarkan [ayat 7-13]. Pada ayat [14-19] menceritakan ketika ia dewasa. Ayat

[20-22] tentang meninggalnya Nabi Mûsâ di Mesir. Ayat [23-28] menceritakan

pertemuannya dengan dua anak perempuan. Ayat [29-32] menceritakan Nabi

Mûsâ mendapatkan wahyu dari Allah SWT. Untuk menyeru Fir'aun. Ayat [33-37]

menceritakan pengangkatan Harun sebagai pembantunya. Ayat [38-42]

menceritakan tentang kesombongan dan keganasan Fir'aun. Terkahir

menceritakan tentang Nabi Mûsâ yang mendapatkan wahyu (Taurat), terdapat

pada ayat [43].17

Dengan dipilihnya pola pertama, kedua, dan ketiga ini pembaca atau

pendengar dapat mengetahui terlebih dahulu gambaran secara umum tentang suatu

kisah. Selain itu mendorong mereka untuk segera mengetahui rinciannya.

16

Yayasan Penterjemah Al-Qur'an, Al-Qur’an dan Terjemahnya…, h. 386. 17

Qalyubi, Stilistika al-Qur’an…, 69.

Page 40: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

24

1.4. Tampa Memakai Pendahuluan

Pada umumnya kata-kata pendahuluan digunakan pada berbagai kisah

dalam al-Qur'an. Apakah itu dengan menggunakan pola pertama, kedua, ketiga,

atau dengan bentuk pertanyaan. Sebagai contoh kisah tentara bergajah pada surat

al-Fîl/105 ayat [1-5] didahului dengan pertanyaan, “Apakah kamu tidak

memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah.”

Kemudian kisah Nabi Ibrâhîm AS. dengan malaikat dalam surat al-Dzariyat/51

ayat [24-30] juga di mulai dengan pertanyaan, “Sudahkah sampai kepadamu

(Muhammad) cerita tamu Ibrâhîm (malaikat) yang dimuliakan?” Selain itu, kisah

Nabi Mûsâ AS. dalam surat al-Nâzi'at/79 ayat [15-26] juga di mulai dengan

sebuah pertanyaan, “Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) kisah Mûsâ?”.18

Meskipun demikian, terdapat juga beberapa kisah yang tidak memakai

pendahuluan. Tetapi kisah tersebut di mulai secara langsung dari inti materi.

Sebagai contohnya adalah kisahnya Nabi Mûsâ AS. Mencari ilmu dalam surat al-

Kahfi/18 ayat 60-82. Dalam kisah tersebut dijelaskan secara langsung ke inti

materi kisah, tanpa didahului dengan pendahuluan.

Sekalipun pemaparan kisah di atas tanpa dimulai pendahuluan. Di

dalamnya dimuat dialog atau peristiwa yang mengandung minat pembaca atau

pendengar untuk mengetahui kisah tersebut sampai tuntas. Pada kisah Nabi Mûsâ

AS ditampilkan adegan Nabi Khidir melubangi perahu yang di tumpanginya [ayat

71]. Selanjutnya Nabi Khidir membunuh seorang pemuda [ayat 74] dan Nabi

Khidir membetulkan dinding rumah yang masyarakatnya sangat pelit [ayat 77].

18

Qalyubi, Stilistika al-Qur’an…, h. 70

Page 41: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

25

Pembaca atau pendengar kisah akan terus bertanya-tanya mengapa Nabi Khidir

berbuat demikian. Pertanyaan itu baru terjawab pada akhir kisah tersebut.19

1.5. Penyisipan Nasihat Keagamaan

Pemarapan kisah dalam al-Qur'an sering sekali disisipi nasihat keagamaan.

Nasihat ini antara lain berupa penegasan Allah SWT, dan keharusan percaya

adanya kebangkitan manusia dari kubur.

Adapun contoh dalam pola ini adalah ketika al-Qur'an menuturkan kisah

Nabi Mûsâ AS. dalam surat Ṭaḥa [20], dari ayat 9-98. Di tengah-tengah kisah ini,

yaitu pada ayat 50-55 disisipkan tentang kekuasaan Allah SWT, ilmu-Nya,

kemurahan-Nya, dan kebangkitan manusia dari kubur. Kemudian di akhiri dengan

pengesaan Allah SWT, pada ayat 98.20

2. Monolog

Menurut Syamsuddin dkk, yang dimaksud dengan monolog21

adalah

bentuk bahasa/tuturan baik lisan maupun tertulis yang tidak termasuk dalam

lingkungan percakapan, tanya jawab, teks drama atau film, dan betuk-bentuk lain

yang sejenis, termasuk juga wawancara. 22

Sama halnya dengan Nano Riantiarno, menurutnya monolog bukanlah

sebuah percakapan yang dimainkan oleh dua orang atau lebih, monolog adalah

19

Qalyubi, Stilistika al-Qur’an…, h. 70-71. Contoh lainya adalah kisahnya Nabi Yusuf

AS. QS. Yusuf/12: 1-111. 20

Qalyubi, Stilistika al-Qur’an…, 72. 21

Monolog: 1 pembicaraan yang dilakukan dengan diri sendiri; 2 Sen adegan sandiwara

dengan pelaku tunggal yang membawakan percakapan seorang diri; -- dramatik Sas sajak yang

terdiri atas kata-kata yang diucapkan seorang tokoh tunggal pada saat kritis yang mengungkapkan

keadaan dirinya dari situasi yang dihadapinya; bermonolog: melakukan monolog. Kamus besar

bahasa Indonesia, Kamus versi online/daring (dalam jaringan) di akses pada tanggal 31 Juli 2016

dari http://kbbi.web.id/monolog 22

Syamsuddin A.R, dkk., Studi Wacana Bahasa Indonesia (Bandung: Depdikbud,

1997/1998), h. 163

Page 42: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

26

naskah drama yang dimainkan oleh seorang aktor, sendirian. Monolog kadang

juga disebut monodrama.23

Istilah lainnya dari monolog adalah monodrama24

dimana drama yang

dimainkan oleh satu orang saja. Monodrama adalah gambaran yang bercorak

dramatik yang lahir melalui fikiran seseorang individu.

Jadi, dapat disimpulkan di sini bahwa yang disebut dengan monolog

adalah bentuk bahasa/tuturan baik lisan maupun tertulis yang disampaikan searah

bukan dialogis, beruntun dan berkaitan berdasarkan kesatuan isi, tujuan dan

situasi. Dan perbedaan yang sangat menonjol jika dibandingkan dengan dialog

terletak pada aspek tatap muka, penggalan pasangan percakapan, dan kesempatan

berbicara. Pada monolog tatap muka, penggalan pasangan percakapan, dan

kesempatan berbicara tidak diperlukan, karena monolog sifatnya searah bukan dua

arah sebagaimana dialog.

2.1. Monolog secara umum dalam al-Qur'an.

Al-Qur'an secara umum bisa disebut monolog tertulis /teks monolog,

karena sejatinya al-Qur'an adalah Firman Tuhan. Bisa dikatakan bahwa al-Qur'an

adalah monolognya Allah, karena keseluruhan isi dalam al-Qur'an merupakan

Firman Allah, yang di sampaikan oleh malaikat Jibril ke Nabi Muhammad. Al-

Qur'an tersusun dalam struktur yang unik yang sangat beraturan sehingga al-

Qur'an membentuk sistematikanya sendiri yang berbeda dengan sistematika

manapun. Al-Qur'an disusun dalam bentuk bahasa dialog dengan dominasi satu

arah sehingga seperti bahasa tutur.

23

Nano, KITAB TEATER Tanya, h. 48 24

Kamus besar bahasa Indonesia, Kamus versi online/daring (dalam jaringan) di akses

pada tanggal 31 Juli 2016 dari http://kbbi.web.id/monodrama

Page 43: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

27

Al-Qur'an atau wahyu tersebut sebagai hasil komunikasi Tuhan ke

manusia, dimana Tuhan sebagai pengirim aktif, sedang manusia sebagai penerima

pasif, kitab suci tersebutlah sebagai kode komunikasinya.25

Syamsuddin dkk, memberikan contoh monolog tulisan itu seperti, bahan

bacaan, sepucuk surat, sebuah berita, begitu juga dengan al-Qur'an dan lain-lain

dengan persyaratan dibentuk oleh sebuah kalimat/tuturan yang beruntun dan

berkaitan berdasarkan atas kesatuan isi, tujuan dan situasinya.26

Dalam karya sastra kegiatan untuk menganalisis monolog ada beberapa hal

penting yang tidak dapat ditinggalkan. Hal yang dimaksud yakni, yang

berhubungan dengan rangkaian dan kaitan tuturan, berhubungan dengan

penunjukan atau perujukan.27

Rangkaian dan Kaitan

Rangkaian yang dimaksud di sini adalah segala bentuk hubungan antar

tuturan baik pada tataran antar kalimat dalam sebuah kalimat, maupun dalam

leksikon pada satu kesatuan monolog, sedangkan kaitan yang dimaksud di sini

diartikan dengan segala bentuk hubungan yang terjadi antara satu alinea dengan

alinea lain dalam satu kesatuan monolog.28

Rujukan atau Penunjukan

Rujukan atau penunjukkan pada umumnya ditandai oleh kata-kata

penunjuk sebenarnya seperti: ini, itu, di sini, di situ, maupun oleh kata-kata

25

M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur'an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: eLSAQ Press,

2005), h. 53 26

Syamsuddin, dkk. Studi Wacana, h. 163 27

Syamsuddin, dkk. Studi Wacana, h. 164-175, lihat juga Syamsuddin, Studi Wacana, h.

81-86 28

Syamsuddin, Studi Wacana, h. 81

Page 44: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

28

penunjuk yang tidak sebenarnya, seperti: tersebut, terkatakan, tersurat, berikut,

dan lain-lain, dan kadang-kadang ditandai pula oleh kata-kata lain selain kata

penunjuk. Pendapat lain mengatakan bahwa hubungan antarkalimat dalam suatu

wacana bisa ditandai oleh kata-kata penunjuk, kata keterangan atau pengulangan

kata ganti, ungkapan penghubung antarkalimat, dan persangkaan.29

Misal: 30

a) Makanan kita harus bermacam-macam, seperti daging, sayuran, buah-

buahan, dan susu. Makanan itu membuat kita sehat dan kuat.

b) Uap air yang naik (ke atas) makin lama makin banyak dan membentuk

awan. Uap air yang membentuk awan tadi makin tinggi makin

dipengaruhi oleh suhu sekelilingnya.

Kata penunjuk itu yang mengacu kepada macam makanan yang

dinyatakan pada kalimat sebelumnya dan pengulangan kata ganti kita dan kata

makanan dapat memadukan hubungan antarkalimat pada contoh (a) demikian pula

halnya kata keterangan tadi pada contoh (b) kata tadi yang mengacu kepada

pernyataan pada kalimat sebelumnya itu dapat memadukan hubungan antar

kalimat pada contoh itu.

2.2. Monolog secara khusus dalam kisah al-Qur'an

Syamsuddin A.R, dkk memberikan contoh jenis-jenis monolog lisan,

diantaranya ialah pidato, khotbah, dan lain-lain. 31

Putu Wijaya memberi contoh

ialah bakul jamu, penutur dongeng, penjual obat dan lain-lain.32

Dalam drama, monolog adalah pidato tak terinterupsi. Monolog bisa

sangat fleksibel untuk bentuk yang mereka ambil. Beberapa monolog ditujukan

langsung ke penonton, atau kepada diri sendiri. Beberapa aktor mencoba untuk

29

Depdikbud, Panduan Penggunaan Kata, Kalimat, dan Wacana (Jakarta: Depdikbud,

1985), h. 40-41 30

Syamsuddin, Studi Wacana, h. 86 31

Syamsuddin, dkk. Studi Wacana, h. 163 32

Putu Wijaya, "100 monolog" karya Putu Wijaya (Jakarta: Pentas grafika, 2016), h. 670

Page 45: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

29

menciptakan kesan bahwa aktor sendirian, berbicara dengan dirinya sendiri.

Monolog juga sebagai 'solilokui33

dramatis' dan sebagai pidato panjang.34

Monolog bisa berbentuk percakapan dengan dirinya sendiri dalam cermin,

atau percakapan yang berbunyi dalam hati yang berkata pada diri sendiri. Intinya

adalah monolog merupakan percakapan yang dilakukan oleh tunggal kepada

dirinya sendiri. 35

Selain itu monolog terjadi ketika aktor (dalam karakter) berbicara dengan

sesuatu yang imajiner (atau orang). Ketika berbicara dengan orang imajiner,

karakter dapat mengatakan hal-hal yang sangat ingin dikatakannya, tetapi tidak

mendapatkan kesempatan untuk mengatakannya, atau tidak memiliki keberanian

untuk mengatakannya, atau mungkin sedang mempersiapkan diri untuk

mengatakannya. Dalam beberapa naskah monolog, seorang tokoh dalam

karakternya membayangkan tokoh lain, berbincang dan seolah-olah menanggapi

apa yang dikatakan tokoh lain.

Putu Wijaya mengatakan monolog adalah celoteh seseorang tentang apa

saja yang menjadi menarik karena disampaikan menjadi tontonan yang memukau

serta mengandung pesan moral yang mau di transfer oleh penulisnya. Lebih jauh

lagi, pernyataan erosional yang sarat, panjang lebar, mendalam hingga membuat

orang terbakar marah, sedih, bingung, menang, kalah, bahagia, cinta, kecewa,

33

Istilah dalam sastra yang berarti monolog tokoh drama yang berisi ungkapan dirinya

dalam konteks cerita drama. Arti Definisi Pengertian. Di akses pada tanggal 25 Agustus 2016 dari

http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-solilokui/

34

Ihsan, Purnama, Monolog dan jenis-jenisnya. Di akses pada tanggal 31 Juli 2016 dari

http://rangkaiankatasekar.blogspot.co.id/2013/07/monolog-dan-jenis-jenisnya.html 35

Ni Nyoman Karmini, TEORI PENGKAJIAN Prosa Fiksi dan Drama (Bali: Pustaka

Larasan, 2011), h. 156

Page 46: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

30

panik, takut, dan sebagainya, juga bisa membuat yang bersangkutan seperti

memainkan monolog.36

Apapun ciri monolog intinya adalah bagaimana prinsip-prinsip monolog

yang disampaikan itu tetap dipertahankan. Setiap pelaku monolog harus

menyadari bahwa lakonnya adalah merupakan konflik manusia.37

Apabila kita melihat secara umum, maka sebenarnya al- Qur'an disetting

sebagai kitab dialog yang bukan satu arah tetapi interaksi berbagai arah. Interaksi

dialog dari berbagai arah ini dapat dipahami jika al- Qur'an ditelaah berdasarkan

siapa-siapa Pembicara yang bicara di dalam al- Qur'an.

Karena itu sangat penting untuk melihat ayat-ayat al- Qur'an untuk

memperhatikan siapa yang berbicara (Pembicara/Subjek) dan kepada siapa

pembicaraan ini ditujukan (Objek). Di dalam al-Qur'an terdapat banyak tokoh

yang berbicara walaupun didominasi dengan perkataannya Allah. Begitu juga

dengan ciri-ciri monolog di atas, terdapat di dalam ayat-ayat al-Qur'an. Khususnya

di ayat-ayat kisah yang di mana ada tokoh yang dimunculkan.

Fungsi dari monolog biasanya untuk menegaskan keinginan atau harapan

dari tokoh tersebut terhadap sesuatu hal. Bisa juga berbentuk emosional,

penyesalan, atau tokoh yang berandai-andai.38

36

Putu Wijaya, "100 monolog",… h, 671 37

Herman J. Waluyo, Drama: Teori dan Pengajarannya (Yogyakarta: PT. Hanindita

Draha Widya, 2002), h. 45 38

Rumpun, Nektar, Penjelasan dialog dan monolog, juga prolog dan epilog, di akses

pada tanggal 31 Juli 2016 dari http://www.rumpunnektar.com/2016/02/penjelasan-dialog-dan-

monolog-juga.html

Page 47: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

31

3. Unsur Intrinsik

Unsur yang membangun drama sebagai seni pertunjukan berbeda dengan

teks drama.39

Unsur drama sebagai seni pertunjukan adalah plot, karakterisasi,

dialog, tata artistik, dan gerak. Sedangkan unsur-unsur teks drama hampir sama

dengan prosa rekaan yakni:

3.1. Tema

Tema adalah gagasan sentral yang menjadi dasar tolak penyusunan dan

yang sekaligus menjadi sasaran atau tujuan karangan itu.40

Dalam tema ini

biasanya terlihat bagaimana pemikiran si penulis atau pengarang. Kategori

tema berdasarkan tingkat keutamaannya, yaitu ada tema utama dan tema

tambahan.41

Tema tambahan ini merupakan tema yang medukung dan

mempertegas eksistensi makna utama sebuah cerita atau tema utama

merangkum berbagai makna tambahan dalam sebuah cerita.

3.2. Tokoh

Tokoh adalah pelaku yang mengembarkan peristiwa dalam cerita rekaan

sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan

menampilkan tokoh di sebut penokohan.42

Menurut definisinya, tokoh adalah

individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam berbagai

peristiwa dalam cerita.43

Berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dalam

cerita fiksi secara keseluruhan, dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh

39

Wahyudi, Siswanto, Pengantar Teori Sastra (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 163. 40

Ni Nyoman Karmini, Teori Pengkajian Prosa Fiksi dan Drama (Bali: Pustaka Larasan,

2011), h. 45. 41

Ibid. h. 51. 42

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori…., h. 143 43

Melani Budianta,dkk, Membaca Sastra Pengantar memahami Sastra untuk Perguruan

Tinggi (Magelang: Tera, 2006), h. 83.

Page 48: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

32

tambahan.44

Tokoh utama adalah tokoh yang menjadi central dalam sebuah

naskah atau jika dalam sebuah pementasan tokoh utama adalah tokoh yang sering

keluar.

3.3. Alur

Alur adalah sambung sinambung peristiwa berdasarkan sebab akibat.

Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting

adalah menjelaskan mengapa hal itu terjadi sedangkan menurut Karmini

dalam bukunya mengatakan plot merupakan cerminan, bahkan berupa

perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berfikir, berasa, dalam

bersikap menghadapi berbagai masalah kehidupan.45

Sedangkan Abrams Abrams

dalam Melani Budianta mengatakan alur ialah rangkaian cerita yang di bentuk

oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan

oleh para pelaku dalam suatu cerita.46

Jadi dapat disimpulkan bahwa alur adalah

fragmen-fragmen dalam sebuah naskah yang di dalamnya terdapat sebab akibat.

3.4. Latar Cerita

Dalam Nurgiantoro, Abrams menyebutkan bahwa latar atau setting atau

yang di sebut juga dengan landas tumpu, menunjuk pada pengertian tempat,

hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-

peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan secara jelas. Hal ini

penting untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana

44

Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 2013) h. 258 45

Ni Nyoman Karini, Teori Pengkajian..., h. 53 46

Melani Budianta, Membaca Sastra Pengantar…, h.159.

Page 49: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

33

tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Dalam buku

Nurgiantoro alur dibagi menjadi tiga yaitu,

Pertama, latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa

yang di ceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

dipergunakan berupa nama tertentu, inisial, lokasi tertentu tanpa nama

jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah

mencerminkan atau paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan

keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

Kedua, latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”(berupa

hari, bulan, tahun, jam) terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan

dalam sebauh karya tersebut.

Ketiga, latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang

berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat

yang diceritakan dalam karya fiksi

B. Kisah Nabi Ibrâhîm Dan Nabi Yûsuf

1. Kisah Nabi Ibrâhîm

1.1. Ibrâhîm dengan kaumnya

QS. QS. al-An'am/6: 74-83

وإذ قال إب راىيم لأبيو آزر أت تخذ أصناما آلة إن أراك وق ومك ف ضلال مبين ماوات والأرض وليكون من الموقنين ٤٧) ( وكذلك نري إب راىيم ملكوت السا جن عل ٤٧) ا أفل قال لا أحب (ف لم يو الليل رأى كوكبا قال ىذا رب ف لم

ا أفل قال لئن ل ي هدن رب ٤٧الآفلين ) ا رأى القمر بازغا قال ىذا رب ف لم (ف لم

Page 50: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

34

الين ) ا ر ٤٤لأكونن من القوم الض مس بازغة قال ىذا رب ىذا أكب ر (ف لم أى الشا أف لت قال يا ق وم إن بريء ما تشركون ) هت وجهي للذي فطر ٤٧ف لم (إن وج

ماوات والأرض حنيفا وما أنا من المشركين ) و ق ٤٧الس ون (وحاج ومو قال أتاجف اللو وقد ىدان ولا أخاف ما تشركون بو إلا أن يشاء رب شيئا وسع رب كل

رون ) (وكيف أخاف ما أشركتم ولا تافون أنكم أشركتم ٧٨شيء علما أفلا ت تذكباللو ما ل ي ن زل بو عليكم سلطانا فأي الفريقين أحق بالأمن إن كنتم ت علمون

(الذين آمنوا ول ي لبسوا إيمان هم بظلم أولئك لم الأمن وىم مهتدون ٧٨)ت نا آ٧٨) ناىا إب راىيم على ق ومو ن رفع درجات من نشاء إن ربك (وتلك حج ت ي

(٧٨حكيم عليم )"dan (ingatlah) di waktu Ibrâhîm berkata kepada bapaknya, Âzar

47,

"Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?

Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang

nyata. Dan Demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrâhîm tanda-tanda

keagungan (kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (kami

memperlihatkannya) agar Dia Termasuk orang yang yakin. Ketika malam

telah gelap, Dia melihat sebuah bintang (lalu) Dia berkata: "Inilah

Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam Dia berkata: "Saya tidak

suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala Dia melihat bulan terbit

Dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia

berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku,

pastilah aku Termasuk orang yang sesat." Kemudian tatkala ia melihat

matahari terbit, Dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka

tatkala matahari itu terbenam, Dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya

aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku

menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi,

dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk

orang-orang yang mempersekutukan tuhan. Dan dia dibantah oleh

kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantah tentang Allah,

Padahal Sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku". dan aku

tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu

persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu

(dari malapetaka) itu. pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka

Apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ?"

Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu

persekutukan (dengan Allah), Padahal kamu tidak mempersekutukan Allah

47

Di antara mufassirin ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Abîhi

(bapaknya) ialah pamannya.

Page 51: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

35

dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah

kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua

golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka),

jika kamu mengetahui?48

Orang-orang yang beriman dan tidak

mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka

Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang

mendapat petunjuk. Dan Itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada

Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami

kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi

Maha mengetahui.49

(QS. Al- An'am/6: 75-83)

Kata (الآفلين)50

al-Âfilîn/ yang tenggelam merupakan bentuk jamak yang

digunakan menunjuk kepada yang berakal. Nabi Ibrâhîm sengaja mengatakan

seperti itu agar para penyembah bintang sadar kalau bintang yang mereka sangka

berakal itu tetap tidak layak disembah apabila timbul dan tenggelam.51

Penggunaaan lafazh (هذا)52

dalam ayat ini begitu juga ayat sebelum dan

sesudahnya, tidak hanya menunjuk sesuatu yang tertentu, tapi juga terdapat

kandungan makna yakni sesuatu yang sebelumnya telah dicari, lalu kini

ditemukan. Apabila sesuatu yang dicari itu ditemukan maka ketika itu yang

menemukannya mengatakan "Ini dia buku saya" maksudnya adalah yang saya

cari.53

Disisi lain, ucapan Nabi "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi

petunjuk kepadaku" tersebut juga menunjukkan keniscayaan adanya Tuhan Yang

Maha Esa yang mampu memberi petunjuk. Dalam ayat ini juga bisa dipahami

48

Setelah diperlihatkan Allah kepada Nabi Ibrahim as. tanda-tanda keagungan-Nya dan

dengan itu teguhlah imannya kepada Allah (ayat 75), Maka Ibrâhîm, memimpin kaumnya kepada

tauhid dengan mengikuti alam pikiran mereka untuk kemudian dibantahnya. 49

Fatchur Rochman, AR, Kisah-Kisah Nyata Dalam Al-Qur'an (Surabaya: APOLLO.

1995), h. 69-70 50

QS. Al- An'am/6: 76 51

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, volume

4 (Jakarta: Lentera Hati 2002), h. 162 52

QS. Al- An'am/6: 77 53

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 4, h. 163

Page 52: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

36

sebagai penggambaran proses pemikiran Nabi Ibrâhîm dalam menemukan Allah,

bisa dipahami juga sebagai cara untuk membuktikan kesesatan kaumnya.54

Kisah ini memaparkan bagaimana Ibrâhîm bergelut dengan pemikirannya

sendiri, tampa ada satu orangpun bersamanya. Karena dialah yang membuat

pernyataan tapi dia juga yang menyanggah pernyataannya sendiri.

Ibrâhîm menyimpulkan penglihatannya kepada kaumnya, dan berkata: Hai

kaumku, sesungguhnya aku terlepas diri dari penyembahan bintang, bulan,

matahari, dan apa saja yang kamu perseketuan dengan Tuhan Yang Maha Esa,

Tuhan Yang sesungguhnya.55

Kita perhatikan di sini bahwa beliau berbicara

dengan kaumnya tentang penolakan penyembahan terhadap bulan, dll. Ibrâhîm

mengatakan bahwa ia tidak menyukai yang tenggelam, dan ia berhasil "merobek"

keyakinan terhadap penyernbahan bulan dengan penuh kelembutan dan

ketenangan.

Firman-Nya: ( و ق ومو (وحاج56

, ia dibantah oleh kaumnya, kita bisa melihat

di sini bahwa ada dua pihak yang sedang beradu argumentasi untuk menguatkan

pandangannya dan mematahkan pandangan lawannya. Hanya saja dalam ayat ini

tidak diuraikan dengan jelas pandangan kaum yang membantah Nabi Ibrâhîm as.

Menurut Quraish Shihab bisa saja bantahan mereka tidak digambarkan karena

sangat rapuh dan terlalu jelas kebathilan mereka.57

54

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 4, h. 163 55

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 4, h. 164 56

QS. Al- An'am/6: 80 57

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,vol. 4, h. 167-168

Page 53: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

37

Dari cerita tersebut, Al-Qur'an mengemukakan bahwa Nabi Ibrâhîm

menggunakan logika seorang yang berpikir sehat. Di sinilah Ibrâhîm memainkan

peran yang penting dalam rangka menggugah pikiran mereka. Menghadapi

berbagai tantangan dan ancaman dari kaumnya, Nabi Ibrâhîm justru mendapatkan

kedamaian dan tidak takut kepada mereka.

Dalam ayat 83 sangat jelas berhubungan dengan ayat-ayat sebelumnya.

Ayat ini menunjuk kepada ucapan-ucapan Nabi Ibrâhîm as, yang di tujukan

kepada kaumnya. Kata (تلك), itu merupakan ucapan ataupun penjelasan yang

dikemukakan Nabi Ibrâhîm as, dan selainnya adalah hujjah dalil atau penjelasan

yang amat kokoh dan kedudukannya sangat tinggi.58

Allah SWT selalu

memberikan hujjah atau argumentasi yang kuat kepada Nabi Ibrâhîm sehingga

beliau mampu menghadapi kaumnya.

1.2. Ibrâhîm Menghancurkan Berhala-berhala

Nabi Ibrâhîm as merancang akan membuktikan kepada kaumnya dengan

perbuatan yang nyata yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri

bahwa berhala-berhala dan patung-patung mereka betul-betul tidak berguna bagi

mereka dan bahkan tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.59

Sudah menjadi tradisi dan kebiasaan bahwa setiap tahun mereka (kaumnya

Nabi Ibrâhîm as) keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka

anggap sebagai keramat. Mereka bersuka ria dan bersenang-senang sambil

58

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,vol. 4, h. 174 59

(QS. Al-Anbiyâ/21: 57) Ucapan-ucapan itu diucapkan Ibrâhîm as.dalam hatinya saja.

Maksudnya: Nabi Ibrâhîm a.s. akan menjalankan tipu dayanya untuk menghancurkan berhala-

berhala mereka, sesudah mereka meninggalkan tempat-tempat berhala itu.

Page 54: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

38

meninggalkan kota-kota mereka kosong dan sunyi. Nabi Ibrâhîm as pun ikut dan

mengajak keluarga untuk keluar bersama mereka.60

Tapi tiba-tiba ketika keluar

Nabi Ibrâhîm pura-pura sakit. Firman Allah QS. al-Ṣâffât/37: 88-89 yang artinya:

"lalu ia memandang sekali pandang ke bintang-bintang. kemudian ia

berkata: "Sesungguhnya aku sakit".61

Nabi Ibrâhîm diizinkan tinggal di rumah karena mereka merasa khawatir

bahwa penyakit Nabi Ibrâhîm akan menular dan menjalar di kalangan mereka bila

ia turut serta.

Firman Allah QS al-Ṣâffât/37: 91-93:

( ف راغ عليهم ٧٨( ما لكم لا ت نطقون )٧٨ آلتهم ف قال ألا تأكلون )ف راغ إل (٧٨ضربا باليمين )

Kemudian ia pergi dengan diam-diam kepada berhala-berhala mereka;

lalu ia berkata: "Apakah kamu tidak makan? kenapa kamu tidak

menjawab?" lalu dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya

dengan tangan kanannya (dengan kuat).62

Dengan membawa sebuah kapak ditangannya ia pergi menuju tempat

beribadatan kaumnya yang sudah ditinggalkan tanpa penjaga. Sambil menunjuk

kepada semahan bunga-bunga dan makanan yang berada di setiap kaki patung

berkata Nabi Ibrâhîm, mengejek: "Mengapa kamu tidak makan makanan yang

lazat yang disajikan bagi kamu ini? Jawablah aku dan berkata-katalah kamu.

Apakah kamu bisu, dan tuli?.63

Apa yang dilakukan Nabi Ibrâhîm merupakan

60

M. Aḥmad Jadul Mawla dan M. Abu al-Fdl Ibrahim, Buku Induk Kisah-kisah Al-

Qur'ani (Jakarta: Zaman, 2009), h. 82 61

Fatchur. Kisah-Kisah, h. 82 62

Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur'an. revisi terjemah oleh Lajnah Pentashih

Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya dengan transliterasi,

(Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, t.th), h. 894-895 63

Fatchur, Kisah-Kisah, h. 82

Page 55: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

39

bentuk monolog/bicara satu arah, karena apa yang diajak berbicara merupakan

benda mati.

Firman Allah QS. Al-Anbiyâ/21: 59 yang artinya:

Maka Ibrâhîm membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong,

kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka

kembali (untuk bertanya) kepadanya. (QS. Al-Anbiyâ/21: 59)

Terperanjat dan terkejutlah para penduduk, tatkala pulang dari berpesta ria

di luar kota dan melihat keadaan patung-patung, tuhan-tuhan mereka hancur

berantakan dan menjadi potongan-potongan terserak-serak di atas lantai.

Bertanyalah satu kepada yang lain dengan nada heran, kejadian ini dipaparkan

melalui dialog-dialog dalam QS. Al-Anbiyâ/21: 59 yang artinya:

"Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan Kami,

Sesungguhnya dia Termasuk orang-orang yang zalim."64

(QS. Al-

Anbiyâ/21: 59)

Mereka sangat geram dengan penghancuran tuhan-tuhan (Baca: patung)

mereka, sampai-sampai mereka mengucapkan sesungguhnya dia termasuk orang-

orang zalim. Yakni menzalimi tuhan-tuhan kita dengan menghancurkannya,

menzalimi kita dengan melecehkan sesembahan kita dan menzalimi diriya sendiri

dengan sanksi yang akan diterimanya.65

Sebagian dari mereka berkata:

"Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang

bernama Ibrâhîm".66

(QS. Al-Anbiyâ/21: 60)

Sebagiannya lagi berkata:

"Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan Kami,

Hai Ibrâhîm?"67

(QS. Al-Anbiyâ/21: 62)

64

Fatchur, Kisah-Kisah, h. 87 65

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 8, h. 471-472 66

Fatchur, Kisah-Kisah, h. 87

Page 56: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

40

Nabi Ibrâhîm menjawab sambil menunjuk patung yang paling besar

"Sebenarnya patung yang besar Itulah yang melakukannya, Maka

tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara".68

(QS. Al-

Anbiyâ/21: 63)

Jika mereka berbicara sesungguhnya mereka akan menyampaikan pesan

siapa yang menghancurkannya. Para ulama sementara menilai kalau jawaban Nabi

Ibrâhîm tersebut sebagai satu kebohongan. Secara redaksional memang sebuah

kebohongan tapi jika melihat tujuan ucapannya itu adalah untuk membuktikan

kesesatan kaumnya menyembah berhala. Seakan-akan Nabi Ibrâhîm berkata:

"kalau memang mereka Tuhan tentulah berhala-berhala itu tidak hancur

berantakan dan pasti mereka membela diri. Nabi Ibrâhîm menyuruh kaumnya

untuk bertanya kepada berhala yang tersisa, yang paling besar diantara yang lain.

Dan disana mereka sadar bahwa berhala-berhala itu tidak dapat menjawab dan ini

membuktikan bahwa berhala tidak wajar dipertuhan. 69

QS. Al-Anbiyâ/21: 64

(٧٧ف رجعوا إل أن فسهم ف قالوا إنكم أن تم الظالمون )Maka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata:

"Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri

sendiri)."70

Perkataan kaum Ibrâhîm tersebut merupakan ungkapan jiwa, karena tidak

mungkin mereka mengatakan kalau mereka telah sadar di depan Ibrâhîm. Mereka

telah kehabisan argumen untuk membantah Nabi Ibrâhîm dan mereka sadar kalau

67

Fatchur, Kisah-Kisah, h. 87 68

Fatchur, Kisah-Kisah, h. 87 69

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 8, h. 472 70

Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur'an, Al-Qur’an dan Terjemahannya…, h.

634

Page 57: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

41

mereka telah menganiaya diri sendiri. Menyembah yang tidak dapat berbicara

walau seucap dan tidak bisa menghindarkan kepalanya sendiri dari kapak.71

Sulaiman aṭ- Ṭarawanah mengatakan dalam bukunya:72

Perkataan kaum Ibrâhîm ini sekedar ungkapan hati yang tidak diutarakan.

Alasannya, mereka telah kembali kepada kesadaran. Jika perkataan itu

ditujukan pada pihak lain, sebagai dialog dua arah, tentu al-Qur'an sendiri

tidak mengatakan bahwa mereka semua telah kembali kepada kesadaran.

Melainkan al-Qur'an akan mengatakan misalnya, "Maka sebagian mereka

telah kembali kepada kesadaran".

QS. Al-Anbiyâ/21: 66-67 yang artinya:

"Maka Mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak

dapat memberi manfaat sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat

kepada kamu?". Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain

Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?. (QS. Al-Anbiyâ/21: 66-67)

Setelah selesai Nabi Ibrâhîm menguraikan pidatonya itu, para hakim

mencetuskan keputusan bahwa Nabi Ibrâhîm harus dibakar hidup-hidup sebagai

ganjaran atas perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mereka,

maka berserulah para hakim kepada rakyat yang hadir menyaksikan pengadilan

itu: "Bakarlah ia dan belalah tuhan-tuhanmu , jika kamu benar-benar setia

kepadanya." (Al-Anbiyâ'/21 : 68)73

2. Kisah Nabi Yûsuf

2.1. Yûsuf menjadi perdana Menteri

Nabi Yûsuf as dimasukkan dalam penjara untuk membungkam banyaknya

gosip-gosip yang disampaikan berkenaan dengan sikapnya serta sebagai cara

71

Syaikh Imam Al-Qurtubi. Tafsir Al-Qurtubi ter. Amir Hamzah, jilid 11 (Jakarta:

PUSTAKA AZZAM, 2008), h. 809. 72

Aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata…, h. 234 73

Lihat juga (Ash-Shâffat/37 : 97), (Al-'Ankabût/29 : 24)

Page 58: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

42

untuk menutup cerita (aib Zulaikhâ).74

Nabi Yûsuf memang lebih memilih hidup

dalam penjara, seperti yang telah ia katakan bahwa penjara baginya lebih ringan

dan lebih disukainya daripada memenuhi ajakan mereka75

. Demikianlah Yûsuf

kemudian masuk ke dalam penjara. Meskipun sebenarnya Yûsuf bebas dari segala

tuduhan, ia tetap dimasukkan dalam penjara. 76

Setelah Yûsuf mena'birkan mimpi raja,77

akhirnya ia dibebaskan dari

berbagai tuduhan. Allah SWT menceritakan proses pengadilan ini dan pengusutan

ini78

dalam QS. Yûsuf/12: 51-52. Setelah Yûsuf keluar dari penjara, al-azîz

mengangkat Yûsuf menjadi menteri, seperti dalam QS. Yûsuf/12: 54

ا كلمو قال إنك الي وم لدي نا مكين وقال الملك ائ تون بو أستخلصو لن فسي ف لم (٧٧ى خزائن الأرض إن حفيظ عليم )(قال اجعلن عل ٧٧أمين )

"Dan raja berkata: "Bawalah Yûsuf kepadaku, agar aku memilih Dia

sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-

cakap dengan Dia, Dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini

menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami".

Berkata Yûsuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);

Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi

berpengetahuan".79

(QS. Yusuf/12: 54-55)

Raja mengundang Yûsuf untuk dijadikan penasehat dan pembantu dalam

memutar roda pemerintahan. Maka tatkala dia yakni Yûsuf telah bercakap-cakap

dengannya, raja semakin kagum dengan kedalaman pengetahuan Yûsuf. Dia

bertitah menyampaikan kepada Yûsuf, bahwa "sesungguhnya engkau mulai hari

ini – dan saat ini di sisi kami – adalah seorang yang berkedudukan tinggi lagi

74

Fragmen kisah Yûsuf dengan Zulaikhâ (QS. Yusuf/12: 20-29) 75

QS. Yusuf/12: 31 76

Fragmen kisah Nabi Yûsuf dijebloskan dalam penjara (QS. Yusuf/12: 30-35) 77

Fragmen kisah Nabi Yûsuf menta'birkan mimpi raja (QS. Yusuf/12: 43-49) 78

Ali Muhammad al-Bajawi, dkk. Untaian Kisah dalam Al-Qur'an terjemahan. Abdul

Hamid (Jakarta: Darul Haq, 2007), h. 129-134 79

Fatchur, Kisah-Kisah, h. 135

Page 59: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

43

terpercaya untuk mengolah semua yang berkaitan dengan urusan Negara. Yûsuf

menyambut permintaan raja tersebut namun beliau mengusulkan kerjaan apa yang

pantas beliau kerjakan. "jadikanlah aku bendaharawan Negara di wilayah

kekuasaan baginda. "sesungguhnya aku adalah orang yang amat pemelihara yang

sangat pandai menjaga amanat lagi amat berpengetahuan menyangkut tugas yang

dimintanya.80

Al-Qur'an tidak menyebutkan kepada kita bahwa kelaparan telah dimulai.

Ia tidak menggambarkan kepada kita proses permulaan musim kelaparan itu.

Kitab suci itu justru membentangkan suatu peristiwa yang dialami saudara-

saudara Yûsuf di mana mereka datang dari Palestina untuk membeli makanan di

Mesir.81

Inilah momen pertemuan kembali Yûsuf dengan saudara-saudaranya yang

digambarkan al-Qur'an. Dalam pertemuan itu, Yûsuf meminta kepada saudara-

saudaranya agar membawa ikut serta Bunyamin apabila mereka kembali ke

Mesir.82

Saat mereka tiba di rumah, mereka menceritakan tentang semua yang

dialami ketika di Mesir termasuk pesan dari menteri (Yûsuf).83

Mulanya Ya'qub

keberatan apabila Bunyamin akan dibawa serta ke Mesir, namun akhirnya setelah

sepuluh saudara Yûsuf bersumpah atas nama Allah, Ya'qub pun memberi ijin

dengan pesan, QS. Yûsuf/12: 67 yang artinya:

80

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 6, h. 471 81

(QS. Yûsuf/12: 58) 82

(QS. Yûsuf/12: 59-62) Tindakan ini diambil oleh Yûsuf sebagai siasat, dengan cara

menanam budi kepada mereka, agar mereka nantinya bersedia kembali lagi ke Mesir dengan

membawa Bunyamin. 83

QS. Yûsuf/12: 63-66

Page 60: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

44

"Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu

gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; Namun

demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada

(takdir) Allah. keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah;

kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-

orang yang bertawakkal berserah diri".84

(QS. Yûsuf/12: 67)

Tibalah waktunya saudara-saudara Yûsuf menuju Mesir termasuk

Bunyamin. Merekapun melaksanakan pesan dari ayahnya dengan masuk melalui

pintu yang berlainan. Saat Bunyamin bertemu Yûsuf, dirangkulnya saudara seibu

yang sudah lama dirindukannya kemudian Yûsuf menjelaskan siapa dirinya

sebenarnya.85

Yûsuf membuat siasat agar bisa menahan Bunyamin. Dimasukkanlah

sebuah piala ke dalam karung Bunyamin, dan siasat itu berhasil.86

Bunyamin

dituduh telah mengambil piala tersebut, dan saudara-saudaranya berkata dalam

QS. Yûsuf/12 : 77:

لو من ق بل فأسرىا يوسف ف ن فسو ول ي بدىا لم قالوا إن يسرق ف قد سرق أخ (٤٤قال أن تم شر مكانا واللو أعلم با تصفون )

"Mereka berkata: "Jika ia mencuri, Maka Sesungguhnya, telah pernah

mencuri pula saudaranya sebelum itu". Maka Yûsuf Menyembunyikan

kejengkelan itu pada dirinya dan tidak menampakkannya kepada mereka.

Dia berkata (dalam hatinya): "Kamu lebih buruk kedudukanmu (sifat-

sifatmu) dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu terangkan itu". (QS.

Yûsuf/12 : 77)

Quraish Shihab mengutib pemahaman ulama bahwa, Yûsuf as sangat

jengkel ketika mendengar tuduhan dari saudara-saudaranya itu. Namun dia

menahan emosinya, tidak marah dan tidak juga menjawab mereka. Setelah

berlalu, ketika Yûsuf dalam keadaan sendiri baru dia berkata kepada saudara-

84

Fatchur, Kisah-Kisah, h. 142 85

QS. Yûsuf/12: 69 86

QS. Yûsuf/12: 70-79

Page 61: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

45

saudaranya, "Kamu lebih buruk kedudukanmu (sifat-sifatmu) dan Allah Maha

mengetahui apa yang kamu terangkan itu". 87

Walaupun Yûsuf sangat jengkel atas ucapan saudara-saudaranya yang

selalu saja berbohong dan menyakitkan hati, ia tetap menahan emosinya dan lebih

memilih memendamnya dalam hati. Ungkapan tersebut hanya sekedar ungkapan

hati yang tidak secara lansung Yûsuf ucapkan di depan saudara-saudaranya.

Selanjutnya saudara-saudara Yûsuf pulang menemui ayah mereka dan

menceritakan tentang Bunyamin yang ditahan di Mesir.88

Firman Allah QS. Yûsuf/12: 84:

ناه من الزن ف هو كظيم هم وقال يا أسفى على يوسف واب يضت عي وت ول عن (٧٧)

Dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata:

"Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih

karena Kesedihan dan Dia adalah seorang yang menahan amarahnya

(terhadap anak-anaknya. (QS. Yûsuf/12: 84)

Nabi Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) karena menahan

amarah, mereka telah berjanji membawa Bunyamin pulang tapi kembali mereka

lakukan seperti apa yang mereka lakukan terhadap Yûsuf dahulu. Dia berkata

pada dirinya sendiri "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", tampa diketahui oleh

anak-anaknya, walaupun anak-anaknya berada dalam satu ruangan dengan Nabi

Ya'qub. Karena kesedihan itu mata Nabi Ya'qub menjadi putih (tidak terang lagi

untuk melihat).89

87

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 6, h 504 88

QS. Yûsuf/12: 80-83 89

Fatchur, Kisah-Kisah, h.149

Page 62: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

46

Ayahnya kemudian menyuruh mereka kembali ke Mesir untuk mencari

keterangan tentang Yûsuf dan Bunyamin.90

Nabi Ya'qub memberi pesan kepada

anak-anaknya, QS. Yûsuf/12: 87 yang artinya:

Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yûsuf dan

saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.

Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang

kafir".91

(QS. Yûsuf/12: 87)

Saat anak-anak itu tiba di Mesir untuk menukar barang dagangan dengan

bahan makanan, maka saat itulah Nabi Yûsuf as menjelaskan siapa dirinya

sebenarnya kepada saudara-saudaranya yang seayah tersebut.92

Yûsuf pun telah

memaafkan saudara-saudaranya. Kemudian Yûsuf menyuruh mereka untuk

pulang dan membawa keluarganya yang berada di Kan'an untuk ke Mesir dan

mereka membawa baju untuk ditempelkan ke wajah ayahnya (Ya'qub).93

2.2. Mimpi Yûsuf yang menjadi kenyataan

Firman Allah dalam QS. Yûsuf/12: 94-99

ا فصلت العير قال أبوىم إن لأجد ريح يوسف لولا أن ت فندون ) (قالوا ٧٧ولما أن جاء البشير ألقاه على وجهو فارتد ٧٧تاللو إنك لفي ضلالك القديم ) (ف لم

(قالوا يا أبانا است غفر ٧٧م إن أعلم من اللو ما لا ت علمون )بصيرا قال أل أقل لك (قال سوف أست غفر لكم رب إنو ىو الغفور ٧٤لنا ذنوب نا إنا كنا خاطئين )

ا دخلوا على يوسف آوى إلي ٧٧الرحيم ) و أب ويو وقال ادخلوا مصر إن شاء (ف لم ( ٧٧اللو آمنين )

Tatkala kafilah itu telah ke luar (dari negeri Mesir) berkata ayah mereka:

"Sesungguhnya aku mencium bau Yûsuf, Sekiranya kamu tidak

menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku)". Keluarganya

90

QS. Yûsuf/12: 80-86 91

Fatchur, Kisah-Kisah, h. 145 92

QS. Yûsuf/12: 88-90 93

QS. Yûsuf/12: 96

Page 63: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

47

berkata: "Demi Allah, Sesungguhnya kamu masih dalam kekeliruanmu

yang dahulu ". Tatkala telah tiba pembawa kabar gembira itu, Maka

diletakkannya baju gamis itu ke wajah Ya'qub, lalu Kembalilah Dia dapat

melihat. berkata Ya'qub: "Tidakkah aku katakan kepadamu, bahwa aku

mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya". Mereka

berkata: "Wahai ayah Kami, mohonkanlah ampun bagi Kami terhadap

dosa-dosa Kami, Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang bersalah

(berdosa)". Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu

kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi

Maha Penyayang". Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yûsuf: Yûsuf

merangkul ibu bapanya[762] dan Dia berkata: "Masuklah kamu ke negeri

Mesir, insya Allah dalam Keadaan aman". dan ia menaikkan kedua ibu-

bapanya ke atas singgasana. dan mereka (semuanya) merebahkan diri

seraya sujud[763] kepada Yûsuf. dan berkata Yûsuf: "Wahai ayahku Inilah

ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah

menjadikannya suatu kenyataan. dan Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat

baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan

ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan

merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya

Tuhanku Maha lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya

Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Berangkatlah Nabi Ya'qub sekeluarga ke Mesir dan merekapun bertemu

dengan Nabi Yûsuf as, maksud dari "ayah bundanya"94

adalah ayah serta saudara

perempuan ibunya yang telah dikawini oleh ayahnya sejak ibu kandungnya sudah

tiada (bibi).95

دا وقال يا أبت ىذا تأويل رؤياي من ق بل ورفع أب ويو على العرش وخروا لو سجا وقد أحسن ب إذ جن وجاء بكم من البدو قد جعلها رب حق أخرجن من الس

يطان ب ين وب ين إخوت إن رب لطيف لما يشاء إنو ىو العليم من ب عد أن ن زغ الش (٨٨٨الكيم )

"Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. dan mereka

(semuanya) merebahkan diri seraya sujud96

kepada Yûsuf. dan berkata

94

Dalam tafsir al- Mishbah menyebutkan ada kalangan ulama yang mengatakan bahwa

yang hadir ketika itu adalah ibu kandung nabi Yûsuf as, - bukan ibu tirinya. Tetapi pendapat ini

dihadang oleh riwayat yang menyatakan bahwa ibu kandungnya meninggal dunia sesaat setelah

melahirnkan Benyamin. Keduanya kemudian dipelihara oleh saudara ibunya itu, dan dikawini oleh

ayahnya, Ya'qûb as. M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 6, h. 509 95

Fatchur, Kisah-Kisah, h. 152 96

Sujud disini ialah sujud penghormatan bukan sujud ibadah.

Page 64: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

48

Yûsuf: "Wahai ayahku Inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu;

Sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. dan

Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepada-Ku, ketika Dia

membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari

dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan

saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha lembut terhadap apa

yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah yang Maha mengetahui lagi

Maha Bijaksana."97

(QS. Yûsuf/12: 100)

Awal kisah (Nabi Yûsuf) yang menarik adalah peristiwa yang membuat

kita tercengan dan cukup mengganggu imajinasi. Ini adalah kisah seni yang sangat

mengesankan. Pada mulanya kisah ini mengungkap mimpi dan pada akhirnya

menakwilkan mimpi dan menjadi kenyataan.98

Mimpi para nabi pasti selalu berisi

kebenaran, di mana Allah SWT menyingkapkan di dalamnya berbagai peristiwa

yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Nabi Yûsuf menyambut kedatangan keluarga besarnya, Dan setelah

mereka menempati tempat yang sudah disediakan, dia Yûsuf menaikkan yakni

mempersilahkan kedua ibu bapaknya naik ke atas singgasana yang telah

disiapkan pula. Dan mereka semuanya, yakni bapak, ibu dan kesebelas

saudaranya, merebahkan diri seraya sujud kepada Allah dengan menjadikan

Yûsuf bagaikan kiblat. Dan dia berkata mesra kepada ayahnya, "Wahai ayahku

yang kucintai, inilah takwil mimpiku yang dahulu itu telah kuceritakan kepadamu.

Sesungguhnya Tuhanku yang memelihara dan selalu berbuat baik kepadaku telah

menjadikannya suatu kenyataan persis seperti apa yang kulihat: matahari, bulan

97

Fatchur, Kisah-Kisah, h. 152 98

Fragmen kisah Nabi Yûsuf menceritakan mimpinya ke Nabi Ya'qub (QS. Yusuf/12: 1-

6), lihat juga Fragmen kisah Nabi Yûsuf menta'birkan mimpi dua orang dalam penjara (QS.

Yusuf/12: 36-42).

Page 65: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

49

dan bintang sujud kepadaku dan seperti penjelasan ayah kepadaku tentang

maknanya."99

Mimpi Nabi Yûsuf ketika masih kecil yang ia ceritakan kepada ayahnya di

awal kisah, akhirnya terwujud, saudara-saudara Yûsuf yang berjumlah sebelas

orang berikut kedua orang tuanya. Semua sujud kepada Yûsuf sebagaimana yang

dilihat Yûsuf dalam mimpinya.100

Nabi Yûsuf menceritakan kisah mimpinya tersebut di depan keluarga

besarnya, mereka hanya menyimak apa yang diceritakan Yûsuf, tampa ada yang

membantah dan menambahkan.101

Bagaikan sedang bermonolog, tentang kisah

perjalanan hidupnya.102

Cerita panjangnya itu di tutup dengan rasa Syukur Nabi

Yûsuf dengan berdoa, atas nikmat dan karunia Allah, sebagaimana diterangkan

dalam, QS. Yûsuf/12:101.

ماوات رب قد آت يتن من الملك وعلمتن من تأويل الأحاديث فاطر السالين ) ن يا والآخرة ت وفن مسلما وألقن بالص (٨٨٨والأرض أنت وليي ف الد

"Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku

sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir

mimpi. (ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di

dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan

gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.103

(QS. Yûsuf/12: 101)

99

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol 6, h. 510 100

Ali, dkk. Untaian Kisah, h. 153 101

Kisah perjalanan Yûsuf dirangkum dalam ayat 100 ini. 102

Penafsiran ayat ini secara utuh bisa di lihat di M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,

vol 6, h. 510-512 103

Fatchur, Kisah-Kisah, h. 152

Page 66: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

50

C. Pola Pemaparan dalam Kisah Nabi Ibrâhîm dan Nabi Yûsuf

1. Pola Kisah Nabi Ibrâhîm

Kisah Nabi Ibrâhîm dalam al-Qur'an dituturkan dalam berbagai variasi.

Dalam segi ukuran ada yang pendek, sedang, dan ada pula yang panjang. begitu

juga dengan gaya pemaparannya yang bermacam-macam. Umumnya, yang

digunakan adalah gaya narasi.104

Pemaparan kisah Nabi Ibrâhîm dapak dikelompokkan sebagai berikut:

1.1. Berawal dari kesimpulan

Kisah dimulai dengan kesimpulan bahwa Nabi Ibrâhîm adalah seorang

yang shiddîq (ayat 41) versi QS. Maryam [19]: 41-49. Setelah itu dengan uraian

kisah, yaitu ajakan Nabi Ibrâhîm kepada bapaknya. Nabi Ibrâhîm mengajak

bapaknya dengan kelembutan dan penuh hormat. Ajakan ini bukan hanya sekali,

tapi berkali-kali. Ajakan yang berkali-kali itu tidak disambut baik oleh bapaknya

Nabi Ibrâhîm, malah dengan kesombongannya dia mengancam akan merajam dan

mengusir. Meskipun mendapat sambutan yang tidak baik, Nabi Ibrâhîm tetap

memperlihatkan hormatnya dan mengharap pengampunan dari Allah (ayat 42-49).

1.2. Berawal dari adegan yang paling penting

Kisah Nabi Ibrâhîm kali ini berawal dari klimaks, QS. Hûd [11]: 69-75.

Kisah ini dimulai dengan penyampaian kabar gembira (kelahiran anak) dari

malaikat (ayat 69). Klimaks kisah dalam surat ini ialah kelahiran anak, inilah yang

dirasakan Sarah yang sangat mendabakan seorang anak dan akhirnya terjadi pada

104

Dr. Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur'an (Yogyakarta: PT. LKiS Printing

Cemerlang, 2009), h. 174

Page 67: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

51

dirinya. Adegan tersebut didahulukan sehingga nuangsa gembira mewarnai

uraian-uraian berikutnya (ayat 70-75).

1.3. Tampa memakai pendahuluan

Dalam kisah ini lansung pada rincian kisah sebagaimana dalam QS. Al-

An'am [6]: 74-84 dan 161. Kisah dimulai dengan pertanyaan Nabi Ibrâhîm kepada

bapak dan kaumnya tentang berhala yang mereka sembah (ayat 74). Kisah

berlanjut dengan Nabi Ibrâhîm yang memikirkan argumentasi untuk menghadapi

kaumnya yang menyembah benda-benda langit (ayat 75-79). Kisah berlanjut

dengan perdebatan antara Nabi Ibrâhîm dengan kaumnya (ayat 80-82). Kisah ini

ditutup dengan uraian tentang Nabi Ibrâhîm diberi keturunan (ayat 83-84).

Pemaparan keseluruhan kisah Nabi Ibrâhîm yang sangat khas adalah

pengulangan atau repetisi. Repetisi yang terjadi dalam kisah Nabi Ibrâhîm

bukanlah pengulangan secara seratus persen. Tidak akan dijumpai ayat-ayat yang

persis sama, melainkan akan dijumpai di sana-sini hal-hal yang baru, baik dalam

sisi content-nya maupun dalam strukstur kalimatnya (penambahan, pengurangan,

pengedepanan, dan pengakhiran) tampa mengabaikan unsur-unsur

keindahannya.105

2. Pola Kisah Nabi Yûsuf

Kisah Nabi Yûsuf berbeda sekali dengan kisah Nabi Ibrâhîm yang

memiliki berbagai macam variasi pemaparan. Kisah Nabi Yûsuf ini dimulai dari

kesimpulan (ayat 4-7) tentang mimpi yang dialami Nabi Yûsuf dan dijadikannya

Nabi Yûsuf sebagai Nabi. Kemudian dilanjutkan dengan fragmen pertama, yaitu

105

Dr. Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur'an (Yogyakarta: PT. LKiS Printing

Cemerlang, 2009), h. 217

Page 68: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

52

Nabi Yûsuf dengan saudara-saudaranya (ayat 8-20). Penjelasan tentang saudara

kandung dan saudara tirinya, diajaknya Nabi Yûsuf oleh saudara tirinya untuk

bepergian, lalu kemudian Nabi Yûsuf dimasukkan kedalam sumur, dan ditutup

dengan sekelompok musafir yang menemukan Nabi Yûsuf di dalam sumur.

Fragmen kedua, Nabi Yûsuf di Mesir (ayat 21-33). Fragmen ini dimulai

dengan dibelinya Yûsuf oleh sang raja Mesir. Ketika beranjak dewasa Yûsuf

selalu mendapat rayuan dan godaan dari wanita yang mengasuhnya dari kecil

yang tidak lain istri al- al-Aẓiṣ sendiri. Sampai sebuah fitnah yang mendera Yûsuf

karena wanita tersebut, tapi berkat bukti yang dimiliki Yûsuf, dia pun terlepas dari

fitnah itu. Wanita itu merasa malu terhadap dirinya yang sudah digunjingkan

dimana-mana. Iapun akhirnya mengundang wanita-wanita yang

menggunjingkannya tersebut untuk memperlihatkan seperti apa Yûsuf

sebenarnya. Wanita-wanita yang diundang itupun terkagum-kagum terhadap

ketampanan yang dilimiki Yûsuf. Fragmen ini ditutup dengan doa yanag

dipanjatkan Yûsuf kepada Allah, untuk menjauhkannya kepada tipu daya

manusia.

Fragmen ketiga, Nabi Yûsuf di penjara (ayat 34-53). Fragmen ini

menceritakan pertemuan Nabi Yûsuf dengan dua orang pemuda yang dipenjara.

Dua pemuda tersebut menceritakan kepada Yûsuf mengenai mimpi yang mereka

alami. Nabi Yûsuf pun mena'birkan mimpi mereka berdua, selain itu Nabi Yûsuf

melakukan dakwa kepada mereka. Dalam fragmen ini juga menceritakan mimpi

raja yang melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi

Page 69: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

53

betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering.

Tidak ada yang bisa mena'birkan mimpi raja tersebut, selain Nabi Yûsuf.

Fragmen keempat, Nabi Yûsuf mendapat kepercayaan dari raja [ayat 54-

57]. Ketika Nabi Yûsuf diberikan kepercayaan oleh al-Aẓiṣ untuk menjadi salah

seorang yang berkedudukan tinggi di Negara Mesir, Nabi Yûsuf meminta kepada

raja tersebut untuk dijadikan sebagai bedaharawan.

Fragmen kelima, Nabi Yûsuf bertemu dengan saudara-saudaranya [ayat

58-93]. Pertemuan ini dikarenakan paceklik yang dialami Negara tempat Nabi

Ya'qûb berada dan Negara-negara yang lain. Saudara-saudara Yûsuf pergi ke

Mesir untuk mendapatkan bahan makanan. Awalnya yang datang hanya saudara-

saudara tiri Yûsuf, lalu kedatangan selanjutnya saudara kandungnya juga datang

atas permintaan Yûsuf sendiri.

Fragmen keenam, Nabi Yûsuf bertemu dengan orang tuanya [ayat 94-

101].106

Dalam fragmen inilah mimpi yang telah dialami Nabi Yûsuf dan

dita'birkan oleh Nabi Ya'qûb terjadi.

Inilah keistimewaan khusus dalam kisah Yûsuf dibandingkan dengan

kisah-kisah yang lain dalam al-Qur'an, yakni kisah yang berputar. Hal ini terlihat

dari pengisahan pertama yang dimulai dari sebuah mimpi dan diakhiri dengan

realisasi kebenaran mimpi tersebut. Hal inilah yang disebut berputar karena awal

kisah merupaan akhir kisah juga, inilah yang disebut juga berawal dari sebuah

kesimpulan.107

106

Qalyubi, Stilistika al-Qur’an…, h. 67-68. 107

Aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata…, h. 293

Page 70: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

54

BAB III

MONOLOG MENURUT SULAIMÂN AṬ-ṬARAWANAH

A. Biografi Sulaimân aṭ-Ṭarawanah

Nama aslinya adalah Sulaimân Daud aṭ-Ṭarawanah tapi lebih di kenal

dengan Dr. Sulaimân aṭ-Ṭarawanah lahir di Kirkuk1 tanggal 2 bulan april 1956, ia

menyukai sastra sejak usia muda. Lulus dari sekolah smp2 Almizar Selatan tahun

1974. Ia belajar teknik sipil atas permintaan keluarganya, dan ia meraih tiga gelar

pada teknik sipil di Universitas. Ia belajar di Universitas Wiskoncin Amerika dan

mendapat gelar sarjana (1980), magister (1983), doktor (konsentrasinya sumber-

sumber air) di Universitas Barkley inggris (1986). Dia belajar teknik, dan dia

mengerjakan beberapa proyek teknik, tapi semua itu tidak menutup kecintaannya

terhadap bahasa dan sastra.

Setelah mendapatkan gelar doktor dalam teknik sipil, ia kembali dalam

kegemarannya belajar sastra arab selama empat tahun. Kecintaannya terhadap

sastra Arab menjadikan ia harus kembali menjadi mahasiswa dan belajar di

University. Ia memperoleh gelar master dalam sastra Arab dari Universitas

1 Provinsi Kirkuk (bahasa Arab: كركوك Karkūk, bahasa Kurdi: Kerkûk, bahasa

Suryani: ܣܠܘܟ ܟܪܟ Karḵ Sloḵ, Turki: Kerkük, bahasa Inggris: Kirkuk Province) (atau Governorat

Kirkuk) adalah sebuah provinsi di utara Irak. Provinsi ini memiliki luas wilayah 9.679 km2. Pada

tahun 2003, perkiraan populasi di provinsi ini berjumlah 848.000 orang. Ibu kota provinsi ini

adalah Kirkuk. Wilayah provinsi ini dibagi dalam empat distrik. Sejak 1976 hingga 2006, wilayah

ini bernama Provinsi At-Ta'mim yang berarti Provinsi Nasionalisasi dan merujuk pada

kepemilikan minyak bumi dan cadangan gas alam nasional. Sebelum tahun 1976, wilayah ini

bernama Provinsi Kirkuk. Diakses pada tanggal 22 Januari 2017 dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Kegubernuran_Kirkuk 2 Sekelas smp (Sekolah Menengah Pertama.

Page 71: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

55

Amerika3 di Kairo pada tahun 1990. Dalam kampus tersebut inilah ia belajar

sastra Arab secara mendalam.

Ia bekerja dan mengajar di University of Jordan (2000-2009), lalu menjadi

seorang ahli bendungan dalam kesultanan oman (2009-2010), ia telah mengawasi

pelaksanaan beberapa proyek engineering, dan ikut dalam asosiasi penulis

Yordania dan menjadi dewan pendiri Cultural Forum Karak (1992-2001), dan

merupakan anggota dari persekutuan Mohannad Sen, Asosiasi Lingkungan

Jordan.

Bagian dari pekerjaan sebagai anggota badan Cultural Forum Karak,

termasuk:

Asosiasi buku Yordania – Forum budaya Kirkuk – sindikat insinyur

Dia menulis seragkaian penelitian akademis di bidang teknik sipil, dia

menulis dalam bentuk novel dalam studi seninya tentang sumber daya

budaya dan kemanusian.

Karyanya antara lain ialah :

Kuil amehal, novel, yayasan arab, Beirut 1991

Transisi Kediaman, kumpulan cerita pendek.

3 Merupakan universitas yang berdiri secara independen dengan bahasa Inggris sebagai

pengantar perkuliahan. Sesuai dengan namanya, universitas ini memberikan tawaran untuk belajar

dengan gaya belajar Amerika di negara Kairo. Dosen dan staff AUC (American University of

Cairo) didatangkan dari 100 negara. AUC didirikan tahun 1919 sebagai misi kaum protestan dari

America yang disponsori oleh United Prebysterian Church of Noth America. Beberapa tokoh

mesir sempat menolak adanya universitas berbasis Amerika, karena dikhawatirkan munculnya

masalah keagamaan. Pada tahun 1932, seorang pelajar muslim mengaku diserang oleh staff AUC.

Pada awal didirikannya, AUC hanya menerima siswa berjenis kelamin laki-laki. Baru pada tahun

1928, AUC menerima siswa dengan jenis kelamin perempuan. Pada tahun yang sama, AUC juga

meluluskan dua sarjanya, yaitu sarjana seni dan sarjana sains. Web resmi AUC

https://www.aucegypt.edu/. Diakses pada tanggal 22 Januari 2017 dari

http://www.academicindonesia.com/universitas-terbaik-di-mesir/

Page 72: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

56

Ibu Petra Akadra, novel

Dirâsah Naṣṣhiyyah Adabiyyah fil Qiṣṣah al-Qur'aniyyah 1992

Studi teks terhadap kisah al-Qur'an

Dua obligasi setia, Dar kali, Amman, 1994

Keajaiban Ilmiah dalam al-Qur'an

B. Buku "Rahasia Pilihan Kata dalam Al-Qur'an"

Buku "Rahasia Pilihan Kata dalam Al-Qur'an" diterbitkan oleh Qisthi

Press pada bulan April tahun 2004, yang diterjemahkan oleh Agus Faishal Kariem

dan Anis Maftukhin, dan diberi pengantar oleh Syu'bah Asa. Judul asli dari buku

tersebut ialah " Dirâsah Naṣṣhiyyah Adabiyyah fil Qiṣṣah al-Qur'aniyyah", yang

diterbitkan 1992 M.

Dalam kata pengantarnya Syu'bah Asa mengatakan buku "Rahasia Pilihan

Kata dalam Al-Qur'an" ini memungut temuan-temuan keindahan "berdasarkan

instink", istilahnya saja, kemudian membicarakannya dalam terma-terma ilmiah

dari kesusastraan modern. Buku ini khusus menyoroti kekuatan penggunaan kata,

dengan membatasi diri hanya pada kisah-kisah al-Qur'an, pengarangnya, Sulaimân

aṭ-Ṭarawanah, membandingkannya bahkan dengan yang terdapat dalam teori-teori

pembuatan cerita model mutakhir.4

Buku yang memiliki ketebalan 348 halaman ini mempunyai lima bagian.

Bagian pertama adalah fenomena pengulangan dalam kisah-kisah al-Qur’an,

bagian kedua adalah gaya penyajian kisah dalam al-Qur’an, bagian ketiga format

4 Sulaimân aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata dalam Al- Qur’an (Jakarta Timur: Qisthi

Press, 2004), h. ix-xii

Page 73: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

57

dialog dalam kisah-kisah al-Qur’an, di dalam kajian ini terdapat dua bagian

pertama membahas percakapan dua arah dan yang kedua membahas monolog

dalam al-Qur’an, bagian keempat membicarakan karakter tokoh dalam kisah al-

Qur’an, dan bagian terakhir adalah kajian tekstual kisah Yûsuf As.

Dalam kata pengantarnya penulis (Sulaimân aṭ-Ṭarawanah) mengatakan

bahwa para pakar sastra Arab sepakat, bahwa semenjak lahirnya agama islam, al-

Qur'an menjadi satu-satunya teks bahasa Arab yang paling tinggi nilai sastranya.

Bukan hanya metode diskripsinya saja, tetapi semua aspek sastra yang

meliputinya, sampai pada sisi yang paling pelik, yakni dalam hal diksi atau

pemilihan kata. Sudah banyak yang telah membuktikannya, baik dalam kajian

tekstual maupun kontekstual terhadap al-Qur'an.5

Aṭ-Ṭarawanah juga mengatakan paling tidak ada dua langkah yang harus

ditempuh untuk mengkaji teks-teks sastra kisah al-Qur'an secara benar dan utuh.

Pertama, menelusuri atau mencari unsur intrinsik dalam teks-teksnya dengan

menggunakan instrumen-instrumen kritik sastra modern. Kedua, menggunakan

imajinatif dengan membenamkan diri ke dalam "perut" tradisi wacana kajian

tekstual klasik yang pernah dilakukan terhadap teks-teks al-Qur'an.6

Pengkaji akan menjumpai dua hal apabila menggunakan imajinatif

tersebut. Pertama, perdebatan yang paradoksal atau tumpang tindih; berawal dari

fokus pembahasan yang sama, yaitu tes al-Qur'an, tapi terkadang satu dengan

yang lainnya bisa berkaitan dan pada saat yang lain bertolak belakang. Kedua,

pendapat dan teori yang beragam yang umumnya lebih bersifat subyektif.

5 Ibid, h. 3

6 Aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata…, h. 4

Page 74: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

58

Fenomena di atas tersebutlah yang menjadikan kajian klasik terhadap teks

al-Qur'an lebih didominasi oleh cara penyampaian dan dialog-dialog saja, dan

tidak menyeluruh kesemua aspeknya.

Kajian dalam buku ini bertolak pada satu konsepsi bahwa masih banyak

tempat untuk mengkaji teks-teks al-Qur'an, meski sudah ditimba sedemikian rupa

oleh ulama-ulama klasik, malah semakin banyak peluang untuk dikaji dan tidak

akan pernah kehabisan bahan.7

C. Monolog Menurut Sulaimân aṭ-Ṭarawanah

Dialog merupakan salah satu gaya pemaparan di dalam al-Qur'an,

khusunya kisah-kisah dalam al-Qur'an. Dialog juga sering sekali diangkat dalam

bentuk cerita dalam kisah-kisah al-Qur'an, yaitu cerita antara tokoh yang terlibat

dalam percakapan yang dikisahkan.8 Format dialog dalam kisah al-Qur'an setelah

ditelusuri oleh Sulaiman aṭ-Ṭarawanah ternyata terdapat dua macam, yakni dialog

dua arah dan dialog satu arah (percakapan diri sendiri).

Menurut aṭ-Ṭarawanah penerapan bentuk dialog satu arah ini sering

terjadi, khususnya kisah dalam al-Qur'an. Kategori monolog menurut aṭ-

Ṭarawanah ada tiga yakni: pertama, monolog penuh. dialog pribadi, dan

percakapan biasa.9

Yang dimaksudkan dengan monolog penuh ialah apabila satu kisah

tersebut terdiri dari monolog semua, benar-benar ungkapan hati saja. Sedangkan

dialog pribadi ialah apabila seseorang berbicara sendiri yang seakan-akan sedang

7 Aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata…, h. 5

8 Aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata…, h. 217

9 Aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata…, h. 234

Page 75: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

59

berdialog dengan hal yang imajiner, baik itu ungkapan hati atau bukan. Sedangkan

yang dimaksudkan dengan percakapan biasa ialah apabila seseorang yang sedang

berbicara di depan umum tapi tidak ada feedback dari orang-orang yang

disekitarnya. Orang-orang yang disekitarnya hanya mendengarkan dan menjadi

penonton saja.

Kumpulan monolog yang telah ditelusuri oleh aṭ-Ṭarawanah:

1. Kisah Nabi Ibrâhîm (QS. Al-Anbiyâ'/21: 57)

(٧٩وتالله لأكيدن أصنامكم ب عد أن ت ولوا مدبرين )Demi Allah, Sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap

berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya

Menurut aṭ-Ṭarawanah kalimat dalam ayat tersebut hanya ungkapan dalam

hati dan tidak diucapkan secara lisan oleh Ibrâhîm. Aṭ-Ṭarawanah memastikan

ayat tersebut merupakan percakapan satu arah setelah melihat konteks kisah yang

ada. Apabila kalimat dalam ayat tersebut diucapkan kepada kaumnya, sudah pasti

mereka mengetahui siapa pelaku penghancuran dari tuhan-tuhan mereka.10

2. Kisah Nabi Ibrâhîm (QS. Al-Anbiyâ'/21: 64)

(٨٦إل أن فسهم ف قالوا إنكم أن تم الظالمون ) ف رجعواMaka mereka telah kembali kepada kesadaran dan lalu berkata:

"Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang Menganiaya (diri

sendiri)"

Menurut aṭ-Ṭarawanah perkataan kaum Ibrâhîm tersebut sekedar ungkapan

hati saja dan tidak diutarakan. Alasannya, kaum Nabi Ibrâhîm sudah kembali

kesadaran pada waktu itu. Apabila kalimat tersebut diutarakan kepada pihak lain,

10 Sulaimân aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata dalam Al- Qur’an (Jakarta Timur: Qisthi

Press, 2004), h. 235

Page 76: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

60

tentu al-Qur'an tidak mengatakan bahwa mereka telah kembali kepada kesadaran.

Melainkan al-Qur'an akan mengatakan misalnya, "maka sebagian mereka telah

kembali kepada kesadaran".11

3. Kisah Nabi Yûsuf (QS. Yûsuf/12: 77)

قالوا إن يسرق ف قد سرق أخ له من ق بل فأسرها يوسف ف ن فسه ول ي بدها لم (٩٩قال أن تم شر مكانا والله أعلم با تصفون )

Mereka berkata: "Jika ia mencuri, Maka Sesungguhnya, telah pernah

mencuri pula saudaranya sebelum itu". Maka Yusuf Menyembunyikan

kejengkelan itu pada dirinya dan tidak menampakkannya kepada mereka.

Dia berkata (dalam hatinya): "Kamu lebih buruk kedudukanmu (sifat-

sifatmu) dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu terangkan itu".

Ayat ini disimpulkan oleh aṭ-Ṭarawanah sebagai ayat monolog, karena

tidak mungkin deskripsi dalam ayat tersebut diucapkan didepan saudara-

saudaranya. Ayat selanjutnya mendukung kalau ayat diatas merupakan ayat

monolog. Pada ayat berikutnya saudara-saudara Yûsuf berkata, "Sesungguhnya

kami melihat kamu termasuk orang-orang yang berbuat baik." (QS. Yûsuf [12]:

78)12

4. Kisah Nabi Luth (QS. Hud/11: 80)

(٨٪) شديد ركن إل آوي أو ق وة بكم ل أن لو قال Luth berkata: "Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk

menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat

(tentu aku lakukan)."

11

Ibid., h. 234 12

Aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata…, h. 236-237

Page 77: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

61

Aṭ-Ṭarawanah mengatakan sangat tidak mungkin perkataan tersebut

ditujukan kepada tamunya Nabi Luth, karena tidak layak. Kalimat tersebut

hanyalah ungkapan hati saja, yang tidak diutarakan kepada siapa-siapa.13

5. Kisah Maryam (QS. Maryam/19: 22-23)

(فأجاءها المخاض إل جذع النخلة قالت ٢٢فحملته فان تبذت به مكانا قصيا ) (٢٢يا ليتن مت ق بل هذا وكنت نسيا منسيا )

Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan

kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan

anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, Dia berkata:

"Aduhai, Alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang

yang tidak berarti, lagi dilupakan".

Hal yang mendasar aṭ-Ṭarawanah mengatakan ayat tersebut merupakan

ayat monolog adalah berdasarkan realitas kisah yang terjadi. Di dalam kisah tidak

ditemukan orang lain disekitar Maryam, karena posisinya Maryam memang

sedang sendirian.14

13

Aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata…, h. 238-239 14

Aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata…, h. 239

Page 78: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

63

BAB IV

PAPARAN MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79

DAN QS. YÛSUF [12]: 99-100

A. Monolog Kisah Nabi Ibrâhîm

1. Firman Allah QS. Al-An'am [6]: 76-79

ا أفل قال لا أحب ا جن عليه الليل رأى كوكبا قال هذا ربي ف لم الآفلين ف لما أفل قال لئن ل ي هدن ربي لأكونن ٦٧) ا رأى القمر بازغا قال هذا ربي ف لم (ف لم

اليين ) ا أف لت ٦٦من القوم الض مس بازغة قال هذا ربي هذا أكب ر ف لم ا رأى الش (ف لمماوات ٦٧ا ق وم إني بريء ما تشركون )قال ي هت وجهي للذي فطر الس (إني وج

(٦٨والأرض حنيفا وما أنا من المشركين )"Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) Dia

berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata:

"Saya tidak suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala dia melihat

bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam,

dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu,

pastilah aku termasuk orang yang sesat." Kemudian tatkala ia melihat

matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka

tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku

berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku

menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi,

dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk

orang-orang yang mempersekutukan Tuhan."1

1 Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur'an. revisi terjemah oleh Lajnah Pentashih

Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya dengan transliterasi,

(Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, t.th), h. 259-260

Page 79: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

64

2. Penafsiran ayat

Bukan pertama kalinya malam itu Ibrâhîm melihat bintang, dia bahkan

mengetahui kaumnya menghadapkan diri mereka pada bintang-bintang. Pada malam

itu seakan-akan bintang-bintang berbicara padanya, dan memberikan inspirasi ke

dalam hatinya dan serasa memberi jawaban dari kerisauan yang menyibukkan hatinya

dan mengganggu pikirannya selama ini.2

Ibrâhîm berkata ".. 'inilah Tuhanku' .."3. Posisinya yang tinggi dan cahayanya,

lebih pantas disebut Tuhan ketimbang sesembahan kaumya yaitu berhala! .. akan

tetapi bintang bintang telah mendustakan dugaannya. Ketika Ibrâhîm menyaksikan

bintang tenggelam dan menghilang dia mengatakan ".. 'saya tidak suka kepada yang

tenggelam'..".4 Apabila Tuhan tenggelam maka siapa yang akan memelihara dan

mengatur urusannya. Ibrâhîm menolak kepada yang timbul tenggelam, apalagi

sesuatu yang suatu waktu bisa lenyap.

Bintang yang tenggelam itu salah satu bukti ketidakwajarannya untuk

dipertuhankan. Pergerakannya tersebut antara muncul dan tenggelam menunjukkan ia

baharu, wujudnya juga tidak wajib dalam artian kadang ada (muncul) kadang tidak

ada (tenggelam) (mumkin al-wujud) dan apabila "ia wujud" berarti ada yang

mewujudkannya sehingga tidak mungkin dia Tuhan.5

2 Sayyid Quṭb, Tafsir Fi-Zhilalil Qur'an Di Bawah Naungan Al-Quran, no. 7 (Jakarta:

Robbani Press, 2009), h. 571 3 QS. Al-An'am/06: 76

4 Sayyid Quṭb, Tafsir Fi-Zhilalil Qur'an…, h. 571

5 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, volume 4

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 161

Page 80: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

65

Pengalaman ini kembali berulang ketika Nabi Ibrâhîm melihat bulan, dialog

dalam pemikirannya kembali berguncang. Ketika melihat bulan muncul dia merasa

itulah Tuhannya, tapi ketika bulan tenggelam kembali kekecewaan atas dugaannya

muncul dalam hatinya.

Ucapan Ibrâhîm ".. pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat"6,

merupakan isyarat yang mempertegas untuk tidak menyembah bintang-bintang.

Dalam ayat sebelumnya hanya menyatakan ketidaksukaan, di sini dia telah

menetapkan kesesatan bagi yang menyembah bulan apalagi bintang-bintang.7

Pengalaman tersebut kembali terulang yang ketiga kalinya, kali ini dia melihat

planet yang terbesar, yang paling terang. Padahal setiap hari Ibrâhîm melihat

matahari, tapi kali ini matahari terasa berbeda bagi Ibrâhîm seakan-akan makhluk

yang baru dia lihat. Ibrâhîm pada hari itu melihat segala sesuatu dengan segenap

eksistensi dirinya yang mencari Tuhan, pencarian yang membingungkan dan

mecemaskan juga jerih payah yang panjang.8

Kali ini dia semakin yakin dan mantab untuk mengatakan ".. 'inilah Tuhanku,

ini yang lebih besar.."9 akan tetapi kekecewaan kembali terulang, mataharipun

tenggelam dan lenyap.

Dalam kekecewaanya itu malah membuat Ibrâhîm merenung dan berfikir,

siapa Tuhan yang sebenarnya. Dalam proses pemikirannya itu, dia menemukan satu

6 QS. Al-An'am/06: 77

7 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 4, h. 163

8 Sayyid Quthb, Tafsir Fi-Zhilalil Qur'an no. 7, h. 573

9 QS. Al-An'am/06: 78

Page 81: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

66

kesimpulan melalui kesadaran dan pengetahunnya. Bahwa Tuhan bukanlah, bintang,

bulan ataupun matahari, dan apalagi patung-patung yang dibuat oleh tangan manusia

itu.

Di sini Ibrâhîm menemukan Tuhannya di dalam hatinya, di dalam fitrahnya,

di dalam akalnya, di dalam kesadarannya, dan disegenap alam wujud yang ada di

sekitarnya. Di sini dia menemukan Tuhannya tersebut adalah yang menciptakan

segala sesuatu yang terlihat oleh mata, dirasakan oleh perasaan dan terpikir oleh

akal.10

Dalam pemaparan kisah Nabi Ibrâhîm as melakukan pengulangan kata kerja

"qâla" (berkata) sebanyak enam kali. Dalam kaidah bahasa Arab kata tersebut masuk

pada kategori fi'l al-mâdhi, yaitu kata kerja yang menunjukkan suatu perbuatan yang

telah selesai dikerjakan atau telah lewat. Lima dari enam pengulangan kata "qâla"

merupakan bentuk tuturan dengan diri sendiri yang mencerminkan bentuk ungkapan

hati, sedangkan kata "qâla" yang keenam digunakan untuk menceritakan perkataan

Ibrâhîm kepada kaumnya.11

Ibrâhîm berkata pada kaumnya setelah mendapatkan sebuah kesimpulan: Hai

kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari penyembahan bintang, bulan, matahari,

dan apa saja yang kamu persekutukan dengan Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang

sesungguhnya.12

10

Sayyid Quṭb, Tafsir Fi-Zhilalil Qur'an no. 7, h. 574 11

Sulaimân aṭ-Ṭarawanah, Rahasia pilihan kata dalam Al- Qur’an (Jakarta Timur: Qisthi

Press, 2004), h. 219-220 12

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 4, h. 164

Page 82: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

67

Dengan segenap jiwa, raga dan totalitas, Ibrâhîm menghadapkan wajahnya

dalam keadaan ḥanîfan cenderung kepada agama yang benar, dan dia tidak termasuk

penganut apa yang dianut oleh kaumnya bahkan oleh siapapun yang mengakui dalam

hati, atau ucapan maupun perbuatannya bahwa ada penguasa selain Allah SWT.13

Fragmen pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrâhîm ini bukan berdasarkan

keresahan hati atau kekecewaan, melainkan untuk memantabkan kepercayaan

terhadap Tuhan sendiri. Kata-kata keresahan atau kekecewaan hanya sebagai simbol

saja, agar manusia yang membacanya bisa menerima kisah itu dengan wajar.

3. Analisis ayat monolog

Apa yang dilakukan Nabi Ibrâhîm as dalam ayat di atas, terlihat jelas kalau

dia sedang bermonolog. Permainan dalam peristiwa itu hanya dimainkan oleh satu

aktor saja, yakni Nabi Ibrâhîm. Dia sedang berbicara dengan dirinya sendiri ketika

melihat bintang, bulan dan matahari.

Kumpulan ayat ini jelas tergolong sebagai ayat monolog, didukung dengan

pengertian monolog menurut Sulaimân aṭ-Ṭarawanah. Subjek yang ada di dalamnya

hanya satu orang, jadi hanya satu orang yang berbicara. Sedangkan objeknya tidak

ada orang lain di sekelilingnya Nabi Ibrâhîm, jadi objek pembicaraan Nabi Ibrâhîm

tidak lain adalah dirinya sendiri. Nabi Ibrâhîm dalam kumpulan ayat di atas sedang

melakukan dialog pribadi.

Mari kita lihat penafsiran Sayyid Quṭb, beliau mengatakan, pada malam itu

seakan-akan bintang-bintang berbicara padanya. Entah apa yang terjadi tiba-tiba Nabi

13

Sayyid Quthb, Tafsir Fi-Zhilalil Qur'an…, no. 7, h. 574

Page 83: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

68

Ibrâhîm tertarik melihat bintang, padahal dia sudah melihat bintang setiap malamnya.

Menurut Sayyid Quṭb lagi, bintang-bintang itu serasa memberikan inspirasi

kepadanya dan menjawab segala macam kerisauan hatinya yang sangat mengganggu

pikirannya. Karena ada perasaan-perasaan yang berbeda ketika melihat cahaya

bintang dia merasa perlu mengutarakan isi hatinya terhadap bintang itu.

".. 'inilah Tuhanku' .." ujar Nabi Ibrâhîm, dengan beraninya dia mengatakan

hal itu. Keberaniaanya tersebut dikarenakan kekecewaannya melihat kaumnya tidak

mau mengingkari penyembehan mereka terhadap berhala, selain itu tidak ada orang

yang mau mendengar keluh kesahnya melihat keyakinan kaumnya. Semua kaumnya

menyembah berhala (patung-patung), ada juga yang menyembah bintang, bulan dan

matahari, bahkan bapaknya sendiri merupakan pembuat patung yang akan disembah.

Kisah Nabi Ibrâhîm ini benar-benar merupakan teks monolog, apa yang

dilakukan Nabi Ibrâhîm merupakan gambaran dramatik yang lahir dari pikiran Nabi

Ibrâhîm seorang. Dan apa yang diucapkannya searah, bukan dialogis. Dia terus

bertanya sampai ketiga kalinya dalam waktu yang berbeda, tapi ketiga pertanyaannya

itu dia jawab sendiri karena akal dan pengetahuan yang Allah berikan kepadanya.

Sampai akhirnya Nabi Ibrâhîm mengumumkan kepada kaumnya kalau dia

akan terlepas dari kesesatan yang sudah dibuat sekian tahun lamanya, dan sekarang

dia menemukan siapa sebenarnya yang berhak disembah. Patung benda yang dibuat

oleh manusia, bintang, bulan, matahari yang selalu terbit tenggelam, atau yang

menciptakan seluruh alam raya ini. "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri

dari apa saja yang kamu persekutukan,.."

Page 84: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

69

4. Pola Pemaparan Monolog dalam QS. Al-An'am [6]: 76-79

Mari kita lihat pola pemaparan monolog yang digunakan dalam QS. Al-An'am

[6]: 76-79 melalui tabel berikut;

Tabel 4.1 : Pola pemaparan monolog QS. Al-An'am [6]: 76-79

Pola Pemaparan Ayat Keterangan

Narasi

Pembuka:

tampa

memakai

pendahuluan

76. ketika malam telah

gelap, dia melihat sebuah

bintang (lalu) Dia berkata:

"Inilah Tuhanku", tetapi

tatkala bintang itu

tenggelam dia berkata:

"Saya tidak suka kepada

yang tenggelam."

Kisah pencarian Tuhan oleh Nabi

Ibrâhîm ini tidak diawali dengan

pendahulan. Meskipun begitu di

dalamnya terdapat peristiwa yang

membuat pembaca atau pendengar

tetap bertahan untuk mengetahui

kisah tersebut sampai akhir.

Penutup :

Dengan

kesimpulan

Ayat 79, Sesungguhnya

aku menghadapkan diriku

kepada Rabb yang

menciptakan langit dan

bumi, dengan cenderung

kepada agama yang benar,

dan aku bukanlah

termasuk orang-orang

yang mempersekutukan

Tuhan.

Kisah pencarian Tuhan oleh Nabi

Ibrâhîm ini ditutup dengan

kesimpulan, kesimpulan Nabi

Ibrâhîm yang telah menemukan

Tuhan sebenarnya.

Dengan

penyisipan

nasihat

keagamaan

Ayat 78, "Hai kaumku,

Sesungguhnya aku

berlepas diri dari apa yang

kamu persekutukan.

Ayat 79, dan aku

bukanlah termasuk orang-

orang yang

mempersekutukan Tuhan

Nasihat keagamaan dalam

monolog Nabi Ibrâhîm ini ialah,

jangan mempersekutukan Tuhan.

Tuhan adalah satu-satunya yang

menciptakan seluruh alam dan

seisinya, karena itu tidak pantas

disekutukan dengan apapun

apalagi dengan patung-patung

yang di buat oleh manusia sendiri.

Petunjuk

peristiwa

Ayat 76, ketika malam

telah gelap, dia melihat

sebuah bintang (lalu) dia

berkata:… tetapi tatkala

Setiap narasi disetiap ayat ini

memberi gambaran dari peristiwa

yang dialami oleh Nabi Ibrâhîm.

Page 85: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

70

bintang itu tenggelam dia

berkata:

Ayat 77, kemudian tatkala

dia melihat bulan terbit

dia berkata:… tetapi

setelah bulan itu

terbenam, dia berkata:

Ayat 78, kemudian tatkala

ia melihat matahari terbit,

dia berkata:… maka

tatkala matahari itu

terbenam, dia berkata:

Monolog

Rujukan dan

penunjukan

Ayat 76 "Inilah Tuhanku",

"…bintang itu

tenggelam…"

Ayat 77 "Inilah Tuhanku",

"…bulan itu terbenam…"

Ayat 78 "Inilah Tuhanku,

ini lebih besar",

"…matahari itu

terbenam,"

Kata petunjuk inilah dalam ayat

76, mengacu pada bintang yag

sudah dijelaskan dinarasi petunjuk

peristiwa. Dalam ayat 77,

mengacu pada bulan, dan ayat 78,

mengacu pada matahari.

Kata petunjuk itu dalam ayat 76-

77-78, merupakan penggambaran

peristiwa yang terjadi (lihat juga

di petunjuk peristiwa)

Apabila kita melihat secara

khusus, siapa yang sedang

bermonolog maka kita akan

menemukan teks ini sepotong-

sepotong, misalnya; ("Inilah

Tuhanku"), ("…bintang itu

tenggelam…"), ("Inilah

Tuhanku"), ("…bulan itu

terbenam…"). Karena disela-sela

teks monolog terdapat narasi, baik

itu kata petunjuk, menerangkan

latar, dll. Seperti dalam

pembahasan pola penyampaian

dalam table di atas.

Namun ketika kita melihat secara

umum, maka kita akan

menyaksikan keutuhan teks

monolog ini. Dari awal ayat

sampai akhir ayat

menggambarkan peristiwa yang di

Page 86: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

71

alami oleh Nabi Ibrâhîm.

Objek Kita dapat melihat pemaparan

monolog dalam kisah Nabi

Ibrâhîm ini hanya ada Nabi

Ibrâhîm seorang, jadi dapat kita

ketahui objek kepada siapa kisah

itu disampaikan ialah kepada

dirinya sendiri. Karena tidak

mungkin objek itu dia sampai

kebenda-benda langit yang dia

sebut sebagai Tuhan.

5. Kajian Intrinsik

5.1. Latar

Latar waktu sangat jelas terlihat dalam kisah ini, malam dan siang. Walaupun

tidak diterangkan secara detail jamnya, hanya saja perpindahan dari satu kondisi ke

kondisi yang lain. Karena monolog ini terjadi berkali-kali, bukan dalam satu waktu.

Untuk merenung agar mendapatkan sesuatu yang belum dipahami itu

membutuhkan waktu yang panjang, apalagi mencari hakikat Tuhan, siapa sebenarnya

Tuhan?. Itulah yang digambarkan Allah SWT dalam ayat monolog ini, dengan

adanya pengalihan kondisi ke kondisi yang lain, menggambarkan suatu perenungan

yang panjang dari seorang Nabi.

Dari latar tempat inilah yang menyebabkan terjadinya monolog dalam kisah

Ibrâhîm, telah dijelaskan di atas bahwa ketika Nabi Ibrâhîm memandang bintang tiba-

tiba saja dia mengatakan kalau bintang tersebut adah Tuhannya.

5.2. Tokoh

"Nabi Ibrâhîm"

Page 87: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

72

Tokoh yang ada di dalam monolog ini hanya satu orang yakni Nabi Ibrâhîm.

Kita bisa melihat tandanya dalam ayat Dia (Ibrâhîm) dan Dia berkata kata dia ini

kembali ke Nabi Ibrâhîm.

5.3. Tema

"Pencarian Tuhan"

Dalam kisah Nabi Ibrâhîm terdapat tema utama dan tema tambahan, tema

utama yang mengikat keseluruhan kisah dan tema tambahan ialah tema-tema dalam

setiap fragmen kisah. Dalam fragmen monolog kisah Nabi Ibrâhîm temanya ialah

pencarian Tuhan. Tema ini pun menjadi objek penyampaian dalam fragmen monolog

dalam kisah tersebut.

5.4. Amanat atau Pesan

Amanat atau pesan secara tersurat bisa kita lihat di antaranya;14

Mencari suatu keyakinan merupakan tuntutan paling mulia dan agung.

Dan hal itu dapat terlaksana secara sempurna dengan berpikir dan

mengamati ayat-ayat Allah SWT. Itulah gunanya Allah memberikan akal

kepada manusia, agar manusia bisa berpikir. Bukan malah

menyalahgunakan akal tersebut dengan menyekutukan Allah, menyembah

berhala yang tidak lain buatan tangan sendiri atau dengan kata lain

pencipta berhala manusia sendiri.

14

Syaikh Abu Bakar Jabir Al- Jazairi, Tafsir Al-Qur'an AL-AISAR jilid 2, cet. 4 (Jakarta

Timur: Darus Sunnah Press, 2015), h. 866

Page 88: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

73

Kewajiban yang harus dilakukan oleh seseorang yang sudah mengetahui

apa yang dilakukannya tersebut merupakan perbuatan yang menyekutukan

Allah (syirik) ialah, berlepas diri dari perbuatan tersebut.

Sedangkan secara tersirat ialah; Ajakan untuk ber-Tuhan pada Tuhan yang

Maha kuasa, yang menciptakan segala yang ada di bumi dan di langit.

B. Monolog Kisah Nabi Yûsuf

1. Firman Allah, QS. Yûsuf [12]: 99-100:

ا دخلوا على يوسف آوى إليه أب ويه وقال ادخلوا مصر إن شاء الله آمنين ف لمدا وقال يا أبت هذا تأويل رؤياي من ق بل ٨٨) (ورفع أب ويه على العرش وخروا له سج

جن وجاء بكم من البدو من قد جعلها ر ا وقد أحسن ب إذ أخرجن من السي بي حقيطان ب ين وب ين إخوت إن ربي لطيف لما يشاء إنه هو العليم الك يم ب عد أن ن زغ الش

(٠١١) Maka tatkala mereka masuk ke (tempat) Yûsuf: Yûsuf merangkul ibu

bapanya15

dan Dia berkata: "Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah

dalam Keadaan aman". dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas

singgasana. dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud16

kepada

Yûsuf. dan berkata Yûsuf: "Wahai ayahku Inilah ta'bir mimpiku yang dahulu

itu; Sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. dan

Sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaKu, ketika Dia

membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun

padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-

saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha lembut terhadap apa yang Dia

15

Ayah dan saudara perempuan ibunya (bibi). 16

Sujud disini ialah sujud penghormatan bukan sujud ibadah.

Page 89: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

74

kehendaki. Sesungguhnya Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha

Bijaksana.17

2. Penafsiran ayat

Keluarga besar Nabi Ya'qûb berangkat menuju Mesir untuk melihat dan

bertemu dengan Nabi Yûsuf, mereka disambut hangat oleh Nabi Yûsuf. Tatkala

keluarga besar itu masuk ke tempat Nabi Yûsuf, Nabi Yûsuf lansung merangkul ayah

dan ibu tirinya, sebagai pelepas rindu dan tanda hormat. Nabi Yûsuf berkata kepada

ayah dan ibunya beserta semua rombongan yang tidak lain saudara-saudaranya,

"Masuklah ke negeri Mesir, insya Allah kamu semua masuk dalam keadaan aman

tidak kurang, dan tidak juga dikeruhkan oleh apapun.18

Setelah mereka masuk dan duduk di tempat yang sudah disediakan, Yûsuf

mempersilahkan ayah dan ibunya duduk di atas singgasana. Dan mereka semuanya,

yakni ibu, bapak dan kesebelas saudaranya, merebahkan diri seraya sujud kepada

Allah dengan menjadikan Yûsuf bagaikan kiblat.19

Apa yang terjadi dalam peristiwa

ini hanya tingkah laku tidak ada kata-kata, karena rasa yang ada di dalam hati

masing-masing, rasa takjub, mengagungkan Allah, dan salam hormat mereka.20

17

Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur'an. revisi terjemah oleh Lajnah Pentashih

Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya dengan transliterasi,

(Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, t.th), h. 469-470 18

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, volume 6

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 509 19

Ibid, h. 510 20

Ada pendapat yang mengatakan bahwa sujud yang dilakukan oleh Ya'qub beserta

keluarganya terhadap Yûsuf merupakan penghormatan, maksud dari pendapat ini ialah, hal itu

dilakukan terhadap makhluk, bukan untuk menyembah satu sama lain. Lihat Abu Ja'far Muḥammad

bin Jarir aṭ-Ṭabari, Tafsir Aṭ-Ṭabari penerjemah: Misbah, Anshari Taslim, dkk vol 15 (Jakarta selatan:

PUSTAKA AZZAM, 2009), h. 20-23. Sujud sebagai tanda penghormatan merupakan perkara yang

diperbolehkan di dalam syariat mereka. Hal semacam itu memang diperbolehkan dari sejak masa

Page 90: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

75

Setelah peritiwa itu, Yûsuf mulai bercerita tampa seorangpun yang berucap

dan membantahnya. Nabi Yûsuf menceritakan semua yang ada di dalam hatinya,

kegembiraanya telah berkumpul kembali, dan terwujudnya mimpi yang pernah

dialaminya di waktu kecil.

Dia berkata pada ayahnya dengan mesra "Wahai ayahku, inilah takwil

mimpiku yang dahulu itu..21

" Yûsuf menceritakan takwil mimpi yang pernah ia

ceritakan kepada ayahnya semasa kecil, kini Tuhan menjadikannya kenyataan. Persis

seperti apa yang ia lihat dalam mimpinya, matahari, bulan dan bintang sujud

kepadanya.22

Dia kembali melanjutkan ceritanya dengan menyebutkan karunia Allah

kepadanya, ia juga menyebutkan kelembutan Allah dalam mengatur segala urusan

dan merealisasikan kehendak-Nya. Allah merealisasikan kehendak-Nya dengan

lembut, halus, dan tersembunyi, tidak dirasakan oleh manusia.23

3. Analisis ayat monolog

Monolog yang ada di dalam kisah Nabi Yûsuf ini bermula dari kedatangan

orang tua dan saudara-saudaranya Nabi Yûsuf, dalam keadaan merangkul orang

tuanya dia berkata "Masuklah kamu ke negeri Mesir, insya Allah dalam Keadaan

aman". Tidak ada jawaban sama sekali dari orang tua, maupun saudara-saudaranya.

Adam As sampai syariat Isa as diturunkan, lalu yang demikian itu diharamkan di dalam agama kita dan

sujud dijadikan sebagai kekhususan untuk Rabb Ta'ala. Itulah yang terkandung dalam Qatadah

Rahimahullah dan yang lainnya. Lihat Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsîr jilid 3,

cet. 2 (Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2014), h. 940-941 21

QS. Yûsuf/12: 4 22

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…, vol 6, h. 510 23

Sayyid Quṭb, Tafsir Fi-Zhilalil Qur'an no. 7, h. 518

Page 91: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

76

Mereka hanya mengikuti apa yang diperintahkan oleh Nabi Yûsuf, mereka di

persilahkan masuk merekapun masuk, tampa berucap.

Peristiwa selanjutnya sama, mereka duduk di tempat yang sudah disediakan

lalu mereka sujud untuk memberikan salam hormat tampa berucap apa-apa. Dalam

keadaan seperti itu Nabi Yûsuf sangat terharu dan mengingat mimpi yang pernah

dialaminya dimasa kecil.

Berbeda dengan cara bermonolognya Nabi Ibrâhîm yang dia tujukan kepada

dirinya sendiri, sedangkan Nabi Yûsuf dia tujukan ke orang tua dan saudara-

saudaranya (ada penonton). "Wahai Ayahku inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu..".

Dia seakan-akan bercerita atau mendongeng di depan keluarganya, dan tidak ada

yang menyanggah atau memotong sampai ceritanya berakhir.

Sama halnya dengan pengertian monolog menurut Sulaimân aṭ-Ṭarawanah,

yakni percakan biasa. Di mana Yûsuf berbicara di depan orang-orang tapi orang yang

diajak berbicara tersebut hanya diam dan menjadi pendengar atau penonton saja.

Prinsip-prinsip monolog juga ada di dalam monolognya Nabi Yûsuf, karena

Nabi Yûsuf menceritakan konflik manusia. Nabi Yûsuf menceritakan bagaimana

besarnya karuniah Allah terhadapnya, "Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat

baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika

membawa kamu dari dusun padang pasir."24

Dari kalimat ini saja kita bisa melihat

konflik kemanusiaan yang sangat panjang, Nabi Yûsuf pernah masuk penjara karena

24

Abu Ja'far Muhamamad bin Jarir aṭ-Ṭabari, Tafsir aṭ-Ṭabari penerjemah: Misbah, Anshari

Taslim, dkk volume 15 (Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2009), h. 30

Page 92: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

77

sebuah fitnah yang dideranya, Nabi Yûsuf berpisah dari ayahnya karena kebencian

dan kecemburuan dari saudara-saudara tirinya. Dari awal berpisah sampai bertemu

kembali, ujian dan rintangan harus dilalui Nabi Yûsuf. Bermula dari menjadi budak,

pelayan, tahanan, sampai menjadi menteri.

4. Pola pemaparan monolog dalam QS. Yûsuf [12]: 99-100

Mari kita lihat pola pemaparan monolog yang digunakan dalam QS. Yûsuf

[12]: 99-100 melalui tabel berikut;

Tabel 4.2 : Pola pemaparan monolog QS. Yûsuf [12]: 99-100

Pola pemaparan Ayat Keterangan

Narasi

Pembuka:

Berawal dari

adegan yang

paling penting

Ayat 99, Yûsuf

merangkul ibu

bapanya..

Kisah pertemuan

Yûsuf dengan orang

tuanya dimulai dari

ayat 99 ini, berawal

dari sebuah adegan

yang mengharukan,

Yûsuf menyambut

orangtuanya dan

merangkulnya.

Penutup:

ditutup dengan

memuji sifat-

sifat Allah

Ayat 100,

Sesungguhnya

Tuhanku Maha lembut

terhadap apa yang Dia

kehendaki.

Sesungguhnya Dialah

yang Maha

mengetahui lagi Maha

Bijaksana.

Kisah ini ditutup

dengan penegasan dari

Nabi Yûsuf, tentang

siapa Allah

sebenarnya dan

bagaimana sifat-Nya.

Ayat 99, Yûsuf

merangkul ibu

bapanya

ayat 100, dan ia

menaikkan kedua ibu-

bapanya ke atas

singgasana. dan

Narasi ayat 99

menggambarkan

peristiwa pertemuan

Yûsuf dengan

keluarganya, dan

dialog Yûsuf dengan

keluarganya, tapi tidak

Page 93: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

78

Petunjuk

peristiwa

mereka (semuanya)

merebahkan diri

seraya sujud kepada

Yûsuf. dan berkata

Yûsuf:

terdapat dialog

balasan. Bisa

dikatakan hanya

Yûsuf yang berbicara

dalam adegan

tersebut, yang lain

hanya diam dan

mengikuti arahan

Yûsuf.

Narasi ayat 100,

memperjelas dimana

hanya Yûsuf yang

berbicara dalam

pertemuan itu, yang

lain hanya

mendengarkan.

Monolog

Rujukan dan

peunjukan

Ayat 100, DAN ia

menaikkan kedua ibu-

bapanya ke atas

singgasana. DAN

mereka (semuanya)

merebahkan diri

seraya sujud kepada

Yusuf. DAN berkata

Yûsuf: "

Kata "Dan" di sini

kembali kepada yang

menceritakan secara

keseluruhan, yakni:

Allah SWT

Ayat 100, dan ia

menaikkan kedua ibu-

bapanya ke atas

singgasana.

Kata "Ia" di sini ialah

Nabi Yûsuf, kembali

ke ayat sebelumnya

(99) "Yûsuf meragkul

Ibu-bapanya dan dia

berkata"…

Ayat 100, "Wahai

ayahku Inilah ta'bir

mimpiku yang dahulu

itu;

Kata "dahulu"

merujuk pada mimpi

yang telah diceritakan

Yûsuf pada ayahnya

di dalam ayat 4

"Wahai ayahku Inilah

ta'bir mimpiku yang

dahulu itu…. teks

monolog dalam kisah

Nabi Yûsuf ini lebih

detail menggambarkan

Page 94: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

79

peristiwa, dan

narasinya hanya

sedikit dibanding

dengan teks monolog

dalam kisah Nabi

Ibrâhîm.

Objek Dalam monolog kisah

Nabi Yûsuf ini

terdapat beberapa

tokoh yang di

gambarkan oleh Allah

dalam al-Qur'an; ada

Nabi Yûsuf, bapak

dan ibunya Nabi

Yûsuf, keluarga atau

saudara-saudaranya.

Monolog dalam satu

fragmen kisah Nabi

Yûsuf di sampaikan

atau di tujukan kepada

keluarga Nabi Yûsuf.

Nabi Yûsuf

menceritakan tabir

dari mimpi yang

pernah dialaminya

diwaktu kecil.

5. Kajian intrinsik

5.1. Latar

Latar yang tercipta dalam ayat ini ialah, latar tempat yakni di rumah atau

istana Nabi Yûsuf. Selain itu yang menyebabkan terjadinya monolog dalam kisah ini

ialah, latar suasana. Latar suasana yang mengharukan, yang menakjubkan, membuat

para tokoh dalam kisah ini hanya bisa terdiam dan hanya Nabi Yûsuf yang berbicara.

5.2. Tokoh

Page 95: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

80

Tokoh yang ada dalam monolog ini ialah; Ya'qûb dan istrinya, Yûsuf, dan

Keluarga (saudara-saudara Yûsuf). Tapi tokoh yang bermonolog dalam kisah ini

hanya Nabi Yûsuf, sedangkan tokoh yang lain hanya sebagai tokoh pembantu saja.

Tokoh yang membantu dalam perjalanan cerita.

5.3. Tema

"Tabir mimpi"

Salah satu tema kecil dalam kisah Nabi Yûsuf ialah, tabir mimpi. Dalam

fragmen monolog kisah Nabi Yûsuf ini menjelaskan tabir mimpi, dari mimpi seorang

anak kecil yang menjadi kenyataan.

5.4. Amanat atau Pesan

Amanat atau pesan secara tersurat bisa kita lihat di antaranya; 25

Mimpi yang baik bisa saja menjadi kenyataan, atas kehendak Allah.

Begitu juga dengan mimpi Nabi Yûsuf yang terwujud secara sempurna,

dia duduk di atas singgasanahnya lalu kedua orang tua dan saudara-

saudaranya sujud kepadanya. Seperti mimpinya sebelas bintang, kemudian

matahari, dan bulan bersujud padanya. Inilah salah satu mu'jizat Allah

yang Dia berikan kepada hamba yang telah dipilihnya. Sangat terlihat

kasih sayang Allah terhadap hambanya yang selalu menjaga imannya.

Sedangkan secara tersirat ialah; Ajakan untuk bertuhan pada Tuhan yang

Maha kuasa, dengan segala sifat-sifat-Nya.

25

Jabir Al- Jazairi, Tafsir Al-Qur'an AL-AISAR jilid 3, cet. 3, h. 872

Page 96: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

81

C. Perbandingan Kisah dan Monolog

Inilah salah satu karakteristik yang luar biasa dalam pemaparan kisah dalam

al-Qur'an, yakni dengan berbagai macam variasi. Baik dari segi narasinya, dialog dan

monolognya. Monolog merupakan salah satu pemaparan dalam kisah al-Qur'an,

khususnya dalam kisah-kisah yang mempunyai tokoh utama (Nabi, Orang-orang

terdekat Nabi, atau orang penting yang diceritakan al-Qur'an) yang menjadi benang

merah sebuah kisah.

Apabila kita mengkaji monolog Tuhan dengan melihat subjek atau pelaku

dalam sebuah kisah, maka kita hanya akan menemukan sebagian teks saja yang

termasuk teks monolog. Berbeda dengan kisah, kisah merupakan sebuah kejadian

yang diceritakan jadi apabila kita mengkaji kisah maka kita harus melihat

keseluruhan teks kisah tersebut.

Dalam sebuah kisah terdiri dari beberapa fragmen-fragmen, dimana fragmen-

fragmen tersebut menceritakan tema yang berbeda-beda. Dalam kisah kita digiring

untuk mengetahui berbagai macam problematika di dalam kehidupan secara lengkap.

Kita bisa melihat pikiran-pikiran berbagai tokoh di dalamnya. Di dalam monolog kita

hanya digiring untuk mengetahui satu pokok permasalahan utama, yang lahir dari

pikiran satu orang saja. Kita difokuskan untuk mencerna apa yang ingin disampaikan

monolog tersebut.

Kita juga bisa menarik kesimpulan setelah membayangkan adegan demi

adegan yang diceritakan melalui kisah dan monolog. Dalam pemaparan kisah Nabi

Ibrâhîm dan Nabi Yûsuf kita melihat adegan demi adegan yang dilakukan secara

Page 97: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

82

kolosal, Ibrâhîm bersama bapaknya, Ibrâhîm bersama kaumnya, Yûsuf bersama

saudara-saudara dan keluarganya, Yûsuf bersama Ẓulaikha dan Raja, Yûsuf bersama

para musafir dan para pemuda yang di dalam tahanan, dimana adegan-adegan kolosal

membutuhkan konsentrasi yang lebih untuk menyimak sebuah cerita karena terdapat

banyak fokus di dalamnya. Sedangkan adegan dalam monolog itu fokusnya hanya

satu yaitu tokoh yang bermonolog tersebut. Tujuannya agar para pembaca atau

penonton juga fokus menyimak cerita dan untuk mendapatkan pesan yang mau

disampaikan oleh cerita.

Selain itu kita bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita, apabila

kita berkomunikasi dengan seseorang atau beberapa orang terkadang kita tidak bisa

mengutarakan keseluruhan isi hati kita, sedangkan apabila kita melakukan monolog

(berbicara sendiri) dalam kesendirian maka kita akan mengutarakan semua isi hati

kita dengan bebas. Cara ini juga bisa dipraktekkan dalam mendekatkan diri kepada

Allah Swt., contohnya berdiam diri baik di masjid atau di rumah, bermunasabah, dll.

Sebenarnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara kisah dan monolog

karena monolog merupakan bagian variasi pemaparan kisah dalam al-Qur'an.

Pemaparan kisah sendiri memang kebanyakan dialog, baik itu modelnya al-Jadâl

maupun al-Ḥiwâr, tapi monolog sendiri sebenarnya bagian lain dari dialog tersebut.

Di antara Jadâl, Ḥiwâr, dan Monolog terlihat lebih banyak persamaannya dari pada

perbedaan. Mari kita lihat kerangka Jadâl, Ḥiwâr, dan Monolog dalam tabel berikut:

Page 98: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

83

Tabel 4.3. Kerangka Jadâl, Ḥiwâr, dan Monolog.

Jadâl Ḥiwâr Monolog Kerangka

2 orang atau lebih 2 orang atau lebih 1 orang Subjek

1 orang atau lebih 1 orang atau lebih 1 orang atau lebih, dan

diri sendiri

Objek

Perdebatan,

Persaingan, beradu

argument, tukar

pikiran.

Jawaban, tanya

jawab, percakapan.

Berbicara sendiri,

bercerita,

Pengertian

Dialog Dialog Diam Feedback

Pembuktian,

mematahkan

argumentasi orang-

orang kafir

Berdialog secara

baik, memantabkan

keimanan,

melemahkan non

muslim

Memperdalam

keyakinan, menegaskan

keinginan.

Tujuan

Al-Qur'an juga tidak menjelaskan secara rinci letak monolog dalam kisah al-

Qur'an. Al-Qur'an memberi kesempatan kepada pembaca untuk melihat lebih jeli lagi

dan memberikan kesimpulan sendiri adanya perpindahan dialog, dari dua arah

menjadi satu arah. Monolog dalam QS. al- An'am [6]: 76-79 dan Qs. Yûsuf [12]: 99-

100 merupakan monolog Tuhan yang digiring dengan dialog-dialog yang terjadi

sebelumnya dan kemudian diselesaikan kembali dengan dialog-dialog sesudahnya.

D. Relevansi monolog Tuhan dalam kajian Ulumul Qur'an

Yang dimaksud dengan ‘ulumul qur’an’ ialah rangkaian pembahasan yang

berhubungan dengan al-Qur’an yang paling agung lagi kekal, baik dari segi proses

penurunan dan pengumpulan serta tertib urutan-urutan dan pembukuannya; maupun

dari sisi pengetahuan tentang sebab nuzul, makiyah-madaniyahnya, nasikh-

Page 99: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

84

mansukhnya, muhkam-mutasyabihnya, dan berbagai pembahasan lain yang berkenan

dengan al-Qur’an atau yang berhubungan dengan al-Qur’an”.

Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa ilmu-ilmu yang dipakai

dalam mengkaji al-Qur'an merupakan ilmu-ilmu al-Qur'an. Dalam kajian monolog

sendiri tidak jauh dari kajian Balâghah (kebahasaan), di mana teks menjadi prioritas

utama dalam kajiannya. Karena teks sebagai sebuah pesan yang harus disampaikan

dan manusialah yang menjadi sasaran teks tersebut. Manusia sendiri merupakan

makhluk yang terkait dengan sistem bahasa (teks), dan yang terkait dengan bingkai

kebudayaan dimana bahasa tersebut sebagai sentralnya.

Fungsi umum dalam ulumul Qur'an sendiri untuk dapat memahami kalam

Allah Swt., sejalan dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan para tabi’in

tentang interpretasi mereka terhadap Al-Qur’an. Begitu juga dengan monolog, fungsi

utamanya memahami teks-teks (kalam) dalam al-Qur'an guna memperdalam

kepercayaan kita terhadap Allah Swt., dan keterangan-keterangan yang terkait cerita

dalam kisah Nabi Ibrâhîm dan Nabi Yûsuf oleh para mufassir.

Objek utama ulumul-Qur'an ialah al-Qur'an dan segi yang mencakub dalam

keseluruhan kitab tersebut. Objek pembahasan ulumul Qur'an mencakup berbagai

segi dari al-Qur'an itu berkisar di antara ilmu-ilmu bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama

(Ushuluddin) karena yang dibahas dalam ulumul Qur’an adalah ilmu-ilmu yang

membicarakan al-Qur’an sebagai i’jaz (mukjizat) dan hidayah (petunjuk). Dalam

monolognya Nabi Ibrâhîm kita bisa memperoleh petunjuk dan kembali memantabkan

petunjuk tersebut, sedangkan dalam monolognya Nabi Yûsuf kita melihat mukjizat

Page 100: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

85

Allah benar-benar nyata karena sebuah mimpi dari seorang anak kecil yang diangkat

menjadi Nabi menjadi kenyataan. Persis seperti dalam mimpi tersebut.

Dalam ulumul Qur'an yang mempunyai keterkaitan lebih dengan monolog

adalah dialog (Jadâl, dan Ḥiwâr), karena monolog sendiri bagian dari Jadâl, dan

Ḥiwâr. Monolog merupakan salah satu unsur yang penting dalam sebuah cerita sama

seperti dialog, karena pesan yang mau disampaikan sebuah cerita melalui dialog dan

monolog tersebut. Kedua contoh monolog di atas sama-sama terdapat unsur dialog di

dalamnya.

Sulaimân aṭ-Ṭarawanah sendiri mengatakan bahwa di dalam kisah al-Qur'an

terdapat pemaparan yang melalui percakapan, percakapannya sendiri tergolong dalam

dua bagian yakni satu arah (monolog) dan dua arah (dialog).

Page 101: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

86

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan paparan sebelumnya, maka penulis mengambil kesimpulan dan

memberi saran, sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian atas ayat 76-79 surah al-An'am, dan ayat 99-100

surah Yûsuf, maka penulis mengkategorikan ayat tersebut merupakan teks monolog

dalam kisah al-Qur'an dari subyeknya/pelakunya, yakni Nabi Ibrâhîm, dan Nabi

Yûsuf. Sebagai jawaban atas rumusan masalah ialah :

Perkpektif monolog yang ditulis Sulaimân aṭ-Ṭarawanah terdapat dalam

ayat kedua kisah tersebut.

Cara bermonolognya Nabi Ibrâhîm ialah melakukan percakapan dengan

dirinya sendiri. Semua ucapan yang keluar ditujukan terhadap dirinya

sendiri.

Nabi Ibrâhîm berbicara dengan hal yang imajiner, dia membuat peryataan

kemudian dia yang menanggapinya sendiri. Tampa ada keraguan,

tanggapan, ataupun sanggahan mengenai pernyataannya salah atau benar

dari orang lain. Apabila dia mengatakan pernyataan tersebut di depan

kaumnya, maka dia akan mendapatkan jawaban yang malah tidak

memuaskan dan dia akan dibenci dan dimusuhi oleh kaumnya.

Monolognya yang sama terjadi tiga kali, melihat bintang, bulan dan

Page 102: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

87

matahari. Setelah tiga kali berulang, Nabi Ibrâhîm mempersiapkan diri

untuk mengatakannya kepada kaumnya.

Cara bermonolognya Nabi Yûsuf seperti sedang bercerita atau

mendongeng, dan orang yang ada disekitarnya hanya menjadi pendengar

setia. Semua ucapan yang keluar ditujukan khususnya kepada

ayahandanya, umumnya kepada yang berada dalam ruangan tersebut.

Salah satu yang diceritakan dalam monolognya Nabi Yûsuf adalah tabir

mimpi, dimana tabir mimpi juga menyoal sejarahnya mulai dari dibuang

oleh saudara-saudaranya sampai pertemuan itu. Dimana cerita tersebut

masuk kedalam prinsi-prinsip yang ada di dalam monolog yakni, konflik

manusia.

Selain itu penulis menemukan paparan monolog dalam kisah Nabi Ibrâhîm

dan Nabi Yûsuf di awali dengan penyebutan latar, lalu penyebutan nama/siapa

tokohnya, kemudian kita bisa menemukan tema yang diusung cerita, dan terakhir

ialah pesan yang mau disampaikan dalam monolog tersebut.

Persamaan dari dua pemaparan monolog di atas selain yang disampaikan

adalah, ada pesan utama dari dua monolog tersebut yakni mengajak untuk

mempercayai atau meyakini pada Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan langit

dan bumi serta isinya dengan segala sifat-Nya.

Kesimpulan penulis ini akhirnya mendukung dan memperdalam penelitian

Sulaimân aṭ-Ṭarawanah tentang adanya ayat-ayat monolog dalam al-Qur'an

(khususnya dalam kisah).

Page 103: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

88

B. Saran

Berdasarkan pemaparan skripsi ini maka penulis memaparkan beberapa saran

yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak di antaranya sebagai berikut:

1. Monolog dalam kisah al-Qur'an yang dimunculkan dalam skripsi ini hanya

beberapa ayat saja, tentunya masih banyak ayat monolog yang belum

diidentifikasi, bahkan dalam bukunya Sulaimân aṭ-Ṭarawanah juga masih ada

yang belum dikaji ulang contohnya, kisah Maryam ibu Nabi Isa as dan Nabi Luth

as. Tentunya ini memberikan ruang untuk diteliti. Oleh karena itu penelitian ini

merupakan stimulus bagi peneliti-peneliti lain untuk melakukan kajian mendalam

terhadap kisah-kisah al-Qur'an sehingga yang masih menganjal dalam kisah dapat

terkuak.

2. Penelitian ini hanya mengkaji monolog dalam kisah al-Qur'an dengan melihat

teks dan dalam pendekatan teori monolog dalam kajian sastra. Pengkajian

monolog sebagai media berkomunikasi belum dipaparkan lebih jauh, oleh karena

itu masih terbuka peluang untuk peneliti lain.

Dengan kemurahan serta ridha Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuannya, baik berupa moral maupun material.

Meskipun penulisan skripsi ini telah selesai, namun masih banyak

kekurangan, oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada para pembaca untuk

memberikan saran dan kritik kontributif, demi perbaikan tugas akhir ini.

Page 104: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

89

DAFTAR PUSTAKA

Agama RI, Departemen. Al-Qur’an dan Terjemahannya dengan Transliterasi,

Diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an. Revisi

terjemah oleh Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an. Semarang: PT. Karya

Toha Putra Semarang, t.th.

--------, Kementerian. Tafsir Al-Qur'an Tematik "Komunikasi dan Informasi", Jakarta:

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an, 2011

al-Abrasyi, Muḥammad Aṭiyah. Ruh al-Tarbiyyah wa al-Ta’lim. Kairo: Darr Ihya al-

Kutub al-Arabiyyah, 1950.

al-Alamaiy, Zahîr 'Awad. Manâḥij al-Jadâl fi al-Qur'an al-Karîm. t.tp.,t.th.

Baidan, Nasruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Cet. I. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2005.

al-Bajawi, Ali Muhammad. dkk. Untaian Kisah dalam Al-Qur'an terj: Abdul Hamid.

Jakarta: Darul Haq, 2007.

Bakker, Anton dan Ahmad Charis Zubair. Metodologi penelitian Filsafat.

Yogyakarta: Kanisius, 1992.

al-Baqi, Muḥammad Fu’ad Abd. Al-Mu’zam al-Mufahras li alfadz al-Qur’an al-

Karîm. Baerut : Darr al-Ma’rifah, 1992.

Budianta, Melani, dkk. Membaca Sastra Pengantar memahami Sastra untuk

Perguruan Tinggi. Magelang: Tera, 2006.

Chitjin, Muḥammad. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Dana Bhakti

Prima Yasa, 1980.

Depdikbud. Panduan Penggunaan Kata, Kalimat, dan Wacana. Jakarta: Depdikbud,

1985

Faishal, Abd al-Aziz Muh. al-Adab al-Araby wa Târîkhuh. Saudi: Departemen

Pendidikan Tinggi, 1114 H.

Fitriyana, Pipit Aidul. KISAH YUSUF DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF

SEMIOLOGI ROLAND BARTHES. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

2014.

Page 105: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

90

Ibrâhîm, Muḥammad Ismail. Mu’jam al-Alfazh wa Alam al-Qur’anniya. t.tp.: Dar

al-Fikr-al’Arabi, 1969.

Al-Isfaḥani, Al-Raghib. al Mufradat Fi Gharit al Qur’an, ed. Muhammad Sayyid

Kailani, Mesir: Mustafa al Bab al Halabih, t.t.

Al- Jaẓairi, Syaikh Abu Bakar Jabir. Tafsir al-Qur'an Al-Aisar, jilid 3, penerjemah.

Nafi' Zainuddin, Lc dan Suratman, Lc. cet. 3. Jakarta: Darus Sunnah Press,

2015.

--------. Tafsir Al-Qur'an AL-AISAR, jilid 2, cet. 4. Jakarta: Darus Sunnah Press, 2015.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi III) versi 1.3 freeware 2010-2011.

Karmini, Ni Nyoman. TEORI PENGKAJIAN Prosa Fiksi dan Drama. Bali: Pustaka

Larasan, 2011.

Khalafullah, Muḥammad Aḥmad. al- Fann al-Qasas Fil-Qur'ân al-Karîm,

diterjemahkan oleh Zuhairi Misrawi "Al-Qur'an bukan Kitab Sejarah".

Jakarta: Paramadina, 2002.

Khotib, Muhammad. "PENAFSIRAN KISAH-KISAH AL-QUR'AN" Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2009

Laeli, Nur. PESAN MORAL KISAH NABI YUNUS MENURUT MUFASIR MODERN

INDONESIA. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

al Mani, Mani bin Abd al-Aziz. Dkk. Mudzakarah al-Daurath al-Tarbawiyyah al-

Qashirah Ma’had al-ulum al-Islamiyyah wa al- Arabiyyah fi Indonesia, 1912

H.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir. Yogyakarta: 1984.

Mawla, M. Ahmad Jadul dan Ibrâhîm, M. Abu al-Fdl. Buku Induk Kisah-kisah Al-

Qur'an. Jakarta: Zaman, 2009.

an-Nahlawi, Abdurrahman. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Terjemah.

Bandung: Diponegoro, 1989.

Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 2013.

Page 106: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

91

Nurhayati, Ari. "PENGULANGAN KISAH NABI IBRAHIM." Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2013

Partanto, Pius A, dan al-Barry, M. Dahlan. Kamus Ilmiah, Cet. I. Surabaya: Arkola,

1994.

Purwadarmita. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.

al-Qaṭṭân, Mannâ Khalîl. Mabâḥits Fi ˊUlum al Qurˊân. Beirut: Mansyurat at-Ashr,

1977.

--------. Mabâḥits Fi ˊUlum al Qurˊân ter. MudzakirAS. Bogor: Pustaka Litera

Antar Nusa, 2011.

Quṭb, Sayyid. al-Tashwir al-Fann fi al-Qur'an. Kairo: Dar al-Maarif, 1975.

--------. Seni Penggambaran dalam al-Qur’an, Terjemah Khadijah Nasution.

Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981.

--------. Tafsir Fi-Zhilalil Qur'an Di Bawah Naungan Al-Quran, no. 7. Jakarta:

Robbani Press, 2009.

Qalyubi, Syihabuddin. Stilistika al-Qur’an (Pengantar Orientasi Studi al-Qur’an),

ed. Musjaffa' Maimun. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.

Al-Qurṭubi, Syaikh Imam. Tafsir Al-Qurthubi, terj. Amir Hamzah, volume 11.

Jakarta: PUSTAKA AZZAM, 2008.

Riantiarno, Nano. KITAB TEATER Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan. Jakarta:

Grasindo, 2011.

Rohman, Abd, Komunikasi Dalam Al-Qur'an –Relasi Ilahiyah dan Insaniyah-.

Malang: UIN-Malang Prees, 2007

Rochman, Fatchur, AR. Kisah-Kisah Nyata Dalam Al-Qur'an. Surabaya: APOLLO,

1995.

Serpin. PESAN-PESAN AKHLAK DALAM KISAH QABIL DAN HABIL. (Studi Tafsir

surah al-Mâˊidah ayat 27-31). Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Setiawan, M. Nur Kholis. Al-Qur'an Kitab Sastra Terbesar. Yogyakarta: eLSAQ

Press, 2005.

Page 107: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

92

Ash-Shidieqy, Hasbi. Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Media-media Pokok dalam Meafsirkan

Al-Qur’an). Jakarta: PT Bulan Bintang, 1988.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an,

volume 4. Jakarta: Lentera Hati 2002.

--------. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, volume 6.

Jakarta: Lentera Hati 2002.

--------. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an, volume 8.

Jakarta: Lentera Hati 2002.

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo, 2008.

Sofiyullah, Mohammad. PESAN MORAL DALAM KISAH NABI AYYUB AS

(TELAAH TERHADAP KITAB AL-LAMA’AT KARYA SAID NURSI). Skripsi

S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Syakir, Syaikh Ahmad. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, cet. 2. Jakarta Timur:

Darus Sunnah Press, 2014.

A.R, Syamsuddin. Studi Wacana: Teori Analisis Pengajaran. Bandung: FPBS IKIP

Bandung, 1992.

--------, dkk. Studi Wacana Bahasa Indonesia. Bandung: Depdikbud, 1997/1998.

aṭ-Ṭarawanah, Sulaiman. Rahasia pilihan kata dalam Al- Qur’an. Jakarta Timur:

Qisthi Press, 2004.

aṭ-Ṭhabari, Abu Ja'far Muḥammad Bin Jarir. Tafsir Aṭ-Ṭabari, terj. Misbah, Anshari

Taslim, dkk. Jilid 15. Jakarta : Pustaka Azzam, 2009

Tsaury, Sofyan. KENAIKAN ISA AL-MASIH MENURUT MUTAWALLÎ AL-

SYAˊRÂWÎ (Studi Q.S. Ali Imran [03]: 55, al-Nisa [04]: 157, 158, dan 159).

Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Ubaidillah, Umar. Pengisahan Nabi Yusuf dalam al-Qur’an dan Injil (Analisa

Perbandingan Tafsîr ibn Katsîr dan tjerita-tjerita dalam Alkitab). Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2013.

Page 108: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

93

Ulumuddin, Ihyak. PSIKOLOGI CINTA DALAM KISAH YUSUF DAN ZULAIKHA

(Telaah Atas Surat Yusuf ayat 23 – 32). Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

2009.

Wijaya, Putu. TEROR MENTAL Kumpulan puisi dan monolog. Diterbitkan sendiri,

2014.

--------. "100 monolog" karya Putu Wijaya. Jakarta: Pentas grafika, 2016.

Waluyo, Herman J. Drama: Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: PT. Hanindita

Draha Widya, 2002.

WS, Hasanuddin. DRAMA Karya Dalam Dua Dimensi. Bandung: 2009

Yasin, Muḥammad Husen Ali. Al-Mabadi al-Asasiyyah fi Thuruq al-Tadris al-

‘Amah. Baerut Lubnan: Maktab al-Nahdhah, 1974.

al-Yassu'I, Louis Ma'luf. al-Munjid fi al-Lughah. Baerut: 1928.

REFERENSI DARI INTERNET

Hosen, Nadirsyah. DIALOG. Di akses pada tanggal 20 April 2016 dari

http://www.pcinu-anz.org/dialog/

Kamus besar bahasa Indonesia, Kamus versi online/daring (dalam jaringan), di

akses pada tanggal 31 Juli 2016 dari http://kbbi.web.id/monolog

--------, di akses pada tanggal 31 Juli 2016 dari http://kbbi.web.id/monodrama

--------, di akses pada tanggal 5 Agustus 2016 dari http://kbbi.web.id/fragmen

Nektar, Rumpun. Penjelasan dialog dan monolog, juga prolog dan epilog, di akses

pada tanggal 31 Juli 2016 dari http://www.rumpunnektar.com/

2016/02/penjelasan-dialog-dan-monolog-juga.html

Purnama, Ihsan. Monolog dan jenis-jenisnya. Di akses pada tanggal 31 Juli 2016 dari

http://rangkaiankatasekar.blogspot.co.id/2013/07/monolog-dan-jenis-

jenisnya.html

Arti Definisi Pengertian. Di akses pada tanggal 25 Agustus 2016 dari http://arti-

definisi-pengertian.info/pengertian-solilokui/

Page 109: ANALISIS MONOLOG TUHAN DALAM QS. AL-AN'AM [6]: 76-79 …

Tentang penulis

Penulis yang berdarah bugis ini dilahirkan di

Provinsi Riau 16 November 1991, dua bulan

kelahirannya ditinggal mati oleh ayahandanya alm

Baharuddin, kemudian dibesarkan ibunda tercinta

Hj Nursiah. Sebelum penulis menjadi mahasiswa

di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, penulis menjadi santri di Pondok

Pesantren Madrasatul Qur'an Tebuireng Jombang.

Selama menempuh studi di Uin penulis aktif di

berbagai kegiatan kemahasiswan dan bergabung

di beberapa organisasi luar dan dalam kampus.

Awal perkuliahan penulis bergabung di Forum Lingkar Pena (FLP) cabang Ciputat, dan telah

menerbitkan beberapa karya tulisanya diantaranya; Cerpen fiksi, Malam yang Bingung

(Pustaka Jingga: Lamongan, 2012), November Hoese (di nobatkan sebagai juara tiga dalam

sebuah lomba cerpen, Pustaka Jingga: Lamongan, 2014), Cerpen non fiksi, Permintaan

Seorang Ibu (Diva Press (Safirah): Jogjakarta, 2014). Buku ringan Rayuan 3G (Mata Pena

Writer: Jakarta, 2014). Ensiklopedia Kumpulan wisata di Indonesia (Mata Pena Writer:

Jakarta, 2014). Tulisannya yang lain ialah naskah monolog dan naskah drama.

Selain itu penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater Syahid yang menekuni

bidang kesenian khususnya seni Teater. Aktif menonton pertunjukan teater, diskusi dan

workshop-workshop teater. Penulis belajar menjadi aktor di Teater Syahid, pementasan

pertamanya ialah lakon "Syekh Siti Jenar-Babad Geger Pengging", tahun 2014 penulis

mengembangkan sayap dengan menjadi sutradara di Teater Syahid. Pementasan yang

disutradarainya antara lain; Balada Janda Hompimpah (Dipentaskan dalam festival drama

pendek, London School of Public Relations-Jakarta), Dialog Dua Kekasih (2014), Orkes

Pulang (Dipentaskan dalam perhelatan festival Teater Mahasiswa Nasional yang ke 7 di

Bandung, 2015), dan Lawan Catur (2016).

Saat ini penulis sedang belajar di Kampus Bengkel Teater Rendra, belajar untuk bisa

menyampaikan ilmu dengan baik dan benar. Untuk lebih mengenalnya bisa lansung berteman

di Fb-nya : Ajja’ El Buqisi.