analisis parameter kependudukan menurut...
TRANSCRIPT
1 | Analisis Parameter Kependudukan
Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota
Oleh : Risma Mulia ====================================================================================
BAB I
Pendahuluan
Secara harfiah kata Demografi merupakan istilah yang berasal dari dua kata Yunani,
yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk dan grafein yang berarti menggambar
atau menulis. Oleh karena itu, demografi dapat dirtikan sebagai tulisan atau gambaran
tentang penduduk (dalam Adioetomo dan Samosir, 2010).
Sejalan dengan perkembangan waktu, banyak ahli memberikan definisi demografi,
berdasarkan beberapa pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa ilmu demografi
merupakan suatu alat untuk mempelajari perubahan-perubahan kependudukan dengan
memanfaatkan data dan statistik kependudukan serta perhitungan-perhitungan secara
matematis dan statistik dari data penduduk terutama mengenai perubahan jumlah,
persebaran, dan komposisi/strukturnya (dalam Adioetomo dan Samosir, 2010).
Dengan teknik-teknik demografi kita dapat menghitung dan mengembangkan indikator-
indikator peristiwa demografi, seperti kelahiran, kematian, pertumbuhan penduduk,
perubahan struktur penduduk, angkatan kerja, migrasi, ataupun pengangguran. Jadi
indikator-indikator demografi merupakan alat analisis yang dipakai untuk menjelaskan
kejadian-kejadian kependudukan.
Pemakaian istilah parameter kependudukan juga merupakan satu bentuk alat analisis
untuk mempelajari kejadian/fenomena dalam kependudukan. Untuk itu, beberapa
parameter kependudukan yang akan dianalisis di Provinsi Jambi dari tahun 1991
sampai dengan 2010 antara lain, yaitu Jumlah Penduduk, Sex Ratio, Kepadatan
2 | Analisis Parameter Kependudukan
Penduduk, Angka Harapan Hidup, Rasio Ketergantungan, Laju Pertumbuhan
Penduduk, Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), Median Usia Kawin
Pertama Wanita, Rata-rata Lama Sekolah, dan Prevalensi Penggunaan Alat
Kontrasepsi (CPR).
3 | Analisis Parameter Kependudukan
BAB II
Analisis Parameter Kependudukan dari Berbagai Sudut Pandang
1. Kabupaten Batanghari
a. Jumlah Penduduk
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Batanghari
terus bertambah dari tahun ke tahun. Tahun 1991 diketahui bahwa penduduk
Batanghari adalah 155.988 jiwa. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus
Penduduk 2000, jumlah penduduk Batanghari adalah sebesar 191.727 jiwa.
Selanjutnya, hasil perhitungan Sensus Penduduk 2010 diketahui jumlah
penduduk meningkat menjadi sebesar 241.334 jiwa. Gambar 2.1.1. menunjukkan
tren jumlah penduduk Batanghari selama tahun 1991-2010 (dari berbagai
sumber).
155,988 164,196179,61
191,727206,102
222,512241,334
0
50
100
150
200
250
1991 1994 1997 2000 2002/3 2007 2010
Rib
u
Gambar 2.1.1. Tren Jumlah Penduduk Kab. Batanghari tahun 1991 s/d 2010
4 | Analisis Parameter Kependudukan
b. Sex Ratio
Dari pengelompokkan penduduk menurut jenis kelamin, ukuran yang dihasilkan
adalah rasio jenis kelamin. Ukuran ini menyatakan perbandingan antara
banyaknya jumlah penduduk laki-laki dan banyaknya jumlah penduduk
perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu.Biasanya dinyatakan dalam
banyaknya penduduk laki-laki per 100 perempuan.
Secara umum, sex ratio di Batanghari menunjukkan bahwa rasio jumlah
penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk
perempuan. Selama kurun waktu 1991 sampai 2010, sex ratio penduduk
Batanghari terbesar pada tahun 2007, yakni sebesar 107,71 yang artinya jumlah
penduduk laki-laki 7 persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk
perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 107 laki-laki.
c. Kepadatan Penduduk
Ukuran umum yang dipakai untuk menghitung daya dukung lingkungan adalah
rasio kepadatan penduduk (density ratio), yaitu angka yang menyatakan
perbandingan antara banyaknya penduduk terhadap luas wilayah atau berapa
banyaknya penduduk per kilo meter persegi pada tahun tertentu.
Batanghari dari kurun waktu 1991 sampai dengan 2010 menunjukkan bahwa
terjadi pertambahan kepadatan dari 27 orang penduduk per km2 menjadi 42
orang penduduk per km2.. Berdasarkan data yang dikumpulkan, kepadatan
penduduk Batanghari tertinggi pada tahun 2010, yaitu 42 orang per km2.
5 | Analisis Parameter Kependudukan
d. Angka Harapan Hidup
Angka Harapan Hidup (AHH) adalah perkiraan rata-rata tambahan umur
seseorang yang diharapkan dapat terus hidup. Perkiraan ini didasarkan pada age
specific death rate (ASDR) pada tahun tertentu. Biasanya, AHH dibuat terpisah
berdasarkan jenis kelamin, umur sekarang, dan suku/etnik. Ukuran yang umum
digunakan adalah AHH pada saat lahir mencerminkan kondisi kesehatan pada
saat itu.
Berdasarkan data BAPPEDA, diketahui bahwa di Batanghari pada tahun 2007,
AHH pada waktu lahir adalah 65,8 tahun, yang artinya penduduk di Batanghari
secara rata-rata dapat diharapkan untuk hidup sampai umur 65/66 tahun. Pada
tahun 2010, AHH meningkat menjadi 73 tahun sehingga secara rata-rata
penduduk di Batanghari diharapkan dapat hidup sampai dengan umur 73 tahun.
Dari sudut pandang kesehatan, terjadi perbaikan taraf kesehatan masyarakat
melalui program-program kesehatan yang digulirkan secara vertikal seperti
0
10
20
30
40
50
1991 1994 1997 2000 2002/3 2007 2010
27 2831
3335
3842
Gambar 2.1.2. Tren Kepadatan Penduduk Kab. Batanghari tahun 1991 s/d 2010
6 | Analisis Parameter Kependudukan
Program Imunisasi, Posyandu, peningkatan kesehatan Ibu dan Anak (Klinik KIA),
KB, ataupun PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat).
e. Rasio Ketergantungan
Rasio ketergantungan (dependency ratio) adalah angka yang menyatakan
perbandingan antara banyaknya penduduk usia nonproduktif (penduduk usia di
bawah 15 tahun dan penduduk usia 65 tahun atau lebih) dengan banyaknya
penduduk usia produktif (penduduk usia 15-64 tahun). Atau dapat
disederhanakan menjadi perbandingan antara penduduk muda dan penduduk tua
dengan penduduk usia kerja.
Data BPS (2010), menunjukkan rasio ketergantungan di Batanghari adalah 52 per
100 penduduk usia kerja, yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif
di Batanghari mempunyai tanggungan sekitar 52 penduduk nonproduktif.
Beberapa faktor yang ikut mempengaruhi rasio ketergantungan antara lain, yaitu
meningkat Angka Harapan Hidup sehingga menyebabkan rasio ketergantungan
penduduk usia tua meningkat, sebaliknya penurunan rata-rata jumlah anak yang
dimiliki perempuan dapat menyebabkan rasio ketergantungan penduduk muda
semakin menurun (Adioetomo dan Samosir, 2010)
f. Laju Pertumbuhan Penduduk
Secara umum, laju pertumbuhan penduduk Batanghari per tahun selama sepuluh
tahun terakhir adalah sebesar 2,33 persen. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan
dengan laju pertumbuhan Provinsi Jambi 2,55, namun LPP Batanghari jauh lebih
besar dibandingkan dengan LPP secara nasional, yaitu sebesar 1,49 persen.
7 | Analisis Parameter Kependudukan
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari BPS dan BKB-PP Kab. Batanghari,
menunjukkan bahwa adanya fluktuasi laju pertumbuhan penduduk di Batanghari
dari 2,32 persen periode tahun 2002/3 menjadi 2,10 persen pada tahun 2007 dan
kemudian pada tahun 2010 naik menjadi sebesar 2,33 persen.
Laju pertumbuhan penduduk (LPP) di Batanghari diperkirakan karena peristiwa-
peristiwa alamiah seperti kelahiran, kematian, ataupun migrasi (mobilisasi sosial).
Apabila dilihat dari sex ratio, yaitu sebesar 104,83 yang artinya rasio
perbandingan penduduk laki-laki lebih banyak jika dibandingkan jumlah penduduk
perempuan. Mobilisasi sosial atau pergerakan manusia masuk ke dalam suatu
daerah, areal perkebunan (sawit dan karet) yang banyak terletak di Batanghari
membutuhkan tenaga kerja laki-laki diperkirakan menjadi salah satu penyebab
terjadi peningkatan laju pertumbuhan penduduk di Batanghari.
g. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka kematian ibu adalah jumlah kematian wanita yang disebabkan oleh
komplikasi kehamilan dan kelahiran anak per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
tertentu. Berdasarkan data DINKES selama kurun waktu 2007 sampai dengan
2010, terdapat 2 kematian maternal per 10.000 kelahiran hidup pada tahun 2007,
naik menjadi 3 kematian maternal per 10.000 kelahiran hidup pada tahun 2010.
Beberapa penyebab kematian maternal dapat dicegah dengan adanya
penanganan professional dalam pemeliharaan antenatal dan kelahiran, serta
peningkatan gizi ibu hamil. Sebagaimana tertuang dalam kesepakatan
internasional mengenai sasaran pembangunan millennium (MDGs) target no.5a
yaitu menurunkan angka kematian ibu (AKI) sebesar tiga perempat dari AKM
tahun 1990 pada tahun 2015. Lebih khususnya pada target 5b, yaitu akses
8 | Analisis Parameter Kependudukan
kesehatan reproduksi secara universal pada tahun 2015 melalui antenatal care
coverage (ANC).
h. Angka Kematian Bayi
Angka kematian bayi adalah kematian bayi usia di bawah 1 tahun (0-11 bulan)
per 1.000 kelahiran hidup dalam tahun tertentu. Data Dinkes menunjukkan bahwa
selama periode tahun 2007 sampai 2010, AKB sebesar 1,32 kematian per 1.000
kelahiran hidup naik menjadi 5,19 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Peningkatan AKB ini perlu menjadi perhatian serius bagi kita, karena angka
kematian bayi merupakan salah saru indikator penting dalam menentukan tingkat
kesehatan masyarakat. Angka ini sangat sensitif terhadap perubahan tingkat
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Mosley dan Chen (dalam SDKI 2007) menerangkan bahwa ada berbagai faktor
sosial ekonomi yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kematian
bayi antara lain, yaitu karakteristik ibu seperti umur, paritas, ataupun selang
kelahiran; pencemaran lingkungan; gizi; kecelakaan; dan penyakit.
i. Median Usia Kawin Pertama Wanita
Median umur kawin pertama didefinisikan sebagai umur, dimana 50 persen
wanita pada semua kelompok umur sudah menikah pada saat survei. Median
dapat diestimasikan untuk semua kohor di mana paling sedikit separo dari wanita
itu sudah pernah kawin pada saat survei.
Berdasarkan data BPS (2010) menunjukkan bahwa median umur kawin pertama
pada wanita, yaitu pada umur 18,72 tahun. Artinya median umur kawin pertama di
Batanghari yaitu 18,7 tahun. Apabila dibandingkan dengan median umur kawin
pertama Provinsi Jambi tahun 2007 sebesar 19,1 tahun, menunjukkan median
9 | Analisis Parameter Kependudukan
ukp di Batanghari lebih rendah. Hal ini sesuai dengan asumsi, yaitu secara umum
wanita yang tinggal di perkotaan menikah duatahun lebih lambat dibandingkan
dengan wanita yang tinggal di perdesaan (21,3 tahun dibanding 18,7 tahun)
(SDKI, 2007).
j. Rata-rata Lama Sekolah
Dalam SDKI (2007) pada halaman 25 lebih dikenal dengan median lamanya
tahun sekolah. Data BPS menunjukkan bahwa rata-rata lama menempuh sekolah
di Batanghari, yaitu 7,4 pada tahun 2002/3, naik menjadi 7,5 pada periode 2007
dan stagnan pada tahun 2010.
Berdasarkan data SDKI (2007) bahwa kesempatan mendapatkan pendidikan
bervariasi menurut daerah tempat tinggal. Wanita dan pria yang tinggal di
perkotaan lebih besar kemungkinannya untuk memperoleh pendidikan
dibandingkan dengan wanita dan pria yang tinggal di perdesaan. Pada median
lamanya tahun sekolah juga menunjukkan pola yang sama, yaitu wanita yang
tinggal di perkotaan mempunyai median lamanya tahun sekolah lebih lama
dibandingkan wanita yang tinggal di perdesaan, yaitu 8,5 tahun dan 5,5 tahun.
Untuk pria, yaitu masing-masing 8,9 tahun bagi yang tinggal di perkotaan dan 5,7
tahun untuk mereka yang tinggal di perdesaan.
k. Prevalensi Penggunaan Alat Kontrasepsi (CPR)
Angka prevalensi kontrasepsi adalah persentase pasangan usia subur (PUS)
yang sedang menggunakan alat/cara KB. Dari data (BKB-PP) yang terkumpul
selama periode tahun 1994 sampai dengan 2010, menunjukkan adanya kenaikan
persentase PUS yang sedang menggunakan alat/cara KB, yaitu sebesar 79,85
pada tahun 2010. Pada tahun 2010, CPR sebesar 79,85 berarti bahwa dari 100
pasangan usia subur di Batanghari, 80 sedang menggunakan alat/cara KB.
Peningkatan pemakaian alat/cara dari tahun ke tahun di Batanghari menunjukkan
10 | Analisis Parameter Kependudukan
adanya kesadaran masyarakat dalam upaya merencanakan dan mengatur
kelahiran, disamping meningkatnya pengetahuan dan informasi yang dimiliki
tentang manfaat dari pemakaian alat/cara KB
2. Kabupaten Tanjung Jabung Barat
a. Jumlah Penduduk
Secara umum, di Tanjung Jabung Barat terus terjadi penambahan jumlah
penduduk selama kurun waktu 2000 sampai dengan 2010. Hasil perhitungan
tahun 2000, tercatat sebesar 206.305 jiwa, pada tahun 2007, penduduk
kabupaten Tanjabbar adalah 245.460 jiwa. Hasil pencacahan Sensus Penduduk
2010, jumlah penduduk Kuala Tungkal adalah sebesar 278.741 jiwa. Gambar
2.2.1. menunjukkan tren jumlah penduduk Tanjabbar periode 2000 s/d 2010.
206,305227,668
245,46
278,741
0
50
100
150
200
250
300
2000 2002/3 2007 2010
Rib
u
Gambar 2.2.1. Tren Jumlah Penduduk Kab. Tanjung Jabung Barat dari tahun 2000 s/d 2010
11 | Analisis Parameter Kependudukan
b. Sex Ratio
Sumber data BPS selama tahun 2000 sampai dengan 2010, secara umum sex
ratio penduduk Tanjung Jabung Barat menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-
laki lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Sex ratio
terbesar terdapat pada tahun 2002/3 yakni sebesar 116,42, yang artinya jumlah
penduduk laki-laki 16 persen lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk
perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 116 laki-laki.
Pada tahun 2010, sex ratio penduduk Tanjung Jabung Barat adalah sebesar 108,
artinya adalah jumlah penduduk laki-laki delapan persen lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan, atau setiap 100 perempuan
terdapat 108 laki-laki.
Faktor yang mungkin menjadi alasan sex ratio di wilayah ini cukup besar, yakni
wilayah pelabuhan yang membutuhkan tenaga kerja laki-laki serta beberapa
pabrik yang sebagaian besar karyawan adalah laki-laki.
c. Kepadatan Penduduk
Secara umum, kepadatan penduduk (density ratio) penduduk Tanjung Jabung
Barat menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, yaitu 37,49 jiwa per km2
tahun 2000 menjadi 41,4 jiwa per km2 pada tahun 2002/3. Pada tahun 2007,
kepadatan sebesar 44,6 jiwa per km2 menjadi 56 jiwa per km2 tahun 2010. Angka
ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tingkat kepadatan penduduk
Provinsi Jambi sebanyak 57,8 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan penduduk
sebesar 56 orang per kilo meter persegi, artinya adalah tiap kilo meter wilayah
kabupaten Tanjung Jabung Barat dihuni oleh 56 orang penduduk.
12 | Analisis Parameter Kependudukan
Berikut gambar 2.2.2. yang menunjukkan tren kepadatan penduduk di Kabupaten
Tanjung Jabung Barat dari tahun 2000 sampai dengan 2010.
d. Angka Harapan Hidup
Berdasarkan data BPS selama tahun 2000 sampai dengan 2010, angka harapan
hidup di Kabupaten Tanjung Jabung Barat menunjukkan tren semakin baik. Pada
tahun 2000, AHH sebesar 66,8 tahun, selanjutnya naik menjadi 41,4 tahun pada
tahun 2002/3. Hasil perhitungan tahun 2010, AHH yakni sebesar 71,2 tahun,
yang artinya orang yang dilahirkan pada tahun 2010 secara rata-rata dapat
diharapkan untuk hidup sampai umur 71,2 tahun. Angka harapan hidup
merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui taraf kesehatan
masyarakat setempat. Promosi kesehatan secara vertikal sangat menentukan
pola perilaku hidup sehat. Tingkat kematian yang menurun juga ikut menentukan
angka harapan hidup suku/etnik tertentu.
37,4941,4
44,6
56
0
15
30
45
60
2000 2002/3 2007 2010
Gambar 2.2.2. Tren Kepadatan penduduk Kab. Tanjab Barat tahun 2000 s/d 2010
13 | Analisis Parameter Kependudukan
e. Rasio Ketergantungan
Rasio ketergantungan atau rasio beban tanggungan mampu melihat
perbandingan antara penduduk muda dan penduduk tua dengan penduduk usia
kerja/produktif. Rasio ketergantungan mendeskripsikan banyaknya penduduk
yang harus ditanggung oleh penduduk usia kerja.
Hasil perhitungan BPS selama kurun tahun 2000 sampai 2010, menunjukkan
rasio ketergantungan di Tanjung Jabung Barat cukup tinggi dan berfluktuasi, yaitu
tahun 2000, rasio ketergantungan sebesar 674,1. Pada tahun 2002/3, rasio
ketergantungan adalah sebesar 478,65, kemudian naik menjadi 559,11 pada
tahun 2007, tahun 2010 rasio ketergantungan turun menjadi 540,3.
Pada tahun 2000, rasio ketergantungan adalah 674 per 100 penduduk usia kerja,
yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Tanjung Jabung Barat
mempunyai tanggungan sekitar 674 penduduk nonproduktif. Angka ini sangat
tinggi jika dibandingkan dengan rasio ketergantungan di kabupaten lainnya. Besar
beban tanggungan di wilayah ini dimungkinkan karena jumlah penduduk muda
dan penduduk tua yang sangat besar.
Berikut Gambar 2.2.3. menunjukkan tren rasio ketergantungan di Kabupaten
Tanjab Barat selama tahun 2000 sampai dengan 2010.
14 | Analisis Parameter Kependudukan
f. Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Tanjung Jabung Barat per tahun
selama sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 3,03 persen. Angka ini lebih tinggi
jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan Provinsi Jambi 2,55, namun LPP
Tanjab Barat jauh lebih besar dibandingkan dengan LPP secara nasional, yaitu
sebesar 1,49 persen.
Berdasarkan data BPS menunjukkan bahwa adanya fluktuasi laju pertumbuhan
penduduk di Tanjab Barat dari 3,25 persen periode tahun 2000, naik menjadi 3,27
persen pada tahun 2002/3 dan kemudian pada tahun 2007 turun menjadi sebesar
2,47persen. Perhitungan BPS, tahun 2010 LPP kab. Tanjabbar menunjukkan
sebesar 3,03 persen. Artinya, LPP tahun 2010 naik sebesar 0,56 persen.
674,1
478,65
559,11 540,3
0
150
300
450
600
750
2000 2002/3 2007 2010
Gambar 2.2.3. Tren Rasio Ketergantungan di Kabupaten Tanjab Barat dari tahun 2000 s/d 2010
15 | Analisis Parameter Kependudukan
Alasan yang mungkin dapat dipakai, adalah Tanjab barat merupakan wilayah
timur yang berbatasan langsung dengan kawasan Sijori sehingga arus
perpindahan orang cukup tinggi, selain itu beberapa lokasi pabrik dan perusahaan
berada di wilayah ini ikut memberikan sumbangan naiknya pertumbuhan
penduduk.
g. Angka Kematian Ibu (AKI)
Data Dinkes menunjukkan bahwa ada kenaikan angka kematian ibu di kabupaten
Tanjab barat selama tahun 2002/3 sampai dengan tahun 2010, yaitu dari 164
kematian maternal per 10.000 kelahiran hidup pada tahun 2002/3 menjadi 234
kematian maternal per 10.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Angka Kematian
Ibu kabupaten Tanjab Barat lebih tinggi dibandingkan dengan AKI nasional, yaitu
sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007).
Sasaran yang tertuang dalam MDGs untuk menurun AKI menjadi tiga
perempatnya pada tahun 2015, akan menjadi pekerjaan rumah ke depan bagi
wilayah Tanjabbarat. Kematian maternal bisa disebabkan oleh karena penyakit
yang berkaitan dengan kehamilan, ataupun memburuk akibat kehamilan, ataupun
karena pertolongan kelahiran yang tidak tepat.
Sekaitan dengan hal di atas, program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan
agar ibu hamil melakukan paling sedikit empat kali kunjungan untuk pemeriksaan
selama kehamilan, yaitu paling sedikit sekali kunjungan dalam trimester pertama,
paling sedikit sekali kunjungan dalam trimester kedua dan paling sedikit dua kali
kunjungan dalam trimester ketiga (SDKI, 2007).
16 | Analisis Parameter Kependudukan
Data SDKI (2007) diketahui bahwa persentase ibu hamil yang melakukan
pemeriksaan kehamilan empat kali atau lebih yang tinggal di perkotaan lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tinggal di perdesaan, yaitu masing-
masing 90 persen dan 76 persen.
h. Angka Kematian Bayi
Angka kematian bayi adalah kematian bayi usia di bawah 1 tahun (0-11 bulan)
per 1.000 kelahiran hidup dalam tahun tertentu. Data Dinkes menunjukkan bahwa
angka kematian bayi selama periode tahun 2002/3 sampai 2010, AKB sebesar
7,28 kematian per 1.000 kelahiran hidup naik menjadi 9,41 kematian per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 2007. Selama kurun waktu 2007 ke 2010, Tanjabbar
berhasil menurunkan angka kematian bayi, yaitu dari 9,41 per 1.000 kelahiran
hidup tahun 2007 menjadi 6,55 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2010.
i. Media Usia Kawin Pertama Wanita
Berdasarkan data BPS (2010) menunjukkan bahwa median umur kawin pertama
pada wanita, yaitu pada umur 18,5 tahun selama periode 2000 sampai dengan
2010. Artinya median umur kawin pertama di Tanjab Barat yaitu 18,5 tahun.
Apabila dibandingkan dengan median umur kawin pertama Provinsi Jambi tahun
2007 sebesar 19,1 tahun, menunjukkan median ukp di Tanjab Barat lebih rendah.
Hal ini sesuai dengan asumsi, yaitu secara umum wanita yang tinggal di
perkotaan menikah dua tahun lebih lambat dibandingkan dengan wanita yang
tinggal di perdesaan (21,3 tahun dibanding 18,7 tahun) (SDKI, 2007).
j. Rata-rata Lama Sekolah
-
k. Prevalensi Penggunaan Alat Kontrasepsi (CPR)
-
17 | Analisis Parameter Kependudukan
3. Kabupaten Tanjung Jabung Timur
a. Jumlah Penduduk
Secara umum, jumlah penduduk di Kabupaten Tanjung Jabung Timur cenderung
bertambah dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun. Data yang terkumpul
menunjukkan bahwa hasil perhitungan penduduk pada tahun 2000, jumlah
penduduk adalah sebesar 191.556 orang, pada tahun 2002/3 penduduk Tanjung
Jabung Timur bertambah menjadi 194.224 jiwa, tahun 2007 sebanyak 201.057
jiwa, dan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk mencapai
sebesar 205.272 jiwa. Gambar 2.3.1. menunjukkan tren jumlah penduduk Tanjab
Timur selama tahun 2000 s/d tahun 2010 (dari berbagai sumber).
b. Sex Ratio
Secara kabupaten, sex ratio penduduk Tanjab Timur adalah sebesar 105,45 yang
artinya jumlah penduduk laki-laki lima persen lebih banyak dibandingkan jumlah
penduduk perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 105 laki-laki. Sex
191,556
194,224
201,057
205,272
180
185
190
195
200
205
210
2000 2002/3 2007 2010
Rib
u
Gambar 2.3.1. Tren Jumlah Penduduk Kab. Tanjab Timur dari tahun 2000 s/d 2010
18 | Analisis Parameter Kependudukan
ratio penduduk stagnan dari tahun ke tahun yaitu 105,45 selama kurun waktu
2000 sampai dengan 2010. Angka sex ratio penduduk Tebo lebih tinggi
dibandingkan dengan sex ratio penduduk Provinsi Jambi yaitu sebesar 104,5.
c. Kepadatan Penduduk
Tanjung Jabung Timur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jambi yang
mana letaknya berbatasan dengan Kabupaten Muaro Jambi di sebelah selatan
dan sebelah barat, Tanjung Jabung Barat di sebelah barat, Sumatera Selatan di
sebelah selatan, dan Laut Cina Selatan di sebelah utara dan timur. Dengan luas
wilayah sekitar 5.445 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar
205.272 jiwa, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Tanjab Timur sebesar
37,70 jiwa per kilometer persegi, artinya tiap kilometer persegi wilayah Tanjab
Timur dihuni oleh 37 sampai dengan 38 orang penduduk. Selama tahun 2000
sampai 2010, kepadatan penduduk Tanjab Timur menunjukkan kenaikan
perlahan, yaitu 35,18 jiwa per km persegi pada tahun 2000, menjadi 35,67 per km
persegi tahun 2002/3, naik menjadi 36,93 dan menjadi 37,70 jiwa per km persegi
pada tahun 2010.
d. Angka Harapan Hidup
Angka harapan hidup (AHH) adalah perkiraan rata-rata tambahan umur
seseorang yang diharapkan dapat terus hidup. Ukuran AHH mencerminkan
kondisi kesehatan pada saat itu. Data di Tanjab Timur menunjukkan bahwa ada
perbaikan taraf kesehatan masyarakat, yaitu AHH sebesar 66,9 tahun pada tahun
2002/3, pada tahun 2007 AHH sebesar 69,33 tahun, dan pada tahun 2010
mencapai 70,42 tahun. Artinya orang yang lahir pada tahun 2010 secara ratarata
dapat diharapkan untuk hidup sampai umur 70,42 tahun.
19 | Analisis Parameter Kependudukan
e. Rasio Ketergantungan
Rasio ketergantungan atau rasio beban tanggungan mampu melihat
perbandingan antara penduduk muda dan penduduk tua dengan penduduk usia
kerja/produktif. Rasio ketergantungan mendeskripsikan banyaknya penduduk
yang harus ditanggung oleh penduduk usia kerja.
Data menunjukkan rasio ketergantungan pada tahun 2007 di Tanjung Jabung
Timur, yaitu rasio ketergantungan sebesar 49,95 dan pada tahun 2010, adalah
sebesar 51,59. Pada tahun 2007, rasio ketergantungan adalah 49,95 per 100
penduduk usia kerja, yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di
Tanjung Jabung Timur mempunyai tanggungan sekitar 50 penduduk nonproduktif.
Rasio beban tanggungan ini meningkat menjadi 51,59 per 100 penduduk usia
kerja.
Kemungkinan yang menyebabkan hal di atas adalah meningkatnya harapan
hidup rata-rata penduduk Tanjab Timur dari 69,33 tahun menjadi 70,42 tahun.
f. Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Tanjung Jabung Timur per tahun
selama sepuluh tahun terakhir adalah stagnan sebesar 0,69 persen. Angka ini
lebih rendah jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan Provinsi Jambi 2,55
maupun LPP dengan LPP secara nasional, yaitu sebesar 1,49 persen.
g. Angka Kematian Ibu (AKI)
Data menunjukkan bahwa tidak ada kenaikan angka kematian ibu di kabupaten
Tanjab Timur selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2010, yaitu 3 (tiga)
kematian maternal per 10.000 kelahiran hidup. Sekaitan dengan hal di atas,
program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu hamil melakukan
paling sedikit empat kali kunjungan untuk pemeriksaan selama kehamilan, yaitu
20 | Analisis Parameter Kependudukan
paling sedikit sekali kunjungan dalam trimester pertama, paling sedikit sekali
kunjungan dalam trimester kedua dan paling sedikit dua kali kunjungan dalam
trimester ketiga (SDKI, 2007).
Data SDKI (2007) diketahui bahwa persentase ibu hamil yang melakukan
pemeriksaan kehamilan empat kali atau lebih yang tinggal di perkotaan lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tinggal di perdesaan, yaitu masing-
masing 90 persen dan 76 persen. Menurut median bulan umur kandungan pada
kunjungan pertama, Ibu hamil di daerah perkotaan lebih awal melakukan
pemeriksaan kehamilan dibanding ibu di daerah perdesaan, yaitu masing-masing
2,4 bulan dan 3,0 bulan.
Selain itu, upaya untuk mengurangi angka kematian (AKI) melahirkan melalui
peran dan tanggungjawab laki-laki atas perilakunya, dan yang terpenting
melindungi hak dan kesehatan perempuan pasangannya. Melalui dukungan
terhadap istri dalam pelayanan kesehatan dan pengambilan keputusan. Sistem
kesehatan juga harus dikembangkan yaitu melalui berbagai program vertikal,
seperti perluasan program imunisasi, kesehatan ibu dan keluarga berencana.
h. Angka Kematian Bayi
Angka kematian bayi adalah kematian bayi usia di bawah 1 (satu) tahun (0-11
bulan) per 1.000 kelahiran hidup dalam tahun tertentu. Data menunjukkan bahwa
angka kematian bayi selama periode tahun 2007 sampai 2010, AKB sebesar 12
kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, naik menjadi 16 kematian
per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2010.
Data SDKI (2007) menemukan fakta bahwa angka kematian bayi sangat
dipengaruhi oleh karakteristik demografi, dan sosial ekonomi ibu, yaitu bayi yang
21 | Analisis Parameter Kependudukan
lahir dari ibu yang tinggal di perkotaan mempunyai angka mortalitas lebih rendah
dibanding bayi yang lahir dari ibu yang tinggal di perdesaan, yaitu 31 per 1.000
dan 45 per 1.000.
Menurut tingkat pendidikan ibu, anak yang lahir dari ibu dengan tingkat
pendidikan rendah mempunyai resiko kematian lebih tinggi dibanding denan anak
yang lahir dari ibu dengan tingkat pendidikan tinggi. Semakin rendah tingkat
pendidikan ibu maka semakin tinggi resiko kematian bayi, angka kematian bayi
dari ibu yang tidak sekolah adalah 73 kematian per 1.000 kelahiran hidup
dibanding dengan 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup untuk bayi dari ibu
berpendidikan SMTA atau lebih.
i. Media Usia Kawin Pertama Wanita
Berdasarkan data yang terkumpul, menunjukkan bahwa median umur kawin
pertama pada wanita meningkat, yaitu pada umur 18 tahun menjadi 21 tahun
selama periode 1991 sampai dengan 2010. Apabila dibandingkan dengan median
umur kawin pertama Provinsi Jambi tahun 2007 sebesar 19,1 tahun,
menunjukkan median ukp di Tanjab Timur lebih tinggi.
j. Rata-rata Lama Sekolah
Data menunjukkan bahwa rata-rata lama menempuh sekolah di Tanjab Timur
pada tahun 2010 lebih meningkat dibandingkan rata-rata lama menempuh
sekolah pada tahun 2007, yaitu 6,26 tahun menjadi 6,20 tahun.
Berdasarkan data SDKI (2007) bahwa kesempatan mendapatkan pendidikan
bervariasi menurut daerah tempat tinggal dan indeks kekayaan kuintil. Menurut
daerah tempat tinggal, wanita yang tinggal di perkotaan mempunyai median
lamanya tahun sekolah lebih lama dibandingkan wanita yang tinggal di
22 | Analisis Parameter Kependudukan
perdesaan, yaitu 8,5 tahun dan 5,5 tahun. Untuk pria, yaitu masing-masing 8,9
tahun bagi yang tinggal di perkotaan dan 5,7 tahun untuk mereka yang tinggal di
perdesaan.
Menurut Indeks kekayaan kuintil, wanita yang berasal dari indeks kekayaan kuintil
terbawah median lamanya tahun sekolah cenderung lebih sebentar dibanding
wanita dari indeks kekayaan kuintil teratas, yaitu 5,1 tahun dan 11,3 tahun (SDKI,
2007).
k. Prevalensi Penggunaan Alat Kontrasepsi (CPR)
-
4. Kabupaten Muaro Jambi
a. Jumlah Penduduk
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2000, jumlah penduduk Muaro
Jambi adalah 233.393 jiwa. Tren jumlah penduduk Muaro Jambi mengalami
peningkatan sampai dengan 2010, hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan
bahwa jumlah penduduk sudah mencapai 342.952 jiwa. Bila dilihat dari
persentase distribusi penduduk, diestimasi ada sekitar 11 persen penduduk
berdiam di Kabupaten Muaro Jambi. Gambar 2.4.1. menunjukkan tren jumlah
penduduk Muaro Jambi dari tahun 2000-2010.
23 | Analisis Parameter Kependudukan
b. Sex Ratio
Dari total penduduk sebanyak 342.952 orang, rasio jenis kelamin penduduk
Muaro Jambi adalah sebesar 107,55, yang berarti proporsi penduduk laki-laki
tujuh persen lebih banyak dari proporsi penduduk perempuan, atau setiap 100
perempuan terdapat 107 laki-laki. Angka sex ratio Muaro Jambi merupakan salah
satu sex ratio terbesar disamping Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dan Tebo,
yaitu masing-masing 107,89 dan 106,77.
c. Kepadatan Penduduk
Dengan luas wilayah sebesar 5.246 Km2 dan jumlah penduduk 342.952 orang,
maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Muaro Jambi sebanyak 65,37 jiwa
per kilometer persegi, yang berarti tiap-tiap kilometer persegi wilayah di Muaro
Jambi dihuni oleh 65 orang penduduk. Adapun wilayah ini berada dalam batas-
batas sebagai berikut sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tanjung
Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sebelah selatan berbatasan
dengan Provinsi Sumatera Selatan, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Batanghari, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
233,993
270,525
306,574
342,952
0
100
200
300
400
2000 2002/3 2007 2010
Rib
u
Gambar 2.4.1. Tren Jumlah Penduduk Kab. Muaro Jambi tahun 2000 s/d 2010
24 | Analisis Parameter Kependudukan
d. Angka Harapan Hidup
Berdasarkan data, diketahui bahwa di Muaro Jambi pada tahun 2002/3, AHH
pada waktu lahir adalah 66,3 tahun, yang artinya penduduk di Batanghari secara
rata-rata dapat diharapkan untuk hidup sampai umur 66 tahun. Pada tahun 2007-
2010, AHH meningkat menjadi 69,11 tahun sehingga secara rata-rata penduduk
di Muaro Jambi diharapkan dapat hidup sampai dengan umur 69 tahun.
e. Rasio Ketergantungan
Data menunjukkan rasio ketergantungan pada tahun 2010 di Muaro Jambi, yaitu
sebesar 50,14 per 100 penduduk usia kerja, yang berarti bahwa setiap 100
penduduk usia produktif di Muaro Jambi mempunyai tanggungan sekitar 50
penduduk nonproduktif.
f. Laju Pertumbuhan Penduduk
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Muaro Jambi per tahun selama periode
1990-2000 sebesar 3,19 persen. Sementara itu selama periode 2000-2010, laju
pertumbuhan penduduk Muaro Jambi menunjukkan peningkatan, yaitu sebesar
3,9 persen. Angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan LPP provinsi
Jambi, yaitu sebesar 2,55 persen, ataupun LPP Nasional sebesar 1,49 persen.
Laju pertumbuhan penduduk adalah yang tertinggi diantara Kabupaten/Kota lain
di Provinsi Jambi. faktor penjelas yang mungkin dapat digunakan adalah arus
penduduk masuk ke dalam Muaro Jambi yang mungkin diperkirakan cukup besar.
g. Angka Kematian Ibu (AKI)
-
h. Angka Kematian Bayi
-
25 | Analisis Parameter Kependudukan
i. Media Usia Kawin Pertama Wanita
-
j. Rata-rata Lama Sekolah
Tren rata-rata lama menempuh sekolah terus menglami peningkatan, di tahun
2002/3 rata-rata lama sekolah berkisar 6,8 tahun, pada tahun 2007 diketahui
bahwa rata-rata lama sekolah naik menjadi 7,53 tahun. Pada tahun 2010, rata-
rata lama menempuh sekolah naik menjadi 7,98 tahun. Kenaikan ini juga
tercermin di beberapa kabupaten/kota lain di Provinsi Jambi.
Berdasarkan data SDKI (2007) bahwa kesempatan mendapatkan pendidikan
bervariasi menurut daerah tempat tinggal dan indeks kekayaan kuintil. Menurut
daerah tempat tinggal, wanita yang tinggal di perkotaan mempunyai median
lamanya tahun sekolah lebih lama dibandingkan wanita yang tinggal di
perdesaan, yaitu 8,5 tahun dan 5,5 tahun. Untuk pria, yaitu masing-masing 8,9
tahun bagi yang tinggal di perkotaan dan 5,7 tahun untuk mereka yang tinggal di
perdesaan.
Menurut Indeks kekayaan kuintil, wanita yang berasal dari indeks kekayaan kuintil
terbawah median lamanya tahun sekolah cenderung lebih sebentar dibanding
wanita dari indeks kekayaan kuintil teratas, yaitu 5,1 tahun dan 11,3 tahun (SDKI,
2007).
k. Prevalensi Penggunaan Alat Kontrasepsi (CPR)
-
26 | Analisis Parameter Kependudukan
5. Kabupaten Bungo
a. Jumlah Penduduk
Secara umum, jumlah penduduk Bungo bertambah selama kurun waktu 2000-
2010 yaitu sebesar 221.686 pada tahun 2000, pada tahun 2007 sebanyak
251.087 jiwa dan 303.135 orang berdasarkan hasil pencacahan SP 2010.
Berdasarkan perhitungan Sensus Penduduk 2010, bahwa persentase distribusi
penduduk yang berdiam di Bungo hanya sebesar 10 persen, sementara itu
persentase distribusi penduduk terbesar berpusat di Kota Jambi, yaitu 17 persen.
Gambar 2.5.1. menunjukkan tren jumlah penduduk Bungo selama tahun 2000-
2010.
b. Sex Ratio
Sex ratio penduduk Bungo adalah sebesar 105,26, yang artinya proporsi
penduduk laki-laki lima persen lebih banyak dibandingkan proporsi penduduk
perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 105 laki-laki. Bila dibandingkan
dengan rasio jenis kelamin Provinsi Jambi, yaitu sebesar 104, 5, maka proporsi
jumlah penduduk laki-laki di Bungo lebih banyak satu persen.
221,686238,698 251,087
303,135
0
100
200
300
400
2000 2002/3 2007 2010
Rib
u
Gambar 2.5.1. Tren Jumlah Penduduk Kab. Bungo dari tahun 2000-2010
27 | Analisis Parameter Kependudukan
c. Kepadatan Penduduk
Dengan luas wilayah mencapai sekitar 7.160 km2 dan jumlah penduduk sebesar
303.135 jiwa diperkirakan rata-rata kepadatan penduduk, yaitu sebesar 65,06 jiwa
per kilometer persegi, yang berarti bahwa tiap-tiap kilometer wilayah di Bungo
dihuni oleh 65 orang penduduk. Tren kepadatan penduduk daerah Bungo terus
mengalami peningkatan, yaitu di tahun 2000 diketahui bahwa kepadatan
penduduk masih 47,58 jiwa per kilometer persegi.
Penyebab meningkatnya kepadatan penduduk, yaitu dimungkinkan karena
prevalensi pemakaian alat/cara KB yang relatif rendah sebesar 27,03 persen,
sementara itu median umur kawin pertama wanita yang relatif sangat muda, yaitu
10 tahun atau lebih, juga menjadi faktor pertambahan kepadatan penduduk
Bungo.
d. Angka Harapan Hidup
-
e. Rasio Ketergantungan
-
f. Laju Pertumbuhan Penduduk
Tren laju pertumbuhan penduduk Bungo cenderung berfluktuasi, yaitu di tahun
2002/3 sebesar 2,7 persen, pada tahun 2007 menjadi sebesar 2,8 persen, dan
turun menjadi 2,7 persen pada tahun 2010. Pertumbuhan penduduk
Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Jambi sangat bervariasi, angka LPP Bungo ini
lebih tinggi bila dibandingkan angka LPP Provinsi Jambi, adalah sebesar 2,55
persen.
28 | Analisis Parameter Kependudukan
g. Angka Kematian Ibu (AKI)
Data menunjukkan bahwa ada penurunan angka kematian ibu di Bungo selama
tahun 2007-2010, yaitu 6 kematian maternal per 10.000 kelahiran hidup menjadi
4 kematian maternal per 10.000 kelahiran hidup. Sekaitan dengan hal di atas,
program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu hamil melakukan
paling sedikit empat kali kunjungan untuk pemeriksaan selama kehamilan, yaitu
paling sedikit sekali kunjungan dalam trimester pertama, paling sedikit sekali
kunjungan dalam trimester kedua dan paling sedikit dua kali kunjungan dalam
trimester ketiga (SDKI, 2007). Upaya untuk mengurangi angka kematian (AKI)
melahirkan melalui peran dan tanggungjawab laki-laki atas perilakunya, yaitu
melindungi hak dan kesehatan perempuan pasangannya, serta melalui dukungan
suami terhadap istri dalam pelayanan kesehatan dan pengambilan keputusan.
h. Angka Kematian Bayi
Angka kematian bayi adalah kematian bayi usia di bawah 1 tahun (0-11 bulan)
per 1.000 kelahiran hidup dalam tahun tertentu. Data menunjukkan bahwa angka
kematian bayi selama periode tahun 2007 sampai 2010, AKB sebesar 28
kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, turun separuhnya menjadi
19 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Di tahun 2007, angka
AKB Bungo ini lebih rendah bila dibandingkan dengan AKB Provinsi Jambi, yaitu
39 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Data SDKI (2007) menemukan fakta bahwa angka kematian bayi sangat
dipengaruhi oleh karakteristik demografi, dan sosial ekonomi ibu, yaitu bayi yang
lahir dari ibu yang tinggal di perkotaan mempunyai angka mortalitas lebih rendah
dibanding bayi yang lahir dari ibu yang tinggal di perdesaan, yaitu 31 per 1.000
kelahiran hidup dan 45 per 1.000 kelahiran hidup.
29 | Analisis Parameter Kependudukan
indeks kekayaan kuintil, bayi yang lahir dari ibu yang berasal dari indeks
kekayaan kuintil terbawah mempunyai angka mortalitas dua kali lebih tinggi
dibanding bayi yang lahir dari ibu yang berasal dari indeks kekayaan kuintil
teratas, yaitu 56 per 1.000 kelahiran hidup dan 26 per 1.000 kelahiran hidup.
i. Media Usia Kawin Pertama Wanita
Berdasarkan data selama periode 1991-2010, menunjukkan bahwa median umur
kawin pertama pada wanita, yaitu pada umur 10 tahun atau lebih, artinya median
umur kawin pertama di Bungo masih rendah diantara Kabupaten/Kota lainnya.
Apabila dibandingkan dengan median umur kawin pertama Provinsi Jambi tahun
2007 sebesar 19,1 tahun, menunjukkan median umur kawin pertama di Bungo
lebih rendah. Hal ini sesuai dengan asumsi, yaitu secara umum wanita yang
tinggal di perkotaan menikah dua tahun lebih lambat dibandingkan dengan wanita
yang tinggal di perdesaan (21,3 tahun dibanding 18,7 tahun) (SDKI, 2007).
j. Rata-rata Lama Sekolah
-
k. Prevalensi Penggunaan Alat Kontrasepsi (CPR)
Angka prevalensi kontrasepsi adalah persentase pasangan usia subur (PUS)
yang sedang menggunakan alat/cara KB. Pada tahun 2010, CPR sebesar 27,03
berarti bahwa dari 100 pasangan usia subur di Bungo, baru 27 pasangan usia
subur yang sedang menggunakan alat/cara KB. Prevalensi penggunaan alat/cara
KB di Bungo masih rendah bila dibandingkan dengan prevalensi penggunaan
alat/cara provinsi Jambi, yaitu sebesar 62,5. Dalam upaya mencapai TFR 2,1
diharapkan pemakaian alat/cara KB mampu mencapai 70 persen.
30 | Analisis Parameter Kependudukan
6. Kabupaten Tebo
a. Jumlah Penduduk
Secara umum, jumlah penduduk di Kabupaten Tebo cenderung bertambah dalam
kurun waktu 10 tahun. Data yang terkumpul menunjukkan bahwa hasil
perhitungan penduduk pada tahun 2000, jumlah penduduk adalah sebesar
222.176 orang, pada tahun 2002/3 penduduk Tebo bertambah menjadi 229.496,
tahun 2007 sebanyak 248.002 jiwa, dan hasil pencacahan Sensus Penduduk
2010, jumlah penduduk mencapai sebesar 297.735 jiwa. Gambar 2.3.1.
menunjukkan tren jumlah penduduk Tebo selama tahun 2000 s/d tahun 2010 (dari
berbagai sumber).
b. Sex Ratio
Secara kabupaten, sex ratio penduduk Tebo adalah sebesar 106,39, yang artinya
jumlah penduduk laki-laki enam persen lebih banyak dibandingkan jumlah
penduduk perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 106 laki-laki. Sex
ratio terbesar yaitu pada tahun 2007 sebesar 107,98 dimana jumlah penduduk
222,176 229,496248,002
297,735
0
100
200
300
400
2000 2002/3 2007 2010
Rib
u
Gambar 2.6.1. Tren Jumlah Penduduk Kab. Tebo dari tahun 2000 s/d 2010
31 | Analisis Parameter Kependudukan
laki-laki hampir delapan persen lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
penduduk perempuan.
Angka sex ratio penduduk Tebo lebih tinggi dibandingkan dengan sex ratio
penduduk Provinsi Jambi yaitu sebesar 104,5. Berikut Gambar 2.6.2
menunjukkan sex ratio penduduk Tebo pada tahun 2000 sampai dengan 2010.
c. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk Tebo selama kurun waktu 2000 sampai dengan 2010 masih
tergolong rendah, yaitu sekitar 46,08 orang per kilometer persegi. Bila dilihat dari
tahun 2000 ke 2010, ada kecenderungannya bergerak mendekati 49 orang per
kilometer persegi. Angka ini lebih rendah dibandingkan kepadatan provinsi Jambi,
yaitu 57,8 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan penduduk Tebo sebesar 46,08
jiwa per kilometer persegi, artinya tiap-tiap kilometer persegi wilayah di Tebo
dihuni oleh 46 orang penduduk.
105,28
103,81
107,98
106,39
100 102 104 106 108 110
2000
2002/3
2007
2010
tah
un
Gambar 2.6.2. Sex ratio Penduduk Kab. Tebo dari tahun 2000 s/d 2010
32 | Analisis Parameter Kependudukan
d. Angka Harapan Hidup
Tren angka harapan hidup (AHH) penduduk Tebo terus mengalami peningkatan,
di Tahun 2002/3 AHH penduduk Tebo sudah mencapai 85,70 tahun. Hal ini
menjadi gambaran bahwa tingkat kesadaran akan pentingnya kesehatan sudah
menjadi perhatian serius bagi masyarakat, ataupun ini menunjukkan angka
kematian yang cenderung menurun. Angka harapan hidup 85,70, mempunyai arti
bahwa rata-rata tambahan umur seseorang diharapkan dapat terus hidup sampai
umur 85,70 tahun.
e. Rasio Ketergantungan
Rasio beban tanggungan atau rasio ketergantungan adalah angka yang
menyatakan perbandingan antara banyaknya penduduk usia non produktif
dengan banyaknya penduduk usia produktif. Tren rasio ketergantungan penduduk
yang harus ditanggung oleh penduduk usia kerja di Tebo cenderung menurun,
meskipun pada tahun 2010 jumlah penduduk nonproduktif yang menjadi
tanggungan bertambah menjadi 53,84 dari 52,56 pada tahun 2007.
65,7
85,7
68,7 69,11
0
15
30
45
60
75
90
2000 2002/3 2007 2010
Tah
un
Gambar 2.6.3. Tren Angka Harapan Hidup Kab. Tebo tahun 2000 s/d 2010
33 | Analisis Parameter Kependudukan
Ketidaktersediaan data penduduk per kelompok umur di Tebo, maka tidak
mengetahui besar /jumlah tanggungan dari kelompok umur muda dan
tanggungan dari kelompok umur usia lanjut. Pada tahun 2010, rasio
ketergantungan adalah 53,84 per 100 penduduk usia kerja, yang berarti bahwa
setiap 100 penduduk usia produktif di Indonesia mempunyai tanggungan sekitar
54 penduduk usia nonproduktif.
f. Laju Pertumbuhan Penduduk
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Tebo selama periode 2000-2010
cenderung mengalami peningkatan, yaitu tahun 2000 sebesar 1,63 persen, turun
menjadi sebesar 1,22 persen pada tahun 2002/3, kemudian cenderung terus naik
sampai dengan 2010, yaitu masing-masing sebesar 1,58 persen dan 2,97 persen.
Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan
penduduk provinsi Jambi, yaitu sebesar 2,55 persen, ataupun angka LPP
Nasional sebesar 1,49 persen.
Faktor yang berpengaruh dalam peningkatan laju pertumbuhan penduduk di Tebo
diperkirakan naiknya jumlah kelahiran dan menurunnya tingkat kematian bayi,
disamping juga dimungkinkan karena adanya peningkatan migrasi masuk ke
wilayah Tebo, meskipun kadangkala faktor perpindahan dianggap tidak
berpengaruh terhadap perkembangan penduduk di suatu wilayah.
g. Angka Kematian Ibu (AKI)
Tren angka kematian ibu (AKI) di Tebo cenderung memperlihatkan fluktuasi
selama periode 2000-2010, yaitu pada tahun 2000 terjadi 8 kematian maternal
per 100.000 kelahiran hidup, AKI pada tahun 2002/3 turun sebesar 6 kematian
maternal per 100.000 kelahiran hidup, sementara itu tahun 2007 menunjukkan
peningkatan menjadi 9 kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup, pada
34 | Analisis Parameter Kependudukan
tahun 2010 AKI mampu diturunkan menjadi 8 kematian maternal per 100.000
kelahiran hidup.
h. Angka Kematian Bayi
Berdasarkan data yang dikumpul dari berbagai sumber, secara umum angka
kematian bayi di Tebo memperlihatkan kenaikan selama tujuh tahun dari 2000-
2007, yaitu sebesar 37 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun
2010, AKI dapat diturunkan menjadi 34 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup.
Faktor yang berpengaruh pada mortalitas bayi antara lain, yaitu faktor-faktor
demografi, sosial, dan ekonomi ibu. Data SDKI (2007) menerangkan bahwa bayi
yang lahir dari ibu yang tinggal di perdesaan, tingkat pendidikan rendah, dan
berasal dari indeks kekayaan kuintil terendah akan mempunyai risiko lebih tinggi
mengalami kematian.
Selain itu, faktor riwayat pemeriksaan kehamilan dan penolong persalinan
memperlihatkan hubungan yang signifikan dengan kematian bayi dan anak, yaitu
angka kematian bayi untuk anak yang ibunya memeriksakan kehamilan dan
mendapatkan pertolongan tenaga medis adalah 17 kematian per 1.000 kelahiran
hidup, dibandingkan dengan 85 kematian per 1.000 kelahiran hidup untuk anak
yang ibunya tidak memeriksakan kehamilan maupun mendapat pertolongan
medis dari tenaga medis (SDKI, 2007).
i. Media Usia Kawin Pertama Wanita
Berdasarkan data yang terkumpul, menunjukkan adanya peningkatan median
umur kawin pertama pada wanita, yaitu dari umur 19,96 tahun pada tahun 2007
menjadi 20 tahun pada tahun 2010. Apabila dibandingkan dengan median umur
kawin pertama Provinsi Jambi tahun 2007 sebesar 19,1 tahun, menunjukkan
bahwa median umur kawin pertama wanita di Tebo lebih tinggi.
35 | Analisis Parameter Kependudukan
j. Rata-rata Lama Sekolah
Tren rata-rata lama sekolah penduduk Tebo mengalami peningkatan, di tahun
2000 rata-rata lama menempuh sekolah berkisar 6,50 tahun. Kenaikan ini terus
sampai dengan tahun 2010, yaitu rata-rata lama menempuh sekolah, yaitu 7,10
tahun.
Berdasarkan data SDKI (2007) bahwa kesempatan mendapatkan pendidikan
bervariasi menurut karakteristik sosiodemografi, menurut daerah tempat tinggal,
wanita yang tinggal di perkotaan mempunyai median lamanya tahun sekolah lebih
lama dibandingkan wanita yang tinggal di perdesaan, yaitu 8,5 tahun dan 5,5
tahun. Untuk pria, yaitu masing-masing 8,9 tahun bagi yang tinggal di perkotaan
dan 5,7 tahun untuk mereka yang tinggal di perdesaan.
Menurut Indeks kekayaan kuintil, wanita yang berasal dari indeks kekayaan kuintil
terbawah median lamanya tahun sekolah cenderung lebih sebentar dibanding
wanita dari indeks kekayaan kuintil teratas, yaitu 5,1 tahun dan 11,3 tahun (SDKI,
2007).
k. Prevalensi Penggunaan Alat Kontrasepsi (CPR)
-
36 | Analisis Parameter Kependudukan
7. Kabupaten Merangin
a. Jumlah Penduduk
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2000 jumlah penduduk
Merangin adalah sebesar 254.203 jiwa. Tren jumlah penduduk Merangin
mengalami peningkatan dari tahun 2000 sampai dengan 2010, hasil Sensus
Penduduk 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk sudah mencapai 333.206
jiwa. Bila dilihat dari persentase distribusi penduduk, diestimasi ada sekitar 11
persen penduduk berdiam di Kabupaten Merangin. Gambar 2.7.1. menunjukkan
tren jumlah penduduk Merangin dari tahun 2000-2010.
b. Sex Ratio
Sex ratio penduduk Merangin adalah sebesar 106 yang artinya jumlah penduduk
laki-laki enam persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan,
atau setiap 100 perempuan terdapat 106 laki-laki. Sex ratio penduduk stagnan
dari tahun 2000-2003 yaitu 105, namun dari menjadi 106 selama kurun waktu
254,203271,735 281,476
333,206
0
100
200
300
400
2000 2003 2007 2010
Rib
u
Gambar 2.7.1. Tren Jumlah penduduk Kab. Merangin dari tahun 2000-2010
37 | Analisis Parameter Kependudukan
2000 sampai dengan 2010. Angka sex ratio penduduk Merangin lebih tinggi
dibandingkan dengan sex ratio penduduk Provinsi Jambi yaitu sebesar 104,5.
c. Kepadatan Penduduk
Merangin memiliki luas wilayah 7.679 km2 dengan jumlah penduduk sebesar
333.206 jiwa, maka rata-rata kepadatan penduduk di Merangin sebesar 43 jiwa
per kilometer persegi. Dari data yang ada diketahui bahwa tren kepadatan
penduduk Merangin mengalami peningkatan, yaitu dari 25 orang per kilometer
persegi menjadi 32 orang penduduk per kilometer persegi di tahun 2000. Bila
dibandingkan dengan rata-rata kepadatan penduduk Provinsi Jambi, angka ini
jauh lebih rendah yaitu sebesar 57,8 jiwa per kilometer persegi.
d. Angka Harapan Hidup
Tren angka harapan hidup Merangin mengalami peningkatan dari 64 tahun pada
tahun 1994 menjadi 68,4 tahun pada 2010. Angka harapan hidup Merangin
sebesar 68,4 tahun adalah secara rata-rata dapat diharapkan untuk hidup sampai
umur 68 tahun. Adanya tren peningkatan ini merupakan cerminan dari kondisi
kesehatan masyarakat yang semakin membaik disamping itu adanya penurunan
angka kematian bayi.
e. Rasio Ketergantungan
Secara umum, rasio beban tanggungan penduduk produktif cenderung
mengalami penurunan dari tahun 1994-2010 di Merangin, yaitu di tahun 1994
sebesar 75,96 per 100 penduduk usia kerja, yang berarti bahwa setiap 100
penduduk usia produktif di Merangin mempunyai tanggungan sekitar 76
penduduk nonproduktif. Rasio ketergantungan ini turun menjadi 53,53 per 100
penduduk usia produktif (15-64 tahun).
38 | Analisis Parameter Kependudukan
f. Laju Pertumbuhan Penduduk
Tren laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan selama tahun
2000-2003, yaitu di tahun 2000 sebesar 1,95 persen, naik menjadi 2,54 persen
dan 3,13 persen di tahun 2003. Pada tahun 2007-2010 laju pertumbuhan
penduduk stagnan, yaitu sebesar 1,41 persen. Angka ini lebih rendah bila
dibandingkan dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk provinsi Jambi,
sebesar 2,55 persen. Faktor yang berpengaruh dalam penurunan laju
pertumbuhan penduduk selama periode 2007-2010 adalah menurunnya tingkat
kelahiran dan juga tingkat kematian, sedangkan faktor perpindahan dianggap
tidak berpengaruh terhadap perkembangan penduduk di Merangin.
g. Angka Kematian Ibu (AKI)
Data menunjukkan ada kenaikan angka kematian ibu di Merangin selama tahun
2007-2010, yaitu 9 kematian maternal per 10.000 kelahiran hidup menjadi 12
kematian maternal per 10.000 kelahiran hidup. Sekaitan dengan hal di atas,
program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu hamil melakukan
paling sedikit empat kali kunjungan untuk pemeriksaan selama kehamilan, yaitu
paling sedikit sekali kunjungan dalam trimester pertama, paling sedikit sekali
kunjungan dalam trimester kedua dan paling sedikit dua kali kunjungan dalam
trimester ketiga (SDKI, 2007).
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam RPJMN 2010-2014, yaitu
meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat yang ditandai dengan
menurunnya angka kematian ibu dari 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup
menjadi 118 kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014.
Tujuan ini akan dapat tercapai bila dilakukan beberapa upaya dalam peningkatan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat seperti perawatan dan pemeliharaan ANC,
pemeriksaan kehamilan dan penolong persalinan oleh tenaga medis terlatih.
39 | Analisis Parameter Kependudukan
h. Angka Kematian Bayi
Tren angka kematian bayi di Merangin terus mengalami penurunan selama tahun
1991-2010, di tahun 2000 angka kematian bayi adalah sebesar 43 kematian per
1.000 kelahiran hidup, sementara itu pada tahun 2007 angka kematian bayi turun
menjadi 40 kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi di
Merangin ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan angka kematian bayi Provinsi
Jambi, yaitu sebesar 39 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Dalam RPJM 2010-2014, tertuang sasaran yang ingin dicapai pada akhir tahun
2014 yang salah satunya adalah meningkatnya status kesehatan dan gizi
masyarakat yang ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi dari status
awal 34 kematian per 1.000 kelahiran hidup diharapkan turun menjadi 24
kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Upaya yang harus dilakukan untuk menurunkan angka kematian di Merangin,
salah satunya meningkatkan peran dan tanggungjawab laki-laki atas perilakunya,
yaitu melindungi hak dan kesehatan perempuan pasangannya, serta melalui
dukungan suami terhadap istri dalam pelayanan kesehatan dan pengambilan
keputusan.
i. Media Usia Kawin Pertama Wanita
Data yang tersedia menjelaskan bahwa median usia kawin pertama wanita di
Merangin, adalah pada umur 17-18 tahun. Dapat diestimasi bahwa 50 persen
wanita pada kohor yang sama usia kawin pertama pada umur 17/18 tahun. Angka
ini lebih rendah dibandingkan dengan median umur kawin pertama wanita di
Provinsi Jambi, yaitu 19,1 (SDKI, 2007). Dalam upaya mencapai sasaran
40 | Analisis Parameter Kependudukan
pembangunan nasional pada akhir tahun 2014, yaitu terkendalinya jumlah
penduduk dan laju pertumbuhan penduduk yang ditandai salah satunya dengan
upaya meningkatkan median umur kawin pertama wanita dari 19,8 tahun (SDKI,
2007) menjadi 21 tahun (RPJMN, 2014).
BKKBN sebagai leading sector yang membawahi masalah kependudukan dan
keluarga berencana melalui program GenRe memberikan advokasi dan KIE
melalui Program PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja), PUP
(Pendewasaan Usia Perkawinan), TRIAD KRR, Life Skill bagi remaja.
j. Rata-rata Lama Sekolah
Secara umum, rata-rata lama menempuh sekolah di Merangin terus mengalami
peningkatan selama tahun 1994-2010, di tahun 2000, lama menempuh sekolah
sebesar 6,3 tahun dalam per 10 tahun ke depan menjadi 7,5 tahun. Data SDKI
(2007) memperlihatkan bahwa median lamanya tahun sekolah sangat bervariasi,
sangat ditentukan beberapa variabel demografi dan sosial ekonomi, yaitu umur,
tempat tinggal, ataupun indeks kekayaan kuintil.
Median lamanya tahun sekolah bagi wanita lebih sebentar dibanding bagi pria,
yaitu masing-masing 5,8 tahun dan 6,6 tahun (SDKI, 2007). Sementara itu
menurut indeks kekayaan kuintil, wanita yang berasal dari indeks kekayaan kuintil
teratas lebih besar kemungkinan memperoleh pendidikan dibanding mereka dari
indeks kekayaan kuintil terbawah (11,3 tahun dan 5,1 tahun). Pola yang sama
juga ditunjukkan oleh pria, yaitu masing-masing 11,4 tahun dan 5,3 tahun.
k. Prevalensi Penggunaan Alat Kontrasepsi (CPR)
Angka prevalensi kontrasepsi adalah persentase pasangan usia subur (PUS)
yang sedang menggunakan alat/cara KB. Pada tahun 2010, CPR hanya sebesar
1,18 berarti bahwa dari 100 pasangan usia subur di Bungo, baru 1-2 pasangan
41 | Analisis Parameter Kependudukan
usia subur yang sedang menggunakan alat/cara KB. Prevalensi penggunaan
alat/cara KB di Merangin masih sangat rendah bila dibandingkan dengan
prevalensi penggunaan alat/cara provinsi Jambi, yaitu sebesar 62,5. Dalam upaya
mencapai TFR 2,1 diharapkan pemakaian alat/cara KB mampu mencapai 70
persen.
8. Kabupaten Sarolangun
a. Jumlah Penduduk
Tren jumlah penduduk Sarolangun terus mengalami peningkatan selama per 10
tahun dari 2000-2010, jumlah agregat penduduk Sarolangun yaitu sebesar
178.097 jiwa. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah
penduduk sudah mencapai sebesar 246.245 orang. Bila dilihat dari persentase
distribusi penduduk yaitu ada sekitar 8 persen berada di Sarolangun (SP, 2010).
Gambar 2.8.1. menunjukkan tren jumlah penduduk kabupaten Sarolangun dari
2000-2010.
178,097194,653
209,851
246,245
0
100
200
300
2000 2002/3 2007 2010
Rib
u
Gambar 2.8.1. Tren Jumlah Penduduk Kab. Sarolangun dari tahun 2000-2010
42 | Analisis Parameter Kependudukan
b. Sex Ratio
Sex ratio penduduk Sarolangun adalah sebesar 104, yang artinya jumlah
penduduk laki-laki empat persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk
perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 104 laki-laki. Sex ratio terbesar
pada tahun 2002/3, yaitu 105 yang berarti proporsi penduduk laki-laki lima persen
lebih banyak dibandingkan proporsi penduduk perempuan.
c. Kepadatan Penduduk
Secara umum, tren kepadatan penduduk mengalami peningkatan selama 2000-
2010, yaitu dari 29 per kilometer persegi menjadi 40 per kilometer persegi.
Dengan luas wilayah sekitar 6.174 km2 dan jumlah penduduk sebesar 246.245
jiwa, maka kepadatan penduduk rata-rata di Sarolangun adalah 40 jiwa per
kilometer persegi, artinya tiap-tiap kilometer wilayah Sarolangun dihuni oleh 40
orang penduduk. Kabupaten Sarolangun memiliki kepadatan penduduk terendah
diantara Kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jambi (SP, 2010).
d. Angka Harapan Hidup
Angka harapan hidup (AHH) Sarolangun mengalami peningkatan dari 68,93 tahun
pada tahun 2007 menjadi 69,43 tahun pada 2010. Angka harapan hidup
Sarolangun sebesar 69,43 tahun adalah secara rata-rata dapat diharapkan untuk
hidup sampai umur 69 tahun. Adanya peningkatan ini merupakan cerminan dari
kondisi kesehatan masyarakat yang semakin membaik disamping itu adanya
penurunan angka kematian bayi.
43 | Analisis Parameter Kependudukan
e. Rasio Ketergantungan
Secara umum, rasio beban tanggungan penduduk produktif cenderung
mengalami penurunan dari tahun 2000-2007 di Sarolangun, yaitu sebesar 65,29
per 100 penduduk usia kerja menjadi 54,99 per 100 penduduk usia kerja. Pada
tahun 2010, rasio beban tanggungan naik ke angka 56,73 per 100 penduduk usia
kerja, yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di Sarolangun
mempunyai tanggungan sekitar 57 penduduk nonproduktif.
f. Laju Pertumbuhan Penduduk
Tren laju pertumbuhan penduduk sangat bervariasi selama tahun 2000-2010,
yaitu di tahun 2000 sebesar 2,4 persen, naik menjadi 3,01 persen dan kemudian
turun 2,37 persen di tahun 2007. Pada tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk
naik, yaitu sebesar 3,29 persen. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan
rata-rata laju pertumbuhan penduduk provinsi Jambi, sebesar 2,55 persen. Faktor
yang berpengaruh dalam peningkatan laju pertumbuhan penduduk selama
periode 2007-2010 adalah menurunnya tingkat kematian, sedangkan faktor
perpindahan dianggap tidak berpengaruh terhadap perkembangan penduduk di
Sarolangun.
g. Angka Kematian Ibu (AKI)
-
h. Angka Kematian Bayi
-
i. Media Usia Kawin Pertama Wanita
-
44 | Analisis Parameter Kependudukan
j. Rata-rata Lama Sekolah
Secara umum, rata-rata lama menempuh sekolah di Sarolangun terus mengalami
peningkatan, di tahun 2007, lama menempuh sekolah sebesar 6,9 tahun dalam
per 3 tahun ke depan menjadi 7,14 tahun. Data SDKI (2007) memperlihatkan
bahwa median lamanya tahun sekolah sangat bervariasi, sangat ditentukan
beberapa variabel demografi dan sosial ekonomi, yaitu umur, tempat tinggal,
ataupun indeks kekayaan kuintil.
Median lamanya tahun sekolah bagi wanita lebih sebentar dibanding bagi pria,
yaitu masing-masing 5,8 tahun dan 6,6 tahun (SDKI, 2007). Sementara itu
menurut indeks kekayaan kuintil, wanita yang berasal dari indeks kekayaan kuintil
teratas lebih besar kemungkinan memperoleh pendidikan dibanding mereka dari
indeks kekayaan kuintil terbawah (11,3 tahun dan 5,1 tahun). Pola yang sama
juga ditunjukkan oleh pria, yaitu masing-masing 11,4 tahun dan 5,3 tahun.
k. Prevalensi Penggunaan Alat Kontrasepsi (CPR)
Angka prevalensi kontrasepsi adalah persentase pasangan usia subur (PUS)
yang sedang menggunakan alat/cara KB. Data yang terkumpul selama periode
tahun 2002/3 sampai dengan 2010, menunjukkan adanya kenaikan persentase
PUS yang sedang menggunakan alat/cara KB, yaitu sebesar 84,97 pada tahun
2010. Pada tahun 2010, CPR sebesar 84,97 berarti bahwa dari 100 pasangan
usia subur di Batanghari, 85 sedang menggunakan alat/cara KB. Peningkatan
pemakaian alat/cara dari tahun ke tahun di Sarolangun menunjukkan ada
peningkatan pengetahuan dan informasi tentang manfaat alat/cara KB, serta
adanya kesadaran masyarakat dalam upaya merencanakan dan mengatur
kelahiran.
45 | Analisis Parameter Kependudukan
9. Kabupaten Kerinci
a. Jumlah Penduduk
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kerinci
adalah sebesar 237.065 jiwa, angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2000-2007, tren jumlah penduduk Kerinci
terus mengalami peningkatan yaitu dari 295.040 jiwa di tahun 2000 menjadi
sebesar 313.634 orang penduduk. Berikut Gambar 2.9.1. tren jumlah penduduk
Sarolangun tahun 2000-2010.
b. Sex Ratio
Rasio jenis kelamin penduduk Kerinci adalah sebesar 98, yang berarti proporsi
penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan proporsi penduduk laki-laki,
atau setiap 100 orang perempuan terdapat 98 orang penduduk laki-laki di Kerinci.
Sex ratio di Kerinci dan Kota Sungai Penuh terendah diantara Kabupaten/Kota
lainnya di Provinsi Jambi, jumlah penduduk perempuan lebih banyak di
295 302,809 313,634
237,065
0
100
200
300
400
2000 2002/3 2007 2010
Rib
u
Gambar 2.9.1. Tren Jumlah Penduduk Kab. Kerinci tahun 2000-2010
46 | Analisis Parameter Kependudukan
Kabupaten ini karena penduduk laki-laki banyak bermigrasi keluar untuk mencari
pekerjaan dan usaha ke wilayah lain.
c. Kepadatan Penduduk
Kabupaten Kerinci salah satu kabupaten di Provinsi Jambi dengan luas 3.355,27
km persegi dan jumlah penduduk sebesar 237.065 jiwa, maka rata-rata
kepadatan penduduk sebesar 62 jiwa per kilometer persegi, artinya tiap-tiap
kilometer persegi wilayah di Kerinci dihuni oleh 62 orang penduduk. Tren
kepadatan penduduk Kerinci terus mengalami kenaikan jika dilihat selama kurun
waktu tahun 1997-2007, namun hasil perhitungan di tahun 2010 angka ini turun
menjadi 62 jiwa per kilometer persegi. Seperti telah dijelaskan di atas, faktor yang
ikut mempengaruhi berkurangnya kepadatan penduduk di Kerinci karena adanya
perpindahan penduduk laki-laki ke luar wilayah untuk mendapatkan pekerjaan,
usaha, ataupun melanjutkan pendidikan.
97,31
97,94
96,6
99,28
99,39
98,13
98
98
95 95,5 96 96,5 97 97,5 98 98,5 99 99,5 100
1991
1994
1997
2000
2002
2003
2007
2010
Tah
un
Gambar 2.9.2. Sex Ratio Kab. Kerinci dari 1991-2010
47 | Analisis Parameter Kependudukan
d. Angka Harapan Hidup
Angka harapan hidup (AHH) Kerinci di tahun 2010 adalah sebesar 66 tahun,
angka harapan hidup Kerinci sebesar 66 tahun berarti secara rata-rata dapat
diharapkan untuk hidup sampai umur 66 tahun. Angka harapan hidup (AHH)
Kerinci sangat bervariasi, yaitu di tahun 2000 AHH sebesar 67 tahun, pada tahun
2003 diketahui bahwa rata-rata orang diharapkan dapat hidup sampai umur 68
tahun, namun terhitung tahun 2007, AHH turun menjadi 65 tahun.
e. Rasio Ketergantungan
Rasio ketergantungan atau rasio beban tanggungan mampu melihat
perbandingan antara penduduk muda dan penduduk tua dengan penduduk usia
kerja. Rasio ketergantungan mendeskripsikan banyaknya penduduk yang harus
ditanggung oleh penduduk usia kerja.
Hasil perhitungan BPS selama kurun tahun 2002/3 sampai 2010, menunjukkan
rasio ketergantungan di Kerinci cukup tinggi dan berfluktuasi, yaitu tahun 2002/3,
rasio ketergantungan sebesar 97,26. Pada tahun 2007, rasio ketergantungan
adalah sebesar 87,93, kemudian tahun 2010 rasio ketergantungan sedkit turun
menjadi 87,56. Pada tahun 2010, rasio ketergantungan adalah 87,56 per 100
penduduk usia kerja, yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di
Kerinci mempunyai tanggungan sekitar 88 penduduk nonproduktif.
f. Laju Pertumbuhan Penduduk
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk selama periode 2000-2010 adalah sebesar
0,72 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan angka laju pertumbuhan
penduduk Provinsi Jambi sebesar 2,55 persen. Pada tahun 2010, angka laju
pertumbuhan penduduk Kerinci sebesar 0,67 persen. Faktor yang berpengaruh
dalam penurunan laju pertumbuhan penduduk selama periode 2000-2010 adalah
48 | Analisis Parameter Kependudukan
faktor perpindahan penduduk ke luar wilayah, untuk alasan pekerjaan, usaha dan
pendidikan.
g. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka kematian ibu di tahun 2010 adalah sebesar 4 kematian per 10.000
kelahiran hidup, artinya ada 4 kematian maternal per 10.000 kelahiran hidup.
Sekaitan dengan hal di atas, program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan
agar ibu hamil melakukan paling sedikit empat kali kunjungan untuk pemeriksaan
selama kehamilan, yaitu paling sedikit sekali kunjungan dalam trimester pertama,
paling sedikit sekali kunjungan dalam trimester kedua dan paling sedikit dua kali
kunjungan dalam trimester ketiga (SDKI, 2007).
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam RPJMN 2010-2014, yaitu
meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat yang ditandai dengan
menurunnya angka kematian ibu dari 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup
menjadi 118 kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014.
Tujuan ini akan dapat tercapai bila dilakukan beberapa upaya dalam peningkatan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat seperti perawatan dan pemeliharaan ANC,
pemeriksaan kehamilan dan penolong persalinan oleh tenaga medis terlatih.
h. Angka Kematian Bayi
Tren angka kematian bayi di Kerinci adalah sebesar 64 kematian per 1.000
kelahiran hidup di tahun 2010, artinya angka ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan
dengan angka kematian bayi Provinsi Jambi yaitu 39 kematian per 1.000
kelahiran hidup.
Dalam RPJM 2010-2014, tertuang sasaran yang ingin dicapai pada akhir tahun
2014 yang salah satunya adalah meningkatnya status kesehatan dan gizi
masyarakat yang ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi dari status
49 | Analisis Parameter Kependudukan
awal 34 kematian per 1.000 kelahiran hidup diharapkan turun menjadi 24
kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Upaya yang harus dilakukan untuk menurunkan angka kematian di Kerinci, salah
satunya meningkatkan peran dan tanggungjawab laki-laki atas perilakunya, yaitu
melindungi hak dan kesehatan perempuan pasangannya, serta melalui dukungan
suami terhadap istri dalam pelayanan kesehatan dan pengambilan keputusan.
i. Media Usia Kawin Pertama Wanita
Tren median umur kawin pertama wanita Kerinci terus mengalami peningkatan
selama tahun 1991-2010, yaitu dari 10,6 tahun menjadi 21 tahun. Median umur
kawin pertama wanita sebesar 21 tahun di tahun 2010, sesuai dengan sasaran
pembangunan nasional dalam upaya untuk mengendalikan jumlah dan laju
pertumbuhan penduduk yang salah satunya ditandai dengan meningkatkan
median umur kawin pertama wanita dari status awal 19,8 tahun menjadi 21 tahun
pada akhir 2014.
j. Rata-rata Lama Sekolah
Tren rata-rata lama menempuh sekolah di Kerinci terus mengalami peningkatan
selama tahun 1991-2010, yaitu dari 10,6 tahun menjadi 12,41 tahun. Rata-rata
lama sekolah di Kerinci lebih lama dibandingkan dengan rata-rata lama sekolah
nasional, seperti yang tertuang dalam sasaran pembangunan jangka menengah
nasional 2010-2014, yaitu meningkatnya taraf pendidikan masyarakat yang
ditandai dengan meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun
atau lebih dari status awal 7,5 tahun menjadi 8,25 tahun pada akhir tahun 2014.
50 | Analisis Parameter Kependudukan
k. Prevalensi Penggunaan Alat Kontrasepsi (CPR)
Angka prevalensi kontrasepsi adalah persentase pasangan usia subur (PUS)
yang sedang menggunakan alat/cara KB. Tren pemakaian kontrasepsi bervariasi,
di tahun 2003 ada sekitar 55,52 persen pemakai alat/cara KB. Persentase
penggunaan alat/cara KB oleh pasangan usia subur meningkat sebesar 59,49
persen di tahun 2007. Pada tahun 2010, CPR sebesar 41,88 persen berarti
bahwa dari 100 pasangan usia subur di Kerinci, baru 42 persen pasangan usia
subur yang sedang menggunakan alat/cara KB.
Salah Satu sasaran pembangunan yang hendak dicapai pada akhir 2014 adalah
terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang ditandai dengan
meningkatnya CPR cara modern dari 57,4 persen menjadi 65 persen di akhir
tahun 2014. Sehingga, menjadi tugas BKKBN serta instansi terkait di
Kabupaten/kota untuk meningkatkan pemakaian alat/cara KB dari 42 persen
menjadi 65 persen.
10. Kota Sungai Penuh
a. Jumlah Penduduk
Tren jumlah penduduk Sungai Penuh terus mengalami peningkatan selama
2000-2010, hasil pencacahan 2000 terhitung penduduk berjumlah 73.715 jiwa,
kemudian berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010 jumlah
penduduk sebesar 82.293 jiwa. Berikut ini Gambar 2.10.1 tren jumlah penduduk
Sungai Penuh 2000-2010;
51 | Analisis Parameter Kependudukan
b. Sex Ratio
Sex ratio penduduk Sungai Penuh adalah sebesar 98, yang artinya jumlah
penduduk laki-laki lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk perempuan, atau
setiap 100 orang perempuan terdapat 98 orang laki-laki. Sex ratio penduduk
Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh masing-masing 99,5 dan 98 artinya
proporsi penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki,
hal ini disebabkan penduduk laki-laki kedua kabupaten tersebut lebih banyak
bermigrasi keluar untuk mencari pekerjaan maupun usaha ke wilayah lain (SP
Provinsi Jambi, 2010).
c. Kepadatan Penduduk
Dengan luas wilayah hanya sekitar 39.150 ha dan jumlah penduduk sebesar
82.293 jiwa, maka diperkirakan rata-rata kepadatan penduduk Sungai Penuh
adalah sebesar 210 jiwa per kilometer persegi, dibandingkan angka kepadatan
penduduk pada tahun sebelumnya angka ini jauh lebih tinggi, yaitu di tahun
2000 sebesar 188 jiwa per kilometer persegi dan tahun 2007 sebesar 207 orang
per kilometer persegi.
73,715
77,123
81,16282,293
68
72
76
80
84
2000 2002/3 2007 2010
Rib
u
Gambar 2.10.1. Tren Jumlah Penduduk Sungai Penuhtahun 2000-2010
52 | Analisis Parameter Kependudukan
Sungai Penuh merupakan salah satu kabupaten/kota dengan tingginya
kepadatan penduduk disamping Kota Jambi sebesar 2.581,06 jiwa per kilometer
persegi, sedangkan Sarolangun dengan tingkat kepadatan terendah di Provinsi
Jambi.
d. Angka Harapan Hidup
Angka harapan hidup (AHH) Sungai Penuh di tahun 2010 adalah sebesar 70,9
tahun, angka harapan hidup sebesar 70,9 tahun berarti secara rata-rata dapat
diharapkan untuk hidup sampai umur 70-71 tahun. Angka harapan hidup (AHH)
Sungai Penuh, yaitu di tahun 2009 AHH sebesar 70,84 tahun, naik menjadi 70,9
tahun pada tahun 2010.
e. Rasio Ketergantungan
Rasio ketergantungan atau rasio beban tanggungan mampu melihat
perbandingan antara penduduk muda dan penduduk tua dengan penduduk usia
kerja. Rasio ketergantungan mendeskripsikan banyaknya penduduk yang harus
ditanggung oleh penduduk usia kerja.
Hasil perhitungan diketahui bahwa rasio ketergantungan naik dan turun, yaitu
tahun 2007 sebesar 50,51. Pada tahun 2010, rasio ketergantungan adalah naik
sebesar 53,15. Pada tahun 2010, rasio ketergantungan adalah 53,15 per 100
penduduk usia kerja, yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia produktif di
Sungai Penuh mempunyai tanggungan sekitar 53 penduduk nonproduktif.
f. Laju Pertumbuhan Penduduk
Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Sungai Penuh tahun 2010 adalah
sebesar 1,04 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan angka laju
pertumbuhan penduduk Provinsi Jambi sebesar 2,55 persen. Faktor yang
53 | Analisis Parameter Kependudukan
berpengaruh dalam penurunan laju pertumbuhan penduduk adalah menurunnya
tingkat kelahiran dan juga tingkat kematian, ataupun faktor perpindahan
penduduk ke luar wilayah, untuk alasan pekerjaan, usaha dan pendidikan.
g. Angka Kematian Ibu (AKI)
-
h. Angka Kematian Bayi
-
i. Media Usia Kawin Pertama Wanita
Median umur kawin pertama wanita di Sungai Penuh cukup baik yaitu berkisar
26-26 tahun di tahun 2010, sesuai dengan sasaran pembangunan nasional
dalam upaya untuk mengendalikan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk
yang salah satunya ditandai dengan meningkatkan median umur kawin pertama
wanita dari status awal 19,8 tahun menjadi 21 tahun pada akhir 2014.
Bagi wanita, umur kawin pertama sangat menentukan umur saat kelahiran
pertama atau ketika wanita kawin maka mereka lebih terpapar untuk mengalami
kehamilan, SDKI (2007) menjelaskan bahwa umur saat kelahiran anak pertama
dimulai merupakan faktor penting dari tingkat fertilitas keseluruhan termasuk
tingkat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak.
Melahirkan pada usia remaja/muda berpotensi mempunyai dampak negative
baik kesehatan, sosial, dan demografi. SDKI (2007) menerangkan bahwa anak
yang dilahirkan oleh ibu yang masih muda menghadapi naiknya risiko kesakitan
dan kematian, khususnya yang berumur di bawah 18 tahun akan cenderung
untuk mengalami komplikasi kehamilan dan melahirkan dibandingkan dengan
ibu yang lebih tua. Selain itu, melahirkan pada usia muda mengurangi
54 | Analisis Parameter Kependudukan
kesempatan mereka untuk melanjutkan pendidikan serta membtasi akses
terhadap kesempatan kerja.
j. Rata-rata Lama Sekolah
Rata-rata lama menempuh sekolah di Sungai Penuh terus sedikit mengalami
peningkatan selama tahun 2007-2010, yaitu dari 9,1 tahun menjadi 9,18 tahun.
Rata-rata lama sekolah di Sungai Penuh lebih lama dibandingkan dengan rata-
rata lama sekolah nasional, seperti yang tertuang dalam sasaran pembangunan
jangka menengah nasional 2010-2014, yaitu meningkatnya taraf pendidikan
masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya rata-rata lama sekolah
penduduk usia 15 tahun atau lebih dari status awal 7,5 tahun menjadi 8,25
tahun pada akhir tahun 2014.
Bagi perempuan, rata-rata lama menempuh sekolah akan menunda median
umur kawin pertama yang mana dapat menunda perempuan memasuki masa
reproduksi. SDKI (2007) menjelaskan bahwa wanita yang menikah pada usia
muda lebih lama menghadapi risiko kehamilan. Oleh karena itu, pada umumnya
ibu yang melahirkan pada usia muda mempunyai banyak anak dan mempunyai
risiko kesehatan yang tinggi. Kenaikan rata-rata lama menempuh sekolah pada
wanita akan menurunkan tingkat fertilitas.
k. Prevalensi Penggunaan Alat Kontrasepsi (CPR)
Angka prevalensi kontrasepsi adalah persentase pasangan usia subur (PUS)
yang sedang menggunakan alat/cara KB. Di tahun 2010, ada sekitar 79,62
persen pasangan usia subur yang menjadi pemakai alat/cara KB, berarti dari
100 pasangan usia subur di Sungai Penuh, 80 persen pasangan usia subur
yang sedang menggunakan alat/cara KB. Angka persentase PUS yang sedang
menggunakan alat/cara KB ini cukup tinggi bila dibandingkan prevalensi
pemakaian alat/cara KB yaitu sebesar 62,5 persen.
55 | Analisis Parameter Kependudukan
Salah Satu sasaran pembangunan yang hendak dicapai pada akhir 2014 adalah
terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang ditandai dengan
meningkatnya CPR cara modern dari 57,4 persen menjadi 65 persen di akhir
tahun 2014.
11. Kota Jambi
a. Jumlah Penduduk
Secara umum, jumlah penduduk di kota Jambi terus mengalami peningkatan
selama kurun waktu 1991-2010. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus
Penduduk 2000 jumlah penduduk kota Jambi sebesar 414.917 jiwa dan
meningkat menjadi 531.857 jiwa hasil perhitungan Sensus Penduduk 2010.
Jumlah penduduk yang terus menerus bertambah disebabkan karena kota
Jambi sebagai pusat pemerintaha, industri, perdagangan, sehingga Kota Jambi
menjadi salah satu daya tarik migrasi. Gambar 2.11.1. menunjukkan tren jumlah
penduduk kota Jambi dari tahun 1991-2010.
339,786 343,322370,238
414,19 419,917
470,902
531,857
0
150
300
450
600
1991 1994 1997 2000 2002/3 2007 2010
Rib
u
Gambar 2.11.1. Tren Jumlah Penduduk Kota Jambi tahun 1991-2010
56 | Analisis Parameter Kependudukan
b. Sex Ratio
Sex ratio penduduk Kota Jambi di tahun 2010 adalah sebesar 101,65, yang
artinya jumlah penduduk laki-laki satu persen lebih banyak dibandingkan jumlah
penduduk perempuan, atau setiap 100 orang perempuan terdapat 101 orang
laki-laki. Sex ratio penduduk kota Jambi di tahun 2000 sebesar 99,55, yang
artinya pada tahun 2000 proporsi penduduk perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan proporsi penduduk laki-laki.
c. Kepadatan Penduduk
Kabupaten/kota yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah kota Jambi
yaitu sebesar 2589 jiwa per kilometer persegi. Tren kepadatan penduduk di kota
Jambi cenderung mengalami peningkatan sejak periode 1991-2010.
Berdasarkan hasil perhitungan Sensus Penduduk 2010 diketahui bahwa
persentase distribusi penduduk terbesar berada di Kota Jambi dibandingkan
kabupaten/kota lain di Provinsi Jambi, yaitu sebesar 17 persen.
104,67
103,52
101,74
99,55
102,47
102,47
101,65
96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106
1991
1994
1997
2000
2002/3
2007
2010
Tah
un
Gambar 2.11.2 Sex Ratio Kota Jambi tahun 1991-2010
57 | Analisis Parameter Kependudukan
Dengan luas wilayah 205,38 km2 dan jumlah penduduk sebesar 531.857 jiwa,
maka tiap-tiap kilometer persegi wilayah kota Jambi dihuni oleh 2.589 jiwa
penduduk. Sebagaimana karakteristik ibukota Provinsi, kota Jambi menjadi
pusat administratif, pusat perekonomian sekaligus menjadi tujuan migrasi bagi
penduduk wilayah lain.
d. Angka Harapan Hidup
Angka harapan hidup (AHH) Kota Jambi di tahun 2010 adalah sebesar 72,0
tahun, berarti secara rata-rata dapat diharapkan untuk hidup sampai umur 72
tahun. Angka harapan hidup (AHH) di Kota Jambi berkisaran dari 70,1 tahun
sampai 72,0 tahun.
e. Rasio Ketergantungan
Rasio ketergantungan atau rasio beban tanggungan mampu melihat
perbandingan antara penduduk muda dan penduduk tua dengan penduduk usia
kerja. Rasio ketergantungan mendeskripsikan banyaknya penduduk yang harus
ditanggung oleh penduduk usia kerja.
1650 16721803
2017 2045
2293
2589
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
1991 1994 1997 2000 2002/3 2007 2010
Gambar 2.11.3. Tren Kepadatan Penduduk Kota Jambi tahun 1991-2010
58 | Analisis Parameter Kependudukan
Hasil perhitungan diketahui bahwa rasio ketergantungan di Kota Jambi
cenderung terus mengalami penurunan selama tahun 1991-2010, yaitu tahun
2010 sebesar 45,59. Pada tahun 2010, rasio ketergantungan adalah 45,59 per
100 penduduk usia kerja, yang berarti bahwa setiap 100 penduduk usia
produktif di Kota Jambi mempunyai tanggungan sekitar 46 penduduk
nonproduktif. Rasio beban tanggungan tertinggi di tahun 1994, yaitu sebesar
79,15, yang berarti setiap 100 penduduk usia produktif mempunyai tanggungan
sekitar 79 orang penduduk yang tidak produktif.
f. Laju Pertumbuhan Penduduk
Tren laju pertumbuhan penduduk kota Jambi selama periode 1991-2002/3
cenderung mengalami penurunan, yaitu tahun 1991 sebesar 3,39 persen, turun
menjadi sebesar 2,13 persen pada tahun 2002/3, kemudian cenderung terus
naik sampai dengan 2010, yaitu masing-masing sebesar 2,34 persen dan 2,45
persen. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata laju
pertumbuhan penduduk provinsi Jambi, yaitu sebesar 2,55 persen, namun lebih
tinggi dari LPP Nasional sebesar 1,49 persen.
g. Angka Kematian Ibu (AKI)
Secara umum, angka kematian ibu cenderung mengalami penurunan dari kurun
waktu 1991-2010, yaitu di tahun 1991 ada 10 kematian maternal per 10.000
kelahiran hidup dan di tahun 2010 terjadi 8 kematian maternal per 10.000
kelahiran hidup. Salah satu upaya adalah dengan meningkatkan advokasi dan
KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) program kesehatan ibu di Indonesia,
yaitu menganjurkan agar ibu hamil melakukan paling sedikit empat kali
kunjungan untuk pemeriksaan selama kehamilan, yaitu paling sedikit sekali
kunjungan dalam trimester pertama, paling sedikit sekali kunjungan dalam
trimester kedua dan paling sedikit dua kali kunjungan dalam trimester ketiga
(SDKI, 2007).
59 | Analisis Parameter Kependudukan
h. Angka Kematian Bayi
Tren angka kematian bayi di Kota Jambi terus mengalami penurunan selama
tahun 1991-2010, yaitu di tahun 1991 ada sebesar 39 kematian per 1.000
kelahiran hidup, sementara itu di tahun 2010 turun lebih dari separuhnya
menjadi 14 kematian per 1.000 kelahiran hidup. AKI kota Jambi jauh lebih
rendah bila dibandingkan dengan angka kematian bayi Provinsi Jambi yaitu 39
kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Dalam RPJM 2010-2014, tertuang sasaran yang ingin dicapai pada akhir tahun
2014 yang salah satunya adalah meningkatnya status kesehatan dan gizi
masyarakat yang ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi dari status
awal 34 kematian per 1.000 kelahiran hidup diharapkan turun menjadi 24
kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Upaya yang harus dilakukan untuk menurunkan angka kematian di Kerinci,
salah satunya meningkatkan peran dan tanggungjawab laki-laki atas
perilakunya, yaitu melindungi hak dan kesehatan perempuan pasangannya,
serta melalui dukungan suami terhadap istri dalam pelayanan kesehatan dan
pengambilan keputusan.
i. Media Usia Kawin Pertama Wanita
Median umur kawin pertama wanita di Kota Jambi cenderung mengalami
peningkatan yaitu berkisar 22-23 tahun di tahun 2010, sesuai dengan sasaran
pembangunan nasional dalam upaya untuk mengendalikan jumlah dan laju
pertumbuhan penduduk yang salah satunya ditandai dengan meningkatkan
median umur kawin pertama wanita dari status awal 19,8 tahun menjadi 21
tahun pada akhir 2014.
60 | Analisis Parameter Kependudukan
Bagi wanita, umur kawin pertama sangat menentukan umur saat kelahiran
pertama atau ketika wanita kawin maka mereka lebih terpapar untuk mengalami
kehamilan, SDKI (2007) menjelaskan bahwa umur saat kelahiran anak pertama
dimulai merupakan faktor penting dari tingkat fertilitas keseluruhan termasuk
tingkat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak.
Melahirkan pada usia remaja/muda berpotensi mempunyai dampak negative
baik kesehatan, sosial, dan demografi. SDKI (2007) menerangkan bahwa anak
yang dilahirkan oleh ibu yang masih muda menghadapi naiknya risiko kesakitan
dan kematian, khususnya yang berumur di bawah 18 tahun akan cenderung
untuk mengalami komplikasi kehamilan dan melahirkan dibandingkan dengan
ibu yang lebih tua. Selain itu, melahirkan pada usia muda mengurangi
kesempatan mereka untuk melanjutkan pendidikan serta membtasi akses
terhadap kesempatan kerja.
Depkes (2010) menerangkan keadaan yang ideal untuk hamil yaitu siap secara
fisik bila sudah menyelesaikan pertumbuhan yaitu sekitar 20 tahun dimana
keadaan fisik yang paling baik untuk memiliki anak adalah apabila pertumbuhan
tubuh dan organ reproduksi telah sempurna. Keadaan ini dicapai yaitu pada
perempuan bila telah berusia antara 20-35 tahun dan pada laki-laki telah
mencapai usia 25 tahun, siap psikologis yang stabil untuk menjadi orang tua,
biasanya pada usia di atas 20 tahun, siap sosial ekonomi, yaitu secara
berkesinambungan dapat membiaya kehidupan anak yang lahir.
Depkes (2010) menjelaskan dampak psikologis yang muncul akibat pernikahan,
kehamilan dan persalinan pada usia muda adalah stress karena merasa beban
mental akibat perubahan tersebut. Tanda-tanda stress pada remaja yang
menikah muda berupa kecemasan dan depresi. Kecemasan merupakan
ganggguan perasaan yang ditandai dengan ketakutan, kekhawatiran yang
61 | Analisis Parameter Kependudukan
mendalam dan terus menerus. Kecemasan sebagai akibat remaja tidak
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kehamilan. Kondisi-kondisi yang
menyebabkan kecemasan adalah perubahan fisik yang dialaminya selama
kehamilan, risiko keguguran, perkembangan bayi dalam rahim, kegiatan-
kegiatannya seolah terhambat, peran sebagai ibu, kemampuan ekonomi yang
akan berdampak pada perawatan dan pendidikan anak, serta risiko bayinya
mati atau cacat ketika dilahirkan.
j. Rata-rata Lama Sekolah
Rata-rata lama menempuh sekolah di Kota Jambi terus sedikit mengalami
peningkatan selama tahun 1991-2010, yaitu dari 9,5 tahun menjadi 10,10 tahun.
Sejalan dengan sasaran pembangunan jangka menengah nasional 2010-2014,
yaitu meningkatnya taraf pendidikan masyarakat yang ditandai dengan
meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun atau lebih dari
status awal 7,5 tahun menjadi 8,25 tahun pada akhir tahun 2014.
Bagi perempuan, rata-rata lama menempuh sekolah akan menunda median
umur kawin pertama yang mana dapat menunda perempuan memasuki masa
reproduksi. SDKI (2007) menjelaskan bahwa wanita yang menikah pada usia
muda lebih lama menghadapi risiko kehamilan. Oleh karena itu, pada umumnya
ibu yang melahirkan pada usia muda mempunyai banyak anak dan mempunyai
risiko kesehatan yang tinggi. Kenaikan rata-rata lama menempuh sekolah pada
wanita akan menurunkan tingkat fertilitas.
k. Prevalensi Penggunaan Alat Kontrasepsi (CPR)
Angka prevalensi kontrasepsi adalah persentase pasangan usia subur (PUS)
yang sedang menggunakan alat/cara KB. Secara umum, tren persentase
pasangan usia subur yang sedang menggunakan alat/cara KB dari 1991-2000
cenderung mengalami peningkatan. Namun, pada tahun 2010, ada sekitar
62 | Analisis Parameter Kependudukan
76,40 persen pasangan usia subur yang menjadi pemakai alat/cara KB, berarti
dari 100 pasangan usia subur di kota Jambi, 76 persen pasangan usia subur
yang sedang menggunakan alat/cara KB. Angka persentase PUS yang sedang
menggunakan alat/cara KB ini cukup tinggi bila dibandingkan prevalensi
pemakaian alat/cara KB Provinsi Jambi yaitu sebesar 62,5 persen.
68
70
72
74
76
78
80
1991 1994 1997 2000 2002/3 2007 2010
73,25
74,575,28
79,8
78,3 78,35
76,4
Per
sen
Gambar 2.11.4. Tren Prevalensi Penggunaan Alat/Cara KB di Kota Jambi tahun 1991-2010
63 | Analisis Parameter Kependudukan
BAB III
Penutup
Demografi berperan sebagai alat analisis (tools of analysis) dengan kemampuannya
mengembangkan indikator-indikator kependudukan. Indikator-indikator kependudukan,
yang antara lain meliputi; jumlah penduduk, sex ratio, kepadatan penduduk, rasio
ketergantungan, angka harapan hidup, laju pertumbuhan penduduk, angka kematian
ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), median umur kawin pertama wanita, rata-rata
lama menempuh sekolah, dan prevalensi pemakaian alat/cara KB (CPR), dapat
dijadikan tolok ukur untuk perbandingan keadaan demografi sekelompok penduduk
tertentu dengan kelompok penduduk lainnya, atau perbandingan antar waktu dalam
analisis tren kependudukan. Hal ini sangat berguna, baik untuk memonitor kemajuan
maupun memonitor hasil-hasil pembangunan sosial dan ekonomi (Adioetomo dan
Samosir, 2010).
64 | Analisis Parameter Kependudukan
Daftar Pustaka
Adioetomo, S.M dan Samosir, O.B. 2010. Dasar-Dasar Demografi Edisi 2. Salemba
Empat. Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS) dan ORC Macro. 2007. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 2007, Calverton, Maryland, USA: BPS dan Macro Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat per
Provinsi. BPS. Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Provinsi Jambi Data
Agregat per Kabupaten/Kota. BPS. Jambi.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2000. Hasil Sensus Penduduk 2000 Nomor. 26/V/3 Juni
2002. BPS. Jakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2010. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014; Buku II
Memperkuat Sinergi Antar Bidang Pembangunan; Bab II Sosial Budaya dan
Kehidupan Beragama. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Buku Pemantauan Kesehatan
Remaja. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pusat Data dan Informasi Depkes RI.
2006. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta.