analisis pendapatan usahatani cabai merah di …repository.utu.ac.id/127/1/i-v.pdf · berdasarkan...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CABAI MERAH DI
KECAMATAN WOYLA KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Oleh
YULIZAR
06C10404008
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ACEH BARAT
2015
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CABAI MERAH DI
KECAMATAN WOYLA KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
Oleh
YULIZAR
06C1040008
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian
Universitas Teuku Umar Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR
ACEH BARAT
2015
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yaitu negara pertanian. Mayoritas
penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian baik itu sub
sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, maupun
kehutanan. Hal tersebut didukung pula oleh keadaan tanah dan iklim yang sesuai
sehingga memungkinkan produksi yang lebih besar dari berbagai sub sektor
pertanian yang ada di Indonesia.
Cabai (Capcicum annum, L) merupakan salah satu jenis komoditi sayur-
sayuran yang tidak bias ditinggalkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari, selain berfungsi sebagai bahan makanan cabai juga banyak mengandung zat-
zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia seperti protein,
(Capsaicin) lemak, (Flavenoid) karbohidrat, (Esensial). Rostini, 2012).
Selain sebagai pembangkit makanan, cabai dengan rasa pedasnya tersebut
bermanfaat untuk mengatur peredaran darah, memperkuat jantung, nadi, dan
syaraf, mencegah flu dan demam, meningkatkan semangat dalam tubuh, serta
menguangi encok dan rematik. Meskipun banyak manfaat cabai juga mempunyai
efek yang kurang baik bagi kesehatan.
Bagi masyarakat di kecamatan Woyla, terutama di Desa Pasi Ara dan desa
Drien Mangkok, dalam menanam tanaman cabai merah yang dibudidayakan
selama ini merupakan tanaman selingan disamping tanaman utama seperti
bertanam padi, karet, kelapa sawit, jagung serta kacang tanah. Walaupun
2
demikian tanaman cabai yang diusahakan dapat memopang kehidupan petani
dengan pendapatan yang beragam. Tanaman cabai merah yang diusahakan
mempunyai harga yang menjanjikan selama tahun 2015 ini, dan produksi yang
dihasilkan dapat menghidupkan 2 sampai 4 keluarga selama jangka waktu satu
bulan, disamping tanaman sawit yang dapat dipanen 2 minggu sekali, tanaman
jagung ataupun tanaman kacang tanah yang diusahakan.
Adapun perkembangan luas tanam, panen, dan produksi tanaman cabai di
Kecamatan Woyla Kabubaten Aceh Barat Tahun 2008 - 2012 dapat dlihat pada
tabel berikut.
Tabel 1. Luas Tanam, Panen, Produksi Tanaman Cabai Tahun 2009 – 2013, di
Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat Tahun 2015
No Tahun Luas Lahan
(ha)
Produksi
(ton)
Produktivitas
(ton/ha)
1.
2.
3.
4.
5.
2009
2010
2011
2012
2013
20
16
14
14
12
80
76.8
70
72.8
66
4.0
4.8
5.0
5.2
5.5
Jumlah 76 306.2 24.5
Rerata 15.2 61.24 4.9
Sumber: Kantor BP3K Woyla Tahun 2014.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Kecamatan Woyla
berturut-turut pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 terjadi pengurangan
luas lahan dan produksi, dan juga diikuti dengan adanya kestabilan penunjukkan
penurunan dan kenaikian produktivitasnya.
Berdasarkan status pengusaan lahan petani di Kecamatan Woyla,
kemingkinan perbedaan pendapatan petani cabai sangat bervariasi. Ini disebabkan
perbedaan penggunaan berbagai faktor-faktor produksi yang dilakukan petani di
3
wilayah tersebut. Perbedan ini menyebabkan hasil yang diperoleh petani atas
milik lahan merupakan hasil keseluruhan pendapatan petani tersebut.
Realita yang terjadi di kalangan petani setelah produksi tanamannya tidak
jarang petani yang menghitung detail analisis usahatani secara ekonomi. Artinya
mereka tidak pernah membuat perincian biaya-biaya yang dikeluarkan baik
berupa biaya pembelian pupuk, pestisida, sewa lahan, maupun biaya tenaga kerja
serta tidak pernah menghitung jumlah penerimaan dalam sekali panen. Sehingga
berapa keuntungan yang didapatkan dalam sekali panen hampir tidak diketahui.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pendidikan dan pengetahuan petani itu
sendiri.
Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh petani sangat mempengaruhi
motivasi petani itu sendiri dalam melakukan usahatani. Semakin besar pendapatan
yang diperoleh petani maka semakin giat dan bersemangat petani tersebut
melakukan usahataninya. Begitu juga sebaliknya semakin kecil pendapatan yang
diperoleh oleh petani maka semakin malas dan tidak bersemangat petani tersebut
dalam melakukan usahataninya, hal ini sangat menjanjikan dengan harga cabai
merah yang tinggi selama tahun 2015, dan kebutuhan pasar yang sangat
meningkat akan permintaan cabai merah ini. Dengan harga cabai merah yang
tinggi secara otomatis pendapatan petani juga bertambah disamping pendapatan
sampingan lainnya.
Sehubungan dengan uraian diatas, maka penulis terinspirasi untuk
menganalisis dengan judul” Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Merah di
Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat.”
4
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. seberapa besar pendapatan usaha tani cabai merah di di Desa Pasi Ara dan
Drien Mangko Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat.
2. Berapa biaya produksi dan penerimaan cabai merah per hektar di Desa
Pasi Ara dan Desa Drien Mangko Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh
Barat.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui berapa besar pendapatan usahatani cabai merah di Desa
Pasi Ara an Drien Mangko Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat.
2. Untuk mengetahui berapa besar biaya produksi dan penerimaan cabai
merah per hektar di Desa Pasi Ara dan Drin Mangko Kecamatan Woyla
Kabupaten Aceh Barat.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai berikut :
1. Sebagai bahan masukan bagi petani cabai merah dalam usaha meningkatkan
pendapatan usahatani cabai merah di Desa Pasi Ara dan Desa Drien Mangko.
2. Sebagai bahan studi dan referensi bagi mahasiswa yang berhubungan dengan
penelitian khususnya mahasiswa jurusan sosial ekonomi pertanian.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cabai
Cabai merupakan terna tahunan yang tumbuh tegak dengan batang
berkayu, banyak cabang, serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar
tajuk tanaman hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai
hijau gelap, tergantung varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun
mempunyai tulang menyirip. Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun
oval dengan ujung meruncing, tergantung spesies dan varietasnya (Redaksi Agro
Media, 2008).
Cabai yang pertama kali dibawa oleh Columbus ke Spanyol adalah cabai
merah (Capsicum annum). Cabai tersebut merupakan herba semusim yang
berbuah pada umur 3 bulan dan berumur hingga 6 bulan. Kini, cabai banyak
mengalami perubahan, baik dari bentuk, rasa, maupun warna, seperti yang kita
kemui sehari-hari dipasar (Redaksi Agro Media, 2008).
2.2 Produktivitas Cabai
Tingkat konsumsi cabai di Indonesia terbilang cukup tinggi dan
cenderung meningkat setiap tahun. Pada tahun 2010, permintaan cabai nasional
mencapai 1.220.088 ton dengan rata-rata konsumsi cabai per kapita per tahun
berkisar antara 4-5 kg. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan jenis sayuran
lainnya, seperti tomat dan kentang yang memiliki rata-rata konsumsi per kapita
per tahun sebanyak 3,13 kg dan 3,69 kg (Rostini, 2012).
6
Namun tingginya kebutuhan cabai seegar dan cabai untuk industri belum
mampu diimbangi oleh ketersediaan produksi cabai dalam negeri oleh petani.
Pasalnya, jumlah produksi cabai nasional cenderung berfluktuatif akibat cuaca
ekstrem serta tingkat serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi. Pada
beberapa kasus, petani mejadi enggan menanam cabai dan mulai beralih menanam
komoditas lain sehingga sentra produksi tidak mampu memenuhi permintaan
pasar. Produksi dan produktivitas cabai pada tahun 2006 sampai dengan 2010,
untuk cabai besar sebesar 3.705.211 dengan luas lahan sebesar 569.954, maka
produktivitasnya sebesar 6,5 ton per hektar.
2.3 Konsep Biaya
Biaya adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk
memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan
digunakan untu mrnciptakan barang-barang yang diproduksi perusahaan tersebut.
2.3.1 Macam-macam Biaya
Untuk tujuan yang berbeda, biaya dapat dibedakan dalam berbagai
cara, sebagaimana Supriyono (2002) mengemukakan bahwa: Pengolahan biaya
adalah proses mengelompokkan secara sistematis atas keseluruhan elemen yang
ada kedalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat
memberikan informasi yang lebih mempunyai arti atau lebih penting.
- Biaya Tetap (TFC)
Keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi
(input) yang tidak dapat diubah jumlahnya.
7
- Biaya Tidak Tetap (TVC)
Keseluruhan biaya yang dikeluakan untuk memperoleh faktor produksi
yang dapat diubah jumlahnya.
- Biaya Total (TC)
Keseluruhan jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.
Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
TC = TFC + TVC
Dimana:
Total Cost = Total Fixed Cost + Total Variabel Cost
Biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap
adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dipakai dalam satu produksi seperti
sewa tanah, serta penyusutan alat-alat peratanian beserta perawatannya. Untuk
biaya variabel antara lain bibit, pupuk , obat-obat pembasmi hama, upah tenaga
kerja (Rahardi, 2007). Kemampuan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pendapatan usahatani kacang tanah ini dipengaruhi oleh perhitungan analisis
diantaranya Break Even Point (BEP), dan Benefit Cost Ratio (B/C ratio).
2.4 Konsep Penerimaan
Ada beberapa kriteria pengujian pendapatan petani cabai merah
diantaranya Break Even Point (BEP), Return of Investment (RoI), dan Benefit
Cost Ratio (B/C ratio) (Rahardi, 2007)
Total Biaya
1). BEP = ------------------------
Harga penjualan
2). π = TR – TC
8
Keterangan :
π = Laba/rugi
TR = Penerimaan total
TC = Pengeluaran (biaya total)
Kegiatan produksi dalam setiap usaha tani merupakan suatu bagian usaha
dimana biaya dan penerimaan sangat penting sekali. Hal yang terpenting dalam
usahatani adalah bahwa usaha tani senantiasa berubah baik dalam ukurannya
maupun susunannya. Hal ini karena petani selalu mencari metode usaha tani yang
baru dan efisien serta dapat meningkatkan produksi yang sangat tinggi (Mosher,
2007).
Pendapatan Usaha tani adalah perkalian antara produksi dengan harga
jual. Biaya usaha tani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu
usaha tani dan pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dengan
pengeluaran usaha tani (Soekartawi, 2005).
Pendapatan keluarga petani adalah kegiatan yang diperoleh dari kegiatan
pertanian. Pendapatan keluarga diharapkan mencerminkan tingkat kekayaan dan
besarnya modal yang dimiliki petani. Pendapatan yang besar mencerminkan
tersedianya dana yang cukup dalam usaha tani (Soekartawi, 2007)
Kegiatan produksi dalam setiap usaha tani merupakan suatu bagian usaha
dimana biaya dan penerimaan sangat penting sekali. Hal yang terpenting dalam
usaha tani adalah bahwa usahatani senantiasa berubah baik dalam ukurannya
maupun susunannya. Hal ini karena petani selalu mencari metode usaha tani yang
baru dan efisien serta dapat meningkatkan produksi yang sangat tinggi (Mosher,
2007).
9
Pendapatan Usaha tani adalah perkalian antara produksi dengan harga
jual. Biaya usaha tani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu
usaha tani dan pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dengan
pengeluaran usahatani. Pendapatan keluarga petani adalah kegiatan yang
diperoleh dari kegiatan pertanian. Pendapatan keluarga diharapkan mencerminkan
tingkat kekayaan dan besarnya modal yang dimiliki petani. Pendapatan yang besar
mencerminkan tersedianya dana yang cukup dalam usaha tani (Soekartawi, 2005).
Dengan demikian proses produksi yang dilakukan oleh seorang produsen
akan menghasilkan sejumlah barang, atau produk. Produk inilah yang merupakan
jumlah barang yang akan dijual dan hasilnya merupakan jumlah penerimaan bagi
seorang produsen. Jadi secara pengertian penerimaan adalah sejumlah uang yang
diterima oleh produsen atas penjualan produk yang dihasilkan (Soekartawi, 2005).
2.5 Konsep Dasar Pendapatan
Salah satu masalah yang dihadapi Negara Indonesia sekarang ini adalah
bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang dilakukan melalui
pembangunan diberbagai bidang. Hal ini nampak semakin dielakkanya
pembangunan dibidang pertanian utamanya sub sektor tanaman hortikultura.
Salah satu subsector tanaman hortikultura adalah usahatani cabai merah,
Petani cabai merah dalam melakukan proses produksi untuk menghasilkan output,
diperlukan biaya pengeluaran-pengeluaran yang digunakan dalam
mempertahankan kelangsungan proses produksi tersebut. Dalam usahatani cabai
merah diharapkan adanya peningkatan pendapatan sekaligus peningkatan
10
kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan petani cabai merah pada khususnya.
Karena salah satu ukuran kesejahteraan masyarakat adalah dengan peningkatan
pendapatannya.
Ditinjau dari segi rumah tangga perusahaan, maka pendapatan pada
prinsipnya mempunyai sifat menambah atau menaikkan nilai kekayaan pemilik
perusahaan, baik dalam bentuk penerimaan maupun tagihan. Untuk memperjelas
pengertian tentang pendapatan, dikemukakan pengertian pendapatan dari para
ahli:
Menurut Indriyo (2000) mengatakan bahwa: “ Pendapatan adalah jumlah
balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses
produksi meliputi upah/gaji, sewa tanah, bungan dan keuntungan.
Pendapatan nasional menurut Lincolin Arsyad (2004) merupakan nilai
produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan suatu perekonomian
(Negara) dalam waktu satu tahun. Dari Pendapatan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan adalah semua barang, jasa
dan uang yang diperoleh atau diterima oleh seseorang atau masyarakat dalam
suatu periode tertentu dan biasanya diukur dalam satu tahun yang diwujudkan
dalam skop individual yang disebut pendapatan perkapita (personal income).
Dalam pengertian umum pendapatan adalah hasil pencaharian usaha.
Boediono (2002) mengemukkan bahwa pendapatan adalah hasil dari penjualan
faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi.
Winardi (2002 ) pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya
yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi. Sedangkan
11
menurut Niswonger (2002) Pendapatan adalah jumlah yang ditagih kepada
pelanggan atas barang ataupun jasa yang diberikan kepada mereka.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan
merupakan selisih jumlah antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya
produksi.
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat.
Pemilihan daerah tersebut dikarenakan karena daerah ini merupakan sentra
produksi cabai merah di kabupaten Aceh Barat. Selain itu daerah ini mudah
dijangkau oleh peneliti sehingga mempermudah penelitian, Adapun waktu
penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei sampai dengan Oktober 2015
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
berupa:
1. Observasi, yaitu cara pengumpulan data dengan mengamati langsung
dilapangan.
2. Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan jalan
mengumpulkan data melalui keterangan secara tertulis yang
merupakan dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan data
yang dibutuhkan dalam penelitian.
3. Wawancara langsung dengan pihak yang berkompeten.
4. Angket yaitu suatu teknik atau alat pengumpulan data dengan jalan
mengajukan daftar pertanyaan mengenai masalah yang hendak
diteliti kepada responden untuk dijawab.
13
3.3 Populasi Dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek yang akan diteliti, yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah semua petani yang mengusahakan tanaman
cabai merah di Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat. Populasi yang
diambil terdapat pada Desa Pasi Ara, karena pelaku usahatani cabe merah di
kedua berjumlah sangat kecil maka sampel yang diambil seluruh populasi
dengan jumlah Kepala Keluarga 21 orang Desa Drien Mangko dan 15 orang
Desa Pasi Ara.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah obyek yang diambil dengan cara mereduksi objek
penelitian yang dianggap representatif terhadap populasi. Rosalida (2010)
bahwa jika jumlah subyeknya besar, maka dapat diambil sampel antara 10 -
30%. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple remdom sampling
(secara sederhana) dengan alasan petani di desa merupakan petani cabai merah.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Jumlah Populasi dan Besarnya Sampel di Daerah Penelitian
Tahun 2015
No Nama Desa Jumlah Populasi
(orang)
Sampel
(Orang)
Ket
(%)
1 Drien Mangko 21 7 30
2 Pasi Ara 15 5 30
Jumlah 36 12
14
Berdasarkan tabel di atas jumlah sampel diambil berdasarkan dua desa
yaitu Desa pasi Ara dan Drien Mangko berjumlah 7 orang untuk Desa drien
mangko dan 5 orang untuk Desa pasi ara.
3. Batasan Variabel
Adapun batasan variabel-variabel dalam penelitia ini adalah:
a. Produksi adalah hasil panen cabai merah yang diperoleh dalam satu kali
musim tanam panen (Kg)
b. Pendapatan petani adalah penghasilan bersih dari produksi yang dihasilkan
oleh petani (Rp)
c. Harga produksi adalah harga penjualan cabai merah di daerah penelitian
(Rp)
d. Biaya produksi merupakan besarnya nilai dikorbankan untuk memperoleh
faktor produksi yang diguanakan oleh petani (Rp)
3.4 Teknik Analisis Data
Data yang telah diperoleh dari lapangan diolah dan ditabulasikan ke dalam
bentuk tabel aris sesuai dengan kebutuhan analisis.
1. Untuk mengetahui pendapatan usahatani cabai merah, digunakan rumus
sebagai berikut:
π = TR – TC ............................(Soekartawi, 2007)
Keterangan:
π = Laba/rugi
TR = Total Revenue (penerimaan total)
15
TC = Total Cost (Seluruh Biaya tetap dan tidak
tetap)
TR = P x Q
Dimana :
P = Harga (Price)
Q = Jumlah (Quantity)
TC = FC + VC
FC = Biaya Tetap (Fixed Cost)
VC = Biaya Variabel (Variabel Cost)
2. Untuk mengetahui Titik Balik Modal (Break Even Point) menggunakan
rumus:
BEP Produksi = P
TC …………(Noor, 2007)
BEP Harga = Q
TC
3. Untuk mengetahui Benefit Cost ratio (B/C ratio) menggunakan rumus,
Noor, 2007)
B/C ratio = TC
TR
B/C < 1 = usahatani tanaman cabai merah mengalami kerugian (tidak layak)
B/C > 1 = usahatani tanaman cabai merah mengalami keuntungan (layak
diusahakan)
B/C = 1 = usahatani tanaman cabai merah mencapai titik impas (pulang
pokok)
16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian
Gampong Drien Mangko dan Pasi Ara termasuk dalam wilayah
Kecamatan Woyla Kabupaten Aceh Barat dengan luas wilayah sebesar 383 km
yang terdiri dari 43 gampong dan 3 kemukiman. Luas wilayah gampong Drien
Mangko dan Pasi Ara berjumlah 30.000 ha. Adapun batas-batas wilayah gampong
sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Woyla Timur
- Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Woyla
- Sebelah Timur berbatasan dengan Blang Me
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Alue Blang
4.2 Karakteristik Petani
Dalam penelitian ini, unsur-unsur karakteristik petani yang dianalisa
meliputi umur, pendidikan, pengalaman, besarnya jumlah tanggungan dan luas
lahan garapan yang mempunyai hubungan dengan kemampuan petani dalam
mengalokasikan sumber daya yang dimiliki.
Jumlah tanggungan yang relatif besar akan menekan biaya produksi
yang dibayarkan petani akan kecil. Dengan penambahan tenaga kerja dalam
keluarga akan menambah pendapatan yang diterima petani. Keseriusan dalam
penerapan teknologi juga akan semakin baik apabila diusahakan oleh anggota
keluarga bila dibandingkan dengan tenaga kerja borongan (luar keluarga). Data
17
karakteristik petani sampel Usaha Tani Cabai Merah di daerah penelitian
tercantum pada Lampiran 1. Rata-rata karakteristik petani sampel di daerah
penelitian diperlihatkan pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Karakteristik Petani Sampel Pada Usaha Tani Cabai Merah
Berdasarkan Luas Lahan di Daerah Penelitian, Tahun 2015.
No Luas Lahan Jumlah Responden Persentase
1 0,06 4 33,33%
2 0,09 5 41,67%
3 0,13 3 25,00%
Jumlah 12
Sumber: Data Primer (diolah), Tahun 2015.
Tabel 2 menjelaskan bahwa luas lahan petani sebesar 0,06 ha, sebanyak
4 orang atau sebesar 33,33%, luas lahan 0,09 ha, sebanyak 5 orang dengan
persentase sebesabar 41,67%, dan luas lahan 0,13 ha, sebanyak 3 orang dengan
persentase sebesar 25%. Berdasarkan hasil penelitian, luas lahan petani dengan
luas rata-rata 0,09 ha atau 1,44 rante. Ini menunjukkan lahan yang diusahakan
petani di Desa Pasi Ara dan Desa Drien Mangko masih sempit, artinya
pendapatan yang didapatpun masih belum dapat menghidupi keluarga yang
mempunyai tanggungan rata-rata 3 orang. Dengan demikian luas lahan petani
tersebut tidak dapat mewakili pendapatan yang layak bagi usaha tani cabai
merah di desa tersebut.
18
Tabel 3. Karakteristik Petani Sampel pada Usaha Tani Cabai Merah
Berdasarkan Umur di Daerah Penelitian, Tahun 2015.
No Umur Jumlah Responden Persentase
1 25 – 30 1 8,33%
2 31 – 35 3 25,00%
3 36 – 40 3 25,00%
4 41 – 50 5 41,67%
Jumlah 12 100%
Sumber: Data Primer (diolah), Tahun 2015.
Tabel 3 menjelaskan bahwa batas umur antara 25 – 30 tahun, jumlah
responden 1 orang, batas umur 31 – 35 tahun dan 36 - 40, berjumlah responden
6 orang (50%), dan yang berumur antara 41 – 50 tahun berjumlah 5 orang
(41,67%). Hal ini membuktikan bahwa rata-rata usia petani sampel masih
tergolong usia produktif. Sukirno (2001) menyatakan umur produktif di negara
berkembang antara 31-40 tahun. Berdasarkan pendapat Sukirno (2001),
mengatakan umur produktif petani di desa berkisar antara 31 – 40 tahun,
dengan demikian usia petani di Desa Pasi Ara dan Desa Drien Mangko rata-
rata berumur 41 – 50 tahun, artinya petani ini tidak produktif lagi dalam
mengusahakan usaha taninya. Dengan demikian pendapatan yang didapat
petani di kedua Desa belum mencukupi untuk menghidupkan keluarga petani.
Soeharjo dan Patong (2005) mengatakan bahwa umur petani akan
mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan cara berfikir. Petani yang lebih
muda biasanya cenderung lebih agresif dan lebih dinamis dalam berusaha tani
bila dibandingkan dengan petani yang lebih tua. Di samping itu umur juga
mempengaruhi seorang petani dalam mengelola usaha taninya. Petani dengan
19
umur yang relatif muda akan mampu bekerja keras bila dibandingkan dengan
petani yang lebih tua.
Tabel 4. Karakteristik Petani Sampel pada Usaha Tani Cabai Merah
Berdasarkan Pendidikan di Daerah Penelitian, Tahun 2015.
No Pendidikan Jumlah Responden Persentase
1 SMP 3 25,00%
2 SMA 7 58,34%
3 D3 1 8,33%
4 S1 1 8,33%
Jumlah 12 100,00%
Sumber: Data Primer (diolah), Tahun 2015.
Tabel 4 menjelaskan bahwa pendidikan petani yang tamat SMP
sebanyak 3 orang (25,00%), pendidikan SMA sebanyak 7 orang (58,34%),
pendidikan D3 dan S1 masing-masing berjumlah 1 orang (8,33%). Rata-rata
tingkat pendidikan petani sampel di daerah penelitian adalah SMA, berarti
sudah menamatkan Sekolah Mengenah Pertama (SMP). Berdasarkan Tabel 4
diatas, pendidikan petani di Desa Pasi Ara dan Desa Drien Mangko sudah
menamatkan pendidikan SMA, dengan kata lain pendidikan petani di kedua
Desa mempunyai pengetahuan yang baik tentang berusahatani cabai merah.
Adapun pendidikan juga mempengaruhi petani dalam mengelola usaha tani
cabai merah untuk memenuhi kebutuhan disamping usaha tani lain seperti
menanam jagung, kacang panjang dan tanaman tahunan seperti kelapa sawit
dan coklat. Dengan demikian usaha tani yang dijalankan petani di kedua desa
akan sangat berpengaruh terhadap kehidupan mereka di desa tersebut.
Tingkat pendidikan merupakan faktor yang menentukan dalam
kemampuan seorang petani mengadopsi teknologi. Tingkat pendidikan yang
rendah akan mengakibatkan daya serap petani terhadap perkembangan
20
teknologi menjadi lambat, sehingga terjadi kesulitan dan membutuhkan waktu
yang lama untuk mengadopsi hal-hal yang baru. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi kemampuan yang dimilikinya
dalam mengembangkan dan menerapkan segala sesuatu yang menyangkut
usaha tani nya.
Tabel 5. Karakteristik Petani Sampel pada Usaha Tani Cabai Merah
Berdasarkan Pengalaman di Daerah Penelitian, Tahun 2015.
No Pengalaman (tahun) Jumlah Responden Persentase
1 0 – 10 3 25,00%
2 11 – 20 6 50,00%
3 21 – 30 3 25,00%
Jumlah 12 100%
Sumber: Data Primer (diolah), Tahun 2015.
Tabel 5 menjelaskan bahwa pengalaman petani antara 0 – 10 dan 21- 30
tahun sebanyak 6 orang, dan pengalaman 11 – 20 sebanyak 6 orang (50%),
Berdasarkan penjelasan tabel, bahwa pengalaman petani turut mempengaruhi
kemampuan petani dalam menerima inovasi baru dalam upaya peningkatan
produksi. Rata-rata pengalaman petani sampel adalah 17 tahun dalam berusaha
tani. Keadaan ini menunjukkan bahwa petani sampel telah cukup
berpengalaman dalam mengelola usaha taninya. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan, pengalaman petani di Desa Pasa Ara dan Desa Drien
Mangko mempunyai pengalaman diatas 17 tahun yang mempunyai persentase
sebesar 75% atau berjumlah 9 orang. Dari pengalaman yang didapat, petani
tersebut sudah dapat memenuhi pendapatan yang layak sebagai petani cabai
merah.
Pengalaman dalam berusaha tani juga menentukan keberhasilan suatu
Usaha Tani. Petani dengan pengalaman kerja yang lebih lama akan lebih muda
21
mengambil keputusan yang baik pada saat yang tepat. Selain dari pada itu
pengalaman seseorang merupakan indikator terhadap kemampuan dalam
mengembangkan Usaha Tani nya. Dengan pengalaman yang lebih lama,
pengalokasian sumber daya yang dimiliki akan lebih efektif.
Tabel 6. Karakteristik Petani Sampel pada Usaha Tani Cabai Merah
Berdasarkan Tanggungan di Daerah Penelitian, Tahun 2015.
No Tanggungan Jumlah Responden Persentase
1 0 – 3 8 66,67%
2 4 - 6 4 33,33%
Jumlah 12 100%
Sumber: Data Primer (diolah), Tahun 2015.
Tabel 6 menjelaskan bahwa tanggungan petani 0 – 3 orang be, hal ini
membuktikan berjumlah 8 orang (66,67%) dan tanggungan 4 – 6 orang
berjumlah 4 orang (33,33%).
Rata-rata tanggungan keluarga petani sampel di daerah penelitian
adalah 3 jiwa. Dengan jumlah tanggungan yang besar, pencurahan tenaga kerja
dalam keluarga relatif lebih besar pula terhadap kegiatan Usaha Tani Cabai
Merah di daerah penelitian. Hal ini penggunaan pencurahan tenaga kerja luar
keluarga (LK) harus di prioritaskan, dengan alasan biaya yang dibayar tenaga
kerja upahan atau bersifat borongan.
Jumlah tanggungan atau jumlah orang yang menjadi tanggung jawab
petani terhadap kelangsungan hidup dan pendidikannya juga mempengaruhi
pendapatan dan pengeluaran keluarga petani. Jumlah tanggungan juga
merupakan aset tersendiri bagi keluarga petani. Dengan jumlah tanggungan
yang besar maka petani akan memiliki tenaga kerja dalam keluarga yang lebih
22
besar pula. Hal ini akan berpengaruh terhadap biaya yang sebenarnya termasuk
dalam penerimaan keluarga tani.
4.3 Penggunaan Tenaga Kerja
Pencurahan tenaga kerja dari setiap jenis pekerjaan yang dilakukan,
dengan rata-rata waktu kerja 8 jam per hari per orang bersih dalam per orang
yang bersifat borongan atau pekerjaan dilakukan oleh tenga luar keluarga
(LK). Tenaga kerja penerima upah sangat bervariasi terhadap pencurahan
tenaga kerja pada usaha tani Cabai Merah berdasarkan luas lahan yang
diusahakan petani. Adapun upah yang diberikan sangat bervariasi. Tenaga
kerja yang dicurahkan dalam usaha tani Cabai Merah di daerah penelitian pada
umumnya bersumber dari luar keluarga (LK). Adapun jenis-jenis kegiatan
yang dilakukan meliputi pengolahan tanah, penamanan, pemupukan,
pemetikan penyemaian, pengendalian gulma, pengendalian HPT dan panen.
4.4 Penggunaan Sarana Produksi
Penggunaan Sarana produksi dalam usaha tani Cabai Merah di daerah
penelitian, dalam penggunaan sarana produksi ini petani banyak yang
menggunakan sarana poduksi yang meliputi bibit serta karung, polibag dan
pupuk organik dan anorganik serta penggunanan pestisida. Di daerah
penelitian petani menggunakan pupuk lengkap dalam upaya menjaga
pertumbuhan tanaman Cabai Merah untuk tumbuh subur dan produksi yang
baik.
Sedangkan pengunaan pestisida adalah untuk membasmi tanaman
pengganggu serta menjaga agar lahan Cabai Merah tetap bersih, dimasukkan
23
dalam perhitungan, ini melihat pengaruh penggunaannya terhadap produksi
Cabai yang dihasilkan. Sedangkan peralatan yang dipergunakan dalam rangka
produksi adalah karung untuk mengangkat buah Cabai Merah dari lahan.
Perincian pencurahan sarana dan prasarana produksi menurut fase kegiatan di
daerah penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Adapun rata-rata penggunaan
sarana produksi pada daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Rata-rata Per Petani dengan Luas Lahan 0,09 Penggunaan
Sarana dan Alat Produksi pada Usaha Tani Cabai Merah di
Daerah Penelitian per Musim Tanam, Tahun 2015.
No Jenis Sarana
Produksi Satuan Jumlah Kuantitas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Bibit
Urea
SP 36
Organik
Mulsa
Sidabas
Chip
Kirakron
Karung
Polibag
Cangkul
Sprayer
Sachet
Kg
Kg
Kg
Gulung
Btl
Btl
Btl
Buah
Buah
Unit
Unit
0,73
13,35
17,80
445,00
1,67
1,67
1,67
1,67
29,17
2,92
1,75
1,00
Sumber: Data Primer (diolah), Tahun 2015
Tabel 7 menjelaskan bahwa rata-rata penggunaan sarana Biaya
produksi dalam Usaha Tani Cabai Merah terbesar terdapat pada penggunaan
bibit sebanyak 0,73 sachet, urea sebanyak 13,35 kg, SP 36 sebanyak 17,80,
organik sebanyak 445 kg, mulsa sebanyak 1,67 gulung, sidabas sebanyak 1,67
botol, chip sebanyak 1,67 botol, kirakron sebanyak 1,67 botol, karung
sebanyak 29,17 buah, dan polibag 2,92 buah, cangkul sebanyak 1,75 unit,
sprayer sebanyak 1,00 unit. Hal ini akan menyebabkan terjaganya kondisi
24
lahan yang subur dalam menghasilkan produksi buah Cabai Merah di daerah
penelitian. Sedangkan dengan rata-rata luas lahan 0,09, penggunaan sarana
produksi dan alat produksi pertanian pada usaha tani cabai merah dapat dilihat
pada Lampiran 3.
4.5 Biaya Produksi
Biaya produksi yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah seluruh
pengeluaran yang dibayar untuk satu kali musim panen. Perhitungan
didasarkan atas harga-harga yang berlaku di daerah penelitian.
4.6 Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang dikelurkan secara bertahap (periodik)
dan besarnya selalu konstan atau tetap, tidak terpengaruh oleh besar kecilnya
volume usaha atau proses bisnis yang terjadi pada periode tersebut. Biaya tetap
juga bisa disebut sebagai biaya operasional.
Adapun biaya tetap dari usaha tani Cabai Merah di daerah penelitian
yaitu terdiri dari biaya pembelian cangkul dan sprayer, untuk lebih jelas dapat
dilihat pada Lampiran 2.
4.7 Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya selalu berubah, tergantung
pada volume usaha atau bisnis yang kita lakukan. Biaya variabel juga bisa
disebut biaya produksi per unit produk. Biaya yang diperhitungkan meliputi
biaya tenaga kerja, biaya sarana produksi dan biaya pupuk. Biaya upah tenaga
kerja borongan yang seluruhnya berasal dari luar keluarga.
25
Adapun perincian penggunaan rata-rata biaya-biaya sarana produksi
dan peralatan pertanian ini dapat di lihat pada Tabel 8 berikut dibawah ini.
Tabel 8. Rata-rata Per Petani dengan Luas Lahan 0,09 Penggunaan
Biaya Produksi pada Usaha tani Cabai Merah Per Musim
Tanam di Daerah Penelitian, Tahun 2015.
No Komponen Biaya
Biaya Produksi
Total Biaya (Rp) Biaya Tetap
(Rp)
Biaya Tidak
Tetap (Rp)
1 Biaya Penyusutan
1. Cangkul
2. Sprayer
35.000
83.333
-
-
83.333
35.000
2 Biaya variabel
1. Bibit
2. Karung
3. Mulsa
4. Polibag 5. Pupuk:
a. Urea
b. SP 36 c. Organik
6. Pestisida:
a. Sidabas b. Chip
c. Kirakron
-
-
-
-
-
- -
- -
-
94.791,67
87.500
218.750
58.333,33
25.365
445,00 311.500
51.041,67 43.750
58.333,33
94.791,67
87.500
218.750
58.333,33
25.365
44.500 311.500
51.041,67 43.750
58.333,33
3 Biaya Tenaga kerja - 2.811.250 2.811.250
Jumlah 118.333 1.347.198 4.363.749
Sumber: Data Primer (diolah), Tahun 2015
Tabel 8 menjelaskan bahwa pengeluaran terbesar dalam penggunaan
biaya tidak tetap produksi yang dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja sebesar
Rp. 2.811.250. Biaya ini diperuntukkan untuk membayar biaya tenaga kerja
yang berasal dari luar keluarga. Sedangkan biaya variabel terdiri dari
pembelian bibit, karung mulsa, polibag, pupuk organik dan anorganik serta
pembelian pestisida dan biaya tenaga kerja Besarnya biaya yang dikeluarkan
oleh petani sampel adalah Rp. 1.347.198/ha dan biaya penyusutan sebesar Rp
118.333/ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Sedangkan
penggunaan biaya produksi rata-rata per hektar pada usahatani cabai merah
dapat dilihat pada Lampiran 4.
26
4.8 Pendapatan Usaha Tani
Pendapatan usaha tani yang dimaksud dalam penelitian adalah
pendapatan usaha tani Cabai Merah yang diperoleh dalam satu kali musim
panen. Pendapatan usaha tani dalam penelitian ini adalah pendapatan yang
merupakan hasil pengurangan antara hasi produksi dengan seluruh biaya
produksi yang dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Rata-rata
pendapatan pada usaha tani Cabai Merah di daerah penelitian dapat dilihat
pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Rata-rata Nilai Produksi per usaha tani Cabai Merah di Daerah
Penelitian per Hektar, Bulan Mei sampai dengan Oktober 2015,
Tahun 2015.
No Uraian Satuan Rata-rata
1 Produksi Kg 4.923
2 Harga Jual Rp 201.869
3 Total penerimaan Rp 88.612.150
4 Biaya produksi Rp 44.131.963
5 Penerimaan Bersih Rp 44.480.187
Sumber: Data Primer (diolah), Tahun 2015
Tabel 9, Dapat dijelaskan bahwa total penerimaan per tahun pada usaha
tani Cabai Merah sebesar Rp. 88.612.150, dan biaya produksi yang dikeluarkan
selama semusim sebesar Rp 44.131.963 dan penerimaan bersih yang diterima
petani Cabai Merah selama per musim sebesar Rp 44.480.187. Pendapatan ini
cukup untuk menghidupi kebutuhan keluarga dengan rata-rata tanggungan
sebesar 3 orang, disamping penembahan usaha tani lainnya seperti adanya
kebun kepala sawit, bertanam tanaman hortikultura lainnya. Perincian
pendapatan usaha tani Cabai Merah tercantum pada Lampiran 5.
27
4.9 Benefit Cost Ratio (B/C ratio)
Perhitungan Benefit Cost Ratio adalah memperhitungkan antara
pendapatan total dengan biaya total yang dikeluarkan selama proses produksi
usaha tani Cabai Merah di daerah penelitian. Dalam perhitungan ini hanya
memasukan nilai produksi rata-rata petani sampel sebesar Rp 88.612.150, dan
nilai biaya produksi yang dikeluarkan selama proses produksi sebesar Rp
44.131.963. Maka nilai B/C ratio sebagai berikut:
88.612.150
B/C ratio = ------------------
44.131.963
= 2,00
Nilai B/C ratio 2,00 memberikan arti bahwa dengan modal Rp. 1
menghasilkan pendapatan sebesar Rp 2,00
Hal ini menunjukkan perbandingan menghasilkan nilai diatas nilai 1 (B/C
ratio > 1), artinya usaha tani Cabai Merah layak diusahakan oleh petani sampel.
4.10 Break Even Point (Titik pulang pokok) Harga Produksi
Perhitungan Break Even Point (BEP) produksi menggambarkan harga
terendah dari produksi Cabai Merah yang dihasilkan. Harga BEP ini adalah
membandingkan antara rata-rata biaya yang dikeluarkan dengan rata-rata produksi
yang dihasilkan.
28
Agar usaha tani untung, maka petani harus menjual produksi Cabai
Merahnya diatas harga dasar ini, perhitungan BEP produksi dapat dilihat sebagai
berikut:
44.131.963
BEP(p) = -----------------
4923
= Rp 8964,44
BEP (p) sebesar Rp 8964,44 menunjukkan bahwa masih berada dibawah
harga pasar (Rp. 18.000), berarti usaha tani Cabai Merah menguntungkan, bila
harga Rp 8964,44. Apabila kemungkinan petani akan menjual pada harga Rp
8964,44 pun akan mendapatkan modal kembali (pulang pokok), karena harga
yang terjadi diatas harga BEP(p).
4.11 Break Event Point (Titik Pulang Pokok) Volume Produksi
Perhitungan BEP atas dasar unit produksi menggambarkan produksi
minimal yang harus dihasilkan dalam usaha tani agar tidak mengalami kerugian.
Volume produksi ini adalah membandingkan antara rata-rata biaya yang
dikeluarkan dengan rata-rata harga produksi yang diperjualbelikan. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus:
44.131.963
BEP (q) = ----------------
201.869
= 218,62 kg
Artinya pada produksi 218,62 kg usaha tani cabai merah tidak merugi,
pada angka produksi 218,62 kg berada dibawah angka produksi (439 kg), artinya
petani juga tidak mendapat kerugian apabila menjual pada angka 218,62 kg,
29
artinya masih dibawah produksi yang diminta produsen dari hasil BEP(q), maka
usaha tani ini juga menguntungkan petani. Jika produksi cabai merah yang
dihasilkan petani sebesar 218,62 kg, maka petani masih diuntungkan apabila
dijual dengan harga Rp 8963,78.
30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Total penerimaan yang diterima petani dari usahatani cabai merah per
musim tanam dengan luas lahan rata-rata 0,09 di daerah penelitian sebesar
Rp. 7.901.250. Biaya produksi usahatani cabai di Desa Pasi Ara dan Drien
Mangko sebesar Rp 3.935.100, maka pendapatan bersih sebesar Rp.
3.966.150,
2. Untuk total penerimaan yang diterima petani di desa Pasi Ara dan Desa
Drien Mangko dengan luas lahan per hektar sebesar Rp 88.612.150, yang
dikemudian biaya produksi per hektar yang digunakan sebesar Rp 44. 131.
963, maka penerimaan bersih per hektar yang diterima petani sebesar Rp.
44.480.187.
5.2 Saran
1) Bagi para petani diharapkan terus dapat meningkatkan produksi dan
produktivitas, dengan memperluas lahan pertanian cabai merah,
pemupukan yang sempurna dan menekankan biaya permodalan agar
dapat meningkatkan pendapatan dan menambah keuangan keluarga.
31
2) Diharapkan kepada petani cabai merah dengan produksi yang tinggi
untuk memenuhi permintaan pasar, maka mutu produksi harus selalu
terjamin.
3) Bagi mahasiswa diharapkan dapat memberikan atau menyumbangkan
ilmunya bagi para petani dilapangan.
4) Diharapkan Pemerintah Kecamatan khususnya BP3K setempat agar
hendaknya berperan aktif dalam berhubungan langsung dengan petani
serta dapat memberikan masukan-masukan terhadap peningkatan
produksi cabai merah di kedua Desa tersebut.
32
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Sekolah Tinggi Ekonomi.
Yogyakarta.
Boediono, 2002. Ekonomi mikro Pendapatan Petani Pengantar Ilmu Ekonomi.
BPFE. Yogyakarta.
Indriyo, Gitosudarmo, 2000. Manajemen Produksi. PT. Raja Grafindo Persada
Jakarta.
Mosher, A. T., 2007, Menggerakan dan Membangun Pertanian, Cetakan Ketujuh,
Penerbit CV Yasaguna. Jakarta.
Noor. Hendrifarial, 2007. Ekonomi Managerial. Raja Grafindo. Jakarta.
Niswonger. 2002. Prinsip-prinsip Akuntansi 1. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Prajnata, Final, 38 Kiat Sukses Bertanam Cabai di Musim Hujan, Penebar
Swadaya. Jakarta
Rahardi, F 2007. Agribisnis Buah-buahan. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.
Rahardja dan Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi. Penerbit Fakultas
Ekonomi. Jakarta.
Rosalinda, F. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. CV. Andi Offisit. Jakarta.
Rostini neni, 2012. Strategi Bertanam Cabai. Agromedia. Jakarta
Redaksi Agro Media, 2008. Budi daya dan Bisnis Cabai. Agromedia Pustaka.
Jakarta
Sukirno.2013. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. PT. Raja Grafindo Persada
Grafik Indonesia. Jakarta.
Soekartawi, 2005. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta
Soekartawi, 2007. Teori Ekonomi Produksi. Rajawali Press. Jakarta.
Suprioyo. 2002. Macam-macam Biaya Usahatani. Penebar Swadaya. Bandung.
Winardi. 2002. Promosi dan Reklame. PT Mandar Maju. Bandung.