analisis perkembangan pemikiran fungsi dan peran …
TRANSCRIPT
78
ANALISIS PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FUNGSI
DAN PERAN EKONOMI ISLAM
DALAM MENGATASI KRISIS KEUANGAN GLOBAL
Oleh :
Drs. Lasimun
Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta
Gedung Sentra Kramat Jl. Kramat Raya No.7-9 Jakarta Pusat 10450 Indonesia
Telp. 021-31904598 Fax. 021-31904599
Email : [email protected]
ABSTRACT
Mistake of looking at economic problems are causing errors in solving economic
problems. Regard the capitalist economic system economic problems arise because of the
scarcity of sources, while human needs are unlimited. Then the economic system provides
a way out by way of how humans can increase production as much as possible to meet the
needs that he is not limited. In this way the macro level is applied to the pursuit of
economic growth as high. Of course the issue of whether the needs of each individual,
especially their basic needs are met or not, is not considered a capitalist economic system.
But that note is the owner of the capital so that they can improve and expand the
production scale.
Application of the Islamic economic system is an integral part of the application of Islamic
law so that the Islamic economic system is the part that is not liberated by other shariah-
Islamic law. Application of Islamic law in the economy is an obligation as the duty of every
Muslim to perform the prayer, fasting, zakat and hajj. Thus inappropriate for us to ignore
the economic activities of Islamic law to take, carry out and glorify other economic system
based kufr law.
Logical consequence of the implementation efforts of Islamic economic system is the state
or daulah should apply Islamic law as a whole, including the country's system of Khilafah
Islamiyah daulah. So in applying Islamic economic system have also been conducted
simultaneously attempt to form and establish the Khilafah Islamiyah daulah.
Any Muslim who believes in the truth of the Islamic faith, a duty for everyone to be bound
by the laws of Personality (Islamic Shari'ah) when committed by only by the standards of
halal and haram that have been outlined by Allah SWT. The point we are all obliged to
carry out all the commands of Allah (lawful act) and stay away from all his ban (unlawful).
PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi Islam
merupakan cerminan dan kerinduan umat
Islam di Indonesia khususnya seorang
pedagang, berinvestasi, bahkan berbisnis
yang secara Islami dan diridhoi oleh
Allah swt. Dukungan serta komitmen dari
Bank Indonesia dalam perkembangan
ekonomi Islam merupakan jawaban atas
gairah dan kerinduan dan telah menjadi
awal bergeraknya pemikiran dan praktek
ekonomi Islam di dalam negeri, juga
sebagai pembaharuan ekonomi dalam
negeri yang masih penuh kerusakan ini,
serta awal kebangkitan ekonomi Islam di
Indonesia maupun di seluruh dunia,
misalnya di Indonesia berdiri Bank
Muamalat tahun 1992.
Pada awal tahun 1997, terjadi krisis
ekonomi di Indonesia yang berdampak
besar terhadap goncangan lembaga
79
perbankan yang berakhir likuidasi pada
sejumlah bank, Bank Islam atau Bank
Syariah malah bertambah semakin pesat.
Pada tahun 1998, sistem perbankan Islam
dan gerakan ekonomi Islam di Indonesia
mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Namun sesuai dengan perkembangan
ekonomi global dan semakin
meningkatnya minat masyarakat dengan
Ekonomi perbankan secara Islami,
ekonomi Islam mendapat tantangan yang
sangat besar pula. Setidaknya ada tiga
tantangan yang harus dihadapi, yaitu:
Pertama, ujian atas kredibilitas sistem
ekonomi dan keuanganya. Kedua,
bagaimana sistem ekonomi Islam dapat
meningkatkan dan menjamin atas
kelangsungan hidup dan kesejahteraan
seluruh umat, dapat menghapus
kemiskinan dan pengangguran di
Indonesia yang semakin marak, serta
dapat memajukan ekonomi dalam negeri
yang masih terpuruk dan dinilai rendah
oleh negara lain. Dan yang ketiga,
mengenai perangkat peraturan; hukum
dan kebijakan baik dalam skala nasional
maupun dalam skala internasional. Untuk
menjawab pertanyaan itu, telah dibentuk
sebuah organisasi yang bergerak dalam
bidang tersebut yaitu organisasi IAEI
(Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia).
Organisasi tersebut didirikan dengan
maksud untuk membangun jaringan kerja
sama dalam mengembangkan ekonomi
Islam di Indonesia baik secara akademis
maupun secara praktek. Dengan
berdirinya organisasi tersebut, diharapkan
agar para ahli ekonomi Islam yang terdiri
dari akademisi dan praktisi dapat bekerja
sama untuk menjalankan pendapat dan
aksinya secara bersama-sama, baik dalam
penyelenggaraan kajian melalui forum-
forum ilmiah ataupun riset, maupun
dalam melaksankan pengenalan tentang
sistem ekonomi Islam kepada masyarakat
luas. Dengan cara seperti itu, maka
InsyaAllah segala ujian yang diberikan
dapat dipikirkan dan ditemukan solusinya
secara bersama sehingga pergerakannya
bisa lebih efektif dalam pembangunan
ekonomi seluruh umat.
Berbicara tentang ekonomi Islam, maka
kita akan membincangkan suatu sistem
yang mengatur permasalahan ekonomi,
baik dalam aspek mikro maupun makro,
yang berdasarkan kepada syari’at Islam.
Suatu hal yang pasti, sumber pemikiran
ekonomi Islam adalah aqidah dan
ideologi Islam. Sehingga ekonomi Islam
bersifat khas, unik dan berbeda dengan
sistem ekonomi kapitalis ataupun sistem
ekonomi sosialis/komunis.
Ada tiga sistem ekonomi yang ada di
muka bumi ini yaitu kapitalis, sosialis
dan mix economic. Sistem Ekonomi
tersebut merupakan sistem ekonomi yang
berkembang berdasarkan pemikiran barat.
Selain itu, tidak ada diantara sistem
ekonomi yang ada secara penuh berhasil
diterapkan dalam perekonomian di
banyak negara. Sistem ekonomi sosialis
atau komando hancur dengan bubarnya
Uni Soviet. Dengan hancurnya
komunisme dan sistem ekonomi sosialis
pada awal tahun 90-an membuat sistem
kapitalisme disanjung sebagai satu-
satunya sistem ekonomi yang sahih.
Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis
membawa akibat negatif dan lebih buruk,
karena banyak negara miskin bertambah
miskin dan negara kaya yang jumlahnya
relatif sedikit semakin kaya. Dengan kata
lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat
hidup orang banyak terutama di negara-
negara berkembang. Ketidakberhasilan
secara penuh dari sistem-sistem ekonomi
yang ada disebabkan karena masing-
masing sistem ekonomi mempunyai
kelemahan atau kekurangan yang lebih
besar dibandingkan dengan kelebihan
masing-masing. Kelemahan atau
kekurangan dari masing-masing sistem
ekonomi tersebut lebih menonjol
ketimbang kelebihannya. Allah swt
melarang berlaku serakah terhadap harta
apalagi sampai mendzalimi orang lain.
80
Allah berfirman:
Artinya: “dan Barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka
kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.” (QS. An Nisaa:30)
Karena kelemahannya atau
kekurangannya lebih menonjol daripada
kebaikan itulah yang menyebabkan
muncul pemikiran baru tentang system
ekonomi terutama dikalangan negara-
negara muslim atau negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam
yaitu sistem ekonomi syariah. Negara -
negara yang penduduknya mayoritas
muslim mencoba untuk mewujudkan
suatu sistem ekonomi yang didasarkan
pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem
ekonomi syariah yang telah berhasil
membawa umat muslim pada zaman
Rasulullah meningkatkan perekonomian
di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang
didasarkan pada Al-quran dan Hadist
tersebut, saat ini sedang dikembangkan
ekonomi syariah dan sistem ekonomi
syariah di banyak negara Islam termasuk
di Indonesia. Ekonomi syariah dan sistem
ekonomi syariah merupakan perwujudan
dari paradigma Islam. Pengembangan
ekonomi syariah dan sistem ekonomi
syariah bukan untuk menyaingi sistem
ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi
sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk
mencari suatu sistem ekonomi yang
mempunyai kelebihan-kelebihan untuk
menutupi kekurangan-kekurangan dari
sistem ekonomi yang telah ada. Islam
diturunkan ke muka bumi ini
dimaksudkan untuk mengatur hidup
manusia guna mewujudkan ketentraman
hidup dan kebahagiaan umat di dunia
dan di akhirat sebagai nilai ekonomi
tertinggi.
Allah swt berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya
terhadap mereka, dan kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta
yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (ingatlah)
ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri". (QS Al Qashash: 76)
Karun adalah salah seorang anak paman
Nabi Musa a.s. Umat di sini tidak semata-
mata umat muslim tetapi seluruh umat
yang ada di muka bumi. Ketentraman
hidup tidak hanya sekedar dapat
memenuhi kebutuhan hidup secara
melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat
memenuhi ketentraman jiwa sebagai
bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada
keseimbangan dalam pemenuhan
81
kebutuhan hidup di dunia dengan
kebutuhan untuk akhirat. Menurut Islam,
kegiatan ekonomi harus sesuai dengan
hukum syara’. Artinya, ada yang boleh
dilakukan dan ada yang tidak boleh
dilakukan atau dengan kata lain harus
ada etika. Kegiatan ekonomi dan
kegiatan-kegiatan lainnya yang bertujuan
untuk kehidupan di dunia maupun di
akhirat adalah merupakan ibadah kepada
Allah S.W.T. Semua kegiatan dan apapun
yang dilakukan di muka bumi,
kesemuannya merupakan perwujudan
ibadah kepada Allah S.W.T. Dalam
Islam, tidak dibenarkan manusia bersifat
sekuler yaitu memisahkan kegiatan
ibadah/ uhrowi’ dan kegiatan duniawi.
Allah swt berfirman :
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain
itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah:188)
Dalam Islam, harta pada hakikatnya
adalah milik Allah, dan harta yang
dimiliki oleh manusia sesungguhnya
merupakan pemberian Allah, oleh
karenanya harus dimanfaatkan sesuai
dengan perintah Allah. Menurut Islam,
orientasi kehidupan manusia menyangkut
hakikat manusia, makna hidup, hak milik,
tujuan penggunaan sumberdaya,
hubungan antara manusia dan
lingkungan, harus didasarkan pada Al-
quran dan Hadist. Menyangkut sistem
ekonomi menurut Islam ada tiga prinsip
dasar yaitu Tawhid, Khilafah, dan
‘Adalah. Prinsip Tawhid menjadi
landasan utama bagi setiap umat Muslim
dalam menjalankan aktivitasnya termasuk
aktivitas ekonomi. Prinsip ini
merefleksikan bahwa penguasa dan
pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah
Allah SWT. Prinsip Tawhid ini pula yang
mendasari pemikiran kehidupan Islam
yaitu Khilafah (Khalifah) dan ‘Adalah
(keadilan).
Allah swt berfirman:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah :8)
82
Khilafah mempresentasikan bahwa
manusia adalah khalifah atau wakil Allah
di muka bumi ini dengan dianugerahi
seperangkat potensi spiritual dan mental
serta kelengkapan sumberdaya materi
yang dapat digunakan untuk hidup dalam
rangka menyebarkan misi hidupnya. Ini
berarti bahwa, dengan potensi yang
dimiliki, manusia diminta untuk
menggunakan sumberdaya yang ada
dalam rangka mengaktualisasikan
kepentingan dirinya dan masyarakat
sesuai dengan kemampuan mereka dalam
rangka mengabdi kepada Sang Pencipta,
Allah SWT.
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan
mensucikan engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."(QS Al Baqarah:30)
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa
yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-
orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya
dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka.” (QS Al Fathiir:39)
Prinsip ‘Adalah (keadilan) merupakan
konsep yang tidak terpisahkan dengan
Tawhid dan Khilafah, karena prinsip
‘Adalah adalah merupakan bagian yang
integral dengan tujuan syariah (maqasid
al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip
Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa
semua sumberdaya yang merupakan
amanah dari Allah harus digunakan untuk
merefleksikan tujuan syariah antara lain
yaitu; pemenuhan kebutuhan (need
fullfillment), menghargai sumber
pendapatan (recpectable source of
earning), distribusi pendapatan dan
kesejahteraan yang merata (equitable
distribution of income and wealth) serta
stabilitas dan pertumbuhan (growth and
stability).
Jadi, dalam Sistem ekonomi syariah, ada
landasan etika dan moral dalam
melaksanakan semua kegiatan termasuk
kegiatan ekonomi, selain harus adanya
keseimbangan antara peran pemerintah,
swasta, kepentingan dunia dan
kepentingan akhirat dalam aktivitas
ekonomi yang dilakukan.
83
IDENTIFIKASI MASALAH
Perkembangan gerakan ekonomi Islam di
Indonesia relatif terlambat dibanding
beberapa negara lain setidaknya sejak
awal 1990-an menunjukkan tanda-tanda
yang menggembirakan. Perbandingan
perkembangan ekonomi Islam misalnya
antara dekade 1980-an dan 2000-an
sangat jauh berbeda, baik dalam tataran
praktis, apalagi dalam tataran wacana. Ini
tentu sangat patut di syukuri, betapapun
perkembangan tersebut masih terus
berlanjut dan hujan kritik terus mengucur
dari banyak pihak dengan berbagai ragam
pandangan dan latar belakangnya itu.
Dalam tataran wacana, istilah ekonomi
Islam atau ekonomi syariah sudah sangat
merata, hampir setiap orang pernah
mengatakannya. Berbagai seminar,
konferensi, workshop, dan simposium
tentang ekonomi Islam sangat sering
dilakukan dan dihadiri banyak peminat,
baik di tingkat lokal, nasional, regional
bahkan dunia. Kalau dulu rasanya sulit
mencari sumber bacaan yang membahas
persoalan ekonomi dari kacamata Islam,
maka dewasa ini sangat banyak makalah,
publikasi dalam bentuk jurnal bahkan
buku teks yang membahas ekonomi
Islam. Beberapa media, baik dalam
bentuk surat kabar, tabloid atau bahkan
majalah yang sangat secara berkelanjutan
mengangkat isu yang terkait dengan
ekonomi Islam atau syariah.
Perkembangan yang sama juga terjadi
dalam dunia maya. Cukup banyak situs
yang secara kontinyu dan sistematis
menawarkan wacana ekonomi Islam.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat
diindentifikasi permasalahan –
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan ekonomi
Islam di Indonesia?
2. Bagaimana fungsi dan peran ekonomi
Islam dalam mengatasi krisis
keuangan global dewasa ini?
3. Bagaimana konsep dasar usaha dalam
ekonomi Islam untuk mencapai
maslahah dan Barokah?
RUMUSAN MASALAH
Dalam tataran praktis, ketika bank atau
lembaga keuangan Islam lahir,
ketertarikan dan keterlibatan terhadap
lembaga perbankan dan keuangan Islam
tidak hanya ditunjukkan oleh lembaga
swasta mikro sekelas koperasi tingkat
desa, tetapi justru melibatkan otoritas
moneter tertinggi di negeri ini, yakni
Bank Sentral atau Bank Indonesia. .
Berdasarkan uraian diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan ”Sejauhmana
perkembangan, fungsi, peran dan
konsep dasar usaha dalam ekonomi
Islam untuk mencapai kesejahteraah
masyarakat dan mampu mengatasi
krisis ekonomi global yang melanda
dunia?”
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penulisan jurnal ini penulis
melakukan kajian dan pengamatan
terhadap beberapa hal yang terkait
dengan kondisi perekonomian global
yang melanda dunia. Khususnya krisis
ekonomi global yang terjadi dibelahan
benua Eropa dan Amerika, dimana
negara-negara yang memiliki hutang dan
telah jatuh tempo tidak mampu
menyelesaikan kewajibannya kepada
negara – negara donor.
Dimana negara tersebut pertumbuhan
perekonomiannya tidak baik bahkan
negatif. Jika dikaitkan dengan konsep dan
aplikasi sistem ekonomi Islam bagaimana
solusi yang seharusnya dilakukan.
84
LANDASAN TEORI.
1. Nilai – nilai dasar Ekonomi Islam
Moral Islam sebgai pilar ekonomi Islam
perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi
nilai- nilai yang lebih terinci sehingga
pada akhirnya dapat menjadi rumusan
penuntun perilaku para pelaku ekonomi.
Nilai-nilai ini merupakan sis normatif
dari ekonomi Islam yang berfungsi
menjamin kualitas perilaku ekonomi
setiap individu.
Ketika orang membayar zakatnya, diikuti
dengan kata-kata yang menyakiti hati
penerima zakat, maka amalan zakat
tersebut tidak dinilai ibadah atau
mendapatkan imbalan balik dihadapan
Allah SWT.
Nilai – nilai dalam Al qur’an dan Al
Hadist terkait dengan ekonomi sangatlah
banyak, inti dari nilai ajaran Islam adalah
Tauhid yaitu segala aktivitas manusia,
termasuk ekonomi hanya dalam rangka
untuk ditujukan mengikuti satu kaidah
hukum yaitu hukum Allah swt. Dalam
pelaksanaannya nilai Tauhid
diterjemahkan dalam banyak nilai dan
terdapat tiga nilai dasar yang menjadi
pembeda ekonomi Islam dengan lainnya
yaitu :
a. Adl
Keadilan (adl) merupakan nilai paling
asasi dalam ajaran Islam. Menegakkan
keadilan dan memberantas kezaliman
adalah tujuan utama dari risalah para
Rosulullah. Sebagaimana firman Allah
dalam surat Al Hadid ayat 25:
Yang artinya: ”Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang
padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya
mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong
(agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah
Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hadid:25)
Maqosid Syariah
(Tawhid, Khilafah dan
‘Adalah)
Maslahah dan
Barokah
Sistem Ekonomi
Islam
85
Artinya: ”Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat
yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa
yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu
terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan
Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.” (QS. Al Baqarah:143)
Umat Islam dijadikan umat yang adil dan
pilihan, karena mereka akan menjadi
saksi atas perbuatan orang yang
menyimpang dari kebenaran baik di
dunia maupun di akhirat.
Artinya: ”... dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila
kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu),
dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar
kamu ingat. (QS. Al An’am:152)
Artinya: ”Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al
Mumthahanah:8)
86
Artinya: ”Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat,
karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shaad:26)
Berdasarkan muatan makna adil yang ada
dalam Al qur’an sebagaimana tersebut
diatas, maka bisa diturunkan berbagai
nilai turunan yang berasal darinya
sebagai berikut:
1) Persamaan kompensasi
2) Persamaan hukum
3) Moderat
4) Proporsional
Seluruh makna adil tersebut akan
terwujud jika setiap orang menjunjung
tinggi nilai kebenaran, kejujuran,
keberanian, keluruasan, dan kejelasan.
b. Khilafah
Nilai khilafah secara umum berarti
tanggung jawab sebagai pengganti atau
utusan Allah di alam semesta. Manusia
diciptakan Allah swt dimuka bumi untuk
menjadi khalifah yaitu menjadi wakil
Allah untuk memakmurkan bumi dan
alam semesta.
Konsep khilafah dalam Al qur’an dapat
diartikan sebagai amanah dan tanggung
jawab dalam bentuk sikap dan perilaku
manusia terhadap Allah swt, sesama dan
alam semesta.
Allah swt berfirman dalam Al quran
dalam kontek khilafah sebagai berikut:
Artinya: ”Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa
yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-
orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya
dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka.”(QS Fathiir:39)
87
Artinya: ”kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang
kepada Kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah
membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), Maka Allah akan
melihat bagaimana perbuatanmu” (QS. Al A’raaf:129).
Mereka mengeluh kepada Musa a.s.
bahwa nasib mereka sama saja; baik
sebelum kedatangan Musa a.s. untuk
menyeru mereka kepada agama Allah dan
melepaskan mereka dari perbudakan
Fir'aun, maupun sesudahnya. ini
menunjukkan kekerdilan jiwa dan
kelemahan daya juang pada mereka.
Maksudnya: Allah akan membalas
perbuatanmu, yang baik dibalas dengan
yang baik, dan yang buruk dibalas
dengan yang buruk.
Artinya: ”Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila
ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu
(manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)?
Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).(QS. An Naml:62)
Yang dimaksud dengan menjadikan manusia sebagai khalifah ialah menjadikan manusia
berkuasa di bumi.
Artinya: ”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau
dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui."(QS. Al Baqarah:30)
Berdasarkan makna Khilafah diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian khilafah
adalah sebagai berikut:
1) Tanggung jawab manusia untuk
berperilaku ekonomi dengan cara yang
benar
88
2) Tanggung jawab manusia untuk
mewujudkan Maslahah secara
maksimum
3) Tanggung jawab manusia untuk
melakukan perbaikan kesejahteraan
setiap individu.
c. Takaful
Sesama orang Islam adalah saudara, dan
belum sempurna iman seseorang sebelum
ia mencintai saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya sendiri. Hal ini
mendorong manusia untuk mewujudkan
hubungan yang baik antar individu dan
masyarakat melalui konsep takaful.
Konsep ini bisa dijabarkan lebih lanjut
sebagai berikut :
1) jaminan terhadap pemilikan dan
pengelolaan sumber daya oleh
individu. Sebagaimana Allah swt
berfirman:
Artinya: ”Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. kamu tidak memikul
tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul
tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak)
mengusir mereka, (sehingga kamu Termasuk orang-orang yang zalim)”(QS. Al
An’am:52).
Ketika Rasulullah s.a.w. sedang duduk-
duduk bersama orang mukmin yang
dianggap rendah dan miskin oleh kaum
Quraisy, datanglah beberapa pemuka
Quraisy hendak bicara dengan
Rasulullah, tetapi mereka enggan duduk
bersama mukmin itu, dan mereka
mengusulkan supaya orang-orang
mukmin itu diusir saja, lalu turunlah ayat
ini.
2) Jaminan setiap individu untuk
menikmati hasil pembangunan atau
output.
3) Jaminan setiap individu untuk
membangun keluarga sakinah.
Sebagaimana Allah swt berfirman:
Artinya: ”Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat:13)
89
4) Jaminan untuk amar ma’ruf nahi
munkar
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan
kewajiban bagi setiap orang Islam dalam
menjalani kehidupan dunia yaitu
kewajiban untuk mendorong orang lain
berbuat kebaikan dan mencegah manusia
dari berbuat keburukan. Suatu
perekonomian Islam harus menjamin
adanya peluang setiap individu untuk
amar ma’ruf nahi munkar sehingga
masyarakat harmoni bisa terwujud.
Sebagaimana firman Allah swt :
Artinya: ”dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung.”(QS. Ali ’Imran:104)
Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah
segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Artinya: ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(QS. . Ali
’Imran:110)
Artinya: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik
dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah).”(QS. Lukman:17)
90
Artinya: ”dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah
kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang
memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang
bertakwa.”(QS. Thaha:132)
2. Peran Pemerintah dalam
Pengembangan Sistem Ekonomi Dekade terakhir menjadi saksi
perkembangan ekonomi syariah yang
sangat signifikan di Indonesia.
Perkembangan ekonomi syariah ini
setidaknya bisa ditelusuri dari tiga aspek,
yaitu keilmuan, institusi dan regulasi.
Dari aspek keilmuan, ekonomi syariah
mulai berkembang sejak tahun 1970-an
dan mengalami puncaknya pada akhir
1990-an. Kini perkembangannya semakin
pesat dengan telah dibukanya berbagai
program studi formal ekonomi syariah
dari jenjang D-3 hingga S-3 di banyak
perguruan tinggi, baik negeri maupun
swasta.
Sedangkan dari aspek institusi, terjadi
perkembangan yang luar biasa pada
institusi ekonomi syariah sejak berdirinya
Bank Muamalat pada awal 1990-an.
Berhembusnya angin segar terhadap
Islam politik yang terutama diwakili oleh
ICMI, telah berdampak positif pada
perkembangan institusi ekonomi syariah
ini. Sejak berdirinya bank syariah, segera
menyusul kemudian asuransi syariah
yang dipelopori Takaful dan organisasi
pengelola zakat yang dipelopori oleh
Dompet Dhuafa. Pada akhir 1990-an,
perkembangan ini tidak tertahankan
dengan berdirinya pasar modal syariah,
reksadana syariah, pasar uang syariah,
pegadaian syariah, pembiayaan syariah,
koperasi syariah, hingga berbagai bisnis
sektor riil yang mengusung syariah dalam
operasional-nya seperti hotel, penerbit
buku, rumah makan, lembaga pendidikan,
sampai bengkel otomotif.
Sementara itu dari sisi regulasi,
perkembangannya juga terlihat sangat
positif. Dimulai dari UU No. 7/1992
tentang Perbankan yang memperkenalkan
konsep bank bagi hasil, berdiri bank
umum syariah (BUS) pertama, Bank
Muamalat. Setelah itu hadir UU No.
10/1998 tentang perubahan UU No.
7/1992 yang mengizinkan bank
konvensional membuka unit usaha
syariah (UUS) dan Bank Indonesia (BI)
secara resmi menerima eksistensi bank
syariah dalam dual banking system. UU
No. 23/1999 tentang BI menegaskan
tanggung jawab BI untuk
mengembangkan, mengatur dan
mengawasi bank syariah. UU No. 3/2004
tentang perubahan UU No. 23/1999
semakin meneguhkan peran BI ini. Tidak
berhenti disitu, pada saat yang tidak
berjauhan pemerintah juga mengeluarkan
UU No 38/1999 tentang Pengelolaan
Zakat dan UU No. 41/2004 tentang
Wakaf. Kini di parlemen sedang dibahas
secara intensif RUU Perbankan Syariah
dan RUU Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN).
Terdapat banyak optimisme terhadap
perkembangan sistem ekonomi syariah di
Indonesia. Dari berbagai perpektif,
optimisme ini memiliki banyak
rasionalitas. Namun menjadi berlebihan
dan mencemaskan jika mengharapkan
implementasi sistem ekonomi syariah
berjalan cepat di jalur yang tepat tanpa
ada usaha sistemik yang memadai dari
berbagai pihak, terutama pemerintah,
untuk mendorong-nya.
Sistem ekonomi syariah memiliki
dimensi yang luas, karena ia terikat
dengan syariah, terkait dengan politik-
sosial, dan tertuju pada maqashid. Ia
memiliki bentuk yang jelas dimana
sistem berdiri diatas 3 pondasi yaitu
sistem fiskal zakat, sistem moneter emas-
91
dinar dan sistem finansial non-riba,
ditegakkan oleh 2 pilar yaitu sistem
alokasi (system of allocation) mekanisme
pasar dengan hisbah dan sistem
kepemilikan (system of ownership)
pribadi, negara dan wakaf, serta dinaungi
2 atap yaitu sistem tujuan (system of
objective) maqashid syariah dan sistem
insentif (system of incentive) moral dan
material.
Ada tiga jenis manfaat di dalam hukum
Islam di pandang dari sudut keutamaan
dan kepentingannya, yaitu:
1. Daruriyyat adalah yang terpenting,
karena sangat fundamental, manfaat
yang sangat mendasar dan utama
diperlukan untuk kelangsungan
hidup setiap insan, yang apabila
ditinggalkan akan menjadi gangguan
yang sangat membahayakan.
Ada lima hal yang paling utama dan
mendasar yang masuk dalam jenis
ini, yang kepentingan nya harus
selalu di jaga atau dilindungi :
a. Melindungi Agama (al-Din), untuk
perseorangan ad-Din berhubungan
dengan ibadah-ibadah yang
dilakukan seorang muslim dan
muslimah, membela Islam dari
pada ajaran-ajaran yang sesat,
membela Islam dari serangan
orang-orang yang beriman kepada
agama lain.
b. Melindungi Nyawa (al-Nafs),
dalam agama Islam nyawa
manusia adalah sesuatu yang
sangat berharga dan harus di jaga
dan di lindungi. Seorang Muslim
di larang membunuh orang lain
atau dirinya sendiri. Terjemahan
dari surat al-Isra ’17:33, berbunyi:
“Dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan
dengan satu (alasan) yang
benar...”
c. Melindungi Akal (al-‘Aql), yang
membedakan manusia dengan
hewan adalah akal, oleh karena itu
kita wajib menjaga dan
melindunginya. Islam
menyarankan kita untuk menuntut
Ilmu sampai ke ujung dunia
manapun dan melarang kita untuk
merusak akal sehat kita, seperti
meminum alkohol.
d. Melindungi Keluarga/garis
keturunan (al-‘Ird), menjaga garis
keturunan dengan menikah secara
agama dan Negara. Punya anak di
luar nikah, misalnya akan
berdampak pada warisan dan
kekacaun dalam keluarga dengan
tidak jelas nya status anak
tersebut, yang perlu dibuktikan
dengan tes darah dan DNA.
e. Melindungi Harta (al-Mal), harta
adalah hal yang sangat penting
dan berharga, namun Islam,
melarang kita untuk mendapatkan
harta kita secara illegal, dengan
mengambil harta orang lain
dengan cara mencuri atau korupsi.
Seperti bunyi surat al-Baqarah 2:
188 : “Dan janganlah sebagian
kamu memakan harta sebagian
yang lain di antara kamu dengan
jalan yang batil...”
Kelima hal yang penting di atas di dapat
dari syariah sebagai essensi dari pada
existensi manusia. Oleh karena itu semua
golongan sosial sudah selayaknya
melindunginya, karena jika tidak,
kehidupan manusia di dunia akan
menjadi kacau, brutal, miskin dan
menderita, baik di dunia dan di akhirat
nantinya.
2. Hajiyyat yakni suatu pelengkap dari
lima dasar kebutuhan hidup (basic
necessities) di atas, yang bertujuan
untuk memfasilitasi praktek dan
penerapannya. Contohnya di dalam
transaksi ekonomi syariah adalah
diizinkannya transaksi jual beli (bai),
sewa menyawa (Ijarah), bagi hasil
92
(mudharabah), dan transaksi ekonomi
syariah lainnya.
3. Tahsinniyyat yakni untuk
memperindah dari kebutuhan hidup
(daruriyyat) dan pelengkapnya
(hajiyyat) yang bila diabaikan tidak
mengganggu kehidupan kita, hanya
mungkin agak kurang menyenangkan
sedikit. Dalam transaksi ekonomi
syariah contohnya adalah larangan
untuk menjual sesuatu yang tidak
punya nilai ekonomi dan menjual
public property, seperti jembatan,
danau.
Tujuan atau objective daripada syariah di
dalam transaksi ekonomi adalah untuk
mencapai tujuan yang menyeluruh dan
significant yang mengarah kepada
tercapainya regulasi syariah yang
berhubungan dengan semua kegiatan dan
transaksi ekonomi.
Pondasi menjadi basis bagi sistem agar
berjalan dengan adil dan merata.
Sedangkan pilar adalah mekanisme utama
dalam sistem agar produksi, konsumsi
dan distribusi barang dan jasa berjalan
efisien. Dan atap akan memberi panduan
bagi sistem agar mampu mencapai
tujuan-tujuan normatif sesuai dengan
perspektif Islam
Dari penjelasan diatas, secara cepat kita
dapat menilai bahwa implementasi sistem
ekonomi syariah masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu masih sangat
dibutuhkan berbagai upaya dari semua
pihak, terutama pemerintah, untuk
mendorong percepatan implementasi
sistem ekonomi syariah ini agar ia dapat
memberi hasil sebagaimana yang
dijanjikan-nya. Pemerintah memiliki
peran strategis disini karena ia berada
dalam posisi sebagai regulator dan policy
maker yang akan menentukan arah dan
bentuk perekonomian yang akan
dibangun.
PEMBAHASAN
1. Perkembangan Ekonomi Islam di
Indonesia
Dibalik perkembangan gerakan ekonomi
Islam yang sedang terjadi dewasa ini, dan
terasa menggembirakan ummat pada
umumnya, patut diangkat sebuah
pertanyaan kritis dan mendasar, yakni:
apakah orientasi perkembangan ini sudah
pada jalur yang diharapkan?
Pembahasan ini dilakukan untuk sebuah
pemikiran terhadap perkembangan
gerakan ekonomi Islam di Indonesia. Hal
ini sangat penting, karena beberapa hal.
Pertama, walaupun sistem ekonomi
Islam bukanlah hal baru secara
konseptual, tetapi implementasinya di
negeri ini secara empirik baru terjadi kali
ini. Oleh karenanya sejarah akan
mencatat dengan seksama pergerakannya,
dan tentu banyak yang menunggu
kesuksesannya. Berdasarkan hal inilah
perlu sikap hati-hati semua pihak, agar
tidak terjadi salah orientasi yang berujung
pada kegagalan dan kekecewaan yang
mendalam. Perlu dicatat bahwa
kesempatan emas untuk dapat
mengimplementasikan sistem ini, sudah
lama diperjuangkan oleh banyak pihak,
dan ummat Islam pada umumnya, namun
kenyataan menunjukkan baru sekaranglah
peluang itu diperoleh. Oleh karena itu
pula, bila kesempatan baik dan langka ini
gagal dimanfaatkan untuk membuktikan
keunggulan sistem ini dalam menjawab
persoalan ummat, maka akibatnya akan
panjang dan mendalam.
93
Yang artinya: ”dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al Baqarah:195)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa
ayat ini (S. 2: 195) turun berkenaan
dengan hukum nafkah. (Diriwayatkan
oleh al-Bukhari yang bersumber dari
Hudzaifah.)
Dalam riwayat lain dikemukakan
peristiwa sebagai berikut: Ketika Islam
telah berjaya dan berlimpah pengikutnya,
kaum Anshar berbisik kepada sesamanya:
"Harta kita telah habis, dan Allah telah
menjayakan Islam. Bagaimana sekiranya
kita membangun dan memperbaiki
ekonomi kembali?" Maka turunlah ayat
tersebut di atas (S. 2: 195) sebagai
teguran kepada mereka, jangan
menjerumuskan diri pada "tahlukah"
(meninggalkan kewajiban fi sabilillah dan
berusaha menumpuk-numpuk harta)
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud,
Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim dan
yang lainnya yang bersumber dari Abi
Ayub al-Anshari. Menurut Tirmidzi
hadits ini shahih.)
Menurut riwayat lain, tersebutlah
seseorang yang menganggap bahwa Allah
tidak akan mengampuni dosa yang
pernah dilakukannya. Maka turunlah
"Wala tulqui biaidikum ilat-tahlukah."
(Diriwayatkan oleh at-Thabarani dengan
sanad yang shahih dan kuat, yang
bersumber dari Jabir an-Nu'man bin
Basyir. Hadits ini diperkuat oleh al-
Hakim yang bersumber dari al-Barra.)
Kedua, berbeda dengan sistem sosialisme
dan kapitalisme, sistem ini bersentuhan
langsung dengan nilai-nilai keyakinan
dalam arti mendalam dan luas. Dalam
bahasa lain, sesuai dengan namanya,
sistem ekonomi Islam di yakini sebagai
derivasi nilai-nilai ilahiyyah, yang
berkaitan langsung dengan masalah
ubudiyyah bahkan ketauhidan. Kegagalan
dalam menunjukkan kelebihan atau
keunggulan sistem ini dibandingkan
sistem lain [baik kapitalisme ataupun
sosialisme] yang mungkin dapat
dikatakan sebagai human-made atau
human-engineered system, dapat
berakibat serius dalam aspek dakwah
Islam secara lebih luas. Ini akan menjadi
dosa sejarah sepanjang masa bagi kita
semua, setidaknya bagi mereka yang
meyakini dan memperjuangkannya.
Artinya: ”Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat
94
yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa
yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu
terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan
Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kepada manusia.” (QS. Al Baqarah:143)
Umat Islam dijadikan umat yang adil dan
pilihan, karena mereka akan menjadi
saksi atas perbuatan orang yang
menyimpang dari kebenaran baik di
dunia maupun di akhirat.
Untuk melakukan evaluasi terhadap
gerakan ekonomi Islam di Indonesia,
dilakukan pendekatan berikut ini.
Pertama, akan didiskusikan secara
singkat sistem ekonomi Islam, baik
definisi, esensi, dan mungkin formatnya.
Kedua, akan dilakukan tinjauan atas
perkembangan empiris gerakan ekonomi
tersebut, sedikitnya bersandar kepada
data resmi yang dapat dilacak dan
dikumpulkan.
Selanjutnya akan dilakukan evaluasi
untuk mengidentifikasi kemungkinan
jawaban atas pertanyaan dasar yang
diangkat di awal makalah ini. Persisnya
akan dilihat dan dikaji, sejauh mana
kesesuaian perkembangan tersebut
dengan esensi perkembangan secara
teoritis atau idealis.
Secara umum pengertian ekonomi Islam
menunjukkan dua hal mendasar, yakni:
Pertama, bahwasannya sistem ekonomi
Islam itu diilhami oleh dan berpijak
kepada nilai-nilai keagamaan, dengan
penekanan antara lain pada aspek
keadilan.
Kedua, belum terlihat secara baku format
sistem ekonomi Islam, berikut misalnya
besaran-besaran kuantitatif sebagai
indikator umum dan makro, untuk
mengatakan apakah sistem ini sungguh-
sungguh sudah mendekati kenyataan
yang didambakan, sebagai sistem yang
adil, dan mampu menjawab tantangan
ekonomi ummat ini.
2. Fungsi dan peran ekonomi Islam
dalam Mengatasi Krisis keuangan
Global
Sistem ekonomi Islam mempunyai
perbedaan yang mendasar dengan sistem
ekonomi manapun termasuk kapitalis
maupun sosialis. Perbedaan itu tidak
hanya mencakup falsafah ekonominya,
namun juga pada konsep-konsep
pokoknya serta pada tataran praktisnya.
Meskipun terdapat perbedaan yang
fundamental antara sistem ekonomi Islam
dengan sistem ekonomi lainnya, namun
tidak dipungkiri bahwa pada tataran
rincian praktis dijumpai beberapa
persamaan. Namun pada hakikatnya
terdapat perbedaan antara sistem ekonomi
Islam dengan sistem ekonomi lainnya
karena landasan sistem ekonominya
berbeda.
Pandangan sistem ekonomi kapitalis di
atas yang memasukkan seluruh kegiatan
ekonomi mulai dari produksi, konsumsi,
dan distribusi dalam pembahasan ilmu
ekonomi berbeda dengan pandangan
sistem ekonomi Islam. Perbedaan ini
dapat diketahui dengan memahami
pandangan tersebut dengan merujuk pada
sumber-sumber hukum Islam berupa AI-
Qur'an dan As-Sunnah. Dalam sebuah
hadits Rasulullah saw bersabda :
"Dua telapak kaki manusia tidak akan bergeser (pada Hari Kiamat) hingga ia ditanya
tentang umumya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya untuk apa ia pergunakan,
tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia pergunakan, dan tentang
tubuhnya untuk apa ia korbankan" (HR. Tirmidzi dari Abu Barzah ra.)
95
Hadits di atas memberikan gambaran
bahwa setiap manusia akan diminta
pentanggungjawaban terhadap empat
perkara yakni tentang umumya, ilmunya,
hartanya, dan tubuhnya. Tentang umur,
ilmu dan tubuhnya setiap orang hanya
ditanya dengan masing-masing satu
pertanyaan sedangkan berkaitan dengan
harta maka setiap orang akan ditanya
dengan dua pertanyaan, yakni dari mana
hartanya dia peroleh dan untuk apa
hartanya dia pergunakan. Hal ini
memberikan suatu gambaran bahwa
Islam memberi perhatian yang besar
terhadap segala aktivitas manusia yang
berhubungan dengan harta. Dengan kata
lain Islam memberikan perhatian yang
besar pada bidang ekonomi.
Menurut Islam dari segi keberadaannya,
harta kekayaan tersebut sebenarnya
terdapat dalam kehidupan secara alamiah,
dimana Allah SWT telah menciptakannya
untuk diberikan kepada manusia. Allah
SWT berfirman dalam banyak ayat :
Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha
mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Baqarah:29)
Artinya: “Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat
berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan
Mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di
langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang berfikir. (QS. Al Jatsiyah:12-13)
Artinya: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami
benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan
sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran,
zaitun dan kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan,
untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.” (QS. ‘Abasa:24-32)
96
Ayat-ayat di atas serta ayat-ayat yang lain
yang serupa menunjukkan bahwa Allah
SWT menegaskan bahwa Dia-lah Yang
telah menciptakan benda-benda (harta)
agar bisa dimanfaatkan oleh manusia
secara keseluruhan.
Agar harta kekayaan yang telah Allah
SWT ciptakan tersebut dapat
dimanfaatkan oleh manusia, maka
tentunya manusia haruslah melakukan
berbagai kegiatan ekonomi untuk dapat
melakukan pengelolaan terhadapnya.
Berkaitan dengan upaya manusia
mengelola kekayaan dunia dari segi
bagaimana cara memproduksi harta serta
upaya meningkatkan produktivitasnya,
maka Islam sebagai sebuah prinsip hidup
tidaklah menetapkan cara dan aturan
pengelolaan yang khusus, namun
menyerahkan kepada manusia untuk
mengatu dan mengelolanya dengan
kemampuan yang mereka miliki. Tidak
terdapat satu keterangan pun baik yang
berasal dari Al-Qur'an maupun As-
Sunnah yang menjelaskan bahwa Islam
ikut campur dalam menentukan masalah
bagaimana memproduksi harta kekayaan
tersebut. Justru sebaliknya malah kita
menemukan banyak keterangan yang
menjelaskan, bahwa syara’ (Islam) telah
menyerahkan masalah tersebut kepada
manusia untuk menggali dan
memproduksi kekayaan tersebut.
Diriwayatkan bahwa Nabi saw pemah
memberi nasihat kepada orang yang
sedang melakukan penyerbukan kurma,
setelah orang tersebut mengikuti nasihat
Nabi saw, ternyata orang tersebut
mengalami gagal panen. Setelah ini
disampaikan kepada Nabi saw, maka
beliau saw bersabda : "Kalianlah yang
lebih tahu tentang (urusan) dunia
kalian."(HR. Muslim dan Anas ra.)
Aktivitas ekonomi yang menyangkut
bagaimana cara perolehan harta dan
pemanfaatan (konsumsi) serta
pendistribusiannya, maka Islam turut
campur dengan cara yang jelas. Hal ini
bisa dipahami dari hadits tentang
pertanyaan Allah SWT kepada manusia
di hari kiamat kelak. Bahwa mereka akan
diminta pertanggungjawaban tentang
hartanya dari mana serta dengan cara apa
ia memperolehnya, juga tentang
bagaimana ia memanfaatkan hartanya
tersebut mulai dari kegiatan konsumsi
sampai dengan pendistribusiannya.
Selain itu dari segi tata cara perolehan
harta kekayaan, Islam telah
mensyariatkan hukum-hukum tertentu
dalam rangka memperoleh harta
kekayaan, seperti hukum-hukum berburu,
menghidupkan tanah mati, hukum-hukum
kontrak jasa, industri serta hukum-hukum
waris, hibah, wasiat dan lain sebagainya.
Demikian juga dalam masalah
pemanfaatan harta kekayaan Islam ikut
campur tangan secara jelas. Misalnya
Islam mengharamkan pemanfaatan
beberapa bentuk harta kekayaan yang
haram, seperti minuman keras, bangkai,
daging babi. Selain itu Islam juga
mensyariatkan hukum-hukum tertentu
tentang pendistribusian harta kekayaan
melalui pemberian harta oleh negara
kepada masyarakat, pembagian harta
waris, pemberian zakat, infak, sedekah,
wakaf dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, amatlah jelas bahwa
Islam telah memberikan pandangan
(konsep) tentang sistem ekonomi,
sementara tentang ilmu ekonomi Islam
menyerahkannya kepada manusia.
Dengan kata lain Islam telah menjadikan
perolehan dan pemanfaatan harta
kekayaan sebagai masalah yang dibahas
dalam sistem ekonomi.
Sementara, secara mutlak Islam tidak
membahas bagaimana cara memproduksi
kekayaan dan faktor produksi yang bisa
menghasilkan harta kekayaan, sebab itu
termasuk dalam pembahasan Ilmu
Ekonomi yang bersifat universal.
97
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa sistem ekonomi Islam
membedakan antara pembahasan
ekonomi dari segi produksi barang dan
jasa yang dimasukkan dalam pembahasan
"ilmu ekonomi" dengan pembahasan
ekonomi dari segi cara memperoleh, cara
memanfaatkan serta cara
mendistribusikan barang dan jasa yang
dimasukkan dalam pembahasan "sistem
ekonomi". Sedangkan Sistem Ekonomi
Kapitalis menjadikan pembahasan "ilmu
ekonomi" dan "sistem ekonomi" sebagai
satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Bahkan sistem kapitalis telah menjadikan
pembahasan "sistem ekonomi" sebagai
bagian dari "ilmu ekonomi" yang berlaku
universal.
Ilmu ekonomi menurut pandangan Islam
adalah ilmu yang membahas tentang
upaya-upaya mengadakan dan
meningkatkan produktivitas barang dan
jasa. Atau dengan kata lain berkaitan
dengan produksi suatu barang dan jasa.
Karena harta kekayaan sifatnya ada
secara alami serta upaya mengadakan dan
meningkatkan produktivitasnya
dilakukan manusia secara universal,
maka pembahasan tentang ilmu ekonomi
merupakan pembahasan yang universal
pula sesuai dengan perkembangan sains
dan teknologi. Oleh karena ilmu
ekonomi tidak dipengaruhi oleh
pandangan hidup (ideologi) tertentu dan
bersifat universal, maka ia dapat diambil
dari manapun juga selama bermanfaat.
Sedangkan "sistem ekonomi"
menjelaskan tentang bagaimana cara
memperoleh dan memiliki, cara
memanfaatkan serta cara
mendistribusikan harta kekayaan yang
telah dimiliki tersebut. Atau dengan kata
lain menjelaskan tentang kepemilikan
harta kekayaan, bagaimana
memanfaatkan dan mengembangkan
harta kekayaan, serta bagaimana
mendistribusikan harta kekayaan kepada
masyarakat. Dengan penjelasan ini dapat
kita ketahui dan pahami bahwa
pembahasan "sistem ekonomi" sangat
dipengaruhi oleh pandangan hidup
tertentu dan tidak berlaku secara
universal. Oleh karena itu sistem
ekonomi dalam pandangan Ideologi Islam
tentu berbeda dengan sistem ekonomi
dalam pandangan Ideologi Kapitalis serta
berbeda pula dengan sistem ekonomi
dalam pandangan Ideologi Sosialisme
dan Komunisme.
3. Konsep Dasar Usaha dalam
Ekonomi Islam untuk mencapai
Maslahah dan barokah.
Artinya: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi
mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku
terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-
hancurnya.” (QS. Al Israa’ :16)
98
Kegiatan Usaha adalah segala kegiatan
manusia untuk memperoleh hasil yang
positif dari interaksi dengan manusia
(atau kelompok manusia) lainnya.
Sedangkan Perusahaan adalah kumpulan
atau kelompok orang yang bergabung
dalam suatu organisasi untuk melakukan
kegiatan bersama untuk mencapai suatu
tujuan bersama berdasarkan suatu tata
nilai tertentu dan mengikat diri untuk
mengikuti suatu tata aturan tertentu.
Etika Usaha adalah ilmu yang mengatur
hubungan antar perorangan dengan
kelompok/organisasi, serta antara
kelompok/organisasi dengan pihak-pihak
yang berkepentingan (stakeholders) serta
dengan masyarakat luas.
Mengingat pranata yang dipakai dalam
penerapan Etika adalah Nilai (Values),
Hak (Rights), Kewajiban (Duties),
Peraturan (Rules), dan Hubungan
(Relationship), maka untuk memahami
Etika Usaha Islami haruslah diketahui
tata nilai yang dianut manusia, hak dan
kewajiban manusia di dunia, serta
ketentuan aturan dan hubungan yang
harus dipatuhi manusia baik yang
menyangkut hubungan antarmanusia,
hubungan dengan alam dan tentunya
hubungan dengan Allah SWT.
Untuk memahami etika usaha yang
Islami, terlebih dahulu harus dipahami
peran (dan tugas) manusia di dunia. Allah
SWT telah berfirman:
Artinya: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau
dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui." (QS. Al Baqarah:30)
Karena itu semua tindakan manusia di
dunia adalah sebagai wakil Allah SWT
untuk memanfaatkan bumi yang telah
dipusakakan kepada manusia untuk
sebanyak-banyak manfaat dan maslahat
bagi manusia, sesuai dengan ketentuan
Allah SWT.
Artinya: ”dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyaat:56)
Oleh karena itu semua tindakan manusia
di dunia ini adalah semata-mata ibadah,
semata-mata untuk mengabdi kepada
Allah SWT. Dan sebagai abdi Allah SWT
maka manusia dalam semua tindakannya
harus mengikuti perintah-Nya dan
menghindari larangan-Nya. Semua
tindakan tersebut juga termasuk tindakan
dalam berusaha.
Dalam menjalankan tugas mengabdi
kepada Allah SWT sebagai khalifah di
dunia, manusia juga diperingatkan untuk
tidak terperosok dalam kenikmatan
menggunakan rahmat Allah SWT semata-
mata untuk memenuhi hasrat pribadi saja.
99
“Dijadikan indah pada manusia kecintaan pada syahwat dari wanita-wanita, anak-anak,
harta yang banyak …”. (Q.S. Ali Imran:14);
“Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar Ruum : 41).
Islam juga menjanjikan bahwa semua
manusia pasti akan memperoleh balasan
yang sempurna atas segala sesuatu yang
diusahakannya. Balasan tersebut
dijanjikan oleh Allah SWT akan
sempurna dalam jumlah maupun waktu
menurut ketentuan yang digariskan oleh
Allah SWT. Walaupun memang harapan
manusia mungkin berbeda dengan
ketentuan Allah, sehingga manusia yang
tidak pandai bersyukur dapat merasa
kecewa dengan ketentuan Allah tersebut.
“Dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain yang telah diusahakannya.
Dan bahwa usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian (kelak)
akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (Q.S. An
Najm 38-40).
Islam menyatakan bahwa semua yang ada
di langit dan di bumi adalah milik Allah
SWT, dan sebagian manusia dijadikan
untuk menguasainya dengan amanah
untuk menafkahkan di jalan Allah karena
sebagian dari harta tersebut terdapat
bagian tertentu yang menjadi hak orang
lain.
“Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu
yang telah jadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang beriman di antara kamu dan
menafkahkan hartanya memperoleh pahala yang besar.” (Q.S. Al Hadiid:7)
100
Yang dimaksud dengan menguasai di sini
ialah penguasaan yang bukan secara
mutlak. hak milik pada hakikatnya adalah
pada Allah. manusia menafkahkan
hartanya itu haruslah menurut hukum-
hukum yang telah disyariatkan Allah.
karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.
”Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin)
yang meminta dan yang tidak mempunyai apa apa (yang tidak mau meminta)” (Q.S. Al
Ma’arij: 24-25).
Demikianlah tata nilai kehidupan
menurut ajaran agama Islam, di mana :
1. Tujuan hidup manusia adalah untuk
mencapai kebahagiaan di akhirat
karena kesejahteraan di akhirat lebih
utama dari kesejahteraan di dunia,
namun manusia tidak boleh
melupakan haknya atas kenikmatan
dunia.
2. Kenikmatan dunia tidak boleh
membuat manusia melupakan
kewajibannya sebagai abdi Allah dan
sebagai khalifah di dunia untuk
membawa rahmat bagi seluruh alam
guna mencapai kehidupan yang lebih
baik (hayatan thoyyibah)
3. Manusia tidak akan memperoleh
kecuali yang diusahakannya, dan
Allah SWT menjamin akan
mendapat balasan yang sempurna.
Oleh karena itu manusia harus
berusaha secara baik dengan
bersungguh-sungguh untuk
mendapatkan hasil yang halal dan
thoyib.
4. Semua manusia yang beriman
adalah bersaudara, karena itu di
dalam setiap rahmat dari Allah
berupa harta yang diterima oleh
manusia terdapat hak orang lain,
sehingga harta harus dibersihkan
dengan mengeluarkan zakat, infaq
dan shadaqah.
SIMPULAN
1. Secara umum perkembangan ekonomi
Islam di Indonesia menunjukkan dua
hal mendasar, yakni: Pertama,
bahwasannya sistem ekonomi Islam
itu diilhami oleh dan berpijak kepada
nilai-nilai keagamaan, dengan
penekanan antara lain pada aspek
keadilan. Kedua, belum terlihat secara
baku format sistem ekonomi Islam,
berikut misalnya besaran-besaran
kuantitatif sebagai indikator umum
dan makro, untuk mengatakan apakah
sistem ini sungguh-sungguh sudah
mendekati kenyataan yang
didambakan, sebagai sistem yang adil,
dan mampu menjawab tantangan
ekonomi ummat ini.
2. Konsekwensi logis dari upaya
penerapan sistem ekonomi Islam maka
negara atau daulah harus menerapkan
syari’at Islam secara menyeluruh
termasuk sistem negaranya yaitu
daulah Khilafah Islamiyah. Jadi upaya
penerapan sistem ekonomi Islam
secara bersamaan harus dilakukan pula
usaha membentuk dan mendirikan
daulah Khilafah Islamiyah. Karena
itu, penegakkan daulah Khilafah
Islamiyah merupakan syarat mutlak
bagi adanya sistem ekonomi Islam.
Sebab tidak mungkin sistem ekonomi
Islam dapat diterapkan oleh negara
yang tidak melaksanakan sistem Islam.
3. Aktivitas ekonomi yang menyangkut
bagaimana cara perolehan harta dan
pemanfaatan (konsumsi) serta
pendistribusiannya, maka Islam turut
101
campur dengan cara yang jelas. Dan
menjelaskan tentang bagaimana cara
memperoleh dan memiliki, cara
memanfaatkan serta cara
mendistribusikan harta kekayaan yang
telah dimiliki tersebut. Oleh karena
itu, amatlah jelas bahwa Islam telah
memberikan pandangan (konsep)
tentang sistem ekonomi, sementara
tentang ilmu ekonomi Islam
menyerahkannya kepada manusia.
4. Konsep dasar berusaha manusia harus
mengingat pranata yang dipakai dalam
penerapan Etika adalah Nilai (Values),
Hak (Rights), Kewajiban (Duties),
Peraturan (Rules), dan Hubungan
(Relationship), maka untuk memahami
Etika Usaha Islami haruslah diketahui
tata nilai yang dianut manusia, hak dan
kewajiban manusia di dunia, serta
ketentuan aturan dan hubungan yang
harus dipatuhi manusia baik yang
menyangkut hubungan antar manusia
(Hablum Minan naas), hubungan
dengan alam dan tentunya hubungan
dengan Allah SWT( Hablum Mina
Allah). Untuk mencapai tata
kehidupan dalam upaya untuk
mencapai kebahagiaan di dunia dan
kesejahteraan di akhirat, Kenikmatan
dunia tidak boleh membuat manusia
melupakan kewajibannya sebagai abdi
Allah, Semua manusia yang beriman
adalah bersaudara, karena itu di dalam
setiap rahmat dari Allah berupa harta
yang diterima oleh manusia terdapat
hak orang lain, sehingga harta harus
dibersihkan dengan mengeluarkan
zakat, infaq dan shadaqah.
102
IMPLIKASI PEMBAHASAN
Indikasi-indikasi lain yang menunjukkan
pengaruh ekonomi Islam terhadap
ekonomi modern ialah diadopsinya kata
credit yang dalam ekonomi konvensional
dikatakan berasal dari credo (pinjaman
atas dasar kepercayaan). Credo
sebenarnya berasal dari bahasa Arab “qa-
ra-do” yang secara fikih berarti
meminjamkan uang atas dasar
kepercayaan.
Teori invisible hands yang dikemukakan
oleh Adam Smith diduga keras juga
berasal dari teori Islam. Menurut teori
ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan
tidak kelihatan (invisible hands). Harga
barang tidak boleh ditetapkan oleh
pemerinth, karena ia tergantung pada
hukum supply and demand.
Invisible hands bagaimanapun
mengadopsi hadits Rasulullah Saw yang
menjelaskan bahwa Allah-lah yang
menentukan harga. Bukankah konsep
invisible hands ini lebih tepat dikatakan
gods hands. Namun demikian, ekonomi
Islam masih memberikan peluang pada
kondisi tertentu untuk melakukan
intervensi harga (price intervention) bila
para pedagang melakukan monopoli dan
kecurangan yang menekan dan
merugikan konsumen. Menurut Ibnu
taymiyah, penetapan harga diperlukan
untuk mencegah pedagang menjual
makanan atau barang dengan harga
sesuka hati dan hanya menjual kepada
kelompok tertentu saja.
Pendistribusian harta di masyarakat
merupakan perkara yang sangat penting.
Hal ini disebabkan Islam memandang
permasalahan ekonomi muncul jika
individu-individu tidak dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok hidupnya
yang meliputi pakaian, makanan,
perumahan, pendidikan dan kesehatan
serta jaminan keamanan. Maka jalan
pemecahannya adalah dengan mengatur
pendistribusian harta di tengah-tengah
masyarakat agar berjalan dengan adil dan
benar dan negara wajib menjamin
terpenuhinya kebutuhan pokok setiap
warga negaranya.
Penerapan sistem ekonomi Islam
merupakan bagian integral dari
penerapan syari’at Islam sehingga sistem
ekonomi Islam merupakan bagian yang
tak terlepaskan dengan syari’at-syari’at
Islam lainnya. Penerapan syari’at Islam
dalam perekonomian merupakan suatu
kewajiban seperti halnya kewajiban
setiap muslim untuk melaksanakan
shalat, puasa, zakat dan haji. Sehingga
tidak patut bagi kita dalam kegiatan
ekonomi mengabaikan syari’at Islam
dengan mengambil, melaksanakan dan
mengagungkan sistem ekonomi lainnya
yang berlandaskan hukum kufur.
1. Konsekwensi logis dari upaya
penerapan sistem ekonomi Islam
maka negara atau daulah harus
menerapkan syari’at Islam secara
menyeluruh termasuk sistem
negaranya yaitu daulah Khilafah
Islamiyah. Jadi upaya penerapan
sistem ekonomi Islam secara
bersamaan harus dilakukan pula
usaha membentuk dan mendirikan
daulah Khilafah Islamiyah.
2. Setiap muslim yang meyakini
kebenaran akidah Islam, menjadi
kewajiban bagi semuanya untuk
selalu terikat dengan hukum syara’
(syari’at islam) ketika melakukan
perbuatan dengan hanya berdasarkan
standar halal dan haram yang sudah
digariskan oleh Allah SWT.
Maksudnya kita semua wajib
melaksanakan segala perintah Allah
SWT (perbuatan halal) dan menjauhi
segala larangan-Nya (perbuatan
haram).
DAFTAR PUSTAKA
AL QUR’ANUL KARIM, Departemen
Agama RI
103
Al-Kandalawi, Maulana Muhammad
Zakariyya. Himpunan Fadhilah
Amal. Yogyakarta: Ash Shaff,
2010.
Karim, Adi Warman A. Ekonomi Makro
Islami. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007.
Muhammad. "Perkembangan Gerakan
Ekonomi Islam di Indonesia,
Sebuah Evaluasi." MSI-UII.Net,
16/9/2004: 25-32.
Munrokhim Misanam, dkk. Ekonomi
Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007.
Muttaqin, Hidayatullah. "Meluruskan
Presepsi Keliru terhadap Sistem
Ekonomi Islam." MSI-UII.Net,
16/8/2004: 12-19.
Nasution, Mustafa Edwin. Pengenalan
Ekslusif Ekonomi Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group,
2006.
Nurul Huda, dkk. Ekonomi Makro Islami,
pendekatan teoritis. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group,
2008.
Praja, H. Juhaya S. "Perkembangan
Pemikiran Ekonomi Syariah."
MSI-UII.Net, 12/2/2005.
Suratmaputra, Ahmad Munif. Filsafat
Hukum Islam - Al Ghazali,
Maslahah Mursalah &
relevansinya dengan pembaruan
hukum Islam. Jakarta , 2002.