analisis perkembangan pemikiran fungsi dan peran …

26
78 ANALISIS PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FUNGSI DAN PERAN EKONOMI ISLAM DALAM MENGATASI KRISIS KEUANGAN GLOBAL Oleh : Drs. Lasimun Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta Gedung Sentra Kramat Jl. Kramat Raya No.7-9 Jakarta Pusat 10450 Indonesia Telp. 021-31904598 Fax. 021-31904599 Email : [email protected] ABSTRACT Mistake of looking at economic problems are causing errors in solving economic problems. Regard the capitalist economic system economic problems arise because of the scarcity of sources, while human needs are unlimited. Then the economic system provides a way out by way of how humans can increase production as much as possible to meet the needs that he is not limited. In this way the macro level is applied to the pursuit of economic growth as high. Of course the issue of whether the needs of each individual, especially their basic needs are met or not, is not considered a capitalist economic system. But that note is the owner of the capital so that they can improve and expand the production scale. Application of the Islamic economic system is an integral part of the application of Islamic law so that the Islamic economic system is the part that is not liberated by other shariah- Islamic law. Application of Islamic law in the economy is an obligation as the duty of every Muslim to perform the prayer, fasting, zakat and hajj. Thus inappropriate for us to ignore the economic activities of Islamic law to take, carry out and glorify other economic system based kufr law. Logical consequence of the implementation efforts of Islamic economic system is the state or daulah should apply Islamic law as a whole, including the country's system of Khilafah Islamiyah daulah. So in applying Islamic economic system have also been conducted simultaneously attempt to form and establish the Khilafah Islamiyah daulah. Any Muslim who believes in the truth of the Islamic faith, a duty for everyone to be bound by the laws of Personality (Islamic Shari'ah) when committed by only by the standards of halal and haram that have been outlined by Allah SWT. The point we are all obliged to carry out all the commands of Allah (lawful act) and stay away from all his ban (unlawful). PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi Islam merupakan cerminan dan kerinduan umat Islam di Indonesia khususnya seorang pedagang, berinvestasi, bahkan berbisnis yang secara Islami dan diridhoi oleh Allah swt. Dukungan serta komitmen dari Bank Indonesia dalam perkembangan ekonomi Islam merupakan jawaban atas gairah dan kerinduan dan telah menjadi awal bergeraknya pemikiran dan praktek ekonomi Islam di dalam negeri, juga sebagai pembaharuan ekonomi dalam negeri yang masih penuh kerusakan ini, serta awal kebangkitan ekonomi Islam di Indonesia maupun di seluruh dunia, misalnya di Indonesia berdiri Bank Muamalat tahun 1992. Pada awal tahun 1997, terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang berdampak besar terhadap goncangan lembaga

Upload: others

Post on 23-Feb-2022

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

78

ANALISIS PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FUNGSI

DAN PERAN EKONOMI ISLAM

DALAM MENGATASI KRISIS KEUANGAN GLOBAL

Oleh :

Drs. Lasimun

Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta

Gedung Sentra Kramat Jl. Kramat Raya No.7-9 Jakarta Pusat 10450 Indonesia

Telp. 021-31904598 Fax. 021-31904599

Email : [email protected]

ABSTRACT

Mistake of looking at economic problems are causing errors in solving economic

problems. Regard the capitalist economic system economic problems arise because of the

scarcity of sources, while human needs are unlimited. Then the economic system provides

a way out by way of how humans can increase production as much as possible to meet the

needs that he is not limited. In this way the macro level is applied to the pursuit of

economic growth as high. Of course the issue of whether the needs of each individual,

especially their basic needs are met or not, is not considered a capitalist economic system.

But that note is the owner of the capital so that they can improve and expand the

production scale.

Application of the Islamic economic system is an integral part of the application of Islamic

law so that the Islamic economic system is the part that is not liberated by other shariah-

Islamic law. Application of Islamic law in the economy is an obligation as the duty of every

Muslim to perform the prayer, fasting, zakat and hajj. Thus inappropriate for us to ignore

the economic activities of Islamic law to take, carry out and glorify other economic system

based kufr law.

Logical consequence of the implementation efforts of Islamic economic system is the state

or daulah should apply Islamic law as a whole, including the country's system of Khilafah

Islamiyah daulah. So in applying Islamic economic system have also been conducted

simultaneously attempt to form and establish the Khilafah Islamiyah daulah.

Any Muslim who believes in the truth of the Islamic faith, a duty for everyone to be bound

by the laws of Personality (Islamic Shari'ah) when committed by only by the standards of

halal and haram that have been outlined by Allah SWT. The point we are all obliged to

carry out all the commands of Allah (lawful act) and stay away from all his ban (unlawful).

PENDAHULUAN

Perkembangan ekonomi Islam

merupakan cerminan dan kerinduan umat

Islam di Indonesia khususnya seorang

pedagang, berinvestasi, bahkan berbisnis

yang secara Islami dan diridhoi oleh

Allah swt. Dukungan serta komitmen dari

Bank Indonesia dalam perkembangan

ekonomi Islam merupakan jawaban atas

gairah dan kerinduan dan telah menjadi

awal bergeraknya pemikiran dan praktek

ekonomi Islam di dalam negeri, juga

sebagai pembaharuan ekonomi dalam

negeri yang masih penuh kerusakan ini,

serta awal kebangkitan ekonomi Islam di

Indonesia maupun di seluruh dunia,

misalnya di Indonesia berdiri Bank

Muamalat tahun 1992.

Pada awal tahun 1997, terjadi krisis

ekonomi di Indonesia yang berdampak

besar terhadap goncangan lembaga

79

perbankan yang berakhir likuidasi pada

sejumlah bank, Bank Islam atau Bank

Syariah malah bertambah semakin pesat.

Pada tahun 1998, sistem perbankan Islam

dan gerakan ekonomi Islam di Indonesia

mengalami kemajuan yang sangat pesat.

Namun sesuai dengan perkembangan

ekonomi global dan semakin

meningkatnya minat masyarakat dengan

Ekonomi perbankan secara Islami,

ekonomi Islam mendapat tantangan yang

sangat besar pula. Setidaknya ada tiga

tantangan yang harus dihadapi, yaitu:

Pertama, ujian atas kredibilitas sistem

ekonomi dan keuanganya. Kedua,

bagaimana sistem ekonomi Islam dapat

meningkatkan dan menjamin atas

kelangsungan hidup dan kesejahteraan

seluruh umat, dapat menghapus

kemiskinan dan pengangguran di

Indonesia yang semakin marak, serta

dapat memajukan ekonomi dalam negeri

yang masih terpuruk dan dinilai rendah

oleh negara lain. Dan yang ketiga,

mengenai perangkat peraturan; hukum

dan kebijakan baik dalam skala nasional

maupun dalam skala internasional. Untuk

menjawab pertanyaan itu, telah dibentuk

sebuah organisasi yang bergerak dalam

bidang tersebut yaitu organisasi IAEI

(Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia).

Organisasi tersebut didirikan dengan

maksud untuk membangun jaringan kerja

sama dalam mengembangkan ekonomi

Islam di Indonesia baik secara akademis

maupun secara praktek. Dengan

berdirinya organisasi tersebut, diharapkan

agar para ahli ekonomi Islam yang terdiri

dari akademisi dan praktisi dapat bekerja

sama untuk menjalankan pendapat dan

aksinya secara bersama-sama, baik dalam

penyelenggaraan kajian melalui forum-

forum ilmiah ataupun riset, maupun

dalam melaksankan pengenalan tentang

sistem ekonomi Islam kepada masyarakat

luas. Dengan cara seperti itu, maka

InsyaAllah segala ujian yang diberikan

dapat dipikirkan dan ditemukan solusinya

secara bersama sehingga pergerakannya

bisa lebih efektif dalam pembangunan

ekonomi seluruh umat.

Berbicara tentang ekonomi Islam, maka

kita akan membincangkan suatu sistem

yang mengatur permasalahan ekonomi,

baik dalam aspek mikro maupun makro,

yang berdasarkan kepada syari’at Islam.

Suatu hal yang pasti, sumber pemikiran

ekonomi Islam adalah aqidah dan

ideologi Islam. Sehingga ekonomi Islam

bersifat khas, unik dan berbeda dengan

sistem ekonomi kapitalis ataupun sistem

ekonomi sosialis/komunis.

Ada tiga sistem ekonomi yang ada di

muka bumi ini yaitu kapitalis, sosialis

dan mix economic. Sistem Ekonomi

tersebut merupakan sistem ekonomi yang

berkembang berdasarkan pemikiran barat.

Selain itu, tidak ada diantara sistem

ekonomi yang ada secara penuh berhasil

diterapkan dalam perekonomian di

banyak negara. Sistem ekonomi sosialis

atau komando hancur dengan bubarnya

Uni Soviet. Dengan hancurnya

komunisme dan sistem ekonomi sosialis

pada awal tahun 90-an membuat sistem

kapitalisme disanjung sebagai satu-

satunya sistem ekonomi yang sahih.

Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis

membawa akibat negatif dan lebih buruk,

karena banyak negara miskin bertambah

miskin dan negara kaya yang jumlahnya

relatif sedikit semakin kaya. Dengan kata

lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat

hidup orang banyak terutama di negara-

negara berkembang. Ketidakberhasilan

secara penuh dari sistem-sistem ekonomi

yang ada disebabkan karena masing-

masing sistem ekonomi mempunyai

kelemahan atau kekurangan yang lebih

besar dibandingkan dengan kelebihan

masing-masing. Kelemahan atau

kekurangan dari masing-masing sistem

ekonomi tersebut lebih menonjol

ketimbang kelebihannya. Allah swt

melarang berlaku serakah terhadap harta

apalagi sampai mendzalimi orang lain.

80

Allah berfirman:

Artinya: “dan Barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka

kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi

Allah.” (QS. An Nisaa:30)

Karena kelemahannya atau

kekurangannya lebih menonjol daripada

kebaikan itulah yang menyebabkan

muncul pemikiran baru tentang system

ekonomi terutama dikalangan negara-

negara muslim atau negara-negara yang

mayoritas penduduknya beragama Islam

yaitu sistem ekonomi syariah. Negara -

negara yang penduduknya mayoritas

muslim mencoba untuk mewujudkan

suatu sistem ekonomi yang didasarkan

pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem

ekonomi syariah yang telah berhasil

membawa umat muslim pada zaman

Rasulullah meningkatkan perekonomian

di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang

didasarkan pada Al-quran dan Hadist

tersebut, saat ini sedang dikembangkan

ekonomi syariah dan sistem ekonomi

syariah di banyak negara Islam termasuk

di Indonesia. Ekonomi syariah dan sistem

ekonomi syariah merupakan perwujudan

dari paradigma Islam. Pengembangan

ekonomi syariah dan sistem ekonomi

syariah bukan untuk menyaingi sistem

ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi

sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk

mencari suatu sistem ekonomi yang

mempunyai kelebihan-kelebihan untuk

menutupi kekurangan-kekurangan dari

sistem ekonomi yang telah ada. Islam

diturunkan ke muka bumi ini

dimaksudkan untuk mengatur hidup

manusia guna mewujudkan ketentraman

hidup dan kebahagiaan umat di dunia

dan di akhirat sebagai nilai ekonomi

tertinggi.

Allah swt berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya

terhadap mereka, dan kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta

yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (ingatlah)

ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah

tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri". (QS Al Qashash: 76)

Karun adalah salah seorang anak paman

Nabi Musa a.s. Umat di sini tidak semata-

mata umat muslim tetapi seluruh umat

yang ada di muka bumi. Ketentraman

hidup tidak hanya sekedar dapat

memenuhi kebutuhan hidup secara

melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat

memenuhi ketentraman jiwa sebagai

bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada

keseimbangan dalam pemenuhan

81

kebutuhan hidup di dunia dengan

kebutuhan untuk akhirat. Menurut Islam,

kegiatan ekonomi harus sesuai dengan

hukum syara’. Artinya, ada yang boleh

dilakukan dan ada yang tidak boleh

dilakukan atau dengan kata lain harus

ada etika. Kegiatan ekonomi dan

kegiatan-kegiatan lainnya yang bertujuan

untuk kehidupan di dunia maupun di

akhirat adalah merupakan ibadah kepada

Allah S.W.T. Semua kegiatan dan apapun

yang dilakukan di muka bumi,

kesemuannya merupakan perwujudan

ibadah kepada Allah S.W.T. Dalam

Islam, tidak dibenarkan manusia bersifat

sekuler yaitu memisahkan kegiatan

ibadah/ uhrowi’ dan kegiatan duniawi.

Allah swt berfirman :

Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di

antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu

kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain

itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah:188)

Dalam Islam, harta pada hakikatnya

adalah milik Allah, dan harta yang

dimiliki oleh manusia sesungguhnya

merupakan pemberian Allah, oleh

karenanya harus dimanfaatkan sesuai

dengan perintah Allah. Menurut Islam,

orientasi kehidupan manusia menyangkut

hakikat manusia, makna hidup, hak milik,

tujuan penggunaan sumberdaya,

hubungan antara manusia dan

lingkungan, harus didasarkan pada Al-

quran dan Hadist. Menyangkut sistem

ekonomi menurut Islam ada tiga prinsip

dasar yaitu Tawhid, Khilafah, dan

‘Adalah. Prinsip Tawhid menjadi

landasan utama bagi setiap umat Muslim

dalam menjalankan aktivitasnya termasuk

aktivitas ekonomi. Prinsip ini

merefleksikan bahwa penguasa dan

pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah

Allah SWT. Prinsip Tawhid ini pula yang

mendasari pemikiran kehidupan Islam

yaitu Khilafah (Khalifah) dan ‘Adalah

(keadilan).

Allah swt berfirman:

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu

menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-

kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.

Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah,

sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah :8)

82

Khilafah mempresentasikan bahwa

manusia adalah khalifah atau wakil Allah

di muka bumi ini dengan dianugerahi

seperangkat potensi spiritual dan mental

serta kelengkapan sumberdaya materi

yang dapat digunakan untuk hidup dalam

rangka menyebarkan misi hidupnya. Ini

berarti bahwa, dengan potensi yang

dimiliki, manusia diminta untuk

menggunakan sumberdaya yang ada

dalam rangka mengaktualisasikan

kepentingan dirinya dan masyarakat

sesuai dengan kemampuan mereka dalam

rangka mengabdi kepada Sang Pencipta,

Allah SWT.

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku

hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa engkau

hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya

dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan

mensucikan engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak

kamu ketahui."(QS Al Baqarah:30)

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa

yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-

orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya

dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian

mereka belaka.” (QS Al Fathiir:39)

Prinsip ‘Adalah (keadilan) merupakan

konsep yang tidak terpisahkan dengan

Tawhid dan Khilafah, karena prinsip

‘Adalah adalah merupakan bagian yang

integral dengan tujuan syariah (maqasid

al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip

Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa

semua sumberdaya yang merupakan

amanah dari Allah harus digunakan untuk

merefleksikan tujuan syariah antara lain

yaitu; pemenuhan kebutuhan (need

fullfillment), menghargai sumber

pendapatan (recpectable source of

earning), distribusi pendapatan dan

kesejahteraan yang merata (equitable

distribution of income and wealth) serta

stabilitas dan pertumbuhan (growth and

stability).

Jadi, dalam Sistem ekonomi syariah, ada

landasan etika dan moral dalam

melaksanakan semua kegiatan termasuk

kegiatan ekonomi, selain harus adanya

keseimbangan antara peran pemerintah,

swasta, kepentingan dunia dan

kepentingan akhirat dalam aktivitas

ekonomi yang dilakukan.

83

IDENTIFIKASI MASALAH

Perkembangan gerakan ekonomi Islam di

Indonesia relatif terlambat dibanding

beberapa negara lain setidaknya sejak

awal 1990-an menunjukkan tanda-tanda

yang menggembirakan. Perbandingan

perkembangan ekonomi Islam misalnya

antara dekade 1980-an dan 2000-an

sangat jauh berbeda, baik dalam tataran

praktis, apalagi dalam tataran wacana. Ini

tentu sangat patut di syukuri, betapapun

perkembangan tersebut masih terus

berlanjut dan hujan kritik terus mengucur

dari banyak pihak dengan berbagai ragam

pandangan dan latar belakangnya itu.

Dalam tataran wacana, istilah ekonomi

Islam atau ekonomi syariah sudah sangat

merata, hampir setiap orang pernah

mengatakannya. Berbagai seminar,

konferensi, workshop, dan simposium

tentang ekonomi Islam sangat sering

dilakukan dan dihadiri banyak peminat,

baik di tingkat lokal, nasional, regional

bahkan dunia. Kalau dulu rasanya sulit

mencari sumber bacaan yang membahas

persoalan ekonomi dari kacamata Islam,

maka dewasa ini sangat banyak makalah,

publikasi dalam bentuk jurnal bahkan

buku teks yang membahas ekonomi

Islam. Beberapa media, baik dalam

bentuk surat kabar, tabloid atau bahkan

majalah yang sangat secara berkelanjutan

mengangkat isu yang terkait dengan

ekonomi Islam atau syariah.

Perkembangan yang sama juga terjadi

dalam dunia maya. Cukup banyak situs

yang secara kontinyu dan sistematis

menawarkan wacana ekonomi Islam.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat

diindentifikasi permasalahan –

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan ekonomi

Islam di Indonesia?

2. Bagaimana fungsi dan peran ekonomi

Islam dalam mengatasi krisis

keuangan global dewasa ini?

3. Bagaimana konsep dasar usaha dalam

ekonomi Islam untuk mencapai

maslahah dan Barokah?

RUMUSAN MASALAH

Dalam tataran praktis, ketika bank atau

lembaga keuangan Islam lahir,

ketertarikan dan keterlibatan terhadap

lembaga perbankan dan keuangan Islam

tidak hanya ditunjukkan oleh lembaga

swasta mikro sekelas koperasi tingkat

desa, tetapi justru melibatkan otoritas

moneter tertinggi di negeri ini, yakni

Bank Sentral atau Bank Indonesia. .

Berdasarkan uraian diatas maka dapat

dirumuskan permasalahan ”Sejauhmana

perkembangan, fungsi, peran dan

konsep dasar usaha dalam ekonomi

Islam untuk mencapai kesejahteraah

masyarakat dan mampu mengatasi

krisis ekonomi global yang melanda

dunia?”

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penulisan jurnal ini penulis

melakukan kajian dan pengamatan

terhadap beberapa hal yang terkait

dengan kondisi perekonomian global

yang melanda dunia. Khususnya krisis

ekonomi global yang terjadi dibelahan

benua Eropa dan Amerika, dimana

negara-negara yang memiliki hutang dan

telah jatuh tempo tidak mampu

menyelesaikan kewajibannya kepada

negara – negara donor.

Dimana negara tersebut pertumbuhan

perekonomiannya tidak baik bahkan

negatif. Jika dikaitkan dengan konsep dan

aplikasi sistem ekonomi Islam bagaimana

solusi yang seharusnya dilakukan.

84

LANDASAN TEORI.

1. Nilai – nilai dasar Ekonomi Islam

Moral Islam sebgai pilar ekonomi Islam

perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi

nilai- nilai yang lebih terinci sehingga

pada akhirnya dapat menjadi rumusan

penuntun perilaku para pelaku ekonomi.

Nilai-nilai ini merupakan sis normatif

dari ekonomi Islam yang berfungsi

menjamin kualitas perilaku ekonomi

setiap individu.

Ketika orang membayar zakatnya, diikuti

dengan kata-kata yang menyakiti hati

penerima zakat, maka amalan zakat

tersebut tidak dinilai ibadah atau

mendapatkan imbalan balik dihadapan

Allah SWT.

Nilai – nilai dalam Al qur’an dan Al

Hadist terkait dengan ekonomi sangatlah

banyak, inti dari nilai ajaran Islam adalah

Tauhid yaitu segala aktivitas manusia,

termasuk ekonomi hanya dalam rangka

untuk ditujukan mengikuti satu kaidah

hukum yaitu hukum Allah swt. Dalam

pelaksanaannya nilai Tauhid

diterjemahkan dalam banyak nilai dan

terdapat tiga nilai dasar yang menjadi

pembeda ekonomi Islam dengan lainnya

yaitu :

a. Adl

Keadilan (adl) merupakan nilai paling

asasi dalam ajaran Islam. Menegakkan

keadilan dan memberantas kezaliman

adalah tujuan utama dari risalah para

Rosulullah. Sebagaimana firman Allah

dalam surat Al Hadid ayat 25:

Yang artinya: ”Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa

bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca

(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang

padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya

mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong

(agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah

Maha kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al Hadid:25)

Maqosid Syariah

(Tawhid, Khilafah dan

‘Adalah)

Maslahah dan

Barokah

Sistem Ekonomi

Islam

85

Artinya: ”Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil

dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul

(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat

yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa

yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu

terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan

Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang kepada manusia.” (QS. Al Baqarah:143)

Umat Islam dijadikan umat yang adil dan

pilihan, karena mereka akan menjadi

saksi atas perbuatan orang yang

menyimpang dari kebenaran baik di

dunia maupun di akhirat.

Artinya: ”... dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak

memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila

kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu),

dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar

kamu ingat. (QS. Al An’am:152)

Artinya: ”Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap

orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari

negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al

Mumthahanah:8)

86

Artinya: ”Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka

bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah

kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.

Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat,

karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shaad:26)

Berdasarkan muatan makna adil yang ada

dalam Al qur’an sebagaimana tersebut

diatas, maka bisa diturunkan berbagai

nilai turunan yang berasal darinya

sebagai berikut:

1) Persamaan kompensasi

2) Persamaan hukum

3) Moderat

4) Proporsional

Seluruh makna adil tersebut akan

terwujud jika setiap orang menjunjung

tinggi nilai kebenaran, kejujuran,

keberanian, keluruasan, dan kejelasan.

b. Khilafah

Nilai khilafah secara umum berarti

tanggung jawab sebagai pengganti atau

utusan Allah di alam semesta. Manusia

diciptakan Allah swt dimuka bumi untuk

menjadi khalifah yaitu menjadi wakil

Allah untuk memakmurkan bumi dan

alam semesta.

Konsep khilafah dalam Al qur’an dapat

diartikan sebagai amanah dan tanggung

jawab dalam bentuk sikap dan perilaku

manusia terhadap Allah swt, sesama dan

alam semesta.

Allah swt berfirman dalam Al quran

dalam kontek khilafah sebagai berikut:

Artinya: ”Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa

yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-

orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya

dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian

mereka belaka.”(QS Fathiir:39)

87

Artinya: ”kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang

kepada Kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah

membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), Maka Allah akan

melihat bagaimana perbuatanmu” (QS. Al A’raaf:129).

Mereka mengeluh kepada Musa a.s.

bahwa nasib mereka sama saja; baik

sebelum kedatangan Musa a.s. untuk

menyeru mereka kepada agama Allah dan

melepaskan mereka dari perbudakan

Fir'aun, maupun sesudahnya. ini

menunjukkan kekerdilan jiwa dan

kelemahan daya juang pada mereka.

Maksudnya: Allah akan membalas

perbuatanmu, yang baik dibalas dengan

yang baik, dan yang buruk dibalas

dengan yang buruk.

Artinya: ”Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila

ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu

(manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)?

Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).(QS. An Naml:62)

Yang dimaksud dengan menjadikan manusia sebagai khalifah ialah menjadikan manusia

berkuasa di bumi.

Artinya: ”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku

hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau

hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya

dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau

dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang

tidak kamu ketahui."(QS. Al Baqarah:30)

Berdasarkan makna Khilafah diatas dapat

disimpulkan bahwa pengertian khilafah

adalah sebagai berikut:

1) Tanggung jawab manusia untuk

berperilaku ekonomi dengan cara yang

benar

88

2) Tanggung jawab manusia untuk

mewujudkan Maslahah secara

maksimum

3) Tanggung jawab manusia untuk

melakukan perbaikan kesejahteraan

setiap individu.

c. Takaful

Sesama orang Islam adalah saudara, dan

belum sempurna iman seseorang sebelum

ia mencintai saudaranya sebagaimana ia

mencintai dirinya sendiri. Hal ini

mendorong manusia untuk mewujudkan

hubungan yang baik antar individu dan

masyarakat melalui konsep takaful.

Konsep ini bisa dijabarkan lebih lanjut

sebagai berikut :

1) jaminan terhadap pemilikan dan

pengelolaan sumber daya oleh

individu. Sebagaimana Allah swt

berfirman:

Artinya: ”Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi

dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. kamu tidak memikul

tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul

tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak)

mengusir mereka, (sehingga kamu Termasuk orang-orang yang zalim)”(QS. Al

An’am:52).

Ketika Rasulullah s.a.w. sedang duduk-

duduk bersama orang mukmin yang

dianggap rendah dan miskin oleh kaum

Quraisy, datanglah beberapa pemuka

Quraisy hendak bicara dengan

Rasulullah, tetapi mereka enggan duduk

bersama mukmin itu, dan mereka

mengusulkan supaya orang-orang

mukmin itu diusir saja, lalu turunlah ayat

ini.

2) Jaminan setiap individu untuk

menikmati hasil pembangunan atau

output.

3) Jaminan setiap individu untuk

membangun keluarga sakinah.

Sebagaimana Allah swt berfirman:

Artinya: ”Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya

kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi

Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha

mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat:13)

89

4) Jaminan untuk amar ma’ruf nahi

munkar

Amar ma’ruf nahi munkar merupakan

kewajiban bagi setiap orang Islam dalam

menjalani kehidupan dunia yaitu

kewajiban untuk mendorong orang lain

berbuat kebaikan dan mencegah manusia

dari berbuat keburukan. Suatu

perekonomian Islam harus menjamin

adanya peluang setiap individu untuk

amar ma’ruf nahi munkar sehingga

masyarakat harmoni bisa terwujud.

Sebagaimana firman Allah swt :

Artinya: ”dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada

kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah

orang-orang yang beruntung.”(QS. Ali ’Imran:104)

Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah

segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Artinya: ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh

kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.

Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada

yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”(QS. . Ali

’Imran:110)

Artinya: ”Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik

dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang

menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh

Allah).”(QS. Lukman:17)

90

Artinya: ”dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah

kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang

memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang

bertakwa.”(QS. Thaha:132)

2. Peran Pemerintah dalam

Pengembangan Sistem Ekonomi Dekade terakhir menjadi saksi

perkembangan ekonomi syariah yang

sangat signifikan di Indonesia.

Perkembangan ekonomi syariah ini

setidaknya bisa ditelusuri dari tiga aspek,

yaitu keilmuan, institusi dan regulasi.

Dari aspek keilmuan, ekonomi syariah

mulai berkembang sejak tahun 1970-an

dan mengalami puncaknya pada akhir

1990-an. Kini perkembangannya semakin

pesat dengan telah dibukanya berbagai

program studi formal ekonomi syariah

dari jenjang D-3 hingga S-3 di banyak

perguruan tinggi, baik negeri maupun

swasta.

Sedangkan dari aspek institusi, terjadi

perkembangan yang luar biasa pada

institusi ekonomi syariah sejak berdirinya

Bank Muamalat pada awal 1990-an.

Berhembusnya angin segar terhadap

Islam politik yang terutama diwakili oleh

ICMI, telah berdampak positif pada

perkembangan institusi ekonomi syariah

ini. Sejak berdirinya bank syariah, segera

menyusul kemudian asuransi syariah

yang dipelopori Takaful dan organisasi

pengelola zakat yang dipelopori oleh

Dompet Dhuafa. Pada akhir 1990-an,

perkembangan ini tidak tertahankan

dengan berdirinya pasar modal syariah,

reksadana syariah, pasar uang syariah,

pegadaian syariah, pembiayaan syariah,

koperasi syariah, hingga berbagai bisnis

sektor riil yang mengusung syariah dalam

operasional-nya seperti hotel, penerbit

buku, rumah makan, lembaga pendidikan,

sampai bengkel otomotif.

Sementara itu dari sisi regulasi,

perkembangannya juga terlihat sangat

positif. Dimulai dari UU No. 7/1992

tentang Perbankan yang memperkenalkan

konsep bank bagi hasil, berdiri bank

umum syariah (BUS) pertama, Bank

Muamalat. Setelah itu hadir UU No.

10/1998 tentang perubahan UU No.

7/1992 yang mengizinkan bank

konvensional membuka unit usaha

syariah (UUS) dan Bank Indonesia (BI)

secara resmi menerima eksistensi bank

syariah dalam dual banking system. UU

No. 23/1999 tentang BI menegaskan

tanggung jawab BI untuk

mengembangkan, mengatur dan

mengawasi bank syariah. UU No. 3/2004

tentang perubahan UU No. 23/1999

semakin meneguhkan peran BI ini. Tidak

berhenti disitu, pada saat yang tidak

berjauhan pemerintah juga mengeluarkan

UU No 38/1999 tentang Pengelolaan

Zakat dan UU No. 41/2004 tentang

Wakaf. Kini di parlemen sedang dibahas

secara intensif RUU Perbankan Syariah

dan RUU Surat Berharga Syariah Negara

(SBSN).

Terdapat banyak optimisme terhadap

perkembangan sistem ekonomi syariah di

Indonesia. Dari berbagai perpektif,

optimisme ini memiliki banyak

rasionalitas. Namun menjadi berlebihan

dan mencemaskan jika mengharapkan

implementasi sistem ekonomi syariah

berjalan cepat di jalur yang tepat tanpa

ada usaha sistemik yang memadai dari

berbagai pihak, terutama pemerintah,

untuk mendorong-nya.

Sistem ekonomi syariah memiliki

dimensi yang luas, karena ia terikat

dengan syariah, terkait dengan politik-

sosial, dan tertuju pada maqashid. Ia

memiliki bentuk yang jelas dimana

sistem berdiri diatas 3 pondasi yaitu

sistem fiskal zakat, sistem moneter emas-

91

dinar dan sistem finansial non-riba,

ditegakkan oleh 2 pilar yaitu sistem

alokasi (system of allocation) mekanisme

pasar dengan hisbah dan sistem

kepemilikan (system of ownership)

pribadi, negara dan wakaf, serta dinaungi

2 atap yaitu sistem tujuan (system of

objective) maqashid syariah dan sistem

insentif (system of incentive) moral dan

material.

Ada tiga jenis manfaat di dalam hukum

Islam di pandang dari sudut keutamaan

dan kepentingannya, yaitu:

1. Daruriyyat adalah yang terpenting,

karena sangat fundamental, manfaat

yang sangat mendasar dan utama

diperlukan untuk kelangsungan

hidup setiap insan, yang apabila

ditinggalkan akan menjadi gangguan

yang sangat membahayakan.

Ada lima hal yang paling utama dan

mendasar yang masuk dalam jenis

ini, yang kepentingan nya harus

selalu di jaga atau dilindungi :

a. Melindungi Agama (al-Din), untuk

perseorangan ad-Din berhubungan

dengan ibadah-ibadah yang

dilakukan seorang muslim dan

muslimah, membela Islam dari

pada ajaran-ajaran yang sesat,

membela Islam dari serangan

orang-orang yang beriman kepada

agama lain.

b. Melindungi Nyawa (al-Nafs),

dalam agama Islam nyawa

manusia adalah sesuatu yang

sangat berharga dan harus di jaga

dan di lindungi. Seorang Muslim

di larang membunuh orang lain

atau dirinya sendiri. Terjemahan

dari surat al-Isra ’17:33, berbunyi:

“Dan janganlah kamu membunuh

jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan

dengan satu (alasan) yang

benar...”

c. Melindungi Akal (al-‘Aql), yang

membedakan manusia dengan

hewan adalah akal, oleh karena itu

kita wajib menjaga dan

melindunginya. Islam

menyarankan kita untuk menuntut

Ilmu sampai ke ujung dunia

manapun dan melarang kita untuk

merusak akal sehat kita, seperti

meminum alkohol.

d. Melindungi Keluarga/garis

keturunan (al-‘Ird), menjaga garis

keturunan dengan menikah secara

agama dan Negara. Punya anak di

luar nikah, misalnya akan

berdampak pada warisan dan

kekacaun dalam keluarga dengan

tidak jelas nya status anak

tersebut, yang perlu dibuktikan

dengan tes darah dan DNA.

e. Melindungi Harta (al-Mal), harta

adalah hal yang sangat penting

dan berharga, namun Islam,

melarang kita untuk mendapatkan

harta kita secara illegal, dengan

mengambil harta orang lain

dengan cara mencuri atau korupsi.

Seperti bunyi surat al-Baqarah 2:

188 : “Dan janganlah sebagian

kamu memakan harta sebagian

yang lain di antara kamu dengan

jalan yang batil...”

Kelima hal yang penting di atas di dapat

dari syariah sebagai essensi dari pada

existensi manusia. Oleh karena itu semua

golongan sosial sudah selayaknya

melindunginya, karena jika tidak,

kehidupan manusia di dunia akan

menjadi kacau, brutal, miskin dan

menderita, baik di dunia dan di akhirat

nantinya.

2. Hajiyyat yakni suatu pelengkap dari

lima dasar kebutuhan hidup (basic

necessities) di atas, yang bertujuan

untuk memfasilitasi praktek dan

penerapannya. Contohnya di dalam

transaksi ekonomi syariah adalah

diizinkannya transaksi jual beli (bai),

sewa menyawa (Ijarah), bagi hasil

92

(mudharabah), dan transaksi ekonomi

syariah lainnya.

3. Tahsinniyyat yakni untuk

memperindah dari kebutuhan hidup

(daruriyyat) dan pelengkapnya

(hajiyyat) yang bila diabaikan tidak

mengganggu kehidupan kita, hanya

mungkin agak kurang menyenangkan

sedikit. Dalam transaksi ekonomi

syariah contohnya adalah larangan

untuk menjual sesuatu yang tidak

punya nilai ekonomi dan menjual

public property, seperti jembatan,

danau.

Tujuan atau objective daripada syariah di

dalam transaksi ekonomi adalah untuk

mencapai tujuan yang menyeluruh dan

significant yang mengarah kepada

tercapainya regulasi syariah yang

berhubungan dengan semua kegiatan dan

transaksi ekonomi.

Pondasi menjadi basis bagi sistem agar

berjalan dengan adil dan merata.

Sedangkan pilar adalah mekanisme utama

dalam sistem agar produksi, konsumsi

dan distribusi barang dan jasa berjalan

efisien. Dan atap akan memberi panduan

bagi sistem agar mampu mencapai

tujuan-tujuan normatif sesuai dengan

perspektif Islam

Dari penjelasan diatas, secara cepat kita

dapat menilai bahwa implementasi sistem

ekonomi syariah masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu masih sangat

dibutuhkan berbagai upaya dari semua

pihak, terutama pemerintah, untuk

mendorong percepatan implementasi

sistem ekonomi syariah ini agar ia dapat

memberi hasil sebagaimana yang

dijanjikan-nya. Pemerintah memiliki

peran strategis disini karena ia berada

dalam posisi sebagai regulator dan policy

maker yang akan menentukan arah dan

bentuk perekonomian yang akan

dibangun.

PEMBAHASAN

1. Perkembangan Ekonomi Islam di

Indonesia

Dibalik perkembangan gerakan ekonomi

Islam yang sedang terjadi dewasa ini, dan

terasa menggembirakan ummat pada

umumnya, patut diangkat sebuah

pertanyaan kritis dan mendasar, yakni:

apakah orientasi perkembangan ini sudah

pada jalur yang diharapkan?

Pembahasan ini dilakukan untuk sebuah

pemikiran terhadap perkembangan

gerakan ekonomi Islam di Indonesia. Hal

ini sangat penting, karena beberapa hal.

Pertama, walaupun sistem ekonomi

Islam bukanlah hal baru secara

konseptual, tetapi implementasinya di

negeri ini secara empirik baru terjadi kali

ini. Oleh karenanya sejarah akan

mencatat dengan seksama pergerakannya,

dan tentu banyak yang menunggu

kesuksesannya. Berdasarkan hal inilah

perlu sikap hati-hati semua pihak, agar

tidak terjadi salah orientasi yang berujung

pada kegagalan dan kekecewaan yang

mendalam. Perlu dicatat bahwa

kesempatan emas untuk dapat

mengimplementasikan sistem ini, sudah

lama diperjuangkan oleh banyak pihak,

dan ummat Islam pada umumnya, namun

kenyataan menunjukkan baru sekaranglah

peluang itu diperoleh. Oleh karena itu

pula, bila kesempatan baik dan langka ini

gagal dimanfaatkan untuk membuktikan

keunggulan sistem ini dalam menjawab

persoalan ummat, maka akibatnya akan

panjang dan mendalam.

93

Yang artinya: ”dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu

menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al Baqarah:195)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa

ayat ini (S. 2: 195) turun berkenaan

dengan hukum nafkah. (Diriwayatkan

oleh al-Bukhari yang bersumber dari

Hudzaifah.)

Dalam riwayat lain dikemukakan

peristiwa sebagai berikut: Ketika Islam

telah berjaya dan berlimpah pengikutnya,

kaum Anshar berbisik kepada sesamanya:

"Harta kita telah habis, dan Allah telah

menjayakan Islam. Bagaimana sekiranya

kita membangun dan memperbaiki

ekonomi kembali?" Maka turunlah ayat

tersebut di atas (S. 2: 195) sebagai

teguran kepada mereka, jangan

menjerumuskan diri pada "tahlukah"

(meninggalkan kewajiban fi sabilillah dan

berusaha menumpuk-numpuk harta)

(Diriwayatkan oleh Abu Dawud,

Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim dan

yang lainnya yang bersumber dari Abi

Ayub al-Anshari. Menurut Tirmidzi

hadits ini shahih.)

Menurut riwayat lain, tersebutlah

seseorang yang menganggap bahwa Allah

tidak akan mengampuni dosa yang

pernah dilakukannya. Maka turunlah

"Wala tulqui biaidikum ilat-tahlukah."

(Diriwayatkan oleh at-Thabarani dengan

sanad yang shahih dan kuat, yang

bersumber dari Jabir an-Nu'man bin

Basyir. Hadits ini diperkuat oleh al-

Hakim yang bersumber dari al-Barra.)

Kedua, berbeda dengan sistem sosialisme

dan kapitalisme, sistem ini bersentuhan

langsung dengan nilai-nilai keyakinan

dalam arti mendalam dan luas. Dalam

bahasa lain, sesuai dengan namanya,

sistem ekonomi Islam di yakini sebagai

derivasi nilai-nilai ilahiyyah, yang

berkaitan langsung dengan masalah

ubudiyyah bahkan ketauhidan. Kegagalan

dalam menunjukkan kelebihan atau

keunggulan sistem ini dibandingkan

sistem lain [baik kapitalisme ataupun

sosialisme] yang mungkin dapat

dikatakan sebagai human-made atau

human-engineered system, dapat

berakibat serius dalam aspek dakwah

Islam secara lebih luas. Ini akan menjadi

dosa sejarah sepanjang masa bagi kita

semua, setidaknya bagi mereka yang

meyakini dan memperjuangkannya.

Artinya: ”Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil

dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul

(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat

94

yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa

yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu

terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan

Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang kepada manusia.” (QS. Al Baqarah:143)

Umat Islam dijadikan umat yang adil dan

pilihan, karena mereka akan menjadi

saksi atas perbuatan orang yang

menyimpang dari kebenaran baik di

dunia maupun di akhirat.

Untuk melakukan evaluasi terhadap

gerakan ekonomi Islam di Indonesia,

dilakukan pendekatan berikut ini.

Pertama, akan didiskusikan secara

singkat sistem ekonomi Islam, baik

definisi, esensi, dan mungkin formatnya.

Kedua, akan dilakukan tinjauan atas

perkembangan empiris gerakan ekonomi

tersebut, sedikitnya bersandar kepada

data resmi yang dapat dilacak dan

dikumpulkan.

Selanjutnya akan dilakukan evaluasi

untuk mengidentifikasi kemungkinan

jawaban atas pertanyaan dasar yang

diangkat di awal makalah ini. Persisnya

akan dilihat dan dikaji, sejauh mana

kesesuaian perkembangan tersebut

dengan esensi perkembangan secara

teoritis atau idealis.

Secara umum pengertian ekonomi Islam

menunjukkan dua hal mendasar, yakni:

Pertama, bahwasannya sistem ekonomi

Islam itu diilhami oleh dan berpijak

kepada nilai-nilai keagamaan, dengan

penekanan antara lain pada aspek

keadilan.

Kedua, belum terlihat secara baku format

sistem ekonomi Islam, berikut misalnya

besaran-besaran kuantitatif sebagai

indikator umum dan makro, untuk

mengatakan apakah sistem ini sungguh-

sungguh sudah mendekati kenyataan

yang didambakan, sebagai sistem yang

adil, dan mampu menjawab tantangan

ekonomi ummat ini.

2. Fungsi dan peran ekonomi Islam

dalam Mengatasi Krisis keuangan

Global

Sistem ekonomi Islam mempunyai

perbedaan yang mendasar dengan sistem

ekonomi manapun termasuk kapitalis

maupun sosialis. Perbedaan itu tidak

hanya mencakup falsafah ekonominya,

namun juga pada konsep-konsep

pokoknya serta pada tataran praktisnya.

Meskipun terdapat perbedaan yang

fundamental antara sistem ekonomi Islam

dengan sistem ekonomi lainnya, namun

tidak dipungkiri bahwa pada tataran

rincian praktis dijumpai beberapa

persamaan. Namun pada hakikatnya

terdapat perbedaan antara sistem ekonomi

Islam dengan sistem ekonomi lainnya

karena landasan sistem ekonominya

berbeda.

Pandangan sistem ekonomi kapitalis di

atas yang memasukkan seluruh kegiatan

ekonomi mulai dari produksi, konsumsi,

dan distribusi dalam pembahasan ilmu

ekonomi berbeda dengan pandangan

sistem ekonomi Islam. Perbedaan ini

dapat diketahui dengan memahami

pandangan tersebut dengan merujuk pada

sumber-sumber hukum Islam berupa AI-

Qur'an dan As-Sunnah. Dalam sebuah

hadits Rasulullah saw bersabda :

"Dua telapak kaki manusia tidak akan bergeser (pada Hari Kiamat) hingga ia ditanya

tentang umumya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya untuk apa ia pergunakan,

tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia pergunakan, dan tentang

tubuhnya untuk apa ia korbankan" (HR. Tirmidzi dari Abu Barzah ra.)

95

Hadits di atas memberikan gambaran

bahwa setiap manusia akan diminta

pentanggungjawaban terhadap empat

perkara yakni tentang umumya, ilmunya,

hartanya, dan tubuhnya. Tentang umur,

ilmu dan tubuhnya setiap orang hanya

ditanya dengan masing-masing satu

pertanyaan sedangkan berkaitan dengan

harta maka setiap orang akan ditanya

dengan dua pertanyaan, yakni dari mana

hartanya dia peroleh dan untuk apa

hartanya dia pergunakan. Hal ini

memberikan suatu gambaran bahwa

Islam memberi perhatian yang besar

terhadap segala aktivitas manusia yang

berhubungan dengan harta. Dengan kata

lain Islam memberikan perhatian yang

besar pada bidang ekonomi.

Menurut Islam dari segi keberadaannya,

harta kekayaan tersebut sebenarnya

terdapat dalam kehidupan secara alamiah,

dimana Allah SWT telah menciptakannya

untuk diberikan kepada manusia. Allah

SWT berfirman dalam banyak ayat :

Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia

berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha

mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Baqarah:29)

Artinya: “Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat

berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan

Mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di

langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya

pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum

yang berfikir. (QS. Al Jatsiyah:12-13)

Artinya: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami

benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan

sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran,

zaitun dan kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan,

untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.” (QS. ‘Abasa:24-32)

96

Ayat-ayat di atas serta ayat-ayat yang lain

yang serupa menunjukkan bahwa Allah

SWT menegaskan bahwa Dia-lah Yang

telah menciptakan benda-benda (harta)

agar bisa dimanfaatkan oleh manusia

secara keseluruhan.

Agar harta kekayaan yang telah Allah

SWT ciptakan tersebut dapat

dimanfaatkan oleh manusia, maka

tentunya manusia haruslah melakukan

berbagai kegiatan ekonomi untuk dapat

melakukan pengelolaan terhadapnya.

Berkaitan dengan upaya manusia

mengelola kekayaan dunia dari segi

bagaimana cara memproduksi harta serta

upaya meningkatkan produktivitasnya,

maka Islam sebagai sebuah prinsip hidup

tidaklah menetapkan cara dan aturan

pengelolaan yang khusus, namun

menyerahkan kepada manusia untuk

mengatu dan mengelolanya dengan

kemampuan yang mereka miliki. Tidak

terdapat satu keterangan pun baik yang

berasal dari Al-Qur'an maupun As-

Sunnah yang menjelaskan bahwa Islam

ikut campur dalam menentukan masalah

bagaimana memproduksi harta kekayaan

tersebut. Justru sebaliknya malah kita

menemukan banyak keterangan yang

menjelaskan, bahwa syara’ (Islam) telah

menyerahkan masalah tersebut kepada

manusia untuk menggali dan

memproduksi kekayaan tersebut.

Diriwayatkan bahwa Nabi saw pemah

memberi nasihat kepada orang yang

sedang melakukan penyerbukan kurma,

setelah orang tersebut mengikuti nasihat

Nabi saw, ternyata orang tersebut

mengalami gagal panen. Setelah ini

disampaikan kepada Nabi saw, maka

beliau saw bersabda : "Kalianlah yang

lebih tahu tentang (urusan) dunia

kalian."(HR. Muslim dan Anas ra.)

Aktivitas ekonomi yang menyangkut

bagaimana cara perolehan harta dan

pemanfaatan (konsumsi) serta

pendistribusiannya, maka Islam turut

campur dengan cara yang jelas. Hal ini

bisa dipahami dari hadits tentang

pertanyaan Allah SWT kepada manusia

di hari kiamat kelak. Bahwa mereka akan

diminta pertanggungjawaban tentang

hartanya dari mana serta dengan cara apa

ia memperolehnya, juga tentang

bagaimana ia memanfaatkan hartanya

tersebut mulai dari kegiatan konsumsi

sampai dengan pendistribusiannya.

Selain itu dari segi tata cara perolehan

harta kekayaan, Islam telah

mensyariatkan hukum-hukum tertentu

dalam rangka memperoleh harta

kekayaan, seperti hukum-hukum berburu,

menghidupkan tanah mati, hukum-hukum

kontrak jasa, industri serta hukum-hukum

waris, hibah, wasiat dan lain sebagainya.

Demikian juga dalam masalah

pemanfaatan harta kekayaan Islam ikut

campur tangan secara jelas. Misalnya

Islam mengharamkan pemanfaatan

beberapa bentuk harta kekayaan yang

haram, seperti minuman keras, bangkai,

daging babi. Selain itu Islam juga

mensyariatkan hukum-hukum tertentu

tentang pendistribusian harta kekayaan

melalui pemberian harta oleh negara

kepada masyarakat, pembagian harta

waris, pemberian zakat, infak, sedekah,

wakaf dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, amatlah jelas bahwa

Islam telah memberikan pandangan

(konsep) tentang sistem ekonomi,

sementara tentang ilmu ekonomi Islam

menyerahkannya kepada manusia.

Dengan kata lain Islam telah menjadikan

perolehan dan pemanfaatan harta

kekayaan sebagai masalah yang dibahas

dalam sistem ekonomi.

Sementara, secara mutlak Islam tidak

membahas bagaimana cara memproduksi

kekayaan dan faktor produksi yang bisa

menghasilkan harta kekayaan, sebab itu

termasuk dalam pembahasan Ilmu

Ekonomi yang bersifat universal.

97

Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa sistem ekonomi Islam

membedakan antara pembahasan

ekonomi dari segi produksi barang dan

jasa yang dimasukkan dalam pembahasan

"ilmu ekonomi" dengan pembahasan

ekonomi dari segi cara memperoleh, cara

memanfaatkan serta cara

mendistribusikan barang dan jasa yang

dimasukkan dalam pembahasan "sistem

ekonomi". Sedangkan Sistem Ekonomi

Kapitalis menjadikan pembahasan "ilmu

ekonomi" dan "sistem ekonomi" sebagai

satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Bahkan sistem kapitalis telah menjadikan

pembahasan "sistem ekonomi" sebagai

bagian dari "ilmu ekonomi" yang berlaku

universal.

Ilmu ekonomi menurut pandangan Islam

adalah ilmu yang membahas tentang

upaya-upaya mengadakan dan

meningkatkan produktivitas barang dan

jasa. Atau dengan kata lain berkaitan

dengan produksi suatu barang dan jasa.

Karena harta kekayaan sifatnya ada

secara alami serta upaya mengadakan dan

meningkatkan produktivitasnya

dilakukan manusia secara universal,

maka pembahasan tentang ilmu ekonomi

merupakan pembahasan yang universal

pula sesuai dengan perkembangan sains

dan teknologi. Oleh karena ilmu

ekonomi tidak dipengaruhi oleh

pandangan hidup (ideologi) tertentu dan

bersifat universal, maka ia dapat diambil

dari manapun juga selama bermanfaat.

Sedangkan "sistem ekonomi"

menjelaskan tentang bagaimana cara

memperoleh dan memiliki, cara

memanfaatkan serta cara

mendistribusikan harta kekayaan yang

telah dimiliki tersebut. Atau dengan kata

lain menjelaskan tentang kepemilikan

harta kekayaan, bagaimana

memanfaatkan dan mengembangkan

harta kekayaan, serta bagaimana

mendistribusikan harta kekayaan kepada

masyarakat. Dengan penjelasan ini dapat

kita ketahui dan pahami bahwa

pembahasan "sistem ekonomi" sangat

dipengaruhi oleh pandangan hidup

tertentu dan tidak berlaku secara

universal. Oleh karena itu sistem

ekonomi dalam pandangan Ideologi Islam

tentu berbeda dengan sistem ekonomi

dalam pandangan Ideologi Kapitalis serta

berbeda pula dengan sistem ekonomi

dalam pandangan Ideologi Sosialisme

dan Komunisme.

3. Konsep Dasar Usaha dalam

Ekonomi Islam untuk mencapai

Maslahah dan barokah.

Artinya: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan

kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi

mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku

terhadapnya Perkataan (ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-

hancurnya.” (QS. Al Israa’ :16)

98

Kegiatan Usaha adalah segala kegiatan

manusia untuk memperoleh hasil yang

positif dari interaksi dengan manusia

(atau kelompok manusia) lainnya.

Sedangkan Perusahaan adalah kumpulan

atau kelompok orang yang bergabung

dalam suatu organisasi untuk melakukan

kegiatan bersama untuk mencapai suatu

tujuan bersama berdasarkan suatu tata

nilai tertentu dan mengikat diri untuk

mengikuti suatu tata aturan tertentu.

Etika Usaha adalah ilmu yang mengatur

hubungan antar perorangan dengan

kelompok/organisasi, serta antara

kelompok/organisasi dengan pihak-pihak

yang berkepentingan (stakeholders) serta

dengan masyarakat luas.

Mengingat pranata yang dipakai dalam

penerapan Etika adalah Nilai (Values),

Hak (Rights), Kewajiban (Duties),

Peraturan (Rules), dan Hubungan

(Relationship), maka untuk memahami

Etika Usaha Islami haruslah diketahui

tata nilai yang dianut manusia, hak dan

kewajiban manusia di dunia, serta

ketentuan aturan dan hubungan yang

harus dipatuhi manusia baik yang

menyangkut hubungan antarmanusia,

hubungan dengan alam dan tentunya

hubungan dengan Allah SWT.

Untuk memahami etika usaha yang

Islami, terlebih dahulu harus dipahami

peran (dan tugas) manusia di dunia. Allah

SWT telah berfirman:

Artinya: “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku

hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau

hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya

dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau

dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang

tidak kamu ketahui." (QS. Al Baqarah:30)

Karena itu semua tindakan manusia di

dunia adalah sebagai wakil Allah SWT

untuk memanfaatkan bumi yang telah

dipusakakan kepada manusia untuk

sebanyak-banyak manfaat dan maslahat

bagi manusia, sesuai dengan ketentuan

Allah SWT.

Artinya: ”dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi

kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyaat:56)

Oleh karena itu semua tindakan manusia

di dunia ini adalah semata-mata ibadah,

semata-mata untuk mengabdi kepada

Allah SWT. Dan sebagai abdi Allah SWT

maka manusia dalam semua tindakannya

harus mengikuti perintah-Nya dan

menghindari larangan-Nya. Semua

tindakan tersebut juga termasuk tindakan

dalam berusaha.

Dalam menjalankan tugas mengabdi

kepada Allah SWT sebagai khalifah di

dunia, manusia juga diperingatkan untuk

tidak terperosok dalam kenikmatan

menggunakan rahmat Allah SWT semata-

mata untuk memenuhi hasrat pribadi saja.

99

“Dijadikan indah pada manusia kecintaan pada syahwat dari wanita-wanita, anak-anak,

harta yang banyak …”. (Q.S. Ali Imran:14);

“Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan

manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan

mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Q.S. Ar Ruum : 41).

Islam juga menjanjikan bahwa semua

manusia pasti akan memperoleh balasan

yang sempurna atas segala sesuatu yang

diusahakannya. Balasan tersebut

dijanjikan oleh Allah SWT akan

sempurna dalam jumlah maupun waktu

menurut ketentuan yang digariskan oleh

Allah SWT. Walaupun memang harapan

manusia mungkin berbeda dengan

ketentuan Allah, sehingga manusia yang

tidak pandai bersyukur dapat merasa

kecewa dengan ketentuan Allah tersebut.

“Dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain yang telah diusahakannya.

Dan bahwa usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian (kelak)

akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (Q.S. An

Najm 38-40).

Islam menyatakan bahwa semua yang ada

di langit dan di bumi adalah milik Allah

SWT, dan sebagian manusia dijadikan

untuk menguasainya dengan amanah

untuk menafkahkan di jalan Allah karena

sebagian dari harta tersebut terdapat

bagian tertentu yang menjadi hak orang

lain.

“Berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu

yang telah jadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang beriman di antara kamu dan

menafkahkan hartanya memperoleh pahala yang besar.” (Q.S. Al Hadiid:7)

100

Yang dimaksud dengan menguasai di sini

ialah penguasaan yang bukan secara

mutlak. hak milik pada hakikatnya adalah

pada Allah. manusia menafkahkan

hartanya itu haruslah menurut hukum-

hukum yang telah disyariatkan Allah.

karena itu tidaklah boleh kikir dan boros.

”Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin)

yang meminta dan yang tidak mempunyai apa apa (yang tidak mau meminta)” (Q.S. Al

Ma’arij: 24-25).

Demikianlah tata nilai kehidupan

menurut ajaran agama Islam, di mana :

1. Tujuan hidup manusia adalah untuk

mencapai kebahagiaan di akhirat

karena kesejahteraan di akhirat lebih

utama dari kesejahteraan di dunia,

namun manusia tidak boleh

melupakan haknya atas kenikmatan

dunia.

2. Kenikmatan dunia tidak boleh

membuat manusia melupakan

kewajibannya sebagai abdi Allah dan

sebagai khalifah di dunia untuk

membawa rahmat bagi seluruh alam

guna mencapai kehidupan yang lebih

baik (hayatan thoyyibah)

3. Manusia tidak akan memperoleh

kecuali yang diusahakannya, dan

Allah SWT menjamin akan

mendapat balasan yang sempurna.

Oleh karena itu manusia harus

berusaha secara baik dengan

bersungguh-sungguh untuk

mendapatkan hasil yang halal dan

thoyib.

4. Semua manusia yang beriman

adalah bersaudara, karena itu di

dalam setiap rahmat dari Allah

berupa harta yang diterima oleh

manusia terdapat hak orang lain,

sehingga harta harus dibersihkan

dengan mengeluarkan zakat, infaq

dan shadaqah.

SIMPULAN

1. Secara umum perkembangan ekonomi

Islam di Indonesia menunjukkan dua

hal mendasar, yakni: Pertama,

bahwasannya sistem ekonomi Islam

itu diilhami oleh dan berpijak kepada

nilai-nilai keagamaan, dengan

penekanan antara lain pada aspek

keadilan. Kedua, belum terlihat secara

baku format sistem ekonomi Islam,

berikut misalnya besaran-besaran

kuantitatif sebagai indikator umum

dan makro, untuk mengatakan apakah

sistem ini sungguh-sungguh sudah

mendekati kenyataan yang

didambakan, sebagai sistem yang adil,

dan mampu menjawab tantangan

ekonomi ummat ini.

2. Konsekwensi logis dari upaya

penerapan sistem ekonomi Islam maka

negara atau daulah harus menerapkan

syari’at Islam secara menyeluruh

termasuk sistem negaranya yaitu

daulah Khilafah Islamiyah. Jadi upaya

penerapan sistem ekonomi Islam

secara bersamaan harus dilakukan pula

usaha membentuk dan mendirikan

daulah Khilafah Islamiyah. Karena

itu, penegakkan daulah Khilafah

Islamiyah merupakan syarat mutlak

bagi adanya sistem ekonomi Islam.

Sebab tidak mungkin sistem ekonomi

Islam dapat diterapkan oleh negara

yang tidak melaksanakan sistem Islam.

3. Aktivitas ekonomi yang menyangkut

bagaimana cara perolehan harta dan

pemanfaatan (konsumsi) serta

pendistribusiannya, maka Islam turut

101

campur dengan cara yang jelas. Dan

menjelaskan tentang bagaimana cara

memperoleh dan memiliki, cara

memanfaatkan serta cara

mendistribusikan harta kekayaan yang

telah dimiliki tersebut. Oleh karena

itu, amatlah jelas bahwa Islam telah

memberikan pandangan (konsep)

tentang sistem ekonomi, sementara

tentang ilmu ekonomi Islam

menyerahkannya kepada manusia.

4. Konsep dasar berusaha manusia harus

mengingat pranata yang dipakai dalam

penerapan Etika adalah Nilai (Values),

Hak (Rights), Kewajiban (Duties),

Peraturan (Rules), dan Hubungan

(Relationship), maka untuk memahami

Etika Usaha Islami haruslah diketahui

tata nilai yang dianut manusia, hak dan

kewajiban manusia di dunia, serta

ketentuan aturan dan hubungan yang

harus dipatuhi manusia baik yang

menyangkut hubungan antar manusia

(Hablum Minan naas), hubungan

dengan alam dan tentunya hubungan

dengan Allah SWT( Hablum Mina

Allah). Untuk mencapai tata

kehidupan dalam upaya untuk

mencapai kebahagiaan di dunia dan

kesejahteraan di akhirat, Kenikmatan

dunia tidak boleh membuat manusia

melupakan kewajibannya sebagai abdi

Allah, Semua manusia yang beriman

adalah bersaudara, karena itu di dalam

setiap rahmat dari Allah berupa harta

yang diterima oleh manusia terdapat

hak orang lain, sehingga harta harus

dibersihkan dengan mengeluarkan

zakat, infaq dan shadaqah.

102

IMPLIKASI PEMBAHASAN

Indikasi-indikasi lain yang menunjukkan

pengaruh ekonomi Islam terhadap

ekonomi modern ialah diadopsinya kata

credit yang dalam ekonomi konvensional

dikatakan berasal dari credo (pinjaman

atas dasar kepercayaan). Credo

sebenarnya berasal dari bahasa Arab “qa-

ra-do” yang secara fikih berarti

meminjamkan uang atas dasar

kepercayaan.

Teori invisible hands yang dikemukakan

oleh Adam Smith diduga keras juga

berasal dari teori Islam. Menurut teori

ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan

tidak kelihatan (invisible hands). Harga

barang tidak boleh ditetapkan oleh

pemerinth, karena ia tergantung pada

hukum supply and demand.

Invisible hands bagaimanapun

mengadopsi hadits Rasulullah Saw yang

menjelaskan bahwa Allah-lah yang

menentukan harga. Bukankah konsep

invisible hands ini lebih tepat dikatakan

gods hands. Namun demikian, ekonomi

Islam masih memberikan peluang pada

kondisi tertentu untuk melakukan

intervensi harga (price intervention) bila

para pedagang melakukan monopoli dan

kecurangan yang menekan dan

merugikan konsumen. Menurut Ibnu

taymiyah, penetapan harga diperlukan

untuk mencegah pedagang menjual

makanan atau barang dengan harga

sesuka hati dan hanya menjual kepada

kelompok tertentu saja.

Pendistribusian harta di masyarakat

merupakan perkara yang sangat penting.

Hal ini disebabkan Islam memandang

permasalahan ekonomi muncul jika

individu-individu tidak dapat memenuhi

kebutuhan-kebutuhan pokok hidupnya

yang meliputi pakaian, makanan,

perumahan, pendidikan dan kesehatan

serta jaminan keamanan. Maka jalan

pemecahannya adalah dengan mengatur

pendistribusian harta di tengah-tengah

masyarakat agar berjalan dengan adil dan

benar dan negara wajib menjamin

terpenuhinya kebutuhan pokok setiap

warga negaranya.

Penerapan sistem ekonomi Islam

merupakan bagian integral dari

penerapan syari’at Islam sehingga sistem

ekonomi Islam merupakan bagian yang

tak terlepaskan dengan syari’at-syari’at

Islam lainnya. Penerapan syari’at Islam

dalam perekonomian merupakan suatu

kewajiban seperti halnya kewajiban

setiap muslim untuk melaksanakan

shalat, puasa, zakat dan haji. Sehingga

tidak patut bagi kita dalam kegiatan

ekonomi mengabaikan syari’at Islam

dengan mengambil, melaksanakan dan

mengagungkan sistem ekonomi lainnya

yang berlandaskan hukum kufur.

1. Konsekwensi logis dari upaya

penerapan sistem ekonomi Islam

maka negara atau daulah harus

menerapkan syari’at Islam secara

menyeluruh termasuk sistem

negaranya yaitu daulah Khilafah

Islamiyah. Jadi upaya penerapan

sistem ekonomi Islam secara

bersamaan harus dilakukan pula

usaha membentuk dan mendirikan

daulah Khilafah Islamiyah.

2. Setiap muslim yang meyakini

kebenaran akidah Islam, menjadi

kewajiban bagi semuanya untuk

selalu terikat dengan hukum syara’

(syari’at islam) ketika melakukan

perbuatan dengan hanya berdasarkan

standar halal dan haram yang sudah

digariskan oleh Allah SWT.

Maksudnya kita semua wajib

melaksanakan segala perintah Allah

SWT (perbuatan halal) dan menjauhi

segala larangan-Nya (perbuatan

haram).

DAFTAR PUSTAKA

AL QUR’ANUL KARIM, Departemen

Agama RI

103

Al-Kandalawi, Maulana Muhammad

Zakariyya. Himpunan Fadhilah

Amal. Yogyakarta: Ash Shaff,

2010.

Karim, Adi Warman A. Ekonomi Makro

Islami. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2007.

Muhammad. "Perkembangan Gerakan

Ekonomi Islam di Indonesia,

Sebuah Evaluasi." MSI-UII.Net,

16/9/2004: 25-32.

Munrokhim Misanam, dkk. Ekonomi

Islam. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2007.

Muttaqin, Hidayatullah. "Meluruskan

Presepsi Keliru terhadap Sistem

Ekonomi Islam." MSI-UII.Net,

16/8/2004: 12-19.

Nasution, Mustafa Edwin. Pengenalan

Ekslusif Ekonomi Islam. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group,

2006.

Nurul Huda, dkk. Ekonomi Makro Islami,

pendekatan teoritis. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group,

2008.

Praja, H. Juhaya S. "Perkembangan

Pemikiran Ekonomi Syariah."

MSI-UII.Net, 12/2/2005.

Suratmaputra, Ahmad Munif. Filsafat

Hukum Islam - Al Ghazali,

Maslahah Mursalah &

relevansinya dengan pembaruan

hukum Islam. Jakarta , 2002.