analisis potensi tanaman hutan industri sebagai agen
TRANSCRIPT
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 36
ANALISIS POTENSI TANAMAN HUTAN INDUSTRI SEBAGAI
AGEN FITOREMEDIASI CEMARAN LOGAM BERAT
ASAL ABU TERBANG
ANALYSIS OF INDUSTRIAL FOREST PLANTS AS FITOREMEDIATION AGENTS OF
HEAVY METALS
FLY ASH CONTAMINATION
1Fikri Daryat,
2Aslim Rasyad,
3Syafruddin Nasution
Postgraduate Program of Riau University
Address Jl. Pattimura No. 09 Gobah, Pekanbaru, Riau
email : [email protected]
ABSTRACT
Analysis of the ability of industrial forest plants such as A. crassicarpa and A. mangium
can act as phytoremediation agents in absorbing heavy metals (Cd, Co and Pb) contained in coal-
burning fly ash boilers that can be used as peat soil ameliorants. Provision of fly ash on peat soils
has potential to pollute the soil. The purpose of this study was to analyze the effectiveness of
forest indutrial plants in reducing heavy metal content in soils contaminated with fly ash and to
estimate how much economic valuation is valued for the phytoremediation ability of acacia
plants in the case of heavy metal contamination from pulp industry activities and paper.The
results of the analysis of the ability of industrial forest plants in absorbing heavy metals show
that A. crassicarpa is better at absorbing Pb metal, A. mangium is better at absorbing Co metals
and Cd metal showed no significant difference between the two types of industrial forest plants.
Keywords: phytoremediation, heavy metal, fly ash, Acacia mangium, Acacia crassicarpa
PENDAHULUAN
Dewasa ini kegiatan industri pulp dan kertas berkembang cukup pesat seiring dengan
pertambahan kebutuhan kertas dan produk hilir
lainnya, yang secara tidak langsung menyumbang devisa negara yang sangat besar
bagi sektor non migas. Dampak positif bagi
perekonomian nasional akibat perkembangan
industri pulp dan kertas ini, bukan tidak diikuti oleh berbagai dampak negatif terutama terhadap
lingkungan. Hal ini disebabkan limbah yang
dihasilkan dari industri ini berpotensi mencemari lingkungan mulai dari cemaran ringan sampai
cemaran berat seperti limbah logam berat.
PT. Indah Kiat Pulp and Paper (PT. IKPP) Perawang bergerak dibidang industri
penghasil pulp dan juga kertas yang
memanfaatkan kayu Acacia crassicarpa dan
Eucalyptus pellita sebagai bahan baku utamanya. Pada tahapan proses produksi pulp
dan kertas oleh PT. IKPP akan dihasilkan bahan-
bahan samping berupa limbah padat baik pada tahapan persiapan bahan baku, proses pemulihan
bahan kimia (chemical recovery), proses
pembangkit uap dan listrik (power boiler)
ataupun dalam proses pengolahan air limbah (waste water treatment). Bahan-bahan sisa
tersebut berupa lumpur (sludge) dari Instalasi
Pengolahan Air Limbah, abu terbang (fly ash) dari cerobong, kulit kayu (bark), dreg maupun
grits dari sisa pengolahan kayu menjadi pulp dan
kertas. Diantara bahan-bahan sisa tersebut terdapat beberapamaterial yang sangat
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 37
berpotensi untuk dikembangkan sebagai produk pendukung dalam pengelolaan Hutan Tanaman
Industri (HTI) yaitu berupa fly ash dari
pembakaran batu bara.
Abu Terbang hasil pembakaran batu bara yang berasal dari abu boiler industri pulp
dan kertas mengandung sejumlah logam berat
seperti Cd, Zn, Mo, Co, Cu, Pb, Cr dan Hg (Purwati et al. 2007) yang berpotensi
menganggu stabilitas lingkungan. Hal ini sejalan
dengan penelitian (Laksmi et al. 2010), menyatakan bahwa kandungan logam berat pada
fly ash (abu terbang) dari hasil sisa pembakaran
PLTU Tanjung Jati B Jepara mengandung Pb
sebanyak 0,79 ppm dan Cr sebesar 0,67 ppm. Persentase rata – rata fly ash yang dihasilkan
dari pembakaran batu bara mencapai 85%-95%
(JCOAL 2008). Akasia merupakan salah satu komoditi
Hutan Tanaman Industri yang berpotensi untuk
dikembangkan pada bidang ekonomi maupun lingkungan. Genus Acacia memiliki banyak
keunggulan jika dibandingkan jenis lainnya,
terutama mampu tumbuh pada kondisi lahan
basah maupun kering. Kemampuannya yang mampu menekan keberadaan gulma, serta nodul
rhizobiumnya yang melimpah menjadikan jenis
ini salah satu primadona pada kegiatan Hutan Tanaman Industri (Yuliastuti dan Surip 2012).
Beberapa dari jenis akasia selain
memiliki keunggulan dalam adaptasi terhadap
lahan dan hasil kayunya yang sangat baik juga memiliki kemampuan lainnya yaitu dalam
proses remediasi terhadap bahan pencemar
terutama logam berat. Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya kemampuan dalam
penyerapan logam berat dari tanaman sejenis.
Menurut (Majid et al. 2011), tanaman A. mangium mampu mentoleransi dan menyerap
logam berat jenis Cu hingga mencapai 93,55
ppm. Tanaman A. mangium juga dilaporkan
mampu menyerap logam Al dan Fe dengan baik pada areal pertambangan (Jeyanni 2018).
Penelitian lainnya dilakukan pada jenis lainnya
yaitu Eucalyptus camaldulensis yang sangat berpotensi dalam fitostabilisasi tanah
terkontaminasi Cd (Meeinkuirt et al. 2016).
Namun sejauh ini belum ada penelitian
mengenai pemanfaatan Acacia crassicarpa dan Acacia mangium sebagai agen fitoremediasi
dalam kasus cemaran fly ash dari pembakaran
boiler berbahan bakar batu bara pada pabrik pulp
dan kertas yang digunakan sebagai amelioran gambut.
Pemilihan jenis Akasia sebagai agen
fitoremediasi jugadidukung oleh kemampuan pertumbuhannya yang relatif cepat (fast
growing) yang memungkinkan tanaman mampu
menyerap unsur – unsur yang tersedia dengan cepat dari tanah. Efektifitas fly ash sebagai
amelioran tanah jika di aplikasikan pada
kegiatan Hutan Tanaman Industri harus
diimbangi dengan kemampuan tanaman dalam menyerap logam berat yang kemungkinan besar
terkandung pada fly ash yang berasal dari
pembakaran batu bara tersebut guna mengurangi dampak terjadinya pencemaran ke lingkungan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2019, pada areal
tanam Native Species Research and
Development, PT. Arara Abadi, Perawang. Analisis logam berat pada media tanam dan
biomassa tanaman dilakukan di Laboratorium
Tanah, Research dan Development PT. Arara
Abadi, Perawang.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pipet ukur 10 ml, labu ukur 100 ml
dan 1000 ml, labu mikro kjeldhal 250 ml, pipet seukuran 1 ml; 5 ml; 10 ml dan 25 ml, gelas
ukur 100 ml, spektrofotometer, papan grid,
penggaris, kaliper digital, counter, AAS dan lain
lain. Tumbuhan uji yang digunakan adalah
bibit Acacia crassicarpa dan Acacia mangium
yang berasal dari nursery PT. Arara Abadi. Media gambut yang diambil dari areal konsesi
PT. Arara Abadi yaitu di Distrik Pusaka,
Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Abu terbang (fly
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 38
ash) murni hasil pembakaran batu bara berasal dari pembakaran boiler PT. IKPP dengan kode
boiler MB-23. Bahan lain yang diperlukan
antara lain pupuk dasar rock phosapte dan urea
serta bahan – bahan kimia untuk analisis tanah tanah dan biomassa tanaman seperti Fenolfetalin
dan H2SO4.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan secara eksperimen faktorial dengan penempatan letak percobaan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan asumsi bahwa kondisi tanah, suhu udara,
kelembaban dan pemupukan dapat dibuat agar homogen. Dua jenis tanaman HTI yaitu A.
crassicarpa dan A. mangium dijadikan faktor
utama dari empat taraf abu terbang yaitu masing – masing 0 ppm, 2000 ppm, 4000 ppm, 6000
ppm fly ash dan kontrol yaitu tanpa penambahan
fly ash per pot. Kombinasi perlakuan terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kombinasi perlakuan pemberian logam
berat terhadap media tanam
Bibit A. crassicarpa dan A. mangium
disi dengan 3 kg tanah gambut sebagai unit percobaan, kemudian diberi perlakuan dengan
menambahkan fly ash (abu terbang) sebagai
sumber cemaran logam berat sesuai dengan taraf yang diuji. Terdapat 3 taraf uji dan 1 kontrol
untuk masing–masing jenis tanaman. Setiap
kombinasi perlakuan sebanyak 3 ulangan
sehingga menghasilkan sebanyak 24 unit percobaan. Untuk setiap unit percobaan terdiri
dari 4 polibag yang berisi tanaman dan
perlakuan yang sama (digunakan sebagai stok tanaman untuk beberapa pengujian) sehingga
diperlukan sebanyak 96tanaman percobaan
(Gambar 3.1.). Tanaman percobaan juga diberi pupuk dasar sesuai dengan standar nursery
berupa rock phosphatesebanyak 2,5 gr dan urea
sebanyak 0,3 gr per polibag.
Kombinasi perlakuan terhadap A. crassicarpa dan A. mangium dilakukan pada
empat taraf dosis yaitu 0 ppm, 2000 ppm, 4000
ppm dan 6000 ppm dengan tujuan untuk
mengetahui tingkatan dosis berapa tanaman akasia mampu mengoptimalkan kemampuan
serapannya yang nantinya juga dibandingkan
jenis mana yang lebih berpotensi dalam kemampuannya menyerap logam berat.
Percobaan di lapangan dilakukan selama
lebih kurang 3 bulan atau 12 minggu masa tanam yang dilakukan di areal native species
Nursery R&D PT. Arara Abadi
Perawang.Pemantauan morfologi seperti jumlah
daun dan tinggi batang, diukur setiap bulan selama periode pengamatan, sedangkan untuk
pengukuran volume batang, panjang dan volume
akar dilakukan pada akhir masa percobaan. Pengukuran kandungan logam berat
alamiah pada media tanam dilakukan sebelum
pemberian abu terbang (fly ash), dua bulan masa tanam dan kemudian setelah tiga bulan masa
percobaan (akhir masa percobaan). Hal ini
bertujuan untuk mengetahui kandungan logam
berat sebelum dan sesudah proses remediasi oleh tanaman. Pengukuran kandungan logam berat
pada biomassa tanaman (akar, batang dan daun)
dilakukan setelah dua bulan masa percobaan dan di akhir masa percobaan, sedangkan untuk
pengukuran laju penyerapan logam berat oleh A.
crassicarpa dan A. mangium dilakukan pada
akhir masa percobaan. Peubah yang diamati dari tanaman antara lain pengukuran morfologi
tanaman seperti jumlah daun, tinggi dan volume
batang dan panjang akar utama serta kandungan logam berat pada tanaman. Peubah yang diamati
dari media tanam adalah kandungan logam berat
pada awal dan akhir percobaan.
Analisis Data
Analisis data menggunakan analisis varian (ANOVA) untuk menentukan atau
menguji antar perlakuan konsentrasi abu terbang
yang diaplikasikan pada gambut dan untuk mengetahui kemampuan dari dua jenis tanaman
hutan industri (A. crassicarpa dan A. mangium)
dalam menyerap logam berat dari tanah yang
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 39
ditambahkan abu terbang hasil pembakaran boiler batu bara sebagai amelioran dengan
bantuan software pengolah data SAS yang
dilakukan uji lanjut menggunakan uji beda nyata
terkecil (SAS User Manual 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Areal Percobaan
Percobaan dilakukan pada areal
persemaian native species Nursery R&D PT.
Arara Abadi, Perawang, Riau. Percobaan ini
difokuskan pada kemampuan tanaman hutan jenis A. crassicarpa dan A. mangium dalam
menyerap logam berat (Cd, Co dan Pb) yang
berasal dari fly ash pembakaran batu bara pada boiler pabrik pulp dan kertas. Pemanfaatan fly
ash ini digunakan sebagai pembenah tanah
(amelioran) guna menaikan nilai pH tanah gambut yang relatif sangat masam.
Air yang digunakan untuk penyiraman
bersumber dari air treatment pabrik IKPP yang
dialirkan ke areal nursery. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan pendistribusian
pipa yang ujungnya telah dipasang sprinkler
pada bulan pertama dan penyiraman manual menggunakan selang pada bulan kedua dan
ketiga. Perbedaan metode penyiraman
dikarenakan tinggi bibit pada bulan kedua dan
ketiga yang tidak memungkinkan dilakukan penyiraman menggunakan sprinkler.
Kondisi areal percobaan yang memiliki
naungan, namun masih memungkinkan masukanya penetrasi cahaya matahari ke areal
percobaan sehingga tidak mengganggu aktivitas
tumbuh dan kembang tanaman. Hal lain yang menjadi pertimbangan dalam menentukan
pemilihan areal percobaan memiliki naungan
karena penelitian dilakukan pada musim
penghujan dan dikahwatirkan akan terjadi penggenangan pada media tanam bila berada di
open area. Kondisi suhu areal percobaan juga
diukur dalam percobaan ini guna menentukan terjaminnya tumbuh kembang tanaman akasia.
Suhu ruang nursery yang terukur berkisar 85 F
atau ± 29OC. Suhu ini dapat dikatakan baik bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman akasia. Menurut National Research Council
(1983), suhu pada habitat alami tanaman akasia
yang mendukung potensi perkembangannya
berkisar antara 12OC – 16OC pada suhu minimum dan 31OC – 34OC pada suhu
maksimum.
Kandungan Logam Berat pada Media Tanam
dan fly ash Sebelum Perlakuan
Media tanam merupakan material
gambut yang diambil dari distrik Gelombang
PT. Arara Abadi sedangkan fly ash berasal dari
pembakaran batu bara power boiler MB-23 yang memiliki kandungan logam berat diantaranya
berupa cadmium (Cd), timbal (Pb) dan cobalt
(Co). Kandungan logam berat serta kondisi pH awal disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Logam Berat Awal pada Media Tanam dan Fly Ash
Paramet
er
satua
n
Hasil Analisa
Awal (mg/Kg) Batas
kritis
pada tanah**
*)
Media Tanam*
)
Fly Ash**
)
Cadmiu
m (Cd) ppm
1,42 3,00 3 - 8
Timbal
(Pb) ppm
0,37 6,72 100 -
400
Cobalt (Co)
ppm 0,63 5,83 25 - 50
Keterangan:
*) Laboratorium Tanah R&D, PT. Arara
Abadi (2019) **) Laboratorium Sucofindo (2017)
***) Pendias dan Pendias (1992)
Kandungan logam berat Cd alamiah
yang cukup tinggi pada gambut (walaupun
belum melewati batas kritis) berbanding lurus
dengan tingkat kemasaman gambut. Hal ini sesuai dengan Korczak (1989) yang menyatakan
bahwa kadar Cd bebas di dalam tanah akan
semakin tinggi dengan kondisi kemasaman (nilai pH) yang semakin rendah. Sedangkan untuk
logam Pb dan Co, terdapat sangat rendah pada
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 40
media gambut, yang menandakan kondisi gambut yang digunakan pada penelitian ini
belum mengalami pencemaran logam berat.
Pengaruh Pemberian fly ash Terhadap
Pertumbuhan Acacia crassicarpa dan Acacia
mangium
Kondisi pH awal pada media tanam
yang berupa material gambut bersifat sangat
masam yaitu 2,94. Hal ini menjadi sangat wajar mengingat gambut yang berada pada daerah
tropis memiliki sifat alamiah dengan kisaran
nilai pH dari masam hingga sangat masam.
Kondisi masam ini dikarenakan masih berlangsungnya proses dekomposisi dan
hidrolisis asam–asam organik yang didominasi
oleh asam fulvat dan asam humat (Rachim 1995).
Gambar 1. Kondisi pH gambut setelah
penambahan abu terbang sebagai ameliorant
Tanah-tanah masam seperti ini,
kebanyakan tanaman tidak mampu tumbuh
dengan baik, kerena karena terbatasnya adsorbs hara yang banyak terikat oleh besi dan pengaruh
dari asam organih yang jelek terhadap tanaman.
Itulah sebabnya diperlukan upaya-upaya perbaikan dengan bahan pembenah tanah atau
ameliorant.
Pengaruh pemberian abu terbang
sebagai ameliorant tanah gambut berdampak terhadap kenaikan derajat keasaman tanah
gambut walaupun tidak signifikan. Adanya
kecenderungan kenaikan nilai pH ini sejalan dengan bertambahnya umur tanaman baik pada
A. mangium maupun A. crasicarpa. Hasil ini
mempertegas temuan Rini et al. (2009), yang
menyatakan bahwa dengan penambahan abu
terbang yang bersifat basa dapat meningkatkan nilai pH tanah gambut. Dengan demikian abu
terbang dari sisa pembakaran abu boiler pulp
dan kertas sangat efektif sebagai amelioran
dalam memperbaiki sifat kimia tanah (nilai pH) dengan konsentrasi yang sesuai.
Menjelang periode 3 bulan umur
tanaman terjadi sedikit penurunan nilai pH tanah di media polibag. Hal yang diperkirakan karena
sebagian logam berat sudah diadsrobsi oleh
tanaman sehingga menyebabkan nilai pH cenderung menurunkembali. Selain itu juga
disebabkan oleh media gambut masih
mengalami dekomposisi dan masih aktif dalam
melepaskan material asam organik (Sari et al. 2017).
Kondisi pertumbuhan dan
perkembangan morfologi tanaman akasia dapat menggambarkan kemampuan pertumbuhan
tanaman akasia dalam melakukan adaptasi
terhadap keberadaan logam berat yang terkandung di dalam abu terbang. Hasil
pengukuran morfologi tanaman akasia tersaji
pada Tabel berikut.
Tabel 3. Rata – rata jumlah daun dua tanaman
akasia yang ditanam pada tanah diaplikasi dengan berbagai konsentrasi abu terbang
Konsentrasi abu terbang Jumlah daun (helai)
Acacia
crassicarpa
Acacia
mangium
0 ppm 9 a 10 a
2000 ppm 8 a 10 a
4000 ppm 10 a 10 a
6000 ppm 9 a 9 a
Rerata jenis 9 A 10 A
Angka pada kolom yang diikuti huruf kecil yang sama dan pada baris yang diikuti huruf besar yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%
Pertumbuhan ke dua species acasia yang diteliti relative baik sesuai dengan kriteria
pertumbuhan bibit standard perusahaan. Rata–
rata jumlah daun kedua spesies tanaman akasia
relative sama menurut uji BNT pada taraf 5%. Penambahan abu terbang ke media tumbuh
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 41
cenderung tidak mempengaruhi jumlah daun pada kedua species tanaman acasia. Hal ini
menunjukkan adanya kemampuan tanaman
akasia cukup baik untuk beradaptasi terhadap
kandungan logam berat yang diberikan.Berkurangnya jumlah daun secara
tidak konsisten pada tanaman yang ditumbuhkan
pada penambahan abu terbang tertentu diperkirakan lebih disebakan karena adanya
faktor luar seperti kekurangan magnesium dan
faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan tanaman (Hanafiah 2007).
Tabel 4. Rata – rata tinggi batang dua species
tanaman akasia yang ditanam pada tanah diaplikasi dengan berbagai konsentrasi abu terbang
Konsentrasi abu terbang Tinggi batang (cm)
Acacia
crassicarpa
Acacia
mangium
0 ppm 29,66 a 20,52 b
2000 ppm 29,66 a 30,56 a
4000 ppm 29,55 a 31,70 a
6000 ppm 30,48 a 30,77 a
Rerata jenis 29,84 A 28,39 A
Angka pada kolom yang diikuti huruf kecil yang sama dan pada baris yang diikuti huruf besar yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%
Tinggi batang rata-rata relative sama
antara dua jenis akasia, namun respon masing-masing species terhadap berbagai konsentrasi
abu terbang yang diberikan sangat berbeda.
Pengaplikasian abu terbang tidak mempengaruhi tinggi tanaman A. crasicarpa, bahkan semakin
tinggi konsentrasinya tinggi tanaman relative
sama dengan control. Di pihak lain, A. mangium
menunjukkan respons yang cukup positif terhadap aplikasi abu terbang, dimana terjadi
peningkatan tinggi tanaman akibat diaplikasi abu
terbang dengan pertambahan tinggi sekitar 50% dari kontrol. Adanya pertambahan tinggi
tanaman pada A. mangium menunjukkan bahwa
tanaman A. mangium sangat respons terhadap adanya penambahan ameliorant bahkan mampu
merangsang pertumbuhannya. Menurut
Susilawati et al. (2011), pemberian amelioran
dapat meminimalisir pengaruh buruk asam –
asam organik beracun yang berasal dari proses dekomposisi material gambut. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian abu terbang
sangat berpotensi memperbaiki pertumbuhan
dan perkembangan tanaman tertentu dan sangat membantu kegiatan pertanian pada areal
gambut.
Pengukuran volume batang tanaman bermaksud untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan dari biomassa tanaman pada
media yang diaplikasi dengan abu terbang. Volume batang yang terhitung umumnya pada
kedua jenis tanaman akasia menunjukkan tidak
adanya perbedaan yang signifikan dan kelihatan
responsnya berbeda dengan tinggi tanaman. Kemampuan adaptasi tanaman akasia terhadap
lingkungannya akan mendukung kondisi
pertumbuhan tanaman.
Tabel 5. Rata – rata volume batang dua spesies
tanaman akasia yang ditanam pada tanah diaplikasikan dengan berbagai konsentrasi abu terbang
Konsentrasi abu terbang Volume batang (cm3)
Acacia
crassicarpa
Acacia
mangium
0 ppm 3,46 a 3,02 a
2000 ppm 3,37 a 2,90 a
4000 ppm 2,31 a 3,17 a
6000 ppm 3,05 a 2,77 a
Rerata jenis 3,05 A 2,84 A
Angka pada kolom yang diikuti huruf kecil yang sama dan
pada baris yang diikuti huruf besar yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%
Pada pengukuran rata – rata panjang
akar utama menunjukan respon pertumbuhan
yang baik dan tidak menganggu sistem perkembangan tanaman, mengingat organ akar
merupakan organ yang kontak langsung dengan
areal yang terkontaminasi logam berat. Menurut Bekesiova et al. (2007), tanaman akan
menghasilkan antioksidan, berupa katalase dan
peroksidase sebagai respon dari keberadaan
logam berat yang dengan sistem tersebut tanaman tidak akan terpengaruh dengan adanya
cekaman logam berat yang ada disekitar zona
perakarannya.
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 42
Tabel 6. Rata – rata panjang akar utama dari dua species tanaman akasia yang ditanam
pada tanah diaplikasi dengan berbagai konsentrasi abu terbang
Konsentrasi abu terbang Panjang akar utama (cm)
Acacia crassicarpa Acacia
mangium
0 ppm 14,59 b 21,23 a
2000 ppm 21,73 a 21,36 a
4000 ppm 22,93 a 21,55 a
6000 ppm 20,71 a 21,80 a
Rerata jenis 19,99 A 21,48 A
Angka pada kolom yang diikuti huruf kecil yang sama dan pada baris yang diikuti huruf besar yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%
Hasil pengamatan panjang akar tanaman
akasia secara umum menunjukkan kemampuan tumbuh yang cukup optimal untuk seluruh
tingkatan konsentrasi perlakuan.Panjang akar A.
crassicarpa yang ditanam pada media yang diaplikasi dengan semua konsentrasi abu terbang
cenderung lebih panjang dari tanaman di media
kontrol. Kondisi ini diduga karena adanya
kandungan unsur-unsur esensial seperti Fe, Mg, K, Ca dan terdapat pula unsur-unsur non
esensial seperti Si, Al, dan Na pada abu sisa
pembakaran batubara yang dibutuhkan oleh pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal
ini sesuai dengan pendapat Lakitan (1993),
bahwasanya jaringan tumbuhan yang mengandung unsur-unsur hara tertentu dengan
konsentrasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
maksimum, maka pada kondisi ini dikatakan
tumbuhan dalam kondisi mewah hara (luxury comsuption).
Sistem perakaran tanaman A. mangium
memiliki susunan perakaran yang lebih kompak dan perkembangan akar yang lebih panjang
dibandingkan dengan sistem perakaran A.
crassicarpa. Perkembangan akar yang kompak dan memanjang merupakan mekanisme tanaman
untuk mengatasi kahat lingkungan seperti hara,
air dan unsur-unsur berbahaya untuk
pertumbuhan. Perbedaan system perkembangan akar tersebut menyebabkan terjadinya respon
yang berbeda terhadap lingkungan tumbuh.
Gambar 2. Perbandingan kondisi sistem perakaran setelah 2 bulan masa tanam
( A ) Acacia mangium dan ( B ) Acacia
crassicarpa
Menurut Winata et al. (2019) kondisi
akar yang kompak dan memanjang merupakan
mekanisme adaptasi akar dalam menghindari keberadaan logam berat, sehingga akardapat
memperluas jerapan air dan hara yang akan
digunakan untuk mendukung berbagai tahapan metabolisme. Sedangkan sistem perakaran A.
crassicarpa yang tidak kompak dan kurang
berkembang sehingga tidak terlalu kokoh
memberikan indikasi bahwa toleransi species ini relatif rendah terhadap lingkungan berupa logam
berat yang diaplikasikan ke media tumbuhnya.
Hidayati (2013) menyatakan bahwa tumbuhan yang bersifat toleran terhadap logam
berat menunjukkan respon fisiologis diantaranya
berupa terganggunya pertumbuhan rambut–rambut akar. Toleransi tanaman terhadap
kandungan logam berat yang ada dalam media
tumbuhnya biasanya akan diikuti dengan
tampilan sifat morfologis berupa ciri fisik daun yang ditunjukan pada periode pertanaman.
Mekanisme fisiologis lain yang juga dilakukan
oleh tanaman dalam mentoleransi keberadaan logam berat yaitu dengan mensintesis substansi
polipeptida pengikat logam berupa phytochelatin
terutama pada bagian akar yang mengalami
kontak langsung (Rascioa dan Izzob 2011). Respon tanaman terlihat pula dengan
terjadinya pengguguran daun pada tanaman
kontrol, sedangkan tanaman yang ada di media yang diaplikasi berbagai konsentrasi abu terbang
tidak ditemui hal yang serupa (Gambar 3.)
A B
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 43
.
Gambar 3.Morfologi tanaman A.crassicarpa
yang ditanam pada media yang diaplikasi abun
terbang sebagai amellioran. (A) kontrol, (B) konsentrasi 2000 ppm, (C) konsentrasi 4000
ppm dan (D) konsentrasi 6000 ppm
Hal ini menandakan bahwa pemberian amelioran berupa abu terbang tidak berpengaruh
negatif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, bahkan malah diperlukan untuk mengatasi adanya hambatan
pertumbuhan lain pada tanaman tertentu. Hasil
penelitian juga memperlihatkan adanya dampak
dari kondisi pH tanah gambut yang sangat masam pada media yang tidak diaplikasi
amelioran yang akan menggangu pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Respon yang berbeda terjadi pada A.
mangium (Gambar 4.), dimana secara
keseluruhan bibit yang ditanam pada media kontrol maupun yang di beri perlakuan dengan
konsentrasi yang berbeda, pertumbuhan
berlangsung normal dan tidak ditemukan adanya
bibit yang mati. Hal ini menunjukkan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang
sangat baik oleh A. mangium, baik terhadap
logam berat maupun pH gambut yang sangat masam. Adanya perbedaan respon fisiologi yang
ditunjukkan oleh A. mangium dan A.
crassicarpa terhadap kondisi pH gambut sebagai
media tanamnya adalah suatu hal yang wajar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Latifah
(2000) bahwa setiap vegetasi memiliki
kebutuhan pH yang berbeda (spesifik), perbedaan pH disebabkan oleh adanya
perbedaan toleransi tanaman terhadap kepekatan
ion H+ atau ion beracun lainnya.
Gambar 4. Respon morfologi tanaman A. mangium terhadap pemberian ameliorant abu
terbang A. 0 ppm (Kontrol), B. Konsentrasi
2000 ppm, C. Konsentrasi 4000 ppm dan D. Konsentrasi 6000 ppm
Kondisi pH tanah yang sangat masam terlihat pada grafik kondisi pH, walaupun sudah
diberikan perlakuan amelioran abu terbang,
namun kedua jenis tanaman hutan ini umumnya
masih menunjukkan pertumbuhan yang relatif baik pada 2 ataupun 3 bulan setelah tanam. Hal
ini menunjukkan adanya toleransi yang cukup
baik pada tanaman tahunan terhadap kondisi kemasaman tanah yang rendah. Hasil penelitian
ini didukung oleh Amacher et al. (2007), yang
menyatakan bahwa tanaman tahunan umumnya lebih toleran terhadap kondisi kemasaman tanah
dibandingkan tanaman pertanian. Peneliti lain
menyatakan bahwa gejala terganggunya
pertumbuhan tanaman akibat toksisitas logam berat cukup sulit terdeteksi (Alloway, 1997).
Adanya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan morfologi tanaman pada kondisi toksisitas akut logam berat sangat jarang terjadi.
Kemampuan toleransi akasia masih
terlihat hingga akhir masa percobaan atau 3
bulan masa tanam. Dari hasil pengukuran terlihat bahwa peningkatan pertumbuhan terus
berlangsung hingga akhir masa percobaan yang
berbanding terbalik dengan penurunan pH media gambut. Penurunan pH gambut pada akhir masa
percobaan diperkirakan karena terjadinya
leaching (pencucian) pada proses penyiraman yang akan melarutkan material abu terbang yang
bertindak sebagai amelioran.
B D
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 44
Analisis Kandungan Logam Berat di Gambut
pada Tahapan Fitoremediasi
Keberadaan logam berat pada tanah saat proses fitoremediasi sangat dipengaruhi oleh
beberapa aspek antara lain keberadaan tanaman,
tanah dan lingkungan yang saling berkaitan.
Tabel 7.menunjukkan kandungan logam Co pada tanah 2 dan 3 bulan setelah diaplikasi
dengan berbagai konsentrasi abu terbang
bersamaan dengan dilakukannya upaya fitormediasi.
Tabel 7. Kandungan Co di media gambut 2 dan
3 bulan setelah diaplikasikan berbagai
konsentrasi abu terbang dan ditanami dua species acasia
Angka pada kolom yang diikuti huruf kecil yang sama dan pada baris yang diikuti huruf besar yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%
Tabel 7.menunjukkan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan kandungan
logam Co pada gambut yang ditanami dua jenis
akasia di usia 2 dan 3 bulan masa tanam. Akan
tetapi, berdasarkan konsentrasi aplikasi abu terbang terhadap tanah gambut terlihat
perbedaan yang nyata dengan terlihat perbedaan
respon antara 2 bulan dan 3 bulan setelah aplikasi. Pada gambut yang ditanami A.
mangium terlihat adanya peningkatan
kandungan Co dengan semakin tingginya konsentrasi aplikasi abu terbang, sementara pada
gambut yang ditanami A. crassicarpa
kandungan Co relatif sama untuk semua
konsentrasi aplikasi abu terbang. Kandungan Co
tanah gambut yang paling tinggi terlihat pada aplikasi abu terbang 6000 ppm di usia tanam 2
bulan, sedangkan pada A. crassicarpa terdapat
nilai tertinggi pada 6000 ppm di usia tanam 3
bulan. Kondisi tersebut masih tergolong cukup baik jika dibandingkan dengan batas kritis
keberadaan logam Co pada tanah (Pendias dan
Pendias 1992) yaitu 25-50 mg/Kg. Kandungan Cd pada media gambut tang
diaplikasi dengan berbagai konsentrasi abu
terbang dan ditanami dua species akasia 2 dan 3 bulan setelah diaplikasi dapat dilihat pada Tabel
8.
Tabel 8. Kandungan Cd di media gambut yang ditanami dua species Akasia 2 dan 3
bulan setelah diaplikasi dengan berbagai konsentrasi abu terbang
Angka pada kolom yang diikuti huruf kecil yang sama dan
pada baris yang diikuti huruf besar yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%
Keberadaan logam Cd pada gambut
yang ditanami dua jenis akasia tidak berbeda
antar species akasia dan antar konsentrasi 2 bulan setelah aplikasi abu terbang. Data
kandungan Cd pada gambut pada usia tanaman 3
bulan menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya konsentrasi abu terbang yang
diaplikasikan, dimana nilai tertinggi pada
gambut yang diaplikasi 6000 ppm pada A.
crassicarpa dan A. mangium. Namun nilai tersebut masih tergolong baik apabila
dibandingkan dengan batas keberadaan logam
berat Cd pada tanah yaitu 3-8 ppm (Pendias dan Pendias 1992).
Kandungan logam Pb pada tanah
gambut yang diaplikasi dengan abu terbang dan ditanami dengan dua species akasia setelah 2
dan 3 bulan disajikan pada (Tabel 9.). Pada saat
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 45
tanaman berumur 2 bulan, kandungan logam Pb pada gambut yang telah diaplikasi abu terbang,
dua kali lebih tinggi pada tanah yang ditanami
dengan A. mangium dibanding yang ditanami A.
crassicarpa, dimana kandungan Pb tertingginya adalah pada gambut yang diaplikasi dengan
6000 ppm abu terbang. Pada usia tanaman 3
bulan malah terjadi sebaliknya dimana kandungan logam Pb gambut yang ditanami A.
crassicarpa jauh lebih tinggi dari yang ditanami
A mangium dan kandungan Pb tertinggi adalah pada gambut yang diaplikasi dengan 6000 ppm
abu terbang dan ditanami A crassicarpa.
Sementara kandungan Pb di tanah gambut yang
ditanami A. mangium tidak berbeda nyata antar konsentrasi aplikasi abu terbang.Nilai tersebut
sangat rendah jika dibandingkan dengan batas
krtitis keberadaan logam Pb pada tanah yaitu 100-400 mg/Kg (Pendias dan Pendias 1992).
Jika dilihat dari keberadaan ketiga jenis
logam yaitu Co, Cd dan Pb tidak berada pada ambang kritis tanah. Hal ini dapat membuktikan
bahwa selain kandungan logam berat yang
cukup rendah pada tanah dan abu terbang,
didukung pula dengan kemampuan kedua jenis tanaman akasia yang berperan baik sebagai agen
fitoremediator logam berat pada tanah.
Tabel 9. Kandungan Pb di media gambut yang
ditanami dengan dua jenis Akasia 2 dan 3 bulan
setelah diaplikasikan dengan berbagai konsentrasi abu terbang
Angka pada kolom yang diikuti huruf kecil yang sama dan pada baris yang diikuti huruf besar yang sama, berbeda tidak nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Acacia mangium lebih baik dalam
menyerap logam Co jika dibandingkan dengan
jenis logam lainnya yang terlihat pada tingginya akumulasi logam Co pada biomassa A.
mangium, laju penyerapan logam Co yang cukup
tinggi pada A. mangium dan efisiensi penyerapan logam Co oleh A. mangium yang
lebih baik. Acacia crassicarpalebih baik dalam
menyerap logam Pb jika dibandingkan dengan jenis logam lainnya yang terlihat pada tingginya
akumulasi logam Pb pada biomassa A.
crassicarpa, laju penyerapan logam Pb yang
cukup baik pada A. crassicarpa dan efisiensi penyerapan logam Pb oleh A. crassicrapa yang
relatif lebih baik. Sedangkan kemampuan
serapan logam Cd tidak berbeda nyata diantara kedua jenis akasia tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alloway, B.J. 1997. Heavy metals in
soil.Blackie academic and professional – chapman and hall.
Amacher, M.C. Neill, K.P dan Perry, C.H. 2007. Soil vital signs: a new soil quality index
(SQI) for assessing forest soil health.
U.S. Department of Agriculture.Forest
Service. Rocky Mountain Research Station.
Bohn, H.L., B.L. Mc-Neal dan G.A. O'Connor. 1985. Soil chemistry 2
edition.JohnWilley & Son. New
York.
Chayed, N.F. 2009. Determination of Heavy
metals uptake by Acacia mangium
grown in ex-mining area in KG Gajah, Perak.Report of final year project for
degree of Bachelor of Science
Chemistry in Universiti Teknologi MARA.
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 46
Indrasti, N.S, Suprihatin. Burhanudin.Aida, N. 2006. Penyerapan logam Pb dan Cd oleh
eceng gondok: pengaruh konsentrasi
logam dan lama waktu kontak. Jurnal
Teknologi Industri Pertanian Vol (16)1: 44-50.
Irawanto, R. 2015. Potensi tumbuhan suku
alismataceae dalam fitoremediasi. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Lingkungan XII.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Jeyanni,A.Z.Y.V. 2018. Phytoremedia tionof
heavymetals using acacia mangium in
Rahman Hydraulic Tin (RHT) tailings,
Klian Intan, Malaysia. Advances in
Plantsand Agriculture Research 8(3): 247-
249.
Korczak. 1989. Fungitional foods of the east.
CRC Press. Florida
Lakitan, B. 1993.Dasar - Dasar Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan
Tanaman. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Laksmi, D.N, Mochtar, H. Sri, S. 2010.
Pemanfaatan limbah fly ash sisa
pembakaran batu bara dengan metode solidifikasi – stabilisasi sebagai bahan
campuran paving block geopolimer.
Program Studi Teknik Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Li, M.S. Luo, Y.P dan Su, Z.Y. 2007. Heavy metal concentration in soils and plant
accumulation in a restored
mangrove mine land in Guang xi,
South China. Environmental Pollution 147: 168-175.
Majid, N.M., Islam, M.M., Veronica, J., Arifin, A., Parisa, A. 2011.Evaluation of heavy
metal uptake and translocation by
Acacia mangium as a phytoremediator
of
copper contaminated soil.African Journal of Biotechnology. 10(42): 8373-
8379.
Meeinkuirt, W., Maleeya, K., John, P., Theerawut, P., Patompong, S. 2016.
Influence of organic amendments on
phytostabilization of Cd-contaminated soil by Eucalyptus camaldulensis.
Science Asia. 42: 83-91.
National Research Council. 1983. Mangium
and other fast-growing Acacias for
the humid tropics. National
academy press. Washington, DC.
Nurlela, Novie. E.P.S, Supriyono, E.W.
Fitoremediasi tanah tercemar logam berat dengan menggunakan
tanaman Hanjuang (Cordyline
fruticosa). Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa 9 (2): 57-
65.
Pendias, A dan Pendias, H. 1992.Trace Elements in Soils and Plants. 2nd Edition. CRC
Press. Boca Raton.
Purwati, S., Rina S. Soetopo, Y. Setiawan.
2007. Potensi penggunaan abu boiler
industri pulp dan kertas sebagai
bahan pengkondisi tanah gambut
pada areal hutan tanaman industri.
Berita Selulosa. 42 (1): 8-17.
Stevenson, F.J. 1994. Humus chemistry:
Genesis, Composition, Reaction. John Willey & Son.NewYork.
Tejada, M. 2009. Application of different
organic wastes in a soil polluted by cadmium: Effects on soil biological
properties. Geoderma. 153:254–268. Widyati, E. 2011.Potensi tumbuhan bawah
sebagai akumulator logam berat untuk
membantu rehabilitasi lahan bekas
1Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau. 2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 3Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Riau.
Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan Vol.4 No.2 Februari 2020 47
tambang. Buletin Mitra Hutan Tanaman 6(2):47-56.
Yuliastuti, D.S dan Surip. 2012. Teknik
Pembuatan Bibit Acacia crassicarpa untuk Pembangunan Kebun Benih
Semai Uji Keturunan Generasi ke
Dua (F2). Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan Yogyakarta.
Yogyakarta.