anamnesis sistem - sarafambarawa.files.wordpress.com · web viewanamnesis sistem : sistem...
TRANSCRIPT
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. DN
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Semen, Tlompakan, Tuntang
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Tgl.Periksa : 24 September 2015
No.RM : 087165-2015
ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa tanggal 24 September 2015, pukul 14.00
di Bangsal Melati RSUD Ambarawa
Keluhan Utama:
Kedua tangan dan kaki terasa lemah.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan korban kecelakaan lalu tunggal 2 hari SMRS sedang
mengendarai sepeda motor dengan kecepatan sedang tiba-tiba terjatuh ke sebelah
kanan dengan kepala membentur tanah dengan cepat. Saat itu pasien menggunakan
helm dan helmnya terlepas. Pasien mengaku tidak pingsan, mual muntah, keluar
cairan dari telinga dan hidung maupun kejang tetapi muncul kelemahan pada kedua
tangan dan kakinya 1 hari setelah kecelakaan. Kelemahan yang dirasakan terasa
sepanjang hari dan disertai rasa kaku yang semakin memberat, tidak hilang dengan
dipijat-pijat, diurut maupun dengan istirahat. Keluhan kelemahan tersebut tidak
1
disertai adanya perasaan seperti kesemutan, baal maupun nyeri yang menjalar. Pasien
merasa terganggu karena kesulitan dalam bergerak.
Keluhan juga disertai sesak. Sesak terjadi pertama kali ketika kedua tangan
dan kakinya terasa kaku. Sesak muncul sesekali dan hilang timbul, tidak disertai
dengan batuk, nyeri dada maupun demam. Keluhan sesak yang dirasakan tidak
memberat, namun juga tidak hilang ketika beristirahat. Sampai saat ini pasien
mengaku belum mendapatkan pengobatan apapun untuk mengatasi sesaknya.
Selain itu pasien juga merasakan kepalanya terasa pusing seperti nyeri kepala
yang timbul beberapa jam setelah terjadi kecelakaan. Nyeri kepala yang dirasakan
berupa cekat-cekot diseluruh kepala namun tidak berdenyut, tidak disertai rasa silau
apabila meilhat cahaya, tidak berkunang-kunang dan tidak keluar air mata. Nyeri
kepala yang dirasakan terus menerus dengan intensitas yang ringan dan tidak hilang
ketika pasien beristirahat.
Pasien juga merasa nyeri pada leher sebelah kirinya dan dirasakan sedikit
membengkak. Nyeri timbul apabila dilakukan penekanan pada daerah tersebut. Nyeri
yang dirasakan tidak menjalar dan disertai rasa sedikit panas. Walaupun demikian,
pasien dapat menggerakkan lehernya ke kiri dan kanan serta berputar.
Pasien mengaku selama ini tidak ada keluhan BAK maupun BAB. Pasien
mampu berkomunikasi dengan baik namun keluhan-keluhan terebut dirasa
mengganggu hingga akhirnya pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma sebelumya (-)
Riwayat konsumsi obat-obatan dan alkohol disangkal
Riwayat kejang disangkal
Riwayat epilepsy disangkal
Riwayat asma dan alergi disangkal
Riwayat operasi pada daerah leher (-)
Riwayat neoplasma/ keganasan disangkal
2
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kejang disangkal
Anamnesis Sistem :
Sistem cerebrospinal : Cephalgia.
Sistem kardiovaskular : Tidak ada keluhan.
Sistem respiratorius : Dyspneau.
Sistem gastrointestinal : Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-).
Sistem urogenital : Tidak ada keluhan.
Sistem musculoskeletal : Tetraparese, ROM terbatas.
Sistem integumentum : Tidak ada keluhan
DISKUSI I
Dari anamnesa tersebut didapatkan seorang pasien perempuan usia 16 tahun
mengalami kelemahan pada kedua tangan dan kakinya disertai sesak. Keluhan
kemungkinan disebabkan oleh adanya trauma yang terjadi pada daerah leher tersebut.
Trauma pada leher dapat mengenai jaringan lunak berupa ligamen, diskus dan faset
tulang belakang dan medulla spinalis. Pada cedera medulla spinalis dapat didapatkan
keluhan berupa kelemahan, kelumpuhan, kesemutan, kehilangan refleks pada bagian
tubuh yang persarafannya terganggu akibat adanya lesi pada medulla spinalis pada
segmen tersebut. Penyebab trauma pada medula spinalis adalah kecelakaan lalu lintas
(44%), kecelakaan olah raga (22%), terjatuh dari ketinggian (24%), kecelakaan kerja.
Insiden cedera medulla spinalis sekitar 5 kasus per satu juta populasi per tahun atau
sekitar 14.000 pasien per tahun. Insiden cedera medulla spinalis tertinggi pada usia
16-30 tahun (53,1 %). Insiden cedera medulla spinalis pada pria adalah 81,2 %.
Sekitar 80 % pria dengan cedera medulla spinalis terdapat pada usia 18-25 tahun1.
CEDERA MEDULA SPINALIS
Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke
susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh
3
tulang vertebra. Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris,
gerakan dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat
terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun permanen
terjadi akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera
medula spinalis3,4
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi dua jenis4,5:
1. Cedera medula spinalis traumatik, terjadi ketika benturan fisik eksternal
seperti yangdiakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau
kekerasan, merusak medula spinalis. Definisi cedera medula spinalis
traumatik sebagai lesi traumatik pada medula spinalis dengan beragam defisit
motorik dan sensorik atau paralisis. Sesuai dengan American Board of
Physical Medicine and Rehabilitation Examination Outline for Spinal Cord
Injury Medicine, cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur,
dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra.
2. Cedera medula spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan seperti
penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medula spinalis,
atau kerusakan yang terjadi pada medula spinalis yang bukan disebabkan oleh
gaya fisik eksternal. Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup
penyakit motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan
inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan
metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan.
Mekanisme gaya tersering pada cedera medula spinalis adalah gaya
transisional tidak langsung pada vertebra seperti hiperekstensi, fleksi, rotasi, fleksi-
rotasi (paling tidak stabil) mendadak yang mengakibatkan cedera medula spinalis.
Cedera dapat pula disebabkan karena efek kompresi pada medula spinalis. Cedera
langsung pada medula spinalis biasanya disebabkan akibat peluru, benda asing,
pecahan vertebra, tikaman benda tajam. Pada beberapa kasus, terutama pada pasien
muda, dapat terjadi cedera medula spinalis tanpa ada kerusakan tulang atau struktur di
sekitarnya (SCIWORA = Spinal Cord Injury Without Radiological Abnormality)5.
4
Cedera Whiplash
Suatu mekanisme khusus pada cedera medula spinalis servikal adalah cedera
Whiplash yang disebabkan oleh hiperekstensi dan fleksi regio cervical secara
mendadak. Cedera Whiplash tingkat I hanya berupa keluhan nyeri dan kekakuan
leher, sementara tingkat II disertai dengan terbatasnya ROM (range of movement) dan
adanya beberapa titik nyeri. Beberapa gejala yang ditemukan pada cedera whiplash
adalah:
Nyeri leher yang bertambah pada 24 jam pertama.
Nyeri kepala, nyeri menjalar kearah kedua pundak dan parestesia tangan.
Gerakan fleksi lateral berkurang.
Ligamentum longitudinal anterior dapat robek sehingga terjadi disfagia.
Fleksi ke depan melawan tahanan menyebabkan rasa nyeri.
90% asimptomatik setelah 2 tahun, sementara 10% kasus masih merasakan
nyeri.
Jenis cedera yang dapat terjadi akibat suatu trauma, yaitu:
1. Fraktur tulang belakang dengan atau tanpa dislokasi.
2. Dislokasi, sering terjadi antara C1-C2, C5-C6, T11 – T12, dapat sementara
atau menetap, disertai penyempitan kanalis spinalis. Dislokasi juga dapat
menyebabkan terputusnya suplai darah ke medula spinalis. Dapat disertai
robekan discus intervertebralis.
3. Luka tembus peluru atau pisau.
4. Perdarahn epidural, menyebabkan penekanan akut pada medula spinalis.
Kondisi ini merupakan kondisi darurat bedah untuk dekompresi.
5. Hematoma subdural spinalis, lebih jarang dari epidural, kondiri ini merupakan
darurat bedah.
6. Cedera tak langsung medula spinalis, diakibatkan gelombang tekanan pada
benturan kepala, jatuh pada bokong atau pada tungkai.
7. Cedera intermedula:
a. Tahap pertama (1-3 jam): edema medula disertai perdarahan atau
nekrosis.
5
b. Tahap kedua (beberapa hari): absorposi material nekrotik.
c. Tahap ketiga (beberapa bulan): atrofi, gliosis, pembentukan rongga.
Patofisiologi Cedera Medula Spinalis
Patofisiologi cedera medula spinalis bersifat kompleks, meliputi cedera mekanik primer seperti kompresi, penetrasi, laserasi, robekan dan atau regangan. Cedera primer memicu terjadinya cedera sekunder seperti5:
1. Gangguan vaskuler yang menyebabkan penurunan aliran darah, gangguan autoregulasi, gangguan sirkulasi mikro, vasospasme, trombosis dan perdarahan.
2. Perubahan elektrolit, perubahan permeabilitas, hilangnya integritas membran sel, hilangnya energi metabolisme.
3. Perubahan biokimia seperti akumulasi neurotransmitter, pelepasan asam arakidonat, produksi radikal bebas, peroksidasi lemak yang menyebabkan disrupsi aksonal dan kematian sel.Keadaan yang terpenting yang mendasari banyak keadaan patologis dan
defisit neurologis sesudah trauma adalah iskemia medula spinalis. Iskemia dapat bersifat lokal dan sistemik. Perubahan vaskuler lokal disebabkan karena cedera langsung medula spinalis, vasospasme pasca cedera, yang menyebabkan hilangnya autoregulasi aliran darah medula spinalis. Gangguan vaskuler sistemik menyebabkan penurunan denyut jantung, ireguleritas ritme jantung, penurunan tekanan darah arteri rerata, penurunan resistei vaskuler perifer dan gangguan output jantung. Keadaan ini semua menyebabkan hipotensi sistemik5.
Pada cedera medula spinalis, terutama daerah cervical, dapat menyebabkan insufusiensi pernafasan dan disfungsi pulmonal yang pada gilirannya menyebabkan perburukan keadaan iskemik pada medula spinalis5.
Pada trauma medula spinalis juga terjadi suatu proses pada tingkat bioseluler. Terjadi spasme arteri, agregasi platelet, pelepasan epinefrin, endorfin, enkefalin menyebabakna iskemia dan gangguan autoregulasi. Integritas endotel hilang, menyebabkan edema medula spinalis (maksimal dalam 2-3 hari). Iskemia berkaitan dengan peningkatan asam amino eksitatori yang mengaktifkan reseptor asam amino eksitatorik, depolarisasi membran, influks sodium, inaktivasi pompa Na-K yang
6
mencegah repolarisasi. Terjadi influks ion kalsium, aktivasi ATPase dan konsumsi ATP yang mengurangi cadangan energi. Akibat iskemia terjadi metabolisme glikolisis anaerob menyebabkan asidosis laktat dan penurunan produksi ATP. Influks ion kalsium menyebabkan aktivasi fosfolipase dan pelepasan asam arakidonat, hipoperikoksidasi dan pembentukan radikal oksidatif bebas. Hasil akhir proses diatas adalah kegagalan metabolisme mitokondria dan retikulum endoplasmik serta kematian neuronal5.
Berdasarkan jenisnya, cedera medula spinalis dapat pula dibagi menjadi5:1. Cedera primer
a. Akibat trauma langsung, hematoma, SCIWORA.b. Pada 4 jam pertama terjadi infark pada substansia alba.c. Pada 8 jam terjadi infark pada substansia grisea dan paralisis yang
irreversibel.2. Cedera sekunder
a. Hipoksiab. Hipoperfusic. Syok neurogenikd. Syok spinale. Lesi diatas C5 menyebabkan kerusakan diafragma menyebabkan
penurunan kapasitas vital sebesar 20%f. Lesi pada tingkat Torakal 4-6 dapat pula menurunkan kapasitas vitas
akibat paralisis saraf dan otot interkostal..
Gejala dan Tanda
Penilaian neurologis pada cedera medula spinalis meliputi penilaian berikut
seperti5:
1. Sensasi pada tusukan (traktus spinotalamikus)
2. Sensasi pada sentuhan halus dan sensasi posisi sendi (kolum posterior)
3. Kekuatan kelompok otot (traktus kortikospinal)
4. Refleks (abdominal, anal dan bulbokavernosus)
5. Fungsi saraf kranial (bisa dipengaruhi oleh cedera servikal tinggi, seperti
disfagia)
7
Berdasarkan letak tinggi lesi, cedera medula spinalis dapat dikelompokkan
menjadi5:
1. Cervical
a. Cedera C1-C3:
i. Fungsi: rotasi/fleksi/ekstensi leher, bicara dan menelan.
ii. Lumpuh keempat anggota gerak, gerak kepala dan leher sangat
terbatas, aktivitas harian dependen total, pernafasan tergantung
pada ventilator.
iii. Pada trauma gantung (Hangman’s Fracture) terjadi fraktur
pedikel bilateral dan avulsi arkus lamina C2, serta dislokasi
C2-C3 ke depan.
b. Cedera C4
i. Fungsi: kontrol gerak kepala/leher/pundak, inspirasi
(diafragma).
ii. Seperti lesi C1-3 namun pernafasan dapat tanpa respirator
walaupun refleks batuk menurun. Komunikasi lebih baik pada
C1-3.
c. Cedera C5
i. Fungsi: gerak kepala, leher, pundak, supinasi tangan.
ii. Masih dapat makan, minum, gosok gigi namun untuk BAB dan
BAK harus dibantu.
d. Cedera C6
i. Fungsi: ekstensi dan fleksi pergelangan tangan, ekstensi siku
(elbow).
ii. Masih dapat mandiri untuk BAB dan BAK.
e. Cedera C7
i. Fungsi: fleksi dan ekstensi siku (elbow).
ii. Semua gerak tangan dapat dilakukan.
8
f. Cedera C8
i. Fungsi: fleksi dan ekstensi jari, gerak ibu jari, mengipaskan
tangan. Semua gerak tangan dapat dilakukan.
ii. Dapat independent.
2. Torakal
Pada lesi tingkat torakal dapat terjadi paralisis flasid, gangguan fungsi
kemih dan gangguan sensasi bawah lesi. Dapat terjadi ileus paralitik temporer.
Pada cedera T1-T12, pasien biasanya independen dan hanya membutuhkan
untuk pekerjaan rumah yang berat.
3. Lumbosakral
Cedera L1-L5 (fungsi: fleksi paha, ekstensi lutut, dorsofleksi ankle,
ekstensor ibu jari kaki) dan cedera S1-S5 (fungsi: plantar fleksi ankle, fungsi
BAB, BAK, seksual), biasanya pasien independent.
Beberapa sindroma khusus medula spinalis, antara lain5:
1. Komosio medulla spinalis
Suatu keadaan dimana fungsi medulla spinalis hilang sementara akibat
suatu trauma dengan atau tanpa disertai dislokasi atau fraktur. Sembuh
sempurna tanpa gejala sisa. Kerusakan yang mendasarinya berupa edema,
perdarahan perivascular kecil dan infark di sekitar pembuluh darah. Pada
inspeksi makroskopis tidak ada kelainan.
2. Kontusio medulla spinalis
Merupakan gangguan fisiologis dengan kerusakan makroskopis dan
mikroskopis medulla spinalis yaitu perdarahan, pembengkakan, perubahan
neuron, reaksi peradangan.
3. Laserasio medulla spinalis
Terjadi kerusakan yang berat akibat diskontinuitas medulla spinalis.
Biasanya akibat luka tembak, luka bacok, fraktur/ dislokasi.
9
4. Sindroma Medula Spinalis Anterior (Anterior Cord Syndrome).
Mekanisme cedera diakibatkan fleksi dan rotasi pada spinal atau
karena fraktur kompresi korpus vertebra atau dislokasi anterior. Sering
disebabkan oleh kompresi atau oklusi arteri spinalis anterior. Terjadi
gangguan jaras kortikospinal dan jaras spinotalamikus. Klinis lebih berat,
kudriplegia, kontrol sphincter hilang, sensasi suhu dan nyeri bawah lesi
hilang, namun sensasi posisi dan getar masih ada. Jika meluas ke cervical atas
menyebabkan gangguan sensasi wajah (saraf kranial V) dan sindroma Horner
satu atau kedua sisi. Dapat terjadi bradikardia, aritmia, hipotensi postural
karena gangguan jaras simpatis hingga 14 hari yang dapat mengancam jiwa.
5. Sindroma Medula Spinalis Posterior (Posterior Cord Syndrome)
Disebabkan karena cedera hiperekstensi, fraktur korpus vertebra
posterior. Terjadi ganguan posisi (propriosepsi) dan getar sehingga sering
disertai ataksia berat.
6. Sindroma Medula Spinalis Central (Central Cord Syndrome).
Terjadi cedera pada bagian sentral (tengah) medula spinalis. Gejalanya
adalah tetraparesis, tangan lebih berat dari tungkai, gangguan sensasi suhu dan
nyeri dibawah tingkat lesi. Kontrol BAB dan BAK masih ada. Sering terjadi
pada usia lanjut yang disertai spondilosis cervical. Sering disebabkan
hiperekstensi cervical dan trauma minor pada tempat yang relatif sempit.
Medula spinalis tertekan oleh osteofit dari korpus vertebra dan penebalan
ligamentum flavum. Akibat penekanan ini dapat terjadi kerusakan traktus
cervical sentral. Gejala yang timbul adalah lesi UMN (spastik) pada tungkai
dan LMN (paralisis flasid) pada lengan.
7. Sindroma Hemilesi Brown-Sequard (Hemilesion Syndrome)
Cedera disebabkan kerena cedera tikaman atau fraktur vertebra bagian
lateral. Gambaran khasnya adalah paresis UMN (traktus kortikospinal)
ipsilateral, gangguan sensasi nyeri dan suhu kontralateral (traktus
spinotalamikus lateral) 3 segmen dibawah lesi, gangguan sensasi getar dan
10
posisi ipsilateral (kolumna posterior). Pada sisi yang sehat, kekuatan motorik
baik namun terdapat gangguan hilangnya sensasi suhu dan pinprick.
8. Sindroma konus (Conus Syndrome)
Cedera pada konus medula akibat fraktur kompresi setinggi vertebra
lumbal menyebabkan cedera segmen sakral dengan gejala gangguan sensorik
di daerah bokong, perineum, retensi urin dan impotensi.
9. Sindroma Kauda (Cauda Syndrome)
Cedera pada kauda ekuina (radiks lumbal, sakral dan koksigeal).
Paralisis flasid dan atrofi, gangguan sensorik sesuai dermatom, retentio urine
et alvi dan impotensi jika mengenai radiks S2-3-4. Terdapat anestesi dengan
distribusi pelana (saddle anaesthesia).
10. Sindroma Radikuler (Radicular Syndrome)
Cedera radikuler ringan hingga berat dengan atrofi dan fasikulasi,
gangguan sensoris komplit.
11. Kompresi Medula Spinalis
Fase “Syok Spinal” (beberapa hari-minggu) dengan paralisis flasid,
nyeri radikuler setinggi lesi. Urin tertahan, distensi kandung kemih, gangguan
sensasi. Setelah beberapa minggu terjadi spastik kandung kemih, paraparesis
spastik, urgensi berkemih, inkontinensia, gangguan sensorik.
12. Transeksi Medula Spinalis Komplit
Paralisis flasid lengkap dibawah lesi yang dalam beberapa minggu
menjadi spastik, refleks spasme sphincter dan distensi kandung kemih, klonus,
refleks meningkat, muncul refleks patologis. Pada keadaan tertentu dapat
terjadi spasme fleksor involunter pada tungkai bawah. Spasme fleksor sedapat
mungkin harus dicegah karena menyulitkan perawatan dan memudahkan
terjadinya dekubitus. Bila medulla spinalis secara mendadak rusak total akibat
lesi transversal maka akan dijumpai 3 macam gangguan yang muncul
serentak, yaitu :
a. Semua gerak otot pada bagian dibawah lesi akan hilang fungsinya
secara mendadak dan menetap
11
b. Semua sensibilitas daerah dibawah lesi akan menghilang
c. Semua fungsi reflektorik pada semua segmen dibawah lesi akan hilang
13. Hematomielia
Perdarahan akut pada susbtansia grisea medula spinalis. Nyeri akut
dilokasi lesi disertai paralisis. Terjadi atrofi otot pada tingkat hematomielia,
paraparesis spastik dibawah lesi, gangguan sensasi nyeri dan suhu setinggi
dermatom yang terkena. Dibawah lesi sensoris tetap normal. Fungsi kolumna
posterior juga normal.
14. Siringomielia Pasca Trauma
Lokasi di substansia grisea bagian tengah medula spinalis, dorsal dan
lateral kanalis sentralis. Terdapat di daerah batas vaskularisasi arteri spinalis
anterior dan posterior.
Selain itu juga terdapat beberapa hal khusus yang berkaitan dengan cedera
medula spinalis akut, yaitu5:
1. Sacral Spharing
Suatu keadaan utuhnya fungsi radiks sakral seperti gerakan ibu jari kaki atau
sensasi peri-anal. Keadaan ini menunjukkan kemungkinan dapat pulihnya
fungsi saraf.
2. Syok Neurogenik
Cedera yang menyebabkan hilannya kontrol otak terhadap tubuh sehingga
terjadi keadaan vasoparalisis (tonus simpatis) yang menyebabkan keadaan
syok.
a. Lesi di atas Th-6 (lesi cervical atau torakal tinggi)
b. Terjadi dalam menit-jam (penurunan katekolamin dapat terjadi dalam
24 jam).
c. Terputusnya persarafan simpatis mulai dari Th-1 sampai L-2.
d. Tonus vagal yang tidak sejalan (unopposed vagal tone)
e. Vasodilatasi perifer (arteri dan vena) menyebabkan hipovolemia.
f. Cardiac output menurun.
12
g. Penurunan pelepasan epinefrine sehingga terjadi hipotensi, bradikardia
dan penurunan vasokonstriksi dan hipotermi.
h. Pertimbangkan suatu syok hemoragik jika cedera dibawah Th-6,
terdapat cedera mayor lain, hipotensi dengan hanya fraktur vertebra
tanpa cedera neurologis.
3. Syok Spinal
Merupakan suatu keadaan depresi refleks fisiologis (arefleksia) yang
sementara (kontusio medula spinalis) dengan gejala:
a. Mekanisme syok spinal belum jelas, diduga karena disfungsi membran
akson dan neuronal yang bersifat sementara, menyebabkan gangguan
keseimbangan neurotransmitter dan elektrolit (kalium intrasel keluar
ke ekstrasel).
b. Hilangnya tonus anal, refleks dan kontrol otonom dalam 24-72 jam.
c. Hipotensi, bradikardia, hiperemia pada kulit, akral hangat, gangguan
kontrol suhu.
d. Paralisis flasid, gangguan kontrol BAK dan BAB serta priapism
berkepanjangan.
e. Dapat terjadi beberapa jam setelah cedera dan bertahan beberapa hari
hingga bulan hingga pulihnya lengkung refleks neuronal di bawah lesi,
kecuali jika terjadi kerusakan yang berat pada medula spinalis.
f. Makin tinggi letak lesi dan makin berat cedera yang terjadi
menyababkan syok spinal yang terjadi makin berat dan lama.
Klasifikasi
Klasifikasi derajat cedera medula spinalis akut menurut skala ASIA/IMSOP
(American Spinal Cord Injury Association/International Medical Society of
Paraplegia)5.
13
Tingkat Jenis Gangguan Medula Spinalis
ASIA/IMSOP
A Komplit Tidak ada fungsi motorik dan sensorik
sampai S4-S5.
B Inkomplit Fungsi motorik terganggu sampai
segmen S4-S5, fungsi sensorik masih
baik.
C Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah lesi,
kekuatan motorik utama <3.
D Inkomplit Fungsi motorik terganggu dibawah lesi,
kekuatan motorik utama >3.
E Normal Fungsi sensorik dan motorik masih
normal.
Tabel 1. Klasifikasi ASIA
DIAGNOSIS SEMENTARADiagnosis klinis : Tetraparese, dyspneau, cephalgia.Diagnosis topic : Medula spinalis cervicalDiagnosis etiologi : Cedera medula spinalis
PEMERIKSAAN FISIK:Status GeneralisKeadaan umum : Baik, Kesadaran : Compos mentis GCS E4V5M6Vital sign : TD : 100/80 mmHg Nadi: 68x/menit, RR : 24 x/menit, Suhu: 36 0CKepala : kesan mesocephal, konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
refleks cahaya langsung (+/+), RCTL +/+, pupil bulat isokor (3 mm/3 mm), refleks kornea (+/+).
Leher : kelenjar getah bening membesar (-),kaku kuduk (-), meningeal sign (-)
14
Thoraks : Cor: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo: sonor seluruh lapang paru, suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/- ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : supel, datar, bising usus (+)normal, nyeri tekan (-)Hepar Lien : tak teraba pembesaranEkstremitas : Akral hangat, edema (-), atrofi otot (-), vulnus ekskoriatum (-).
Status PsikiatrikTingkah laku : normoaktifPerasaan Hati : normotimikOrientasi : dalam batas normalKecerdasan : dalam batas normalDaya ingat : dalam batas normalStatus neurologisSikap tubuh : lurus dan simetris, lateralisasi (-)Gerakan abnormal : (-)
Nervi Cranialis Kanan Kiri
N I Daya penghidu N N
N II
Daya penglihatan N N
Medan penglihatan N N
Pengenalan warna N N
N III
Ptosis – –
Gerakan mata + +
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya + +
Refleks akomodasi + +
N IV Strabismus divergen – –
15
Gerakan mata ke lateral bawah + +
Strabismus konvergen – –
N V
Menggigit + +
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka + +
Refleks kornea + +
Trismus – –
N VI
Gerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen – –
Diplopia – –
N VII
Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial Simetris
Sudut mulut Simetris
Mengerutkan dahi + +
Mengerutkan alis + +
Menutup mata + +
Meringis + +
Mengembungkan pipi + +
Daya kecap lidah 2/3 depan N N
N VIII
Mendengar suara berbisik + +
Mendengar detik arloji + +
Tes RinneTidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes WeberTidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes SchwabachTidak dilakukan Tidak dilakukan
Arkus faring Ditengah
16
N IX
Daya kecap lidah 1/3 belakang N N
Refleks muntah + +
Suara sengau – –
Tersedak + +
N X
Denyut nadi 84 84
Arkus faring N N
Bersuara + +
Menelan + +
N XI
Memalingkan kepala + +
Sikap bahu + +
Mengangkat bahu + +
Trofi otot bahu – –
N XII
Sikap lidah Ditengah
Artikulasi N
Tremor lidah – –
Menjulurkan lidah + +
Trofi otot lidah – –
Fasikulasi lidah – –
Ekstremitas: G
K
RF
17
↓ ↓
↓ ↓
4444 4444
4444 4444
↑ ↑
↑ ↑
RP
Tonus
Trofi
Clonus - / - Sensibilitas: tetrahipestesi setinggi segmen medulla spinalis C4. Vegetatif: tidak ada kelainan
PEMERIKSAAN PENUNJANGLaboratorium :Darah RutinHemoglobin : 11,5 PCT : 0,291Leukosit : 12,4 PDW : 12,9Eritrosit : 4,05 SGPT : 11Hematocrit : 24,9 SGOT : 22Trombosit : 403 Ureum : 28,3MCV : 86,2 Kreatinin : 0,65MCH : 28,4MCHC : 33,0RDW : 13,2MPV : 7,2
Rontgen Cervical AP/Lat/Oblique
18
−¿ −¿
−¿ −¿
++ ++
++ ++
Eu Eu
Eu Eu
X-FOTO VERTEBRAE CERVICAL AP/LATERAL/OBLIQUE Aligment lurus Tak tampak kompresi maupun listhesis Osteofit C4 Tak tampak penyempitan diskus maupun foramen intervertebralis.
DISKUSI II
19
Berdasarakan pada data-data tersebut diatas, maka pada pasien ini didapatkan keluhan kaku pada kedua tangan dan kakinya serta sesak dengan adanya trauma pada daerah leher. Trauma pada leher tersebut kemungkinan menyebabkan cedera pada medulla spinalis cervical. Pada kasus ini tidak ditemukan adanya kelainan pada rontgen cervical sehingga kemungkinan hanya terjadi komusio, kontusio ataupun regangan pada medula spinalis yang hanya dapat dibuktikan melalui pemeriksaan MRI. Pada kasus ini, lesi berada setinggi dermatom C4 yang ditandai oleh menurunnya sensibilitas dibawah lesi. Selain itu ditemukan hilangnya kemampuan motorik dibawah tingkat lesi dan meningkatnya refleks dibawah tingkat lesi. Karena lesi berada pada segmen vertebrae cervical, maka terjadi gangguan pada fungsi neurologis dibawah tingkat lesinya yaitu menurunnya fungsi pergerakan diafragma yang menyebabkan pasien seringkali sesak. Selain itu pasien mengeluhkan nyeri kepala bahkan hingga hari ke-7 perawatan. Nyeri kepala dapat timbul akibat perubahan neurotransmitter seperti epinefrin, serotonin, endorphin ataupun enkefalin yang terjadi selama proses cedera. Perubahan biokimia tersebut mengaktifkan jalur nyeri terhadap otak dan mengganggu kemampuan otak untuk menekan nyeri. Rasa nyeri juga dapat disebabkan oleh adanya tekanan, traksi, displacement maupun proses kimiawi dan inflamasi terhadap nosiseptor-nosiseptor pada struktur peka nyeri di daerah leher akibat trauma9.
Cedera tulang belakang tanpa kelainan radiologis (SCIWORA atau Spinal Cord Injury Without Radiological Abnormality) didefinisikan sebagai myelopathy traumatis akut yang memberikan gambaran radiografi polos dan computed tomography (CT) yang normal. SCIWORA paling sering terdapat pada daerah cervical dan biasanya terjadi pada anak-anak. Prevalensinya paling banyak pada anak dibawah usia 8 tahun dimana dilaporkan insiden sebanyak 4 – 66% dari semua cedera medula spinalis. Kelompok usia ini menyumbang dua-per-tiga dari semua kasus yang dilaporkan. Cedera pada medula spinalis biasanya hanya berupa memar atau iskemia akibat oklusi sementara arteri vertebralis diikuti oleh perbaikan secara spontan. Gejala klinis memberikan gambaran yang beragam, mulai dari ringan dan sembuh secara spontan hingga kerusakan yang bersifat ireversibel. Prognosis SCIWORA pada anak yang lebih buruk daripada dewasa. Hal ini karena berhubungan dengan
20
sifat elastisitas tulang dan kelunakan jaringan ikat pada anak-anak sehingga menyebabkan rentan terjadinya cedera medula spinalis10.
DIAGNOSA AKHIRDiagnosis Klinis : Tetraparese dan tetrahipestesi, dyspneau, cephalgia.Diagnosis topik : Medula spinalis setinggi segmen cervical C4Diagnosis etiologi : Trauma medula spinalis cervical.
PENATALAKSANAANFarmakologi : Akut <3 Jam
Imobilisasi dan Pasang O2 Infus RL 20 tpm Injeksi metilprednisolon 30 mg/KgBB dlm 15 menit dilanjutkan 5,4
mg/KgBB/ jam selama 23 jam Injeksi Piracetam 2 x 3 gram. Injeksi Ranitidine 2 x 1 ampul. Injeksi Citicholine 2 x 500 mg. Injeksi Mecobalamin 1 x 1 ampul. Valproat 1 x 500 mg. Diazepam 2 x 2 mg. Lactal calcicus 2 x 1 mg. Paracetamol 2 x 750 mg. Antasid 2 x 1 tab. Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr.
Non Farmakologi Pasang collar neck Fisioterapi Bed Rest
MetilprednisolonMetilprednisolon adalah suatu glukokortikoid alamiah dan diabsorpsi cepat di saluran cerna. Metilprednisolon bekerja dengan menduduki reseptor spesifik dalam
21
sitoplasma sel yang responsive. Ikatan steroid reseptor ini lalu berikatan dengan DNA yang kemudian mempengaruhi sintesis berbagai protein. Beberapa efek yang timbul adalah berkurangnya produksi prostaglandin dan leukotrein, berkurangnya degranulasi sel mast, berkurangnya sintesis kolagen.PiracetamPiracetam berperan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas adenilat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolism energy dimana mengubah ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5 yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport electron dimana energy ATP diproduksi di mitokondria. Piracetam juga digunakan untuk perbaikan deficit neurologi khususnya kelemahan motoric dan kemampuan bicara pada kasus- kasus cerebral ischemia, dan juga mengurangi severitas atau kemunculan post traumatic/ concussion syndrome.RanitidinRanitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Pada pemberian ranitidine, sekresi asam lambung dihambat. Ranitidine juga berfungsi sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi dengan obat lain.Citicholine8
Citicoline merupakan senyawa dengan spektrum yang sangat luas manfaat dalam
kondisi yang berhubungan dengan gejala disfungsi neurologis. Citicoline bertindak di
berbagai tingkat untuk mendukung dan menjaga kesehatan saraf dan fungsi kognitif
yang optimal. Citicoline mempromosikan kolinergik dan dopaminergik fungsi dan
mendukung sintesis fosfolipid dan penggabungan ke membran sel. Citicoline juga
meningkatkan mekanisme antioksidan dalam tubuh, sementara menekan kerusakan
akibat radikal bebas pada jaringan saraf. Hal ini juga mendorong kegiatan anti-
inflamasi dan mengoptimalkan pola yang terkait dengan pelepasan neurotransmitter.
MeticobalaminSecara biokimia, Meticobalamin adalah koenzim yang mengandung vitamin B12
yang ikut berpartisipasi dalam reaksi transmetilasi. Meticobalamin adalah homolog
vitamin B12 yang paling aktif dalam tubuh. Meticobalamin bekerja dengan
memperbaiki jaringan syaraf yang rusak. Meticobalamin juga terlibat dalam maturasi
22
eritroblast, mempercepat pembelahan eritroblast dan sintesis heme sehingga dapat
memperbaiki status darah pada anemia megaloblastik. Uji klinis tersamar ganda
menunjukkan bahwa Meticobalamin tidak hanya efektif untuk anemia megaloblastik,
namun juga untuk neuropati perifer.
Valproat
Asam valproat dengan struktur 2-propylpentanoic acid merupakan obat antiepilepsi
dengan spektrum luas. Asam valproat bersifat larut dalam air, dan sangat higroskopis.
Asam valproat diindikasikan pada hampir semua tipe epilepsi, seperti absence, kejang
tonik klonik, kejang mioklonik, spasme infantile, serta kejang parsial. Pada sebuah
studi didapatkan bahwa asam valproat merupakan pilihan utama pada penderita
epilepsi usia sekolah karena penggunaan asam valproat jarang menyebabkan
terjadinya gangguan fungsi kognitif. Selain itu, kelebihan asam valproat juga
memiliki potensi rendah dalam menimbulkan eksaserbasi kejang.
Diazepam
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi
inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada
sistim syaraf pusat. Diazepam digunakan untuk pengobatan jangka pendek pada
gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka
karena inflamasi atau trauma. Digunakan juga untuk meringankan gejala-gejala pada
penghentian alkohol akut dan premidikasi anestesi.
Lactal calcicus
Lactal calcicus digunakan sebagai suplemen atau sumber untuk menangani defisiensi
kalsium.
Paracetamol
Paracetamol atau acetaminophen adalah obat yang mempunyai efek mengurangi nyeri
(analgesik) dan menurunkan demam (antipiretik). Parasetamol mengurangi nyeri
dengan cara menghambat impuls/rangsang nyeri di perifer. Parasetamol menurunkan
demam dengan cara menghambat pusat pengatur panas tubuh di hipotalamus.
Antasid
23
Antasid bekerja dengan cara menetralkan asam lambung yang berlebih dan
melindungi mukosa lambung.
Ceftriaxone
Ceftriaxone adalah golongan antibiotik cephalosporin yang dapat digunakan untuk
mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri, seperti pneumonia, sepsis,
meningitis, infeksi kulit, gonore atau kencing nanah, dan infeksi pada pasien dengan
sel darah putih yang rendah. Selain itu, ceftriaxone juga bisa diberikan kepada pasien
yang akan menjalani operasi-operasi tertentu untuk mencegah terjadinya infeksi.
PROGNOSIS Death : dubia ad bonam Disease : dubia ad bonam Disability : dubia ad bonam Dissatisfaction : dubia ad bonam Discomfort : dubia ad bonam Destituation : dubia ad bonam
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Hurlbert, RJ. Methylprednisolone for Acute Spinal Cord Injury: An Inappropriate Standart of Care. J Neurosurg (spine). 2000;93 : 1-7
2. Sidharta P, Mardjono M. 1981. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat
3. Adams RD, Victor M. 2001. Disease os Spinal Cord in Principles of Neurology, 7th ed. New york: Mc Graw Hill
4. Alpert, MJ. 2001. Central Cord Syndrome. eMedicine Journal5. Basuki A, Dian S. 2009. Kegawatdaruratan Neurologi. Bagian
Neurologi Universitas Padjajaran.6. Dawodu ST, Bechtel KA, Beeson MS, Humphreys SC, Kellam JF, et all.
Cauda equina and conus medullaris syndromes. March 2013. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1148690-overview#aw2aab6b2b4 , 7 Juni 2015.
7. Young W. Spinal Cord Injury Level And Classification. (Last updated: 2000;
accesed:14 April 2012).Available from :http://www.neurosurgery.ufl.edu/Patients/fracture.shtml
8. Qureshi I, Endres JR. Citicoline: A Novel Therapeutic Agent with Neuroprotective, Neuromodulatory, and Neuroregenerative Properties. Nat Med J. 2010.
9. Goetz GC. 2003. Headache and Facial Pain. In Textbook of Clinical Neurology. 2nd edition. Elsevier Science. USA: 1187-94
10. Szwedowski D, Walecki P. 2014. Spinal Cord Injury without Radiographic Abnormality (SCIWORA) – Clinical and Radiological Aspects. Pol J Radiol. p 461-464.
25
Follow Up harian.
Tanggal S O A P24/9/15 Kaku kedua
tangan dan kaki.
Sesak Nyeri leher
kiri
Mata: RCL +/+ RCTL +/+
Ext: Tonus ++, gerak ↓, K ES 4/4. EI 4/4.
Spinal Cord Injury Cervical H+3
Inj. Metilprednisolon 2 x 125 mg.
Inj. Piracetam 2 x III gr Inj.Ranitidin 2 x 1 amp Inj. Citicolin 2 x 500 mg Inj. Ketorolac Valproat 1 x 500 mg Lactal Calcicus 2 x 1 Inj. Ketorolac 2 x 30 mg Diazepam 2 x mg
25/9/15 Kedua tangan dan kaki masih kram tetapi sudah menurun.
Mata: RCL +/+ RCTL +/+
Ext: Tonus ++, gerak ↓, K ES 4/4. EI 4/4.
Spinal Cord Injury H+4
Terapi lanjutkan.
26/9/15 Kedua tangan dan kaki masih kram tetapi sudah menurun.
Mual, nyeri ulu hati.
Leher masih nyeri
Mata: RCL +/+ RCTL +/+
Ext: Tonus +, gerak ↓, K ES 4/4. EI 4/4.
Spinal Cord Injury H+5
Terapi lanjutkan. Paracetamol 2 x 750 mg Antasid 2 x1
27/9/15 Kedua tangan seringkali kram. Kaki masih kram sesekali
Mata: RCL +/+RCTL+/+
Ext: Tonus +, gerak (B), K ES 4/4. EI 4/4.
Spinal Cord Injury Cercical H+6
Terapi lanjutkan.
28/9/15 Kedua tangan dan kaki sudah tidak kram.
Sedikit pusing.
Mata: RCL +/+RCTL+/+
Ext: Tonus +, gerak (B), K ES 5/5. EI 5/5.
Spinal Cord Injury Cervical H+7
Terapi lanjutkan. Bila stasioner, besok boleh
pulang.
26
29/9/15 Kedua tangan dan kaki sudah tidak kram.
Sedikit pusing. Demam
Mata: RCL +/+RCTL+/+
Ext: Tonus +, gerak (B), K ES 5/5. EI 5/5.
Spinal Cord Injury Cervical H+8
Terapi lanjutkan Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
30/9/15 Kedua tangan dan kaki sudah tidak kram.
Pusing
Mata: RCL +/+RCTL+/+
Ext: Tonus +, gerak (B), K ES 5/5. EI 5/5.
Spinal Cord Injury Cervical H+9
Stasioner rawat jalan.
27