anestesi

7
3 Correlation between spinal column length and the spread of subarachnoid hyperbaric bupivacaine in the term parturient -Rickky Kurniawan- A. Anestesi Spinal Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Injeksi ini biasanya dilakukan pada tulang belakang regio lumbar bawah di mana sumsum tulang belakang berakhir (L2). Spinal anestesi mudah untuk dilakukan dan memiliki potensi untuk memberikan kondisi operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah umbilikus. Spinal anestesi dianjurkan untuk operasi di bawah umbilikus misalnya hernia, ginekologi dan operasi urologis dan setiap operasi pada perineum atau alat kelamin. Semua operasi pada kaki, tapi amputasi meskipun tidak sakit, mungkin merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan untuk pasien yang dalam kondisi terjaga. Dalam situasi ini dapat menggabungkan tehnik spinal anestesi dengan anestesi umum. Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestes umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal. Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam seksio sesarea adalah anestesi regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien. Beberapa teknik anestesi regional yang biasa digunakan pada pasien obstetri yaitu blok paraservikal, blok epidural, blok subarakhnoid, dan blok kaudal. Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang- orang dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal dan gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol. Sangat cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik. Di kebidanan, sangat

Upload: rickky-kurniawanmd

Post on 29-Jun-2015

496 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Correlation between spinal column length andthe spread of subarachnoid hyperbaricbupivacaine in the term parturient

TRANSCRIPT

Page 1: ANESTESI

3

Correlation between spinal column length and

the spread of subarachnoid hyperbaric

bupivacaine in the term parturient

-Rickky Kurniawan-

A. Anestesi Spinal

Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan

menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal

(CSF). Injeksi ini biasanya dilakukan pada tulang belakang regio lumbar bawah di

mana sumsum tulang belakang berakhir (L2). Spinal anestesi mudah untuk

dilakukan dan memiliki potensi untuk memberikan kondisi operasi yang sangat

baik untuk operasi di bawah umbilikus. Spinal anestesi dianjurkan untuk operasi

di bawah umbilikus misalnya hernia, ginekologi dan operasi urologis dan setiap

operasi pada perineum atau alat kelamin. Semua operasi pada kaki, tapi amputasi

meskipun tidak sakit, mungkin merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan

untuk pasien yang dalam kondisi terjaga. Dalam situasi ini dapat menggabungkan

tehnik spinal anestesi dengan anestesi umum.

Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu

anestes umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis

hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk

menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal.

Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam seksio sesarea adalah anestesi

regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien.

Beberapa teknik anestesi regional yang biasa digunakan pada pasien obstetri yaitu

blok paraservikal, blok epidural, blok subarakhnoid, dan blok kaudal.

Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-

orang dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal

dan gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung

ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali

orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol.

Sangat cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan

resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik. Di kebidanan, sangat

Page 2: ANESTESI

4

ideal untuk melakukan manual plasenta selama keadaan hipovolemia dapat

disingkirkan. Ada keuntungan pasti bagi ibu dan bayi dalam menggunakan

anestesi spinal untuk operasi caesar.

Anestesia spinal aman untuk janin, namun selalu ada kemungkinan bahwa

tekanan darah pasien menurun dan akan menimbulkan efek samping yang

berbahaya bagi ibu dan janin. Beberapa kemungkinan terjadinya komplikasi pada

ibu selama anestesia harus diperhitungkan dengan teliti. Keadaan ini dapat

membahayakan keadaan janin, bahkan dapat menimbulkan kematian ibu.

Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain aspirasi paru, gangguan respirasi,

dan gangguan kardiovaskular.

Menurut Campbell 1997 syarat anestesi pada persalinan yang ideal adalah :

1. Aman bagi ibu dan bayinya

2. Mudah pelaksanaannya.

3. Konsisten, mudah diprediksi dan mula kerja cepat.

4. Mampu memberikan analgesi pada kala I dan II persalinan.

5. Memberikan analgesi yang adekuat pada seluruh kala persalinan.

6. Tidak menimbulkan blok motorik, sehingga memungkinkan ibu bergerak

aktif dan mampu memposisikan tubuhnya selama persalinan.

7. Tidak menghilangkan kemampuan ibu untuk mengejan.

8. Memungkinkan ibu merasakan adanya kontraksi rahim pada kala II

sehingga siap mengejan.

9. Memungkinkan pemberian tambahan obat analgesi bahkan anestesi untuk

pembedahan tanpa adanya prosedur invasif tambahan.

Teknik Anestesi Spinal :

1. Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 - 1500 ml.

2. Oksigen diberikan dengan masker 6 - 8 L/mt.

3. Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.

4. Kepala memakai bantal dengan dagu menempel ke dada, kedua tangan

memegang kaki yang ditekuk sedemikian rupa sehingga lutut dekat ke perut

penderita.

5. L3 - 4 interspace ditandai, biasanya agak susah oleh karena adanya edema

jaringan.

6. Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.

Page 3: ANESTESI

5

7. Sebelum penusukan betadin yang ada dibersihkan dahulu.

8. Jarum 22 - 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu, juga

tanpa introducer dengan bevel menghadap ke atas.

9. Kalau liquor sudah ke luar lancar dan jernih, disuntikan xylocain 5% sebanyak

1,25 - 1,5 cc.

10. Penderita diletakan terlentang, dengan bokong kanan diberi bantal sehingga

perut penderita agak miring ke kiri, tanpa posisi Trendelenburg.

11. Untuk skin preparation, apabila penderita sudah operasi boleh mulai.

12. Tensi penderita diukur tiap 2 - 3 menit selama 15 menit pertama, selanjutnya

tiap 15 menit.

13. Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari 20 mmHg

dibanding semula, efedrin diberikan 10 – 15 mgl.V.

14. Setelah bayi lahir biasanya kontraksi uterus sangat baik, sehingga tidak perlu

diberikan metergin IV oleh karena sering menimbulkan mual dan muntah-

muntah yang mengganggu operator. Syntocinon dapat diberikan per drip.

15. Setelah penderita melihat bayinya yang akan dibawa ke ruangan, dapat

diberikan sedatif atau hipnotika.

Indikasi anestesi spinal pada seksio sesarea

Biasanya anestesi spinal dilakukan untuk pembedahan pada daerah yang

diinervasi oleh cabang Th.4 (papila mammae kebawah):

1. Vaginal delivery

2. Ekstremitas inferior

3. Seksio sesarea

4. Operasi perineum

5. Operasi urologic

Kontra indikasi anestesi spinal pada seksio sesarea

1. Infeksi tempat penyuntikan

2. Gangguan fungsi hepar

3. Gangguan koagulasi

4. Tekanan intrakranial meninggi

5. Alergi obat lokal anstesi

6. Hipertensi tak terkontrol

Page 4: ANESTESI

6

7. Pasien menolak

8. Syok hipovolemik

9. Sepsis

Obat anestesi spinal yang sering digunakan pada seksio sesarea adalah : 1. Lidocain 1-5 %

2. Bupivacain 0,25-0,75 %

Komplikasi anestesi spinal pada seksio sesarea

1. Hipotensi.

2. Brakikardi.

3. Sakit kepala spinal (pasca pungsi)

4. Menggigil

5. Mual-muntah

6. Depresi nafas

7. Total spinal

8. Sequelae neurologic

9. Penurunan tekanan intrakranial

10. Meningitis

11. Retensi urine

B. Bupivacaine

Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain,

lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran

obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat

lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat

ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari

area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang

sama di tempat penyuntikan.

Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan

amino amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk

anestesi infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal.

Bupiivacaine kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi

athroplasty pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi

untuk mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.

Bupivacaine dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk memperpanjang

Page 5: ANESTESI

7

durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil untuk analgesi

epidural. Kontraindikasi untuk pemberian bupivacaine adalah anestesi regional IV

(IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi

sistemik dari obat tersebut.

Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan

natrium dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah

terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri

mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka

bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri

dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai

selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.

(A) Posterior and (C) Lateral views of the human spinal column

The inset (B) depicts the variability in vertebral level at which the spinal

cord terminates.

Page 6: ANESTESI

3

Page 7: ANESTESI

4

C. Hubungan Panjang Spinal

Dari hasil penelitian didapatkan 11 faktor yang dapat mempengaruhi

distribusi obat anestesi lokal dalam ruang subarachnoid dengan berbagai keadaan

klinis yang berbeda. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah

1. usia

2. tinggi badan

3. bentuk konfigurasi kolom tulang belakang

4. tempat injeksi

5. arah jarum pada saat melakukan injeksi

6. volume cairan serebrospinalis

7. densitas cairan serebrospinalis

8. densitas dan baritas dari obat anestesi yang di injeksikan

9. posisi pasien

10. dosis obat anestesi lokal

11. volume obat anestesi yang di injeksikan

Dosis obat anestesi lokal yang digunakan mempengaruhi penyebarannya

dalam ruang subarachnoid. Sebagaimana hasil yang didapatkan dari penelitian

bahwa tingkat blokade sensorik paling tinggi dapat mencapai dermatom T8 dan

T2, dimana dari penelitian sebelumnya hanya mencapai tingkat dermatom T10

dan C4. Peninggian tingkat blokade sensoris didapat dengan menggunakan dosis

bupivacine hiperbarik yang lebih besar. Penggunaan dosis yang lebih besar dari

obat anestesi lokal akan memberikan keuntungan berupa memperpanjang efek

analgesia tetapi disisi lain juga meningkatkan risiko terjadinya efek samping.