anestesi apalah
TRANSCRIPT
Penatalaksanaan
a.Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah,
misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.
b. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kista.
c. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium
adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu
pengecualian penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh
pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang
berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai
penyangga.
22d.Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan
pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti
kompres hangat pada abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan
tentang perubahan yang akan terjadi seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi
luka operasi
( Lowdermilk.dkk. 2005). e. Jenis – jenis anestesi
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya
sakit yang sifatnya sementara. Anestesi ada setiap keadaan membawa masalah –
masalah tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat – obat anestesi
bersifat mendepresi kerja organ – organ vital.
1) Anestesi Umum Anestesi umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara
sentral yang disertai dengan hilangnya kesadaran dengan melalui proses obat
masuk kedalam pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar jaringan dan
yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya pembuluh darah yaitu otak,
sehingga kesadaran menurun atau hilang. Efek anestesi umum yaitu :
mempengaruhi keadaan umum penderita karena kesadaran menurun, disebabkan
karena terjadinya gangguan fungsi pada sel terjadinya hambatan fungsi neuron
menghambat konsumsi oksigen, dapat membentuk mikro kristal dengan air dalam
membran sel neuron dan ini menyebabkan stabilisasi membran sel (Muchtar,
2002).
23
Jenis dan cara pemberian obat anestesi umum : a) Melalui Intravena
1. Benzodiazepine Anggota tertentu dalam kelompok obat sedative hypnosis
seperti diazepam, lorazepam, dan midazolam, yang dipergunakan pada prosedur
anestesi (dasar-dasar farmakologi benzodiazepin) diazepam dan lorazepan tidak
larut dalam air dan penggunaan intravenanya memerlukan vehikulum yang tidak
encer, sehingga pemberian intravena dapat menyebabkan iritasi luka. Formulasi
mudah larut dalam air dan kurang iritasi tetapi mudah larut dalam lemak pada pH
fisiologis serta mudah melewati pembuluh darah otak. 2. Anestesi analgesik
opioid Dosis besar analgesik opioid telah digunakan untuk anestetik umum,
terutana pada penderita operasi jantung atau operasi besar lainnya ketika sirkulasi
dalam keadaan minimal. Pemberian morfin, secara intravena dengan dosis 1
sampai 3 per kg digunakan dalam keadaan sirkulasi yang berat. 3. Etomidat
Etomidat merupakan imidazol karboksilasi yang digunakan untuk induksi anestesi
dan teknik anestesi secara seimbang yang tidak boleh diberikan untuk jangka
lama. Kelebihan utama dari anestestik ini yaitu depresi kardiovaskular dan
respirasi yang minimal.
24
4. Ketamin Ketamin menimbulkan anestesi disosiatif yang ditandai dengan
kataton, amnesia, dan analgesia. Mekanisme kerjanya adalah dengan cara
menghambat efek membrane eksitator neurotrasmiter asam glutamate pada
subtype reseptor.
b) Melalui rectum : Tiopental : anestesi injeksi pada pembedahan kecil
seperti di mulut, efek samping menekan pernafasan.
c) Melalui inhalasi : Halotan : efek sampingnya yaitu dengan menekan
pernafasan, aritmia, dan hipotensi (Mochtar, 2002).
2) Anestesi Spinal Anestesi spinal adalah tindakan anestesi yang banyak
digunakan untuk tindakan operasi ekstremitas bawah dan paling sering adalah
bedah cesar. Efek anestesi spinal : oksigenasi tidak adekuat dengan pernafasan
buatan menggunakan oksigen, tremor atau kejang, depresi sirkulasi diatasi dengan
pemberian vasopressor secara bolus dilanjutkan dengan drip dalam infus, adanya
henti jantung .
Komplikasi anestesi spinal : a. Komplikasi dini :
a) Hipotensi. Hipotensi sering terjadi selama anestesi spinal, terutama akibat
kehilangan kompensasi vasokonstriksi eketremitas bawah,
25
menurunnya curah jantung, berkurangnya tonus arteriole sedikit kontribusinya
terhadap terjadinya hipotensi, kecuali tahanan pembuluh darah perifer meningkat
sebelum anestesi spinal. Terapi hipotensi dimulai dengan tindakan yang cepat
seperti koreksi posisi kepala, pemberian cairan intravena dan pemberian
vasopressor sesuai kebutuhan. Jika cairan yang diberikan tidak dapat mengoreksi
bradikardi atau kontraktilitas melemah, terapi yang disukai untuk spinal hipotensi
adalah kombinasi cairan untuk mengoreksi hipovolemi dengan alfa dan beta
adrenergik agonis (seperti efedrin) dan atropin (untuk bradikardi) tergantung pada
situasi.
b) Anestesi spinal tinggi dan Blokade total spinal Pasien dengan tingkat
anestesi yang tinggi dapat mengalami kesulitan dalam pernapasaan . Harus
dibedakan secara hati-hati apa penyebabnya untuk memberikan terapi yang tepat.
Hampir semua dispnea tidak disertai paralysis otot pernapasan tetapi adalah
kehilangan sensasi proprioseptif tersebut mengakibatkan dyspnea walaupun
fungsi otot pernapasan dan pertukaran gas adekuat.
c) Henti jantung yang tiba-tiba.
Henti jantung yang tiba-tiba telah dilaporkan pada pasien yang mendapatkan
spinal anestesi. Pasien yang mendapat sedatif dan
26
hipotensi sampai tejadinya henti jantung yang tiba-tiba terbukti sulit untuk
diterapi. Respon kardiovaskuler terhadap hiperkarbia dan hipoksia karena sedatif
dan narkotik mengakibatkan pasien tidak mempunyai respon terhadap hipoksemia
yang progresif, asidosis dan hiperkarbia.
d) Mual dan Muntah Mual selama anestesi spinal biasa terjadi oleh karena
hipoperfusi serebral atau tidak terhalanginya stimulus vagus usus. Biasanya mual
adalah tanda awal hipotensi. Bahkan blok simpatis mengakibatkan tak
terhalangnya tonus parasimpatis yang berlebihan pada traktus gastrointestinal.
e) Paresthesia. Paresthesia dapat terjadi selama penusukan jarum spinal atau saat
menginjeksikan obat anestetik. Pasien mengeluh sakit atau terkejut singkat pada
ektremitas bawah, hal ini disebabkan jarum spinal mungkin mengenai akar saraf.
Jika pasien merasakan adanya parestesia persiten atau paresthesia saat
menginjeksikan anesthetik local, jarum harus digerakkan kembali dan
ditempatkan pada interspace yang lain untuk mengcegah kerusakan yang
permanen. Ada atau tidaknya paresthesia dicatat pada status anesthesia.
27
g.
Jenis dan cara pemberian obat anestesi spinal : 1. Lidokain
Lidokain merupakan obat anestesi yang digunakan untuk mencegah depolarisasi
pada membran sel melalui penghambatan masuknya ion natrium pada kanal
natrium. Efek samping lidokain bersifat toksik pada susunan saraf. Efek yang
terjadi akibat toksisitas dapat berupa kejang, disorientasi, pandangan kabur, dan
mengantuk.
2. Bupivakain Bupivakain merupakan anestesi yang mempunyai masa kerja yang
panjang dengan efek blockade terhadap sensorik lebih besar daripada motorik.
Efek bupivakain lebih popular digunakan untuk memperpanjang analgesia selama
persalinan dan masa pasca pembedahan.
3. Tetrakain Tetrakain digunakan untuk segala macam anestesi, pada anestesi
spinal tetrakain memerlukan dosis yang besar dan mula kerjanya lambat,
dimetabolisme lambat sehingga berpotensi toksik. (Joyce L, 1996)
Proses penyembuhan luka operasi pengangkatan kista adalah sama dengan yang
lainnya. Perbedaan terjadi menurut waktu pada tiap-tiap fase penyembuhan dan
waktu granulasi jaringan (Sjamsuhidayat, 2001).
28
1. Fase penyembuhan luka: a) Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira- kira hari ke lima.
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan
dan tubuhakan berusaha menghentikanya dengan vasokontriksi, penerutan
ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Sel dalam jaringan
ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas
kapiler sehingga terjadi eksudasi, penyerbukan sel radang, disertai vasodilatasi
yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi
radang menjadi jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler melebar
(rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
b) Fase ploriferatif Fase ploferatif disebut juga fase fibroplasia karena yang
menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase
inflamasi sampai kira-kira akhir minggu tiga. Pada fase ini serat-serat dibentuk
dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang
cenderung mengerut. Bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,
menyebabkan tarikan pada tepi luka. Kekuatan regangan mencapai 25% jaringan
normal.
29
Fase fibroplasia ini, luka akan dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kalogen,
membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang menonjol
halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal
terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya
kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi ini
baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan
luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan
berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyembuhan
c) Fase penyudahan Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terjadi atas
penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya
gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini
dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan berakhir kalau semua tanda
radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi
abnormal karena proses penyembuhan. Udema dan sel radang diserap, sel muda
menjadi matang, kapilerbaru menutup dan diserap kembali, kalogen yang berlebih
diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada.
30
b. Pengkajiaan fokus
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan
hal yang penting dilakukan baik saat klien pertama kali masuk rumah sakit
maupun selama pasien dirawat di rumah sakit.
1. Biodata Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku / bangsa, pendidikan pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama : nyeri di sekitar area jahitan. 2. Riwayat
Kesehatan sekarang: mengeluhkan ada atau tidaknya
gangguan ketidaknyamanan. 3. Riwayat Kesehatan dahulu : pernahkah menderita
penyakit seperti
yang diderita sekarang, pernahkah dilakukan operasi. 4. Riwayat Kesehatan
Keluarga: adakah anggota keluarga yang
menderita tumor atau kanker terutama pada organ reproduksi. 5. Riwayat
obsetrikus, meliputi:
1. 2. 3. 4.
Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau. Riwayat
perkawinan : berapa kali menikah, usia pernikahan Riwayat persalinan Riwayat
KB
31
3. Pengkajian post operasi. 1. Kaji tingkat kesadaran 2. Ukur tanda –
tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, Respiration
Rate. 3. Auskultasi bunyi nafas 4. Kaji turgor kulit 5. Pengkajian
Abdomen
1.Inspeksi ukuran dan kontur abdomen 2.Auskultasi bising usus 3.Palpasi
terhadap nyeri tekan dan massa 4.Tanyakan tentang perubahan pola defekasi
5.Kaji status balutan
6. Kaji terhadap nyeri atau mual 7. Periksa laporan operasi terhadap tipe
anestesi yang diberikan dan
menanyakan lamanya dibawah anestesi. Penunjang
4. Data 1. Pemeriksaan laboratorium pemeriksaan darah lengkap (Hemoglobin,
hematokrit, lekosit) 2. Terapi : terapi yang diberikan post operasi baik injeksi
maupun
peroral sesuai program dari dokter. 5. Perubahan Pola Fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus kista ovarium menurut Doenges (2000) adalah
sebagai berikut :
32
1. Aktivitas / istirahat Gejala : kelemahan atau keletihan, adanya perubahan pola
istirahat dan jam kebiasaan tidur. Adanya faktor – faktor yang mempengaruhi
tidur, misal: ansietas, nyeri, keterbatasan, partisipasi dalam hobi dan latihan.
2. Makanan / cairan Gejala : mual atau muntah, anoreksia, perubahan pada berat
badan
3. Neurosensori Gejala : pusing
4. Nyeri / kenyamanan Gejala : tidak ada nyeri / derajat bervariasi, misalnya :
ketidaknyamanan ringan sampai berat (dihubungkaan dengan proses penyakit).
5. Eliminasi Gejala : Perubahan pada pola defekasi. Perubahan eliminasi urinarius
misalnya : nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria. Tanda :
perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
6. Pernapasan Gejala : Merokok, pemajanan abses.
7. Integritas Ego Gejala : Faktor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang
perubahan dalam penampilan insisi pembedahan, perasaan tidak berdaya, putus
asa, depresi, menarik diri.
33
8. Sirkulasi Gejala : palpitasi, nyeri dada perubahan pada tekanan darah.
9. Keamanan Gejala : pemadaman pada kimia toksik, karsinogen pemajanan
matahari lama, berlebihan, demam, ruam kulit/ ulserasi.
10. Seksualitas Gejala : perubahan pada tingkat kepuasan.
11. InteraksiSosial Gejala : ketidakadekuatan / kelemahan sistim pendukung,
riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi (Doenges, 1999).
34
Pathways Keperawatan
Penyebab
Ketidakseimbangan esterogen dan progesterone Pertumbuhan folikel yang tidak
terkontrol Degenerasi ovarium Gaya hidup tidak sehat (konsumsi
alcohol,merokok,kurang olahraga,dll)
- - - -
Ketamin
Anestesi disosiatif
Amnesia,analgesia
Kista Ovarium Ovarektomi
Anestesi
Kesadaran menurun
Gangguan fungsi neuron pada sel
Menghambat konsumsi oksigen
umum
Melalui intravena
Benzodiazepine Vehibulum
Anestesi Spinal
Luka operasi
Hilangnya kesadaran
Proses obat masuk
Pembuluh darah (otak)
Melalui rectum Tiopental
Melalui inhalasi
Fungsi otot pernafasan menurun
Pembuluh darah perifer
Vasokontriksi ekstremitas bawah
Curah jantung menurun
Hipotensi
Jaringan saraf terputus
Merangsang area sensorik
Nyeri
Daya tahan tubuh berkurang
Jaringan terbuka
Port de entry
Resiko timggi infeksi
Perdarahan
Analgesik opoid
Halotan Curah jantung tidak
Zat beku darah berkurang
Trombosit turun
Hb menurun
Cairan dalam tubuh berkurang
Kelemahan fisik
Kurang perawatan diri
35
tidak ncer Iritasi luka
Resiko infeksi
Sirkulasi yang berat
Menghambat efek membrane eksitator
Sub type reseptor
Menekan pernafasan
Sesak nafas
Gangguan pola nafas
menurun
Hipotens i
Oksigen adekuat
Jalan nafas tidak adekuat
Sumber : Joyce,1996 dan Mochtar,2002
Kurangnya oksigen
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Post Operasi
1. Risiko tinggi aspirasi berhubungan dengan tingkat kesadaran sekunder akibat :
ansietas. (Carpenito, 2006) Tujuan : aspirasi tidak terjadi Kriteria hasil : individu
tidak mengalami aspirasi, mengungkapkan tindakan
yang untuk mencegah aspirasi.
Intervensi a. Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak ada yang jatuh ke
belakang, menyumbat jalan napas.
Rasional : memastikan tidak ada sumbatan jalan napas. b. Jaga bagian kepala
tempat tidur tetap tinggi, jika tidak ada
kontraindikasi. Rasional : mengoptimalkan pola napas jika tidak ada
kontraindikasi.
c. Pertahankan posisi berbaring miring jika tidak ada kontraindikasi. d.
Bersihkan sekresi dari mulut dan tenggorokan dengan tisu atau
penghisap dengan perlahan-lahan.
Rasional : membersihkan jalan napas, pola napas tetap normal. e. Anjurkan
pada keluarga untuk tidak memberikan minum saat klien
belum sadar penuh. Rasional : menghindari terjadinya aspirasi.
36
2.
Risiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran. (Carpenito, 2006)
Tujuan
Kriteria Hasil
: individu menyatakan cedera lebih sedikit dan rasa takut cedera berkurang, cedera
tidak terjadi.
: mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko cedera,
mengungkapkan maksud untuk melakukan tindakan pencegahan tertentu
(misalnya menggunakan kacamata untuk mengurangi silau), meningkatkan
aktivitas harian bila memungkinkan.
Intervensi : a. Awasi individu secara ketat selama beberapa malam pertama
untuk
menjaga keamanan.
Rasional : memantau aktivitas pasien. b. Ajarkan penggunaan kruk, tongkat dan
wolker.
Rasional : membantu dalam aktivitas. Meringankan beban. c. Gunakan tempat
tidur yang rendah dengan pagar terpasang.
Rasional : memudahkan pasien untuk berpindah tempat dan
mencegah jatuh saat mobilisasi yang tidak disadari. d. Ciptakan lingkungan
yang aman : lantai kering tidak basah.
Rasional : mencegah agar tidak terpeleset dan jatuh. e. Letakkan pispot dekat
tempat tidur atau pispot kursi di depan
pasien.
37
3.
Rasional : mengurangi kelelahan dengan menghemat tenaga klien
untuk ke kamar mandi. Nyeri (akut) : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi
pada abdomen.
(Doenges, 1999)
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : klien rileks, mampu
tidur atau istirahat dengan tepat. Intervensi
a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik nyeri, beratnya (0-10). Rasional :
perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan adanya masalah, memerlukan
evaluasi medik dan intervensi.
b. Pertahankan istirahat dengan posisi supinasi Rasional : menghilangkan
tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang.
c. Anjurkan klien untuk mobilisasi dini. Rasional : meningkatkan normalisasi
fungsi organ, menurunkan ketidaknyamanan.
d. Ajarkan penggunaan manajemen nyeri (teknik relaksasi, distraksi). Misal
dengan latihan tarik napas dalam. Rasional : meningkatkan kontrol terhadap nyeri
dan meningkatkan partisipasi pasien secara aktif.
e. Berikan analgetik sesuai indikasi. Rasional : menghilangkan nyeri,
mempermudah kerja sama dengan terapi lain.
38
4. Kurang perawatan diri : personal hygiene berhubungan dengan kelemahan.
(Carpenito, 2006) Tujuan : klien dapat memenuhi kebutuhan personal hygiene
secara
mandiri. Kriteria Hasil : ungkapkan rasa nyaman dan puas, melakukan kegiatan
perawatan diri sesuai kemampuan.
Intervensi a. Kaji derajat ketidakmampuan klien dalam melakukan kegiatan.
Rasional : mempengaruhi pemilihan intervensi yang tepat. b. Motivasi klien untuk
melakukan kegiatan kebersihan diri sesuai
kemampuan seperti gosok gigi. Rasional : mempertahankan pemenuhan
kebutuhan dasar klien, klien dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan perawatan
diri sesuai kemampuan.
c. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan seperti : makan, mandi, personal
hygiene. Rasional : mempertahankan pemenuhan kebutuhan dasar klien.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap
pembedahan.(Doenges, 1999) Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : meningkatnya penyembuhan luka dengan benar,bebas tanda
infeksi/inflamasi, drainase purulen,eritema,
dan demam.
39
Intervensi a. Awasi tanda – tanda vital
Rasional : dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses. b. Lakukan pencucian
tangan dengan baik dan perawatan luka
aseptik.
Rasional : menurunkan resiko penyebaran bakteri. c. Lihat insisi dan balutan.
Rasional : memberikan deteksi dini terjadi proses infeksi, dan /atau
pengawasan penyembuhan. d. Berikan informasi yang tepat,jujur pada pasien dan
orang
terdekatnya. Rasional : pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan
dukungan emosi ,membantu menurunkan ansietas.
e. Berikan antibiotik sesuai indikasi. Rasional : mungkin diberikan secara
profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada
sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya.
f. Bantu irigasi dan drainase bila diperlukan. Rasional : dapat diperlukan untuk
mengalirkan abses terlokalisir.
6. Resiko konstipasi berhubungan dengan pembedahan abdominal. (Carpenito,
2006)
Tujuan : tidak terjadi konstipasi.
Kriteria hasil : menunjukan bunyi bising usus / aktivitas peristaltik usus aktif,
mempertahankan pola eliminasi biasanya
40
Intervensi a. Auskultasi bising usus
Rasional : indikator adanya perbaikan ileus, mempengaruhi pilihan intervensi.
b. Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.
Rasional : ambulasi dini membantu merangsang fungsi intestinal dan
mengembalikan peristaltik.
c. Dorong pemasukan cairan adekuat,termasuk sari buah, bila pemasukan peroral
dimulai.
d. Berikan rendam duduk.
Rasional : meningkatkan relaksasi otot, minimalkan
ketidaknyamanan.
e. Batasi pemasukan oral sesuai indikasi.
Rasional : mencegah mual /muntah sampai peristaltic kembali ( 1- 2 hari)
f. Berikan obat, contoh pelunak feses,minyak mineral, laksatif sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan pembentukan / pasase pembentuk feses.
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual muntah,intake nutrisi.(Doenges, 1999)
Tujuan : nutrisi dapat terpenuhi
41
Kriteria hasil : mendemonstrasikan pemeliharaan / kemajuan
penambahan berat badan yang diinginkan dengan normalisasi nilai laboratorium,
tak ada tanda – tanda malnutrisi.
Intervensi
a. Tinjau faktor – faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna / makan makanan, missal : status puasa, mual, ileus paralitik setelah
selang dilepaskan.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi
b. Timbang berat badan sesuai indikasi. Catat masukan dan pengeluaran.
Rasional : mengidentifikasikan status cairan serta memastikan kebutuhan
metabolik.
c. Auskultasi bising usus Rasional : menentukan kembalinya peristaltik.
d. Berikan cairan 1V, misalnya : albumin, lipid, elektrolit. Suplemen vitamin
dengan perhatian tertentu terhadap vitamin K,secara parental. Rasional :
memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit. Menggunakan katartik
praoperasi ( persiapan usus) dapat mengurangi suplemen vitamin dan atau
masalah usus dapat menghambat absorbs vitamin.
42
8.
e. Berikan obat – obatan sesuai indikasi : antiematik,missal proklorpromazin.
Rasional : mencegah muntah.
Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan kurang
informasi.
Tujuan Kriteria hasil
: klien dapat mendapat informasi yang benar.
: klien dapat berpratisipasi dalam program pengobatan,mengungkapkan
pemahaman informasi.
Intervensi a. Kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang diderita
Rasional : memvalidasi tingkat pemahaman saat ini,
mengidentifikasi kebutuhan belajar.
b. Berikan informasi tentang penyakit yang diderita dengan bahasa yang jelas dan
mudah dimengerti.
Rasional : memberikan pengetahuan dimana klien dapat kooperatif dan
memudahkan untuk mengingat informasi yang diberikan.
c. Dorong partisipasi keluarga dalam perawatan Rasional : membantu
penanganan dan perawatan pasien.
43