anti jamur

39
Tugas dr. Sukasihati, Sp.KK Nama : YELVIRA DEVITA NIM : 0908120460 OBAT ANTI JAMUR A. Anti Jamur untuk Infeksi Sistemik 1. Amfoterisin B Amfoterisin B memiliki mekanisme kerja berikatan kuat dengan ergosterol yang terdapat pada membrane sel jamur sehingga menyebabkan membrane sel bocor dan kehilangan beberapa bahan intrasel sehingga terjadi kerusakan sel jamur yang tetap. Amfoterisin B bersifat fungisidal dan dapat digunakan hampir pada semua infeksi jamur. Obat ini digunakan untuk pengobatan koksidiodomikosis, parakoksidioidomikosis, aspergilosis, kromoblastomikosis dan kandidiosis. Serta responsif terhadap histoplasmosis, kriptokokosis sistemik dan leismaniasis mukokutan. Kebanyakan pasien dengan infeksi mikosis dalam diberikan dosis 1-2 gr amfoterisin B deoksikolat selama 6-10 minggu. Orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal diberikan dosis 0,6-1,0 mg/kg BB. Sebelum pemberian obat, terlebih dahulu dites dengan dosis 1 mg amfoterisin B di dalam 50 ml cairan dextrose dan diberikan selama 1-2 jam (anak-anak dengan berat badan kurang dari 30 kg diberikan dosis 0,5 mg) kemudian diobservasi dan dimonitor suhu, denyut jantung dan tekanan darah setiap 30 menit oleh karena pada beberapa pasien dapat timbul reaksi hipotensi

Upload: yelvira-devita

Post on 20-Oct-2015

99 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

anti jamur merupakan ............................................................................................................................................................................

TRANSCRIPT

Page 1: Anti Jamur

Tugas dr. Sukasihati, Sp.KK

Nama : YELVIRA DEVITANIM : 0908120460

OBAT ANTI JAMUR

A. Anti Jamur untuk Infeksi Sistemik

1. Amfoterisin B

Amfoterisin B memiliki mekanisme kerja berikatan kuat dengan ergosterol yang terdapat

pada membrane sel jamur sehingga menyebabkan membrane sel bocor dan kehilangan beberapa

bahan intrasel sehingga terjadi kerusakan sel jamur yang tetap. Amfoterisin B bersifat fungisidal

dan dapat digunakan hampir pada semua infeksi jamur. Obat ini digunakan untuk pengobatan

koksidiodomikosis, parakoksidioidomikosis, aspergilosis, kromoblastomikosis dan kandidiosis.

Serta responsif terhadap histoplasmosis, kriptokokosis sistemik dan leismaniasis mukokutan.

Kebanyakan pasien dengan infeksi mikosis dalam diberikan dosis 1-2 gr amfoterisin B

deoksikolat selama 6-10 minggu. Orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal diberikan

dosis 0,6-1,0 mg/kg BB. Sebelum pemberian obat, terlebih dahulu dites dengan dosis 1 mg

amfoterisin B di dalam 50 ml cairan dextrose dan diberikan selama 1-2 jam (anak-anak dengan

berat badan kurang dari 30 kg diberikan dosis 0,5 mg) kemudian diobservasi dan dimonitor suhu,

denyut jantung dan tekanan darah setiap 30 menit oleh karena pada beberapa pasien dapat timbul

reaksi hipotensi berat atau reaksi anafilaksis. Dosis obat dapat ditingkatkan > 1mg/kgBB, tetapi

tidak melebihi 50 mg. Setelah 2 minggu pengobatan, konsentrasi di dalam darah akan stabil dan

kadar obat di jaringan makin bertambah dan memungkinkan obat diberikan pada interval 48 atau

72 jam. Dosis yang direkomendasikan untuk pemberian amfoterisin B lipid kompleks yaitu 5

mg/kgBB dan diberikan intravena dengan rata-rata 2,5 mg/kbBB/jam. Obat ini pernah diberikan

pada individu selama 11 bulan dengan dosis kumulatif 50 g tanpa efek samping toksik yang

signifikan.

Dosis awal amfoterisin B dispersi koloid yaitu 1,0 mg/kgBB diberikan intravena dengan

rata-rata 1 mg/kgBB/jam dan jika dibutuhkan dosis dapat ditingkatkan menjadi 3,0-4,0

mg/kgBB. Obat ini pernah diberikan pada individu dengan dosis kumulatif 3 g tanpa efek

samping toksik yang signifikan. Pemberian formula konvensional dengan cara intravena dapat

segera menimbulkan efek samping seperti demam, menggigil dan badan menjadi kaku. Biasanya

Page 2: Anti Jamur

timbul setelah 1-3 jam pemberian obat. Mual dan muntah dapat juga dijumpai tetapi jarang,

sedangkan efek lokal flebitis sering juga dijumpai. Efek samping toksik yang paling serius

adalah kerusakan tubulus ginjal.

2. Flusitosin

Flusitosin efektif terhadap Candida sp., Cryptococcus neoformans, Cladophialophora

carrionii, Fonsecaea sp., Phialophora verrucosa.

Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal, pemberian flusitosin diawali

dengan dosis 100 mg/kg BB perhari, dibagi dalam 4 dosis dengan interval 6 jam namun jika

terdapat gangguan ginjal pemberian flusitosin diawali dengan dosis 25 mg/kgBB.

Efek samping yang sering dijumpai yaitu mual,muntah dan diare. Trombositopenia dan

leukopenia dapat terjadi jika konsentrasi obat di dalam darah meninggi, menetap (>100 mg/L)

dan dapat juga dijumpai jika obat dihentikan. Peninggian kadar transaminase dapat juga dijumpai

pada beberapa pasien tetapi dapat kembali normal setelah obat dihentikan.

3. Golongan Azol

Kelompok azol dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jumlah nitrogen pada

cincin azol. Kelompok imidazol (ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol) terdiri dari dua

nitrogen dan kelompok triazol (itrakonazol, flukonazol, varikonazol, dan posakonazol)

mengandung tiga nitrogen. Pada umumnya golongan azol bekerja menghambat biosintesis

ergosterol yang merupakan sterol utama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur.

Bekerja dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P 450, C-14-α-demethylase yang bertanggung

jawab merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini mengakibatkan dinding sel jamur menjadi

permeabel dan terjadi penghancuran jamur.

a. Ketokonazol

Ketokonazol mempunyai spektrum yang luas dan efektif terhadap Blastomyces

dermatitidis, Candida species, Coccidiodes immitis, Histoplasma capsulatum, Malasezzia furfur,

Paracoccidiodes brasiliensis. Ketokonazol juga efektif terhadap dermatofit tetapi tidak efektif

terhadap Aspergillus spesies dan Zygomycetes.

Dosis ketokonazol yang diberikan pada dewasa 400 mg/hari sedangkan dosis

untuk anak-anak 3,3-6,6 mg/kgBB dosis tunggal. Lama pengobatan untuk tinea korporis dan

Page 3: Anti Jamur

tinea kruris selama 2-4 minggu, 5 hari untuk kandida vulvovaginitis, 2 minggu untuk kandida

esofagitis, tinea versikolor selama 5-10 hari, 6-12 bulan untuk mikosis dalam.

Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering dijumpai terjadi pada

20% pasien yang mendapat dosis 400 mg/hari. Pemberian pada saat menjelang tidur atau dalam

dosis terbagi dapat mengatasi keadaan ini. Alergi dapat terjadi pada 4% pasien, dan gatal tanpa

rash terjadi sekitar 2% pada pasien yang diterapi ketokonazol.

Ketokonazol dapat menginhibisi biosintesis steroid, seperti halnya pada jamur.

Peninggian transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Untuk pengobatan jangka

waktu yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Hepatitis drug induced dapat

terjadi pada beberapa hari pemberian terapi atau dapat terjadi berbulan-bulan setelah pemberian

terapi ketokonazol. Ketokonazol dosis tinggi (>800 mg/hari) dapat menghambat human adrenal

synthetase dan testicular steroid yang dapat menimbulkan alopesia, ginekomastia dan impoten.

b. Itrakonazol

Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap Aspergillosis sp.,

Blastomyces dermatidis, Candida sp., Cossidiodes immitis, Cryptococcus neoformans,

Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis, Scedosporium

apiospermum dan Sporothrix schenckii. Itrakonazol juga efektif terhadap dematiaceous mould

dan dermatofita tetapi tidak efektif terhadap Zygomycetes.

Itrakonazol dosis kontinyu sama efektif dengan dosis pulse. Pada onikomikosis kuku

tangan, pulse terapi diberikan selama 2 bulan, sedangkan onikomikosis kuku kaki selama 3

bulan. Itrakonazol tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan menyusui, karena

dieksresikan di air susu. Itrakonazol tersedia juga dalam bentuk kapsul 100 mg. Bentuk kapsul

diberikan dalam kondisi lambung penuh untuk absorpsi maksimal, karena cyclodextrin yang

terdapat dalam bentuk ini sering menimbulkan keluhan gastrointestinal.

Page 4: Anti Jamur

Tabel 1. Rejimen dosis itrakonazol

Dewasa Anak-anak

Onikomikosis Kuku tangan : 200 mg 2xsehari 1

minggu/bulan , 2 dosis pulse

Kuku kaki : 200 mg/harix12

minggu

Atau

200 mg 2xsehari x 1minggu/bulan,

3 dosis pulse

Kuku tangan : 5 mg/kg/hari x 1

minggu/bulan, 2 dosis pulsea

Kuku kaki : 5 mg/kg/hari x 1

minggu/bulan, 3 dosis pulse

Tinea kapitis 250 mg/hari x 2-8 minggu Infeksi Trichophyton : 5

mg/kg/hari x 2-4 minggu

Infeksi Mikrosporum : 5

mg/kg/hari x 4-8 minggu

Tinea korporis, tinea kruris, tinea

pedis

200 mg 2xseharix1 minggu Dosis berdasarkan berat x 1-4

minggu

Pitiriasis versikolor 200 mg/hari x 5-7 hari, untuk

pencegahan rekuren dengan 200

mg 2xsehari dosis tunggal/bulan

Tidak ada penelitian

a Dosis pediatrik berdasarkan berat badan : 100 mg/hari (15-30 mg), 100 mg/hari dapat diganti dengan 200 mg/hari

(30-40 kg), 200mg/hari (> 50 kg)

Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual, nyeri

abdomen dan konstipasi. Efek samping lain seperti sakit kepala, pruritus, dan ruam alergi.

c. Flukonazol

Menurut FDA flukonazol efektif untuk mengatasi kandidiasis oral atau esophageal,

criptococcal meningitis dan pada penelitian lain dinyatakan efektif pada sporotrikosis

(limfokutaneus dan visceral).

Flukonazol digunakan sebagai lini pertama terapi kandidiasis mukotan. Pada pediatrik

digunakan untuk terapi tinea kapitis yang disebabkan Tinea tonsurans dengan dosis 6 mg/kg/hr

selama 20 hari, dan 5 mg/kg/hr selama 30 hari. Tetapi diberikan lebih lama pada infeksi

Mycoplasma canis. Flukonazol tersedia sediaan tablet 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan 200mg;

sediaan oral solusio 10 mg/ml dan 40 mg/ml dan dalam bentuk sediaan intravena.

Direkomendasikan pada anak-anak <6 bulan.

Page 5: Anti Jamur

Penggunaan untuk orang dewasa dan kandidiasis vagina adalah 150 mg dosis tunggal.

Pada kandidiasis vulvovaginal rekuren 150 mg tiap minggu selama 6 bulan atau lebih. Tinea

pedis dengan 150 mg tiap minggu selama 3-4 minggu, dengan 75% perbaikan pada minggu ke-4.

Pada terapi onikomikosis, terbinafin 250 mg sehari selama 12 minggu lebih utama dibandingkan

flukonazol 150 mg tiap minggu selama 24 minggu. Pada pitiriasis versikolor digunakan 400 mg

dosis tunggal. Flukonazol ditoleransi baik oleh geriatrik kecuali dengan gangguan ginjal, namun

tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan menyusui.

Efek samping yang sering adalah masalah gastrointestinal seperti mual, muntah, diare,

nyeri abdomen dan juga sakit kepala. Selain itu hipersensitivitas, agranulositosis, sindroma

Stevens Johnsons, hepatotoksik, trombositopenia dan efek pada sistem saraf pusat.

d. Varikonazol

Varikonazol mempunyai spektrum yang luas terhadap Aspergillus sp., Blastomyces

dermatitidis, Candida sp, Candida spp flukonazol resistant., Cryptococcus neoforams, Fusarium

sp., Histoplasma capsulatum, dan Scedosporium apospermum. Tidak efektif terhadap

Zygomycetes.

Pemberian pada kandidiasis esofageal dimulai dengan dosis oral 200 mg setiap 12 jam

untuk berat badan > 40 kg dan 100 mg setiap 12 jam untuk berat badan < 40 kg. Untuk

aspergilosis invasif dan penyakit jamur, lainnya yang disebabkan Scedosporium asiospermum

dan Fussarium spp, direkomendasikan loading dose 6 mg/kg IV setiap 12 jam untuk 24 jam

pertama, diikuti dengan dosis pemeliharaan 4 mg/kgBB setiap 12 jam dengan pemberian

intravena atau 200 mg setiap 12 jam per oral.

Efek toksik varikonazol berupa gangguan penglihatan transien, terkadang dapat

menyebabkan abnormalitas fungsi hepar sehingga dalam pemberian vorikonazol perlu dilakukan

monitor fungsi hepar serta kontraindikasi pada wanita hamil.

e. Posakonazol

Posakonazol memiliki kemampuan antijamur terluas saat ini dan tidak ditemukan

resistensi silang posakonazol dengan flukonazol. Posakonazol merupakan satu-satunya golongan

azol yang dapat menghambat jamur golongan Zygomycetes. Posakonazol juga dapat digunakan

dalam pengobatan aspergilosis dan fusariosis.

Posakonazol hanya tersedia dalam bentuk suspensi oral, dapat diberikan dengan rentang

dosis 50-800 mg dibagi menjadi empat dosis dan dapat juga diberikan dua kali sehari pada

Page 6: Anti Jamur

keadaan tidak membahayakan jiwa. Absorbsi posakonazol lebih baik bila diberikan bersama

dengan makanan atau suplemen nutrisi.

4. Kaspofungin

Kaspofungin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas. Kaspofungin efektif terhadap

Aspergillus fumigates, Aspergillus flavus dan Aspergillus terreus. Kaspofungin mempunyai

aktifitas yang berubah-ubah terhadap Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum dan

dermatiaceous molds. Kaspofungin juga efektif terhadap sebagian besar Candida sp., dengan

efek fungisidal yang tinggi, tetapi dengan Candida parpsilosis dan Candida krusei kurang

efektif, dan resisten terhadap Cryptococcus neoformans.

Pada pasien aspergilosis, dosis yang dianjurkan 70 mg pada hari pertama dan 50 mg/hari

untuk hari selanjutnya. Setiap dosis harus diberikan intravena melalui infus dalam periode 1 jam.

Pasien dengan kerusakan hepar sedang, direkomendasikan dosis kaspofungin diturunkan menjadi

35 mg. Efek samping yang sering dijumpai yaitu demam, adanya ruam kulit, mual dan muntah.

5. Terbinafin

Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas dan efektif terhadap dermatofit.

Terbinafin bersifat fungisidal dan fungistatik untuk Candida albican. Terbinafin juga efektif

terhadap Aspergillosis sp., Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Sporothrix

schenxkii dan beberapa dermatiaceous moulds.

Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan kuku. Dosis

terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari, tetapi pada pasien dengan gangguan hepar atau

fungsi ginjal (kreatinin klirens < 50 ml/menit atau konsentrasi serum kreatinin > 300 µmol/ml)

dosis harus diberikan setengah dari dosis tersebut. Pengobatan tinea pedis selama 2 minggu,

tinea korporis dan kruris selama 1-2 minggu, sedangkan infeksi pada kuku tangan selama 3 bulan

dan kuku kaki selama 6 bulan atau lebih.

Tabel 2. Terbinafin dosis rejimen

Dewasa Anak-anak

Page 7: Anti Jamur

Onikomikosis Kuku tangan : 250 mg/hr x 6

minggu

Kuku kaki : 250 mg/hr x 12

minggu

3-6 mg/khg/hr x 6-12 minggua

Tinea kapitis 250 mg/hr x 2-8 minggu Infeksi Trichophyton : 3-6

mg/kg/hr x 2-4 minggua

Infeksi Microsporum : 3-6

mg/kg/hr x 6-8 minggua

Tinea korporis, tinea kruris 250 mg/hr x 1-2 minggu 3-6 mg/kg/hr x 1-2 minggu

Tinea pedis (mokasin) 250 mg/hr x 2 minggu b

Dermatitis seboroik 250 mg/hr x 4-6 minggu b

a Dosis anak berdasarkan berat badan : 62,5 mg/hr (10-20 kg), 125 mg/hr (20-40 kg), 250 mg/hr (>40 kg).

Catatan : tingkat kesembuhan tinggi dicapai dengan dosis 4,5 mg/hr atau lebih.b Tidak ada penelitian.

Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dispepsia, dan nyeri abdomen.

Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit hepar kronik atau aktif.

6. Griseofulvin

Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum terbatas yaitu hanya untuk spesies

Epidermophyton flocossum, Microsporum sp., dan Trichophyton sp., yang merupakan penyebab

infeksi jamur pada kulit, rambut kuku. Griseofulvin tidak efektif terhadap kandidiasis kutaneus

dan pitiriasis versikolor. Pada saat ini, griseofulvin lebih sering digunakan untuk pengobatan

tinea kapitis. Tinea kapitis lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh Trychopyton

tonsurans.

Dosis pada anak-anak 20-25 mg/kg/hari (mikrosize), atau 15-20 mg/kg/hari (ultrasize)

selama 6-8 minggu. Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500-1000 mg/ hari

(microsize) dosis tunggal atau terbagi dan 330-375 mg/hari (ultramicrosize) dosis tunggal atau

terbagi. Lama pengobatan untuk tinea korporis dan kruris selama 2-4 minggu, untuk tinea kapitis

paling sedikit selama 4-6 minggu, untuk tinea pedis selama 4-8 minggu dan untuk tinea unguium

selama 3-6 bulan.

Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala, mual, muntah, dan

nyeri abdomen. Timbulnya reaksi urtikaria dan erupsi kulit dapat terjadi pada sebagian pasien.

7. Nistatin

Page 8: Anti Jamur

Nistatin merupakan antibotik yang digunakan sebagai antijamur, diisolasi dari

Streptomyces nourse pada tahun 1951. Untuk pengobatan kandidiasis oral, nistatin diberikan

tablet nistatin 500.000 unit setiap 6 jam. Suspensi nistatin oral terdiri dari 100.000 unit/ml yang

diberikan 4 kali sehari dengan dosis pada bayi baru lahir 1 ml, infant 2 ml dan dewasa 5 ml.

B. Anti Jamur Topikal Lain

1. Klotrimazol

Klotrimazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatifitosis, kandidiasis oral, kutaneus

dan genital. Untuk pengobatan oral kandidiasis, diberikan oral troches (10 mg) 5 kali sehari

selama 2 minggu atau lebih. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 500 mg

pada hari ke-1, 200 mg hari ke-2, atau 100 mg hari ke-6 yang dimasukkan ke dalam vagina.

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan krim klotrimazol 1% dosis dan lamanya

pengobatan tergantung kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2

kali sehari.

2. Ekonazol

Ekonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis oral,

kutaneus dan genital. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 150 mg yang

dimasukkan ke dalam vagina selama 3 hari berurut-turut. Untuk pengobatan infeksi jamur pada

kulit digunakan ekonazol krim 1 %, dosis dan lamanya tergantung dari kondisi pasien, biasanya

diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari. Ekonazol penetrasi dengan cepat di

stratum korneum. Kurang dari 1% diabsorpsi ke dalam darah. Sekitar 3% pasien mengalami

eritema lokal, sensasi terbakar, tersengat, atau gatal.

3. Mikonazol

Mikonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor, serta

kandidiasis oral, kutaneus dan genital. Mikonazol cepat berpenetrasi pada stratum korneum dan

bertahan lebih dari 4 hari setelah pengolesan. Kurang dari 1% diabsorpsi dalam darah. Absorpsi

kurang dari 1,3% di vagina. Pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 200 selama 7 hari

atau 100 mg selama 14 hari yang dimasukkan ke dalam vagina. Pengobatan kandidiasis oral,

diberikan oral gel (25 mg) 4 kali sehari. Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan

Page 9: Anti Jamur

mikonazol krim 2%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya

diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.

Efek samping pemakaian topikal vagina adalah rasa terbakar, gatal atau iritasi kadang-

kadang terjadi kram di daerah pelvis, sakit kepala, urtika, atau skin rash. Iritasi, rasa terbakar dan

maserasi jarang terjadi pada pemakaian kutaneus. Mikonazol aman digunakan pada wanita

hamil, meskipun beberapa ahli menghindari pemakaian pada kehamilan trimester pertama.

4. Ketokonazol

Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mencapai keratin dalam

waktu 2 jam melalui kelenjar keringat ekrin. Penghantaran akan menjadi lebih lambat ketika

mencapai lapisan basal epidermis dalam waktu 3-4 minggu. Konsentrasi ketokonazol masih

tetap dijumpai, minimal 10 hari setelah obat dihentikan.

Ketokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor, kutaneus

kandidiasis dan dapat juga untuk pengobatan dermatitis seboroik. Pengobatan infeksi jamur pada

kulit digunakan krim ketokonazol 1%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi

pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan sekali sehari sedangkan pengobatan

dermatitis seboroik dioleskan 2 kali sehari. Pengobatan pitiriasis versikolor menggunakan

ketokonazol 2% dalam bentuk shampoo sebanyak 2 kali seminggu selama 8 minggu.

5. Sulkonazol

Sulkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis kutaneus.

Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol krim 1%. Dosis dan lamanya

pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis , tinea

kruris ataupun pitiriasis versikolor dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 3 minggu dan untuk

tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 4 minggu.

6. Terkonazol

Terkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis kutaneus dan

genital. Pengobatan kandidiasis vaginalis yang disebabkan Candida albicans, digunakan

terkonazol krim vagina 0,4% (20 gr terkonazol) yang dimasukkan ke dalam vagina

menggunakan aplikator sebelum waktu tidur, 1 kali sehari selama 3 hari berturut-turut dan

Page 10: Anti Jamur

vaginal supositoria dengan dosis 80 mg terkonazol, dimasukkan ke dalam vagina, 1 kali sehari

sebelum waktu tidur selama 3 hari berturut-turut.

7. Tiokonazol

Tiokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis serta kandidiasis kutaneus dan

genital. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis tunggal sebanyak 300 mg

dimasukkan ke dalam vagina. Untuk infeksi pada kulit digunakan tiokonazol krim 1%, dosis dan

lamanya pengobatan tergantung kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis dan

kandidiasis kutaneus biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari. Untuk

tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 6 minggu, untuk tinea kruris dioleskan 2 kali sehari

selama 2 minggu dan untuk pitirisis versikolor dioleskan 2 kali sehari selama 1-4 minggu.

8. Sertakonazol

Sertakonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan candida sp,

digunakan sertakonazol krim 2%, dioleskan 1-2 kali sehari selama 4 minggu.

9. Naftifin

Naftifin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan Candida sp., Untuk

pengobatan digunakan krim naftifin hidroklorida krim 1% dioleskan 1 kali sehari selama 1

minggu.

10. Terbinafin

Terbinafin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor dan

kandidiasis kutaneus. Digunakan terbinafin krim 1% yang dioleskan 1 atau 2 kali sehari. Untuk

pengobatan tinea korporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu, untuk tinea pedis

selama 2-4 minggu, untuk kandidiasis kutaneus selama 1-2 minggu dan untuk pitiriasis

versikolor selama 2 minggu.

11. Butenafin

Page 11: Anti Jamur

Butenafin merupakan golongan benzilamin aktifitas antijamurnya sama dengan golongan

alilamin. Butenafin bersifat fungisidal terhadap dermatofita dan dapat digunakan untuk

pengobatan tinea korporis, tinea kruris dan tinea pedis, dioleskan 1 kali sehari selama 4 minggu.

12. Nistatin

Pengobatan kandidiasis kutis dapat digunakan nistatin topikal pada kulit atau membrane

mukosa (rongga mulut, vagina). Nistatin biasanya tidak bersifat toksik tetapi kadang-kadabng

dapat timbul mual, muntah dan diare jika diberikan dengan dosis tinggi.

Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan 1 atau 2 vaginal suppossitoria

(100.000 setiap unitnya) yang diberikan selama kurang lebih 14 hari.

C. ANTIJAMUR GOLONGAN LAIN

1. Asam Undesilenat

Asam undesilenat bersifat fungistatik, dapat juga bersifat fungisidal apabila terpapar

lama dengan konsentrasi yang tinggi pada agen jamur. Tersedia dalam bentuk salep, krim, bedak

spray powder, sabun, dan cairan. Salap asam undesilenat mengandung 5% asam undesilenat dan

20% zinc undesilenat. Zinc bersifat astringent yang menekan inflamasi. Preparat ini digunakan

untuk mengatasi dermatomikosis, khususnya tinea pedis. Efektifitas masih lebih rendah dari

imidazol, haloprogin atau tolnaftat. Preparat ini juga dapat digunakan pada ruam popok, dan

tinea kruris.

2. Salep Whitefield

Pada tahun 1970, Arthur Whitefield membuat preparat salep yang mengandung 12%

asam benzoate dan 6% asam salisilat. Kombinasi ini dikenal dengan salep Whitefield. Asam

benzoat bekerja sebagai fungistatik, dan asam salisilat sebagai keratolitik sehingga menyebabkan

deskuamasi keratin yang mengandung jamur. Preparat nini sering menyebabkan iritasi

khususnya jika dipakai pada permukaan kulit yang luas. Selain itu absorpsi secara sistemik dapat

terjadi, dan menyebabkan toksisitas asam salisilat, khususnya pada pasien yang mengalami gagal

ginjal. Digunakan untuk mengatasi tinea pedis, dan tinea kruris.

3. Amorolfin

Page 12: Anti Jamur

Amorolfin merupakan phenylpropylpiperidine. Bekerja dengan cara menghambat

biosintesis ergosterol jamur. Aktifitas spektrumnya luas, dapat digunakan untuk pengobatan tinea

korporis, tinea kruris, tinea pedis dan onikomikosis. Untuk infeksi jamur pada kulit amorolfin

dioleskan satu kali sehari selama 2-3 minggu sedangkan untuk tinea pedis selama 6 bulan.

Amorolfin 5% nail lacquaer diberikan sebagai monoterapi pada onikomikosis ringan tanpa

adanya keterlibatan matriks. Diberikan satu atau dua kali seminggu selama 6-12 bulan.

Pemakaian amorolfin 5% pada pengobatan jamur memiliki angka kesembuhan 60-76% dengan

pemakaian satu atau dua kali seminggu. Kuku tangan dioleskan satu atau dua kali setiap minggu

selama 6 bulan sedangkan kuku kaki harus digunakan selama 9-12 bulan.

4. Siklopiroks olamin

Siklopiroks olamin adalah antijamur sintetik hydroxypyridone, bersifat fungisidal,

sporisida dan memiliki penetrasi yang baik pada kulit dan kuku. Siklopiroks efektif untuk

pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis, onikomikosis, kandidiasis kutaneus dan

pitiriasis versikolor.

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit harus dioleskan 2 kali sehari selama 2-4

minggu sedangkan untuk pengobatan onikomikosis digunakan siklopiroks nail lacquer 8%.

Setelah dioleskan pada permukaan kuku yang sakit, larutan tersebut akan mengering dalam

waktu 30-45 detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari pembawa berdifusi menembus lapisan

lempeng kuku hingga ke dasar kuku (nail bed) dalam beberapa jam sudah mencapai kedalaman

0,4 mm dan secara penuh akan dicapai setelah 24-48 jam pemakaian. Kadar obat akan mencapai

kadar fungisida dalam waktu 7 hari sebesar 0,89 ±0,25 mikrogram tiap milligram material kuku.

Kadar obat akan meningkat terus hingga 30-45 hari setelah pemakaian dan selanjutnya

konsentrasi akan menetap yakni sebesar 50 kali konsentrasi obat minimal yang berefek

fungisidal. Konsentrasi obat yang berefek fungisidal ditemukan di setiap lapisan kuku.

Sebelum pemakaian cat kuku siklopiroks, terlebih dahulu bagian kuku yang terinfeksi

diangkat atau dibuang, kuku yang tersisa dibuat kasar kemudian dioleskan membentuk lapisan

tipis. Dilakukan setiap 2 hari sekali selama bulan pertama, setiap 3 hari sekali pada bulan kedua

dan seminggu sekali pada bulan ketiga hingga bulan keenam pengobatan. Pemakaian cat kuku

dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan.

5. Haloprogin

Page 13: Anti Jamur

Haloprogin merupakan halogenated phenolic, efektif untuk pengobatan tinea korporis,

tinea kruris, tinea pedis dan pitiriasis versikolor, dengan konsentrasi 1% dioleskan 2 kali sehari

selama 2-4 minggu.

6. Timol

Timol adalah antiseptik yang larut dalam alkohol efektif dalam bentuk tingtur untuk

mengobati onikolisis. Timol bekerja sebagai antiseptik membunuh organisme pada saat alkohol

menguap. Tidak tersedia preparat komersil; ahli farmakologi mencampur 2-4% timol ke dalam

larutan dasar seperti etanol 95% dan mengendap di dasar botol. Pemakaiannya jari ditegakkan

vertikal lalu diteteskan solusio sampai menyentuh hiponikium, gaya gravitasi dan tekanan

permukaan secara cepat mendistribusikan timol ke bagian terdalam dari ruang subungual.

Penggunaan timol beresiko iritasi, dan memiliki bau yang tidak menyenangkan.

7. Castellani’s paint

Castellani’s paint (carbol fuchsin paint) memiliki aktifitas antijamur dan antibacterial.

Digunakan sebagai terapi tinea pedis, dermatitis seboroik, tinea imbrikata. Efek sampingnya

adalah iritasi dan reaksi toksik terhadap fenol.

8. Alumunium Chloride

Alumunium Chloride 30% memiliki efikasi mirip dengan Castellani’s paint pada terapi

tinea pedis.

9. Gentian Violet

Gentian violet adalah triphenylmethane (rosaniline) dye. Produk yang dipasarkan

mengandung 4% tetramethyl dan pentamethyl congeners campuran ini membentuk kristal violet.

Solusio gentian violet dengan konsentrasi 0,5-2% digunakan pada infeksi jamur mukosa.

Gentian violet memiliki efek antijamur dan antibaterial.

10. Potassium Permanganat

Page 14: Anti Jamur

Potassium permanganat tidak memiliki aktifitas antijamur. Pada pengenceran 1:5000

sering digunakan untuk meredakan inflamasi akibat kandidiasi intertriginosa.

11. Selenium Sulphide

Losio 2,5% selenium sulphide untuk terapi pitiriasis versikolor dan dermatitis seboroik.

Pengguinaan losio selama 10 menit satu kali sehari selama pemakaian 7 hari, tidak terjadi

absorpsi perkutaneus yang signifikan. Selenium sulphide 2,5% dalam bentuk sampo dapat

menyebabkan iritasi pada kulit kepala atau perubahan warna rambut. Losio selenium sulphide

juga digunakan sebagai sampo pada tinea kapitis yang telah diberikan terapi oral griseofulvin.

12. Zinc Pyrithione

Zinc pyrithione adalah antijamur dan antibakteri yang digunakan mengatasi pitiriasis sika.

Sampo zinc pyrithione 1% efektif pada terapi pitiriasis versikolor yang dioleskan setiap hari

selama 2 minggu.

13. Sodium Thiosulfate dan Salicylic Acid

Solusio 25% sodium thiosulfate dikombinasi dengan 1% salicylic acid tersedia preparat

komersial dan digunakan pada tinea versikolor.

14. Prophylen Glycol

Prophylen glycol (50% dalam air) telah digunakan untuk mengatasi pitiriasis versikolor.

Prophylen glycol 4-6% sebagai agen keratolitik, yang secara in vitro bersifat fungistatik

terhadap Malassezia furfur kompleks (bentuk dari Pityrosporum spp). Solusio propylene

glycol-urea- asam laktat juga telah digunakan untuk onikomikosis.

KORTIKOSTEROID

Page 15: Anti Jamur

Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh

kelenjar adrenal dan memainkan peran penting pada tubuh termasuk mengontrol respon

inflamasi. Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama yaitu glukokortikoid dan

mineralokortikoid.

1. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan

glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada

keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti.

Prototip untuk golongan ini:

Glukokortikoid alam adalah kortisol dan kortison

Glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.

2. Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap

keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen

hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini adalah desoksikortikosteron.

Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid

sistemik dan kortikosteroid topikal.

A. Kortikosteroid sistemik

Kortikosteroid sistemik banyak digunakan dalam bidang dermatologi karena obat

tersebut mempunyai efek imunosupresan dan anti inflamasi. Sediaan kortikosteroid dapat

dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa kerjanya, antara lain kerja singkat (<12 jam),

kerja sedang (12-36 jam) dan kerja lama (>36 jam).

Tabel perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan kortikosteroid

Kortikosteroid

PotensiLama

kerja

Dosis

ekuivalen

(mg)*Mineralokortikoid Glukokortikoid

Kortisol

(hidrokortison)

1 1 S 20

Kortison 0,8 0,8 S 25

Kortikosteron 15 0,35 S -

Page 16: Anti Jamur

6-α-metilprednisolon 0,5 5 I 4

Fludrokortison

(mineralokortikoid)

125 10 I -

sPrednisone 0,8 4 I 5

Prednisolon 0,8 4 I 5

Triamsinolon 0 5 I 4

Parametason 0 10 L 2

Betametason 0 25 L 0,75

Deksametason 0 25 L 0,75

Keterangan:

* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.

S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam);

I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam);

L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam).

DOSIS DAN MEKANISME PEMBERIAN

Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari

Dermatitis

Erupsi alergi obat ringan

SJS berat dan NET

Eritrodermia

Reaksi lepra

DLE

Pemfigoid bulosa

Pemfigus vulgaris

Pemfigus foliaseus

Pemfigus eritematosa

Psoriasis pustulosa

Reaksi Jarish-Herxheimer

Prednison 4x5 mg atau 3x10mg

Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Deksametason 6x5 mg

Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Prednison 3x10 mg

Prednison 3x10 mg

Prednison 40-80 mg

Prednison 60-150 mg

Prednison 3x20 mg

Prednison 3x20 mg

Prednison 4x10 mg

Prednison 20-40 mg

Page 17: Anti Jamur

EFEK SAMPING

Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum.

Organ Macam efek samping

1. Saluran cerna

2. Otot

3. Susunan saraf

pusat

4. Tulang

5. Kulit

6. Mata

7. Darah

8. Pembuluh darah

9. Kelenjar adrenal

bagian kortek

10. Metabolisme

protein, KH dan

lemak

11. Elektrolit

12. Sistem

immunitas

Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus

peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis

ulseratif.

Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.

Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah

tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan

bunuh diri), nafsu makan bertambah.

Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur

tulang panjang.

Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis,

purpura, telangiektasis.

Glaukoma dan katarak subkapsular posterior

Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit

Kenaikan tekanan darah

Atrofi, tidak bisa melawan stres

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula

meninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan hati.

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani,

aritmia kor)

Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes

simplek, keganasan dapat timbul.

Efek Samping Penggunaan Steroids Sistemik Singkat

Page 18: Anti Jamur

Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping yang

serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:

Gangguan tidur

Meningkatkan nafsu makan

Meningkatkan berat badan

Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi

Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari

kortikosteroids termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis aseptik

yang pinggul.

Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama

Pengurangan produksi kortisol sendiri.

Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orang-orang yang

kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau masalah paru-paru.

Penurunan pertumbuhan pada anak-anak

Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.

Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul).

Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).

Kenaikan lemak darah (trigliserida).

Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.

Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat badan dan

gagal jantung.

Kegoyahan dan tremor.

Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan katarak

subcapsular posterior.

Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi, kegembiraan,

delirium atau depresi.

Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.

Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan (misalnya

tuberkulosis).

Page 19: Anti Jamur

Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.

Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala, nyeri

otot dan sendi dan depresi.

B. Kortikosteroid topikal

Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu.

Merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan

banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk melembabkan kulit,

melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat.

POTENSI KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Nama Konsentrasi dan Bentuk

Sediaan

Dosis

Potensi Sangat Tinggi

Clobetasol Propionate 0,05% krim, salep, aplikasi kulit

kepala

1 - 2 x/hari

Halcinonide 0,1% krim, solution 2 - 3 x/hari

Potensi Tinggi

Amcinonide 0,1% krim 2 -3 x/hari

Beclometasone dipropionate 0,025% krim 2 x/hari

Betamethasone dipropionate 0,05% krim, salep, cair 0,064%

krim, salep, solution

1 - 3 x/hari

Betamethasone valerate 0,025% krim 2 - 3 x/hari

Betamethasone valerate 0,1% krim, gel, lotion, salep,

solution

1 - 3 x/hari

Desoximetasone 0,05% gel, 0,025% krim, salep 1 - 3 x/hari

Difluocortolone valerate 0,3% salep berlemak 2x/ hari

Difluocortolone valerate 0,1% krim, salep berlemak, salep 1 - 3 x/hari

Fluclorolone acetonide 0,025% krim 2 x/hari

Fluocinolone acetonide 0,025% krim, gel, salep 0,03%

salep

1 - 3 x/hari

Page 20: Anti Jamur

Fluocinolone acetonide 0,2% krim 2 - 3 x/hari

Fluocinolone acetonide 0,005% krim 0,01% krim, salep

0,0125% krim

1 - 3 x/hari

Fluocinonide 0,05% krim, salep 2 - 3 x/hari

Fluocortolone/ fluocortolone

caproate

0,25%/0,25% krim 1 - 3 x/hari

Fluocortolone pivalate/

fluocortolone caproate

0,25%/0.25% salep 1 - 3 x/hari

Fluticasone propionate 0,05% krim, 0,005% salep 1 - 2 x/hari

Hydrocortisone aceponate 0,127% krim 1 - 2 x/hari

Methylprednisolone

aceponate

0,1% krim, salep berlemak, salep 1 - 2 x/hari

Mometasone furoate 0,1% krim, salep, lotion 1 x/hari

Prednicarbate 0,25% krim 1 - 2 x/hari

Potensi Sedang

Alclometasone dipropionate 0, 05% krim, salep 2 - 3 x/hari

Clobetasone butyrate 0,05% krim, salep Sampai

4 x/hari

Desonide 0,05% krim, salep, lotion 2 x/hari

Fluprednidene acetate 0,1% krim, solution 2 x/hari

Triamcinolone acetonide 0,1% krim, salep, lotion 0,2%

krim, 0,02% krim

2 - 3x/hari

Potensi Rendah

Hydrocortisone 0,5% krim, 1% lotion, gel, krim

2,5% krim

2 - 3 x/hari

Hydrocortisone acetate 1% krim, salep 2,5% krim 2 - 3 x/hari

Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul

hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target,

Page 21: Anti Jamur

kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu

bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi

RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek

fisiologis steroid. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran

dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam

sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik (atropi

epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolast mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi

dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler

(telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang

lambat). Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-proliferatif, dan

imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi,

berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan.

Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau menggantikan sel-sel

yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium

proses radang. Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga

enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.

Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.

Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses radang. Ada

beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :

1. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup memadai.

2. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.

3. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.

4. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion, salep

berlemak (fatty ointment).

Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi di daerah

yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosom yang menurun

diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi dan melepaskan sejumlah

mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan efek anti-inflamasi kortikosteroid.

Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini bahwa khasiat utama anti radang bersifat

menghambat : tanda-tanda radang untuk sementara diredakan. Perlu diingat bahwa penyebabnya

tidak diberantas, maka bila pengobatan dihentikan, penyakit akan kambuh.

Page 22: Anti Jamur

Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.

Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan vasokontriksi pada

kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan struktur kimiawi.

Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di dalam tubuh mengalami

transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison

efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison banyak

mengalami perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang mengandung fluor

digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih baik apabila yang dipakai adalah

vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion,

salep, fatty ointment (paling baik penetrasinya). Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah

pemberian pada kulit normal, misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang

diberikan pada lengan bawah ventral diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah,

hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali yang melalui

daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali

melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum. Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada

daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik ; dan pada penyakit eksfoliatif berat, seperti

psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk penetrasi.

Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :

1. vasokontriksi,

2. efek anti-proliferasi,

3. immunosupresan, dan

4. efek anti-inflamasi.

Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis,

yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi ini biasanya

berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai

suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen. Efek anti-proliferatif

kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari sintesis dan mitosis DNA. Kontrol dan

proliferasi seluler merupakan suatu proses kompleks yang terdiri dari penurunan dari pengaruh

stimulasi yang telah dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-proses ini mungkin

dipengaruhi oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran

lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.

Page 23: Anti Jamur

Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang

terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid bisa

menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa menjelaskan penggunaan

kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa. Mekanisme sebenarnya dari efek anti-

inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid

menggunakan efek anti-inflamasinya dengan menghibisi pembentukan prostaglandin dan derivat

lain pada jalur asam arakidonik. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi

kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran lisosom dari sel-

sel fagosit.

Penggunaan Kortikosteroid Topikal Di Bidang Dermatologi

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk

suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif

terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.

Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal adalah psoriasis, dermatitis

atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis

numularis, dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis solaris

(fotodermatitis).

Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan

harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus

erimatousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipiodika diabetikorum,

vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum.

Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan

harga murah ; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis

penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas / tidaknya lesi,

dalam / dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.

Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 kali per hari sampai penyakit tersebut

sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalah menurunnya

respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang ; berupa

toleransi akut yang berarti efek vasokontriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan

beberapa hari efek vasokontriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan

obat tetap dilanjutkan.

Page 24: Anti Jamur

Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :

1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.

2. Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu, sebaiknya jangan

lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah satu dari golongan sedang

dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%.

3. Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab (panacea) untuk semua

dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai kortikosteroid poten

karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis. Tinea dan scabies incognito

adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak khas disebabkan pemakaian

kortikosteroid.

Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu

atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewan menunjukkan

penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada

pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi

mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi di absorbsi di kulit memasuki aliran

darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus

dihindari kecuali mendapat nasehat dari dokter untuk menggunakannya. Begitu juga pada waktu

menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan diperhatikan. Kortikosteroid

juga hati-hati digunakan pada anak-anak

Efek Samping

Efek samping dapat terjadi apabila :

1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.

2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan

sangat oklusif.

Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat potensiasinya,

tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi, kecuali mungkin

merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini efek samping hanya bisa

dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan

pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang lebih

paten.

Page 25: Anti Jamur

Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,

telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,

dermatitis peroral.

Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat yaitu :

Efek Epidermal

Ini termasuk :

1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu

penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi dermo-

epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.

2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini

muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.

Efek Dermal

Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini

menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan menyebabkan

mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang terjadi akan

menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap

dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.

Efek Vaskular

Efek ini termasuk :

1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi

pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.

2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah yang

kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi lanjut,

dan kadang-kadang pustulasi.