Download - Anti Jamur
Tugas dr. Sukasihati, Sp.KK
Nama : YELVIRA DEVITANIM : 0908120460
OBAT ANTI JAMUR
A. Anti Jamur untuk Infeksi Sistemik
1. Amfoterisin B
Amfoterisin B memiliki mekanisme kerja berikatan kuat dengan ergosterol yang terdapat
pada membrane sel jamur sehingga menyebabkan membrane sel bocor dan kehilangan beberapa
bahan intrasel sehingga terjadi kerusakan sel jamur yang tetap. Amfoterisin B bersifat fungisidal
dan dapat digunakan hampir pada semua infeksi jamur. Obat ini digunakan untuk pengobatan
koksidiodomikosis, parakoksidioidomikosis, aspergilosis, kromoblastomikosis dan kandidiosis.
Serta responsif terhadap histoplasmosis, kriptokokosis sistemik dan leismaniasis mukokutan.
Kebanyakan pasien dengan infeksi mikosis dalam diberikan dosis 1-2 gr amfoterisin B
deoksikolat selama 6-10 minggu. Orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal diberikan
dosis 0,6-1,0 mg/kg BB. Sebelum pemberian obat, terlebih dahulu dites dengan dosis 1 mg
amfoterisin B di dalam 50 ml cairan dextrose dan diberikan selama 1-2 jam (anak-anak dengan
berat badan kurang dari 30 kg diberikan dosis 0,5 mg) kemudian diobservasi dan dimonitor suhu,
denyut jantung dan tekanan darah setiap 30 menit oleh karena pada beberapa pasien dapat timbul
reaksi hipotensi berat atau reaksi anafilaksis. Dosis obat dapat ditingkatkan > 1mg/kgBB, tetapi
tidak melebihi 50 mg. Setelah 2 minggu pengobatan, konsentrasi di dalam darah akan stabil dan
kadar obat di jaringan makin bertambah dan memungkinkan obat diberikan pada interval 48 atau
72 jam. Dosis yang direkomendasikan untuk pemberian amfoterisin B lipid kompleks yaitu 5
mg/kgBB dan diberikan intravena dengan rata-rata 2,5 mg/kbBB/jam. Obat ini pernah diberikan
pada individu selama 11 bulan dengan dosis kumulatif 50 g tanpa efek samping toksik yang
signifikan.
Dosis awal amfoterisin B dispersi koloid yaitu 1,0 mg/kgBB diberikan intravena dengan
rata-rata 1 mg/kgBB/jam dan jika dibutuhkan dosis dapat ditingkatkan menjadi 3,0-4,0
mg/kgBB. Obat ini pernah diberikan pada individu dengan dosis kumulatif 3 g tanpa efek
samping toksik yang signifikan. Pemberian formula konvensional dengan cara intravena dapat
segera menimbulkan efek samping seperti demam, menggigil dan badan menjadi kaku. Biasanya
timbul setelah 1-3 jam pemberian obat. Mual dan muntah dapat juga dijumpai tetapi jarang,
sedangkan efek lokal flebitis sering juga dijumpai. Efek samping toksik yang paling serius
adalah kerusakan tubulus ginjal.
2. Flusitosin
Flusitosin efektif terhadap Candida sp., Cryptococcus neoformans, Cladophialophora
carrionii, Fonsecaea sp., Phialophora verrucosa.
Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal yang normal, pemberian flusitosin diawali
dengan dosis 100 mg/kg BB perhari, dibagi dalam 4 dosis dengan interval 6 jam namun jika
terdapat gangguan ginjal pemberian flusitosin diawali dengan dosis 25 mg/kgBB.
Efek samping yang sering dijumpai yaitu mual,muntah dan diare. Trombositopenia dan
leukopenia dapat terjadi jika konsentrasi obat di dalam darah meninggi, menetap (>100 mg/L)
dan dapat juga dijumpai jika obat dihentikan. Peninggian kadar transaminase dapat juga dijumpai
pada beberapa pasien tetapi dapat kembali normal setelah obat dihentikan.
3. Golongan Azol
Kelompok azol dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jumlah nitrogen pada
cincin azol. Kelompok imidazol (ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol) terdiri dari dua
nitrogen dan kelompok triazol (itrakonazol, flukonazol, varikonazol, dan posakonazol)
mengandung tiga nitrogen. Pada umumnya golongan azol bekerja menghambat biosintesis
ergosterol yang merupakan sterol utama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur.
Bekerja dengan cara menginhibisi enzim sitokrom P 450, C-14-α-demethylase yang bertanggung
jawab merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini mengakibatkan dinding sel jamur menjadi
permeabel dan terjadi penghancuran jamur.
a. Ketokonazol
Ketokonazol mempunyai spektrum yang luas dan efektif terhadap Blastomyces
dermatitidis, Candida species, Coccidiodes immitis, Histoplasma capsulatum, Malasezzia furfur,
Paracoccidiodes brasiliensis. Ketokonazol juga efektif terhadap dermatofit tetapi tidak efektif
terhadap Aspergillus spesies dan Zygomycetes.
Dosis ketokonazol yang diberikan pada dewasa 400 mg/hari sedangkan dosis
untuk anak-anak 3,3-6,6 mg/kgBB dosis tunggal. Lama pengobatan untuk tinea korporis dan
tinea kruris selama 2-4 minggu, 5 hari untuk kandida vulvovaginitis, 2 minggu untuk kandida
esofagitis, tinea versikolor selama 5-10 hari, 6-12 bulan untuk mikosis dalam.
Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering dijumpai terjadi pada
20% pasien yang mendapat dosis 400 mg/hari. Pemberian pada saat menjelang tidur atau dalam
dosis terbagi dapat mengatasi keadaan ini. Alergi dapat terjadi pada 4% pasien, dan gatal tanpa
rash terjadi sekitar 2% pada pasien yang diterapi ketokonazol.
Ketokonazol dapat menginhibisi biosintesis steroid, seperti halnya pada jamur.
Peninggian transaminase sementara dapat terjadi pada 5-10% pasien. Untuk pengobatan jangka
waktu yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi hati. Hepatitis drug induced dapat
terjadi pada beberapa hari pemberian terapi atau dapat terjadi berbulan-bulan setelah pemberian
terapi ketokonazol. Ketokonazol dosis tinggi (>800 mg/hari) dapat menghambat human adrenal
synthetase dan testicular steroid yang dapat menimbulkan alopesia, ginekomastia dan impoten.
b. Itrakonazol
Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap Aspergillosis sp.,
Blastomyces dermatidis, Candida sp., Cossidiodes immitis, Cryptococcus neoformans,
Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis, Scedosporium
apiospermum dan Sporothrix schenckii. Itrakonazol juga efektif terhadap dematiaceous mould
dan dermatofita tetapi tidak efektif terhadap Zygomycetes.
Itrakonazol dosis kontinyu sama efektif dengan dosis pulse. Pada onikomikosis kuku
tangan, pulse terapi diberikan selama 2 bulan, sedangkan onikomikosis kuku kaki selama 3
bulan. Itrakonazol tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan menyusui, karena
dieksresikan di air susu. Itrakonazol tersedia juga dalam bentuk kapsul 100 mg. Bentuk kapsul
diberikan dalam kondisi lambung penuh untuk absorpsi maksimal, karena cyclodextrin yang
terdapat dalam bentuk ini sering menimbulkan keluhan gastrointestinal.
Tabel 1. Rejimen dosis itrakonazol
Dewasa Anak-anak
Onikomikosis Kuku tangan : 200 mg 2xsehari 1
minggu/bulan , 2 dosis pulse
Kuku kaki : 200 mg/harix12
minggu
Atau
200 mg 2xsehari x 1minggu/bulan,
3 dosis pulse
Kuku tangan : 5 mg/kg/hari x 1
minggu/bulan, 2 dosis pulsea
Kuku kaki : 5 mg/kg/hari x 1
minggu/bulan, 3 dosis pulse
Tinea kapitis 250 mg/hari x 2-8 minggu Infeksi Trichophyton : 5
mg/kg/hari x 2-4 minggu
Infeksi Mikrosporum : 5
mg/kg/hari x 4-8 minggu
Tinea korporis, tinea kruris, tinea
pedis
200 mg 2xseharix1 minggu Dosis berdasarkan berat x 1-4
minggu
Pitiriasis versikolor 200 mg/hari x 5-7 hari, untuk
pencegahan rekuren dengan 200
mg 2xsehari dosis tunggal/bulan
Tidak ada penelitian
a Dosis pediatrik berdasarkan berat badan : 100 mg/hari (15-30 mg), 100 mg/hari dapat diganti dengan 200 mg/hari
(30-40 kg), 200mg/hari (> 50 kg)
Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual, nyeri
abdomen dan konstipasi. Efek samping lain seperti sakit kepala, pruritus, dan ruam alergi.
c. Flukonazol
Menurut FDA flukonazol efektif untuk mengatasi kandidiasis oral atau esophageal,
criptococcal meningitis dan pada penelitian lain dinyatakan efektif pada sporotrikosis
(limfokutaneus dan visceral).
Flukonazol digunakan sebagai lini pertama terapi kandidiasis mukotan. Pada pediatrik
digunakan untuk terapi tinea kapitis yang disebabkan Tinea tonsurans dengan dosis 6 mg/kg/hr
selama 20 hari, dan 5 mg/kg/hr selama 30 hari. Tetapi diberikan lebih lama pada infeksi
Mycoplasma canis. Flukonazol tersedia sediaan tablet 50 mg, 100 mg, 150 mg, dan 200mg;
sediaan oral solusio 10 mg/ml dan 40 mg/ml dan dalam bentuk sediaan intravena.
Direkomendasikan pada anak-anak <6 bulan.
Penggunaan untuk orang dewasa dan kandidiasis vagina adalah 150 mg dosis tunggal.
Pada kandidiasis vulvovaginal rekuren 150 mg tiap minggu selama 6 bulan atau lebih. Tinea
pedis dengan 150 mg tiap minggu selama 3-4 minggu, dengan 75% perbaikan pada minggu ke-4.
Pada terapi onikomikosis, terbinafin 250 mg sehari selama 12 minggu lebih utama dibandingkan
flukonazol 150 mg tiap minggu selama 24 minggu. Pada pitiriasis versikolor digunakan 400 mg
dosis tunggal. Flukonazol ditoleransi baik oleh geriatrik kecuali dengan gangguan ginjal, namun
tidak direkomendasikan untuk wanita hamil dan menyusui.
Efek samping yang sering adalah masalah gastrointestinal seperti mual, muntah, diare,
nyeri abdomen dan juga sakit kepala. Selain itu hipersensitivitas, agranulositosis, sindroma
Stevens Johnsons, hepatotoksik, trombositopenia dan efek pada sistem saraf pusat.
d. Varikonazol
Varikonazol mempunyai spektrum yang luas terhadap Aspergillus sp., Blastomyces
dermatitidis, Candida sp, Candida spp flukonazol resistant., Cryptococcus neoforams, Fusarium
sp., Histoplasma capsulatum, dan Scedosporium apospermum. Tidak efektif terhadap
Zygomycetes.
Pemberian pada kandidiasis esofageal dimulai dengan dosis oral 200 mg setiap 12 jam
untuk berat badan > 40 kg dan 100 mg setiap 12 jam untuk berat badan < 40 kg. Untuk
aspergilosis invasif dan penyakit jamur, lainnya yang disebabkan Scedosporium asiospermum
dan Fussarium spp, direkomendasikan loading dose 6 mg/kg IV setiap 12 jam untuk 24 jam
pertama, diikuti dengan dosis pemeliharaan 4 mg/kgBB setiap 12 jam dengan pemberian
intravena atau 200 mg setiap 12 jam per oral.
Efek toksik varikonazol berupa gangguan penglihatan transien, terkadang dapat
menyebabkan abnormalitas fungsi hepar sehingga dalam pemberian vorikonazol perlu dilakukan
monitor fungsi hepar serta kontraindikasi pada wanita hamil.
e. Posakonazol
Posakonazol memiliki kemampuan antijamur terluas saat ini dan tidak ditemukan
resistensi silang posakonazol dengan flukonazol. Posakonazol merupakan satu-satunya golongan
azol yang dapat menghambat jamur golongan Zygomycetes. Posakonazol juga dapat digunakan
dalam pengobatan aspergilosis dan fusariosis.
Posakonazol hanya tersedia dalam bentuk suspensi oral, dapat diberikan dengan rentang
dosis 50-800 mg dibagi menjadi empat dosis dan dapat juga diberikan dua kali sehari pada
keadaan tidak membahayakan jiwa. Absorbsi posakonazol lebih baik bila diberikan bersama
dengan makanan atau suplemen nutrisi.
4. Kaspofungin
Kaspofungin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas. Kaspofungin efektif terhadap
Aspergillus fumigates, Aspergillus flavus dan Aspergillus terreus. Kaspofungin mempunyai
aktifitas yang berubah-ubah terhadap Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum dan
dermatiaceous molds. Kaspofungin juga efektif terhadap sebagian besar Candida sp., dengan
efek fungisidal yang tinggi, tetapi dengan Candida parpsilosis dan Candida krusei kurang
efektif, dan resisten terhadap Cryptococcus neoformans.
Pada pasien aspergilosis, dosis yang dianjurkan 70 mg pada hari pertama dan 50 mg/hari
untuk hari selanjutnya. Setiap dosis harus diberikan intravena melalui infus dalam periode 1 jam.
Pasien dengan kerusakan hepar sedang, direkomendasikan dosis kaspofungin diturunkan menjadi
35 mg. Efek samping yang sering dijumpai yaitu demam, adanya ruam kulit, mual dan muntah.
5. Terbinafin
Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas dan efektif terhadap dermatofit.
Terbinafin bersifat fungisidal dan fungistatik untuk Candida albican. Terbinafin juga efektif
terhadap Aspergillosis sp., Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Sporothrix
schenxkii dan beberapa dermatiaceous moulds.
Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan kuku. Dosis
terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari, tetapi pada pasien dengan gangguan hepar atau
fungsi ginjal (kreatinin klirens < 50 ml/menit atau konsentrasi serum kreatinin > 300 µmol/ml)
dosis harus diberikan setengah dari dosis tersebut. Pengobatan tinea pedis selama 2 minggu,
tinea korporis dan kruris selama 1-2 minggu, sedangkan infeksi pada kuku tangan selama 3 bulan
dan kuku kaki selama 6 bulan atau lebih.
Tabel 2. Terbinafin dosis rejimen
Dewasa Anak-anak
Onikomikosis Kuku tangan : 250 mg/hr x 6
minggu
Kuku kaki : 250 mg/hr x 12
minggu
3-6 mg/khg/hr x 6-12 minggua
Tinea kapitis 250 mg/hr x 2-8 minggu Infeksi Trichophyton : 3-6
mg/kg/hr x 2-4 minggua
Infeksi Microsporum : 3-6
mg/kg/hr x 6-8 minggua
Tinea korporis, tinea kruris 250 mg/hr x 1-2 minggu 3-6 mg/kg/hr x 1-2 minggu
Tinea pedis (mokasin) 250 mg/hr x 2 minggu b
Dermatitis seboroik 250 mg/hr x 4-6 minggu b
a Dosis anak berdasarkan berat badan : 62,5 mg/hr (10-20 kg), 125 mg/hr (20-40 kg), 250 mg/hr (>40 kg).
Catatan : tingkat kesembuhan tinggi dicapai dengan dosis 4,5 mg/hr atau lebih.b Tidak ada penelitian.
Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dispepsia, dan nyeri abdomen.
Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit hepar kronik atau aktif.
6. Griseofulvin
Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum terbatas yaitu hanya untuk spesies
Epidermophyton flocossum, Microsporum sp., dan Trichophyton sp., yang merupakan penyebab
infeksi jamur pada kulit, rambut kuku. Griseofulvin tidak efektif terhadap kandidiasis kutaneus
dan pitiriasis versikolor. Pada saat ini, griseofulvin lebih sering digunakan untuk pengobatan
tinea kapitis. Tinea kapitis lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh Trychopyton
tonsurans.
Dosis pada anak-anak 20-25 mg/kg/hari (mikrosize), atau 15-20 mg/kg/hari (ultrasize)
selama 6-8 minggu. Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500-1000 mg/ hari
(microsize) dosis tunggal atau terbagi dan 330-375 mg/hari (ultramicrosize) dosis tunggal atau
terbagi. Lama pengobatan untuk tinea korporis dan kruris selama 2-4 minggu, untuk tinea kapitis
paling sedikit selama 4-6 minggu, untuk tinea pedis selama 4-8 minggu dan untuk tinea unguium
selama 3-6 bulan.
Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala, mual, muntah, dan
nyeri abdomen. Timbulnya reaksi urtikaria dan erupsi kulit dapat terjadi pada sebagian pasien.
7. Nistatin
Nistatin merupakan antibotik yang digunakan sebagai antijamur, diisolasi dari
Streptomyces nourse pada tahun 1951. Untuk pengobatan kandidiasis oral, nistatin diberikan
tablet nistatin 500.000 unit setiap 6 jam. Suspensi nistatin oral terdiri dari 100.000 unit/ml yang
diberikan 4 kali sehari dengan dosis pada bayi baru lahir 1 ml, infant 2 ml dan dewasa 5 ml.
B. Anti Jamur Topikal Lain
1. Klotrimazol
Klotrimazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatifitosis, kandidiasis oral, kutaneus
dan genital. Untuk pengobatan oral kandidiasis, diberikan oral troches (10 mg) 5 kali sehari
selama 2 minggu atau lebih. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 500 mg
pada hari ke-1, 200 mg hari ke-2, atau 100 mg hari ke-6 yang dimasukkan ke dalam vagina.
Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan krim klotrimazol 1% dosis dan lamanya
pengobatan tergantung kondisi pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2
kali sehari.
2. Ekonazol
Ekonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis oral,
kutaneus dan genital. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 150 mg yang
dimasukkan ke dalam vagina selama 3 hari berurut-turut. Untuk pengobatan infeksi jamur pada
kulit digunakan ekonazol krim 1 %, dosis dan lamanya tergantung dari kondisi pasien, biasanya
diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari. Ekonazol penetrasi dengan cepat di
stratum korneum. Kurang dari 1% diabsorpsi ke dalam darah. Sekitar 3% pasien mengalami
eritema lokal, sensasi terbakar, tersengat, atau gatal.
3. Mikonazol
Mikonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor, serta
kandidiasis oral, kutaneus dan genital. Mikonazol cepat berpenetrasi pada stratum korneum dan
bertahan lebih dari 4 hari setelah pengolesan. Kurang dari 1% diabsorpsi dalam darah. Absorpsi
kurang dari 1,3% di vagina. Pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis 200 selama 7 hari
atau 100 mg selama 14 hari yang dimasukkan ke dalam vagina. Pengobatan kandidiasis oral,
diberikan oral gel (25 mg) 4 kali sehari. Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan
mikonazol krim 2%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya
diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.
Efek samping pemakaian topikal vagina adalah rasa terbakar, gatal atau iritasi kadang-
kadang terjadi kram di daerah pelvis, sakit kepala, urtika, atau skin rash. Iritasi, rasa terbakar dan
maserasi jarang terjadi pada pemakaian kutaneus. Mikonazol aman digunakan pada wanita
hamil, meskipun beberapa ahli menghindari pemakaian pada kehamilan trimester pertama.
4. Ketokonazol
Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mencapai keratin dalam
waktu 2 jam melalui kelenjar keringat ekrin. Penghantaran akan menjadi lebih lambat ketika
mencapai lapisan basal epidermis dalam waktu 3-4 minggu. Konsentrasi ketokonazol masih
tetap dijumpai, minimal 10 hari setelah obat dihentikan.
Ketokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor, kutaneus
kandidiasis dan dapat juga untuk pengobatan dermatitis seboroik. Pengobatan infeksi jamur pada
kulit digunakan krim ketokonazol 1%, dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi
pasien, biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan sekali sehari sedangkan pengobatan
dermatitis seboroik dioleskan 2 kali sehari. Pengobatan pitiriasis versikolor menggunakan
ketokonazol 2% dalam bentuk shampoo sebanyak 2 kali seminggu selama 8 minggu.
5. Sulkonazol
Sulkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis kutaneus.
Pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol krim 1%. Dosis dan lamanya
pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis , tinea
kruris ataupun pitiriasis versikolor dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 3 minggu dan untuk
tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 4 minggu.
6. Terkonazol
Terkonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan kandidiasis kutaneus dan
genital. Pengobatan kandidiasis vaginalis yang disebabkan Candida albicans, digunakan
terkonazol krim vagina 0,4% (20 gr terkonazol) yang dimasukkan ke dalam vagina
menggunakan aplikator sebelum waktu tidur, 1 kali sehari selama 3 hari berturut-turut dan
vaginal supositoria dengan dosis 80 mg terkonazol, dimasukkan ke dalam vagina, 1 kali sehari
sebelum waktu tidur selama 3 hari berturut-turut.
7. Tiokonazol
Tiokonazol digunakan untuk pengobatan dermatofitosis serta kandidiasis kutaneus dan
genital. Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan dosis tunggal sebanyak 300 mg
dimasukkan ke dalam vagina. Untuk infeksi pada kulit digunakan tiokonazol krim 1%, dosis dan
lamanya pengobatan tergantung kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea korporis dan
kandidiasis kutaneus biasanya diberikan selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari. Untuk
tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 6 minggu, untuk tinea kruris dioleskan 2 kali sehari
selama 2 minggu dan untuk pitirisis versikolor dioleskan 2 kali sehari selama 1-4 minggu.
8. Sertakonazol
Sertakonazol dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan candida sp,
digunakan sertakonazol krim 2%, dioleskan 1-2 kali sehari selama 4 minggu.
9. Naftifin
Naftifin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis dan Candida sp., Untuk
pengobatan digunakan krim naftifin hidroklorida krim 1% dioleskan 1 kali sehari selama 1
minggu.
10. Terbinafin
Terbinafin dapat digunakan untuk pengobatan dermatofitosis, pitiriasis versikolor dan
kandidiasis kutaneus. Digunakan terbinafin krim 1% yang dioleskan 1 atau 2 kali sehari. Untuk
pengobatan tinea korporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu, untuk tinea pedis
selama 2-4 minggu, untuk kandidiasis kutaneus selama 1-2 minggu dan untuk pitiriasis
versikolor selama 2 minggu.
11. Butenafin
Butenafin merupakan golongan benzilamin aktifitas antijamurnya sama dengan golongan
alilamin. Butenafin bersifat fungisidal terhadap dermatofita dan dapat digunakan untuk
pengobatan tinea korporis, tinea kruris dan tinea pedis, dioleskan 1 kali sehari selama 4 minggu.
12. Nistatin
Pengobatan kandidiasis kutis dapat digunakan nistatin topikal pada kulit atau membrane
mukosa (rongga mulut, vagina). Nistatin biasanya tidak bersifat toksik tetapi kadang-kadabng
dapat timbul mual, muntah dan diare jika diberikan dengan dosis tinggi.
Untuk pengobatan kandidiasis vaginalis diberikan 1 atau 2 vaginal suppossitoria
(100.000 setiap unitnya) yang diberikan selama kurang lebih 14 hari.
C. ANTIJAMUR GOLONGAN LAIN
1. Asam Undesilenat
Asam undesilenat bersifat fungistatik, dapat juga bersifat fungisidal apabila terpapar
lama dengan konsentrasi yang tinggi pada agen jamur. Tersedia dalam bentuk salep, krim, bedak
spray powder, sabun, dan cairan. Salap asam undesilenat mengandung 5% asam undesilenat dan
20% zinc undesilenat. Zinc bersifat astringent yang menekan inflamasi. Preparat ini digunakan
untuk mengatasi dermatomikosis, khususnya tinea pedis. Efektifitas masih lebih rendah dari
imidazol, haloprogin atau tolnaftat. Preparat ini juga dapat digunakan pada ruam popok, dan
tinea kruris.
2. Salep Whitefield
Pada tahun 1970, Arthur Whitefield membuat preparat salep yang mengandung 12%
asam benzoate dan 6% asam salisilat. Kombinasi ini dikenal dengan salep Whitefield. Asam
benzoat bekerja sebagai fungistatik, dan asam salisilat sebagai keratolitik sehingga menyebabkan
deskuamasi keratin yang mengandung jamur. Preparat nini sering menyebabkan iritasi
khususnya jika dipakai pada permukaan kulit yang luas. Selain itu absorpsi secara sistemik dapat
terjadi, dan menyebabkan toksisitas asam salisilat, khususnya pada pasien yang mengalami gagal
ginjal. Digunakan untuk mengatasi tinea pedis, dan tinea kruris.
3. Amorolfin
Amorolfin merupakan phenylpropylpiperidine. Bekerja dengan cara menghambat
biosintesis ergosterol jamur. Aktifitas spektrumnya luas, dapat digunakan untuk pengobatan tinea
korporis, tinea kruris, tinea pedis dan onikomikosis. Untuk infeksi jamur pada kulit amorolfin
dioleskan satu kali sehari selama 2-3 minggu sedangkan untuk tinea pedis selama 6 bulan.
Amorolfin 5% nail lacquaer diberikan sebagai monoterapi pada onikomikosis ringan tanpa
adanya keterlibatan matriks. Diberikan satu atau dua kali seminggu selama 6-12 bulan.
Pemakaian amorolfin 5% pada pengobatan jamur memiliki angka kesembuhan 60-76% dengan
pemakaian satu atau dua kali seminggu. Kuku tangan dioleskan satu atau dua kali setiap minggu
selama 6 bulan sedangkan kuku kaki harus digunakan selama 9-12 bulan.
4. Siklopiroks olamin
Siklopiroks olamin adalah antijamur sintetik hydroxypyridone, bersifat fungisidal,
sporisida dan memiliki penetrasi yang baik pada kulit dan kuku. Siklopiroks efektif untuk
pengobatan tinea korporis, tinea kruris, tinea pedis, onikomikosis, kandidiasis kutaneus dan
pitiriasis versikolor.
Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit harus dioleskan 2 kali sehari selama 2-4
minggu sedangkan untuk pengobatan onikomikosis digunakan siklopiroks nail lacquer 8%.
Setelah dioleskan pada permukaan kuku yang sakit, larutan tersebut akan mengering dalam
waktu 30-45 detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari pembawa berdifusi menembus lapisan
lempeng kuku hingga ke dasar kuku (nail bed) dalam beberapa jam sudah mencapai kedalaman
0,4 mm dan secara penuh akan dicapai setelah 24-48 jam pemakaian. Kadar obat akan mencapai
kadar fungisida dalam waktu 7 hari sebesar 0,89 ±0,25 mikrogram tiap milligram material kuku.
Kadar obat akan meningkat terus hingga 30-45 hari setelah pemakaian dan selanjutnya
konsentrasi akan menetap yakni sebesar 50 kali konsentrasi obat minimal yang berefek
fungisidal. Konsentrasi obat yang berefek fungisidal ditemukan di setiap lapisan kuku.
Sebelum pemakaian cat kuku siklopiroks, terlebih dahulu bagian kuku yang terinfeksi
diangkat atau dibuang, kuku yang tersisa dibuat kasar kemudian dioleskan membentuk lapisan
tipis. Dilakukan setiap 2 hari sekali selama bulan pertama, setiap 3 hari sekali pada bulan kedua
dan seminggu sekali pada bulan ketiga hingga bulan keenam pengobatan. Pemakaian cat kuku
dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan.
5. Haloprogin
Haloprogin merupakan halogenated phenolic, efektif untuk pengobatan tinea korporis,
tinea kruris, tinea pedis dan pitiriasis versikolor, dengan konsentrasi 1% dioleskan 2 kali sehari
selama 2-4 minggu.
6. Timol
Timol adalah antiseptik yang larut dalam alkohol efektif dalam bentuk tingtur untuk
mengobati onikolisis. Timol bekerja sebagai antiseptik membunuh organisme pada saat alkohol
menguap. Tidak tersedia preparat komersil; ahli farmakologi mencampur 2-4% timol ke dalam
larutan dasar seperti etanol 95% dan mengendap di dasar botol. Pemakaiannya jari ditegakkan
vertikal lalu diteteskan solusio sampai menyentuh hiponikium, gaya gravitasi dan tekanan
permukaan secara cepat mendistribusikan timol ke bagian terdalam dari ruang subungual.
Penggunaan timol beresiko iritasi, dan memiliki bau yang tidak menyenangkan.
7. Castellani’s paint
Castellani’s paint (carbol fuchsin paint) memiliki aktifitas antijamur dan antibacterial.
Digunakan sebagai terapi tinea pedis, dermatitis seboroik, tinea imbrikata. Efek sampingnya
adalah iritasi dan reaksi toksik terhadap fenol.
8. Alumunium Chloride
Alumunium Chloride 30% memiliki efikasi mirip dengan Castellani’s paint pada terapi
tinea pedis.
9. Gentian Violet
Gentian violet adalah triphenylmethane (rosaniline) dye. Produk yang dipasarkan
mengandung 4% tetramethyl dan pentamethyl congeners campuran ini membentuk kristal violet.
Solusio gentian violet dengan konsentrasi 0,5-2% digunakan pada infeksi jamur mukosa.
Gentian violet memiliki efek antijamur dan antibaterial.
10. Potassium Permanganat
Potassium permanganat tidak memiliki aktifitas antijamur. Pada pengenceran 1:5000
sering digunakan untuk meredakan inflamasi akibat kandidiasi intertriginosa.
11. Selenium Sulphide
Losio 2,5% selenium sulphide untuk terapi pitiriasis versikolor dan dermatitis seboroik.
Pengguinaan losio selama 10 menit satu kali sehari selama pemakaian 7 hari, tidak terjadi
absorpsi perkutaneus yang signifikan. Selenium sulphide 2,5% dalam bentuk sampo dapat
menyebabkan iritasi pada kulit kepala atau perubahan warna rambut. Losio selenium sulphide
juga digunakan sebagai sampo pada tinea kapitis yang telah diberikan terapi oral griseofulvin.
12. Zinc Pyrithione
Zinc pyrithione adalah antijamur dan antibakteri yang digunakan mengatasi pitiriasis sika.
Sampo zinc pyrithione 1% efektif pada terapi pitiriasis versikolor yang dioleskan setiap hari
selama 2 minggu.
13. Sodium Thiosulfate dan Salicylic Acid
Solusio 25% sodium thiosulfate dikombinasi dengan 1% salicylic acid tersedia preparat
komersial dan digunakan pada tinea versikolor.
14. Prophylen Glycol
Prophylen glycol (50% dalam air) telah digunakan untuk mengatasi pitiriasis versikolor.
Prophylen glycol 4-6% sebagai agen keratolitik, yang secara in vitro bersifat fungistatik
terhadap Malassezia furfur kompleks (bentuk dari Pityrosporum spp). Solusio propylene
glycol-urea- asam laktat juga telah digunakan untuk onikomikosis.
KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenal dan memainkan peran penting pada tubuh termasuk mengontrol respon
inflamasi. Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid.
1. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan
glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada
keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti.
Prototip untuk golongan ini:
Glukokortikoid alam adalah kortisol dan kortison
Glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.
2. Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen
hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini adalah desoksikortikosteron.
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid
sistemik dan kortikosteroid topikal.
A. Kortikosteroid sistemik
Kortikosteroid sistemik banyak digunakan dalam bidang dermatologi karena obat
tersebut mempunyai efek imunosupresan dan anti inflamasi. Sediaan kortikosteroid dapat
dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa kerjanya, antara lain kerja singkat (<12 jam),
kerja sedang (12-36 jam) dan kerja lama (>36 jam).
Tabel perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan kortikosteroid
Kortikosteroid
PotensiLama
kerja
Dosis
ekuivalen
(mg)*Mineralokortikoid Glukokortikoid
Kortisol
(hidrokortison)
1 1 S 20
Kortison 0,8 0,8 S 25
Kortikosteron 15 0,35 S -
6-α-metilprednisolon 0,5 5 I 4
Fludrokortison
(mineralokortikoid)
125 10 I -
sPrednisone 0,8 4 I 5
Prednisolon 0,8 4 I 5
Triamsinolon 0 5 I 4
Parametason 0 10 L 2
Betametason 0 25 L 0,75
Deksametason 0 25 L 0,75
Keterangan:
* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.
S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam);
I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam);
L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam).
DOSIS DAN MEKANISME PEMBERIAN
Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehari
Dermatitis
Erupsi alergi obat ringan
SJS berat dan NET
Eritrodermia
Reaksi lepra
DLE
Pemfigoid bulosa
Pemfigus vulgaris
Pemfigus foliaseus
Pemfigus eritematosa
Psoriasis pustulosa
Reaksi Jarish-Herxheimer
Prednison 4x5 mg atau 3x10mg
Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg
Deksametason 6x5 mg
Prednison 3x10 mg atau 4x10 mg
Prednison 3x10 mg
Prednison 3x10 mg
Prednison 40-80 mg
Prednison 60-150 mg
Prednison 3x20 mg
Prednison 3x20 mg
Prednison 4x10 mg
Prednison 20-40 mg
EFEK SAMPING
Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum.
Organ Macam efek samping
1. Saluran cerna
2. Otot
3. Susunan saraf
pusat
4. Tulang
5. Kulit
6. Mata
7. Darah
8. Pembuluh darah
9. Kelenjar adrenal
bagian kortek
10. Metabolisme
protein, KH dan
lemak
11. Elektrolit
12. Sistem
immunitas
Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus
peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis
ulseratif.
Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.
Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah
tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan
bunuh diri), nafsu makan bertambah.
Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur
tulang panjang.
Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis,
purpura, telangiektasis.
Glaukoma dan katarak subkapsular posterior
Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit
Kenaikan tekanan darah
Atrofi, tidak bisa melawan stres
Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula
meninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan hati.
Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani,
aritmia kor)
Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes
simplek, keganasan dapat timbul.
Efek Samping Penggunaan Steroids Sistemik Singkat
Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping yang
serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:
Gangguan tidur
Meningkatkan nafsu makan
Meningkatkan berat badan
Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi
Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari
kortikosteroids termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis aseptik
yang pinggul.
Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama
Pengurangan produksi kortisol sendiri.
Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orang-orang yang
kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau masalah paru-paru.
Penurunan pertumbuhan pada anak-anak
Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.
Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul).
Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).
Kenaikan lemak darah (trigliserida).
Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.
Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat badan dan
gagal jantung.
Kegoyahan dan tremor.
Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan katarak
subcapsular posterior.
Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi, kegembiraan,
delirium atau depresi.
Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.
Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan (misalnya
tuberkulosis).
Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.
Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala, nyeri
otot dan sendi dan depresi.
B. Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu.
Merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit dengan menyediakan
banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk melembabkan kulit,
melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat.
POTENSI KORTIKOSTEROID TOPIKAL
Nama Konsentrasi dan Bentuk
Sediaan
Dosis
Potensi Sangat Tinggi
Clobetasol Propionate 0,05% krim, salep, aplikasi kulit
kepala
1 - 2 x/hari
Halcinonide 0,1% krim, solution 2 - 3 x/hari
Potensi Tinggi
Amcinonide 0,1% krim 2 -3 x/hari
Beclometasone dipropionate 0,025% krim 2 x/hari
Betamethasone dipropionate 0,05% krim, salep, cair 0,064%
krim, salep, solution
1 - 3 x/hari
Betamethasone valerate 0,025% krim 2 - 3 x/hari
Betamethasone valerate 0,1% krim, gel, lotion, salep,
solution
1 - 3 x/hari
Desoximetasone 0,05% gel, 0,025% krim, salep 1 - 3 x/hari
Difluocortolone valerate 0,3% salep berlemak 2x/ hari
Difluocortolone valerate 0,1% krim, salep berlemak, salep 1 - 3 x/hari
Fluclorolone acetonide 0,025% krim 2 x/hari
Fluocinolone acetonide 0,025% krim, gel, salep 0,03%
salep
1 - 3 x/hari
Fluocinolone acetonide 0,2% krim 2 - 3 x/hari
Fluocinolone acetonide 0,005% krim 0,01% krim, salep
0,0125% krim
1 - 3 x/hari
Fluocinonide 0,05% krim, salep 2 - 3 x/hari
Fluocortolone/ fluocortolone
caproate
0,25%/0,25% krim 1 - 3 x/hari
Fluocortolone pivalate/
fluocortolone caproate
0,25%/0.25% salep 1 - 3 x/hari
Fluticasone propionate 0,05% krim, 0,005% salep 1 - 2 x/hari
Hydrocortisone aceponate 0,127% krim 1 - 2 x/hari
Methylprednisolone
aceponate
0,1% krim, salep berlemak, salep 1 - 2 x/hari
Mometasone furoate 0,1% krim, salep, lotion 1 x/hari
Prednicarbate 0,25% krim 1 - 2 x/hari
Potensi Sedang
Alclometasone dipropionate 0, 05% krim, salep 2 - 3 x/hari
Clobetasone butyrate 0,05% krim, salep Sampai
4 x/hari
Desonide 0,05% krim, salep, lotion 2 x/hari
Fluprednidene acetate 0,1% krim, solution 2 x/hari
Triamcinolone acetonide 0,1% krim, salep, lotion 0,2%
krim, 0,02% krim
2 - 3x/hari
Potensi Rendah
Hydrocortisone 0,5% krim, 1% lotion, gel, krim
2,5% krim
2 - 3 x/hari
Hydrocortisone acetate 1% krim, salep 2,5% krim 2 - 3 x/hari
Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target,
kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu
bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi
RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek
fisiologis steroid. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran
dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam
sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik (atropi
epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolast mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi
dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler
(telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang
lambat). Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-proliferatif, dan
imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi,
berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan.
Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau menggantikan sel-sel
yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium
proses radang. Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga
enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.
Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses radang. Ada
beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :
1. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup memadai.
2. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
3. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
4. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion, salep
berlemak (fatty ointment).
Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi di daerah
yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosom yang menurun
diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi dan melepaskan sejumlah
mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan efek anti-inflamasi kortikosteroid.
Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini bahwa khasiat utama anti radang bersifat
menghambat : tanda-tanda radang untuk sementara diredakan. Perlu diingat bahwa penyebabnya
tidak diberantas, maka bila pengobatan dihentikan, penyakit akan kambuh.
Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.
Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan vasokontriksi pada
kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan struktur kimiawi.
Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di dalam tubuh mengalami
transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison
efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison banyak
mengalami perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang mengandung fluor
digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih baik apabila yang dipakai adalah
vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion,
salep, fatty ointment (paling baik penetrasinya). Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah
pemberian pada kulit normal, misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang
diberikan pada lengan bawah ventral diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah,
hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali yang melalui
daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali
melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum. Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada
daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik ; dan pada penyakit eksfoliatif berat, seperti
psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk penetrasi.
Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :
1. vasokontriksi,
2. efek anti-proliferasi,
3. immunosupresan, dan
4. efek anti-inflamasi.
Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis,
yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi ini biasanya
berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai
suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen. Efek anti-proliferatif
kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari sintesis dan mitosis DNA. Kontrol dan
proliferasi seluler merupakan suatu proses kompleks yang terdiri dari penurunan dari pengaruh
stimulasi yang telah dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-proses ini mungkin
dipengaruhi oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran
lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.
Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang
terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid bisa
menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa menjelaskan penggunaan
kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa. Mekanisme sebenarnya dari efek anti-
inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti. Dipercayai bahwa kortikosteroid
menggunakan efek anti-inflamasinya dengan menghibisi pembentukan prostaglandin dan derivat
lain pada jalur asam arakidonik. Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi
kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan menstabilisasi membran lisosom dari sel-
sel fagosit.
Penggunaan Kortikosteroid Topikal Di Bidang Dermatologi
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk
suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif
terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.
Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal adalah psoriasis, dermatitis
atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis
numularis, dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis solaris
(fotodermatitis).
Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan
harapan agar remisi lebih cepat terjadi. Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus
erimatousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipiodika diabetikorum,
vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum.
Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan
harga murah ; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis
penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas / tidaknya lesi,
dalam / dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 kali per hari sampai penyakit tersebut
sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalah menurunnya
respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang ; berupa
toleransi akut yang berarti efek vasokontriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan
beberapa hari efek vasokontriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan
obat tetap dilanjutkan.
Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :
1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
2. Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu, sebaiknya jangan
lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah satu dari golongan sedang
dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%.
3. Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab (panacea) untuk semua
dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai kortikosteroid poten
karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis. Tinea dan scabies incognito
adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak khas disebabkan pemakaian
kortikosteroid.
Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu
atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewan menunjukkan
penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada
pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi
mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi di absorbsi di kulit memasuki aliran
darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus
dihindari kecuali mendapat nasehat dari dokter untuk menggunakannya. Begitu juga pada waktu
menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan diperhatikan. Kortikosteroid
juga hati-hati digunakan pada anak-anak
Efek Samping
Efek samping dapat terjadi apabila :
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan
sangat oklusif.
Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat potensiasinya,
tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi, kecuali mungkin
merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini efek samping hanya bisa
dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan
pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang lebih
paten.
Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,
telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,
dermatitis peroral.
Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat yaitu :
Efek Epidermal
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu
penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi dermo-
epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.
2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini
muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.
Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan menyebabkan
mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang terjadi akan
menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap
dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.
Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi
pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.
2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah yang
kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi lanjut,
dan kadang-kadang pustulasi.