apendesitis kronis

21
BAB II ANALISA RESEP II.1.1 Resep 9

Upload: linda-rusliana-sari

Post on 10-Aug-2015

83 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

farmasi

TRANSCRIPT

Page 1: apendesitis kronis

BAB II

ANALISA RESEP

II.1.1 Resep

9

Page 2: apendesitis kronis

Keterangan Resep

Poliklinik : Bedah Umum

Tanggal : 12 Desember 2005

Nama Pasien : Siswoyo

No RMK : 60 18 30

TTL/ Umur : Trenggalek, 01 Januari 1956

Jenis Kelamin : Laki-laki

Berat Badan : Tidak diukur

Status : Kawin

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak Ada

Pendidikan : Tidak diketahui

Alamat : Jl. Kertak Hanyar km 7 RT.4 Banjarmasin Selatan

Keluhan Utama : Muntah

Riwayat Penyakit Sekarang : Sudah sekitar 2 minggu nyeri perut sebelah kanan,

muntah-muntah

Diagnosis : Apendisitis kronis

II.2 Analisa Resep

II.2.1. Penulisan Resep

1. Resep pada penulisan sudah ditulis dengan menggunakan tinta; resep

jika ditulis dengan pensil, ada kemungkinan satu dua tahun tidak dapat

terbaca lagi, padahal kertas resep harus disimpan di Apotek selama

10

Page 3: apendesitis kronis

minimal 3 tahun, sesuai Peraturan Pemerintah. Secara umum resep

jelas terbaca, suatu resep harus jelas dibaca sehingga tidak

menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat-obatan.

2. Resep telah ditulis pada kertas resep dengan blanko R/ dimana ukuran

kertas yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm.

Dimana pada resep tersebut belum tepat karena ukuran panjangnya

lebih sebesar 21.

3. Resep sudah ditulis dengan bahasa latin sehingga sudah memenuhi

kriteria resep yang benar.

II.2.2. Kelengkapan Resep

1. Nama dan Alamat Dokter

Pada bagian atas tidak tercantum alamat rumah sakit. Sudah

tercantum nama dokter, namun instansi bagian Rumah Sakit tempat

dokter tersebut bekerja (Unit Bedah Umum) tidak dicantumkan. Nama

pasien sudah tercantum pada bagian atas dari resep tersebut.

2. Nama kota dan tanggal resep dibuat

Tercantum nama kota tetapi pada resep tidak dicantumkan nama

resep dan tanggal resep tersebut dibuat.

3. Superscriptio

Tanda R/ sudah dicantumkan pada resep tersebut, hanya penulisan

tanda R/ tidak dicantumkan pada awal setiap nama obat yang

diresepkan dan tiap resep tidak diparaf atau ditandatangani.

11

Page 4: apendesitis kronis

4. Inscriptio

a. Jenis bahan obat dalam resep

Pada resep ini penulisan belum tepat, karena obat

simptomatik diberikan lebih awal dibandingkan kedua obat

kausatifnya. Sedangkan penulisan obat yang tepat ialah obat

kausatif terlebih dahulu diikuti oleh obat simptomatiknya

kemudian.

b. Jumlah bahan obat, bentuk sediaan obat, kekuatan dan alat

penakarnya

Dalam resep ini sudah dituliskan bentuk sediaan bahan obat

dan kekuatan dari bahan obat tersebut, jumlah bahan obat

dituliskan, hanya tidak dituliskannya tanda No (Numero) pada

resep tersebut sehingga masih belum tepat. Alat penakar tidak

disertakan karena resep dibuat dalam formula spesialistis dan

bentuk sediaan obat adalah tablet.

5. Subscriptio

Cara pembuatan obat tidak perlu disertakan karena resep dibuat

dengan formula spesialistis.

6. Signatura/Transcriptio

Pada setiap resep, aturan pakai ditandai dengan signature, atau

disingkat S. Dalam penulisan aturan pakai pada resep ini belum

lengkap, karena pada pemberian semua obat (Magtral forte®,

Trichodazol®, Cefat®) tidak dicantumkannya waktu pemakaian

12

Page 5: apendesitis kronis

(sebelum atau sesudah makan, atau sebelum tidur). Bila tidak ditulis

biasanya diartikan sesudah makan.

7. Identitas Pasien

Pada resep ini hanya dicantumkannya nama,penderita

sedangkan umur, dan alamat penderita tidak dicantumkan. Penulisan

identifikasi penderita dilengkapi dengan alamatnya, untuk

memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat penderita.

Selain itu resep akan mudah diberikan pada penderita tanpa khawatir

dapat tertukar dengan resep penderita lainnya.

II.2.3. Keabsahan Resep

Pada resep tersebut sudah tercantum tanda tangan dokter yang

menulis resep, nama jelas dokter yang menulis resep, sehingga menjadikan

suatu resep itu otentik walaupun bagian pelayanan dari Rumah Sakit yang

mengeluarkan resep tersebut tidak tercantum. Pada resep ini hanya

dicantumkan nama kota dan propinsi dari Rumah Sakit tersebut namun

tidak disebutkan alamat lengkap dari Rumah Sakit tersebut.

II.2.4. Dosis, Frekuensi, Lama dan Waktu Pemberian Obat

1. Magtral Forte®

Tiap tablet Magtral forte® mengandung aluminium hidroksida 400 mg,

magnesium hidroksida 400 mg, simetikon 100 mg. Aluminium hidroksida dan

magnesium hidroksida menetralkan asam lambung dan menginaktivasi pepsin,

melalui reaksi sebagai berikut :

13

Page 6: apendesitis kronis

Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H2O

Mg(OH)2 + 2HCl MgCl2 + 2H2O

Simetikon bersifat antibusa sehingga menurunkan tegangan permukaan,

sehingga dipakai untuk mengatasi meteorismus. (5)

Pada resep di atas pemberian Magtral® forte mg diberikan 3 kali sehari.

Hal ini sesuai referensi sehingga untuk dosis dan frekuensi pemberian obat

Magtral® forte ini dikatakan rasional.

Ditinjau dari jumlah obat yang dituliskan, pemberian obat diberikan

untuk penggunaan 5 hari. Pengobataan simptomatik biasanya hanya diberikan

3 hari, sehingga resep yang diberikan berlebih.

Kekurangan resep Magtral® forte ini adalah tidak dituliskannya waktu

pemberian obat. Magtral® forte sebaiknya diberikan 1 jam sebelum makan

atau 2 jam setelah makan dan menjelang tidur, sebaiknya tablet dikunyah

dulu.

2. Trichodazol® 500 mg

Tiap tablet mengandung metronidazol 500 mg. Metronidazol merupakan

senyawa nitro-imidazol memiliki spektrum anti-protozoa dan antibakterial yng

lebar. Berkhasiat kuat terhadap semua bentuk entamoeba, juga terhadap

protozoa patogen anaerob lainnya, seperti Trichomonas dan Giardia. Obat ini

juga aktif terhadap semua cocci dan basil anaerob Gram-positif dan Gram-

negatif. Metronidazol berkhasiat amebisid jaringan kuat. Mekanisme kerjanya

berdasarkan penghambatan sintesis asam nukleat setelah direduksi oleh enzim

14

Page 7: apendesitis kronis

yang terdapat pada bakteri anaerob. Dosis metronidazol untuk keluhan saluran

cerna, dosis oral untuk dewasa adalah 3 x 750 mg/hari selama 5-10 hari.(6)

Pada resep di atas pemberian Trichodazol® 500 mg diberikan 3 kali

sehari. Hal ini tidak sesuai referensi sehingga untuk dosis dan frekuensi

pemberian obat Cefat® ini dikatakan tidak rasional.

Ditinjau dari jumlah obat yang dituliskan, pemberian obat diberikan

untuk penggunaan 5 hari. Ini merupakan batas minimum pemberian kausatif.

Pada kasus ini diharapkan dokter meminta pasien untuk kontrol ulang 5 hari

kemudian untuk mengevaluasi hasil pengobatan.

Kekurangan resep Trichodazol® ini adalah tidak dituliskannya waktu

pemberian obat. Metroidazol sebaiknya diberikan setelah makan karena

terkadang menimbulkan keluhan gastrointestinal.

3. Cefat® 500 mg

Tiap tablet Cefat® 500 mg mengandung sefadroksil monohidrat 500 mg.

Sefadroksil merupakan antibiotik sefalosporin generasi pertama, mekanisme

kerjanya dengan menghambat sintesis dinding sel. Yang dihambat ialah reaksi

transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel.

Aktifitas antimikrobanya terutama terhadap kuman Gram-positif. Dosis

sefadroksil untuk orang dewasa ialah 1-2 g/sehari yang dibagi dalam 2 dosis.

Dosis obat perlu disesuaikan untuk penderita dengan payah ginjal.(7)

Pada resep di atas pemberian Cefat® 500 mg diberikan 2 kali sehari. Hal

ini sesuai referensi sehingga untuk dosis dan frekuensi pemberian obat Cefat®

ini dikatakan rasional.

15

Page 8: apendesitis kronis

Ditinjau dari jumlah obat yang dituliskan, pemberian obat diberikan

untuk penggunaan 5 hari. Ini merupakan batas minimum pemberian

antibiotika. Pada kasus ini diharapkan dokter meminta pasien untuk kontrol

ulang 5 hari kemudian untuk mengevaluasi hasil pengobatan.

Kekurangan resep Cefat® ini adalah tidak dituliskannya waktu pemberian

obat. Sefadroksil sebaiknya diberikan setelah makan karena terkadang

menimbulkan keluhan gastrointestinal.

II.2.5. Bentuk Sediaan Obat

1. Magtral® forte

Magtral tersedia dalam bentuk tablet 550 mg dan tablet forte 900 mg

juga tersedia bentuk suspensi 120 ml dan suspensi forte 120 ml.

2. Trichodazol®

Trichodazol® hanya memiliki satu bentuk sediaan yaitu tablet 500 mg

3. Cefat®

Cefat® tersedia dalam bentuk kapsul 250 mg dan 500 mg juga tersedia

dalam bentuk sirop 60 ml tiap botol.

Pada resep ini bentuk sediaan Magtral® forte tidak jelas tapi melihat dari

jumlah dan cara pemakaian kemungkinan yang dimaksud adalah tablet.

Trichodazol® dan Cefat® menggunakan bentuk sediaan tablet. Hal ini sudah sesuai

karena pasien sudah dewasa, masih sadar dan praktis dibawa.

16

Page 9: apendesitis kronis

II.2.6. Interaksi Obat

Pemberian bersama Magtral forte®, Trichodazol®, Cefat® tidak

menimbulkan interaksi, sehingga aman diberikan bersama-sama.

1. Magtral® forte (5)

Aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida mengurangi absorpsi

bermacam-macam vitamin, tetrasiklin dan simetidin.

2. Trichodazol® (8)

Pemberian bersama dengan konsumsi alkohol (etanol) akan

menyebabkan nyeri kepala berdenyut, nausea, vomitus, berkeringat, hipotensi

dan konfusi.

3. Cefat® (7)

Pemberian bersama gentamisin atau tobramisin dapat meningkatkan

potensiasi nefrotoksik.

II.2.7. Efek Samping Obat

1. Magtral® forte (5)

Aluminium hidroksida menyebabkan konstipasi sehingga diberikan

bersama dengan magnesium hidroklorida yang memiliki efek samping diare.

Efek samping lain aluminium hidroksida adalah mual, muntah, sindrom

deplesi fosfat dan osteomalasia. Efek samping lain magnesium hidroksida

adalah gangguan neurologik, neuromuskular dan kardiovaskular. Efek

samping simetikon tidak pernah dilaporkan.

17

Page 10: apendesitis kronis

2. Trichodazol® (6)

Efek samping yang hebat yang memerlukan penghentian pengobatan

jarang ditemukan. Efek samping paling sering dikeluhkan adalah sakit kepala,

mual, mulut kering dan rasa kecap logam. Muntah, diare dan spasme usus

jarang dialami. Efek samping lain dapat berupa pusing, vertigo, ataksia,

parestesia pada ekstrimitas, urtikaia, flushing, pruritus, disuria, sistitis, rasa

kering di mulut vagina dan vulva.

Metronidazol juga dapat menyebabkan gangguan darah berupa

neutropenia, sehingga untuk pemberian lebih dari 7 hari hendaknya disertai

pemeriksaan leukosit, terutama pada penderita usia muda atau penderita

dengan daya tahan rendah.

Belum pernah dilaporkan efek teratogenik namun lebih baik tidak

diberikan pada wanita hamil.

3. Cefat® (7)

Obat-obat oral dapat menimbulkan terutama gangguan lambung-usus

(diare, nausea, dan sebagainya), jarang terjadi reaksi alergi (rash, urtikaria).

Kurang toksik terhadap ginjal, sehingga efek nefrotoksiknya rendah.(9)

II.2.8. Analisa Diagnosa

Penegakan diagnosa pada kasus ini sangat sulit karena terbatasnya

informasi yang diperoleh dari rekam medik pasien. Dari rekam medik diketahui

bahwa ini merupakan kunjungan pertama ke RSUD Ulin Banjarmasin. Dari

anamnesa hanya didapatkan keluhan utama muntah-muntah dan keluhan

tambahan berupa nyeri di perut sebelah kanan selama kurang lebih 2 minggu.

18

Page 11: apendesitis kronis

Berdasarkan keluhan ini, masih mungkin di diagnosa banding dengan amebiasis,

perforasi ulkus deodeni, ileitis akut, enteritis regional. (10)

Gambaran klinis apendisitis kronis sampai sekarang belum ada

kesepakatan. Biasanya suatu penyakit dianggap kronis jika gejala berlangsung

lebih dari 2 minggu. Gambaran patologi anatomi apendisitis khas yaitu fibrosis

apendiks menyeluruh, menebal dan kaku disertai bertambahnya lemak subkutan,

pigmentasi coklat dan pelebaran pembuluh limfatik. (11)

Pengobatan apendisitis kronis tidak harus apendiktomi dan kadang-kadang

sembuh spontan.(11). Dapat diberikan kombinasi antibiotik kombinasi (misalnya

ampisilin, gentamisin, klindamisin atau metronidazol). (10)

19

Page 12: apendesitis kronis

Usulan Resep

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN

RUMAH SAKIT UMUM “ULIN”BANJARMASIN

Nama Dokter : Austin Bertilova C Tanda tangan Dokter : UPF/Bagian : Bedah Umum

Kelas: I/II/III/Utama

Banjarmasin, 27 Januari 2006

R/ / Cefat 500 mg No. X S 2.d.d tab I pc

R/ Trichodazol 500 mg No. XXIII S 3.d.d tab 1 ½ pc

R/ Magtral forte No.X S u.c

Pro : SiswoyoUmur : 50 tahunAlamat : Jln. Kertak Hanyar Km.7 RT.6 No.4

Banjarmasin Selatan

20

Page 13: apendesitis kronis

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan analisa maka dapat disimpulkan bahwa resep tersebut

merupakan resep yang tidak lengkap dimana tanggal pembuatan resep tidak

tercantum dan saat meminum obat tidak dicantumkan pada masing-masing resep.

Resep ini bukan resep yang baik karena penulisan obat simptomatik mendahului

obat kausatif dan juga resep antibiotik tidak diparaf. Merupakan resep yang

kurang rasional karena dosis Trichodazol ® kurang. saat meminum obat tidak

dicantumkan pada masing-masing resep.

21

Page 14: apendesitis kronis

DAFTAR PUSTAKA

1. Sastramihardja, HS. Penggunaan Obat yang Rasional di Tempat Pelayanan Kesehatan. Majalah Kedokteran Indonesia 1997, 47 (10): 532-537

2. Isnaini. Perihal Resep. Diktat Kuliah Farmakologi / Terapi III (Farmasi Kedokteran) 2005. Bagian Farmakologi / Terapi FK Unlam, Banjarbaru

3. Zaman, N dan Joenes. Ars Prescribendi Resep yang Rasional. Buku 1. Airlangga university Press. Surabaya. 1990: 7-14

4. Mansjoer, Arif et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga jilid 1. Media Aeusculapius FKUI, Jakarta. 2001: 9-24

5. Arif, A dan Udin S. Obat Lokal. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. FKUI. Jakarta. 1999: 501-522

6. Sjarif, A. Amubisid. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. FKUI. Jakarta. 1999: 537-544

7. IstiantoroYH dan Vincent HSG. Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam Lainnya. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. FKUI. Jakarta. 1999: 622-650

8. Mills,J et al. Kegunaan Klinik Obat Antimikroba. Dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik , B.G Katzung (ed). Salemba medika. Jakarta. 1995: 685-703

9. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. Kemoterapeutika. Dalam : Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Samping edisi 5. Gramedia, Jakarta. 2004: 68-72

10. Mansjoer, Arif et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga jilid 2. Media Aeusculapius FKUI, Jakarta. 2001: 307-312

11. Abdurachman, SA. Apendisitis Akuta. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ketiga jilid II. Balai Penerbit, FKUI. Jakarta. 1999: 177-182

22