appendisitis kronis

38
PRESENTASI KASUS Appendisitis Kronis KEPANITERAAN KLINIK Ilmu Bedah Rumah Sakit Husada Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Topik : Appendisitis Kronis Dokter Pembimbing : dr. Med. Lie. A. Dharmawan, Sp.B.Sp.BTKV Nama Mahasiswa : Ridwan Setiawan NIM : 406081025 I. IDENTITAS IDENTITAS PASIEN Nama : An. C. E Umur : 8 tahun. Jenis kelamin : Perempuan. Alamat : Diketahui. Agama : Islam. Status : Belum Kawin. Pendidikan : Belum tamat SD Tanggal masuk RS Husada : 4 Mei 2010, pukul 06. 30 II. ANAMNESIS Diambil dari: Autoanamnesa pada tanggal 4 Mei 2010 pukul 11. 00 WIB. Keluhan Utama: 1

Upload: michafute

Post on 23-Apr-2017

266 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Appendisitis Kronis

PRESENTASI KASUS Appendisitis KronisKEPANITERAAN KLINIK

Ilmu Bedah Rumah Sakit HusadaFakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Topik : Appendisitis Kronis

Dokter Pembimbing : dr. Med. Lie. A. Dharmawan, Sp.B.Sp.BTKV

Nama Mahasiswa : Ridwan Setiawan

NIM : 406081025

I. IDENTITAS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. C. E

Umur : 8 tahun.

Jenis kelamin : Perempuan.

Alamat : Diketahui.

Agama : Islam.

Status : Belum Kawin.

Pendidikan : Belum tamat SD

Tanggal masuk RS Husada : 4 Mei 2010, pukul 06.30

II. ANAMNESIS

Diambil dari: Autoanamnesa pada tanggal 4 Mei 2010 pukul 11.00 WIB.

Keluhan Utama:

Nyeri perut kanan bawah yang hilang timbul sejak 1 tahun sebelum masuk RS Husada.

Keluhan Tambahan:

Mencret 1 hari SMRS

1

Page 2: Appendisitis Kronis

Riwayat Penyakit Sekarang:

Sejak 1 tahun sebelum masuk Rumah Sakit Husada pasien merasakan nyeri pada perut

kanan bawah yang timbul kadang-kadang. Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk,

berlangsung hilang timbul. Nyeri tidak menjalar ke pinggang kanan. Pasien tidak mengalami

demam, tidak mual, tidak muntah, tidak ada penurunan nafsu makan. 1 hari yang lalu nyeri

perut kanan bawah tersebut kambuh lagi lalu ibu pasien membawa ke Poliklinik Rumah

Sakit Husada dan disarankan untuk dioperasi. 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit Husada

pasien mengalami mencret 1x. Pasien belum mengalami siklus menstruasi.

Pasien sudah pernah berobat sebelumnya namun tidak disarankan untuk operasi.

Riwayat BAK : Lancar, warna kuning jernih, tidak nyeri, tidak ada darah.

Riwayat BAB : Lancar, warna kuning kecoklatan, tidak nyeri dan tidak ada darah.

Riwayat makan : Porsi cukup, 3x sehari.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat sakit maag, asma, alergi, penyakit paru-paru, dan penyakit jantung

disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat asma, alergi penyakit paru-paru, dan jantung disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK ( 4 Mei 2010 , 10.30)

A. STATUS GENERALIS

1. Keadaan Umum

Os tampak sakit sedang.

2. Kesadaran

Compos mentis; GCS : E = 4, M = 6, V = 5 (15)

3. Tanda-tanda Vital

Tekanan darah : -

Nadi : 100 x/mnt, reguler, isi cukup.

Suhu : 36,50 C.

Pernapasan : 20 x/mnt, reguler, torakoabdominal.

Berat badan : 24 kg

4. Aspek Kejiwaan

Tingkah laku wajar.

2

Page 3: Appendisitis Kronis

5. Kulit

Warna kulit kuning kecoklatan, Pertumbuhan rambut merata, Suhu raba normal,

Turgor baik, Ikterus tidak ada.

6. Kelenjar Getah Bening

Submandibula, supraklavikula, lipat paha, leher, dan ketiak tidak membesar.

7. Kepala

Bentuk normal, normocephal, simetris, rambut berwarna hitam terdistribusi merata

dan tak mudah dicabut, tak teraba benjolan.

8. Mata

Bentuk normal, simetris, Pelpebra Superior dan Inferior tidak udem, mata tidak

exophtalmus dan enophtalmus, Kelopak tidak ptosis, Konjungtiva tidak anemis, Sklera

tidak ikterik, Kornea jernih, Pupil bulat isokor, diameter ± 3 mm, Refleks Cahaya +/+,

lapangan penglihatan normal, Deviatio konjugae tidak ada, Visus tidak diperiksa, Gerakan

mata normal ke segala arah.

9. Hidung

Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, sekret -/-.

10. Telinga

Bentuk normal, CAE lapang, Tuli -/-, Serumen -/-, Sekret -/-, membran timpani utuh.

11. Mulut

Bentuk normal, Perioral sianosis (-), bibir tidak kering, Gigi-geligi utuh, Lidah tidak

kotor, Faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang.

12. Leher

Bentuk normal, trakea di tengah, Kelenjar Tiroid dan Kelenjar Limfe tidak membesar.

13. Thorax

Paru-paru

(I) Bentuk normal, tampak simetris dalam statis dan dinamis, retraksi

suprasternal (-).

(Pa) Stem fremitus kanan kiri sama kuat.

(Pe) Sonor pada kedua lapang paru.

(A) Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-.

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis.

Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis di ICS V MidClavicular Line Sinistra.

3

Page 4: Appendisitis Kronis

Perkusi : Redup ; Batas atas : ICS II parasternal line sinistra.

Batas kanan : ICS IV midsternal line

Batas kiri : ICS V midclavicular line sinistra.

Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-).

14. Abdomen

Liihat status lokalis bedah.

15. Ekstremitas sup et inf

Bentuk normal, deformitas (-), oedema (-).

16. Genitalia Eksterna : Perempuan.

17. Colok Dubur (atas indikasi) : pasien menolak.

B. STATUS LOKALIS BEDAH

Regio Abdomen

Inspeksi : Tampak datar, turgor baik, jaringan parut (-), tidak tampak gambaran

vena dan usus, tidak tampak benjolan.

Palpasi : Defans Muskular (-), Nyeri tekan Mc Burney (+), nyeri lepas Mc Burney

(-) Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), Psoas sign (), Obturator sign (-).

Hepar Lien tidak teraba membesar.

Perkusi : Timpani.

Auskultasi : BU (+).

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG : Laboratorium ( 29 April 2010 )

Hematologi

♥ Hb : 13,1 g/dl ( N = 11,0 – 15,0 g/dl ).

♥ Ht : 38 vol% ( N = 37 – 47 vol% ).

♥ Leukosit : 9 ribu/ul ( N = 5 – 10 ribu/ul ).

♥ Trombosit : 245 ribu/ul ( N = 150 – 440 ribu/ul ).

♥ Eritrosit : 5,02 juta/ul ( N = 4,20 – 5,40 juta/ul ).

♥ PT : 14“ kontrol 13“( N = 12“ – 16“ ).

♥ APTT : 39“ kontrol 38“ ( N = 27“ – 42“ ).

Elektrolit

♥ Kalium : 4,5 mmol/l ( N = 3,1 – 5,1 mmol/l ).

♥ Natrium : 145 mmol/l ( N = 136 – 145 mmol/l ).

4

Page 5: Appendisitis Kronis

♥ Klorida : 113 mmol/l ( N = 95 – 105 mmol/l ).

Appendicogram ( 28 April 2010 )

Kesimpulan : - Pasase kontras lancar sampai colon.

- Appendiks tidak terisi kontras.

5

Page 6: Appendisitis Kronis

RESUME

Anamnesis:

Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 8 tahun bernama An. C.E dengan

keluhan kadang-kadang nyeri perut kanan bawah sejak ± 1 tahun sebelum masuk Rumah

Sakit Husada. Nyeri yang dirasakan pasien seperti ditusuk-tusuk, berlangsung hilang timbul.

Nyeri tidak menjalar ke pinggang kanan. Pasien tidak mengalami demam. Mual (-), muntah

(-), penurunan nafsu makan (-) . 1 hari yang lalu nyeri perut kanan bawah tersebut kambuh

lagi lalu ibu pasien membawa ke poliklinik Rumah Sakit Husada dan disarankan untuk

dioperasi. 1 hari SMRS pasien mengalami mencret 1x. Pasien belum mengalami siklus

menstruasi.

Pasien sudah pernah berobat sebelumnya namun tidak disarankan untuk operasi.

BAK dan BAB dalam batas normal.

RPD : disangkal

Pemeriksaan Fisik:

A. Status Generalis

Pasien tampak sakit sedang, kesadaran Compos Mentis, Nadi 100 x/mnt, Suhu 36,50

C, Pernapasan 20 x/mnt, berat badan 24 kg.

Pemeriksaan kepala, kulit, mata, hidung, telinga, mulut, leher, thorax, genitalia eksterna

dalam batas normal.

Pemeriksaan Abdomen lihat status lokalis bedah.

B. Status Lokalis Bedah Regio Abdomen

Inspeksi : Tampak datar, turgor baik, jaringan parut (-), tidak tampak gambaran

vena dan usus, tidak tampak benjolan.

Palpasi : Defans Muskular (-), Nyeri tekan Mc Burney (+), nyeri lepas Mc Burney

(-), Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), Psoas sign (-), Obturator sign (-).

Hepar Lien tidak teraba membesar.

Perkusi : Timpani.

Auskultasi : BU (+).

6

Page 7: Appendisitis Kronis

Diagnosis kerja dan dasar diagnosis

1. Diagnosa Pra Bedah:

Susp. Appendisitis Kronis.

2. Diagnosa Banding:

Divertikulitis Meckeli.

Limfadenitis Mesenterika

Kolik Ureter kanan (Urolithiasis).

Penatalaksanaan

Operatif : Appendektomi.

Medikamentosa : IVFD RA + 1 amp Neurosanbe ( vit B1 100 mg, B6 100 mg,

B12 5000 mcg ) drip.

Antibiotik.

Antagonis H2 Ranitidine.

Analgetik ( Post Operatif ).

Non Medikamentosa :

Mobilisasi bertahap setelah pasien sadar gerakan kaki (fleksi & ekstensi),

miring kanan & kiri bergantian, duduk, dll.

Pemberian makanan per oral dimulai dengan minum sedikit-sedikit jika sudah

ada aktivitas usus ( Flatus (+) & Bising Usus (+) ).

Jika pemberian minum pasien tidak kembung lanjut pemberian makanan per

oral dimulai dengan yang lunak.

Laporan Operasi ( 4 Mei 2010, pkl 11.00 – 12.00)

1. Pasien terlentang dan dilakukan anestesi umum oleh ahli anestesi

2. Asepsis dan antiseptik daerah operasi dan sekitarnya

3. Insisi transversal sepanjang ± 3 cm di daerah Mc Burney menembus kutis, subkutis,

fascia, otot dipisahkan secara tumpul

4. Dilakukan Appendektomi

Caecum dicari dan keluarkan letak appendiks dicari dan didapatkan

retrocaecal (appendiks ada perlengketan, appendiks hiperemis)

mesoappendiks dipotong

Pangkal appendiks diikat 2 kali (jarak antara ke 2 ikatan tersebut ± ½ cm).

7

Page 8: Appendisitis Kronis

Di bagian distal dari ikatan pada pangkal appendiks diklem dengan Kocher dan

diantara klem Kocher dan ikatan tersebut Appendiksnya dipotong dengan pisau

Sisa appendiks dicocol Betadine kemudian ditanam di dalam dinding caecum

(dorong ke dalam dengan pinset)

5. Tutup peritoneum dan otot dengan dijahit

6. Jahit otot

7. Siram dengan Betadine dan keringkan

8. Jahit jaringan lemak

9. Jahit subkutikuler

10. Tutup jahitan dengan steri strip dan kassa + plester.

Hasil Patologi Anatomi ( 7 Mei 2010 )

Makroskopik : appendiks ukuran 6 x 0,4 cm warna putih dilekati lemak pada pemotongan

padat putih kecoklatan.

Mikroskopik : appendisitis kronik

Diagnosa Pasca Bedah:

Appendisitis Kronis

Prognosis

Ad Vitam : Bonam.

Ad Fungsionam : Bonam.

Ad Sanationam : Bonam.

8

Page 9: Appendisitis Kronis

PEMBAHASAN UMUM

Pendahuluan

Appendiks disebut juga umbai cacing, istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat

awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Organ yang tidak

diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan.

Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermivormis dan merupakan

kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Peradangan akut

appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya

berbahaya.

Anatomi dan Fisiologi

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung dengan panjang kurang lebih 10 cm

(3-15 cm), berpangkal di caecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Lumennya

sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi,

appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya

keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia itu. Letak

appendiks dapat bermacam-macam, yaitu: iliacal, retrocaecal intraperitoneal (65%) atau

retroperitoneal dan antecaecal, pelvical. Appendiks belum diketahui secara pasti fungsinya,

sehingga operasi pengangkatan appendiks tidak menyebabkan gangguan fungsi pencernaan.

Appendiks dipersarafi oleh persarafan

parasimpatis yang berasal dari cabang N. Vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior

dan arteri appendikularis dan persarafan simpatis yang berasal dari N. Thoracalis X. Oleh

karena itu, nyeri viseral pada appendistis bermula di sekitar umbilikus.

Perdarahan appendiks berasal dari A. Appendikularis yang merupakan arteri tanpa

kolateral sehingga jika arteri ini tersumbat (misalnya karena trombosis pada infeksi)

maka appendiks akan mengalami gangren.

Appendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir ini normalnya

dicurahkan ke dalam lumen lalu mengalir ke dalam caecum. Hambatan aliran lendir di

muara appendiks tampakya berperan dalam terjadinya appendisitis.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid

Tissue) di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks adalah IgA, yang berfungsi sebagai

9

Page 10: Appendisitis Kronis

pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi

sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan

jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh.

Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar 2 minggu setelah lahir.

Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang

mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid lagi di appendiks dan

terjadi penghancuran lumen appendiks komplit.

Epidemiologi

Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari 1

tahun jarang dilaporkan. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya

dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden

appendisitis pada usia itu.

Insiden tertinggi pada kelompok umur 20 – 30 tahun, setelah itu menurun. Insiden

pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding.

Sekitar 7 % orang-orang di Negara barat mengalami appendisitis pada suatu waktu

ketika mereka hidup dan sekitar 250.000 appendiktomi pada appendisitis akut dilakukan

untuk tiap-tiap tahun di Amerika. Insidensinya telah menurun secara stabil selama kurun

waktu 25 tahun terakhir, hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

makanan berserat dalam menu sehari-hari. Namun insidensi di negara-negara berkembang

yang pada kurun waktu sebelumnya sangat sedikit angka insidensinya tapi sekarang sudah

mulai naik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan perubahan gaya hidup manusianya.

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat

dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikan

tekanan intra caecal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan

meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah

timbulnya appendisitis akut.

Etiologi

10

Page 11: Appendisitis Kronis

Penyebab pasti belum diketahui, beberapa faktor pencetus antara lain:

Sumbatan lumen appendiks.

Hiperplasia jaringan limfe.

Fekolith.

Benda asing, misalnya cacing Askaris.

Tumor.

Erosi mukosa appendiks, misalnya oleh E. Hystolitica.

Striktur karena fibrosis akibat perdangan sebelumnya.

Kebiasaan makan makanan yang rendah serat.

Cara Penjalaran Infeksi1. Melalui usus/Enterogenous2. Melalui darah.3. Dari sekitarnya

PatofisiologiAppendicitis terjadi karena adanya sumbatan/obstruksi lumen appendiks oleh hiperplasia

kelenjar limfe, fecolith / faeces, benda asing, striktur akibat peradangan sebelumnya atau tumor yang menyebabkan mukus yang di produksi oleh mukosa menumpuk dan mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Dengan adanya tekanan yang meningkat, drainage saluran limfe terganggu sehingga terjadi oedem appendiks dan apabila disertai infeksi oleh kuman/bakteri akan menyebabkan ulserasi mukosa appendiks, yang disebut Fase Acute Focal Appendicitis dengan gejala nyeri pada ulu hati yang disertai mual dan muntah.

Bila sekresi mucus berlanjut dan tekanan intralumen terus meningkat, dapat terjadi sumbatan vena yang mengakibatkan terjadinya oedem, trombosis dan ischemia serta bakteri akan menembus dinding appendiks. Peradangan yang timbul akan mengenai peritoneum setempat. Fase ini disebut fase Acute Suppurative Appendicitis dengan gejala nyeri di daerah perut kanan bawah (titik Mc Burney).

Bila kemudian aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan gangren. Fase ini disebut appendicitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah maka akan terjadi appendicitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan tidak terlalu cepat, maka pada saat terjadi peradangan omentum dan usus akan bergerak ke arah appendiks dan melokalisasi peradangan dengan membentuk infiltrat appendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses (appendicular abcess) apabila tidak diterapi.

11

Page 12: Appendisitis Kronis

Perforasi pada anak-anak mudah terjadi, karena omentum lebih pendek, appendiks lebih panjang, dindingnya lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang maka memudahkan terjadinya perforasi.

Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena daya tahan tubuh yang menurun, gangguan pembuluh darah/arteriosclerosis, serta perubahan anatomi appendiks berupa penyempitan lumen.

Manifestasi Klinis

Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau

periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2 – 12 jam nyeri akan beralih ke

kuadran kanan bawah ke titik McBurney, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan

atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi.

Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah.

Pada konstipasi yang diberikan obat pencahar akan berbahaya karena bisa mempermudah

terjadinya perforasi.

Bila letak appendiks retrocaecal di luar rongga perut, karena letaknya letaknya

terlindung oleh caecum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada

tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul

pada saat berjalan karena kontraksi m. Psoas Mayor yang menegang dari dorsal.

Appendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala

dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan

rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika appendiks tadi menempel ke

kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan

dindingnya.

Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap.

Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif, dan

dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal.

Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri

lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, Psoas, dan Obturator positif,

akan semakin menyakinkan diagnosis klinis appendisitis.

Gejala appendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel

dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam

12

Page 13: Appendisitis Kronis

kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala

yang tidak khas tadi. Sering appendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90%

appendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.

Pada beberapa keadaan, appendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani

pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut yang gejalanya

sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis

setelah perforasi.

Pada kehamilan, keluhan utama appendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah.

Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual

dan muntah. Pada kehamilan lanjut, caecum dan appendiks terdorong ke kraniolateral

sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.

Gejala Appendisitis:

Nyeri samar-samar dan tumpul (nyeri visceral) di epigastrium yang terkadang

disertai mual, muntah dan anoreksia.

Nyeri di perut daerah kanan bawah di titik Mc Burney yang dirasakan lebih tajam

dan jelas yaitu nyeri tekan, nyeri lepas dan nyeri ketok.

Konstipasi.

Demam (biasanya subfebris, yaitu antara 37,5-38,5 C).

Lekositosis.

Pembagian Appendisitis:1. Appendisitis akut tanpa perforasi (Simple Appendicitis Acuta).

2. Appendisitis akut dengan perforasi:

Lokal peritonitis.

Abses.

13

Page 14: Appendisitis Kronis

Pritonitis umum.

3. Appendisitis kronika.

Simple Appendicitis Acuta Terdiri dari 2 macam : Non Obstruktif dan Obstruktif.

Simple Appendicitis Acuta Non Obstruktif:

Biasanya yang mula-mula terserang oleh bakteri adalah mukosa (Catarrhal Appendicitis)

menyebar keluar dinding appendix menjadi udem dan pembuluh darah vasodilatasi

(merah) hemoragik infarks nekrosis kecil-kecil (ganggren) ulkus kecil-kecil serosa

terkena (serosa appendiks = serosa peritoneum) memberikan reaksi untuk mengeluarkan

fibrin eksudat yang putih omentum begerak menuju appendix untuk melokalisir/radang

(LOCALIZED PERITONITIS).

Jika sembuh, jaringan appendix diganti dengan jaringan ikat sehingga dapat

menimbulkan obstruksi. Ini akan menimbulkan CHRONIC APPENDICITIS atau APPENDICITICIS

ACUTA lagi.

Gejala-gejala:

Pada awalnya mengeluh tidak enak disekitar epigastrium umbilicus dan sering disertai

dengan enek, anorexia, malaise dan muntah (VISCERAL PAIN).

Nyeri menjalar ke kanan bawah disertai rasa sakit yang jelas. Rasa sakit di kanan bawah

disebabkan karena infeksi sudah menerobos peritonium visceral, kemudian peritonium

parietale (PARIETAL PAIN = nyeri karena terkena peritonium parietale). Jika appendix

RETRO-CAECAL/PELVINAL maka gejala-gejala parietal pain terlambat.

Simple Appendicitis Acuta Obstruktif:

Terjadi jika ada obstruksi, misalnya fekalit, pembelokan atau desakan dari luar.

Obstruktif di lumen appendix tetapi appendix tetap memproduksi mucous tekanan intra

luminal meningkat vaskularisasi dinding appendix terganggu (mula-mula sistim vena

terganggu karena tekanannya lebih rendah) vena membengkak memperburuk

sirkulasi sistem arteri terganggu dinding mati gangren bakteri keluar

PERITONITIS.

Meso Appendix adalah bagian yang paling mudah terkena karena bagian ini paling

sedikit mendapat pendarahan.

Gejala-gejala: mendadak dan bersifak kolik (hilang timbul).

14

Page 15: Appendisitis Kronis

Jika infeksi ringan dapat timbul MUCOCELE.

Jika infeksi berat dapat timbul PERFORASI.

Jika infeksi sangat hebat dapat terjadi PERFORASI (FULMINATING) dan akhirnya timbul

PERITONITIS GENERALISATA. Ini disebut APPENDICITIS TIPE FULMINATING.

Appendisitis Dengan Perforasi

KALAU TERJADI PERFORASI DAPAT MENYEBABKAN:1. Localized Peritonitis.

Kalau terlokalisir sempurnya menjadi appendicitis infiltrat. Kalau tidak terlokalisir

sempurna menjadi appendicitis abses.

1. Generalized Peritonitis.

Gejala Appendicitis Acuta dengan Peritonitis Lokal:

Terjadi perforasi tetapi tubuh masih bisa melokalisir sehingga timbul peritonitis

lokal/abses.

Gejala-gejala lebih jelas, yaitu: pasien tampak toksis/lebih sakit, nadi cepat, panas

meningkat, nafas mulai berbau, lidah kotor.

Gejala Appendicitis Acuta dengan Peritonitis Generalisata:

Pasien tampak payah, sakit berat (toksis), perforasi menjalar ke seluruh abdomen, perut

nyeri dan tegang di seluruh abdomen walaupun punctum maximum mungki di sebelah

kanan, nyeri dan febris tinggi, kedaan umum jelek. Karena fungsiolesa maka fungsi usus

terhenti (tidak berkontraksi) sehingga terjadi pembentukkan gas perut kembung

paralitik ileus muntah-muntah (regurgitasi)

Appendicitis KronisGejala klinis:

1. Reccurent/Interval Appendicitis:

Penyakit sudah berulang – ulang dan ada interval bebas.

Biasanya pada anamnesa ada appendicitis acuta kemudian sembuh, setelah

beberapa lama kumat lagi tapi lebih ringan.

15

Page 16: Appendisitis Kronis

Gejala utama dari kumat I dan kumat II dst adalah gejala DYSPEPSI (diare, mual-mual,

enek, tidak enak makan).

Pemeriksaan klinis: Nyeri di titik Mc Burney’s tapi tidak ada defence.

2. Reccurent Appendicular Colic:

Ada obstruksi pada lumen appendixnya.

Gejala utama: kolik, tetapi tidak ada panas. Kolik disekitar umbilicus/ ke arah lateral/

epigastrium.

Pemeriksaan fisik: Nyeri tekan di Appendix

Diagnosa Appendicitis :Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi) dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah USG.

Untuk appendicitis kronis dapat dilakukan apendikogram.

Pada pemeriksaan fisik didapat:a. Inspeksi

Perut tidak ada gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan

komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses

periappendikuler.

b. Palpasi

Nyeri terbatas pada regio iliaca kanan, bias disertai dengan nyeri lepas. Nyeri pada

seluruh perut ditemukan pada appendicitis perforasi. Defence muscular menunjukkan

adanya rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan

kunci diagnosis.

Nyeri ketok (+), nyeri tekan (+) nyeri lepas (+) pada titik Mc Burney.

Defance Muskular (+).

Rovsing Sign (+) : nyeri kanan bawah pada penekanan abdomen bagian kiri karena

adanya udara dalam rongga abdomen.

Blumberg Sign (+) : nyeri kanan bawah bila tekanan sebelah kiri dilepaskan.

Psoas Sign (+) : rangsangan m.psoas dengan hiperekstensi atau fleksi aktif sendi

panggul kanan. Bila nyeri berarti appendiks terletak di daerah retrocaecal.

16

Page 17: Appendisitis Kronis

The psoas sign. Pain on passive extension of the right thigh. Patient lies on left side. Examiner extends patient's right thigh while applying counter resistance to the right hip (asterisk).

Obturator sign (+) : gerakan fleksi daan endorotasi sendi panggul pada posisi

terlentang, pada appendicitis pelvica menimbulkan nyeri.

The obturator sign. Pain on passive internal rotation of the flexed thigh. Examiner moves lower leg laterally while applying resistance to the lateral side of the knee (asterisk) resulting in internal rotation of the femur.

Rectal Toucher : nyeri terbatas sewaktu dilakukan RT menandakan daaerah infeksi

dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada appendicitis pelvica. Biasanya

nyeri tekan pada jam 9-12.

Tenhorn Test (+) : dilakukan jika pasien laki-laki. Testis kanan pasien ditarik ke kaudal

dan pasien mengeluh sakit di perut kanan bawah.

c. Perkusi

Timpani, pada peritonitis umum terdapat nyeri di seluruh abdomen, pekak

hati ,menghilang. Padaa appendicitis retrosekum atau retroileum nyeri pada pinggang

kanan atau angulus kostovertebralis punggung.

d. Auskultasi

17

Page 18: Appendisitis Kronis

Peristaltik usus sering normal. Peristaltik hilang karena ileus paralitik pada peritonitis

generalisata akibat appendisitis perforasi.

Pemeriksaan Penunjang:

1. Pemeriksaan jumlah lekosit : lekositosis (> 10.000/UL) (90% kasus) dan umumnya

disertai pergeseran ke kiri dalam hitung jenis, namun ada juga yang normal (5%).

LED meningkat pada appendisitis infiltrat.

2. USG abdomen : dilakukan setelah terjadi infiltrate appendikularis.

Pada appendisitis akut tidak dapat terlihat pada USG abdomen, yang dapat terlihat

hanya pada appendisitis infiltrat. USG abdomen digunakan untuk menyingkirkan

diagnosa banding Kista Ovarium, Kehamilan Ektopik Terganggu, dan Abses Tuboovarium.

Ultrasonogram showing longitudinal section (arrows) of inflamed appendix.

3. Pada urinalisa didapat < 30 sel lekosit atau eritrosit per lapang pandang besar, hal ini

untuk membedakan dengan kelainan ginjal atau saluran kemih.

4. Apendikogram (Barium enema) : hanya untuk kasus appendicitis kronis.

Foto barium Penggunaan foto barium sangat berbahaya, kita tidak dapat

memperediksi apakah appendisits itu perforasi atau tidak, jika penggunaan foto barium

pada saat perforasi makan akan berbahaya yang menyebabkan terjadinya peritonitis.

18

Page 19: Appendisitis Kronis

Diagnosa Banding Appendisitis Akut:

Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan appendisitis.

Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan lekosit akan meningkat jelas

dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-

pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung

akut, suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.

Limfadenitis mesenterikum juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik

dengan appendisitis. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak, biasanya didahului

infeksi saluran nafas. Lokasi nyeri diperut kanan tidak konstan dan menetap, jarang terjadi

true muscle guarding.

Divertikulitis meckeli juga menunjukkan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri

mungkin lebih ke medial, tetapi ini bukan kriteria diagnosis yang dapat dipercaya. Karena

kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya bukanlah hal

penting.

Enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter,

urolitiasis pielum/ureter kanan.

Pada perempuan adalah (PID / pelvic inflamantory disease) salpingitis akut,

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Endometriosis, Ruptured Ovarian Follicle dan Kista

Ovarium Terpuntir (Torsi Kista Ovarium Kanan) juga sering dikacaukan dengan appendisitis.

Lokasi anatomic asal dari nyeri periumbilical dan regio bagian kanan bawah sebagai differensial diagnosis Appendicitis .

Periumbilical

Appendicitis

Obstruksi usus halus

Gastroenteritis

Mesenteric ischemia

19

Page 20: Appendisitis Kronis

Kuadran Kanan Bawah

Penyebab Gastrointestinal Penyebab Gynecologis

Appendicitis Tumor Ovarium

Inflammatory bowel disease Penyakit Radang Panggul

Diverculitis sisi kanan Penyebab Ginjal

Gastroenteritis Pyelonephritis

Hernia Inguinalis Perinephritic abscess

Nephrolithiasis

Endometriosis

Gejala yang sering timbul :

Nyeri, hebatnya nyeri ditentukan oleh lokasi endometriosis

Nyeri pada saat menstruasi (Dismenorrhea).

Nyeri selama dan sesudah hubungan intim (Dyspareuni).

Nyeri ovulasi.

Nyeri saat coitus (Dyspareunia).

Perdarahan

Perdarahan banyak dan lama pada saat menstruasi (Menometrorrhagia).

Spotting sebelum menstruasi.

Menstruasi yang tidak teratur.

Darah menstruasi yang berwarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau

di akhir menstruasi.

Keluhan BAB dan BAK

Nyeri pada saat buang air besar. Sulit BAB.

Darah pada feces.

Diare, konstipasi dan kolik.

Nyeri sebelum, pada saat dan sesudah BAK.

Pada Vaginal toucher : benjolan-benjolan tidak teratur.

20

Page 21: Appendisitis Kronis

Kehamilan Ektopik Terganggu

Gejala Klinik:

Amenorrhea atau terlambat haid (haid teratur).

Sinkop/gejala akut abdomen.

Nyeri perut terutama unilateral. Nyeri hebat pada perut bagian bawah, nyeri

tersebut dapat terasa tajam awalnya kemudian perlahan-lahan menyebar ke seluruh

perut. Nyeri bertambah hebat bila bergerak.

Perdarahan pervaginam.

Tanda syok : hipotensi, takikardia, pucat, ekstremitas dingin.

Pemeriksaan ginekologi : cavum douglasi menonjol, nyeri tekan dan goyang cerviks.

Pregnancy test (+)

Diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara

lain dengan melihat:

1. Anamnesis dan gejala klinis

Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada

perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri

tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.

2. Pemeriksaan fisis

Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.

Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin,

adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan

nyeri lepas dinding abdomen.

Pemeriksaan ginekologis Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan,

nyeri pada uteris kanan dan kiri.

3. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).

Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.

USG :

Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri

Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri

21

Page 22: Appendisitis Kronis

Adanya massa komplek di rongga panggul

4. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas

ada darah.

5. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.

6. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar uterus.

Ruptur Ovarian FollicleRuptured ovarian follicle :

Terjadi pada pertengahan antara 2 siklus haid.

Sakit tidak begitu hebat.

Pendarahan cavum abdomen → nyeri (defence muscular +).

Pada masa reproduksi.

Salphyngitis/AdnexitisSalphyngitis/adnexitis.

Umumnya dari luar/bawah, misalnya karena coitus, maka kanan & kiri akan

terkena.

Gejala utama : Flour Albus.

Biasanya panas tinggi sekali dari permulaan.

Pada pemeriksaan vagina : adnexa membengkak dan nyeri.

Kolik Ureter (Urolithiasis)

Nyeri yang dirasakan hebat, periodik dan hilang timbul.

Nyeri menjalar sampai ke pinggang.

Biasanya pada kolik ureter (batu saluran kemih) terdapat hematuria, sukar

kencing, dan kencing keluar batu.

Pada pemeriksaan fisik:

Defans muskular (-).

Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-

vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan

tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didapatkan

demam/menggigil.

22

Page 23: Appendisitis Kronis

Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai

kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan

adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.

Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan

fungsi ginjal.

USG menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran struktur

anatomi ginjal. Teknik ini sederhana, tidak menimbulkan nyeri dan aman.

USG bisa digunakan untuk:

Mempelajari ginjal, ureter dan kandung kemih; dengan gambaran yang baik

meskipun ginjal tidak berfungsi baik.

Mengukur laju pembentukan urin pada janin yang berumur lebih dari 20

minggu dengan cara mengukur perubahan volume kandung kemih. Dengan

demikian bisa diketahui fungsi ginjal janin.

Pada bayi baru lahir, USG merupakan cara terbaik untuk mengetahui adanya

massa di dalam perut, infeksi saluran kemih dan kelainan bawaan pada

sistem kemih.

Memperkirakan ukuran ginjal dan mendiagnosis sejumlah kelainan ginjal,

termasuk perdarahan ginjal.

Menentukan lokasi yang terbaik guna mengambil contoh jaringan untuk

keperluan biopsi.

USG merupakan metode diagnostik terbaik untuk penderita gagal ginjal stadium

lanjut, yang ginjalnya tidak dapat mengambil atau mentolerir zat radioopak.

Kandung kemih yang terisi dengan urin bisa terlihat dengan jelas pada USG.

Penatalaksanaan:

Sebelum operasi perlu dilakukan observasi dalam 8-12 jam setelah timbulnya

keluhan, tanda dan gejala appendisitis sering kali masih belum jelas. Dalam keadaan ini

observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan.

Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya appendisitis ataupun bentuk peritonitis

lainya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis

lekosit) diulang secara periodik. Foto abdomen dan thorak tegak dilakukan untuk mencari

23

Page 24: Appendisitis Kronis

kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan

lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.

Tindakan yang paling tepat dan terbaik bila diagnosis klinis sudah jelas adalah

appendektomi, yang bisa dilakukan secara terbuka maupun dengan cara laparoskopi. Pada

appendektomi terbuka, incisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Satu sayatan

akan dibuat ± 5 cm di perut kanan bawah, sayatan akan lebih besar jika appendisitis sudah

mengalami perforasi. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas bila tersedia laparoskop,

tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan

dilakukan operasi atau tidak. Indikasi untuk appendektomi adalah appendisitis akut,

appendicitis infiltrat dalam stadium tenang, appendisitis kronis dan appendisitis perforata.

Komplikasi:

Komplikasi yang paling sering ditemukan pada appendisitis akut adalah perforasi dan

massa periappendikular. Perforasi dapat berupa perforasi bebas maupun perforasi pada

massa appendikular (appendisitis yang mengalami perdindingan dengan dibungkus oleh

omentum, usus halus, dan caecum).

Adanya perforasi ditandai dengan demam tinggi, nyeri hebat yang meliputi seluruh

perut, spasme otot dinding perut, nyeri tekan dan defence muscular seluruh perut,

peristaltik usus yang menurun sampai menghilang, malaise dan lekositosis. Penanganan dari

perforasi yaitu dilakukan operasi untuk menutup asal perforasi, yaitu dengan laparatomi

dengan incisi yang panjang dengan tujuan memudahkan pencucian rongga peritoneum dari

pus, pengeluaran fibrin yang adekuat, serta pencucian kantong nanah. Dapat juga secara

laparoskopi. Sedangkan massa periappendikular ditandai dengan adanya massa yang teraba

di kuadran kanan bawah/regio iliaka kanan yang cenderung menggelembung ke arah

rectum atau vagina, disertai nyeri dan demam. Penanganannya adalah pemberian

antibiotika kombinasi, baru dilakukan appendektomi 6 – 8 minggu kemudian.

Komplikasi yang lainnya adalah thrombophlebitis supuratif dari sistem portal, abses

subphrenicus, fokal sepsis intraabdominal dan obstruksi interstinal karena perlengketan.

Sedangkan menurut mulai terjadinya komplikasi, komplikasi appendistis dapat dibagi

menjadi tiga yaitu komplikasi segera, intermediate, komplikasi lanjut.

Komplikasi segera diantaranya adalah perdarahan, trombosis, peritonitis,

perlengketan, dilatasi lambung akut.

Komplikasi intermediate salah satu contohnya adalah abses di daerah pelvinal,

prerectal, perimetritis, subfrenik, dapat pula terjadi pyelopielitis, hemofilia, tromboflebitis

femoralis, emboli pulmo, fistel luka operasi.

24

Page 25: Appendisitis Kronis

Untuk komplikasi lanjut yang dapat terjadi adalah hernia incisional, perlengketan usus

atau streng ileus.

Prognosa

Dengan diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas dan morbiditas

penyakit ini sangat kecil. Angka kematian lebih tinggi pada anak dan orang tua. Apabila

appendiks tidak diangkat, dapat terjadi serangan berulang.

25

Page 26: Appendisitis Kronis

DAFTAR PUSTAKA

☺ Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah: Usus halus, Appendiks, Kolon dan

Anorektum. Jakarta : 1997. Edisi Revisi : 865-875.

☺ McILRATH D. C: Kelainan Bedah Appendiks Vermiformis dan Divertikulum Meckel, Buku

Ajar Bedah D.C. Sabiston, Bag 2:1-12, 1994

☺ Way L. W: Appendix, Current Surgical Diagnosis & Treatment, ed 2: 668-673, 2003

☺ Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, jilid II. Penerbit: Medis Aesculapius. FKUI.

Hal 307 – 313.

☺ Dudley H.A.F Appendisitis Akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat. Edisi

11. Gajah Mada Unv Press. 1002. Hal 441 – 452.

☺ Marijata. 2006. Pengantar Dasar Bedah Klinis. Unit Pelayanan Kampus. FK UGM.

Jogjakarta. Hal :273-81

☺ Prof. dr. Hanifa W, dkk., IlmuKebidanan, Edisi kedua, Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, Jakarta, 1992, Hal. 323-334.

☺ “Appendectomy” available from : http://www.emedicine.com/

☺ Acute Appendicitis, availabel at : http://www.aafp.org/afp/

☺ Appendicitis, availabel at : http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/

26

Page 27: Appendisitis Kronis

PEMBAHASAN KHUSUS BEDAH

Pada pasien An. C.E berusia 8 tahun didiagnosa appendicitis kronik, karena :

Pada anamnesa terdapat riwayat keluhan nyeri perut kanan bawah sejak ± 1 tahun sebelum

masuk RS Husada. Nyeri yang dirasakan pasien seperti ditusuk-tusuk, berlangsung hilang

timbul. Nyeri tidak menjalar ke pinggang. Demam (-), Mual (-), muntah (-). Sebelumnya

pasien sudah pernah mengalami sakit seperti ini. Terakhir, 1 hari yang lalu nyeri perut kanan

bawah tersebut kambuh lagi . Hal ini menunjukkan pasien menderita appendisitis akut.

Dikatakan kronik, karena pasien merasakan nyeri perut kanan bawah ini selama 1 tahun

terakhir dan hilang timbul.

Status lokalis bedah regio abdomen

Pada Palpasi :

o Defance musculer (-)

o Nyeri tekan Mc Burney (+)

o Nyeri lepas Mc Burney (-)

o Rovsing sign (-)

o Blumberg sign (-)

o Psoas sign (-)

o Obturator sign(-)

Pemeriksaan penunjang

Appendicogram ( 28 April 2010 ) Kesimpulan :

Pasase kontras lancar sampai colon.

Appendiks tidak terisi kontras.

Diagnosa banding :

a. Divertikulitis Meckeli.

Pasien ini tidak didiagnosa Divertikulitis Meckeli karena:

Hasil appendikogram : Appendisitis kronik.

Biasanya baru ditemukan saat operasi.

b. Limfadenitis mesenterika

Pasien ini tidak didiagnosa Limfadenitis Mesenterika karena :

Tidak ada infeksi saluran nafas

c. Kolik Ureter.

27

Page 28: Appendisitis Kronis

Pasien ini tidak didiagnosa Kolik Ureter karena:

Pada pasien ini nyeri tidak menjalar ke pinggang. Sedangkan pada kolik ureter

nyeri menjalar sampai ke pinggang.

Pada pasien ini tidak ada keluhan BAK. Biasanya pada kolik ureter (batu saluran

kemih) terdapat hematuria, sukar kencing dan kencing keluar batu.

Pada pemeriksaan fisik:

Regio Costovertebra Angle (CVA) Kanan Kiri

Massa tidak teraba tidak teraba

Nyeri tekan - -

Nyeri Ketok - -

Ballotement - -

Appendicogram ( 28 April 2010 ) Kesimpulan :

Pasase kontras lancar sampai colon.

Appendiks tidak terisi kontras.

Penatalaksanaan pada pasien ini:

Operatif : Appendektomi.

Medikamentosa : IVFD RA + 1 amp Neurosanbe drip.

Antibiotik.

Antagonis H2 Ranitidine.

Analgetik ( Post Operatif ).

Non Medikamentosa :

Mobilisasi bertahap setelah pasien sadar gerakan kaki (fleksi & ekstensi),

miring kanan & kiri bergantian, duduk, dll.

Pemberian makanan per oral dimulai dengan minum sedikit-sedikit (± 50 cc) tiap

jam jika sudah ada aktivitas usus (Flatus + & Bising Usus +).

Jika pemberian minum pasien tidak kembung lanjut pemberian makanan per

oral dimulai dengan yang lunak.

28