case report appendisitis

24
BAB I LAPORAN KASUS 1.1 Identifikasi Nama : Nn.Nina Ubub Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 15 tahun Kebangsaan : Indonesia Agama : Islam Status : Belum Menikah Pekerjaan : Pelajar Alamat : Tangga Buntung Palembang MRS : 9 September 2008 1.2 Anamnesis Keluhan Utama : Nyeri Perut kanan bawah Riwayat Perjalanan Penyakit : ± 3 hari SMRS penderita mengeluh nyeri pada ulu hati yang beralih dan menetap di perut kanan bawah. Nyeri bersifat terus menerus. Riwayat demam (+), mual (+), muntah (-), BAB (+) normal, BAK (+) normal. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal. 1

Upload: nedya-bellinawatii

Post on 16-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

app akut

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identifikasi

Nama: Nn.Nina UbubJenis Kelamin: PerempuanUsia: 15 tahunKebangsaan: Indonesia

Agama: IslamStatus: Belum MenikahPekerjaan: PelajarAlamat: Tangga Buntung PalembangMRS: 9 September 20081.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Nyeri Perut kanan bawahRiwayat Perjalanan Penyakit: 3 hari SMRS penderita mengeluh nyeri pada ulu hati yang beralih dan menetap di perut kanan bawah. Nyeri bersifat terus menerus. Riwayat demam (+), mual (+), muntah (-), BAB (+) normal, BAK (+) normal.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.Riwayat Penyakit dalam Keluarga:Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.1.3 Pemeriksaan Fisik Status Generalis (11 September 2008)

Keadaan Umum: Tampak sakit

Kesadaran: Compos mentis

Gizi: Cukup

Pernafasan: 20x/menit

Nadi: 96x/menit

Tekanan Darah: 100/70 mmHg

Suhu: 37,6C

Kepala: Konjungtiva palbebra pucat -/-

Sklera ikterik -/-

Pupil: Isokor, refleks cahaya +/+

Leher: tidak ada kelainan

Kelenjar-kelenjar: tidak ada pembesaran

Thorax: tidak ada kelainanAbdomen: lihat status lokalisGenitalia Eksterna: tidak ada kelainan

Ekstremitas Superior: tidak ada kelainan

Ekstremitas Inferior: tidak ada kelainan

Status Lokalis

Regio Abdomen

Inspeksi: DatarPalpasi : Lemas, teraba massa ukuran 5 x 4 cm, terfiksir, fluktuasi (-), nyeri

tekan (+) pada titik Mc BurneyPerkusi: TympaniAuskultasi: Bising Usus (+) / Normal

Rectal Toucher :

TSA baik, mukosa recti licin, ampula recti kosong, feces (-), darah (-).1.4 Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Darah Rutin (tanggal 9 September 2008) Hemoglobin: 12.5 gr/dlLED: 20 mm/jamLeukosit: 12.400 /mm3

Hitung jenis: 0/2/1/81/14/2Kimia Klinik (tanggal 9 September 2008)

BSS: 110 mg/dl

Ureum: 25 mg/dl

Kreatinin: 0.8 mg/dl

Natrium: 134 mmol/l

Kalium: 3.9 mmol/l Urinalisa ( tanggal 9 September 2008) - sel epitel: (+)

- leukosit : 3-5 / LPB - eritrosit : 0-1 / LPBb. Pemeriksaan Radiologi

USG Abdomen (tanggal 9 September 2008):

Tampak massa hypoechoic bercampur hyperechoic berukuran 3 cm pada abdomen kanan bawah.

1.5 Diagnosis BandingDivertikulitis Meckel

Limfadenitis Mesenterika

Salpingitis Akut KananKista Ovarium Terpuntir KananKehamilan Ektopik

Urolitiasis/ Ureter Kanan

1.6 Diagnosis KerjaAppendicular infiltrate1.7 Penatalaksanaan Bedrest Antibiotik Observasi 1.8 PrognosisQuo ad vitam : Dubia ad Bonam

Quo ad functionam : Dubia ad Bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 PendahuluanApendiks disebut juga umbai cacing. Fungsi organ ini tidak diketahui namun sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.2.2 AnatomiApendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangya kira-kira 10 cm (beranjak 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan lebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan runag geraknya bergantung pada mesoapendiks penggantungnya.

Pada kasus selebihnya apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang colon asendens atau di tepi lateral colon asendens. Gejala klinik apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a. Mesenterica superior dan a. Apendicularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.toracalis X. Karena itu nyeri visceral pada apendistis bermula disekitar umbilicus.

Perdarahan apendiks berasal dari a.apendicularis yang merupak arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren.

2.3 FisiologiApendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir kedalam lumen. Hambatan aliran di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenensis apendisitis.

Imunoglobulin sekretor yang dihgasilkan oleh GALT ( gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.2.4 Apendisitis AkutA. Epidemiologi

Acute appendicitis atau radang apendiks akut merupakan kasus infeksi intraabdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, namun dalam tiga dasawarsa terakhir menurun secara bermakna. Kejadian ini di duga disebabakan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.

Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada usia 20-30 tahun, insiden pada laki-laki lebih tinggi. Appendicitis dapat menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun, khususnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun.B. Etiologi

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Apendisitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, a gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar.Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan randah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal. Yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Hal ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.

C. Patologi

Sesuai dengan yang disebutkan diatas, maka pada fase awal apendisitis, mukosa mengalami inflamasi terlebih dahulu. Kemudian inflamasi ini akan meluas ke lapisan submukosa, termasuk juga lapisan muskularis dan lapisan serosa pada waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tunuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular yang dikenal dengan istilah infiltrat apendisitis. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan masa apendikuler akan menjadi tenang untuk selanjunya akan mengurai diri secara lambat.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan terbentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.

D. Gambaran KlinisApendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak oleh rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis merupakan nyeri visceral di daerah epigastium di sekita umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.Burney, disini nyeri akan dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.

Bila apendiks terletak retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul saat berjalan, karena kontraksi otot polos psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum hingga peristaltik meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya. Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit di diagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi.

E. Pemeriksaan

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terjadi perbedaan suhu aksilar dan rectal sampai 1 C. Pada inspeksi abdomen tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses apendicular.

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietal. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. Peristaltik usus sering normal, peristaltik usus dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai denbgan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan , maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan psos lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.F. Diagnosis Appendisitis akut dapat didiagnosis secara klinis dengan anamnesis danpemeriksaan fisik (physical examination). Selayaknya diagnosis sesegera mungkin ditegakkan dan appendix dapat segera diangkat bila ternyata terjadi appendisitis.Diagnosis menjadi mudah untuk ditegakkan bila tampak tanda dan gejala dariappendisitis klasik pada pasien, tanda dan gejala tersebut seperti:a. Nyeri pada bagian abdominal kurang dari 72 jam;b. Muntah 1-3 kali;c. Facial flush;d. Tenderness pada fossa iliaca kanan;e. Demam dengan suhu antara 37,3-38,5 C;f. Tidak ada bukti terjadi infeksi traktus urinarius pada pemeiksaan urin dengan mikroskop.

Tanda inflamasi peritoneal bagian fossa iliaca kanan yang berupa rasa nyeri,sering tidak tampak. Untuk itu kita perlu untuk menyuruh pasien agar batuk, bila terjadi inflamasi pada peritoneum parietal maka pasien akan merasakan nyeri. Selain itu dapat dilakukan rebound tenderness untuk membantu menegakkan diagnosis, yaitu dengan melakukan perkusi pada fossa iliaca kanan, rasa nyeri akan dirasakan oleh pasien akibat perkusi bila pasien tersebut mengalamiperitonitis.

G. Diagnosis Banding- Urolitiasis pielum/ureter kanan

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gejala yang khas, terdapat eritrosituria.

- Pelvic inflamatory diseaseSuhu biasanya lebih tinggi dari apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difuse.

- Divertikulitis Meckel

Penyakit ini merupakan kelainan yang memiliki gejala yang sangat mirip dengan apendisitis akut, hanya letaknya yang lebih ke medial. H. Penatalaksanaan Apendisitis Pada pasien yang kita duga apendisitis kita dapat melakukan manajemen sebagai berikut. Bila kita mendapati pasien dengan nyeri pada fossa iliaca kanan, dan pasien itu memiliki tanda dan gejala lain dari appendisitis sehingga kita dengan yakin mendiagnosisnya sebagai apendisitis, maka segera lakukan appendictomy. Bila kita mendapati pasien dengan nyeri pada fossa iliaca kanan, namun belum dapat dipastikan diagnosis dari pasien tersebut apakah apendisitis atau penyakit lainnya, maka kita harus mereview pasien tersebut secara periodik, bila perlu pasien kita sarankan untuk rawat inap agar dapat dipantauperkembangannya dengan baik, bila setelah dipantau masih menimbulkan keraguan maka kita dapat melakukan pemeriksaan pemeriksaan yang dapat mendukung diagnosisH. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa masa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus.

Massa periapendikulerMassa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum dan atau kerluk usus. Pada massa periapendikuler yang pendindinganya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Pada massa periapendikuler yang terfiksir dan pendindingannya sempurna, pada orang dewasa dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketen dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri,dan pembengkakan masa serta leukositosis.

Riwayat klasik apendisitis akut, diikuti adanya massa di regio iliaka kanan yang nyeri disertai demam mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari ca rektum,penyakit crohn dan amuboma.

Pengelolaan. Apnediktomi di rencanakan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setalah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu, kemudian dilakukan apendiktomi. Kalau sudah menjadi abses dianjurkan drainase saja. Apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan hasil pemeriksaan tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.Apendisitis perforata

Adanya fekalit di dalam lumen, umur ( orang tua atau anak muda), dan keterlambatan diagnosis merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks. Insiden perforasi 60% pada usia diatas 60 tahun. Faktor yang mempengaruhi tingginya insidens perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar, keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyampitan lumen dan arteriosklerosis. Insidens tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, dan kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis dan proses pendindingan kurang sempurna, akibat perforasi berlangsung cepat dan omentum anak belum berkembang.

Diagnosis. Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat serta meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut mungkin dengan pungtum maksimum di regio iliaka kanan, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik kecuali di regio iliaka kanan, abses rongga peritoneum bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisir di suatu tempat. Paling sering adalah abses rongga pelvis dan subdiafragma.Penaggulangan. Perbaikan keadaan umum dengan infus, antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob dan pipa nasogastrik perlu dilakukan pembedahan. Perlu dilakukan laparotomi dengan incisi yang panjang, supaya dapat dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin secara adekuat secara mudah dan pula dapat dilakukan pembersihan kantong nanah secara baik. Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan pemasangan penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak ada infeksi.BAB III

ANALISIS KASUSSeorang wanita berusia 15 tahun beralamat di kota Palembang datang berobat ke RSMH dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Dari anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan nyeri ulu hati yang kemudian beralih dan menetap di perut kanan bawah. Pasien juga menderita demam dan rasa mual setiap habis makan namun tidak muntah.

Pada pemeriksaan fisik status generalis, didapatkan pernapasan, nadi, dan tekanan darah dalam batas normal, sedangkan suhunya meningkat. Dari hasil pemeriksaan fisik status lokalis pada regio abdomen didapatkan adanya massa pada titik Mc Burney. Massa dengan konsistensi keras berukuran 5 cm x 4 cm, terfiksir, dan nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan rectal toucher tidak ditemukan adanya darah dan feces.

Pasien ini mengeluh timbulnya nyeri pada perut kanan bawah. Nyeri pada daerah ini membuat kita berpikir tentang kemungkinan adanya penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan nyeri pada perut kanan bawah. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan rangsangan nyeri pada perut kanan bawah adalah appendicitis, endometriosis, kista ovarium terpuntir, kehamilan ektopik, dan divertikulitis meckel. Pasien ini belum mengalami menarche, sehingga menyingkirkan kemungkinan adanya suatu kehamilan ektopik. Massa yang teraba pada perut kanan bawah menyingkirkan adanya kemungkinan penyakit divertikulitis meckel karena pada divertikulitis meckel tidak teraba massa.

Pada pasien ini, nyeri perut kanan bawah yang dideritanya berada di daerah titik Mc Burney. Nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), dan defans muskuler (-) menunjukkan adanya rangsangan peritoneum lokal di bawah titik Mc Burney. Tanda-tanda ini lebih mengarah pada appendicitis, karena pada appendicitis terdapat tanda-tanda rangsangan peritoneum lokal di bawah titik Mc Burney. Timbulnya demam pada pasien ini mendukung adanya proses infeksi yang terjadi. Demam yang lebih dari 48 jam menandakan bahwa appendicitis tersebut bukan akut. Massa yang teraba di bawah titik Mc Burney merupakan suatu bentuk peratahanan tubuh untuk membatasi proses radang yang terjadi akibat infeksi dengan cara menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler (appendiccitis infiltrat). Namun kemungkinan diagnosis kista ovarium terpuntir kanan, limfadenitis mesenterika,salpingitis akut kanan, dan urolitiasis ureter kanan belum dapat disingkirkan. Untuk itu dilakukan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis yang mendukung adanya proses infeksi, tidak terdapatnya eritrosituria menyingkirkan kemungkinan diagnosis urolitiasis ureter kanan. Berdasarkan pemeriksaan USG, terlihat adanya suatu massa di appendiks. Hal ini lah yang menyingkirkan kemungkinan diagnosis kista ovarium terpuntir kanan, limfadenitis mesenterika, salpingitis kanan, dan urolitiasis ureter kanan.

Tata laksana pada pasien ini dilakukan bedrest guna menekan metabolisme tubuh dan mengurangi rasa nyeri yang timbul. Pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Dilakukan observasi terhadap keluhan nyeri, suhu tubuh, ukuran massa, dan hasil laboratorium berupa LED dan leukosit.

Prognosis qou ad vitam dan quo ad functionam adalah dubia ad bonam. Karena dengan diagnosis yang akurat, tingkat morbiditas dan mortilitas penyakit ini sangat kecil.

DAFTAR PUSTAKAMansjoer A, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Apendisitis. Hal 307- 313. Editor: Mansjoer A; Jakarta; Media Aesculapius.Tjindarbumi, 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Abdomen Akut. Hal 35-43. Editor: Reksoprodjo, S; Jakarta; Binarupa Aksara.Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004Doherty, Gerard, Lawrane W.Way. Current Surgical Diagnosis & Treatment. Edisi 11. International Edition. Appendisitis. Available from: http://www.emedicine.com/appendicitis.htm5