aplikasi geofisika dalam kestabilan lereng dan kelongsoran (1).doc
DESCRIPTION
ftfTRANSCRIPT
APLIKASI GEOFISIKA DALAM KESTABILAN LERENG DAN
KELONGSORAN
Oleh:
Dwa Desa Warnana*, Ria Asih A. Soemitro, Mohammad Muntaha, Trihanyndio R
RingkasanDalam dua dekade terakhir ini, geofisika dangkal (Geotechnical- Geophysics) telah
jauh berkembang dengan munculnya pencitraan spasial 2D, kemudian pencitraan spasial 3D dan sekarang dan pencitraan ruang- waktu 4D. Teknik ini memungkinkan studi tentang variasi spasial dan temporal struktur geologi. Makalah ini bertujuan untuk menyajikan state-of-the-art pada penerapan metode geofisika permukaan untuk karakterisasi kestabilan lereng dan kelongsoran. Sampai saat ini, teknik geofisika relatif sedikit digunakan untuk penilaian kestabilan lereng dan tanah longsor - sedikitnya ada dua alasan utama. Yang pertama adalah bahwa metode geofisika menyediakan citra dalam hal parameter fisik yang tidak langsung berhubungan dengan sifat geologi dan mekanik yang diperlukan oleh para ahli geologi dan ahli geoteknik. Alasan kedua adalah kemungkinan berasal dari kecenderungan di antara ahli geofisika untuk melebih-lebihkan (over estimated) tentang kualitas dan keandalan dari hasil pengolahan data. Makalah ini memberikan kesempatan untuk meninjau aplikasi terbaru dari metode utama geofisika yakni resistivitas dan seismic passive permukaan untuk karakterisasi longsor, menunjukkan kelebihan dan batasan-batasannya. Kami berharap bahwa makalah ini akan memberikan kontribusi untuk mengisi kesenjangan antara komunitas geoteknik dan kekuatan penggunaan metode geofisika yang tepat untuk penyelidikan longsor.
Kata kunci: Geofisika dangkal, resistivity, passive seismic permukaan, kestabilan lereng
Pendahuluan
Beberapa metode geofisika telah banyak digunakan untuk penyelidikan kestabilan
lereng, kelongsoran serta menetapkan ketidak homogenan material, batas dan sifat dari
material (Hack, 2000). Sebagian besar metode geofisika yang diterapkan telah ada selama
bertahun-tahun tetapi dalam dekade ini teknologi geofisika telah mengalami kemajuan pesat
akibat peningkatan peralatan akusisi digital, penerapan pencitraan tomografi dan peningkatan
pengolahan data menggunakan komputer (Hack, 2000; Whiteley, 2004).
Metode geofisika didasarkan atas pengukuran fisika untuk memperoleh parameter
fisis bawah permukaan (Anderson et al., 2008). Konsep dasar dari penerapan metode
geofisika untuk penyelidikan kestabilan lereng dan longsor adalah akibat adanya perubahan
parameter fisis tanah yang umumnya memberikan kekontrasan yang cukup besar dengan
tanah sekitarnya (Whiteley, 2004). Beberapa metode geofisika yang sering digunakan dalam
penyelidikan ini terangkum pada Tabel 1. Prinsip dasar dari metode tersebut dapat ditemukan
*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya
dalam beberapa referensi (Reynolds, 1997; Telford et al., 1990; Sharma, 1997; Kearey et al.,
2002; Okada, 2003).
Tabel 1. Metode geofisika untuk penyelidikan kestabilan lereng dan longsoran
Metode Paremeter Yang Diukur Informasi Parameter
Fisis
Model Parameter Fisis
(Aplikasi)
Seismik refraksi Waktu tempuh gelombang seismik (gel-P atau gel-S)
Vp, Vs (fungsi modulus elastis dan densitas)
Model 2D: Vp, Vs terhadap kedalaman
Seismik refeleksi Waktu tempuh dan amplitudo gelombang seismik (gel-P atau gel-S)
Vp, Vs (fungsi modulus elastis dan densitas)
Model 2D: Vp, Vs terhadap kedalaman
Cross-hole seismik tomografi
Waktu tempuh dan amplitudo gelombang seismik (gel-P atau gel-S)
Vp, Vs (fungsi modulus elastis dan densitas)
Model yang menggambarkan variasi spasial dalam kecepatan seismik
Multichannel analysis of surface waves (MASW)
Waktu tempuh gelombang permukaan
Vs (fungsi modulus elastis dan densitas)
Model 2D: Vs terhadap kedalaman
Seismic Noise/ mikrotremor (metode H/V )
Waktu tempuh gelombang permukaan (pasif)
Frekuensi natural, faktor amplifikasi dan Vs
Model 1D dan peta 2D: Vs terhadap kedalaman
Ground penetrating radar (GPR)
Waktu tempuh dan amplitudo gelombang EM
Konstanta dielektrik, permeabilitas magnetik dan kecepatan EM
Model 2D: kecepatan EM terhadap kedalaman
Elektromagnetik (EM)
Respon gelombang EM alam
Konduktivitas listrik Model 1D, 2D: konduktivitas terhadap kedalaman
Resistivitas Respon beda potensial terhadap pemberian arus
Resistivitas Model 1D, 2D: resistivitas terhadap kedalaman
Potensial diri (SP) Beda potensial alam Potensial listrik alam Model 1D dan peta 2D: variasi spasial potensial listrik alam
Gravity Variasi spasial medan gravitasi
Densitas Model 1D dan peta 2D: variasi spasial densitas bawah permukaan
Keterangan: VP = kecepatan seismik gelombang P VS = kecepatan seismik gelombang SSumber: Anderson et al. (2008)
Keuntungan dari penerapan metode geofisika dalam penyelidikan kestabilan lereng dan
longsoran adalah (Jongmans dan Garambois, 2007):
Fleksibel, relatif cepat dan mudah diterapkan.
Tidak merusak dan dapat memberikan informasi struktur internal dari tanah atau
massa batuan.
Memungkinkan dalam penyelidikan skala (volume) besar.
Disamping keuntungan di atas, metode geofisika juga mempunyai kelemahan utama yakni
(Jongmans dan Garambois, 2007):*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya
Penurunan resolusi terhadap kedalaman.
Memberikan solusi yang tidak unik dan hasilnya membutuhkan kalibrasi.
Memberikan informasi tidak langsung (parameter fisis bukan parameter geologi atau
parameter geoteknik).
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa seluruh keuntungan dari metode geofisika selaras
dengan kelemahan metode geoteknik dan sebaliknya. Hal ini menandakan bahwa kedua
teknik penyelidikan saling melengkapi. Pada makalah ini, kami hanya menjelaskan secara
detil dua metode geofisika yakni metode resistivitas dan seismik passive permukaan untuk
karakterisasi kestabilan lereng dan longsoran.
Metode Resistivitas
Metode resistivitas merupakan metode geofisika yang sering dipakai dalam studi
lingkungan dengan cakupan yang sangat luas. Hal ini disebabkan karena metode ini relatif
mudah dan efektif (Panek et al., 2008). Aplikasi metode resistivitas untuk studi kestabilan
lereng sudah mulai digunakan pada awal tahun 1970-an (Bogoslovsky dan Ogilvy, 1977) dan
berkembang dengan pesat bersamaan dengan pengembangan peralatan dan peralatan
komputer sebagai alat bantu komputasi (Hack, 2001). Perkembangan terakhir telah tersedia
peralatan dan program computer secara komersial yang menyajikan metodologi terbaru
dalam dua dan tiga dimensi “resistivity imaging” atau “Tomografi resistivity” (Dahlin and
Bernstone, 1997; Griffiths and Turnbull, 1985; Griffiths et al., 1990; Li and Oldenburg, 1992;
Loke and Barker, 1996; Vogelsang, 1994; Ward, 1990). Dalam banyak kasus studi kestabilan
lereng, metode resistivitas diterapkan untuk merekontruksi geometri kelongsoran,
menentukan bidang gelincir dan melokalisasi zona yang dikarakterisasi dengan kandungan air
yang tinggi (Colangelo et al., 2008).
Pengukuran resistivitas didasarkan pada perbedaan harga resistivitas antara berbagai
material bawah permukaan. Peralatan pengukuran terdiri dari dua elektroda arus, dua
elektroda mengukur potensial, sumber arus DC dan alat ukur. Variasi konfigurasi elektroda
yang dimungkinkan dalam survei resistivitas dapat dilihat pada Gambar 1. Sensitivitas
maksimum seluruh konfigurasi diperoleh pada daerah dekat elektroda pengukuran. Pemilihan
konfigurasi elektroda pada invesitigasi lapangan tergantung pada: gambaran tipe lokasi
(sensitivitas konfigurasi terhadap perubahan vertikal dan horisontal resistivitas bawah
permukaan serta kedalaman investigasi), sensitivitas alat resistivitas, tingkatan background
noise dan kekuatan sinyal (Hack, 2000). Harga resistivitas material sangat bergantung
*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya
kepada: komposisi mineral penyusun material, porositas batuan, struktur yang ada dalam
material, kandungan fluida, temperatur dan kandungan mineral logam dalam lempung
(McNeil, 1990).
Gambar 1. Berbagai konfigurasi elektroda pada metode resistivitas (Hack, 2000)
Berdasarkan pada tujuan penyelidikan, metode resistivitas dibedakan menjadi dua
yaitu mapping dan sounding. Metode geolistrik resistivitas mapping merupakan metode
resistivitas yang bertujuan mempelajari variasi resistivitas lapisan bawah permukaan secara
horisontal. Oleh karena itu, pada metode ini digunakan jarak spasi elektroda yang tetap untuk
semua titik datum di permukaan bumi. Sedangkan metode resistivitas sounding bertujuan
untuk mempelajari variasi resistivitas lapisan bawah permukaan bumi secara vertikal. Pada
metode ini pengukuran pada satu titik ukur dilakukan dengan cara mengubah-ubah jarak
elektroda. Pengubahan jarak elektroda tidak dilakukan secara sembarang, tetapi mulai jarak
elektroda kecil kemudian membesar secara gradual. Jarak elektroda ini sebanding dengan
kedalaman lapisan yang terdeteksi (Reynolds, 1997).
Resistivitas 2 Dimensi (resistivitas 2D) pada fungsinya merupakan gabungan dari
proses pengukuran sounding dan mapping. Semakin besar jarak spasi elektroda maka
semakin dalam lapisan yang dapat diamati (Loke dan Barker, 1996). Pola pengukuran
resistivitas 2D dapat dilakukan dengan beberapa konfigurasi seperti Wenner-Schumberger,
dipole-dipole, pole-pole, Wenner dan lainya (Samouelian et al., 2005). Seperti yang telah *Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya
disebutkan di atas, resistivitas sangat bergantung kepada kandungan fluida, karenanya metode
resistivitas 2D dapat juga digunakan sebagai alat untuk memonitor real-time infiltrasi air
hujan kedalam tanah dan mendapatkan informasi tentang variasi kandungan air bawah
permukaan serta kemungkinan pengaruh variasi tersebut terhadap aktivitas longsoran.
Gambar 2, merupakan contoh hasil monitoring pengukuran resistivitas 2D (time-lapse
resistivity 2D) untuk tanggul kereta api di Victorian Great Central - Nottingham, UK.
Monitoring dilakukan pengukuran setiap 4 minggu dalam kurun waktu Juli 2006 hingga
Maret 2007 (Chambers et al., 2008).
Gambar 2. (a) Time –lapse resistivitas, (b) Perubahan resistivitas dalam persen dengan baseline Juli 2006 (Chambers et al., 2008)
Warnana (2012) telah menggunakan gambar resistivitas untuk menentukan distribusi
kandungan air serta mengajukan persamaan semi-empiris untuk menentukan angka keamanan
(FS) lereng. Penentuan distribusi kandungan air dari hasil pengolahan data resistivitas dapat
didekati dengan menggunakan model semi empiris yang diusulkan oleh Archie (1942) atau
menggunakan pengukuran di laboratorium seperti yang telah Warnana (2012) lakukan untuk
*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya
mendapatkan persamaan empiris. Contoh distribusi kandungan air berdasarkan resistivitas
dapat dilihat pada Gambar 3b. Penentuan persamaan empiris FS berdasarkan resistivitas dan
sudut kemiringan lokal lereng diperoleh dari korelasi korelasi antara nilai resistivitas dengan
FS hasil perhitungan geoteknik model infinite slope dengan kelongsoran dangkal. Persamaan
semi empiris untuk perhitungan FS berdasarkan resistivitas dan sudut yang diusulkan adalah:
(1)
Dimana i dan i adalah nilai resistivitas dan sudut lokal pada grid sel ke-i
a dan b merupakan konstanta
Contoh perhitungan FS berdasarkan resistivitas dan sudut kemiringan lokal untuk
menentukan kestabilan lereng dengan lokasi longsoran di Jember – Jawa Timur dapat dilihat
pada Gambar 3c (Warnana, 2012).
Gambar 3. (a) Hasil pengolahan data lintasan 5, (b) sebaran kandungan air, (c) perhitungan FS berdasarkan resistivitas
(Warnana, 2012)
Pada Gambar 3 terlihat bahwa ditemukan 1 < FS < 1.2 yakni meter ke- pada musim
hujan. Berdasarkan Bowles (1989), angka keamanan tersebut disebut sebagai lereng kritis.
*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya
(a)
(b)
(c)
Adanya proses hujan yang masih terjadi setelah pengukuran di lokasi ini menyebabkan
kestabilan tidak dapat dipertahankan (terjadi soil slip). Dari hasil analisa di atas, perhitungan
FS berdasarkan resistivitas dapat dijadikan alternatif penentuan kestabilan lereng secara
kuantitatif. Kelebihan dari perhitungan FS berdasarkan resistivitas ini adalah memberikan
informasi variasi kerentanan secara detail terkait dengan perubahan sifat tanah dalam volume
yang sangat besar dan memungkinkan untuk digunakan sebagai pemantau satabilitas lereng
yang tidak merusak.
Meskipun demikian, keterbatasan dari perhitungan FS berdasarkan resistivitas adalah
persamaan empiris masih terbatas pada studi kelongsoran dangkal dan sangat lokal (hanya
khusus lokasi penelitian). Konstanta yang digunakan dalam persamaan di atas sangat
bergantung kepada parameter kuat geser tanah dan resistivitas yang memberikan batas
kestabilan lereng. Karenanya kedepan akan dikembangkan persamaan semi-empiris
perhitungan FS berdasarkan resistivitas sehingga dapat dipakai secara umum.
Metode Seismik passive permukaan
Teknik pasive seismik permukaan merupakan metode seismik in-situ yang relatif baru
untuk menentukan profil kecepatan gelombang geser (VS). Pengujian dilakukan pada
permukaan tanah, memungkinkan untuk pengukuran lebih murah dibandingkan dengan
metode tradisional lubang bor. Dasar dari teknik gelombang permukaan adalah karakteristik
dispersif gelombang Rayleigh ketika menjalar melalui media berlapis. Kecepatan gelombang
Rayleigh ditentukan oleh sifat material (terutama kecepatan gelombang geser, tetapi juga
untuk kecepatan gelombang kompresi/primer dan kepadatan material) dari bawah permukaan
hingga kedalaman sekitar 1 sampai 2 panjang gelombang. Seperti ditunjukkan dalam diagram
pada Gambar 4, panjang gelombang yang lebih lebar menembus lebih dalam dan
kecepatannya dipengaruhi oleh sifat material pada kedalaman yang lebih dalam. Pengukuran
gelombang permukaan terdiri dari mengukur kurva dispersi gelombang permukaan di in-situ
dan memodelkan untuk mendapatkan profil kecepatan gelombang geser (VS) yang sesuai.
Metode Pasive seismic permukaan atau disebut juga teknik passive gelombang
permukaan mengukur gelombang noise; gelombang permukaan yang berasal dari aktivitas
gelombang laut, kendaraan, pabrik dan sebagainya. Metode ini termasuk metode mikrotremor
3 komponen single station, array mikrotremor dan teknik refraction microtremor (REMI).
Metode ini secara khusus berkembang dalam teknik gempa (earthquake engineering) untuk
menentukan geometrid dan kecepatan gelombang geser (Vs) lapisan tanah diatas lapisan
*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya
bedrock. Metode single station mikrotremor, dan lebih dikenal dengan teknik H/V terdiri dari
perhitungan rasio spectral horizontal dan vertical dari rekaman noise serta penentuan
frekuensi natural/frekuensi resonan lapisan lunak (Nakamura, 1989). Untuk lapisan lunak
tunggal, frekuensi natural didefinisikan sebagai f = Vs/4h dimana Vs adalah kecepatan
gelomabang geser lapisan lunak dan h adalah ketebalan lapisan.
Gambar 5. Prinsip metode pasive seismik permukaan
Dalam beberapa tahun terakhir ini, beberapa penelitian tentang aplikasi mikrotremor
untuk kestabilan lereng dan kelongsoran telah banyak dilaporkan (Izomi dan Ohara, 1999;
Ammasov et al., 2007; Meric et al., 2007; Che et al., 2008; Che et al., 2009; Cocia et al.,
2010; Del-Gaudio et al., 2011) walaupun penerapan mikrotremor untuk kelongsoran telah
dimulai pada era 1970an (Wada et al., 1972).
Dengan menggunakan analisa arah gerakan partikel dari hasil pengukuran
mikrotremor, Wada et al. (1972) berhasil memetakan retakan dan arahnya di longsoran
Kamenose, Jepang. Izomi dan Ohara (1999) telah melakukan pengukuran mikrotremor pada
permukaan lereng di daerah Hansin untuk memperkirakan kelongsoran akibat gempa. Hasil
dari penyelidikan tersebut diperoleh: (1) amplitudo spektral mikrotremor di lereng bagian
atas umumnya lebih besar daripada di bagian kaki lereng, (2) spektral natural mikrotremor di
lereng dipengaruhi oleh bentuk lereng dan lapisan permukaan tanah lunak. Zona anomali
yaitu daerah yang diindikasikan akan terjadi longsor, dapat ditentukan dengan faktor
amplikasi yang tinggi dan berkorelasi dengan kepadatan tanah yang berkurang atau kecepatan
*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya
gelombang S permukaan yang rendah (Ammosov et al., 2007; Meric et al., 2007). Faktor
ampfikasi dari hasil analisa HVSR juga mempunyai korelasi dengan tingkat kelongsoran
akibat gempa, khususnya gempa dengan magnitudo yang besar (Che et al., 2009).
Warnana (2012) mengaplikasikan metode mikrotremor dan melakukan inversi H/V
berdasarkan algoritma yang diusulkan oleh Herak (2009) untuk mendapatkan distribusi
kecepatan gelombang sekunder di lokasi daerah longsoran, Jember – Jawa Timur.
Pengukuran dilakukan di dua musim yang berbeda (musim hujan dan musim kemarau) untuk
melihat perbedaan distribusi kecepatan gelombang geser (Vs). Dari analisa tersebut dapat
ditetukan geometri bawah permukaan berdasarkan sebaran Vs (Gambar 5)
Musim Hujan Musim kemarau
Kedalaman 5 m Kedalaman 5 m
Kedalaman 10 m Kedalaman 10 m
Gambar 5. Hasil inversi dari analisa H/V untuk mendapatkan distribusi kecepatan gelombang geser(Vs) (Warnana, 2012)
*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya
SIMPULAN
Konsep dasar dari penerapan metode geofisika untuk penyelidikan kelongsoran lereng
adalah akibat adanya perubahan parameter fisis tanah yang umumnya memberikan
kekontrasan yang cukup besar dengan tanah sekitarnya (Whiteley, 2004). Teknologi geofisika
menjadi sangat penting ketika investigasi bawah permukaan secara langsung dengan teknik
pengeboran tidak dapat diterapkan pada kondisi lahan yang berbahaya (Whiteley, 2004) dan
dapat memberikan informasi struktur internal dari tanah secara tidak merusak (Jongmans dan
Garambois, 2007).
Isu penting yang disampaikan dalam makalah ini adalah memberikan informasi
kuantitatif pada analisa kestabilan lereng. Persamaan empiris angka keamanan (Factor of
Safety – FS) berdasarkan nilai resistivitas dan sudut kemiringan lokal diusulkan dalam
makalah ini. Dalam penerapan metode mikrotrmor H/V, dapat ditentukan distribusi dan profil
sebaran kecepatan gelombang geser danlam 1D, 2D hingga 3 Dimensi. Penerapan metode
mikrotremor tidak terbatas untuk analisa kestabilan lereng pada daerah yang mempunyai
daerah kegempaan yang moderat hingga tinggi.
Ucapan Terimakasih
Hasil penelitian yang disampaikan dalam seminar ini meruapakan penelitian yang di
danai oleh JICA-Predict Phase 2, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui skema
Riset Pengembangan IPTEKS, dan LPPM ITS melalui skema penelitian hibah Doktor (Dana
BOPT 2102). Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pihak-pihak yang mendanai
penelitian ini, Laboratorium geofisika – Fisika ITS, Laboratorium Mekanika Tanah dan
batuan – Teknik Sipil ITS, serta pada Panitia Seminar Nasional 2012 Universitas
Palangkaraya.
Daftar Pustaka
Ammosov, A., A. Kalinina, V. Volkov., 2007. Using a three-component KMV seismometer for recording microtremors in the zone of a landslide slope, Seismic Instruments, Vol. 43, No. 1., pp. 26-33.
Bowles, JE.,1989. Sifat-sifat Fisik & Geoteknis Tanah, Erlangga, Jakarta, p.562.
Chambers, J E, Wilkinson, P B, Gunn, D A, Ogilvy, R D, Ghataora, G S, Burrow, M P N2 & Tilden Smith, R, Non-Invasive Characterization And Monitoring Of Earth Embankments UsingElectrical Resistivity Tomography (Ert)
*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya
Colangelo, Gerardo., Vincenzo Lapenna, Antonio Loperte, Angela Perrone and Luciano Telesca , 2008. 2D electrical resistivity tomographies for investigating recent activation landslides in Basilicata Region (Southern Italy), Annals Of Geophysics, Vol. 51, N. 1, p.275-285.
Hack R., 2000. Geophysics for slope stability, Surveys in Geophysics, vol. 21, p. 423-448.
Izomi, Shino. And Ohara Shingo., 1999. Measurement of Microtremors on the Surfaces of Slopes, Research Reports Ashikaga Institute of Technology, Vol. 28, p. 187-194.
Jongmans, Denis and Stephane Garambois., 2007. Geophysical investigation of landslides: A review, Bulletin Société Géologique de France 178, 2, p.101-112.
Kearey P., Brooks M. & Hill I., 2002. An Introduction to Geophysical Exploration. 3rd edition, Blackwell, Oxford, 262 pp.
Loke, M.H and R.D. Baker, 1996. Rapid least-squares inversion of apparent resistivity pseudosections by quasi-Newton method, Geophys. Prospect., 44, p.131-152.
McNeill, J.D., 1990. Use of electromagnetic methods for groundwater studies, Geotechnical and environmental geophysics, SEG, Tulsa.
Nakamura, Y., 1989. A Method for Dynamic Characteristics Estimation of Subsurface using Microtremor on the Ground Surface, Quarterly Report of Railway Technical Research Institute (RTRI), Vol. 30, No.1.
Okada, Hiroshi., 2003. The Microtremor Survey method, Geophysical Monograph Series, Society of Exploration Geophysicists, P.O. Box 702740, Tulsa.
Pánek ,Tomáš., Jan Hradecký, Karel Šilhán, 2008. Application Of Electrical Resistivity Tomography (Ert) In The Study Of Various Types Of Slope Deformations In Anisotropic Bedrock: Case Studies From The Flysch Carpathians, Studia Geomorphologica Carpatho – Balcanica Vol. XLII, p.57–73.
Reynolds J.M., 1997. An introduction to applied and environmental geophysics. John Wiley & Sons, Chichester, 806 pp.
Samouelian, A., I. Cousin, A. Tabbagh, A. Bruand, G. Richard, 2005. Electrical resistivity survey in soil science: a review, Soil and Tillage Research, Vol. 83, p. 173-193.
Sharma, P.V., 1997. Environmental and Engineering Geophysics. Cambridge University Press.Telford W.M., Geldart L.P., Sherif R.E. and Keys D.A., 1990. Applied Geophysics. Cambridge Univ. Press, Cambridge,770 p.
Warnana, Dwa Desa., 2012. Studi Analisa Kestabilan Lereng Tanah Residual Berdasarkan Pengukuran Resistivitas, Laporan Akhir Penelitian Hibah Doktor – Dana BOPT 2012.
*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya
Whiteley, Robert, J., 2004. Application of advanced geophysical technologies to landslides and unstable slopes, Proceedings ISC-2 on Geotechnical and Geophysical Site Characterization, Viana da Fonseca & Mayne (eds.)
*Email: [email protected] ; disampaikan dalam Seminar Naional 2012 “Tinjauan Kelongsoran dari pandangan geoteknik dan geofisika” 28 Nopember 2012 di univ. Palangkaraya