arsitektur tradisonal
DESCRIPTION
arsitekturTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa suku bangsa dengan kebudayaan yang beraneka ragam telah
mendiami daerah Sumatra Utara sejak berabad-abad yang lampau.
Masing–masing suku memiliki ciri khas atau kekhususannya sesuai dengan
pandangan hidup.
Di daerah Sumatra Utara terdapat arsitektur tradisional Batak , Melayu, Nias,
yang antara satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan–perbedaan.
Arsitektur tradisional dari suku–suku tersebut yang telah berabad-abad
menghiasi daerah Sumatra Utara, tetapi kini diancam kepunahan. Hal tersebut
disebabkan oleh pengaruh kebudaya asing.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui informasi tentang
arsitektur tradisional suku Batak Toba di Lumban Nabolon Perbagasan
Kecamatan Lumbun Julu Tapanuli Utara, menyangkut jenis–jenis bangunan,
bentuk, struktur, fungsi, ragam hias, cara pembuatan dan informasi.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup makalah ini adalah arsitektur tradisional suku Batak yang
memiliki gabungan jenis-jenis bentuk, struktur, fungsi,ragam hias dan cara
pembuatannya yang diwariskan secara turun temurun, serta dapat di pakai untuk
melakukan aktifitas kehidupan dengan sebaik-baiknya.
1
BAB II
A. Teori Menurut Para Ahli
1. Teori Ruang
Arsitektur di Indonesia menerapkan teori yang dikemukakan oleh
Lao Tzudalam bangunannya, Lao Tzu (550 SM) menegakan bahwa
perlu adanya batas antara ruang internal dan eksternal, yakni
dinding pemisah. Hal ini juga ditransformasikan pada rumah adat
Bolon dari Medan, Sumatra Utara.
Dimana ditiap ruangan akan diberikan dinding-dinding pemisah
yang membatasi tempat bagi kepala rumah tangga dengan istri dan
anak-anaknya.
2. Teori Bentuk
Teori yang dikemukakan oleh Mangunwijaya (1998) menyatakan
bahwa bentuk bukan hanya berbicara mengenai bentuk jasmaninya
saja, tetapai merupakan penampakan batin dari dalam keluar.
Rumah Bolon mengambil yang mengambil ide dasar dari
punggung kerbau dapat terlihat dari atapnya yang melengkung
menambah nilai keerodinamisannya dalam melawan arah angin
danau yang kencang.
Pada pintu rumah Bolon yang menjurak ke dalam dan diantarai
oleh sebuah tangga, menunjukan adanya rasa sopan santun bagi siapa
saja yang akan memasuki rumah ini, dikarenakan tiap tamu akan
menundukan kepalanya.
Hal ini tentu saja memberi kesan bahwa bentuk pada arsitektur
bukan hanya berbicara mengenai bentuknya saja tetapi merupakan
penampakan batin dari dalam keluar, dimana bentuk harus dapat
2
mencerminkan dimensi budaya pembuatnya atau merupakan
ekspresi dari nurani.
3. Estetika
Adanya pengaruh kosmis, mistis dan agama sehingga menyebabkan
pemikiran mengenai proporsi, ritme, pemakaian material dll.
Pada Hakekatnya hal ini lebih dihayati oleh arsitektur tradisional
rumah bolon menjadi sebuah transformasi diri dari hidup yang fana
menuju nirvana.
Rumah adat Bolon dilengkapi dengan hiasan dan ukiran khas
batak yang disebut dengan gorga. Dimana Gorga mengandung unsur
mistis yang dipercayai dapat menjadi penolak bala.Biasanya gorga
diletakan di dinding rumah bolon bagian luar.
4. Kosmologi
Menurut Bekker (1995) “pengertian Kosmologi adalah ilmu
pengetahuan tentang alam ataupun dunia. Dimana dunia yang
dimakasud hanya menunjukan objek materialnya saja yaitu apa yang
dialami, dihayati oleh manusia sebagai lingkungan terutama dalam
hubungan langsung dengan dirinya sendiri (kepercayaan)”.
Ahli bangunan adat (arsitek tradisional) suku Batak yang disebut
pande, menyebutkan seperti halnya rumah tradisional lain, rumah
adat Batak merupakan rumah adat dengan pemahaman kosmologi
yang menunjukan kepercayaan masyarakat terhadap sebuah hunian
yang terbagi atas 3 bagian atau biasa disebut tritunggal banua, yakni
banua tongga (bawah bumi) untuk kaki rumah Bolon, banua tonga
(dunia) untuk badan rumah Bolon, dan banua ginjang (singa dilangit)
untuk atap rumah Bolon
3
BAB III
A. Latar Belakang Sejarah
Suku Batak Toba termasuk dalam Suku Bangsa Batak. Suku Batak
secara umum dibedakan menjadi 6 etnik grup, yaitu Toba, Karo, Angkola,
Mandailing, Pakpak atau Dairi dan Simalungun. Kelompok suku Batak
berdiam di Propinsi Sumatera Utara. Menurut pendapat para antropolog
dan sejarah, asal usul suku batak Toba tidak jauh berbeda dengan suku-
suku lain di Kepulauan Nusantara yaitu berasal dari migrasi zaman
Neolithikum dan Megalithikum.
Secara khusus, sejarah Suku Batak dapat dibagi menjadi 3 periode
yaitu pre-contact isolation yaitu masa dimana Suku Batak masih hidup
terisolasi pada tahun 2000 – 1600 SM; pre-western contact yaitu masa
sebelum terjadi kontak dengan Bangsa Barat pada tahun sebelum 1600 M;
dan post-western contact, yaitu masa setelah terjadi kontak dengan
Bangsa Barat hingga terbentuknya pemerintahan Indonesia (Cunningham,
1958 dalam Fitri, 2004, p.21). Periode tersebut membawa perubahan pada
cara hidup dan rumah tinggal suku Batak. Sebelum masa kolonial di
kepulauan Nusantara, kehidupan suku Batak Toba masih bersifat
kesukuan dan bercocok tanam. Setelah masa kolonial dan pemerintahan
Indonesia terbentuk, terjadi pergeseran dalam bidang ekonomi dan
budaya. Perekonomian tidak lagi didasari kehidupan agraris dan
tergantung pada hasil bumi. Lahan pertanian pun mulai beralih fungsi.
Pada akhirnya suku Batak tidak lagi tinggal di desa-desa adat dan lebih
menyukai rumah tinggal seperti gaya yang dibawa oleh pemerintahan
kolonial. Akibatnya, banyak desa-desa batak yang sepi bahkan hilang,
rumah-rumah tradisional yang tidak lagi dihuni dan rusak.
4
B. Lokasi, Topografi, Iklim Wilayah Batak Toba
Suku Batak Toba berdiam di sekitar Danau Toba dan Pulau
Samosir, meliputi Kabupaten Toba Samosir sekarang yang wilayahnya
meliputi Balige, Laguboti, Parsoburan, dan sekitarnya. Berdasarkan
informasi yang lebih kuno, wilayah Batak Toba dapat disebut juga
sebagai Batak pusat, hal ini karena lokasinya yang berada di tengah-
tengah sub-etnis suku Batak yang lainnya.
Untuk lebih jelasnya orang batak itu mendiami daerah dataran
tinggi karo, dairi, Toba, Humbang, Silindung, Barus, angkola ,
Mandialing.Suku Batak Toba, Batak Angkola, Batak Mandailing pada
umumnya mendiami daerah Tapanuli yang merupakan daerah rentetan
suku Batak Karo di kabupaten Karo, Batak simalungun Mendiami Daerah
kabupaten Simalungun dan yang berakhir Batak Pakpak Dairi yang
mendiami daerah kabupaten Dairi.
Gambar Peta daerah Batak Toba
Sumber: Sargeant & Saleh (1973, p.26-27)
5
Suku Batak Toba berdomisili sekitar daerah tapanuli Utara yang Berbatasan
dengan :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Simangulun,
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan ,
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah,
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi.
Kondisi topografi wilayah sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir
sebagian merupakan dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 300-1500
meter diatas permukaan air laut. Kondisi iklim merupakan iklim tropis
lembab dengan curah hujan yang tinggi.
C. Sistem Kekerabatan Batak Toba
Suku Batak terkenal segabai suku yang menggunakan nama
keluarga sebagai nama belakang yang disebut sebagai marga. Marga
diturunkan dari keturunan laki-laki atau sistem patrilineal dan dengan
adanya marga memungkinkan untuk melacak nenek moyang dan asal
usulnya. Marga menjadi prinsip dasar dalam 3 sistem kekerabatan yang
disebut Dalihan Natolu, yaitu:
• Hula-hula yaitu keluarga dari pihak istri.
• Dongan sabutuha yang secara literal berarti teman satu rahim, berarti
anggota keluarga dari garis keturunan laki-laki atau ayah, dengan
demikian semua pria memiliki marga yang sama.
• Boru yang berarti anak perempuan, juga berarti keluarga dari pihak
ibu.
6
D. Sistem Kepercayaan, Kosmologi dan Mitologi Batak Toba
Setelah masa Kolonial Belanda, suku Batak Toba mayoritas
memeluk agama Kristen. Akan tetapi, pada masa sebelumnya,
kepercayaan didasari pada adanya roh-roh nenek moyang dan
penyembahan dewa-dewa tertentu. Berbagai penelitian terdahulu
(Marsden 1788, Waterson 1990, Loebis 2000, Fitri 2004) banyak
membahas tentang konsep pemikiran kuno suku Batak Toba tentang asal
usul dan dunia tempat hidup mereka.
Seperti halnya beberapa suku kuno di Nusantara, konsep tentang
dunia mistik (mythical world) dan konsep tentang asalusul nenek moyang
dan dewa-dewa, mempengaruhi konsep tentang dunia sebagai tempat
hidup dan pada akhirnya mempengaruhi konnsep hunian.
Secara mitologis, suku Batak Toba mempercayai bahwa nenek
moyang mereka, Siraja Batak adalah keturunan langsung dari dewa
tertinggi yang disebut Debata Mulajadi Nabolon. Siraja Batak datang
langsung dari langit dan mendarat di puncak gunung Pusuk Buhit.
Akibatnya suku Batak Toba menganggap Pusuk Buhit sebagai pusat dari
dunia dan menjadi akses menuju ke dunia atas (Loebis, 2000). Pemikiran
akan adanya dunia mistis dan pembagian dunia tersebut sangat
berpengaruh pada konsep kosmologinya. Secara kosmologi, suku Batak
Toba membagi dunia menjadi 3 layer: dunia atas, dunia tengah dan dunia
bawah. Dunia atas merupakan tempat bertahtanya Mulajadi Nabolon,
dewa tertinggi. Dunia tengah menjadi tempat hidup manusia sedangkan
dunia bawah menjadi tempat hidup bagi orang yang sudah mati, hantu dan
roh-roh jahat. Konsep kosmologi yang membagi dunia menjadi 3 lapis
dianggap berpengaruh pada pembagian tingkatan dalam rumah tradisional
seperti pada Gambar 2.2 (Fitri, 2004).
7
Gambar Rumah Tradisional Suku Batak Toba yang Menggambarkan Konsep Kosmologi
Sumber: Domenig (1981 dalam Fitri, 2004, p.38)
E. Pola Pemukiman Batak Toba
Desa suku Batak Toba disebut juga sebagai Huta. Desa ini
dikelilingi tembok semacam benteng yang terbuat dari tanah. Desa
memiliki dua pintu masuk (harbangan) dan menara pengawas (hubu-
hubu) di pojok benteng. Ruang terbuka di desa atau halaman berorientasi
timur-barat, rumah dan sopo berdiri saling berhadapan. Ujung atap rumah
menghadap selatan sedangkan ujung atap sopo menghadap utara.
8
Gambar 2.3 Ilustrasi Bagan Penataan Rumah dan Lumbung Padi dalam
Huta Sumber: Boer (1920)
Kedua barisan bangunan ini dipisahkan oleh pelataran yang lebar
disebut halaman tempat anak-anak bermain, tempat acara suka dan duka
dalam kampong dan tempat menjemur sesuatu. Di belakang rumah atau
lumbung ada tempat kosong yang biasanya dijadikan kebun. Sekeliling
kampong di dinding / dibentuk dengan tanah yang ditanami parik, sehingga
berbentuk persegi panjang. Diatasnya ditanami pohon-pohon bambu. Pada
ujung barat ada satu pintu gerbang, demikian pula ujung timur. Pintu
gerbang sering disebut Bahal ( bahasa Batak Toba ). Dimuka gerbang
selalu ditanam pohon yang mereka anggap bertuah , yaitu pohon Hariara,
Bintatar dan Beringin.
Pohon Hariara merupakan lambang kehidupan, maksud pohon
tersebut ditanam untuk menjaga ketertiban kosmos terhadap huta atau
kampong.
9
Pohon tersebut ditanam dalam tanah dan dikelilingi tembok dengan
ukuran 1 x 2 m disebut juga dengan istilah “ partumomoan “.
Partumomoan ini diperhitungkan dapat menjadi pintu gerbang ( Bahal )
huta yang didirikan.
Gbr : foto pola permukiman batak toba
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada orientasi
tertentu yang mengatur arah hadap desa, rumah dan lumbung padi. Aturan
yang baku dalam pola pemukiman Batak Toba adalah posisi halaman
yang selalu berada ditengah, diantara jajaran jabu dan sopo.
Gbr : potongan wilayah permukiman
10
Kondisi huta di masa kini telah banyak berubah dengan kondisi
halaman yang telah diperkeras atau adanya bangunan baru yang dibangun
diantara jabu atau sopo.
Gambar 2.4 Gambaran kampung di Pulau Samosir. Sebuah peti mati dari batu berdiri di tengah-tengah ruang terbuka.
Sumber: Sargeant & Saleh (1973)
Gambar 2.5 Suasana Kampung Julu. Deretan bangunan menggunakan atap sirap.
Sumber: Sargeant & Saleh (1973)
11
F. Karakteristik Arsitektur Rumah Tradisional Batak Toba
Rumah Tradisional Batak Toba ada dua jenis yaitu, rumah adat
yang digunakan sebagai rumah tinggal yang disebut ruma atau jabu
( bahasa batak yang berarti rumah ) dan ada pula yang yang digunakan
khusus penyimpanan ( lumbung ) yang disebut sopo ( bahasa batak yang
berarti tempat penyimpanan )
Ruma atau jabu, kaya dengan simbolisasi dan berfungsi sebagai
pusat mistis dari sebuah klan atau keluarga dan merupakan simbol utama
dari identitas suku
Bentuk jabu dan sopo sangat mirip. Bahkan dalam hal ukuran,
kadangkala ukuran sopo hampir sama dengan jabu. perbandingan antara
konstruksi jabu dengan sopo dan menyimpulkan bahwa karakteristik sistem
struktur rumah atau jabu merupakan „warisan‟ atau meniru dari sopo. Hal ini
karena suku Batak Toba memiliki tradisi kuno mengubah sopo yang semula
merupakan lumbung padi menjadi rumah atau jabu bila terjadi penambahan
jumlah penduduk.
1. Ruma Nabolon .
Rumah adat yang digunakan sebagai tempat tinggal ini
bernama bolon yang diambil dari kepercayaan dewa Debata
Mulajadi Nabolon yang melambangkan rumah adat tempat tinggal
tersebut.
1. Tipologi
Tipologi rumah adat tradisional batak toba adalah jenis
rumah panggung dan berkolong. Dimana lantainya bukan di atas
tanah melainkan di atas tiang. Untuk masuk kedalam rumah orang
harus menundukkan kepala karena terdapat balok melintang yang
12
menandakan bahwa orang yang berkunjung harus menghormati
pemilik rumah.
Pada anak tangga jumlahnya harus ganjil yaitu 5, 7, 9. Hal
hal ini berhubungan dengan adanya cerita yang beredar pada
masyarakat waktu itu bahwa anak tangga genap hanya digunakan
oleh bekas budak saja.
Ruma melambangkan makro kosmos dan mikrosmos yang
terdiri dari adanya tri tunggal benua yaitu :
a) Benua atas , dilambangkan dengan atap rumah yang
dipercayai sebagai tempat Dewa.
b) Benua tengah dilambangkan dengan lantai dan dinding
yang di jadikan tempat tinggal Manusia.
c) Benua bawah dilambangkan dengan kolong yang di
percaya sebagai tempat kematian
Gbr : pembagian benua, pada ruma Nabolon
13
2. Bentuk struktur dan Bagian-bagian ruma nabolon .
a. Pondasi
Pondasi rumah batak toba menggunakan jenis pondasi cincin, dimana
batu sebagai tumpuan dari kolom kayu yang berdiri diatasnya. Tiang-tiang
berdiameter 42 - 50 cm berdiri diatas batu ojahan struktur yang fleksibel,
sehingga tahan terhadap gempa. Tiang yang berjumlah 18 mengandung
filosofi kebersamaan dan kekokohan pengunaan pondasi umpak karena
pada waktu tersebut masih banyaknya batu ojahan dan kayu gelonggong
dalam jumlah yang besar. Dan belum ditemukannya alat perekat seperti
semen.
b. Pintu
Pintu, lebarnya 80 cm dan tingginya 1,5 m, dikelilingi dengan ukiran,
lukisan dan tulisan dan dengan dua kepala singa pada ambang pintu.
Terdapat dua jenis gorga, yaitu gorga jorgom
c. Dinding
Dinding pada rumah batak toba miring, agar angin mudah masuk
Tali-tali pengikat dinding yang miring disebut tali ret-ret, terbuat dari ijuk
atau rotan. Tali pengikat ini membentuk pola seperti cicak yang
mempunyai 2 kepala saling bertolak belakang, maksudnya ialah cicak
dikiaskan sebagai penjaga rumah, dan 2 kepala saling bertolak belakang
melambangkan semua penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan
saling menghormati.
14
Gbr tampak samping dinding Nabolon
d. Badan Rumah
Badan rumah terletak dibagian tengah atau dalam mitologi
batak disebut dunia tengah, dunia tengah melambangkan tempat
aktivitas manusia seperti masak, tidur, bersenda gurau. Bagian badan
rumah dilengkapi hiasan berupa ipon ipon untuk menolak bala.
Bahan-bahan bangunan terdiri dari kayu dengan tiang-tiang
yang besar dan kokoh. Dinding dari papan atau tepas, lantai juga dari
papan sedangkan atap dari ijuk. Tipe khas rumah adat Batak Toba
adalah bentuk atapnya yang melengkung dan pada ujung atap sebelah
depan kadang-kadang dilekatkan tanduk kerbau, sehingga rumah adat
itu menyerupai kerbau. Punggung kerbau adalah atap yang
melengkung, kaki-kaki kerbau adalah tiang-tiang pada kolong rumah.
Sebagai ukuran dipakai depa, jengkal, asta dan langkah seperti ukuran-
ukuran yang pada umumnya dipergunakan pada rumah-rumah
tradisional di Jawa, Bali dan daerah-daerah lain.
Pada umumnya dinding rumah merupakan center point, karena
adanya ukirukiran yang berwarna merah, putih dan hitam yang
merupakan warna tradisional Batak.
15
Gbr: Tampak depan rumah Nabolon
Ruma Gorga Sarimunggu yaitu ruma gorga yang memiliki
hiasan yang penuh makna dan arti. Dari segi bentuk, arah motif dapat
dicerminkan falsafah maupun pandangan hidup orang Batak yang suka
musyawarah, gotong royong, suka berterus terang, sifat terbuka,
dinamis dan kreatif.
Ruma Parsantian didirikan oleh sekeluarga dan siapa yang jadi
anak bungsu itulah yang diberi hak untuk menempati dan merawatnya.
Di dalam satu rumah dapat tinggal beberapa keluarga , antara keluarga
bapak dan keluarga anak yang sudah menikah. Biasanya orangtua tidur
di bagian salah satu sudut rumah. Seringkali keluarga menantu tinggal
bersama orangtua dalam rumah yang sama.
Rumah melambangkan makrokosmos dan mikrokosmos yang
terdiri dari adanya tritunggal benua, yaitu : Benua Atas yang ditempati
Dewa, dilambangkan dengan atap rumah; Benua Tengah yang
ditempati manusia, dilambangkan dengan lantai dan dinding; Benua
Bawah sebagai tempat kematian dilambangkan dengan kolong. Pada
jaman dulu, rumah bagian tengah itu tidak mempunyai kamar-kamar
dan naik ke rumah harus melalui tangga dari kolong rumah, terdiri dari
lima sampai tujuh buah anak tangga. Bersambung.
16
Gbr : Denah dan potongan melintang Ruma Bolon
Sebelum meletakkan pondasi lebih dahulu diadakan sesajen,
biasanya berupa hewan, seperti kerbau atau babi. Caranya yaitu
dengan meletakkan kepala binatang tersebut ke dalam lubang pondasi,
juga darahnya di tuang kedalam lubang. Tujuannya supaya pemilik
rumah selamat dan banyak rejeki di tempat yang baru.
Ada tiang yang dekat dengan pintu (basiha pandak) yang
berfungsi untuk memikul bagian atas, khususnya landasan lantai
rumah dan bentuknya bulat panjang. Balok untuk menghubungkan
semua tiang-tiang disebut rassang yang lebih tebal dari papan.
Berfungsi untuk mempersatukan tiang-tiang depan, belakang, samping
kanan dan kiri rumah dan dipegang oleh solong-solong (pengganti
paku). Pintu kolong rumah digunakan untuk jalannya kerbau supaya
bisa masuk ke dalam kolong.
Tangga rumah terdiri dari dua macam, yaitu : pertama, tangga
jantan (balatuk tunggal), terbuat dari potongan sebatang pohon atau
tiang yang dibentuk menjadi anak tangga. Anak tangga adalah lobang
pada batang itu sendiri,berjumlah lima atau tujuh buah. Biasanya
17
terbuat dari sejenis pohon besar yang batangnya kuat dan disebut
sibagure. Kedua, tangga betina (balatuk boru-boru), terbuat dari
beberapa potong kayu yang keras dan jumlah anak tangganya ganjil.
Tiang-tiang depan dan belakang rumah adat satu sama lain
dihubungkan oleh papan yang agak tebal (tustus parbarat), menembus
lubang pada tiang depan dan belakang. Pada waktu peletakannya, tepat
di bawah tiang ditanam ijuk yang berisi ramuan obat-obatan dan telur
ayam yang telah dipecah, bertujuan agar penghuni rumah terhindar
dari mara bahaya.
e. Atap
Atap Rumah bolon mengambil ide dasar dari punggung
kerbau, bentuknya yang melengkung menambah nilai
kaerodinamisanya dalam melawan angin danau yang kencang. Atap
terbuat dari ijuk, yaitu bahan yang mudah didapat didaerah setempat.
Suku batak menganggap Atap sebagai sesuatu yang suci, sehingga
digunakan untuk menyimpan pusaka mereka.
Gbr : punggung kerbau yang di jadikan transformasi bentuk atap ruma adat Nabolon
2. Susunan Ruangan.
18
Pada rumah adat Batak Toba tidak dijumpai sekat sebagai batas sama lain.
Karena tidak ada kita jumpai dinding yang membatasi kamar-kamarnya, ini bisa
mencerminkan sifat orang batak yang terbuka dan suka berterus terang. Namun
demikian ruangan terbuka tersebut di beri nama masing-masing untuk pengaturan
tempat tinggal penghuninya sesuai dengan struktur dalihan natolu: juga untuk tempat
duduk para tamu yang datang. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar lantai rumah
adat orang Batak, beserta susunan ruanganya.
Gbr : pola pembagian susunan ruangan pada Nabolon
a. Sopo.
Sargeant & Saleh (1973), mendeskripsikan sopo sebagai
bangunan dengan 3 tingkat lantai (level). Lantai tanah di kolong
rumah digunakan untuk kandang ternak. Lantai kedua berjarak
±1.60 m di atas tanah, merupakan lantai untuk aktivitas sehari-hari
atau tempat para pemuda tidur di malam hari. Lantai ketiga
merupakan loteng di bawah atap yang ditopang tiang kokoh yang
19
berjumlah biasanya 6 buah, digunakan untuk menyimpan beras.
Sedangkan ruma dikenali dengan adanya tangga dan pintu tingkap
di lantai, meskipun ada beberapa rumah yang memiliki tangga dan
pintu masuk di depan; serta dinding yang melingkupi ruang dalam.
Tinggi lantai dari atas tanah ±1.60 m dan kolong juga digunakan
untuk kandang hewan ternak.
Tahapan membangun ruma dijelaskan dalam Boer (1920),
dimulai dengan memilih kualitas kayu melalui uji suara batang
kayu. Batang kayu yang bersuara paling jernih ketika dipukul akan
diletakkan pada pojok kanan rumah, atau posisi A pada Gambar
2.11. Terbaik kedua akan diletakkan pada posisi O, kemudian
posisi G dan yang paling jelek diletakkan pada posisi H. Peletakan
kolom ini selaras dengan pembagian ruang dimana pemilik rumah
akan tidur di pojok kanan rumah (Jabu bona) dekat perapian, sisi
terpenting dari rumah ada di sebelah kanan. Setelah memosisikan
dan mendirikan keempat tiang pada posisi masing-masing,
selanjutnya tiang yang lainnya akan didirikan dan dijajarkan dari
bagian depan rumah.
Gambar 2.11 Denah peletakan kolom pada jabu
Sumber: Boer (1920)
20
Rumah tempat penyimpanan sopo di kerjakan secara gotong
royong sesuai dengan prinsip prinsip adat.Bahan bahan
bangunan yangdigunakan di perbuat dari kayu dengan tiang
tiang yang besar da kokoh,tipeya seperti rumah tempat
tinggal.Pada ujung atapnya sebelah muka sering diletakan
tanduk kerbau jantan
Rumah tempat penyimpanan(lumbung) letaknya persis
dihadapan tapi ada juga di samping rumah tempat tinggal yang
hanya diantarai halaman rumah lebih kurang 10 atau 20
m,maksudnya agar lumbung dapat di awasi sewaktu waktu
oleh pemiliknya dari tempt tinggalnya
1.Tipologi
Tipologi sopo adalah seperti halnya rumah adat tempat tinggal
yakni jenis rumah panggung atau berkolong.Lantainya bikan
di atas kolong tetapi di dekat atap Dari kolong orang masuk ke
sopo harus memakai tangga,pertama yakni tangga yang
menhubungkan tanah dengan lantai sopo dan kedua tangga
yang menghubungkan lantai sopo dengan lantai atas inilah
pada umumnya yang dipergunakan sebagai tempat menyimpan
dan jumlah anaktangganyapun harus ganjil yaitu antara
5,7,dan 9. Bentuk sopo terdiri dari tga bagian yaitu:bagian
bawah disebut kolong sebagai tempat ternak,bagian tengah di
atas kolong mempunyai lantai digunakan sebagai tempat
menenun,menganyam dan lain lain dan bagian atas terdapat
ruangan antara lantai tas dengan atap dan digunakan sebagai
tempat padi dan lain lain. Hal ini melambangkan tri tunggal
benua juga seperti halnya ruah tempat tinggal,ada kalanya
21
sopo dijadikan tempat tinggal dengan melengketkan dengan
halnya melengketkan dinding pada tiap-tiap sisi.
A. Bentuk bagian – bagian.
Pada umumnya bentuk bagian – bagian yang terdapat pada rumah
hampir sama dengan sopo, kalaupun ada perbedaan itu ihanya perbedaan
kecil saja. Di samping itu ada juga bentuk bagian – bagian yang terdapat
ruma, tetapi tidak ada pada sopo dan sebaliknya. Kalau di perhatikan denah
dari sopo, jenis sopo siualu sopo yang jumlah tiangnya delapan lebar 5,875
m dan panjang 10,725 m/
Tiang soo bentuknya bulat, pangkalnya ke atas ujungnya ke bawah
yakni ke pondasi atau batu ojahan. Tiang ini makin ke atas makin besar
sedang makin ke bawah makin kecil. Garis menengah pada umumnya 15
inci 40 cm, tinggi 3,45 m di ukur mulai dari atas batu ojahan. Sedang batu
ojahan tingginya dan tanah 0,50 m.
Sopo siualu, tiang besarnya berjumlah delapan, empat di sebelah kana
dan empat di sebelah kiri. Tiang-tiang pembantu berjumlah dua puluh
enam, yakni tiga belas di sebelah kanan dan tiga belas di sebelah kiri dan
tambah lagi dengan tiang pembantu yakni 6 di muka dan 6 di belakang.
Jadi secara keseluruhan tiang pembantunya berjumlah 2 x 13 + 2 x 6 buah
= 38 buah, di samping tiang rumahnya delapan buah, tinggi tiang pembantu
1,95 m garis tengah 8 inci 20 cm, bentuknya bulat.
22
Gambar denah sopo
23