artikel paulina jd

15
SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 1 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN TERBUKA DAN JARAK JAUH Paulina Pannen Timbul Pardede PERKEMBANGAN SISTEM PTJJ Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh (PTJJ) diartikan sebagai pendidikan yang didasarkan pada keterpisahan antara siswa dan pengajar dalam ruang dan waktu, pemanfaatan (paket) bahan belajar (multimedia) yang dirancang dan diproduksi secara sistematis, adanya komunikasi tidak terus menerus (non contagious) antara siswa dengan siswa, tutor, dan organisasi pendidikan melalui beragam media, serta adanya penyeliaan dan pemantauan yang intensif dari suatu instansi pendidikan yang menyebabkan pendidikan bersifat fleksibel dapat dilakukan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja (Pannen dalam Belawati, 1999). Istilah PTJJ berasal dari dua istilah yang berbeda, yaitu pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh. Pendidikan terbuka membuka kesempatan belajar kepada segala lapisan dan kelompok masyarakat sehingga memungkinkan mereka lebih memiliki kebebasan pilihan dalam belajar. Dalam hal ini, termasuk juga membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat terhadap pendidikan, dan menyediakan kesempatan yang lebih besar bagi siswa untuk mengendalikan pengelolaan proses belajar, melalui sistem registrasi terbuka (tanpa batas usia, latar belakang pendidikan, dll.), sistem belajar terbuka (melalui strategi belajar yang beraneka ragam, di mana saja, kapan saja), dan sistem ujian yang terbuka (kapan saja, di mana saja). Sementara itu, pendidikan jarak jauh bercirikan keterpisahan antara siswa dengan guru/dosen, proses belajar terjadi melalui beragam media pembelajaran lintas ruang dan waktu, serta terorganisasikan secara sistematis. Namun demikian, PTJJ sebagai satu kesatuan makna digunakan secara umum untuk mengartikan pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh, terutama setelah pendidikan jarak jauh diperkaya oleh kemudahan-kemudahan yang diperoleh dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang menjadikan pendidikan jarak jauh suatu pendidikan yang fleksibel dan terbuka bagi siapa saja, di mana saja, kapan saja, lintas ruang dan waktu. Sistem PTJJ pada awalnya didominasi oleh bentuk pendidikan koresponden yang menggunakan bahan ajar cetak standar yang diproduksi secara massal untuk mencapai keuntungan ekonomis (economies of scale). Praktek ini sangat menekankan isu aksesibilitas dalam sistem PTJJ, karena keinginan untuk meningkatkan akses terhadap pendidikan menjadi pemicu utama di banyak negara untuk menyelenggarakan sistem PTJJ (Garrison, 1993). Di samping akses, isu pemerataan kualitas pendidikan juga menjadi landasan bagi penyelenggaraan sistem PTJJ. Dalam hal ini, interaksi dalam proses belajar jarak jauh untuk

Upload: educational-technology

Post on 08-Aug-2015

68 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 1

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN TERBUKA

DAN JARAK JAUH

Paulina Pannen

Timbul Pardede

PERKEMBANGAN SISTEM PTJJ

Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh (PTJJ) diartikan sebagai pendidikan yang

didasarkan pada keterpisahan antara siswa dan pengajar dalam ruang dan waktu, pemanfaatan

(paket) bahan belajar (multimedia) yang dirancang dan diproduksi secara sistematis, adanya

komunikasi tidak terus menerus (non contagious) antara siswa dengan siswa, tutor, dan

organisasi pendidikan melalui beragam media, serta adanya penyeliaan dan pemantauan yang

intensif dari suatu instansi pendidikan yang menyebabkan pendidikan bersifat fleksibel –

dapat dilakukan siapa saja, di mana saja, dan kapan saja (Pannen dalam Belawati, 1999).

Istilah PTJJ berasal dari dua istilah yang berbeda, yaitu pendidikan terbuka dan pendidikan

jarak jauh. Pendidikan terbuka membuka kesempatan belajar kepada segala lapisan dan

kelompok masyarakat sehingga memungkinkan mereka lebih memiliki kebebasan pilihan

dalam belajar. Dalam hal ini, termasuk juga membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat

terhadap pendidikan, dan menyediakan kesempatan yang lebih besar bagi siswa untuk

mengendalikan pengelolaan proses belajar, melalui sistem registrasi terbuka (tanpa batas usia,

latar belakang pendidikan, dll.), sistem belajar terbuka (melalui strategi belajar yang beraneka

ragam, di mana saja, kapan saja), dan sistem ujian yang terbuka (kapan saja, di mana saja).

Sementara itu, pendidikan jarak jauh bercirikan keterpisahan antara siswa dengan guru/dosen,

proses belajar terjadi melalui beragam media pembelajaran lintas ruang dan waktu, serta

terorganisasikan secara sistematis. Namun demikian, PTJJ sebagai satu kesatuan makna

digunakan secara umum untuk mengartikan pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh,

terutama setelah pendidikan jarak jauh diperkaya oleh kemudahan-kemudahan yang

diperoleh dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang menjadikan

pendidikan jarak jauh suatu pendidikan yang fleksibel dan terbuka bagi siapa saja, di mana

saja, kapan saja, lintas ruang dan waktu.

Sistem PTJJ pada awalnya didominasi oleh bentuk pendidikan koresponden yang

menggunakan bahan ajar cetak standar yang diproduksi secara massal untuk mencapai

keuntungan ekonomis (economies of scale). Praktek ini sangat menekankan isu aksesibilitas

dalam sistem PTJJ, karena keinginan untuk meningkatkan akses terhadap pendidikan menjadi

pemicu utama di banyak negara untuk menyelenggarakan sistem PTJJ (Garrison, 1993).

Di samping akses, isu pemerataan kualitas pendidikan juga menjadi landasan bagi

penyelenggaraan sistem PTJJ. Dalam hal ini, interaksi dalam proses belajar jarak jauh untuk

Page 2: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 2

mempertahankan kualitas menjadi penting (Garrison, 1993). Kualitas pendidikan diukur dari,

salah satunya, ada tidaknya, dan atau tinggi rendahnya frekuensi interaksi/komunikasi satu

arah (presentasi materi ajar), baik dalam bentuk tercetak, terekam, maupun tersiar, dan

interaksi/komunikasi dua arah antara siswa dan institusi penyelenggara program.

Secara umum, praktek PTJJ selalu berusaha menyeimbangkan aspek akses dan kualitas,

termasuk intesifikasi interaksi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi atau (ICT)

telah memungkinkan diseimbangkannya aspek akses dan kualitas ini. Interaksi dua arah

antara siswa dengan institusi dan instruktur/tutor sekarang dengan “mudah” dan relatif cepat

dapat dilakukan melalui media elektronik seperti audio/video conferencing, computer

conferencing, maupun surat elektronik (e-mail). Dengan demikian, keterpisahan antara

kegiatan mengajar dengan kegiatan belajar yang menimbulkan suatu jarak psikologis dan

komunikasi dalam proses pembelajaran (Moore, 1993) dapat diminimalkan (Peters, 1993).

Berbeda dari institusi pendidikan tatap muka atau pendidikan konvensional yang banyak

tergantung pada tenaga pengajar (instructor dependent), dan memanfaatkan media dan

teknologi pembelajaran sebagian besar sebagai media penyajian (presentation media), maka

dalam sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh, media dan teknologi pembelajaran

merupakan komponen yang tak terpisahkan, dan seringkali disebut dengan nama ”teknologi

penyampaian”. Proses pembelajaran dalam sistem PTJJ hanya dapat terjadi melalui

pemanfaatan beragam media dan teknologi pembelajaran, sebagai media untuk penyajian,

pengumpulan informasi, interaksi, produksi maupun komunikasi dalam proses pembelajaran.

Sampai saat ini, sistem PTJJ telah mencapai generasi kelima (Taylor, 2001), yang dicirikan

dengan banyaknya institusi pendidikan terbuka dan jarak jauh yang melaksanakan

pembelajaran fleksibel berbasis ICT.

Tabel-1: Perkembangan Sistem PTJJ berdasarkan Media dan Teknologi Pembelajaran

Model Sistem PTJJ

Karakteristik Teknologi Penyampaian

Fleksibilitas Bahan Ajar

yang

Dirancang

Secara

Sistematis

Interak

si

Denga

n

Siswa

Wak

tu

Tempa

t

Kecepat

an

Generasi Pertama

The Correspondence Model

Print (cetak)

Generasi Kedua

The Multimedia Model

Print

Audiotape

Videotape

Computer based learning

(CAI/CAL)

Interactive video

Generasi Ketiga

The Telelearning Model

Audioteleconferencing

Videoconferencing

Audigraphic Communication

Page 3: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 3

Model Sistem PTJJ

Karakteristik Teknologi Penyampaian

Fleksibilitas Bahan Ajar

yang

Dirancang

Secara

Sistematis

Interak

si

Denga

n

Siswa

Wak

tu

Tempa

t

Kecepat

an

Broadcast TV/Radio and

audioteleconferencing

– – – √ √

Generasi Keempat

The Flexible Learning Model

Interactive multimedia (IMM)

online

Internet based access to WWW

resources

Computer mediated communication

(CMC)

Generasi Kelima

The Intelligent Flexible Learning

Model

Interactive multimedia (IMM)

online

Internet based access to WWW

resources

Computer mediated communication

(CMC) using automated response

systems

Campus portal access to

institutional processes and

resources

Sistem PTJJ membuka akses terhadap pendidikan bagi siapa saja, di mana saja, dan kapan

saja. Dengan karakteristik tersebut, sistem PTJJ seringkali dianggap sebagai solusi terhadap

berbagai masalah pendidikan, terutama yang berkaitan dengan pemerataan dan demokratisasi

pendidikan, serta perluasan akses terhadap pendidikan berkualitas kepada seluruh lapisan

masyarakat lintas ruang dan waktu. Melalui berbagai perangkat hukum yang telah

dikeluarkan pemerintah, yaitu SK Mendiknas No. 107/U/2001, dan juga UU Sisdiknas No.

20/2003, sistem PTJJ sudah menjadi bagian yang menyatu dalam dunia pendidikan di

Indonesia, dan menjadi pilihan bagi masyarakat untuk memperoleh akses terhadap

pendidikan, termasuk pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Situasi ini mendorong

berbagai institusi pendidikan, terutama pendidikan tinggi, untuk berpartisipasi aktif dalam

PTJJ.

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM IMPLEMENTASI PTJJ

1. Pendidikan Masal dan Terdistribusi

Isu utama dalam PTJJ adalah akses, pemerataan dan kualitas. Melalui sistem PTJJ, setiap

orang dapat memperoleh akses terhadap pendidikan berkualitas tanpa harus

meninggalkan keluarga, rumah, pekerjaan, dan tidak kehilangan kesempatan berkarir. Di

Page 4: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 4

samping akses, sistem PTJJ juga meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan bagi

setiap orang. Sifat masal sistem PTJJ dalam mendistribusikan pendidikan melalui

kurikulum, materi pembelajaran, proses pembelajaran, layanan belajar, dan evaluasi

pembelajaran yang terstandar, menjadikan pendidikan berkualitas dapat dinikmati oleh

berbagai kalangan lintas ruang dan waktu.

Namun demikian, berlandaskan pada tiga isu utama tersebut, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam PTJJ, sebagai berikut.

a. Fokus

Pertumbuhan penduduk dunia menyebabkan meningkatnya jumlah siswa dalam

sistem pendidikan, meningkatnya jumlah pendidik dan tenaga kependidikan yang

diperlukan, dan meningkatnya kapasitas pendidikan yang diperlukan. Bahkan

kapasitas pendidikan ini juga diperluas kepentingannya dengan isu peningkatan

keterampilan yang berkelanjutan (karena perubahan yang terus menerus terjadi dan

serba cepat), serta isu-isu sosial ekonomi lainnya. Dalam situasi seperti ini, sistem

PTJJ sudah merupakan sistem yang saling melengkapi dengan sistem pendidikan

konvensional, bukan lagi pilihan.

Keluwesan yang dijanjikan oleh sistem PTJJ telah memicu pemikiran yang lebih luas

tentang PTJJ. Bila pada era masyarakat industri selama tiga dasawarsa terakhir sistem

PTJJ hanya merupakan jalan untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan

tenaga kerja terampil melalui upaya pemerataan akses pendidikan, terutama

pendidikan formal pada jenjang pendidikan tinggi (sarjana), maka pada era pasca

industrialisasi (post-industrial society), sistem PTJJ telah jauh berkembang ke arah

peningkatan kualitas hidup manusia, seperti berorientasi pada self-realization

(pencarian diri) dan pemenuhan kebutuhan personal untuk meningkatkan kebahagiaan

dan kenikmatan hidup (Peters, 1993). Kebutuhan akan pendidikan tidak lagi hanya

pada saat usia tertentu, atau kelompok tertentu, tetapi menjadi kebutuhan semua orang

secara berkelanjutan tanpa terbatas pada individu usia „sekolah‟. Di samping itu,

pesatnya perkembangan teknologi dan industri jasa juga mengakibatkan perubahan

jenis dan bentuk keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja (Peters, 2000). Hal

ini mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan pendidikan profesional yang

berkelanjutan yang akhirnya mengubah persepsi tentang konsep PTJJ dari sekedar

distance training menjadi pendidikan berkelanjutan terbuka (open continuing

education).

Tantangan yang dihadapi oleh sistem pendidikan, baik itu konvensional maupun

terbuka pada saat ini, bukan lagi pada berapa jumlah mahasiswa, tetapi pada apa yang

akan menjadi fokus dari suatu sistem pendidikan. Dalam hal PTJJ, fokus apa yang

akan diutamakan? Apakah PTJJ akan menjadi perpanjangan tangan dari sistem

pendidikan konvensional? Apakah PTJJ memiliki fokus khusus, misalnya untuk

pendidikan guru prajabatan, pendidikan guru dalam jabatan, pemberantasan buta

aksara, peningkatan kualitas teknisi dan operator, pendidikan berkelanjutan segala

bidang?

Mengapa fokus ini menjadi penting? Penelitian tentang PTJJ menunjukkan bahwa

PTJJ bukanlah obat mujarab bagi semua permasalahan pendidikan, begitu juga sistem

pendidikan konvensional. Artinya, setiap institusi, dengan sistem apapun yang

digunakan, perlu melakukan evaluasi diri atas kekuatan, kelemahan, tantangan, dan

peluang yang dimiliki. Setiap sistem pendidikan, setiap institusi pendidikan, tidak

Page 5: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 5

mampu menjadi segalanya, bahkan tidak mampu menjadi penawar bagi setiap

permasalahan yang muncul.

Di samping itu, jika ditinjau dari berbagai perkembangan sosial ekonomi global,

kebutuhan akan pendidikan tidaklah akan berkurang, bahkan selalu bertambah dari

sisi kuantitas, kualitas, maupun bidang. Angka partisipasi kasar di perguruan tinggi,

yang pada tahun 2004 baru mencapai 14,26%, diharapkan dapat menjadi 20% pada

tahun 2009 (dari jumlah penduduk yang terus bertambah). Dalam situasi ini, setiap

sistem pendidikan, termasuk PTJJ perlu memikirkan fokusnya, dan ke arah mana ia

akan berkembang. Lebih lanjut, PTJJ yang memanfaatkan ICT memperoleh tantangan

yang lebih luas lagi untuk menentukan fokus, berdasarkan kemampuan struktur

informasi (information structure) dan infrastruktur ICT, untuk mampu menangkap

peluang dari sisi kuantitas, kualitas, maupun bidang.

b. Kurikulum

“… in a world that is shrinking as it is globalizing university, curriculum

cannot limit its vision to the university paradigm alone. It has to respond to

national as well as global needs”.

Perubahan kurikulum bukan merupakan hal yang baru bagi sebuah sistem pendidikan.

Namun demikian, perubahan yang dialami dalam satu dasawarsa terakhir ini membuat

perubahan kurikulum menjadi semakin penting dan sensitif. Peningkatan daya saing

bangsa yang diserukan dalam HELTS 2003-2010, dan juga visi “Insan Indonesia

Cerdas dan Kompetitif” 2025, pada dasarnya menyerukan perubahan kurikulum yang

bukan semata-mata dilakukan untuk kepentingan institusi, tetapi juga kepentingan

negara dan kepentingan global. Empat pilar dalam kerangka kerja pendidikan dari

UNESCO memicu terjadinya perubahan dalam kurikulum sistem pendidikan di

Indonesia pada akhir abad ke 20 dan awal abad 21 dengan diperkenalkannya

kurikulum berbasis kompetensi.

Sementara itu perangkat kebijakan yang telah dikeluarkan dalam upaya mewujudkan

UU Sisdiknas 20/2003 menunjukkan otonomi institusi pendidikan untuk

mengembangkan kurikulum berbasiskan pada standar kompetensi yang ditetapkan.

Pada saat inilah, institusi pendidikan tinggi dihadapkan pada pilihan-pilihan dalam

memperbaiki kurikulumnya, yaitu antara keluwesan untuk belajar (flexibility to learn

and relearn) dan kemantapan serta kekuatan akademis (academic rigor).

Kurikulum yang diharapkan adalah kurikulum yang mampu menjadikan seorang

lulusan yang kreatif, percaya diri, memiliki integritas dan kesungguhan dalam

berkarya, profesional, mampu berkomunikasi, dan kompeten secara sosial, di samping

menguasai bidang ilmu yang ditekuninya. Pemenuhan tuntutan tersebut bukan diukur

semata-mata oleh keberhasilan lulusan, tetapi juga oleh kepuasan pengguna lulusan,

kepuasan dan pengakuan masyarakat terhadap kualitas lulusannya, serta kualitas

lulusannya sebagai pelajar sepanjang hayat, yang pada akhirnya akan menunjukkan

akuntabilitas institusi pendidikan.

Dalam sistem pendidikan masal dan terdistribusi, perubahan kurikulum yang

dilakukan berdasarkan perubahan-perubahan yang ada di luar maupun di dalam

mempersyaratkan upaya yang sistematis. Perubahan kurikulum tidak dapat terjadi

setiap saat dikehendaki, namun perlu melalui upaya perencanaan yang panjang dan

sistemik. Rigorous planning activities merupakan salah satu ciri dari sistem PTJJ.

Sifat masal sistem PTJJ menyebabkan perencanaan setiap perubahan haruslah

Page 6: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 6

menyeluruh (comprehensive), rinci (detailed) dan sistemik (systemic). Pengalaman

menunjukkan bahwa proses perubahan memerlukan waktu yang lama, karena setiap

langkah harus dilakukan dengan disiplin yang tinggi, dan terdokumentasi dengan rapi.

Dalam pengembangan mata kuliah baru, misalnya, dibutuhkan waktu minimal 2

tahun. Sementara itu, pengembangan kurikulum memerlukan waktu minimal 3-4

tahun, sehingga siklus kurikulum menjadi minimal 5 tahun dalam sistem PTJJ.

Di samping itu, dengan sifat terdistribusi, sistem PTJJ diharapkan memiliki kurikulum

standar yang berlaku umum lintas ruang dan waktu. Dengan demikian, tidak ada

perbedaan kualitas akademik di mana pun siswa berada. Hal ini dengan sendirinya

memerlukan perancangan kurikulum yang sangat unik agar dapat berlaku di mana-

mana dengan standar yang sama, namun masih tetap dapat mewadahi kebutuhan lokal

lintas geografis di mana siswa berada. Dalam hal ini, kurikulum berbasis kompetensi,

bagi sistem PTJJ bukanlah hal yang baru, tetapi sudah diterapkan sejak awal. KBK

memberikan kemungkinan bagi sistem PTJJ untuk luwes dalam mewadahi kebutuhan

lokal, berdasarkan kerangka akademik yang standar untuk mencapai kompetensi akhir

yang standar lintas ruang dan waktu.

c. Bahan Ajar, Hak Cipta dan Kekayaan Intelektual

Bahan ajar merupakan jantung hati dari sistem PTJJ, yang hadir dalam berbagai

format media: cetak, audio, video, komputer, maupun multimedia yang terintegrasi

dalam e-learning. Selain itu, sistem PTJJ juga membawa perubahan dalam hal sistem

penyampaian atau sistem pembelajaran, mulai dari guided learning, independent

learning, sampai ke blended learning.

Selanjutnya, sistem PTJJ membuka kesempatan bagi institusi pendidikan untuk

memperoleh bahan ajar dengan cara membuat sendiri atau menggunakan yang sudah

ada (beli dari toko buku, dapat dari internet, dll.). Dalam proses pengembangan dan

pengadaan bahan ajar inilah, isu hak cipta dan kekayaan intelektual menjadi penting.

Pengembangan bahan ajar dalam sistem PTJJ tidak mungkin hanya melibatkan satu

orang ahli saja, tetapi biasanya melibatkan satu tim pengembang. Kerjasama tim yang

baik akan melahirkan kualitas bahan ajar yang tinggi. Namun, bahan ajar tadi milik

siapa? Siapa yang berhak memperoleh hak cipta? Siapa pemilik kekayaan intelektual

dari bahan ajar tersebut? Institusi? Tim? Narasumber ahli bidang ilmu?

Lalu bagaimana dengan pengembangan bahan ajar yang menggunakan bahan yang

sudah ada? Isu copyright versus copyleft? Public domain versus personal domain?

White paper versus restricted paper? Penghargaan dan kredit? Plagiarism?

2. Proses Pembelajaran (Tutorial Dan Praktek)

Salah satu ciri PJJ adalah keterpisahan antara pebelajar dan dosen. Hal ini membawa

implikasi bahwa proses pembelajaran berlangsung secara jarak jauh, sehingga pebelajar

untuk menerjadikan interaksi pembelajaran sangat bergantung pada pebelajar sendiri.

Interaksi yang yang dimaksud dapat berupa interaksi antara pebelajar dan sumber belajar,

antara pebelajar dengan pebelajar, dan interaksi antara pebelajar dengan lembaga

pendidikan sebagai pengelola. Agar semua bentuk interaksi tersebut dapat terjadi, pihak

penyelenggara pendidikan yang memfasilitasinya. Pebelajar diberi otonomi untuk

menentukan proses pembelajaran, tutor/dosen dan pengelola menyediakan berbagai

layanan bantuan belajar.

Page 7: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 7

Pembelajaran dalam SPJJ tidak dilakukan melalui perkuliahan tatap muka sebagaimana

halnya di perguruan tinggi SPK, akan tetapi dilakukan secara mandiri dengan

memanfaatkan berbagai media belajar. Belajar secara mandiri bukan berarti pebelajar

harus belajar sendiri, tetapi mereka dapat belajar secara berkelompok dan terbimbing

dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada.

a. Belajar Mandiri

Belajar mandiri adalah proses belajar yang terjadi atas prakarsa sendiri. Dengan

demikian, keberhasilan pebelajar akan sangat dipengaruhi oleh disiplin, kreativitas,

dan ketekunan belajar. Agar pebelajar dalam belajar mandirinya, pebelajar harus

memiliki keterampilan menyusun jadual belajar, mengatur variasi belajar, melakukan

belajar sistematik, membuat catatan, mengatur kebiasaan belajar, meninjau hasil

belajar, serta mengerjakan tes dan ujian. Untuk dapat melaksanakan program belajar

mandiri secara efisien dan efektif, setiap pebelajar harus menyusun jadual kegiatan

belajar harian dan melaksanakannya secara teratur dan disiplin. Dengan memiliki

jadual harian, pebelajar akan dapat merencanakan kapan bagian demi bagian dari

suatu mata kuliah harus selesai dipelajari, sehingga dapat disesuaikan dengan jadual

bimbingan belajar dan ujian. Perencanaan ini dapat juga dilakukan satu paket mata

kuliah, yang terdiri dari beberapa bagian, ditambah dengan media pendukung lainnya.

b. Belajar Terbimbing

Dalam upaya membantu pebelajar berhasil dalam belajarnya, institusi PJJ

menyediakan berbagai bantuan atau bimbingan belajar. Melalui kegiatan terbimbing

ini, diharapkan pebelajar dapat berinteraksi dengan bidang ilmu, melalui media,

dengan tutor, atau dengan pelajar lainnya.

Interaksi dengan Media

Agar terjadi interaksi pebelajar dengan media, bahan ajar dirancang khusus untuk

dapat dipelajari secara mandiri. Bahan ajar diberikan kepada pebelajar dalam bentuk

paket, yang terdiri dari bahan ajar utama dan bahan pendukung, baik yang

terintegrasi maupun yang merupakan sumplemen bagi bahan ajar utama. Saat ini,

pada umumnya bahan ajar utama berupa media cetak. Sementara bahan pendukung

dapat berupa media cetak maupun non-cetak. Untuk substansi materi yang menuntut

pebelajar menguasai keterampilan khusus, bahan ajar utama disertai dengan kaset

video, dan yang lebih menekankan pada kemampuan mendengar atau membutuhkan

penjelasan lisan, bahan ajar utama disertai dengan program audio. Dengan

demikian, pebelajar dapat belajar atau berinteraksi dengan bidang ilmunya melalui

berbagai media.

Tutorial

Tutorial adalah suatu proses pemberian bantuan dan bimbingan belajar dari

seseorang kepada orang lain (Cohen, Kirk, dan Dikson, 1972). Dalam kaitannya

dengan PJJ, tutorial merupakan program bantuan dan bimbingan belajar untuk

membantu pebelajar memecahkan berbagai masalah belajar melalui tambahan

informasi, diskusi, dan kegiatan lain, meningkatkan motivasi pebelajar untuk belajar

dan menyelesaikan studi, serta menumbuhkan kemamapuan pebelajar untuk belajar

mandiri.

Page 8: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 8

Tutorial merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran pebelajar dalam PJJ.

Dalam tutorial terkandung berbagai aspek, yaitu bantuan belajar, interaksi tutor

dengan pebelajar, dan interaksi pebelajar dengan pebelajar. Terdapat lima modus

tutorial yang pada umumnya dikenal, yaitu tutorial tatap muka, tutorial tertulis

melalui surat-menyurat, tutorial tersiar melalui radio dan televisi (secara terbatas),

tutorial terekam melalui kaset audio, video, dan berbantuan computer (Computer

Assisted-Instruction/ CAI), serta tutorial elektronik melalui fax, internet, dan fax-

internet. Pada dasarnya, pebelajar memiliki kebebasan untuk memilih layanan

tutorial yang paling tepat untuk dirinya sendiri.

Kelompok Belajar

Untuk mendukung keberhasilan belajar mandiri, pebelajar dapat membentuk

kelompok belajar. Pebelajar yang tempat tinggal atau tempat kerjanya bagi yang

telah bekerja berdekatan dapat membentuk kelompok belajar. Melalui kelompok

belajar, pebelajar dapat saling menyampaikan informasi, belajar bersama untuk

memecahkan berbagai persoalan belajar dan pembelajaran, melakukan diskusi atau

presentasi hasil mempelajari bahan ajar; serta merancang dan melaksanakan

kegiatan sosial di antara pebelajar.

c. Pemanfaatan Sumber Belajar

Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas belajar mandiri dan terbimbing, institusi

PJJ menyediakan berbagai sumber belajar. Sumber belajar yang dimaksud berupa

bahan ajar utama maupun pendukung, referensi lain yang relevan, tutor atau instruktur

untuk praktek/praktikum, laboratorium tempat praktikum, bengkel kerja, klinik

pembelajaran. Pemanfaatan sumber belajar perlu dirancang secara khusus, sehingga

menjadi bagian yang terpadu dengan proses pembelajaran keseluruhan.

3. Penilaian Hasil Belajar (Ujian Masal)

Karakteristik PTJJ yang unik dari berbagai aspek penyelenggaraannya juga menyebabkan

penyelenggaraan proses penilaian hasil belajar dalam sistem PTJJ unik. Proses asesmen

dalam sistem PTJJ tidak dapat dilakukan dengan pengamatan langsung oleh dosen, tetapi

harus dilaksanakan dalam sistem jarak jauh dan bersifat impersonal. Di samping itu, sifat

massal dan terdistribusi dari sistem PTJJ menyebabkan penyelenggaraan asesmen dalam

sistem PTJJ juga bersifat masal (large scale assessment), dan fleksibel.

Keterkelolaan (managability) menjadi salah satu indikator dari penyelenggaraan proses

asesmen secara jarak jauh. Pengelolaan asesmen dalam sistem PTJJ haruslah efisien dan

efektif. Untuk efisien, perlu dipikirkan berbagai bentuk dan jenis assessmen, misalnya

online adaptive testing atau computer assisted testing. Dalam kondisi sistem asesmen

masal, pelaksanaan tes uraian tertulis maupun lisan hampir tidak dimungkinkan, kecuali

dengan berbantuan komputer dan jaringan (virtual assessment). Tanpa bantuan komputer

dan jaringan, maka asesmen masal menggunakan tenaga manusia tidak dapat dihindari.

Isu keterkelolaan juga menjadi salah satu alasan untuk pengembangan bank soal dalam

sistem PTJJ, depositori sejumlah soal yang diorganisasikan secara sistematis untuk dapat

digunakan berkali-kali pada saat asesmen yang berbeda dengan penyusunan yang

beragam. Dari bank soal itulah, perangkat soal diambil secara acak, dirakit, dan

digunakan dalam ujian. Penyelenggaraan ujian dimulai dari penggandaan perangkat soal

yang telah dipilih, penataan berdasarkan distribusi mahasiswa, pengiriman naskah ujian

Page 9: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 9

beserta kelengkapannya (daftar hadir, berita acara, dll.), sampai pada pelaksanaan ujian

(distribusi tempat ujian, ketertiban ujian, pengawas, dll).

Pengolahan hasil ujian juga merupakan isu penting dalam penilaian hasil belajar pada

sistem PTJJ. Sifat masal dan terdistribusi menyebabkan pengolahan hasil asesmen harus

terstandar. Standarisasi pengolahan menjadi sangat penting apabila sistem pengolahan

tidak dilakukan secara terpusat, tetapi desentralisasi di berbagai unit lintas geografis. Bila

pola desentralisasi digunakan, maka nilai hasil belajar yang sama harus memiliki arti

yang sama lintas ruang dan waktu. Untuk itu diperlukan prosedur pengolahan hasil

asesmen yang terstandar.

Selain asesmen rutin yang bersifat formatif maupun sumatif, hal lain yang patut

diperhatikan adalah penilaian tugas akhir dan ujian akhir. Penentuan jenis dan bentuk

tugas akhir serta ujian akhir akan sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan ujian

tugas akhir dan atau ujian akhir – manual berbasiskan pengawas, atau termediasi melalui

telepon atau telekonferensi, atau diperlukan persyaratan limited residential.

4. Manajemen Sistem PTJJ

Pengelolaan sistem PTJJ meliputi beberapa hal, yaitu sistem PTJJ, biaya pendidikan,

organisasi, dan kemitraan.

a. Sistem PTJJ

Sistem PJJ diselenggarakan berdasarkan tiga prinsip, yaitu: (1) otonomi dan

kemandirian belajar, (2) prinsip manajemen industri, dan (3) interaksi dan

komunikasi. Prinsip otonomi dan kemandirian belajar menekankan peran pebelajar

untuk belajar secara mandiri. Dosen dan institusi berperan minimal dalam proses

pembelajaran. Bagi institusi, belajar mandiri berarti suatu upaya mengorganisasikan

pembelajaran sehingga pebelajar mempunyai kebebasan dalam belajar. Setiap

pebelajar memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam belajar, dan tidak seorang

pun tidak memperoleh kesempatan karena alasan letak geografis, status sosial

ekonomi, kondisi fisik, pekerjaan, dan sebagainya. Pembelajaran berpusat pada

pebelajar, dan peran institusi atau dosen adalah menciptakan suasana yang kondusif

bagi pebelajar untuk belajar dan memungkinkan pebelajar memiliki akses pada

berbagai macam sumber belajar.

Prinsip manajemen industri dalam PJJ karena terdapat persamaan yang dominan

dengan struktur industri dalam hal rasionalisasi, pembagian kerja, lini perakitan,

produksi massal, persiapan kerja, berorientasi pada tujuan, konsentrasi, dan

sentralisasi. Dalam sistem PJJ memungkinkan partisipasi pebelajar dalam jumlah

besar secara serentak tanpa dihambat oleh tempat tinggal, pekerjaan, dan sebagainya.

Sebagai suatu bentuk industri pembelajaran, PJJ secara struktural berbeda dengan

pendidikan tatap muka.

Prinsip interaksi dan komunikasi bermakna bahwa proses pembelajaran melibatkan

interaksi dan komunikasi antara pebelajar dengan pihak lain seperti teman sejawat,

tutor atau narasumber lain serta interaksi antara pebelajar dengan bahan ajar, baik

melalui media cetak atau non cetak. Bagi pebelajar, interaksi mencakup aktivitas

belajar seperti mengkaji bahan belajar, mendengarkan siaran radio atau audiokaset,

mengikuti siaran televisi, menggunakan komputer, dan mengerjakan latihan mandiri.

Bagi penyelenggara PJJ, interaksi mencakup memberikan bantuan belajar, bimbingan,

tutorial, konseling, menghubungi pebelajar, menyampaikan materi pelajaran

Page 10: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 10

menggunakan media dan sarana telekomunikasi, dan mengarahkan pebelajar dalam

diskusi.

Penetapan sistem PTJJ sangat berpengaruh terhadap sarana dan prasarana yang harus

disediakan oleh institusi pendidikan. Sistem sentralisasi mempersyaratkan adanya

fokus sumberdaya di pusat, sementara unit-unit jarak jauh bersifat perpanjangan

tangan saja atau sebagai unit pendukung. Sementara itu, sistem desentralisasi

memperyaratkan kondisi dan alokasi sumberdaya yang standar lintas unit untuk

proses belajar yang terstandar pula. Begitu juga, sistem PTJJ berbasiskan media cetak

dan audiovisual memerlukan pengelolaan yang berbeda dibandingkan dengan sistem

PTJJ berbasis jaringan (e-learning).

b. Biaya Pendidikan

Sistem PTJJ menuntut investasi awal yang tinggi, serta biaya operasional yang juga

relatif tinggi. Situasi ini akan menyebabkan institusi pendidikan mencari sumber dana

lain yang dapat memenuhi kebutuhan inisiasinya, dan atau melakukan penentuan

prioritas secara cermat.

Yang menjadi masalah dalam hal biaya adopsi sistem PTJJ adalah pada masa transisi

– ketika institusi menjalankan dua sistem sekaligus, sistem konvensional, dan sistem

PTJJ. Hal ini menyebabkan ada dua kelompok biaya yang diperlukan, yaitu biaya

untuk pelaksanaan sistem pendidikan konvensional dan sistem PTJJ. Dalam situasi

seperti ini, biaya operasional pendidikan menjadi sangat tinggi. Pola alokasi beban

biasanya mengarah pada siswa, dan atau pemerintah. Padahal, seperti diketahui, salah

satu faktor yang dijanjikan oleh sistem PTJJ adalah biaya yang relatif rendah bagi

setiap orang untuk belajar di mana saja, dan kapan saja.

Prinsip economies of scale yang menyatakan bahwa biaya berhubungan langsung

dengan jumlah mahasiswa – semakin banyak mahasiswa, semakin rendah biaya,

relatif tidak berlaku dalam sistem PTJJ berbasiskan ICT. Walaupun diprediksikan

oleh banyak ahli bahwa di masa yang akan datang, biaya sistem PTJJ yang

berbasiskan ICT dapat menjadi menurun sekali, terlepas jumlah mahasiswanya

meningkat atau tidak. Misalnya, “palm education” yang sudah dimulai di Amerika

Serikat merupakan perwujudan dari pembelajaran berbasis teknologi komunikasi dan

informasi, yaitu PDA (Personal Digital Assistant) yang harganya relatif semakin

terjangkau oleh masyarakat Amerika Serikat. Di Indonesia, diprediksikan bahwa

dalam waktu 10 tahun mendatang, harga PDA dapat turun mencapai Rp. 80.000,- saja

(Mengko, 2005). Namun tetap saja, pada sisi institusi PTJJ, biaya awal pengembangan

sistem dan pemeliharaannya cukup tinggi.

Komponen biaya sistem PTJJ relatif berbeda dengan komponen biaya pendidikan

konvensional. Ada banyak simpul operasional yang tidak menjadi komponen biaya

dalam pendidikan konvensional tetapi menjadi komponen biaya yang sangat penting

dalam sistem PTJJ. Misalnya tutorial, praktek, akses, ujian, dan lain-lain. Berikut

adalah contoh beberapa komponen biaya sistem PTJJ (Belawati, 2006).

Page 11: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 11

CAPITAL

OPERATIONAL

Academic Administration Maintenance

& Utilities

Land &

Building

Equipment

(include

computer &

peripherals,

audio &

studio

equipment,

copy

machines,

etc.)

Master of course

materials development

(including practicum kit

development)

Course materials

production

Learning support

(include course

materials delivery,

tutorials at a distance,

access to ICT, access to

laboratorium, etc.)

Students assessment

Research and

Development

General and

Academic

administration

Computer-based

administration

(system

development and

maintenance)

Personnel

(salaries &

wages) and

human resources

development

Maintenanc

e

Utilities

Siapa yang membayar biaya-biaya tersebut? Biaya penyelenggaraan sistem PTJJ yang

relatif tinggi, kebanyakan masih menjadi tanggungan pemerintah untuk mencapai

tujuan sosial. Namun demikian, sekarang ini, kecenderungannya biaya

penyelenggaraan menjadi beban yang ditanggung oleh mahasiswa, atau stakeholder

(masyarakat, pemberi beasiswa, dll.).

c. Organisasi

Pada dasarnya ada tiga modus organisasi PTJJ, yaitu modus tunggal (single mode),

modus ganda (dual mode), dan konsorsium. Penyelenggara modus ganda merupakan

institusi pendidikan konvensional yang memberikan layanan pendidikan jarak jauh

atau sebaliknya institusi pendidikan jarak jauh yang memberikan layananan

pendidikan konvensional. Cakupan layanan pada modus ganda biasanya terbatas pada

beberapa program studi atau bahkan beberapa mata kuliah. Institusi PTJJ dengan

model konsor-sium adalah penyelenggaraan PTJJ yang dikembangkan berdasarkan

kolaborasi antarinstitusi pendidikan. Kolaborasi dimaksud merupakan layanan

pendidikan jarak jauh yang diseleng-garakan secara bersama antara institusi

pendidikan jarak jauh dan institusi pendidikan konvensional atau antarinstitusi

pendidikan konvensional. Kolaborasi tersebut dapat berupa penyelenggaraan

program, pengembangan bahan ajar, proses pembelajaran, atau memberikan

sertifikasi secara bersama. Sementara modus tunggal adalah institusi pendidikan yang

sengaja didesain memberikan layanan pendidikan melalui jarak jauh saja. Institusi

pendidikan modus ini memiliki struktur lengkap untuk memberikan layanan

pendidikan serta menawarkan semua program pendidikan. Sebagai contoh

penyelenggara PTJJ dengan modus tunggal adalah Universitas Terbuka.

Telah disampaikankan sebelumnya bahwa salah satu ciri PTJJ adalah

penyelenggaraan pendidikannya dikelola seperti industri. Berbagai subsistem di

dalamnya menyerupai kegiatan industri, seperti subsistem produksi dan reproduksi

bahan ajar, distribusi bahan ajar dan bahan registrasi, serta susbsistem jaringan

komunikasi baik untuk kebutuhan administrasi maupun akademik, termasuk di

Page 12: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 12

dalamnya mengelola jaringan kerjasama yang melibatkan banyak orang dan lembaga

yang terkait.

d. Kemitraan

Sistem PTJJ yang sangat berfokus pada siswa, bersifat fleksibel, memiliki siswa di

berbagai penjuru dunia, adalah tidak mungkin dilaksanakan oleh suatu instansi secara

sendirian, tanpa mitra. Kemitraan, kolaborasi (merger), atau konsorsium merupakan

bentuk-bentuk upaya untuk melaksanakan sistem PTJJ. Kemitraan dilakukan,

terutama dilandaskan pada pertimbangan:

Ekonomi: pengembangan sumber belajar, pendirian pusat layanan bantuan belajar,

infrastruktur untuk menyampaikan bahan ajar merupakan beberapa contoh

komponen PTJJ yang memerlukan biaya investasi awal yang sangat tinggi, yang

dapat menjadi ringan melalui kemitraan

Pola pendaftaran siswa yang berubah: dari sistem paket ke sistem belajar fleksibel

dan modular, menyebabkan ”cost sharing” dalam pengembangan dan penawaran

mata kuliah menjadi pilihan yang menarik.

Pola pembiayaan yang semakin tidak pasti menjadikan alinasi strategis sangat

diperlukan untuk mengurangi resiko.

Tuntutan kurikulum akan nara sumber ahli dalam jumlah tidak sedikit dapat

dipenuhi dengan pemanfaatan staf ahli bersama.

Ketika kompetisi antar institusi pendidikan semakin tinggi, akibat tekanan ekonomi,

perubahan persepsi tentang pendidikan (”pendidikan sebagai komoditas dan bisnis),

maka kemitraan dalam berbagai aspek menjadi sangat penting, termasuk juga dalam

pemasaran jasa dan produk pendidikan, untuk mencapai keuntungan bersama.

5. Penjaminan Mutu

Penjaminan mutu dalam sistem PTJJ merupakan isu hangat yang menjadi perhatian

banyak kalangan. Diakui oleh banyak kalangan bahwa “while technological advances

have led to the exponential rise in ODL offerings, many institutions are launching new

distance programs often without the necessary experience to guide their success”.

Dalam sistem PTJJ, pertanyaan kunci yang perlu menjadi perhatian adalah: Apakah

belajar dapat diterjadikan melalui sistem tersebut? Bagaimana meyakinkan bahwa siswa

yang terpisah dan tanpa pengawasan dari pendidik akan memperoleh pengalaman belajar

yang bermakna melalui interaksinya dengan berbagai sumber belajar yang termediasi

dalam bentuk PTJJ? Mampukah kurikulum, bahan ajar, proses pembelajaran, layanan

belajar, dan evaluasi pembelajaran standar yang disajikan kepada siswa menyebabkan

siswa belajar dan mencapai kompetensi yang seharusnya dimiliki? Fenomena ini

menggeser paradigma akses ke arah penekanan pentingnya interaksi dalam proses belajar

jarak jauh untuk mempertahankan kualitas. Dalam hal ini, kualitas pembelajaran dalam

sistem PTJJ diukur dari ada tidaknya, dan atau tinggi rendahnya frekuensi

interaksi/komunikasi tersebut. Oleh karena itu, dalam sistem PTJJ selain komunikasi satu

arah (presentasi materi ajar), baik dalam bentuk tercetak, terekam, maupun tersiar,

komunikasi dua arah antara siswa dan institusi penyelenggara program sangat diperlukan.

Interaksi antara siswa dan institusi (termasuk dengan tutor/dosen) memegang peran

sangat penting dalam proses belajar siswa. Hal ini karena, menurut Holmberg, walaupun

sistem PTJJ dirancang untuk memungkinkan terjadinya belajar mandiri, tetapi tidak

berarti siswa ditinggalkan tanpa layanan bantuan belajar.

Page 13: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 13

Untuk menjamin kualitas, secara intrinsik, penyelenggaraan sistem PTJJ diharapkan

memenuhi persyaratan:

didasarkan pada kegiatan perencanaan yang sistemik berkenaan dengan kurrikulum,

bahan ajar, proses pembelajaran, alat dan sistem evaluasi)

berbasiskan media dan teknologi

memanfaatkan sistem penyampaian yang inovatif dan kreatif

mengembangkan dan membina tingkat kemandirian siswa

menyediakan layanan pendukung yang berkualitas (administrasi akademik, bantuan

belajar siswa, pusat-pusat layanan administrasi dan siswa, pusat komputer, pusat

distribusi, pusat evaluasi, akses, konektivitas, dan infrastruktur).

Namun demikian, secara lebih luas bagaimana mengukur kualitas dari sistem PTJJ?

Ketika persyaratan intrinsik sudah terpenuhi, apakah suatu institusi yang menerapkan

sistem PTJJ dapat dikatakan berkualitas? Dalam sistem PTJJ, apakah kualitas dapat

diukur melalui:

ketersediaan akses dan adanya pemerataan?

tingkat keberhasilan dan tingkat ketahanan mahasiswa?

produktivitas perguruan tinggi, dalam hal penerimaan mahasiswa, dan jumlah lulusan?

jumlah dan jenis program yang berdiversifikasi lintas jenjang?

efektivitas biaya versus “self-sufficiency”

kualitas pendidikan, bahan ajar, dan layanan pendukung?

inovasi dan kemampuan membangun institusi?

Situasi di Indonesia menunjukkan adanya budaya belajar yang sangat berorientasi pada

status, bukan pencapaian hasil belajar. Dengan demikian, pendidikan dilihat sebagai

wahana untuk mencapai status yang lebih tinggi, secara ekonomis atau sosial. Belum

banyak kalangan yang dapat menghargai proses belajar sebagai upaya transfer dan

transformasi ilmu pengetahuan. Budaya partrilineal dan feodal menyebabkan siswa

cenderung pasif dalam interaksi belajar. Faktor-faktor ini berkontribusi sangat besar

terhadap peran sistem PTJJ yang diharapkan dapat membudayakan kemandirian dalam

belajar, penghargaan terhadap pengalaman belajar yang bermakna, serta integritas

akademik. Berdasarkan situasi tersebutlah, peran sistem PTJJ menjadi sangat penting

untuk secara massal menawarkan budaya belajar yang berbeda, pengalaman belajar yang

bermakna, serta integritas akademik kepada masyarakat.

Dalam situasi dan kondisi tersebut, kualitas sistem PTJJ tidaklah semata-mata diukur

berdasarkan produktivitas kuantitatif, atau cost-benefit analysis. Dampak yang lebih luas

dari keberadaan sistem PTJJ, yaitu dampaknya terhadap peningkatan kualitas hidup

masyarakat, dan daya saing bangsa, patut diperhatikan, di samping otonomi,

akuntabilitas, dan relevansi.

Oleh karenanya, sistem penjaminan mutu bagi PTJJ menjadi sangat penting. Penjaminan

mutu dalam hal ini bukan mengukur validitas keilmuan, tetapi lebih kepada pemberian

standar terhadap berbagai komponen utama dalam sistem PTJJ, misalnya perancangan

mata kuliah, dan layanan mahasiswa.

Page 14: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 14

CATATAN

Sistem PTJJ telah menarik banyak kalangan dalam menyikapi tuntutan kebutuhan akan

pendidikan bagi masyarakat, dalam situasi keterbatasan dana, dan kemajuan teknologi yang

pesat yang memungkinkan para peserta didik dan pendidik untuk berinteraksi melalui

berbagai cara. Secara umum, sistem PTJJ mengalami pertumbuhan yang sangat fenomenal.

Pandangan konvensional mengenai belajar-mengajar perlahan-lahan mulai beralih karena

tersedianya media dan teknologi yang dapat mensimulasikan interaksi mahasiswa-dosen dan

sumber belajar seolah-olah di dalam ruang kelas. Hal lain yang mendorong meluasnya adopsi

sistem PTJJ ini adalah adanya keyakinan masyarakat bahwa pendidikan merupakan salah satu

bentuk investasi yang strategis. Sistem PTJJ menjanjikan pendidikan yang fleksibel untuk

melayani beragam kebutuhan para pengguna yang juga memiliki karakteristik yang beragam

lintas ruang, waktu, dan kondisi sosioekonomi.

Dalam upaya menjawab tantangan yang dihadapi dunia pendidikan, sistem PTJJ merupakan

salah satu alternatif yang potensial. Fleksibilitas yang dimiliki oleh sistem PTJJ yang

didukung oleh ICT, menjadikan sistem PTJJ dapat diterapkan dalam berbagai situasi, baik

dalam skala makro untuk satu institusi pendidikan, maupun dalam skala mikro untuk satu

program studi, atau beberapa mata kuliah. Di samping itu, sistem PTJJ juga dapat

dilaksanakan dalam modus ganda, sehingga dapat memperkaya khasanah pembelajaran

konvensional (tatap muka).

Berlandaskan pada berbagai fenomena perubahan yang terus terjadi dan keunikan sistem

PTJJ yang terus berkembang, dunia pendidikan akan mengalami perubahan yang berarti.

Misalny, perguruan tinggi di masa mendatang tidak akan sama dengan perguruan tinggi

konvensional sekarang. Menurut Peters (2000):

“In concrete terms, we are witnessing the change from traditional on-campus teaching

to that of a university without walls, from a university that remains closed to many, to an

open university, from an exclusive system of teaching and learning to an inclusive

system. Students are autonomous, self-regulating, and working individually in their self-

study, self-learning, and forming their identity through reflexive knowledge acquisition.

To sum-up, learning and teaching at university must be oriented to a much greater

extent than before to the principles of continuing education and lifelong learning. It

must have an egalitarian character and be open as well as student-, practice-, and

future-oriented. It will have to proceed with flexible teaching and learning programs

which impart not only cognitive, but also communicative and collaborative

competence”.

Walaupun kecenderungan tersebut menunjukkan bahwa di masa depan sistem PTJJ dan

sistem pendidikan konvensional akan menyatu menjadi satu sistem pendidikan yang fleksibel

yang mampu menjawab berbagai tantangan, namun adopsi sistem PTJJ oleh pendidikan

konvensional memerlukan perancangan yang sistematis dan pemikiran yang cermat. Sistem

PTJJ memiliki keunikan tersendiri yang dilandaskan pada tujuan yang khusus, sehingga tidak

dapat dirampatkan ke dalam berbagai konteks tanpa batasan. “the adoption of ODL does not

merely add something, it changes everything. The new system usually makes war against the

old existing system. It competes with for time, attention, money, prestige, and a worldview”

(Dhanarajan, 2006). Oleh karenanya, kesiapan institusional, kesiapan sistem pengelolaan

pendidikan tinggi, dan perubahan asumsi-asumsi pedagogis sebagai implikasi dari perubahan

paradigma yang melekat dalam sistem PTJJ perlu dipertimbangkan dengan seksama, agar

pada akhirnya dapat diperoleh hasil yang optimal dalam rangka meningkatkan kualitas

pendidikan tinggi.

Page 15: Artikel paulina jd

SEAMOLEC | Implementasi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh 15

DAFTAR PUSTAKA

Belawati, T. (Ed.) (1999) Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh. Jakarta: Universitas Terbuka.

Belawati, T. (2006) Financial Management System in Open and Distance Learning: An Example at

Universitas Terbuka. Paper presented at the ODL Forum: Revisting Planning and

Management, CEMCA & Wawasan Open University College, Penang, Malaysia.

Brodjonegoro, S.S. (2005) Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif. Disajikan dalam Rakernas

Pimpinan Perguruan Tinggi, Ditjen Dikti, Depdiknas. Yogyakarta, 29 November – 1

Desember 2005.

Dhanarajan, G. (2006) Rethinking Planning for Open Learning Paper presented at the ODL Forum:

Revisting Planning and Management, CEMCA & Wawasan Open University College,

Penang, Malaysia.

Dikshit, H.P., et.al. (Eds.) (2002) Access & Equity: Challenges for Open and Distance Learning. New

Delhi: Kogan Page.

Evans, T. & Nation, D. (2000) Changing University Teaching: Reflections on Creating Educational

Technologies. London, Kogan Page.

Franzpotter dalam Peters, O. (2000) The Transformation of the University into an Institution of

Independent Learning. Dalam Evans, T. & Nation, D. (2000) Changing University Teaching:

Reflections on Creating Educational Technologies. London, Kogan Page

Hardhono (2002) Utilization of Information Technology at Universitas Terbuka. Working paper.

Light, G. & Cox, R. (2001). Learning and Teaching in Higher Education: The Reflective

Professional. London: Paul Chapman Publishing.

Mengko, R. (2005) Pemanfaatan IT: Pergeseran dalam Cara Melakukan Kegiatan. Disajikan dalam

Seminar Sehari Gender dan ICT, Kantor Menristek/BPPT, 25 April 2005.

PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Pannen, P. (2005) Between E-Learning and Distance Learning. Disajikan dalam Seminar on E-

Learning Strategy: E-learning, IT or Educational Development Policies, May 25, 2005,

Universitas Islam Sultan Agung, Semarang

Peters, O. (1993) Distance Education in a Post Industrial Society. Dalam Keegan, D. (ed.) (1993)

Theoretical Principles of Distance Education. London, Routledge.

Peters, O. (2000) The Transformation of the University into an Institution of Independent Learning.

Dalam Evans, T. & Nation, D. (2000) Changing University Teaching: Reflections on

Creating Educational Technologies. London, Kogan Page

Rekkedal, T., et.al. (2003) The Role of Student Support Services in E-learning Systems. Hagen:

FernUniversitat

SK Mendiknas No. 107/U/2001 tentang Pendidikan Jarak Jauh.

Taylor, J. (2001) Distance Education: Fifth Generation. Presented at the ICDE International

Conference, Dusseldorf, Germany.

Unger, C. (1997) Der Fachbereich Informatik und die Virtuelle Universtat. Hagen: FernUniversitat.

UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen