artikel.docx

21
KEPEMIMPINAN, MANAGEMEN & PROSES BERUBAH KEPEMIMPINAN : Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memberikan pengaruh kepada perubahan perilaku orang lain secara langsung maupun tidak. Gaya kepemimpinan yang dilakukan seorang pemimpin biasanya mencerminkan diri dan karakter dari seorang pemimpin itu sendiri. Kepala ruangan berperan sebagai pemimpin untuk mengatur dan memimpin perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Yang paling sering berkomunikasi dan berinteraksi dengan tenaga kesehatan lain, pasien dan keluarga pasien adalah seorang perawat sehingga berpotensi menimbulkan konflik. Konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang antara individu yang berinteraksi. Kepala ruangan harus mampu mengambil keputusan untuk memfasilitasi penyelesaian konflik. Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang memberikan pelayanan kesehatan dengan melibatkan berbagai kelompok profesi dari berbagai latar belakang pendidikan (Soeroso, 2003). Tim keperawatan merupakan salah satu komponen profesi yang dianggap sebagai kunci dari keberhasilan pemberian pelayanan di rumah sakit (Sumijatun, 2009). Hubungan kerja diantara perawat dengan tenaga kesehatan lain, pegawai lain, pasien dan keluarga berpotensi menimbulkan konflik (Swanburg, 2000). Konflik yang berkelanjutan dapat merusak kesatuan unit

Upload: nitsugas-click-klop

Post on 09-Feb-2016

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

berisi tentang artikel

TRANSCRIPT

Page 1: artikel.docx

KEPEMIMPINAN, MANAGEMEN & PROSES BERUBAH

KEPEMIMPINAN :

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memberikan pengaruh kepada

perubahan perilaku orang lain secara langsung maupun tidak. Gaya kepemimpinan yang

dilakukan seorang pemimpin biasanya mencerminkan diri dan karakter dari seorang pemimpin

itu sendiri. Kepala ruangan berperan sebagai pemimpin untuk mengatur dan memimpin perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan. Yang paling sering berkomunikasi dan berinteraksi

dengan tenaga kesehatan lain, pasien dan keluarga pasien adalah seorang perawat sehingga

berpotensi menimbulkan konflik. Konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya

perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang antara individu yang berinteraksi. Kepala

ruangan harus mampu mengambil keputusan untuk memfasilitasi penyelesaian konflik. Rumah

sakit merupakan suatu organisasi yang memberikan pelayanan kesehatan dengan melibatkan

berbagai kelompok profesi dari berbagai latar belakang pendidikan (Soeroso, 2003). Tim

keperawatan merupakan salah satu komponen profesi yang dianggap sebagai kunci dari

keberhasilan pemberian pelayanan di rumah sakit (Sumijatun, 2009). Hubungan kerja diantara

perawat dengan tenaga kesehatan lain, pegawai lain, pasien dan keluarga berpotensi

menimbulkan konflik (Swanburg, 2000). Konflik yang berkelanjutan dapat merusak kesatuan

unit kerja dan seringkali menimbulkan situasi yang tidak menyenangkan (Suyanto, 2009),

sehingga mengganggu hubungan kerja dan menurunkan produktivitas (Marquis & Huston,

2010). Kepala ruangan berperan sebagai seorang manajer sekaligus sebagai seorang pemimpin

(Suyanto, 2009). Kepala ruangan harus mampu mengambil inisiatif untuk memfasilitasi

penyelesaian konflik karena konflik yang terjadi dapat mempengaruhi pemberian asuhan

keperawatan kepada klien (Arwani & Supriyanto, 2006). Perselisihan dan konflik dalam

hubungan kerja harus segera diselesaikan dan memerlukan tindakan yang tepat dalam

memecahkan konflik yang ada agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja. Ada

beberapa strategi yang digunakan dalam penyelesaian konflik yaitu kompromi atau negosiasi,

kompetisi, akomodasi, smoothing, menghindar, dan kolaborasi (Nursalam, 2009). Sinaga (2010)

menyatakan bahwa manajemen konflik kolaborasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Page 2: artikel.docx

kinerja karyawan, sedangkan manajemen konflik kompetisi, menghindar dan akomodasi tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Sikap seorang pemimpin sangat

mempengaruhi penyelesaian suatu konflik dimana seorang pemimpin mempunyai tanggung

jawab dalam menyelesaikan masalah yang ada. Aktivitas kepemimpinan akan menunjukkan gaya

kepemimpinan dengan polanya masing–masing (Nawawi & Hadari, 2004). Gillies (1994)

mengatakan gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi

empat yaitu: otoriter, demokratis, partisipatif dan bebas tindak (Laissez–Faire). gaya

kepemimpinan demokratis dan gaya kepemimpinan tersebut sangat berpengaruh pada semangat

kerja perawat pelaksana. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2008) menyatakan

bahwa gaya kepemimpinan demokratis memiliki pengaruh positif terhadap penyelesaian konflik

individu, konflik antarindividu dan konflik interorganisasi. Gaya kepemimpinan adalah

sekumpulan pola perilaku yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku

orang lain. Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya seorang pemimpin yang berorientasi pada

tugas, menggunakan jabatan kekuasaan posisi dan kekuasaan dalam memimpin,

mempertahankan tanggung jawab untuk semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan

serta memotivasi anggota dengan menggunakan penghargaan (reward) dan kesalahan

(punishment) (Gillies, 1994). Gaya kepemimpinan demokratis merupakan kepemimpinan yang

menghargai sifat dan kemampuan setiap anggotanya. Pembuatan rencana dan pengontrolan

dalam penerapannya diberikan informasi yang terbuka (Nursalam, 2009). Gaya kepemimpinan

ini menggunakan kekuatan pribadi dan kekuatan jabatan untuk menarik gagasan dari anggota dan

memotivasi anggota kelompok untuk menentukan tujuan sendiri, mengembangkan rencana dan

mengontrol praktek mereka sendiri (Gillies, 1994). Gaya kepemimpinan partisipatif merupakan

gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisis

masalah dan kemudian mengusulkan tindakan tersebut kepada anggotanya. Anggota diminta

saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon anggota terhadap usulannya, dan keputusan

akhir ada pada kelompok (Nursalam, 2009). Gaya kepemimpinan Laissez–Faire atau bebas

tindak merupakan pimpinan offisial dimana pemimpin melepaskan tanggung jawabnya, anggota

menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi dan memaksa mereka

untuk merencanakan, melakukan, dan menilai pekerjaan mereka yang menurut mereka tepat

(Gillies, 1994). Berbagai jenis kepemimpinan tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan.

Semua gaya kepemimpinan dapat dipilih untuk digunakan tergantung dari situasi dan kondisi

Page 3: artikel.docx

yang ada (Suyanto, 2009). Konflik adalah suatu kondisi yang ditimbulkan karena adanya

perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang antara individu yang saling berinteraksi.

Marquis & Huston (2010) mengatakan ada tiga kategori konflik yang utama : intrapersonal,

interpersonal, dan interkelompok. Beberapa alasan yang paling umun menyebabkan terjadinya

konflik di lingkungan kerja yaitu: kompetisi diantara kelompok, beban kerja yang meningkat,

peran ganda, ancaman identitas profesional dan lingkungan, ancaman keamanan dan

keselamatan, sumber daya yang kurang, budaya yang berbeda, dan kondisi ruangan. Strategi

dalam manajemen konflik yaitu kompromi atau negosiasi, kompetisi, akomodasi, menghindar

dan kolaborasi (Tappen, 2004). Nawawi & Hadari (2004) menyatakan gaya kepemimpinan

terwujud melalui interaksi antara pemimpin dengan orang-orang yang dipimpinnya yang terjadi

dalam berbagai kondisi yang mempengaruhinya. Cara bersikap dan bertindak seorang pemimpin

akan tampak dari cara memberi tugas, perintah, berkomunikasi, membuat keputusan,

memberikan bimbingan dan menegur kesalahan bawahan. Berdasarkan penelitian ini didapatkan

bahwa gaya kepemimpinan kepala ruangan yang dipersepsikan oleh perawat pelaksana adalah

gaya kepemimpinan partisipatif (70,8%). Gaya kepemimpinan partisipatif adalah gabungan

bersama antara gaya kepemimpian otoriter dengan gaya kepemimpinan demokratis (Gillies,

1994). Pada gaya kepemimpinan partisipatif, pengambilan keputusan diambil secara bersama,

ada diskusi bersama dalam pemecahan masalah, dan diterapkan pada anggota yang memiliki

kemampuan tetapi tidak memiliki kemauan, ketidakmauan lebih cenderung disebabkan karena

ketidakyakinan pada kemampuan diri anggota (Sumijatun, 2009). Ditemukan paling banyak

kepala ruangan yang menerapkan sikap partisipatif apabila perawat pelaksana yang ditegur oleh

profesi lain atas kesalahan yang dilakukan perawat pelaksana tersebut (47,2%). Kepala ruangan

akan berdiskusi dengan perawat pelaksana tersebut dan membantu perawat pelaksana untuk

mengambil keputusan yang tepat dan yang terbaik. Hasil penelitian Caroline (2007) didapatkan

bahwa gaya kepemimpinan partisipatif berhubungan positif dengan integritas kerja anggotanya.

Hal ini terjadi karena gaya kepemimpinan partisipatif dari pemimpin membuat anggota merasa

menjadi bagian dari organisasi sehingga akhirnya mendorong peningkatan integritas dalam diri

anggota. Gaya kepemimpinan partisipatif juga akan meningkatkan motivasi anggota dalam

menjalankan tugasnya (Ponto, 2011). Konflik dapat terjadi karena manusia memiliki sifat

dominasi, kepengaruhan, keteguhan hati dan kepatuhan (Bachtiar, 2004). Menurut Marquis &

Huston (2010) ada 3 kategori konflik yang utama yaitu intrapersonal, interpersonal dan

Page 4: artikel.docx

interkelompok. Gregorc (2009) mengatakan konflik yang sering terjadi di rumah sakit yaitu

konflik interpersonal antara perawat dan dokter, hal ini disebabkan karena beban kerja mereka

dan kepala ruangan memiliki pengetahuan kurang tentang manajemen konflik dan kurang

memahami peran dalam memecahkan masalah interpersonal. Penanganan konflik yang tidak

baik akan mempengaruhi asuhan keperawatan pada pasien karena semangat kerja dari perawat

akan menurun (Al-Hamdan et al., 2011). Sumijatun (2009) mengatakan bahwa perempuan

dalam manajemen konflik yang digunakan adalah kompromi, hal ini disebabkan karena sifat

intuitifnya. Hal ini didukung kembali oleh Hendel, Fish dan Galon (2005) yang mendapatkan

bahwa manajemen konflik yang paling umum digunakan oleh manajer keperawatan di rumah

sakit umum Israel adalah kompromi. Pada saat terjadi konflik, perawat pelaksana

mempersepsikan stategi yang dilakukan oleh kepala ruangan berupa kompromi dimana

pemecahan konflik ini bersifat sementara, hal ini dilakukan karena pada pemecahan masalah

dengan kolaborasi tidak terpecahkan dan dalam hal ini tidak ada pihak yang merasa dirugikan

(Marquis & Huston, 2010). Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Sportsman dan

Hamilton (2007) yang mengatakan bahwa manajemen konflik pada profesi perawat pada

umumnya adalah kompromi. Perbedaan usia antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana

berpengaruh signifikan terhadap manajemen konflik. Berdasarkan penelitian ini ditemukan

bahwa manajemen konflik yang paling sedikit dipersepsikan oleh perawat pelaksana adalah

kompetisi (9,7%). Hal ini karena jumlah responden laki-laki dalam penelitian hanya 4,2%, laki-

laki pada umumnya memanajemen konflik lebih ke kompetisi (Sumijatun, 2009). Hasil

penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Kunavikitkul (1994) yang mendapatkan bahwa

manajemen konflik yang dipersepsikan perawat paling sedikit adalah kompetisi. Hal ini

berhubungan dengan usia, pendidikan, daerah klinis tempat bekerja, posisi, dan pengalaman

kerja.

MANAGEMEN :

Fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan pengendalian dalam

manajemen keperawatan sangat menentukan pelayanan keperawatan di ruang rawat inap oleh

perawat pelaksana dalam melaksanakan manajemen asuhan keperawatan kepada klien. Rumah

Page 5: artikel.docx

Sakit merupakan salah satu tatanan pemberi jasa pelayanan kesehatan harus mampu

menyediakan berbagai jenis pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga merupakan institusi

pelayanan kesehatan yang kompleks, padat karya, padat pakar dan padat modal. Perawat sebagai

sumber daya manusia di rumah sakit selama 24 jam selalu berinteraksi dengan pasiennya,

memiliki waktu kontak serta jumlah yang paling banyak dibanding dengan tenaga kesehatan

lainnya sehingga memiliki kontribusi yang besar dalam upaya meningkatkan kualitas dan

kuantitas pelayanan yang diberikan dibanding dengan tenaga kesehatan yang lain. Salah satu

upaya yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan adalah

meningkatkan sumber daya manusia dan manajemen keperawatan. Manajemen keperawatan

merupakan koordinasi dan integrasi dari sumbersumber keperawatan dengan menerapkan proses

manajemen untuk mencapai tujuan, obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan

keperawatan. Proses manajemen dibagi lima fase yaitu : planning, organizing, staffing, directing,

controling yang merupakan satu siklus yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam pelaksanaan

manajemen keperawatan didukung kemampuan dan ketrampilan kepemimpinan dalam pelayanan

keperawatan yang efektif dan efisien oleh setiap perawat apakah sebagai staf, ketua tim, kepala

ruang, pengawas atau kepala bidang. Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses

keperawatan yang menggunakan konsep-konsep manajemen seperti ; perencanaan,

pengorganisasiann, pengarahan, pengendalian dan evaluasi. Manajemen asuhan keperawatan

dilaksanakan melalui pendekatan dengan metode proses keperawatan sebagai metode pemecahan

masalah yang menekankan pada pengambilan keputusan tentang keterlibatan perawat dalam

memenuhi kebutuhan pasien/klien sesuai dengan kode etik dan standar praktek keperawatan.

Dalam melaksanakan manajemen keperawatan di ruang rawat inap dipimpin oleh kepala ruang.

Pendidikan kepala ruang seharusnya minimal S1 Keperawatan (ditambah pendidikan profesi

Ners). Karena seorang kepala ruang sebagai pimpinan keperawatan harus memiliki ketrampilan

dalam komunikasi, kemampuan member motivasi kepada staf, ketrampilan kepemimpinan,

ketrampilan mengatur waktu serta mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

Dalam pelaksanaan manajemen keperawatan yang bermutu dibutuhkan seorang manajer

keperawatan yang bertanggung jawab dan mampu melaksanakan manajemen keperawatan

sehingga dapat menghasilkan pelayanan keperawatan yang berkualitas. Untuk dapat menerapkan

manajemen keperawatan di ruang rawat inap diperlukan seorang kepala ruang yang memenuhi

standar sebagai manajerial. Menurut Hubber (2000) seorang manajer diharapkan mampu

Page 6: artikel.docx

mengelola pelayanan keperawatan di ruang rawat inap dengan menggunakan pendekatan

manajemen keperawatan yaitu melalui fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

pengawasan dan pengendalian. Menurut Tim Departemen Kesehatan RI (2001) penilaian

pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan dengan metode proses keperawatan di rumah sakit

dapat diukur dengan instrumen evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan. Manajemen

keperawatan merupakan koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan

menerapkan proses manajemen untuk mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan

pelayanan keperawatan. Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh

bagaimana manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya. Menurut Gillies (1994)

proses manajemen adalah merupakan rangkaian kegiatan input, proses, dan output. Marquis &

Huston (2000) menyatakan proses manajemen dibagi lima tahap yaitu planning, organizing,

staffing, directing, controling yang merupakan satu siklus yang saling berkaitan satu sama lain.

Manajemen keperawatan adalah keyakinan yang dimiliki oleh tim keperawatan yang bertujuan

untuk memberikan asuhan keperawatan berkualitas melalui pembagian kerja, koordinasi dan

evaluasi. Manajemen keperawatan terdiri dari manajemen operasional dan manajemen asuhan

keperawatan. Manajemen operasional adalah pelayanan keperawatan di rumah sakit yang

dikelola oleh departemen atau bidang perawatan melalui tiga tingkatan manajerial yaitu

manajemen puncak, manajemen menengah, dan manajemen bawah. Menurut Swansburg &

Swansburg (1999) manajer keperawatan tersebut harus memiliki beberapa faktor agar

penatalaksanaannya berhasil yaitu : (1) Kemampuan menerapkan pengetahuan, (2) Ketrampilan

kepemimpinan, (3) Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin, dan (4) Kemampuan

melaksanakan fungsi manajemen. Di setiap ruang rawat inap akan dipimpin oleh seorang

manajer yaitu kepala ruang yang mampu melaksanakan pengelolaan pelayanan keperawatan.

Pengelolaan pelayanan keperawatan menggunakan pendekatan manajemen keperawatan yaitu

melalui fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan pengendalian.

Manajemen asuhan keperawatan merupakan pengaturan sumber daya dalam menjalankan

kegiatan keperawatan dengan menggunakan metode proses keperawatan untuk memenuhi

kebutuhan klien atau menyelesaikan masalah klien. Dalam manajemen asuhan keperawatan ada

tiga komponen penting yaitu manajemen sumber daya manusia dengan menggunakan sistem

pengorganisasian pekerjaan perawat, sistem klasifikasi kebutuhan klien dan metode proses

keperawatan. Manajemen asuhan keperawatan menggunakan metoda proses keperawatan yang

Page 7: artikel.docx

didasari konsep-konsep manajemen didalamnya, seperti perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengendalian serta evaluasi. Proses keperawatan merupakan proses pemecahan

masalah yang menekankan pada pengambilan keputusan tentang keterlibatan perawat yang

dibutuhkan oleh pasien. Menurut Keliat (2000) manajemen asuhan keperawatan merupakan

pengaturan sumber daya dalam menjalankan kegiatan keperawatan dengan metoda proses

keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien atau menyelesaikan masalah klien. Menurut

Craven & Hirnle (2000) Proses keperawatan meliputi enam fase yaitu pengkajian keperawatan,

diagnosa keperawatan, tujuan keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, implementasi

tindakan keperawatan, dan evaluasi. Sehingga proses keperawatan merupakan suatu pendekatan

penyelesaian masalah yang sistematis dalam pemberian asuhan keperawatan. Proses keperawatan

merupakan suatu panduan untuk praktek keperawatan profesional. Kemampuan manajerial

dalam fungsi pengorganisasian diharapkan dapat membantu perawat pelaksana untuk

melaksanakan manajemen asuhan keperawatan kepada klien dengan benar dan baik. Adapun

pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas,

kewenangan dan tanggung jawab sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan

sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Prinsip-prinsip

pengorganisasian adalah pembagian kerja, kesatauan komando, rentang kendali, pendelegasian,

koordinasi.

PROSES PERUBAHAN :

Perubahan organisasi merupakan tindakan beralihnya suatu organisasi dari kodisi saat ini

menuju kondisi masa yang akan datang yang diinginkan guna meningkatkan efektivitas dan

efisiensi organisasi, suatu organisasi perlu melakukan perubahan dalam melakukan kegiatannya,

karena lingkungan organisasi secara terus-menerus mengalami perubahan, sehingga organisasi

perlu melakukan perubahan jika ingin tetap eksis dan sukses dimasa mendatang. Perusahaan atau

organisasi tidak akan berubah dan tidak akan berjalan kearah yang dicita-citakan, apabila para

pemimpinnya sendiri, di bagian apapun, tidak berubah dan tidak tumbuh. Sebuah organisasi

tidak bisa tumbuh di luar sampai para pemimpinnya sendiri tumbuh di dalam. Jika seluruh unit

kepemimpinan berubah secara positif, maka pertumbuhan organisasi atau perusahaan akan

Page 8: artikel.docx

terjadi secara otomatis. Pemimpin yang lemah sama dengan organisasi yang lemah. Pemimpin

yang kuat sama dengan organisasi yang kuat. Segala-galanya akan naik atau turun, sesuai dengan

kekuatan kepemimpinan. Berdasarkan karakteristik setiap individu yang berbeda-beda dan cara

pandang terhadap perubahan yang tidak sama pula, maka akan menimbulkan sikap perilaku yang

tidak sama pula terhadap perubahan, padahal setiap perubahan menuntut untuk penyesuaian diri,

sedangkan umumnya para karyawan lebih menyenangi cara kerja yang selama ini telah mereka

lakukan, sehingga ketika pimpinan melaksanakan perubahan harus dapat memahami seberapa

jauh kesiapankaryawan, mengetahui sumber-sumber yang dapat mempengaruhi penolakan

perubahan, sehingga dapat mengatasinya agar perubahan dapat mencapai tujuan organisasi

secara optimal. Perubahan lingkungan (environmental change) akan mengakibatkan tekanan

pada organisasi untuk melakukan perubahan organisasional (organizational change). Di tengah

kuatnya arus perubahan lingkungan, tanpa perubahan diri secara tepat dan signifikan organisasi

tersebut tidak akan bertahan lama. Sejumlah faktor lingkungan eksternal yang mendorong

perubahan, yaitu kekuatan kompetisi, kekuatan ekonomi, kekuatan politik, kekuatan globalisasi,

kekuatan sosial-demografik, dan kekuatan etika. pada lingkungan internal organisasi, perubahan-

perubahan yang terjadi pada nilai-nilai, etos kerja, kompetensi maupun aspirasi karyawan juga

mengharuskan respons organisasional yang tepat. Makin tingginya tingkat pendidikan rata-rata

karyawan, misalnya, akan menyebabkan meningkatnya aspirasi dan tuntutan mereka dalam

bekerja. Mereka pada umumnya mengharapkan perlakuan kerja yang lebih manusiawi, peluang

aktualisasi diri yang lebih besar, suasana kerja yang lebih menyenangkan, cara kerja yang lebih

fleksibel, pemberian reward yang lebih adil dan lebih motivatif, kesempatan karir yang lebih

terbuka, dan sebagainya. Dalam suatu perubahan pasti ada hambatan-hambatan yaitu : Perubahan

organisasi bukanlah hal yang mudah dilakukan. Ada banyak kendala yang bisa menghadang

program-program perubahan. Sejumlah kendala tersebut antara lain adalah: (1) kendala-kendala

sistem keorganisasian dan kekuasaan, (2) perbedaan-perbedaan dalam orientasi fungsional dan

struktur organisasi yang mekanistik, (3) kultur organisasi, (4) norma kelompok, (5) pemikiran

kelompok (group think) dan kendala-kendala individual, seperti ketidaksiapan yang

mengakibatkan rasa ketidakpastian, kekhawatiran, dan ketidakamanan. Organisasi yang memiliki

budaya yang kuat, yakni yang ditandai dengan dipegang dan dianutnya nilai-nilai inti organisasi

secara intensif dan secara luas oleh anggota organisasi tersebut akan menyulitkan suatu

perubahan organisasional yang menuntut berubahnya nilai-nilai inti tersebut. Kebiasaan berpikir

Page 9: artikel.docx

para pimpinan dan segenap karyawan dalam menganalisis situasi dan merespons masalah dapat

merangkap mereka dalam polapola pikir konvensional-organisasional (group think). Hal itu akan

cenderung menghalangi munculnya pemikiran segar yang diperlukan untuk perubahan.

Akhirnya, hambatan perubahan juga sering muncul dari keengganan individual yang berasal dari

faktor kebiasaan, ketidaksiapan, terusiknya rasa aman, kekhawatiran akan berkurangnya

penghasilan dan bertambahnya kerepotan, ketakutan terhadap hal-hal yang belum dikenali, dan

persepsi negatif yang berasal dari informasi mengenai kegagalan-kegagalan upaya perubahan.

Bidang Sasaran Perubahan Pada dasarnya ada empat bidang organisasional yang bisa menjadi

sasaran perubahan, yaitu struktur organisasi, teknologi, setting fisik, dan sumberdaya manusia

(SDM). bidang sasaran perubahan adalah sumberdaya manusia, baik secara individual, kelompok

maupun keseluruhan anggota organisasi. Sebagai asset terpenting dan faktor kunci keberhasilan

suatu organisasi, sumberdaya manusia perlu mendapat perhatian dan pengelolaan lebih khusus.

Perubahan sumberdaya manusia bisa terjadi meliputi penggantian orang (turnover), mutasi,

promosi, demosi, perubahan sikap, motivasi, dan perilaku kerja; peningkatan pengetahuan dan

keterampilan kerja; dan perubahan nilai-nilai budaya organisasional yang menjadi dasar acuan

perilaku segenap anggota organisasi. Adapun kepemimpinan yang diperlukan untuk perubahan

yaitu Perubahan memerlukan kepemimpinan yang kuat dari segi otoritas yang dimiliki maupun

dari segi kepribadian dan komitmen karena memimpin perubahan dengan segala kompleksitas

permasalahan dan hambatannya memerlukan power, keyakinan, kepercayaan diri, dan

keterlibatan diri yang ekstra. Seorang pemimpin tidak boleh bersikap pasif terhadap tujuan-

tujuan organisasi, melainkan harus mengambil sikap aktif. Dengan begitu ia tidak akan mudah

patah oleh hambatan dan perlawanan. Ia justru akan bergairah menghadapi tantangan perubahan

yang dipandangnya sebagai batu ujian kepemimpinannya. Pemimpin perubahan juga harus

visioner karena ia harus sanggup melihat cukup jauh ke depan ke arah mana organisasi harus

bergerak. Kotter (1990) menyebutkan bahwa memimpin perubahan harus dimulai dengan

menetapkan arah setelah mengembangkan suatu visi tentang masa depan, dan kemudian

menyatukan langkah orang-orang dengan mengomunikasikan penglihatannya dan mengilhami

mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan. Semua itu dilakukan tanpa harus bersikap otoriter.

Namun, meskipun ia mengundang partisipasi pemikiran dari anggota, tongkat kepemimpinan

tetaplah berada di tangannya. Kecerdasan juga sangat diperlukan untuk kepemimpinan

perubahan. Tanpa kecerdasan yang baik, ia akan mudah terombang-ambing dalam kebingungan.

Page 10: artikel.docx

Kecerdasan sangat diperlukan karena pemimpin harus pandai memilih strategi dan menetapkan

program-program perubahan dan mengilhami teknik-teknik mengatasi masalah yang sesuai

dengan situasi dan kondisi organisasional yang ada berserta dinamikanya. Kecerdasan yang

diperlukan dalam hal ini adalah kecerdasan yang multi-dimensional, yang pada intinya meliputi

kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Dengan kecerdasan

intelektual berarti ia memiliki pengetahuan, wawasan, dan kreativitas berpikir yang diperlukan.

Dengan kecerdasan emosional berarti ia pandai mengelola emosi diri maupun emosi orang lain,

sehingga proses perubahan dapat berjalan efektif . Dengan kecerdasan spiritual berarti ia

memiliki kesadaran etis yang tinggi sehingga tujuan perubahan tidak semata demi peningkatan

efektivitas organisasi namun juga demi terlaksananya tanggung jawab moral dan etik (moral &

ethical responsibility) kepada semua stakeholders. Perubahan merupakan proses yang terjadi

secara terus-menerus dalam pertumbuhan suatu organisasi. Disatu sisi faktor eksternal yang

mendorong terjadinya perubahan dan disisi yang lain perubahan dirasakan sebagai suatu

kebutuhan internal.Perubahan organisasi bukanlah hal yang mudah dilakukan. Ada banyak

kendala yang bisa menghadang program-program perubahan,antara lain adalah: kendala-kendala

sistem keorganisasian dan kekuasaan, perbedaanperbedaan dalam orientasi fungsional dan

struktur organisasi yang mekanistik, kultur organisasi, norma kelompok, pemikiran kelompok

(group think) dan kendala-kendala individual, seperti ketidaksiapan yang mengakibatkan rasa

ketidakpastian, kekhawatiran dan ketidakamanan.

KESIMPULAN :

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memberikan pengaruh kepada

perubahan perilaku orang lain secara langsung maupun tidak. Gaya kepemimpinan yang

dilakukan seorang pemimpin biasanya mencerminkan diri dan karakter dari seorang pemimpin

itu sendiri. Sikap seorang pemimpin sangat mempengaruhi penyelesaian suatu konflik dimana

seorang pemimpin mempunyai tanggung jawab dalam menyelesaikan masalah yang ada. Gaya

kepemimpinan adalah sekumpulan pola perilaku yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam

Page 11: artikel.docx

mempengaruhi perilaku orang lain. gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan

dibedakan menjadi empat yaitu: otoriter, demokratis, partisipatif dan bebas tindak (Laissez–

Faire). Berbagai jenis kepemimpinan tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Semua gaya

kepemimpinan dapat dipilih untuk digunakan tergantung dari situasi dan kondisi yang ada.

Fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan dan pengendalian dalam

manajemen keperawatan sangat menentukan pelayanan keperawatan di ruang rawat inap oleh

perawat pelaksana dalam melaksanakan manajemen asuhan keperawatan kepada klien.

Manajemen keperawatan merupakan koordinasi dan integrasi dari sumbersumber keperawatan

dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai tujuan, obyektifitas asuhan keperawatan

dan pelayanan keperawatan. Proses manajemen dibagi lima fase yaitu : planning, organizing,

staffing, directing, controling yang merupakan satu siklus yang saling berkaitan satu sama lain.

Dalam pelaksanaan manajemen keperawatan yang bermutu dibutuhkan seorang manajer

keperawatan yang bertanggung jawab dan mampu melaksanakan manajemen keperawatan

sehingga dapat menghasilkan pelayanan keperawatan yang berkualitas. Manajemen keperawatan

merupakan koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses

manajemen untuk mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan

keperawatan. Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh bagaimana manajer

keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya. Manajemen keperawatan adalah keyakinan

yang dimiliki oleh tim keperawatan yang bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan

berkualitas melalui pembagian kerja, koordinasi dan evaluasi. Manajemen keperawatan terdiri

dari manajemen operasional dan manajemen asuhan keperawatan. Manajemen operasional

adalah pelayanan keperawatan di rumah sakit yang dikelola oleh departemen atau bidang

perawatan melalui tiga tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak, manajemen menengah,

dan manajemen bawah. Manajer keperawatan tersebut harus memiliki beberapa faktor agar

penatalaksanaannya berhasil yaitu : (1) Kemampuan menerapkan pengetahuan, (2) Ketrampilan

kepemimpinan, (3) Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin, dan (4) Kemampuan

melaksanakan fungsi manajemen. Kemampuan manajerial dalam fungsi pengorganisasian

diharapkan dapat membantu perawat pelaksana untuk melaksanakan manajemen asuhan

keperawatan kepada klien dengan benar dan baik.

Perubahan organisasi merupakan tindakan beralihnya suatu organisasi dari kodisi saat ini

menuju kondisi masa yang akan datang yang diinginkan guna meningkatkan efektivitas dan

Page 12: artikel.docx

efisiensi organisasi, suatu organisasi perlu melakukan perubahan dalam melakukan kegiatannya,

karena lingkungan organisasi secara terus-menerus mengalami perubahan, sehingga organisasi

perlu melakukan perubahan jika ingin tetap eksis dan sukses dimasa mendatang. Di tengah

kuatnya arus perubahan lingkungan, tanpa perubahan diri secara tepat dan signifikan organisasi

tersebut tidak akan bertahan lama. Sejumlah faktor lingkungan eksternal yang mendorong

perubahan, yaitu kekuatan kompetisi, kekuatan ekonomi, kekuatan politik, kekuatan globalisasi,

kekuatan sosial-demografik, dan kekuatan etika. pada lingkungan internal organisasi, perubahan-

perubahan yang terjadi pada nilai-nilai, etos kerja, kompetensi maupun aspirasi karyawan juga

mengharuskan respons organisasional yang tepat. Dalam suatu perubahan pasti ada hambatan-

hambatan yaitu : Perubahan organisasi bukanlah hal yang mudah dilakukan. Ada banyak kendala

yang bisa menghadang program-program perubahan. Sejumlah kendala tersebut antara lain

adalah: (1) kendala-kendala sistem keorganisasian dan kekuasaan, (2) perbedaan-perbedaan

dalam orientasi fungsional dan struktur organisasi yang mekanistik, (3) kultur organisasi, (4)

norma kelompok, (5) pemikiran kelompok (group think) dan kendala-kendala individual, seperti

ketidaksiapan yang mengakibatkan rasa ketidakpastian, kekhawatiran, dan ketidakamanan.

Kecerdasan juga sangat diperlukan untuk kepemimpinan perubahan. Tanpa kecerdasan yang

baik, ia akan mudah terombang-ambing dalam kebingungan. Kecerdasan sangat diperlukan

karena pemimpin harus pandai memilih strategi dan menetapkan program-program perubahan

dan mengilhami teknik-teknik mengatasi masalah yang sesuai dengan situasi dan kondisi

organisasional yang ada berserta dinamikanya. Kecerdasan yang diperlukan dalam hal ini adalah

kecerdasan yang multi-dimensional, yang pada intinya meliputi kecerdasan intelektual,

kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Perubahan merupakan proses yang terjadi secara

terus-menerus dalam pertumbuhan suatu organisasi. Disatu sisi faktor eksternal yang mendorong

terjadinya perubahan dan disisi yang lain perubahan dirasakan sebagai suatu kebutuhan

internal.Perubahan organisasi bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Page 13: artikel.docx

DAFTAR PUSTAKA

Purba, Rostandi Juli. Gaya dan Managemen Konflik Kepala Ruangan Di Instalasi Rindu

A RSUP H. Adam Malik Medan.

Utami, Sri Setyaningsih. 2007. Pengaruh Kepemimpinan Dalam Perubahan Organisasi.

Warsito, Edi Bambang. 2006. Pengaruh Persepsi Perawat Pelaksana Tentang Fungsi

Manajerial Kepala Ruang Terhadap Pelaksanaan Manajemen Asuhan Keperawatan Di Ruang

Rawat Inap RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Semarang