askep lansia dg gangguan s.respi

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merokok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain- lainnya. Insiden penyakit kebanyakan disebabkan oleh debu mineral, sehingga menyebabkan penyakit paru obstruksi kronik. Menurut International Labor Organisation (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit yang akibat kerja. Sedangkan menurut survey NHANES yang melibatkan 10.000 orang dewasa 30-75 tahun 1

Upload: iim-aja

Post on 16-Jan-2016

88 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

askep

TRANSCRIPT

Page 1: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prevalensi di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat

darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit

dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK

menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakti

serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini mencapai $24 milyar

per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi

PPOK akan meningkat. Akibat  sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya

akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian

akan meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah

tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki

peringkat ke enam. Merokok merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK

di samping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-

lainnya.

Insiden penyakit kebanyakan disebabkan oleh debu mineral, sehingga

menyebabkan penyakit paru obstruksi kronik. Menurut International Labor

Organisation (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh

penyakit yang akibat kerja. Sedangkan menurut survey NHANES yang

melibatkan 10.000 orang dewasa 30-75 tahun menunjukkan bahwa PPOK

disebabkan oleh kerja adalah 19,2% secara keseluruhan (Wiwin, 2007 ). Penyakit

Paru Obstruksi Kronik (PPOK) tahun 1990 menempati urutan ke-6 di Indonesia

sebagai penyebab kematian, tahun 2002 sudah menempati urutan ke-3 (Juanita,

2004). Organisasi kesehatan dunia memprediksi bahwa tahun 2020 angka kejadian

PPOK akan meningkat dari posisi 12 sebagai penyakit terbanyak didunia menjadi

peringkat 5 dan dari posisi 6 sebagai penyebab kematian terbanyak menjadi posisi

ke-3 (Wiwin, 2007).

Penyakit atau gangguan kesehatan pada orang lanjut usia umumnya berupa

penyakit-penyakit kronik-menahun dan generatif, seperti penyakit tekanan darah

tinggi (hypertensi), kencing manis (diabetes melitus), keropos tulang

(osteroporosis), kepikunan (demensial), gangguan jantung, gangguan penglihatan,

1

Page 2: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

gangguan pengunyahan dan sebagainya. Selain itu, pada lansia di Indonesia,

penyakit-penyakit infeksi akut juga masih sering terjadi, misalnya saluran napas

atas (radang tenggorok, influenza) atau infeksi saluran napas bawah (pneumonia,

tbc), infeksi saluran kencing, infeksi ulit (Rahardjo, et al., 2009). Studi Panggabean

(2010) di Kota Pontianak menemukan jenis penyakit yang sama dialami oleh para

lansia. Penyakit menahun yang pernah dialami oleh para lansia meliputi penyakit

asam urat, darah tinggi, darah rendah, asma, diabetes, jantung dan paru-paru.

B. Tujuan

Tujuan umum:

Setelah mempelajari tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan

sistem respirasi kami sebagai perawat dapat memberikan asuhan keperawatan terbaik

untuk para lansia yang diharapkan dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit atau

menurunkan tingkat keparahan penyakit sistem respirasi yang telah diderita oleh

lansia.

Tujuan khusus:

1. Mengetahui dan memahami tentang konsep lansia

2. Mengetahui dan memahami tentang perubahan yang terjadi pada lansia dan

penyakit yang biasa terjadi pada lansia

3. Mengetahui dan memahami tentang gangguan respirasi yang paling sering

diderita oleh lansia yaitu PPOM/PPOK

4. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada lansia yang menderita

penyakit PPOM/ PPOK

5. Dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat bagi lansia dengan gangguan

sistem respirasi

C. Rumusan masalah

1. Bagaiamana konsep lansia lansia?

2. Bagaimana perubahan-perubahan pada anatomi sistem pernapasan lansia?

3. Bagaimana patofisiologi terjadinya PPOM pada lansia?

4. Bagaimana asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernapasan?

2

Page 3: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Lansia

1. Pengertian Lansia

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses

kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu.

Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun

mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang

pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan

normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah,

berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh,

merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus

berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta

perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut

kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak

(Soejono, 2000).

2. Batasan Lansia

Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia yaitu:

a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia

Lanjut usia meliputi : usia pertengahan yakni kelompok usia 46 sampai 59

tahun. Lanjut usia (Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun. Usia lanjut tua

(Old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun dan usia sangat tua (Very Old) yaitu

usia diatas 90 tahun.

b. Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998

Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.

c. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro pengelompokkan lanjut usia

sebagai berikut :

Usia dewasa muda (Elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun. Usia dewasa

penuh (Middle year) atau maturitas : 25-60 atau 65 tahun. Lanjut usia

(Geriatric Age) lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 75-80 tahun

(Old) dan lebih dari 80 tahun (Very Old).

3

Page 4: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

4

Page 5: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

B. Perubahan-Perubahan Pada Anatomi Sistem Pernapasan Lansia

Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan

karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Proses penuaan menyebabkan

beberapa perubahan struktural dan fungsional pada toraks dan paru-paru.

Pada lansia ditemukan alveoli menjadi kurang elastic dan lebih berserabut serta

berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun

karena kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi permintaan.

Daya pegas paru-paru berkurang, sehingga secara normal menahan toraks sedikit

pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot rangka pada toraks

dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan menjadi lemah,

maka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun. Deklasifikasi iga

dan peningkatan klasifikasi dari kartilago kostal juga terjadi. Membran mukosa lebih

kering, sehingga menghalangi pembuangan secret dan menciptakan risiko tinggi

terhadap infeksi pernapasan.

Perubahan anatomi yang terjadi dengan penuaan turut berperan terhadap

perubahan fungsi pulmonal. Perubahan lain seperti hilangnya silia, dan menurunnya

refleks batuk dan muntah, mengubah keterbatasan fisiologis dan kemampuan

perlindungan pada sistem pulmonal.

Perubahan anatomis seperti penurunan compliance paru dan dinding dada turut

berperan dalam peningkatan kerja pernafasan sekitar 20% pada usia 60 tahun. Atropi

otot-otot pernafasan dan penurunan kekuatan oto-otot pernafasan dapat meningkatkan

resiko berkembangnya keletihan otot pernafasan pada lansia. Perubahan-perubahan

tersebut turut berperan dalam penurunan konsumsi oksigen maksimum. Perubahan-

perubahan pada interstisium parenkim dan penurunan daerah permukaan alveolar

dapat menghasilkan penurunan difusi oksigen. Perubahan-perubahan ini, bila

dikombinasikan dengan sekitar 50% pengurangan respon hipoksia dan hiperkapnea

pada usia 65 tahun, dapat mengakibatkan penurunan efisiensi tidur dan penurunan

kapasitas aktivitasnya.

Implikasi klinis dari perubahan pada sistem respirasi dapat menyebabkan

perubahan struktural, perubahan fungsi pulmonal, dan perubahan fungsi imun

mengakibatkan suatu kerentanan untuk mengalami kegagalan respirasi akibat infeksi,

kanker paru, emboli pulmunal, dan penyakit kronis seperti asma, dan penyakit paru

obstruksi kronis (PPOK), pneumonia, tuberculosis, dll.

5

Page 6: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

C. Penyakit Paru Obstruksi Menahun (PPOM)

1. Definisi PPOM

PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru

berupa memanjangnya periode ekspira yang disebabkan oleh adanya penyempitan

saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi

beberapa waktu (Mansunegoro, 1992).

Dalam PPOM , aliran dara ekspirasi mengalami obstruksi yang kronis dan pasien

mengalami kesulitan dalam bernafas. PPOM sesungguhnya merupakan kategori

penyakit paru-paru yang utama dan penyakit ini terdiri dari beberapa penyakit

yang berbeda.Ada dua contoh penyakit PPOM yang biasa terjadi yaitu penyakit

Emfisema dan bronchitis kronis, dimana keduanya menyebabkan terjadinya

perubahan pola pernafasan.

a. Emfisema

Emfisema terjadi pembesaran ruang udara bronkhioli distal sampai

terminalis.Hal ini menyebabkan kerusakan pada dinding alveolar, ehingga

mengakibatkan timbulnya mal fungsi pada pertukaran gas. Pasien dengan

Emfisema harus bertahan hidup dengan keadaan penyakit yang irreversible dan

mereka akan mengalami perbaikan setelah mengikuti program rehabilitasi. Ciri

khas dari penyakit ini adalah pasien akan mengalami periode stabil dan

kemudian berangsur-angsur memburuk, yang seringkali terjadi sebagai akibat

dari infeksi pernafasan. Perlu mengawasi dan mengkaji tanda-tanda dan gejala

penurunan pada pesien, termasuk tanda-tanda meningkatnya produksi sputum,

kekentalan sputum dengan warna berubah kuning menjadi hijau, meningkatnya

kecemasan dan menurunnya toleransi daya kekuatan tubuh terhadap aktivitas

yang biasa dilakukan, serta meningkatnya ronchi dan suara bising pada

auskultasi paru-paru.

b. Bronchitis Kronis

Bronchitis kronis bisa dikenali dengan adanya pengeluaran secret yang

berlebihan dari trakeo-bronchial dan terakumulasi setiap hari selama paling

tidak 3 bulan pertahun selama dua tahun berturut-turut.Pasien memiliki keluhan

batuk kronis dengan produksi dahak yang makin meningkat.Penyebab batuk

lainnya seperti kanker paru-paru atau kanker laringeal sebaiknya disingkirkan

terlebih dahulu. Pada penyakit bronchitis kronis, sekresi yang berlebihan

terakumulasi dan jika diludahkan akan nampak seperti dahak yang kental dan

6

Page 7: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

putih. Dalam jangka waktu yang lama akan terjadi pembesaran kelenjar mukosa

bronchial sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas.

2. Etiologi

Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang

menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor

risiko tersebut meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor

lingkungan, status sosial ekonomi, nutrisi, gender. Faktor pejamu meliputi

genetik, hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik berperan

dalam terjadinya PPOK karena penyakit ini melibatkan banyak gen (poligenik)

dan merupakan contoh klasik interaksi gen dan lingkungan. Faktor resiko genetik

yang telah diketahui adalah difisiensi alpha-1 antitrypsin, suatu penghambat yang

bersirkulasi dari protase serine. Status ekonomi yang rendah sering

mengakibatkan terjadinya PPOK. Hal ini diakibatkan karena individu yang

memiliki status ekonomi yang rendah lebih banyak terpapar polutan di dalam

rumah dan luar rumah, tinggal diperumahan yang padat, dengan status nutrisi

yang buruk. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap

rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir

dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan

pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK

(Helmersen, 2002). Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya

PPOK. Prevalensi tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru

adalah pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus per tahun dan

perokok aktif berhubungan dengan angka kematian. Debu dan bahan kimia

okupasi yang ada dalam tembakau pada fase partikulat atau bukan dari hasil

pembakaran, merupakan faktor resiko penyebab berkembangnya PPOK. Debu dan

bahan kimia okupasi jika terinhalasi (terhirup) akan mengakibatkan alveoli

meradang, peningkatan sel darah putih, dan akibatnya alveoli terisi cairan. Jika

pemaparan sering dan kadar debu tinggi, maka gejala akan timbul lebih besar, dan

jika tidak diobati akan berkembang menjadi kronis, sehingga dalam kurun waktu

20 -30 tahun dapat menimbulkan fibrosis dan berlanjut pada terjadinya PPOK

(Long, 1996).

Tidak semua perokok akan menderita PPOK, hal ini mungkin berhubungan

juga dengan faktor genetik. Perokok pasif dan merokok selama hamil juga

7

Page 8: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

merupakan faktor risiko PPOK. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1

tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok (Helmersen,

2002). Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan dose

response, artinya lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih

lama kebiasaan merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan

lebih besar. Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada Indeks Brigman,

yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari dikalikan jumlah hari lamanya

merokok (tahun), misalnya bronkitis 10 bungkus tahun artinya jika seseorang

merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan menderita bronkitis kronik

minimal setelah 10 tahun merokok (Suradi, 2009). Polusi udara terdiri dari polusi

di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap kompor, asap kayu bakar, dan

lain-lain, polusi di luar ruangan (outdoor), seperti gas buang industri, gas buang

kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, sertapolusi di tempat kerja,

sepertibahan kimia, debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain. Pajanan yang terus

menerus oleh polusi udara merupakan faktor risiko lain PPOK. Peran polusi luar

ruangan (outdoor polution) masih belum jelas tapi lebih kecil dibandingkan asap

rokok. Polusi dalam ruangan (indoor polution) yang disebabkan oleh bahan bakar

biomassa yang digunakan untuk keperluan rumah tangga merupakan faktor risiko

lainnya. Status sosioekonomi merupakan faktor risiko untuk terjadinya PPOK,

kemungkinan berkaitan dengan polusi, ventilasi yang tidak adekuat pada tempat

tinggal, gizi buruk atau faktor lain yang berkaitan dengan sosioekonomi

(Helmersen, 2002).

a. Merokok

b. Polusi udara

c. Pemajanan di tempat kerja (thd batu bara, kapas, padi padian )

d. Infeksi paru berulang

3. Tanda dan Gejala

Perkembangan gejala-gejala yang merupakan cirri-ciri dari PPOM adalah

malfungsi kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah

ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat

pagi hari.Nafas pendek sedang yang berkembang mnejadi nafas pendek

akut.Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk

menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin

8

Page 9: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

banyak. Biasanya, pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan

kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien

tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah

tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya.

Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu

melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu, pasien PPOM banyak yang mengalami

penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nfsu

makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan

tubuh, kehilangan selera makan,penrunan kemampuan pencernaan sekunder

karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal. Pasien PPOM,

lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga

dalam melakukan pernafasan.

Manifestasi Klinik menurut

1. Batuk yang sangat produktif, puruken, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan

inhalan, udara dingin, atau infeksi.

2. Sesak nafas dan dispnea.

3. Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada

mengembang.

4. Hipoksia dan Hiperkapnea.

5. Takipnea.

6. Dispnea yang menetap( Corwin , 2000 : 437 )

4. Patogenesis

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan

oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air

sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi,

difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari

dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan

pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah

teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu

gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan

aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat

gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan

9

Page 10: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1),

dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa

(VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap

rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu,

silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta

metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini

mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan

mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.

Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi

dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema

jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia

akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang

kental dan adanya peradangan (GOLD, 2009).Komponen-komponen asap

rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru. Mediator-

mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di

paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka

ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena

ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah

inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara

akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa

eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK

predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk

melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak

diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan

(Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas

dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi

berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi,

dan hipersekresi mukus. Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi

hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

10

Page 11: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

5. Pathway

11

PPOK

Obstruksi jalan nafas

Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar

mukus

Saluran nafas besar

Metaplasia sel goblet

Saluran nafas menjadi kecil lebih kecil berkelok-kelok

dan beroblitrasi

Saluran nafas kecil

Berkurangnya elastis paru Penyempitan saluran nafas

Emfisema

Saluran nafas kecil kolap saat ekspirasi

Bronkitiskronik

Dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah

Hipoventilasi alveolar

Peradangan bronkus

Gangguan kebersihan paru

Asap tembakau / polusi udara

Sekresi mukus meningkat

Kontraksi otot PCO2 & PO2 Meningkat

Page 12: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin

1. Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

- VEP1merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya

PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter

walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau

variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit

kemudian dilihat perubahan nilai VEP1atau APE, perubahan VEP1atau APE

< 20% nilai awal dan < 200 ml

12

Sekresi mukus meningkat

Kontraksi otot PCO2 & PO2 Meningkat

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Resistensi pernafasan

Gangguan pertukaran gas

Frekuensi nafas meningkat

dyspneau

Ketidakefektifan jalan nafas

Page 13: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin

Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.

Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau

hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung

pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil

pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan

radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya

atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien (GOLD, 2009).

4. Laboratorium darah rutin (Hb, Ht, Leukosit)

5. Analisa gas darah

6. Mikrobiologi sputum (PDPI, 2003)

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

1. Faal paru

-Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional(KRF), Kapasiti Paru Total

(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat

- DLCO menurun pada emfisema

- Raw meningkat pada bronkitis kronik

- Sgaw meningkat

- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2. Uji latih kardiopulmoner

- Sepeda statis (ergocycle)

- Jentera (treadmill)

- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus,pada sebagian kecil PPOK terdapat

hipereaktiviti bronkus derajat ringan.

4. Uji coba kortikosteroid

13

Page 14: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison

atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu

peningkatan VEP1pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK

umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid

5. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi

- CT - Scan resolusi tinggi

-Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula

yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos

- Scan ventilasi perfusi untuk mengetahui fungsi respirasi paru

7. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi

ventrikel kanan.

8. Ekokardiografi

Menilai funfsi jantung kanan

9. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi

diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang

tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut

pada penderita PPOK di Indonesia.

10. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia

muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan

klasifikasi (derajat) PPOK, yaitu (GOLD,2009):

Klasifikasi Penyakit Gejala Klinis Spirometri

PPOK Ringan Dengan atau tanpa batuk

Dengan atau tanpa

VEP1 ≥ 80% prediksi

(nilai normal spirometri)

14

Page 15: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

produksi sputum

Sesak nafas derajat sesak

1 sampi derajat sesak 2

VEP1/KVP < 70%

PPOK Sedang Dengan atau tanpa batuk

Dengan atau tanpa

produksi sputum

Sesak nafas derajat 3

VEP1/KVP < 70%

50% ≤ VEP1 < 80%

prediksi

PPOK Berat Sesak nafas derajat sesak

4 dan 5

Eksaserbasi lebih sering

terjadi

VEP1/KVP < 70%

30% ≤ VEP1 < 50%

prediksi

PPOK Sangat Berat Sesak nafas derajat sesak

4 dan 5 dengan gagal

nafas kronik

Eksaserbasi lebih sering

terjadi

Disertai komplikasi kor

pulmonale atau gagal

jantung

VEP1/KVP <70%

VEP1< 30% prediksi,

atau

VEP1 < 50% dengan

gagal napas kronik

7. Penatalaksanaan

Tujuan Penatalaksanaan pada PPOK adalah :

Mengurangi gejala

Mencegah eksaserbasi berulang

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat - obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

15

Page 16: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga

penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)

penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK

stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK

adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah

menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi

paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus

dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari

asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang

pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya.

Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat

ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik

rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan

memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi

kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan

keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu

cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian

edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,

lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

16

Page 17: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktiviti

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan

skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK

ditegakkan

2. Pengunaan obat - obatan

Macam obat dan jenisnya

Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau

kalau perlu saja )

Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen

Kapan oksigen harus digunakan

Berapa dosisnya

Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi :

Batuk atau sesak bertambah

Sputum bertambah

Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,

langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian

edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu

banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam

17

Page 18: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit

kronik progresif yang ireversibel

Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :

Ringan

Penyebab dan pola penyakit PPOK yang ireversibel

Mencegah penyakit menjadi berat dengan menghindari pencetus, antara

lain berhenti merokok

Segera berobat bila timbul gejala

Sedang

Menggunakan obat dengan tepat

Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

Program latihan fisik dan pernapasan

Berat

Informasi tentang komplikasi yang dapat terjadi

Penyesuaian aktiviti dengan keterbatasan

Penggunaan oksigen di rumah

2. Obat - obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan

bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan

jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow

release ) atau obat berefek panjang ( long acting).

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai

bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

- Golongan agonis beta - 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah

penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat

pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.

18

Page 19: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak

dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau

drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,

karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu

penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka

panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau

puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau

drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang

diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang

diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan

VEP1pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : amoksisilin, makrolid

- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon,makrolid baru

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan

N- asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,

tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang

19

Page 20: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak

dianjurkan sebagai pemberian rutin.

f. Antitusif

Diberikan dengan hati – hati

3. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan

hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah

kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya. Manfaat oksigen :

Mengurangi sesak

Memperbaiki aktiviti

Mengurangi hipertensi pulmonal

Mengurangi vasokonstriksi

Mengurangi hematokrit

Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

Meningkatkan kualiti hidup

Macam terapi oksigen :

Pemberian oksigen jangka panjang

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi

oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan

gagal napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK

eksaserbasi akut di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU.Terapi oksigen

pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila

penderita tidur.Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak

napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan

analisis gas darah atau pulse oksimetri. pemberian oksigen harus mencapai

saturasi oksigen di atas 90%.

Alat bantu pemberian oksigen

20

Page 21: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

Nasal kanul

Sungkup venturi

Sungkup rebreathing

Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi

analisis gas darah pada waktu tersebut.

4. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas

akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat

berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan dirumah sakit di

ruang ICU atau di rumah.

Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

ventilasi mekanik dengan intubasi

ventilasi mekanik tanpa intubasi

5. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya

kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena

hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan

derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

Penurunan berat badan

Kadar albumin darah

Antropometri

Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)

Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan

mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat

mengeluarkan CO2yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan

keseimbangan antara kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu

21

Page 22: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings)dengan pipa

nasogaster.

8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal napas

akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale. Gagal napas

kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan

PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat normal. Gagal napas akut pada gagal napas

kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum

bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun. Pada pasien PPOK

produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini

memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi kronik ini imunitas

tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.

Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %,

dan dapat disertai gagal jantung kanan (PDPI, 2003).

9. Pencegahan

1. Mencegah terjadinya PPOK

- Hindari asap rokok

- Hindari polusi udara

- Hindari infeksi saluran napas berulang

2. Mencegah perburukan PPOK

- Berhenti merokok

- Gunakan obat-obatan adekuat

- Mencegah eksaserbasi berulang

22

Page 23: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

BABIII

ASUHAN KEPERAWATAN

1. KASUS

Tn.S 56 Th masuk 3 Maret 2015 Diagnosa PPOK, jenis kelamin Laki-laki

Agama Islam pekerjaan Tani, Pendidikan SD. Alamat Sendang Kulon. Alasan

di rawat Sesak napas Keluhan utama : Sesak dan batuk Riwayat keluhan

utama: riawayat penyakit dahulu: Sesak napas sejak 5tahun yang lalu. Riwayat

penyakit sekarang : Sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit pasien sesak

terus-menerus akhirnya keluarga membawa ke Rumah Sakit Umum Daerah

Dr.Soetomo Surabaya. Riwayat kesehatan keluarga tidak ada keluarga yang

menderita penyakit seperti ini. Riwayat kesehatan lain : Pasien pernah

merokok, dan berhenti sejak sakit kurang lebih 5 tahun yang lalu. Observasi

dan Pemeriksaan Fisik CM, GCS : 456, Keadaan umum : lemah Tanda-tanda

vital : S= 37 oC, T= 130/80mmHg, Nadi= 104x/m, RR= 28x/m. Pernafasan

melalui : hidung + terpasang 02 kanule ( 2 liter/menit ). Trachea tidak ada

pembengkokan Cyanosis (-), dyspnea (+), batuk lendir putih,

darah( )Whezeeng (+) / (+), Ronchi (+) / (+) dada simetris. Eliminasi urin :

400-500cc/hari, warna kuning, jernih, khas amoniak. Ekstremitas atas tangan

kiri terpasang infus RL 7 Tetes/menit. Spiritual Klien mengharapkan dengan

perawatan yang diberikan bisa sembuh dan yakin dengan pertolongan Tuhan

bisa sembuh, persepsi penyakitnya sebagai cobaan dalam hidup. Tetapi pasien

tidak dapat melakukan sholat di RS. Pemeriksaan Lab AGD : - PH : 7,359

( 7,35-7,45 ), PCO2 : 46,0 ( 35-45 ), PO2 : 115,0 ( 80-104 ), HCO3 : 25,

Sputum : BTA (-) Therapi. Infus RL : Dex.5% 1:1/ 24 jam ( 7 tts/menit ),

Aminophylin 1 amp / 24 jam, - Tarbutalin 4x0,025 mg, Ciprofloxasin 2x500

mg, Nebulezer 4x ( Atroven : Agua ) = 1:1, Oksigen 2 liter / menit Diet

TKTP

23

Page 24: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

2. PENGKAJIAN

A. Identitas

Nama : Tn. S

Umur : 56 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : SD

Alamat : Sendang Kulon

Keluhan Utama : sesak dan batuk

Riwayat Penyakit

1) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak nafas , sejak 2 hari sebelum masuk RS

pasien sesak terus menerus, dan sering batuk. Keadaan umum Compos mentis, GCS

: E4,V5,M6, suhu : 37C, T : 130/80mmHg, N : 104 x/menit, RR: 28x/menit.

Pernafasan melalui : hidung + terpasang 02 kanule ( 2 liter/menit ). Trachea tidak

ada pembengkokan Cyanosis (-), dyspnea (+), batuk lendir putih, darah( )Whezeeng

(+) / (+), Ronchi (+) / (+) dada simetris. Eliminasi urin : 400-500cc/hari, warna

kuning, jernih, khas amoniak. Ekstremitas atas tangan kiri terpasang infus RL 7

Tetes/menit. Spiritual Klien mengharapkan dengan perawatan yang diberikan bisa

sembuh dan yakin dengan pertolongan Tuhan bisa sembuh, persepsi penyakitnya

sebagai cobaan dalam hidup. Tetapi pasien tidak dapat melakukan sholat di RS.

Pemeriksaan Lab AGD : - PH : 7,359 ( 7,35-7,45 ), PCO2 : 46,0 ( 35-45 ),

PO2 : 115,0 ( 80-104 ), HCO3 : 25, Sputum : BTA (-) Therapi. Infus RL :

Dex.5% 1:1/ 24 jam ( 7 tts/menit ), Aminophylin 1 amp / 24 jam, - Tarbutalin

4x0,025 mg, Ciprofloxasin 2x500 mg, Nebulezer 4x ( Atroven : Agua ) = 1:1,

Oksigen 2 liter / menit Diet TKTP

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan pernah mengalami sesak nafas sejak 5 tahun yang lalu

3) Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan di keluarganya tidak ada yang mengalami sakit seperti ini

24

Page 25: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

B. Pengkajian Pola Virginia Handerson

1. Pola Pernafasan

Sebelum sakit : Pasien dapat bernafas dengan normal dan tidak menggunakan alat

bantu pernafasan .

Saat dikaji : pasien mengeluh sesak nafas dan tampak terpasang O2 kanul (2

liter/ menit)

2. Pola Nutrisi

Sebelum sakit : Pasien makan 3x sehari dengan menu nasi, sayur dan lauk

Saat dikaji : Saat dirawat di rumah sakit, makan ¼ porsi pada menu yang

disajikan di rumah sakit pada tiap kali jadwal makan

3. Kebutuhan Eliminasi

Sebelum sakit : BAB 1x sehari, fesesnya lunak, warna kuning dan BAK lancar ,

warna jernih kekuningan

Saat dikaji :BAB 1x sehari, fesesnya lunak, warna kuning dan BAK lancar ,

warna jernih kekuningan

4. Gerak dan keseimbangan

Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan aktivitas tanpa gangguan

Saat dikaji : Pasien tampak keseimbangannya terganggu karena tidak bisa

bernafas

5. Kebutuhan Istirahat dan tidur

Sebelum sakit : Pasien biasa tidur 8 jam sehari dan bangun pada pukul 05.00

Saat dikaji : Malam hari kadang terbangun karena sesak nafas dan batuk

6. Personal Hygiene

Sebelum Sakit : Mandi 2x sehari dan gosok gigi mandiri.

Saat dikaji : Pasien mandi dengan di seka oleh istrinya pagi dan sore, serta

gosok gigi.

7. Kebutuhan rasa aman dan nyaman

Sebelum sakit : Pasien merasa aman dan nyaman jika bersama keluarga dan

istrinya

Saat dikaji : Pasien mengeluh tidak nyaman karena sering sesak nafas dan batuk

8. Kebutuhan berpakaian

Sebelum sakit : Pasien ganti baju 2x sehari dan dapat berpakaian sendiri.

Saat dikaji : Memakai pakaian dibantu oleh anaknya.

25

Page 26: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

9. Kebutuhan Spiritual

Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan ibadah solat 5 waktu

Saat dikaji : Pasien tidak bisa sholat di RS dan berkeyakinan bahwa

penyakitnya dapat sembuh karena pertolongan Tuhan.

10. Kebutuhan berkomunikasi dan berhubungan

Sebelum sakit : Hubungan pasien dengan keluarga baik biasa berkomunikasi

dengan bahasa jawa.

Saat dikaji :Pasien mau berkomunikasi dengan perawat dengan ditemani

anaknya

11. Temparatur tubuh

Sebelum sakit : Pasien biasa memakai pakaina tipis jika panas begitu juga

sebaliknya

Saat dikaji : Pasien suhunya normal S : 37 C

12. Kebutuhan bekerja

Sebelum sakit : Pasien adalah seorang petani

Saat dikaji : Pasien hanya berbaring ditempat tidur.

13. Kebutuhan bermain dan rekreasi

Sebelum sakit : Pasien tidak biasa bermaian ataupun rekreasi

Saat dikaji : Pasien tidak bisa pergi kemana - mana, hanya tetangganya

sering menjenguk di RS untuk menghibur.

14. Kebutuhan Belajar

Sebelum Sakit : Pasien tidak tahu tentang penyakit PPOK yang dideritanya

Saat dikaji : Pasien sudah tahu tentang penyakit yang dideritanya karena

penjelasan perawat.

C.Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : compos mentis,TD 130/80mmHg, RR 28x/menit, suhu 37 C,

N :104x/menit

2. Kepala

a. Kepala : mesosephal

b. Rambut : hitam, tidak mudah dicabut,

c. Mata : Bulu mata tidak mudah dicabut, sklera tidak ikterik, konjungtiva

tidak anemis, palpebra dekstra udem dan spasme, oedem pada kornea dekstra.

d. Hidung : tampak terpasang kanul O2 (2L/menit)

e. Telinga : Besih, tidak ada serumen, reflek suara baik.

26

Page 27: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

f. Mulut : Gigi kekuningan, lengkap, tidak ada stomatitis.

g. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada pembengkakan

pada trakhea

h. Ektremitas : tidak ada oedem pada kedua ekstremitas atas dan bawah.

Ekstremitas atas tangan kiri terpasang infus RL 7 ttes/menit

3. Dada

a. Paru

1) Inspeksi

Bentuk dada simetris

Tampak RR 28x/menit

2) Palpasi

Tidak ada pembengkakan pada paru

Tidak ada nyeri tekan

3) Perkusi

Hipersonor

4) Auskultasi

Suara nafas wheezing dan kadang terdengar ronchi

D.Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

AGD

a) PH = 7,359 (7,35-7,45)

b) PCO2 = 46,0 (35-45)

c) PO2 = 115,0 (80-104)

d) HCO3 = 25

Sputum BTA ( - )

2. Terapi

a) Terapi infus : RL Dextro 5 % 1:1/24 jam (7 tetes/menit)

b) Terapi injeksi :

Aminiphylin 1 amp/24 jam

Tarbulatin 4x0,025mg

Ciproflaxosin 2x 500 mg

c) Terapi Oksigen

Nebulizer 4x (atroven : agua) = 1:1 ,O2 2L/menit

d) Diet TKTP

27

Page 28: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

E.Analisa Data

NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM

1.

2.

3.

DS : Pasien mengatakan sesak nafas

sejak 5 tahun yang lalu.

DO: ps. Tampak sesak

nafas/dispneu ,tampak menggunakan

alat bantu pernafasan kanul O2 , RR: 28

x/m, wheezing(+), Ronchi(+)

DS: ps. Mengatakan sering batuk

DO: p stampak batuk , batuk tampak

ada lendir putih

DS : pasien mengatakan kesulitan nafas

DO: PCO: 46 ,PO2 : 115

Hiperventilasi

Adanya mukus

Ventilasi perfusi

Ketidak efektifan

pola nafas

Bersihan jalan

nafas tidak efektif

Gangguan

pertukaran gas

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Ketidakefektifan pola nafas bd hiperventilasi

2) Bersihan jalan nafas tidak efektif bd adanya mukus

3) Gangguan pertukaran gas bd ventilasi perfusi

4. INTERVENSI

NO DX DIAGNOSA NOC NIC

1. Ketidakefektifan

pola nafas bd

hiperventilasi

(00032)

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 2x24 jam

masalah ketidakefektifan

pola nafas teratasi

Kriteria :

1. RR normal 16-24

2. Adanya kesimetrisan

ekspansi dada

3. Tidak menggunakan otot

nafas tambahan

Airway Management

1. Posisikan pasien

untuk

memaksimalkan

ventilasi

2. Lakukanfisioterapi

dada jikaperlu

3. Keluarkan sekret

dengan batuk atau

suction

28

Page 29: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

4. Tidak ada pernafasan

cuping hidung saat

beraktifitas

5. Tidak ada nafas pendek

4. Auskultasi suara

nafas, catat adanya

suara tambahan

5. Atur intake untuk

cairan

mengoptimalkankese

imbangan.

6. Monitor respirasi

dan status O2

7. Berikanbronkodilato

r bila perlu

(amonophilin 1

amp/24 jam)

2 Bersihan jalan

nafas tidak

efektif bd

adanya mukus

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan 2x24 jam

masalah bersihan jalan nafas

tidak efektif dapat teratasi

Kriteria :

1. RR normal

2. Tidak ada kecemasan

3.Mampu membersihkan

secret

4. Tidak ada hambatan dalam

jalan nafas

5. Tidak ada batuk

Airway Management

Intervensi :

1. Posisikan pasien

untuk

memaksimalkan

ventilasi

2. Lakukan fisioterapi

dada jika perlu

3. Berikan minum

hangat kepada pasien

4. Ajarkan batuk efektif

5. Auskultasi suara

nafas, catat adanya

suara tambahan

3 Gangguan

pertukaran gas

bd ventilasi

perfusi

Setelah dilakukan tindakan

keperawtan 2x24 jam

masalah gangguan pertukaran

gas teratasi

Monitoring pernafasan :

1. Monitor rata-rata,

ritme, kedalaman, dan

usaha pernafasan

2. Monitor pola

29

Page 30: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

Kriteria :

Status pernafasan: pertukaran

gas

1. Kemudahan bernafas

2. tidak ada sesak nafas

dalam istirahat

3. tidak ada sesak nafas saat

beraktivitas

4.Tidak ada kelelahan

5.Tidak ada sianosis

6.PaCO2 DBN (35-45)

7.PaO2 DBN (80-104)

nafas :bradipnea,

takipnea,

3. Palpasi kesimetrisan

ekspansi paru

4. Perkusi dada

anteriordan posterior

dari apeks sampai

bawah

5. Auskultasi suara

pernafasan, catat area

yang mengalami

penurunan ventilasi dan

adanya suara tambahan

6. Monitor adanya

dispnea dan kejadian

yang meningkatkan dan

memperburuk keadaan

pasien

7. tidur menyamping

untuk mencegah

aspirasi

30

Page 31: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

BAB IVPENUTUP

A. Simpulan

Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan

karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Proses penuaan menyebabkan

beberapa perubahan struktural dan fungsional pada toraks dan paru-paru. Pada lansia

ditemukan alveoli menjadi kurang elastic dan lebih berserabut serta berisi kapiler-

kapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun karena

kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi permintaan. Perubahan

anatomi yang terjadi dengan penuaan turut berperan terhadap perubahan fungsi

pulmonal. Perubahan lain seperti hilangnya silia, dan menurunnya refleks batuk dan

muntah, mengubah keterbatasan fisiologis dan kemampuan perlindungan pada sistem

pulmonal.

Implikasi klinis dari perubahan pada sistem respirasi dapat menyebabkan

perubahan struktural, perubahan fungsi pulmonal, dan perubahan fungsi imun

mengakibatkan suatu kerentanan untuk mengalami kegagalan respirasi akibat infeksi,

kanker paru, emboli pulmunal, dan penyakit kronis seperti asma, dan penyakit paru

obstruksi kronis (PPOK), pneumonia, tuberculosis, dll.

B. Saran

Untuk mencapai suatu keberhasilan yang baik dalam pembuatan makalah

selanjutnya, maka penulis memberikan saran kepada:

1) Mahasiswa

Mudah-mudahan makalah ini memberikan wawasan kepada kita tentang

gangguan sistem pernapasan apasaja yang bisa terjadi pada lansia dan

bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan

sistem pernapasan.

2) Dosen pembimbing

Dan kepada bapak/ibu dosen pembimbing mata kuliah ini kiranya dapat

memberikan masukan, kritik dan saran guna melengkapi pengetahuan tentang

asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernapasan.

31

Page 32: Askep Lansia Dg Gangguan s.respi

DAFTAR PUSTAKA

Maryam, R, Siti. Dkk.2012. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:

Salemba Medika.

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba

Medika.

Tamher, S dan Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Suyono, Selamet. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi ketiga. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI

Dianec, Buughman. 1997. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Brown,Sandra Clark.2004.Nursing Outcomes Classification (NOC).US : ELSEVIER

Tim PDPI.2003.PPOK Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia.http// :jurnal –

PPOK- Perhimpunan- Dokter -Paru –Indonesia.com diakses pada hari

kamis,12/3/2015

32