asma bronkial
DESCRIPTION
asdTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara
di seluruh dunia. Asma dapat bersifat ringan dan tidak menganggu aktiviti,
akan tetapi dapat bersifat menetap dan menganggu aktiviti bahkan kegiatan
harian. Produktiviti menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat
menimbulkan disability (kecacatan), sehingga menambah penurunan
produktiviti serta menurunkan kualitas hidup [1].
Survei menunjukkan bahwa meskipun telah disosialisasikan panduan
pengobatan asma sejak 1991 secara menyeluruh di banyak negara, tetapi
kenyataan menunjukkan hasilnya masih jauh dari harapan. 52% pasien asma
mengatakan asma mengganggu aktivitas sehari-hari. Data di atas
menunjukkan pengendalian asma yang rendah dan menyebabkan angka
kesakitan yang tinggi, serta kualitas hidup pasien yang tidak baik. Sehingga
diperlukan pendidikan berkesinambungan baik untuk pasien terlebih lagi
untuk para dokter[1].
GINA (Global Initiative for Asthma) tahun 1995 menetapkan 6 strategi
pengobatan asma seperti penyuluhan kepada pasien untuk membina
kerjasama dokter dengan pasien. Peniliaian dan pemantauan beratnya asma
dengan mengukur gejala asma dan fungsi paru menghindari faktor pencetus,
perencanaan pengobatan jangka panjang, penanganan eksaserbasi asma
dan kunjungan ke dokter secara teratur, masih belum mengalami
perubahan[2].
Meskipun panduan pengobatan asma telah dibuat, diperbaiki dan
disebarluaskan, terdapat kenyataan yang ada di masyarakat hasilnya belum
memadai, masih diperlukan penyuluhan baik untuk dokter dan pasien[1,2].
1
Dalam rangka untuk membantu menambah pengetahuan akan
penyakit ini maka referat ini disusun. Kiranya apa yang dicoba disampaikan
melalui referat ini dapat sedikit membantu dalam penanggulangan asma di
masa yang akan datang [2].
2
BAB II
PEMBAHASAN
I. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodic
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama malam atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan
obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible
dengan atau tanpa pengobatan[1].
II. Etiologi
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor
pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu disini termasuk
predisposisi genetic yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu
genetic asma, alergik (atopi), hiperaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras.
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dan kecenderungan/predisposisi
asma untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik (atopi),
hiperaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi
individu dengan kecenderungan/presisposisi asma untuk berkembang
menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan
gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu
allergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi
pernafasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga.
Interkasi faktor genetik/pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui
kemungkinan [1,2]:
3
Pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu
dengan genetik asma.
Baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko
penyakit asma.
Faktor Risiko pada Asma [3,4,5]
Faktor Pejamu
Predisposisi genetik
Atopi
Hiperesponsif jalan nafas
Jenis kelamin
Ras/etnik
Faktor Lingkungan
Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi lama
Alergen di dalam ruangan
Mite domestik
Alergen binatang
Alergen kecoa
Jamur (fungi, molds, yeasts)
Alergen di luar ruangan
Tepung sari bunga
Jamur (fungi, molds, yeasts)
Bahan di lingkungan kerja
Asap rokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Polusi udara
Polusi udara di luar ruangan
Polusi udara di dalam ruangan
4
Infeksi pernafasan
Hipotesis hygiene
Infeksi parasit
Status sosioekonomi
Besar keluarga
Diet dan obat
Obesiti
Faktor Lingkungan
Mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap
Alergen di dalam di luar ruangan
Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
Infeksi pernafasan
Exercise dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Sulfur dioksida
Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
Ekspresi emosi yang berlebihan
Asap rokok
Iritan (a.l, parfum, bau-buan merangsang, household spray)
5
III. Epidemiologi
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kematian kesakitan dan
kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan
rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei kesehatan
rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari
10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronchitis kronik
dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronchitis kronik dan emfisema
sebagai penyebab kematian (mortality) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%.
Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,
dibandingkan bronchitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000 [5].
Penyakit asma sangat umum dijumpai, diperkirakan 4-5% populasi di
Amerika Serikat menderita asma, hal serupa juga dijumpai di berbagai
negara. Asma bronkial dapat menyerang segala tingkat usia, tapi terutama
pada usia muda. Kira-kira 2/3 kasus menyerang pada usia < 10 tahun dan
sedangkan 1/3 nya sebelum usia 40 tahun. Pada masa anak-anak, ratio
wanita : laki-laki = 2 : 1 sedangkan menjadi seimbang pada usia 30[2].
Umumnya prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, lebih tinggi
dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota yang
lain di negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-
7% [5].
IV. Patofisiologi
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel
inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit, makrofag,
neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan
sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita
asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma
intermiten maupun asma persisten. Inflmasi dapat ditemukan pada berbagai
6
bentuk asma seperti asma alergik, asma non alergik, asma kerja dan asma
yang dicetuskan aspirin [6,7].
1. Inflamasi Akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor
antara lain allergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons
inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah
kasus diikuti reaksi asma tipe lambat [6].
Reaksi Asma Tipe Cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan
terjadi degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan
preformed mediator seperti histamin, protease dan newly generated
mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan
kontraksi otot polos bronkus, sekresi mucus dan vasodilatasi [6].
Reaksi Fase Lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi allergen dan
melibatkan pengerahan serta aktivitas eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan
makrofag [6].
2. Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag, sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot
polos bronkus [7].
Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe
Th2). Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas
7
dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-
CSF. Interleukin-4 berperan dalam menginduksi sel limfosit B mensintesis
IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta
memperpanjang ketahanan hidup eosinofil [7].
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l. 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti
molekul adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme
terjadinya masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi
plasma, eosinofphil granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-
cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel [2,6,7].
EOSINOFIL
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi
tidak spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita
asma adalah dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai
efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-
CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya
IL-3, IL-5, dan GM-CSF meningkatkan maturasi, aktivasi dan
memperpanjang ketahanan hidup eosinofil. Eosinofil yang mengandung
granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein
(MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin
(EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas [8,9].
Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel
8
mast. Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed
mediator seperti histamin dan protease serta newly generated mediators
antara lain prostaglandin D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan
sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF [9].
Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik
pada orang normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan
seluruh percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai
mediator antara lain leukotrin, PAF serta jumlah sitokin. Selain berperan
dalam proses inflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway
remodeling. Peran tersebut melalui a.l sekresi growth promoting factors
untuk fibroblast, sitokin, PDGF dan TGF- [9].
3. Airway Remodeling
Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan
jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan
(healing process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian
sel-sel mati/rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan
tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan jaringan yang rusak/injuri
dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang
rusak/injuri dengan jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan
skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan
perubahan struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan
banyak belum diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme
tersebut sangat heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari
diferensiasi, migrasi, maturasi, dediferensiasi sel sebagaimana deposit
jaringan penyambung dengan diikuti oleh restitusi/pergantian atau
9
perubahan struktr dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan
peningkatan otot polos dan kelenjar mukus [10].
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflmasi dan
remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling,
juga komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran reticular
basal, matriks interstisial, fibrogenic growth factor, protease dan
inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus [10].
Perubahan struktur yang terjadi [10] :
Hipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
Hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mucus
Penebalan membran reticular basal
Pembuluh darah meningkat
Matriks ekstraselular fungsinya meningkat
Perubahan struktur parenkim
Peningkatan fibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
Gambar. Perubahan struktur pada airway remodeling dan konsekuensi klinis [10]
10
Smooth muscle mass
increase
mucous glands
increase
Inflammatory cells
Persistence
Fibrogenic growth factor
release
Elastolysis
severe bronchospasm
during exacerbation
Ongoing Inflammation
Reducedelasticity of
airway wall
Important Mucous secretion
during exacerbation
collagendeposition on RBMand ECM
Dari uraian di atas, sejauh ini airway remodeling merupakan fenomena
sekunder dari inflamasi atau merupakan akibat inflamasi yang terus
menerus (longstanding inflammation) [10].
Konsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan
tanda asma seperti hiperaktiviti jalan napas, masalah distensibiliti/
regangan jalan napas dan obstruksi jalan napas. Sehingga pemahaman
airway remodeling bermanfaat dalam manajemen asma terutama
pencegahan dan pengobatan dari proses tersebut [10].
11
V. Gejala Klinis
Asma dicirikan dengan adanya wheezing episodik, kesulitan bernapas,
dada, sesak dan batuk. Frekuensi gejala asma sangat bervariasi. Beberapa
pasien mungkin hanya memiliki batuk kering kronis dan yang lain mengalami
batuk yang produktif. Beberapa pasien memiliki batuk yang tidak sering,
serangan asma mendadak dan lainnya dapat menderita gejala itu hampir
secara terus menerus. Gejala asma dapat terjadi secara spontan atau
mungkin dipercepat atau diperberat dengan banyak pemicu yang berbeda
seperti yang didiskusikan di atas. Frekuensi gejala asma mungkin semakin
buruk di malam hari; variasi sirkadian pada tonus bronkomotor dan reaktivitas
bronkhus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala-
gejala bronkokonstriksi [5].
Beberapa penemuan pemeriksaan fisik meningkatkan kemungkinan
dugaan asma. Pembengkakan mukosa hidung, meningkatnya sekresi hidung,
dan polip hidung seringkali terlihat pada pasien dengan asma alergika.
Eksema, dermatitis atopi, atau manifestasi lainnya dari kelainan alergi kulit
juga dapat terlihat. Bahu yang membungkuk dan menggunakan otot
pernapasan tambahan mengarah pada meningkatnya kerja pernapasan.
Wheezing selama pernapasan normal atau suatu fase ekspirasi yang
diperpanjang sangat berhubungan dengan obstruksi saluran pernapasan.
Namun, wheezing selama ekpirasi buatan tidak berhubungan. Pemeriksaan
dada di antara periode serangan/eksaserbasi mungkin normal pada pasien
dengan asma ringan. Selama eksaserbasi asma berat, saluran pernapasan
terlalu terbatas untuk menghasilkan wheezing, sehingga petunjuk diagnosis
hanya didapat dengan auskultasi secara umum, yaitu penurunan suara
pernapasan dengan ekspirasi yang diperpanjang [5].
12
Paru-paru secara cepat menjadi hiperinflasi dan diameter
anteroposterior thorax membesar, jika serangan berat dan lama, suara nafas
menghilang dan mengi menjadi bernada tinggi. Lebih lanjut, otot-otot bantu
nafas menjadi aktif dan terjadi nadi paradiksus. Kedua tanda tadi
menunjukkan beratnya obstruksi. Jika pernafasan pasien bersifat dangkal,
tanda atau aktifitas otot-otot bantu nafas dapat tidak terlihat walau obstruksi
cukup berat [2,5].
Pada kondisi yang ekstrem, mengi mungkin tidak jelas bahkan
menghilang, batuk menjadi tidak produktif dan bernafa mengap-mengap. Hal
ini akibat sumbatan mukus dan mengancam jiwa pasien. Atelektasis akibat
sumbatan mukus dapat pula ditemui pada serangan asma. Pneumotoraks
spontan atau pneumo mediastinum dapat ditemukan walau jarang
terjadi[2,5].
Peringatan tanda-tanda serangan akut [4]Tanda-tanda Awal Tanda lanjut
- gangguan hidup - dispnoe saat istirahat - peningkatan beratgejala - takikardi- penurunan toleransi latihan - pulsus paradoxus - peningkatan hebat terapi
bronkodilator - peak flow < 100 1/menit
- penurunan efektifitas terhadap terapi bronkodilator
- astrup abnormal
- penurunan peak flow
13
VI. Pemeriksaan Penunjang
1. Faal Paru
Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai [7]:
obstruksi jalan napas
reversibility kelainan faal paru
variability faal paru sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif
jalan nafas
Parameter standar untuk menilai faal paru [6,7]:
a. Spirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa
melalui prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung
kepada kemampuan penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator
yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk mendapatkan nilai yang
akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan
acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP
< 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP< 75%
atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
reversibility, yaitu perbaikan VEP1 > 15% secara spontan atau
setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator) atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu. Reversibility ini dapat
membantu diagnosis asma.
Menilai derajat berat asma.
14
b. Arus puncak ekspirasi
Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory
flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa,
terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan
kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat
PEF meter relatif mudah digunakan/dipahami baik oleh dokter
maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-
hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE
dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan
instruksi yang jelas.
Manfaat APE dalam diagnosis asma [5,6,7] :
Reversibility, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari,
atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral, 2 minggu).
Variability, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan
variability APE harian selama 1-2 minggu. Variabiliti juga dapat
digunakan menilai derajat berat penyakit (lihat klasifikasi).
Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.
Pada penderita dengan gejala asma dan faal paru normal
sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji
provokasi bronkus mempunyai sensitivity yang tinggi tetapi
spesifisiti rendah, artinya hasil negatif dapat menyingkirkan
diagnosis asma persisten, tetapi hasil positif tidak selalu berarti
bahwa penderita tersebut asma. Hasil positif dapat terjadi pada
penyakit lain seperti rinitis alergik, berbagai gangguan dengan
penyempitan jalan napas seperti PPOK, bronkiektasis dan fibrosis
kistik.
15
Ada beberapa cara untuk melakukan uji provokasi bronkus seperti
uji provokasi dengan histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara
dingin, larutan garam, hipertonik, dan bahkan dengan aqua
destilata. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap
bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani, dilakukan dengan
menyuruh pasien erlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai
denyut jantung 80-90% dari maksimum. Dianggap bermakna bila
menunjukkan penurunan APE (Arus Puncak Ekspirasi) paling
sedikit 10%. Akan halnya uji provokasi dengan allergen, hanya
dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang
diuji[5,6,7].
2. Pemeriksaan Sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil
sangat dominan pada bronchitis kronik. Selain untuk melihat adanya
eosinofil, kristal Charcot-Leyden, dan Spiral Curschmann, pemeriksaan
ini penting untuk melihat adanya miselium Aspergillus furmigatus [5,6,7].
3. Pemeriksaan Eosinofil Total
Jumlah eosonofil total dalam darah sering meningkat pada pasien
asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari
bronchitis kronik. Pemeriksaan ini juga dapat dipakai sebagai patokan
untuk menentukan cukup tidaknya dosis kortikosteroid yang dibutuhkan
pasien asma [9].
16
4. Uji Kulit
Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik
dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji allergen
yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula
sebaliknya [9].
5. Pemeriksaan Kadar IgE Total dan IgE spesifik dalam Sputum
Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya
atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit
tidak dapat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya [9].
6. Foto Dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain
obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses
patologis di paru atau komplikasi asma seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain [7].
Radiografi dada rutin hanya menunjukkanhiperinflasi. Temuan lainnya
meliputi penebalan dinding bronkial dan pengurangan bayangan vaskuler
paru perifer. Radiografi dada tidak diperlukan kecuali kalau ada
pneumonia, gangguan lain yang mirip asma, atau adanya komplikasi
seperti dugaan pneumothorak [7].
7. Analisis Gas Darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase
awal serangan terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg)
kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal
sampai normokapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat
terjadinya hiperkapnia (PaCO2 > 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis
respiratorik) [1,2,6].
17
VII. Diagnosis Banding dan Komplkasi Asma
A. Diagnosis Banding
1. Bronkitis Kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan
sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk
kronik seperti tuberculosis, bronchitis atau keganasan harus disingkirkan
dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada
pasien berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai
dengan batuk pagi hari, lama kelamaan disertai mengi dan menurunnya
kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan
tanda-tanda kor pulmonal [7].
2. Emfisema Paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan
mengi jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma,
pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada
kegiatan jasmani. Pada pameriksaan fisis ditemukan dada kembung,
peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara
napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi [7].
3. Gagal jantung kiri akut
Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan
bila timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pasien
tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang
atau berkurang bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang
memperberat atau memperingan gejala pada gagal jantung. Disamping
ortopnea, pada pemeriksaan fisis ditemukan kardiomegali dan edema
paru[7].
18
4. Emboli Paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi,
gagal jantung dan tromboflebitis. Di samping gejala sesak napas, pasien
batuk-batuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang
dan pingsan. Pada pemeriksaan fisis ditemukan adanya ortopnea, takikardia,
gagal jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis dan hipertensi.
Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis
jantung ke kanan [7].
5. Penyakit lain yang jarang
Seperti sianosis trakea, karsinoma bronkus, poliarteritis nodosa [7].
B. Komplikasi Asma [7]
1. Pneumotoraks
2. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
5. Gagal napas
6. Bronchitis
7. Fraktur iga
Klasifikasi Asma
GNA (Global Initiative of Asthma) membuat klasifikasi asma menjadi 4
kelompok yaitu [5,6,7] :
1. Asma intermiten :
gejala < 1 x/minggu
serangan singkat, ringan
gejala malam < 2 x/bulan
19
di luar serangan tidak ada gejala
APE > 80% nilai terbaik
VEP1 > 80% nilai prediksi
Variabiliti APE < 20%
2. Asma persisten ringan :
gejala lebih 1 x/minggu, tetapi < 1 x/hari
serangan dapat menganggu aktivitas/tidur
gejala malam > 2 x/bulan
APE > 80% nilai terbaik
VEP1 > 80% nilai prediksi
Variabiliti APE < 20-30%
3. Asma persisten sedang
gejala tiap hari
serangan menganggu aktivitas/tidur
gejala malam lebih dari 1 kali/minggu
menggunakan obat tiap hari (bronkodilator)
APE 60-80% nilai terbaik
VEP1 60-80% nilai prediksi
APE variability > 30%
4. Asma persisten berat :
gejala terus menerus
serangan sering sekali timbul
gejala malam sering timbul
aktivitas terbatas
20
APE < 60% nilai terbaik
VEP1 < 60% nilai prediksi
APE variability > 30%
Klasifikasi berat serangan asma akut dibagi dalam 4 kelompok [5,6,7] :
Tabel. Klasifikasi berat serangan asma akut
Gejala dan Tanda Berat Serangan Akut Keadaan
Mengancam JiwaRingan Sedang Berat
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata
Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah Mengantuk, gelisah, kesadaran menurun
Frekuensi napas < 20 x/menit 20-30 x/menit > 30 x/menit
Nadi < 100 100 – 120 > 120 Bradikardia
Pulsus paradoksus
- +/ -10 – 20 + -
10 mmHg mmHg > 25 mmHg Kelelahan otot
Otot Bantu napas dan retraksi
- + + Torakoabdominal paradoksal
Suprasternal Mengi
Akhir ekspirasi paksa
Akhir ekspirasi Inspirasi dan ekspirasi
Silem Chest
APE > 80% 60-80% < 60%
PaO2 > 80 mmHg 80 – 60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
SaO2 > 95% 91 – 95% < 90%
VIII. PENATALAKSANAAN ASMA
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dan melakukan aktiviti sehari-hari [4,8].
21
Tujuan penatalaksanaan asma [4,8] :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan
terkontrol bila [4,8] :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada) termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit gawt darurat
Program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen [4,8] :
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
22
PERENCANAAN PENGOBATAN JANGKA PANJANG
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam
waktu satu bulan (asma terkontrol, lihat program penatalaksanaan) [1,4,8].
Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang
untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol,
terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan [1,4,8] :
Medikasi (obat-obatan)
Tahapan pengobatan
Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
Medikasi Asma
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega [1,4,8].
Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol [1,4,8] :
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Agonis beta-2 kerja lama, oral
Leukotrien modifiers
Antihistamin generasi kedua (antagonis H1)
Lain-lain
23
Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki
inflmasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas [1,4,8].
Termasuk pelega adalah [1,4,8] :
Agonis beta2 kerja singkat.
Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega
bila penggunaan brokondilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum
tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
Antikolinergik.
Aminofillin.
Adrenalin.
Rute pemberian medikasi
Medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi,
oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan
pemberian medikasi langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah [1,4,8] :
Lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas.
Efek sistemik minimal atau dihindarkan.
Beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak
terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja
bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi pada oral.
Macam-macam cara pemberian obat inhalasi [1,4,8] :
Inhalasi dosis terukur (IDT)/metered-dose inhaler (MDI)
IDT dengan alat bantu (spacer)
Breat-actuated MDI
Dry powder inhaler (DPI)
Turbuhaler
Nebuliser
24
Pengobatan berdasarkan derajat berat asma [1,4,8]
Pengobatan sesuai berat asma
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari
Berat Asma Medikasi pengontrol harian
Alternatif/pilihan lain Alternatif lain
Asma intermiten Tidak perlu ……… ………
Asma Persisten ringan
Glukokortkosteroid inhalasi (200-400 ug D/hari atau ekivalennya)
Teofilin lepas lambat
Kormolin
Leukotriene modifiers
………
Asma persisten sedang
Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama
Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah teofilin lepas lambat atau
Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau
Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (> 800 ug BD atau ekivalennya) atau
Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers
Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau
Ditambah teofilin lepas lambat
Asma persisten bereat
Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah > di bawah ini :
- teofilin lepas lambat
- leukotriene modifiers
- glukokortikosteroid oral
Prednison/metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat
Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asa tetap terkontrol
25
Tujuan Penatalaksanaan asma jangka panjang [1,4,8]
Tujuan : Asma yang terkontrol Tujuan : mencapai kondisi sebaik mungkin
Menghilangkan atau meminimalkan gejala kronik, termasuk gejala malam
Menghilangkan/meminimalkan serangan
Meniadakan kunjungan ke darurat gawat
Meminimalkan penggunaan bronkodilator
Aktiviti sehari-hari normal, termasuk latihan fisis (olahraga)
Meminimalkan/menghilangkan efek samping obat
Gejala seminimal mungkin
Membutuhkan bronkodilator seminimal mungkin
Keterbatasan aktiviti fisis minimal
Efek samping obat sedikit
Faal paru (mendekati) normal
Variasi diurnal APE < 20%
APE (mendekati) normal
Faal paru terbaik
Variasid diurnal APE minimal
APE sebaik mungkin
Penanganan Asma Mandiri [1,4,8]
Pelangi Asma
Pelangi Asma, monitoring keadaan asma secara mandiri
Hijau
Kondisi baik, asma terkontrol
Tidak ada/minimal gejala
APE 80-100% nilai dugaan/terbaik Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan. Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan turunkan terapi
Kuning
Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan akut/eksaserbasi
Dengan gejala asma (asma malam, aktiviti terhambat, batuk, mengi, dada terasa berat baik saat aktiviti maupun istirahat) dan/atau APE 60-80% prediksi/nilai terbaik
Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi
Merah
Berbahaya
Gejala asma terus menerus dan membatasi aktiviti sehari-hari
APE < 60% nilai dugaan/terbaik Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan yang disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada respons, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit
26
Sistem penanganan asma mandiri membantu penderita memahami
kondisi kronik dan bervariasinya keadaan penyakit asma. Mengajak penderita
memantau kondisinya sendiri, identifikasi perburukan asma sehari-hari,
mengontrol geala dan mengetahui kapan penderita membutuhkan bantuan
medis/dokter. Penderita diperkenalkan kepada 3 daerah (zona) yaitu merah,
kuning dan hijau dianalogkan sebagai kartu menuju sehat balita (KMS) atau
lampu lalu lintas untuk memudahkan pengertian dan diingat penderita. Zona
merah berarti berbahaya, kuning hati-hati dan hijau adalah baik tidak
masalah. Pembagian zona berdasarkan gejala dan pemeriksaan fal paru
(APE). Agar penderita nyaman dan tidak takut dengan pencatatan tersebut,
maka diberikan nama pelangi asma. Setiap penderita mendapat
nasehat/anjuran dokter yang bersifat individual bergantung kondisi asmanya,
tetapi aturan umum pelangi asma adalah seperti pada tabel di atas [1,4,8].
27
PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH SAKIT [1,4,8]
28
Penilaian awal
Riwayat dan pemeriksaan fisis (auskultasi, otot Bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila
mungkin faal paru (APE atau VEP1 saturasi O2). AGDA dan pemeriksaan lain atas indikasi
Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam Jiwa
Pengobatan Awal
Oksigenasi dengan kanul asam Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan)
Kortikosteroid sistemik : serangan asma berat
tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator
dalam kortikosteroid oral
Algoritme penatalaksanaan asma di rumah sakit [1,4,8]
29
Penilaian Ulang setelah 1 jam
Pemeriksaan fisis, saturasi O2 dan pemeriksaan lain atas indikasi
Respon baik Respons baik dan
stabil dalam 60 menit Pemeriksaan fisis
normal APE > 70% prediksi/nilai terbaik
Saturasi O2 > 90% (95% pada anak)
Respon tidak sempurna Risiko tinggi distress Pemeriksaan fisis :
gejala ringan – sedang APE > 50% tetapi <
70% Saturasi O2 tidak ada
perbaikan
Respon buruk dalam 1 jam Risiko tinggi distress Pemeriksaan fisis
berat, gelisah dan kesadaran menurun
APE < 30% PaCO2 > 45 mmHg PaO2 < 60 mmHg
Pulang Pengobatan
dilanjutkan dengan inhalasi agonis beta-2
Membutuhkan kortikosteroid oral
Edukasi penderita memakai obat yang benarikuti rencana pengobatan
selanjutnya
Dirawat di RS Inhalasi agonis beta-2
+ anti kolinergik Kortikosteroid sistemik Aminofiin drip Terapi oksigen
pertimbangkan kanul nasal atau maskter venturi
Pantau APE, Sat O2, nadi, kadar teofilin
Dirawat di ICU Inhalasi agonis beta-2
+ antikolinergik Kortikosteroid IV Pertimbangkan agonis
beta-2 injeksi SC/IM/IV Terapi oksigen
menggunakan masker venturi
Aminofilin drip Mungkin perlu intubasi
dan ventilasi mekanik
Tidak perbaikan Perbaikan
Pulang
Bila APE > 60% prediksi/terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi
Dirawat di ICU
Bila tidak perbaikan dalam 6-12 jam
PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH [1,4,8]
Penilaian berat seranganKlinis : gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah
APE < 80% nilai terbaik/prediksi
Terapi AwalInhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral
30
Respons baik
Gejala (batuk/berdahak/sesak/mengi) membaikPerbaikan dengan agonis beta-2 & bertahan selama 4 jam. APE > 80% prediksi/nilai terbaik
Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-4 jam untuk 24 – 48 jam
Alternatif : bronkodilator oral setiap 6-8 jam
Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi (bila sedang menggunakan steroid inhalasi) selama 2 mingu, kemudian kembali ke dosis sebelumnya
Respons buruk
Gejala menetap atau bertambah beratAPE < 60% prediksi/nilai terbaik Tambahkan kortikosteroid
oral Agonis beta 2 diulang
SegeraKe dokter / IGD/ RS
Hubungi dokter untuk Instruksi selanjutnya
Algoritme penatalaksanaan asma di rumah
Obat Asma [1,4,8]
A. Obat-obatan Pengawasan Jangka Panjang
Agen anti inflamasi, bronkodilator aksi lambat dan poligen leukotrien
merupakan obat-obatan penting pada kelompok ini. Jenis obat-obatan
tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen inflamasi yang paling potensial. Efeknya
secara umum adalah untuk mengurangi inlamasi akut maupun kronik,
menurunkan gejala asma, memperbaiki aliran udara, mengurangi
hiperresponsivitas saluran napas, mencegah eksaserbasi asma, dan
mengurangi remodeling saluran napas. Agen ini juga mempunyai
efek potensial terhadap gejala agonis beta-adrenergik.
Kortikosteroid inhalasi lebih dianjurkan untuk pengawasan asma
jangka panjang dan merupakan agen lini pertama bagi pasien asma
persisten. Untuk sebagian besar pasien, dosis 2 kali sehari
memberikan kontrol asma yang adekuat. Dosis 1 kali sehari mungkin
cukup bagi pasien dengan asma ringan persisten.
Kortikosteroid sistemik paling efektif diberikan untuk mencapai kontrol
segera pada asma selama keadaan eksaserbasi atau ketika memulai
terapi asma jangka panjang. Pengobatan selang sehari lebih baik
daripada pengobatan harian. Terapi sebaiknya diberikan bersama-
sama dengan suplemen kalsium dan vitamin D untuk mencegah
kehilangan mineral tulang diinduksi steroid dalam pemberian jangka
panjang.
31
2. Bronkodilator Jangka Panjang
a. Mediator Penghambat
Natrium kromoloin dan nedokromil merupakan obat untuk
pengontrolan jangka panjang yang dapat digunakan untuk
mencegah gejala asma dan meningkatkan fungsi saluran napas
pada pasien dengan asma ringan persisten atau asma yang
diinduksi oleh olahraga. Kedua agen ini merangsang pelepasan
mediator sel mast dan keterlibatan eosionofil dan menghambat
asmatik cepat maupun lambat terhadap paparan alergen dan
bronkospasme yang diinduksi oleh olahraga.
b. Agen Beta-adrenergik
Agonis , adrenergik aksi jangka panjang memberikan efek
brankodilatasi pada 12 jam sesudah pemberian dosis tunggal.
Salmeterol, satu-satunya agen di kelas ini yang tersedia di
Amerika Serikat, diindikasikan untuk pencegahan gejala asma
dalam jangka panjang khususnya gejala-gejala pada malam hari
(nokturnal) dan pencegahan bronkospasme yang diinduksi oleh
serangga.
c. Inhibitor Fosfodiesterase
Teofilin memberikan efek bronkodilatasi ringan pada asmatik. Obat
ini juga mempunyai sifat anti inflamasi penting dan meningkatkan
pembersihan mukosiliar dan kontraktilitas diafragma. Preparat
teofilin mengontrol asma nokturnal dan biasanya digunakan
sebagai terapi tambahan pada pasien asma persisten sedang atau
berat. Teofilin dapat juga digunakan sebagai alternatif terapi
pencegahan jangka panjang bagi pasien asma persisten ringan.
32
Obat-obatan Pemulih Cepat (Quick-Relief Medication)
Bronkodilator aksi singkat dan kortikosteroid sistemik merupakan obat-
obatan penting dalam kelompok ini.
1. Agen Beta Adrenergik
Agonis beta-adrenergik inhaler aksi singkat jelas merupakan
brankodilator yang paling efektif selama eksaserbasi dan digunakan
pada semua pasien untuk menangani gejala akut. Agen ini
merelaksasi otot halus saluran napas dan segera meningkatkan
aliran udara pernapasan dan mengurangi gejala-gejala.
Terapi agonis beta-adrenergik inhaler sama efektif dengan terapi oral
atau parenteral dalam relaksasi otot halus saluran napas dan
memperbaiki asma akut, serta menunjukkan beberapa keuntungan
dengan onset yang cepat (< 5 menit) dan efek samping sistemik yang
ringan. Sebagai tambahan, pemberian berulang menghasilkan
kenaikan bronkodilatasi.
2. Antikolinergik
Obat-obatan ini dapat mengurangi hipersekresi kelenjar mukus yang
dijumpai pada asma. Obat ini adalah obat pilihan bagi bronkospasme
karena pengobatan beta-bloker.
3. Glukokortikoid
Kortikoid sistemik terapi primer yang efektif untuk pasien dengan
eksaserbasi sedang sampai berat atau untuk pasien yang gagal
merespon secara cepat dan lengkap dengan terapi agonis , inhaler.
Obat ini merupakan lini utama pengobatan pasien dengan asma
berat dan juga berguna untuk pasien dengan eksaserbasi yang lebih
ringan. Obat ini mempercepat pemulihan obstruksi saluran napas dan
mengurangi tingkat kekambuhan.
33
Kortikosteroid lebih baik diberikan secara intravena untuk kasus
pasien kritis, dalam upaya mengurangi pengaruh absorbsi
gastrointestinal.
Tujuan utama terapi eksaserbasi asma adalah memperbaiki
hipoksemia, mengembalikan obstruksi aliran udara dan mengurangi
kemungkinan terjadinya obstruksi berulang. Penanganan yang
terpenting adalah mengoreksi hipoksemia dengan suplementasi
oksigen.
34
Rencana Pengobatan serangan asma berdasarkan berat serangan dan tempat pengobatan [1,4,8]
SERANGAN PENGOBATAN TEMPAT PENGOBATAN
RINGAN
Aktiviti relatif normal
Berbicara satu kalimat dalam satu napas
Nadi < 100
APE > 80%
Terbaik :
Inhalasi agonis beta-2
Alternatif :
Kombinasi oral agonis beta-2 dan teofilin
Di rumah
Di praktek dokter/klinik/ puskesmas
SEDANG
Jalan jarak jauh timbulkan gejala Berbicara beberapa kata dalam satu npas
Nadi 100-120
APE 60-80%
Terbaik
Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam
Alternatif :
- Agonis beta-2 subkutan
- Aminofilin IV
- Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK
Oksigen bila mungkin Kortikosteroid
Darurat Gawat/RSKlinik Praktek Dokter Puskesmas
BERATSesak saat istirahatBerbicara kata perkata dalam satu napas Nadi > 120APE < 60% atau 100 1/dtk
Terbaik
Nebulisasi agonis beta-2 tiap 4 jam
Alternatif :
- Agonis beta-2 SK/IV
- Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK
Aminofilin bolus dilanjutkan drip
Oksigen Kortikosteroid IV
MENGANCAM JIWAKesadaran berubah/menurun Gelisah Sianosis Gagal napas
Seperti serangan akut beratPertimbangkan intubasi danVentilasi mekanis
Darurat Gawat/RS ICU
35
Obat asma yang tersedia di Indonesia (tahun 2004) [1,4,8]
Jenis Obat Golongan Nama Generik Bentuk/Kemasan Obat
Pengontrol
Antiinflmasi Steroid inhalasi Flutikason propionat IDT
Budesonide IDT, Turbuhaler
Kromolin IDT
Sodium kromoglikat Nedokromil IDT
Nedokromil Zafirlukasi Oral (tablet)
Antileukotrin Metilprednisolon Oral, Injeksi
Kortikosteroid sistemik Prednisolon Oral
Agonis beta-2 kerja lama Prokaterol Oral
Bambuterol Oral
Formoterol Turbuhaler
Pelega Bronkodilator
Agonis beta-2 kerja singkat
Salbutamol Oral, IDT, rotacap, rotadisk, solutio
Terbutalin Oral, IDT, Turbuhaler, solutio
Ampul (injeksi)
Prokaterol IDT
Fenoterol IDT, solutio
Antikolinergik Ipratropium bromide IDT, solutio
Metilsantin Teofilin Oral
Aminofilin Oral, injeksi
Teofilin lepas lambat Oral
Agonis beta-2 kerja lama Formoterol Turbuhaler
Kortikosteroid sistemik Metilprednisolon Oral, injeksi
Prednison Oral
Keterangan tabel IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose Inhaler/MDI, dapat digunakan bersama dengan spacerSolutio : larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebulizer Oral : dapat berbentuk sirup, tablet Injeksi : dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv
36
Sediaan dan dosis obat pengontrol asma [1,4,8]
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Kortikosteroid sistemik
Metilprednisolon Tablet 4, 8, 16 mg 4-40 mg/hari, dosis tunggal atau terbagi
0,25 – 2 mg/kgBB/ hari, dosis tunggal atau terbagi
Pemakaian jangka panjang dosis 4-5 mg/hari atau 8-10 mg selang sehari untuk mengontrol asma, atau sebagai pengganti steroid inhalasi pada kass yang tidak dapat/mampu menggunakan steroid inhalasi
Prednison Tablet 5 mg Short-course :
20-40 mg/hari dosis tunggal atau terbagi selama 3-10 hari
Short-course :
1-2 mg/kgBB/hari
Maks. 40 mg/hari, selama 3-10 hari
Kromolin & Sedokromil
Kromolin IDT
5 mg/semprot
1-2 semprot
3-4 x/hari
1 semprot
3-4 x/hari
Sebagai alternatif antiinflamasi
Sedokromil IDT
2 mg/semprot
2 semprot
2-4 x/hari
2 semprot
2-4 x/hari
Ssebelum exercise atau pajanan alerge, profilaksis efektif dalam 1-2 jam
Agonis beta-2 Kerja lama
Salmeterol IDT 25 mg/semprot rotadisk 50 mg
2-4 semprot, 2x/hari
1-2 semprot, 2x/hari
Digunakan bersama/ kombinasi dengan steroid inhalasi untuk mengontrol asma
Lambuterol Tablet 10 mg 1 x 10 mg/hari, malam
-
Rokaterol Tablet 25,50 meg
Sirup meg/ml
2 x 50 meg/hari
2 x 5 ml/hari
2 x 25 meg/hari
2 x 2,5 ml/hari
Tidak dianjurkan untuk mengatasi gejala pada eksaserbasi kecuali formeterol yang mempunyai onset kerjacepat dan berlangsung lama, sehingga dapat digunakan mengatasi gejala pada eksaserbasi
Normoterol IDT 4,5; 9 meg/semprot
4,5 – 9 meg 1-2 x/hari
2 x 1 semprot (> 12 tahun)
37
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Mtilxantin
Aminofilin lepas lambat
Tablet 225 mg 2 x 1 tablet ½ tablet, 2x/hari (> 12 tahun)
Atur dosis sampai mencapai kadar obat dalam serum 5-15 meg/l
Teofilin lepas lambat
Tablet 125, 250, 300 mg-2 x/hari
2 x 125 – 300 mg 2 x 125 mg (> 6 tahun)
Sebaiknya monitoring kadar obat dalam serum dilakukan rutin, mengingat sangat bervariasinya metabolic clearance dari teofilin, sehingga mencegah efek samping
400 mg 200 – 400 mg 1 x/hari
2 semprot
2-4 x/hari
Antileukotrin
Zafirlukast Tablet 20 mg 2 x 20 mg/hari ------- Pemberian bersama makanan mengurangi biovailabiliti.
Sebaiknya diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan
Steroid inhalasi
Flutikason propionat
IDT 50, 125 meg/semprot
125 – 500 meg/hari 50-125 meg/hari Dosis bergantung kepada derajat berat sama
Budesonide IDT, Turbuhaler 100, 200, 400 meg
100 – 80 mg/hari 100-200 meg/hari Sebaiknya diberikan spacer
Beklometason depropionat
IDT, rotacap, rotahaler, rotadisk
100 – 800 meg/hari 100-200 meg/hari
38
Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma [1,4,8]
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Agonis beta-2 kerja singkat
Terbutalin IDT 0,25 mg/semprot
Turbuhaler 0,25 mg; 0,5 mg/hirup
Respule/solutio 5 mg/2 ml
Tablet 2,5 mg
Sirup 1,5 : 2,5 mg/5 ml
0,25 – 0,5 mg
3-4 hari
oral 1,5 – 2,5 mg
3 – 4 x/hari
Inhalasi 0,25 mg 3-4 x/hari (> 12 tahun)
Oral
0,05 mg/kgBb/x
3-4 x/hari
Penggunaan obat pelega sesuai kebutuhan bila perlu
Salbutamol IDT 100 meg/semprot
2,5 mg/2 ml, 5 mg/ml
Tablet 2 mg, 4 mg
Sirup 1 mg, 2 mg/ 5 ml
Inhalasi
200 meg 3-4 x/hari
oral 1-2 mg, 3-4 x/hari
100 meg, 3-4 x/hari
0,05 mg/kgBB/x
3-4 x/hari
Untuk mengatasi eksaserbasi, dosis pemeliharaan berkisar 3-4 x/hari
Fenoterol IDT 100, 200 meg/semprot
Solutio 100 meg/ml
200 mg 3-4 x/hari
10-20 meg
100 mg, 3-4 x/hari 10 meg
Prokaterol IDT 10 meg/semprot
Tablet 25,50 meg
Sirup 5 meg/ml
2-4 x/har
2 x 50 meg/hari
2 x 5 ml/hari
2 x/hari
2 x 25 meg/hari
2 x 2,5 ml/hari
Antikolinergik
Ipratropium hromid IDT 20 meg/semprot
40 meg
3-4 x/hari
20 meg,
3-4 x/hari
Diberikan kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat untuk mengatasi serangan
Kombinasi dengan agonis beta-2 pada pengobatan jangka panjang, tidak ada manfaat tambahan
Solutio 0,25 mg/mi (0,025%)
(nebulisasi)
0,25 mg setiap 6 jam
0,25 – 0,5 mg tiap 6 jam
39
Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan
Kortikosteroid sistemik
Metilprednisolon Tablet 4, 8, 16 mg Short course :
24 – 40 mg/hari dosis tunggal atau terbagi selama 3-10 hari
Short course :
1-2 mg/kgBB/hari, maksimum 40 mg/hari selama 3-10 hari
Short-course efektif untuk mengontrol asma pada terapi awal sampai tercapai APE 80% terbaik atau gejala mereda, umumnya membutuhkan 3-10 hari
Metilsantin
Kombinasi teotilin faminotilin dengan agonis beta-2 kerja singkat (masing-masing dosis minimal). Meningkatkan efektiviti dengan efek samping minimal
Teofilin
Aminofilin
Tablet 130, 150 mg
Tablet 200 mg
3-5 mg/kgBB/kali 3,4 x/hari
3-5 mg/kgBB kali, 3-4 x/hari
40
BAB III
PENUTUP
Asma adalah penyakit yang ditandai dengan episode serangan yang
bervariasi, dari ringan sampai berat. Diluar serangan penderita dapat
menunjukkan gambaran seperti orang normal. Pengobatan pada penderita
asma bertujuan mengatasi serangan dan dan menghilangkan serangan
tersebut sesegera mungkin, karena serangan yang tidak ditanggaulangi
dengan adekuat dapat memperlama masa serangan serta menurunkan
fungsi paru. Usaha pencegahan dilakukan untuk menghindari atau
mengurangi asma. Dengan penatalaksanaan yang baik dan tepat serangan
asma dapat ditanggulangi bahkan dihilangkan sehingga penderita dapat
hidup sehat seperti orang normal lainnya.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Tierney LM, McPhee SJ dan Papadakis MA. Diagnosis dan Terapi Ilmu
Penyakit Dalam. ”Asma” Buku 1. Penerbit Salemba Medika. Jakarta;
2002 : 65-83.
2. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL dkk. Principles of Internal Medicine.
Harrison’s 15th edition. Asthma. Mc. Graw-Hill Medical Pusblishing
Divition. New York 2001 : Volume II : 1456-1463.
3. Danusantoso H. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates. Jakarta
1999: 195-249.
4. Clark T, Rees D. Practical Management of Asthma. 2nd edition. Kyodo
Printing. London, 1990 : 8.
5. Setiati S, Alwi I. Kasjmir YI, dkk. Prosiding Simposium. Current Diagnosis
and Treatment in Internal Medicine 2002. FKUI Jakarta 2002 : 199-204.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; ASMA; Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2004.
7. Fishman A.P; Manual of Pulmonary Diseases and Disorders. University of
Pennsylvania School of Medicine Philadelphia, Pennsylvania, 2002.
8. Journal Watch Emergency Medicine; Long-Term Asthma Therapies
Reduce Exacerbations; September 15, 2004.
http://www.medscape.com
9. Asthma Journal Scan, 2005; Year in Review; Airway Immunopathology of
Asthma with Exercise-induced Bronchoconstriction
http://www.medscape.com.
10. Lazarus SC. Airway Remodeling in Asthma. American Academi of
Allergy, Asthma and Immunology 56th Annual Meeting, 2000. Available
from http://www.medscape.com.
42
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus atas
rahmat dan berkatNya sehingga saya dapat menyelesaikan referat ini tepat
pada waktunya.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti di RSUD Koja Jakarta.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Suzanna Ndraha,
Sp.PD, (K) GEH, selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini dan
teman-teman yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian referat ini
sehingga dapat dikumpulkan tepat pada waktunya.
Penyusun berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan bagi penyusun sendiri khususnya.
Akhirnya penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan dan kesempurnaan referat ini.
Jakarta, May 2010
Penyusun
43
44
i
777
45
Referat
ASMA BRONKIAL
Pembimbing :dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD, (K) GEH
Disusun Oleh :
Yovita Sari Metkono
030.04.239
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UUMUM DAERAH KOJA
PERIODE 22 MARET – 29 MEI 2010FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................... 1
BAB II. PEMBAHASAN ............................................................ 3
1. Definisi ................................................................... 3
2. Etiologi ................................................................... 3
3. Epidemiologi .......................................................... 6
4. Patofisiologi ............................................................ 6
5. Gejala Klinis ........................................................... 11
6. Pemeriksaan Penunjang ........................................ 13
7. Diagnosis Banding ................................................. 17
8. Penatalaksanaan ................................................... 20
BAB III. PENUTUP .................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 41
46ii