asma

32
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONKHIALE Disusun untuk memenuhi tugas Profesi pada Departemen Emergency Disusun oleh : Nur Fitria 125070209111018 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: ahmadhazrulw

Post on 17-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

asma

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKHIALEDisusun untuk memenuhi tugas Profesi pada Departemen Emergency

Disusun oleh :

Nur Fitria125070209111018PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2015LAPORAN PENDAHULUANNama Mahasiswa: Nur FitriaNIM: 125070209111018Masalah Utama: Asma Bronkhiale

1. Pengertian

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).

Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Huddak & Gallo, 1997).

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer, 2002 : 611).

2. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasitimbulnya serangan asthma bronkhial.

1. Faktor predisposisi

a. GenetikDimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.

Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.

Seperti : makanan dan obat-obatan.

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.

- Perubahan cuaca.

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

Stress.Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Lingkungan kerja.

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

3. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asthma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asthma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asthma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

4. Manifestasi klinis

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

Menurut (Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229 manifestasi klinis dari asma di bagi menjadi :1. Stadium dini Faktor hipersekresi yang lebih menonjol

a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek

b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul

c. Whezing belum ada

d. Belum ada kelainan bentuk thorak

e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E

f. BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan

a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

b. Whezing

c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

d. Penurunan tekanan parsial O2

2. Stadium lanjut/kronik

a. Batuk, ronchi

b. Sesak nafas berat dan dada seolah olah tertekan

c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan

d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)

e. Thorak seperti barel chest

f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus

g. Sianosis

h. BGA Pa O2 kurang dari 80%

i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri

j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

5. Patofisiologi

Terlampir

6. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

2. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB

( Right bundle branch block).

Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

5. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang

bronkus.

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid

dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana

menandakan terdapatnya suatu infeksi.

7. PenatalaksanaanPrinsip umum pengobatan asma bronchial adalah:

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara

2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai

penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2 yaitu:

1. Pengobatan non farmakologik:

Memberikan penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan.

Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

Pemberian cairan

Fisiotherapy

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

Beri O2 bila perlu.

2. Pengobatan farmakologik:

Bronkodilator. Agonis beta

Obat yang melebarkan saluran nafas. Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberikan 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel).

Terbagi dalam 2 golongan:

a. Simpatomimetik/andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat:

Orsiprenalin (Alupent) Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.

Cara pemakaian:

Bentuk suntikan teofillin/aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).b. Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma, khususnya anak-anak. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

c. Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis 2x1mg/hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

d. Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan dosis 800 mg empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

e. Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994)

Pengobatan selama serangan status asthmatikus:

a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam

b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c) Aminophilin bolus 5 mg/KgBB diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutkan drip RL atau D5 maintenance (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/KgBB/24 jam.

d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara subkutan.

e) Dexamethasone 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f) Antibiotik spektrum luas.

(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF Paru RSUD Dr. Soetomo Surabaya).

Penatalaksanaan serangan asma akut:

Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.

Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan = 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang setiap 20 menit sampai 3 kali. Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini (per oral):a. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme: Efedrin : 0,5 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam

Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam

Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia, tremor, hipertensi dan insomni. Intervensi keperawatan jelaskan pada orang tua tentang efek samping obat dan monitor efek samping obat.

b. Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi bronkospasme dan meningkatkan bersihan jalan nafas.

Aminofilin: 4 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit.Efek samping tachycardia, dysrhytmia, palpitasi, iritasi gastrointistinal,rangsangan sistem saraf pusat;gejala toxic; sering muntah, haus, demam ringan, palpitasi, tinnitis, dan kejang. Intervensi keperawatan; atur aliran infus secara ketat, gunakan alat infus kusus misalnya infus pump.

c. Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa bronkus. Prednison: 0,5 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan hebat).

Fenoterol (berotec)

Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered Dose Inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.

f. Santin (teofilin). Metil Xantin.

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empat kali sehari.

Nama obat :

Aminofilin (Amicam supp)

Aminofilin (Euphilin Retard)

8. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema9. Asuhan Keperawatan1. Pengkajian

a. Pengumpulan data.

1) Identitas klien.

Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status asthmatikus. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis. (Antony C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).

2) Riwayat penyakit sekarang.

Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.

3) Riwayat penyakit dahulu.

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan,tonsillitis, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma (Tjen Daniel, 1991)

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik (Hood Alsagaf, 1993)5) Riwayat spikososial

Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asthma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).6) Pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan asthma (Antony Crokett ;1997, Tjien Daniel ;1991, Karnen B;1994)

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. (Hudak dan Gallo;1997)c) Pola eliminasi

Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk, konsentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.

d) Pola tidur dan istirahat

Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien (Antony C;1997)

e) Pola aktifitas dan latihan

Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat menjadi faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exercise Induced Asthma, (Tjien Daniel;1991)

f) Pola hubungan dan peran

Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja, (Antony C, 1997)g) Pola persepsi dan konsep diri

Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan serangan asthma yang berulang.

h) Pola sensori dan kognitif

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulang akan semakin tinggi.i) Pola reproduksi seksual

Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.

j) Pola penangulangan stress

Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor, (Tjien Daniel;1991)

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif dan adaptif.

7) Pemeriksaan fisik

a) Status kesehatan umum

Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien (Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).

b) Integumen

Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994, Laura A. Talbot; 1995).

c) Kepala.

Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kejang ataupun hilang kesadaran.(Laura A.Talbot;1995).

d) Mata.

Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien (Laura A. Talbot ; 1995)).

e) Hidung

Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis, alergi dan fungsi olfaktori (Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;1995)

f) Mulut dan laring

Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara. (Karnen B.:1994)).

g) Leher

Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).

h) Thorak

(1) Inspeksi

Dada diinspeksi terutama postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan.(Karnen B.;1994, Laura A.T.;1995).

(2) Palpasi.

Pada palpasi di kaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus (Laura A.T.;1995).

(3) Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor (Laura A.T.;1995).

(4) Auskultasi.

Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan Wheezing. (Karnen B .;1994).i) Kardiovaskuler.

Jantung di kaji ada atau tidaknya pembesaran jantung dan suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus, (Robert P.;1994, Laura A. T.;1995).

j) Abdomen.

Perlu di kaji tentang bentuk, nyeri, serta tanda-tanda infeksi (Hudak dan Gallo;1997, Laura A.T.;1995).

k) Ekstrimitas.

Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas(Laura A.T.;1995).

8) Pemeriksaan penunjang.

a) Pemeriksaan spirometri.

Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma (Karnen B;1998).

b) Laboratorium.

(1) Analisa gas darah.

Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik,(Karnen B.;1998).(2) Sputum.

Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik,(Arjadiono T.;1995).

(3) Sel eosinofil

Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat,(Arjadiono T.;1995).

(4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia

Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea,(Arjadiono T.;1995).e) Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologik di paru atau komplikasi asthma seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain lain, (Karnen B.;1998).

f) Elektrokardiogram

Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmonal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi sering terjadi pada asthma.

b. Analisa data

Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan .

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya, (Lismidar ; 1992).

Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien status astmatikus.

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme (Lindajual C.;1995).

b. Gangguan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan, (Hudak dan Gallo ;1997).

c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit,(Susan Martin Tucker;1993).

d. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi. (Lindajual C;1995).3. Perencanaan

Setelah pengumpulan data klien, mengorganisasi data dan menetapkan diagnosis keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan . Pada tahap ini perawat membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang digunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada tiga pase pada tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan dan merencanakan tindakan keperawatan, (Lismidar;1992).

Perencanaan dari diagnosis diagnosis keperawatan diatas adalah sebagai berikut:

a. Ketidakefektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental, peningkatan produksi mukus bronkospasme.

1) Tujuan

Jalan nafas menjadi efektif.

2) Kriteria hasil

(a) menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan peningkatan pertukaran gas.

(b) dapat mendemontrasikan batuk efektif

(c) dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi

(d) tidak ada suara nafas tambahan

3) Rencana tindakan

(a) Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum

(b) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.

(c) Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi

(d) Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan

(e) Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi dan fibrasi dada.

(f) Dorong dan atau berikan perawatan mulut

4) Rasional

(a) Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi

(b) Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta menimbulkan frustasi

(c) Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.

(d) Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan keberhasilan

(e) Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.

(f) Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut.

b. Gangguan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada, dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.

1) Tujuan

Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif

2) Kriteria hasil

(a) Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada paru

(b) Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut

3) Rencana tindakan

(a) Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan

(b) Posisikan klien dada posisi semi fowler

(c) Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif

(d) Minimalkan distensi gaster

(e) Kaji pernafasan selama tidur

(f) Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea4) Rasional

(a) Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal menunjukkan pola nafas yang tidak efektif

(b) Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga memberikan pengembangan pada organ paru

(c) Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif

(d) Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma

(e) Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif

(f) Rasa raguragu pada klien dapat menghambat komunikasi terapeutik.

c. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.

1) Tujuan

Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.

2) Kreteria hasil

(a) Frekuensi nafas 16 20 kali/menit

(b) Frekuensi nadi 60 120 kali/menit

(c) Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal

3) Rencana tindakan

(a) Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran

(b) Tempatkan klien pada posisi semi fowler

(c) Berikan terapi intravena sesuai anjuran

(d) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2(e) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda tanda toksisitas

4) Rasional

(a) Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien

(b) Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik

(c) Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular untuk pemberian obat obat darurat.

(d) Pemberian oksigen mengurangi beban otot otot pernafasan

(e) Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya

(f) Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis

d. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.

1) Tujuan

Asietas berkurang atau hilang.

2) Kriteria hasil

(a) Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.

(b) Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.

(c) Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas.

3) Rencana tindakan.

(a) Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.

(b) Kaji kebiasaan keterampilan koping.

(c) Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman hati.

(d) Implementasikan teknik relaksasi.

(e) Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.

(f) Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.

4) Rasional.

(a) Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam perencanaan tindakan selanjutnya.

(b) Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta menawarkan alternatif koping yang bisa di gunakan.

(c) Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai tujuan yang sama.

(d) Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan menghilangkan kecemasan

(e) Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih kooperatif.3. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat. Seperti tahap tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :

a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan

b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan

c. Memberikan asuhan keperawatan

d. Melanjutkan pengumpulan data 4. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim kesehatan lainnya

Tujuan evaluasi adalah :

a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak

b. Untuk melakukan pengkajian ulang

Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku klien

a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan

b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan

c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan prilaku yang telah ditentukan

Daftar Pustaka

Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media Acsulapius. FKUI. Jakarta.

Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta.Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.

Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial. CV Infomedika Jakarta.

Panitia Media Farmasi dan Terapi. (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. SurabayaTucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.