aspek-kontraktual

Upload: mathius-leo

Post on 04-Oct-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kontrak

TRANSCRIPT

ASPEK KONTRAKTUAL PERJANJIAN JASA KONSULTANSI UNTUK PEKERJAAN PERENCANAAN INFRASTRUKTUR(Djoko Soepriyono)

1. Latar Belakang PermasalahanPembangunan infrastruktur memegang peranan penting dan vital dalam mendukung ekonomi, sosial-budaya, kesatuan dan persatuan terutama sebagai modal sosial masyarakat. Memfasilitasi interaksi dan komunikasi di antara kelompok masyarakat serta mengikat dan menghubungkan antar daerah yang ada di Indonesia. Pembangunan infrastruktur merupakan lahan usaha untuk mendongkrak perekonomian rakyat, berkembang cukup pesat, dan melibatkan orang perseorangan, badan usaha privat, khususnya di sektor jasa, yaitu jasa konstruksi. Pembangunan infrtstruktur di antaranya pembangunan jalan dan jembatan; bangunan gedung; bangunan bendungan; bangunan fasilitas tansportasi bandara dan pelabubuhan; bangunan umum; bangunan industri; penataan kawasan dan lain sebagainya. Baik yang diselenggarakan oleh pemerintah; investasi nasional/asing; maupun yang diselenggarakan oleh swasta dan masyarakat sendiri pada umumnya.

1Pelaksanaan pembangunan infrastruktur tersebut, pemerintah tidak bisa membangun sendiri atau membiayai sendiri melalui dana APBN atau APBD dan pinjaman/asing. Pemerintah harus melibatkan pelaku usaha jasa konstruksi, apakah dalam bentuk investasi atau yang dibiayai oleh pemerintah dengan anggaran pendapatan belanjanya. Jasa konstruki yaitu: a. jasa perencanaan untuk pekerjaan konstruksi; b. jasa pelaksana untuk untuk pekerjaan konstruksi; dan c. jasa pengawasan untuk pekerjaan konstruksi. Jasa perencana dan jasa pengawasan tersebut disebut jasa konsultansi[footnoteRef:2]. [2: Ketentuan Pasal 1 Angka 16 Perpres 54/2010 menyebutkan, bahwa jasa konsultansi adalah jasa layanan professional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware), ]

Pembangunan infrastuktur tersebut, dalam pelaksanaan kegiatanya harus didukung dengan perangkat regulasai yang benar-benar memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat. Hal ini terkait dengan rasa keadilan dan kepastian hukum, karena berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku belum berorientasi, baik kepada kepentingan pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristik jasa konstruksi itu sendiri. Hal tersebut mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat. Maka dalam rangka mengatur pembanguan infrastrukur tersebut, sejak tahun 1999 pemerintah telah menerbitkan perundang-undangan yang terkait jasa konstruksi yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (disingkat UU Jasa Konstruksi), Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 54, beserta Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3833.UU Jasa Konstruksi mengatur tentang kegiatan pembangunan infrastruktur. Undang-undang tersebut berisi ketentuan umum, usaha jasa konstruksi, pengikatan pekerjaan konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, kegagalan bangunan, peran masyarakat, pembinaan, penyelesaian sengketa, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.Penjelasan UU jasa konstruksi dalam ketentuan umumnya menyebutkan, hahwa dalam pembangunan ekonomi secara nasional, khususnya infrastruktur UU Jasa Konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis mengingat jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainya, baik berupa perkembangan maupun sarana yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya untuk mewujukan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spitiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan infrastruktur, jasa konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa, memberi lapangan pekerjaan bagi tenaga ahli, tenaga trampil, pekerja dan masyarakat yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi [footnoteRef:3]. Indutri barang dan jasa pendukung jasa kontruksi tersebut misalnya industri pabrik semen, pabrik baja, pabrik kayu lapis, dan lain sebagainya. Oleh karena itu pembangunan infrastuktur di Indonesia sangat pesat sekali. [3: Penjelasan I.Umum,1. UU Jasa Konstruksi]

Sejak Indonesia merdeka, dimulai sejak akhir tahun limapuluhan sampai awal tahun enampuluhan ketika Presiden Soekarno mengkomando pembangunan di Indonesia. Di antaranya pembangunan bendungan Karangkates-Jawa Timur, bendungan Jati Luhur-Jawa Barat, bendungan Asahan-Sumatera Utara, Jembatan Semanggi, gelora Bung Karno, gedung DPR/MPR, Monas, Masjid Istiqlal dan beberapa bangunan megah lainya saat itu, di antaranya Hotel Indonesia, Hotel Samudera Beach, Wisma Nusantara dan masih banyak lagi. Sejak awal tahun tujuh puluhan dicanangkanya Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dahulu dikenal dengan singkatan REPELITA oleh Presiden Suharto. Pembangunan infrastruktur cukup pesat sekali baik yang dibiayai oleh pemerintah maupun swasta nasional, juga dibarengi banyaknya perusahaan jasa konstruksi, kususnya jasa konsultansi yang bergerak di bidang perencaan untuk pekerjaan konstruksi maupun non konstruksi oleh Badan Usaha Milik Negara/BUMN atau swasta nasional/asing.Sebelum lahirnya UU Jasa Konstruksi, pembangunan infrastruktur diatur oleh pasal-pasal Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) disingkat BW, Algemene Voorwaaden Voor de Uitvoering bij Aanneming Van Openbare Werken 1941 atau disingkat AV.41 yang sekarang di namakan Syarat-Syarat Umum untuk Pelaksanaan Pembangunan Bangunan Umum yang Dilelangkan, atau disingkat SU.41, untuk pembangunan infrastruktur pemerintah, proses pengadaanya dimulai melalui Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapan dan Belanja Negara. UU Jasa Konstruksi mengatur organ organesasi jasa konstuksi secara umum. Ketentuan Pasal 1 Angka 2 UU Jasa Konstruksi menyebutkan, bahwa pekerjaan konstruksi merupakan layanan jasa keahlian profesional, baik secara orang perseorangan maupun dalam bentuk badan usaha. Apakah berbadan hukum dan atau badan usaha tidak berbadan hukum. Pekerjaan konstruksi merupakan keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan mencakup pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing masing beserta kelengkapanya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Pekerjaan perencanaan juga termasuk layanan yang dihasilkan oleh jasa konsultansi. Dari pengertian tersebut terdapat tiga layanan untuk pekerjaan konstruksi sebagai penyedia jasa,subyek hukum, layanan tersebut adalah: a. layanan jasa perencanaan pekerjaan konstruksi atau disebut dengan jasa konsultansi atau konsultan yaitu yang memberikan layanan jasa rekayasa; perencanaan; perancangan dalam pekerjan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan penyusunan dokumen karya perncanaan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam bentuk gambar-gambar; rencana kerja dan syarat-syarat (umum, administrasi dan teknis); rencana anggaran biaya.b. layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau pemborong yaitu yang memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan pekerjaan persiapan samapai dengan seratau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari serah terima pekerjaan yag terakhir dalam bentuk fisik/atau bangunan dan dilengkapi dengan dokumen pelaksanaanya.c. layanan jasa pengawasan pekerjaan konstruksi atau disebut dengan jasa konsultansi atau konsultan yaitu kegiatan yang memberikan layanan jasa pengawasan baik sebagian atau keseluruhan pekerjaan pelaksanaan konstruksi yang dikerjakan oleh pelaksana konstruksi, sampai dengan serah terima yang terakir, dilengkapi dengan dokumen pengawasan[footnoteRef:4]. [4: Djoko Soepriyono, Kegagalan Bangunan dan Undang-undang Jasa Konstruksi Media Dinamika Konsultan Nasional Bisnis Konsultan Edisi 02 Tahun II Nopember 2005.]

Ketiga layanan diatas, disebut jasa konstruksi untuk pekerjaan konstruksi, yang produk akirnya adalah infrastruktur dalam bentuk fisik bangunan, bangunan gedung, jalan dan jembatan, bendungan dan karya intelektual hasil olah pikir (brainware) yang tertuang dalam bentuk dokumen karya perencanaan, terdiri atas gambar desain dan gambar kerja secara detail atau biasa disebut DED (desaint engineering detail), beserta dokumen teknik lainnya, serta Rencana Kerja dan Syarat (yang disingkat RKS), Rencana Analisa Biaya atau RAB.

PerencanaanPek. KonstruksiPelaksanaanPek. KonstruksiPengawasanPek. KonstruksiJasa Konsultansi(Konsultan)KonsultanPengawas Konsultan PerencanaNon KonstruksiKonstruksi(rekayasa; perencanaan;perancangan)PengawasanPek. KonstruksiPelaksana Konstruksi/Pemborong/Kontraktor/Anemer KonstruksiInfrastruktur/BangunanArsitekSipilMekanikalElektrikalTata LingkunganJasa Konstruksi(Layanan Jasa)

Bagan 01 : Organ Organesasi Jasa Konstruksi

Lingkup layanan pekerjaan konstruksi sesuai Penjelasan Pasal 1 Angka 2 UU Jasa Konstruksi: 1. Pekerjaan arsitektural mencakup antara lain: pengolahan bentuk dan masa bangunan berdasarkan fungsi serta persyaratan yang diperlukan setiap pekerjaan konstruksi;2. Pekerjaan sipil mencakup antara lain : pembangunan pelabuhan, bandar udara, jalan kereta api, pengamanan pantai, saluran irigasi/kanal, bendungan, terowongan, gedung, jalan dan jembatan, reklamasi rawa, pekerjaan pemasanban perpipaan, pekerjaan pemboran, dan pembukaan lahan;3. Pekerjaan mekanikal dan elektrikal merupakan pekerjaan pemasangan produk-produk rekayasa industri.Pekerjaan mekanikal mencakup antara lain : pemasangan urbin, pendirian dan pemasangan instalasi pabrik, kelengkapan instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak, dan gas.4. Pekerjaan elektrikal mencakup antara lain : pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, pemasangan instalasi kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya;5. Pekerjaan tata lingkungan mencakup antara lain: pekerjaan pengoalahan dan penataan akhir bangunan maupun lingkungannya.

Kelima nya dengan produk akir adalah bangunan hasil dari pekerjaan konstruksi, bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukan baik yang ada di atas, di bawah tanah dan/atau air. Dalam pengertian menyatu dengan tempat kedudukan terkandung makna bahwa proses penyatuannya dilakukan melalui penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Pengertian menyatu dengan tempat kedudukan tersebut dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan adanya asas pemisahan horisontal dalam pemilikan hak atas tanah terhadap bangunan yang ada di atasnya, sebagaimana asas hukum yang dianut dalam Undang-undang mengenai agraria.Hasil pekerjaan konstruksi ini dapat juga dalam bentuk fisik lain, antara lain : dokumen, gambar rencana, gambar teknis, tata ruang dalam (interior), dan tata ruang luar (exterior), atau penghancuran bangunan (demolition).Pengertian bangunan adalah secara umum, secara kusus bangunan adalah bangunan gedung, yaitu Ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau temapt tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.Pengertian secara umum tentang bangunan jalan, Ketentuan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.Jasa konstruksi dalam menjalankan kegiatan pembangunan infrastruktur, ketiganya terikat dengan perjanjian, yang tertuang dalam kontrak kerja konstruksi, karena kontrak kerja konstruksi merupakan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dengan penyedia jasa yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban. Ketentuan Pasal 1 Angka 5 UU Jasa Konstruksi, kontrak kerja konstruksi merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Ketentuan Pasal 1 Angka 22 Perpres 54/2010, menyebutkan bahwa perjanjian adalah perikatan disebut juga kontrak pengadaan jasa. Kontrak pengadaan barang/jasa yang selanjutnya disebut kontrak adalah perjanjian tertulis antara pejabat pembuat komitmen dengan penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola, yang obyeknya/lingkup pekerjaan adalah pekerjaan konstruksi termasuk juga jasa konsultansi untuk pekerjaan perencanaan proyek infrastruktur. Konsultan perencana dan konsultan pengawas pada dasarnya adalah perusahan di bidang jasa, yaitu jasa konsultansi atau usaha jasa konsultan. Pengertian jasa konsultansi sesuai Ketentuan Pasal 1 Angka 16 Perpres 54 Tahun 2010, jasa konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware). Dalam ketentuan tersebut mengatur pekerjaan konstrusi dan pekerjaan non konstruksi. Sementara itu, usaha jasa konsultan adalah setiap badan usaha yang melayani jasa konsultan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di Indoesia dan di negara di mana jasa konsultan tersebut dilaksanakan, serta menjalankan usaha yang tidak bertentangan dengan etika dan tata laku profesi [footnoteRef:5]. [5: Ketentuan BAB I Angka 2 Anggaran Dasar Ikatan Nasional Konsultan Indonesia, sesuai perubahan ke sebelas dilakukan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa yang dilaksanakan di Jakarta, dan disahkan pada Tanggal 16 Januari 2009.]

Peranan jasa konsultansi dalam dunia jasa konstruksi sebagaimana dimaksud, terutama melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi, apabila karya perencanaanya baik dan profesional maka hasilnya baik dan bisa dipertanggung jawabkan, sebaliknya jika karya perencaanya salah dan tidak sesuai kaidah keteknikan, kerangka acuan kerja, dapat saja berakibat vatal dan dimungkinkan terjadi kegagalan banguanan atau kegagalan pelaksanaan konstruksi, sehingga dapat menimbulkan sengketa jasa konstruksi.Di Indonesia jasa konsultansi atau usaha jasa konsultan (biasa disebut konsultan) terbentuk dengan didirikanya organesai asosiasi perusahaan jasa konsultan yang independen diberi nama Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (disingkat Inkindo) pada tanggal 20 Juli 1979 di Jakarta, sebagai hasil fusi dari Ikatan Konsultan Indonesia (IKINDO) yang didirikan pada tanggal 10 Febuari 1970, dan Persatuan Konsultan Teknis Pembangunan Indonesia (PKTPI) yang didirikan pada tanggal 8 Oktober 1971[footnoteRef:6]. [6: Ibid]

Konsultan adalah perorangan atau kumpulan orang yang terhimpun dalam suatu usaha jasa konsultan dengan memberikan jasa berupa: nasehat, opini, pandangan, pertimbangan, informasi saran, rekomendasi, mencari dan menemukan jalan keluar pemecahan masalah, berdasarkan keunggulan, keahlian, dan kompetensi profesionalnya yang standar, bermutu, lengkap, sahih, dan dapat dipercaya (reliable); kepada pihak yang memerlukan, denagn sikap dan cara yang jujur, berintegritas, independen, imparsial, serta mematuhi dan tunduk pada prinsip-prinsip kode etik dan tata laku profesional[footnoteRef:7]. Anggota Inkindo kini sersebar keseluruh Indonesia. Inkindo didirikan dengan tujuan membentuk iklim usaha jasa konsultan yang kondosif, serta membina kompentensi anggotanya melalui upaya pembinaan, pengembangan, dan perlindungan, guna menunjang pembanguan nasional dan mampu bersaing di tingkat global[footnoteRef:8], yang beranggotaan badan usaha jasa konsultan yang terdaftar. [7: Ibid.] [8: Ketentuan Pasal 3 Anggaran Dasar Ikatan Nasional Konsultan Indonesia, sesuai perubahan ke sebelas dilakukan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa yang dilaksanakan di Jakarta, dan disahkan pada Tanggal 16 Januari 2009..]

Layanan jasa konstruksi untuk pekerjaan konstruksi sangat di minati oleh masyarakat. Terbukti banyaknya masyarakat mendirikan badan usaha di bidang jasa konstruksi untuk pekerjaan konstruksi, karena pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (disingkat APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (disingkat APBD), Bantuan Luar Negeri (disingkat BLN) atau pinjaman asing dan atau swasta nasional/asing yang tersebar di seluruh Indonesia pada umumnya[footnoteRef:9]. Jasa konsultansi merupakan pendukung dari terselenggarakanya pembanguan infrastruktur tersebut. [9: Djoko Soepriyono, op.cit.]

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuaan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade Organization) merupakan pintu gerbang liberalisasi ekonomi di Indonesia, sehingga swasta asing atau modal asing atau investasi asing atau pinjaman/bantuan luar negeri ikut serta dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, kususnya untuk jasa konstruksi, lebih kusus lagi jasa konsultansi/konsultan perencana dan pengawas. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (disingkat UU Pemerintah Daerah) telah memberi kewenangan kepada daerah kabupaten/ kota dan provinsi diseluruh Indonesia untuk membangun pembangunan infrastruktur didaerahnya sesuai dengan kepentinganya yang melibatkan jasa konstruksi dari dana APBN/APBD/BLN atau swasta nasional dan masyarakat. Kondisi tersebut dalam pembangunan infrastruktur yang diselenggarakan oleh pemerintah memerlukan perangkat hukum yang jelas. Dalam rangka perlindungan hukum bagi pengguna jasa, penyedia jasa, dan masyarakat, maka diperlukan UU Jasa Konstruksi. UU Jasa Kontruksi memberi perlindungan hukum kepada para pihak yang terlibat dalam jasa konstruksi/pembangunan infrastruktur di Indonesia. Perangkat hukum tersebut di antaranya adalah perjanjian atau perikatan atau kontrak yang dilakukan oleh para pihak yaitu pengguna jasa dengan penyedia jasa. Hal ini agar dapat memberi kepastian hukum, rasa keadilan, dan azas manfaat bagi pengguna jasa, penyedia jasa, maupun masyarakat, yang terlibat jasa konstruksi di Indonesia. Ketentuan Pasal 1 Angka 1 UU Jasa Konstruksi menjelaskan bahwa, jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencana pekerjaan konstruksi, layanan pekerjaan pelaksana konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaaan konstruksi. Obyek hukum sebagai lingkup pekerjaan dari jasa konsultansi diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi (disingkat PP 4/2010) dan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (disingkat Perpres 54/2010), Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi (disingkat Permen PU 08/2011).Proses pengadaan jasa atau pelelangan/seleksi biasa disebut tender diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (disingkat PP 29/2000), sedangkan Pengadaan jasa konstruksi oleh pemerintah/yang di biayai dengan dana APBN, APBD, BLN yang ada unsur dana APBN atau APBD berlaku ketentuan dari PP 29/2000 dan Perpres 54/2010 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi (disingkat Permen PU 07/2011).Ditinjau dari aspek yuridis, dasar hukum perjanjian adalah pasal-pasal dalam Buku III BW tentang perjanjian/perikatan, serta pasal-pasal BW tentang pemborongan, UU Jasa Konstruksi beserta Peraturan Pemerintah (disingkat PP) nya, dan Perpres 54/2010. Untuk syarat-syarat sahnya perjanjian berpedoman pada Ketentuan Pasal 1320 BW, yakni diperlukan empat syarat yaitu: a) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b) kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c) suatu hal tertentu; dan d) suatu sebab yang halal. Aspek yuridis jasa konstruksi, syarat sahnya tidak hanya berpedoman 1320 BW, tetapi harus berpedoman ketentuan UU Jasa Konstruksi, khususnya Pasal 8. Ketentuan Pasal 17 ayat 5 UU Jasa Konstruksi tentang pengikatan para pihak, menyebutkan pemilihan penyedia jasa hanya boleh di ikuti penyedia jasa yang memenuhi persyaratan. Hal tersebut sebagaimana di maksud Pasal (8) dan Pasal (9), Pasal 8 dan Pasal 9 yang merupakan persyaratan usaha yang harus di penuhi terkait syarat sahnya melakukan perikatan dalam kontrak kerja konstruksi, yang berkaitan dengan keahlian dan ketrampilan. Ketentuan Pasal 8 UU Jasa Konstruksi menjelaskan bahwa perencana konstruksi pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus: a) memenuhi ketentuan perizinan usaha dibidang jasa konstruksi; b) memiliki sertifikat klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi. Pasal 9 UU Jasa Konstruksi mengatur orang perseorangan yang terlibat dalam penyelenggaraan jasa kontruksi.yang unsur nya sebagai berikut:a. memiliki Ijin Usaha Jasa Konstruksi;b. memiliki sertifikat badan usaha (SBU) yang telah klasikasi sub layanan jasa dan tingkatan kemampuan/gred;c. tenaga ahli yang dipekerjan oleh badan usaha harus memiliki sertifikat keahlian.

Implementasi dari syarat sahnya kontrak kerja konstruksi yang terkait dengan Pasal 9 UU Jasa Konstruksi diatur Ketentuan Pasal 15, Pasal 16, dan Pasal 17 dari PP 28/2000 dan Ketentuan Pasal 20 ayat (1) PP 29/2000 kontrak kerja konstruksi pada dasarnya dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam pekerjaan konstruksi yang terdiri atas: 1. kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan; 2. kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan pelaksanaan; 3. kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan pengawasan.Penjelasan ketentuan Pasal 20 ayat (1) PP 29/2000 kontrak kerja konstruksi harus dituangkan dalam dokumen tertulis yang terpisah pada masing-masing penyedia jasa, yaitu perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi. Pengadaan jasa konstruksi untuk perencanaan konstruksi oleh pemerintah yang di biayai dengan dana APBN,APBD,BLN atau yang ada unsur APBN atau APBD berlaku ketentuan Perpres 54/2010 beserta perubahanya, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah disingkat Perlem LKPP yang terkait pengadaan jasa pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi, Permen PU 07/2011, Permen PU 08/2011. Pada prinsipnya perundangan tersebut mengatur pengadaan barang/jasa, termsuk juga jasa untuk pekerjaan konstruksi yang dimulai proses pengadaan, pelaksanaan kegiatan, dan penerimaan.Ditinjau dari aspek sosiologis kontrak kerja konstruksi, dapat menimbulkan sengketa, yakni sengketa tata usaha negara, sengketa perdata, sengketa persaingan usaha tidak sehat, dan sengketa pidana/kusus. UU Jasa Konstruksi mengaturnya. Sengketa yang dapat menimbulkan tanggung gugat dan tanggung jawab. Sengketa tersebut timbul pada saat: a) proses pengadaan/selesksi; b) pada saat melaksanakan kegiatan (kontrak sedang berlangsung); c) sepuluh tahun setelah dihitung sejak diserah terima pekerjaan yang kedua/FHO (final hand over). Sengketa tersebut timbul disebabkan antara lain: a) diakibatkan oleh memalsu dokumen; b) kegagalan bangunan; c) kegagalan pelaksanaan konstruksi; d) wanprestasi, e) prestasi pisik belum mencapai 100% dinyatakan 100%; f) putus kontrak kerja konstruksi; g) unsur perbuatan melanggar hukum lain nya yang ada kaitanya dengan kontrak kerja konstruksi; dan h) adanya unsur kerugian negara. Sengketa kontrak kerja konstruksi terjadi antara: 1. penguna jasa dengan penyedia jasa; 2. penyedia jasa dengan sesama penyedia jasa; 3. pengguna jasa dan penyedia jasa dengan masyarakat. Sengketa tersebut sengketa perdata; sengketa tata usaha negara; sengketa terkait dengan persaingan usaha; dan sengketa pidana. Beberapa contoh kasus sengketa jasa konstruksi akibat kegagalan pelaksanaan konstruksi, kegagalan bangunan, perbuatan melanggar hukum, diantaranya: 1) Tahun 2008 runtuh nya jembatan plengkung tiga sendi panjang bentang 24 meter di Kecamatan Sukolilo-Surabaya pada saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi sedang berlangsung, sengketa pidana di persidangan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor Register 1802/Pid.B/2009/PN.Sby;2) Sengketa kontrak kerja konstruksi kasus putus kontrak gugatan melalui BANI, pemohon dari jasa konsultansi.3) Sengketa tata usaha negara, gugatan diajukan oleh warga akibat penyelenggaraan pembangunan Rumah Sakit Akademik Universitas Brawijaya (RSAUB) Malang sesuai putusan PTTUN berdasarkan putusan Nomor 161/B/2010/PT.TUN.SBY jo Nomor 15/G/2010/PTUN.SBY, mencabut IMB pembangunan RSUB No. 640/0232/35.73.407/2010 tertanggal 29 Januari 2010[footnoteRef:10]; [10: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/view/378532/]

4) Balai Kelurahan Kedung Baruk Kecamatan Rungkut Kota Surabaya Roboh, sengketa pidana di persidangan PN Surabaya Nomor Register Perkara: 3433/Pid.B/2010/PN.Sby; 5) Sengketa putus kontrak paket proyek jalan di Kecamatan Hadiwarno Kabupaten Pacitan antara satuan kerja Balai Besar Pelaksaan Jalan dan Jembatan Wilayah V Kementerian Pekerjaan Umum dengan pelaksana kontruksi/pemborong, akibat pemborong tidak menyelesaikan pekerjaan, sengketa perdata di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor Register Perkara:172/Pdt.G/2012/PN.JKT.Sel.6) Sengketa tata usaha negara, putus kontrak jasa konstruksi putusan Nomor Register 04/G/2011/PTUN.SBY.7) Tahun 2011 runtuhnya bangunan atas jembatan Mahakam II Kutai Kertanegara-Kalimantan Timur (proses pemeriksaan di Polda Kaltim); Beberapa kasus paket proyek sejak diserah terimakan pekerjaan yang kedua/FHO hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan disingkat BPK dan/atau BPKP yang menimbulkan kerugian negara. Berita dari media Jawa Pos Baru Dua Bulan Selesai, Tanggul Rp 4,2 milyar Hancur terjadi sejak diserah terimakan pekerjaan yang kedua/FHO, jelas ada kerugian negara. Dari uraian tersebut dapat menimbulkan sengketa hukum yang terkait dengan perjanjian/kontrak kerja konstruksi, yang timbul dari perjanjian. Kasus tersebut melibatkan jasa konsultansi untuk pekerjaan perencanaan, pelaksana pekerjaan untuk pemborongan, jasa konsultansi untuk pekerjaan pengawasan[footnoteRef:11]. [11: Jawa Pos, Baru Dua Bulan Selesai Tanggul Rp. 4.2 Milyar hancur, Kamis tanggal 10 Januari 2012]

Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara suka rela dari para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku untuk tindak pidana bagi penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, cara penyelesaian di luar pengadilan diatur oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (disingkat UU Arbitrase). Sedangkan sengketa melalui pengadilan hanya dapat ditempuh, apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa. Pilihan sengketa yang timbul akibat persaingan usaha dapat ditempuh melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (disingkat KPPU); sesuiai Ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (disingkat UU Persaingan Usaha).Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan, jasa konstruksi untuk pekerjaan perencanaan pembangunan infrastruktur yang diselenggarakan oleh pemerintah, mempunyai karakteristik tersendiri. Untuk itu diperlukan perjanjian dalam bentuk pengikatan para pihak yang tertuang dalam kontrak kerja konstruksi. Kontrak kerja kontruksi harus dapat memberi kepastian hukum dan rasa keadilan. Dalam rangka perlindungan hukum kepada pengguna jasa dan penyedia jasa, masyarakat, masyarakat jasa konstruksi di Indonesia.Demikian dan Terima Kasih.