asuhan keperawatan penyakit jantung

28
Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Rematik 30 May I. DEFINISI Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradang akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, de lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Kore subkutan dan Eritema marginatum. II. ETIOLOGI Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akiba individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini ber dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus He berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi st dikulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhub infeksi streptococcus dikulit. Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam re penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta p lingkungan. Faktor-faktor pada individu : 1.Faktor genetik Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap d menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan monoklonal dengan status reumatikus 2.Jenis kelamin Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan deng laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada s 3.Golongan etnik dan ras Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ula reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding d putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berba yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan sebab yang sebenarnya 4. Umur

Upload: miftah-hasanah

Post on 22-Jul-2015

319 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Rematik30 MayI. DEFINISI

Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.II. ETIOLOGI

Demam reumatik, seperti halnya dengan penyakit lain merupakan akibat interaksi individu, penyebab penyakit dan faktor lingkungan. Penyakit ini berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A berbeda dengan glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit maupun disaluran nafas, demam reumatik agaknya tidak berhubungan dengan infeksi streptococcus dikulit. Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan lingkungan. Faktor-faktor pada individu : 1.Faktor genetik Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus 2.Jenis kelamin Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak lakilaki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelam 3.Golongan etnik dan ras Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya 4. Umur

Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun. 5.Keadaan gizi dan lain-lain Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik. 6.Reaksi autoimun Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever Faktor-faktor lingkungan : 1.Keadaan sosial ekonomi yang buruk Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik. 2.Iklim dan geografi Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah. 3.Cuaca Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.III. PATOGENESIS

Demam reumatik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi streptococcus golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi patologik jantung, pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala demam reumatik bermanifestasi kira-kira 1

5 minggu setelah terkena infeksi. Gejala awal, seperti juga beratnya penyakit sangat bervariasi. Gejala awal yang paling sering dijumpai (75 %) adalah arthritis. Bentuk poliarthritis yang bermigrasi. Gejala dapat digolongkan sebagai kardiak dan non kardiak dan dapat berkembang secara bertahap. Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam penyakit autoimun. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap penderita yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik, saat kadar antibodi lainnya sudah normal kembali. ASTO ( anti-streptolisin O) merupakan antibodi yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus. Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut menunjukkan kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik didapatkan peninggian atau lebih antibodi terhadap streptococcus. Patologi anatomis Dasar kelainan patologi demam reumatik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferasi jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena tetapi selalu reversibel. Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik. Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung. IV. MANIFESTASI KLINIK Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium. Stadium I Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A. Keluhan :

Demam Batuk Rasa sakit waktu menelan Muntah Diare Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.

Stadium II Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian. Stadium III Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Gejala peradangan umum :

Demam yang tinggi lesu Anoreksia Lekas tersinggung Berat badan menurun Kelihatan pucat Epistaksis Athralgia Rasa sakit disekitar sendi Sakit perut

Stadium IV Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya. 1. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS F Pemeriksaan laboratorium darah F Foto rontgen menunjukkan pembesaran jantung

F Elektrokardiogram menunjukkan aritmia E F Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi 1. V. DIAGNOSIS PENUNJANG

Untuk menegakkan diagnosa demam reumatik dapat digunakan Kriteria Jones yaitu : Kriteria mayor : Poliarthritis

Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar; lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan , siku (poliarthritis migrans). Karditis

Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis). Eritema marginatum

Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak gatal. Noduli subkutan

Terletak pada ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki; tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan. Korea sydenham

Gerakkan yang tidak disengaja /gerakkan yang abnormal, sebagai manifestasi peradangan pada sistem syaraf pusat. Kriteria Minor : Mempunyai riwayat menderita demam reumatik /penyakit jantung reumatik Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien kadangkadang sulit menggerakkan tungkainya Demam tidak lebih dari 39 derajad celcius Leukositosis Peningkatan Laju Endap Darah (LED) C-Reaktif Protein (CRF) positif P-R interval memanjang

Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse) Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO) Diagnosa ditegakkan bila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria minor dan satu kriteria mayor. Bukti-bukti infeksi streptococcus : Kultur positif Ruam skarlatina Peningkatan antibodi streptococcus yang meningkat 1. PENATALAKSANAAN MEDIS Tujuan penatalaksanaan medis adalah : Memberantas infeksi streptococcus Mencegah komplikasi karditis Mengurangi rasa sakit; demam Pemberantasan infeksi streptococcus : Pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis : Berat badan lebih dari 30 kg 1,2 juta unit Berat badan kurang dari 30 kg 600.000 900.000 unit Untuk pasien yang alergi terhadap penisilin diberikan eritromisin dengan dosis 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis pemberian selama kurang lebih 10 hari. Pencegahan komplikasi karditis : Pemberian penisilin benzatin setiap satu kali sebulan untuk pencegahan sekunder menurut The American Asosiation Tirah baring bertujuan untuk mengurangi komplikasi karditis dan mengurangi beban kerja jantung pada saat serangan akut demam reumatik Bila pasien ada tanda-tanda gagal jantung maka diberikan terapi digitalis 0,04 0,06 mg/kg BB. Mengurangi rasa sakit dan anti radang :

Pasien diberi analgetik untuk mengurangi rasa sakit yang dideritanya. Salisilat diberikan untuk anti radang dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih dan 25 mg/kg BB/hari selama satu bulan. Prednison diberikan selama kurang lebih dua minggu dan tapering off (dikurangi bertahap) Dosis awal prednison 2 mg/kg BB/hari. Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American Heart Association. Dua kriteria mayor dan satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam reumatik. Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

1. A.

PENGKAJIAN

Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data tentang : Fungsi jantung

Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan aktivitas Status nutrisi Tingkat ketidaknyamanan Gangguan tidur Kemampuan klien mengatasi masalah Hal-hal yang dapat membantu klien

Pengetahuan orang tua dan pasien (sesuai usia pasien) tentang pemahaman pasien Pengkajian Riwayat penyakit Monitor komplikasi jantung Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap diastole Tanda-tanda vital Kaji adanya nyeri

Kaji adanya peradangan sendi Kaji adanya lesi pada kulit 1. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 2. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan stenosis katub Tujuan : COP meningkat Kriteria : Klien menunjukan penurunan dyspnea

Ikut berpartisipasi dalam aktivitas serta mendemonstrasikan peningkatan toleransi Intervensi : 1. Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer 2. Pantau irama dan frekuensi jantung 3. c. Tirah baring posisi semifowler 450 4. dorong klien melakukan tehnik managemen stress ( lingkungan tenang, meditasi ) 5. bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu 6. kolaborasi O2 serta terapi 1. Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas Kriteria : Respon verbal kelelahan berkurang

Melakukan aktivitas sesuai batas kemampuannya ( denyut nadi aktivitas tidak boleh lebih dari 90X/menit, tidak nyeri dada ) Intervensi : 1. Hemat energi klien selama masa akut 2. Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status klinis membaik 3. Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan bertahap pada tingkat aktivitas 1. Buat jadwal aktivitas dan istirahat 2. Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari 3. Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak disadari adalah dihubungkan dengan korea dan temporer. 4. Bila terjadi chorea, lindungi dari kecelakaan, bedrest dan berikan sedasi sesuai program

1. Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis). Tujuan : tidak terjadi rasa nyeri pada klien Kriteria : Nyeri klien berkurang Klien tampak rileks Ekspresi wajah tidak tegang Klien dapat merasakan nyaman, tidur dengan tenang dan tidak merasa sakit

Intervensi : 1. Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala 2. Berikan tindakan kenyamanan ( perubahan posisi sering lingkungan tenang, pijatan pungung dan tehnik manajemen stress) 3. Minimalkan pergerakkan untuk mengurangi rasa sakit 4. Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit 5. Lakukan distraksi misalnya : tehnik relaksasi dan hayalan 6. Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai program. 7. Rujuk ke terapi fisik sesuai persetujun medik 1. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat. Tujuan : tidak terjadi penurunan nutrisi pada klien Kriteria : Nafsu makan klien bertambah Klien tidak merasa mual, muntah Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi : 1. Beri makan sedikit tapi sering (termasuk cairan) 2. Masukkan makanan kesukaan anak dalam diet 3. Anjurkan untuk makan sendiri, bila mungkin (kelemahan otot dapat membuat keterbatasan) 1. Memilih makanan dari daftar menu 2. Atur makanan secara menarik diatas nampan 3. Atur jadwal pemberian makanan 4. Berikan makanan yang bergizi tinggi dan berkualitas.

1. kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya tekanan hidrostatik Tujuan : volume cairan seimbang Kriteria : Volume cairan stabil, dengan keseimbangan masukan dan pengeluarn Tidak terdapat odema

Intervensi : Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna Pantau keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi Kolaborasi pemberian diuretik 1. Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru Tujuan : pola nafas efektif Kriteria Hasil : Frekuensi nafas dan kedalaman dalam rentang normal

Intervensi : Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada, catat pernafasan/upaya pernafasan 1. Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi jantung. Tujuan : pengetahuan orang tua /anak bertambah Kriteria : Auskultasi bunyi nafas dan catat bunyi nafas Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi Kolaborasi terapi O2

-

Orang tua mengetahui tentang proses penyakit dan efek dari penyakit Orang tua mau berpartisipasi dalam program pengobatan Orang tua mengetahui pentingnya pembatasan aktifitas pada anak

Intervensi : 1. Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan irama 1. Pemberian antibiotik sesuai program 2. Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan berikan periode istirahat 1. Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah. 1. Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak. Tujuan : Mempersiapkan keluarga untuk dapat merawat anak dengan penyakit demam reumatik / jantung reumatik Keluarga dapat beradaptasi dengan penyakitnya

Kriteria : Keluarga dapat mengatasi masalah yang timbul dari adanya tanda dan gejala yang muncul dan memberikan atau menyediakan lingkungan yang sesuai dengan anak. Intervensi : 1. Berikan dukungan emosional pada keluarga dan anak 2. Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya 3. Anjurkan anak untuk berbagi rasa tidak berdaya, malu, ketakutan yang berkaitan dengan manifestasi penyakit (misal: korea, karditis dan kelemahan otot) 4. Bertindak sebagai pembela dan penghubung anak dan keluarga dengan anggota tim perawatan kesehatan lainnya 5. Anjurkan anak untuk berhubungan dengan teman sebaya 6. Dorong keterlibatan anak dalam aktivitas rekreasi dan aktivitas pengalih yang sesuai dengan usia.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK (PJR) TINJAUAN TEORI Defenisi Penyakit jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.

Etiologi Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang. Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi antara lain : 1. Terdapat riwayat demam rematik dalam keluarga 2. Umur DR sering terjadi antara umur 5 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2 tahun. 3. Kedaan social Sering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta kesehatan yang kurang baik. 4. Musim Di Negara-negara dengan 4 musim, terdapat insiden yang tinggi pada akhir musim dingin dan permulaan semi (Maret-Mei) sedangkan insiden paling rendah pada bulan Agustus September. 5. Dsitribusi daerah 6. Serangan demam rematik sebelumnya. Serangan ulang DR sesudah adanya reinfeksi dgn Streptococcus beta

hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat DR.

Patofisiologi Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus betahemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat DR dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian DR ialah stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard. Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.

Manifestasi Klinik Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut dibedakan atas manifestasi mayor dan minor. a. Manifestasi Mayor Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.

Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas. Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah. Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki. b. Manifestasi Minor Manifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam bersifat remiten, antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea, dan muntah.

Pemeriksaan Diagnostik/peninjang a. Pemeriksaan darah LED tinggi sekali Lekositosis Nilai hemoglobin dapat rendah b. Pemeriksaan bakteriologi Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus. Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase. c. Pemeriksaan radiologi Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung. Diagnosis Diagnosis demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi. Karena patologis bergantung pada manifestasi klinis maka pada diagnosis harus disebut manifestasi kliniknya, misalnya demam rematik dengan poliatritis saja. Adanya dua kriteria mayor, atau satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan

kemungkinan besar demam rematik akut, jika didukung oleh bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya.

Komplikasi a. Dekompensasi Cordis Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut. Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer. b. Pericarditis Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard. Pengobatan/penatalaksanaan Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus betahemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa : a. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin. b. Obat anti rematik Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR. c. Diet Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin. d. Istirahat Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR

minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit. e. Obat-obat Lain Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain. KONSEP KEPERAWATAN Pengkajian Lakukan pengkajian fisik rutin Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti-bukti infeksi streptokokus antesenden. Observasi adanya manifestasi demam rematik. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium 2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit. 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. 4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.

Rencana Keperawatan 1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung. Intervensi & Rasional Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk mencegah toksisitas. Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia)

Seringkali diambil strip irama EKG Jamin masukan kalium yang adekuat Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi dapat meningkatkan curah jantung Untuk mencegah terjadinya toksisitas Mengkaji status jantung Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin 2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit. Tujuan : Suhu tubuh normal (36 37 C) Intervensi & Rasional Kaji saat timbulnya demam Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan keluarga Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak

Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan. Intervensi Rasional Kaji faktor-faktor penyebab Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah Ukur BB setiap hari Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien Penentuan factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien 4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi. Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang Intervensi Rasional Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeri (1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami Kaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang

Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasian dari rasa nyeri (libatkan keluarga) Berikan kesempatan pada klien untuk berkomunikasi dengan teman/ orang terdekat Berikan obat-obat analgetik sesuai instruksi Untuk mengetahui berapa tingkat nyeri yang dialami Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor begitupun juga respon individu terhadap nyeri berbeda dab bervariasi Mengurangi rangsang nyeri akibat stimulus eksternal Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien gembira / bahagia dan dapaty mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri Mengurangi nyeri dengan efek farmakologik

DAFTAR PUSTAKA Arief Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Penerbit Media Aesculapius FKUI. Jakarta. Smeltzer Bare, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATANPADA KLIEN DENGAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK Disusun Oleh : Trinoval Yanto NugrohoMahasiswa Stikes Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap A.DEFINISI

Suatu penyakit sistemik disebabkan oleh infeksi streptokokus grup a, disebabkanlangsung oleh demam rematik (brunner&suddarth, 2002) Demam rematik adalah suatu proses radang akut yg didahului oleh infeksi kumanstreptokokus hemolitikus grup a ditenggorokan & punya ciri khas cenderung kambuh(ganesja harimurti, buku ajar kardiologi 1996) Penyakit jantung rematik adalah penyakit yg ditandai dgn kerusakan pd katup jantungakibat serangan karditis reumatik akut berkali-kali (ipd jilid i, 1996)B . E T I O L O G I Didahului oleh infeksi streptokokus hemolitikus grup a di saluran nafas bagian atas Biasanya 1-4 mgg sesudah serangan tonsilitis, nasofaringitis or otitis media Infeksi streptokokus menghasilkan antigen bagi berlangsungnya reaksi antigen-antibodi demam rematik C . F A K T O R P R E D I S P O S I S I Usia (serangan pertama demam rematik tertinggi pd usia 5-15 tahun) Genetik demam rematik cenderung mengenai >1 anggota keluarga, lebih sering pdsaudara kembar monozigot Tingkat sosial ekonomi Ras Etnik Geografis Jenis kelamin IklimD . I N S I D E N S I & P R E V A L E N S I Data 8 rs pendidikan indonesia thn 83-85 : kasus demam rematik&jantung rematik rata23,44% dr seluruh jumlah penderita yg dirawat Who memperkirakan demam rematik & jantung rematik 25-40% dr semua penderita peny jantung yg dirawat di negara berkembang Data rsup dr sardjito th 93: peny jantung rematik 8,3% dr seluruh kelainan jantung

3E . G E J A L A K L I N I S Gambaran klinis dimulai dgn demam or artritis yg timbul setelah 2-3 mgg terserang infeksistreptokokus hemolitikus1 . D e m a m Demam tdk khas, berlangsung berkali-kali dgn tanda umum: malaise, astenia, pe bb.Tipe demam remittent, tdk >390 c, kembali normal 2-3 mgg2 . N y e r i s e n d i Artralgia nyeri sendi dgn tanda obyektif radang3.Pankarditis, berupa :endokarditis, miokarditis & perikarditis Gambaran ekg: perpanjangan interval pr, blok av derajat ii, blok av total Silent carditis:tanpa gejala perikarditis or lemah jantung, tanpa poliartritis or chorea(asimtomatik) Stenosis mitral juvenil : infeksi streptokokus & serangan demam rematik , nutrisikurang mengubah proses imun, me(+) resiko infeksi4 . N o d u l s u b k u t a n Timbul mgg i, hanya pd pasien karditis

Mrpkn jaringan padat, tdk nyeri, berhub dg tendon, kapsul persendian&fasia Terutama terdpt dibagian ekstensor siku, jari2 & lutut, punggung&kepala5 . E r i t e m a m a r g i n a t u m Terdiri dr fluoresensi cepat berkembang dr makula kecil or papula jadi lingkaran besar, agak menonjol dibagian tepi, sentrum pucat. Timbul pd:badan&ekstremitas,muka(-).6 . M a n i f e s t a s i k l i n i s l a i n Pd demam rematik kelemahan jantung krn pembengkakan hati Nyeri abdomen, pd daerah periumbilikal Anoreksia, mual, muntah akibat dekompensasi cordis or keracunan salisilat Epistaksis Efusi pleura Eritema nodosum7 . M a n i f e s t a s i l a b o r a t o r i k 80% punya asto (+) Proses inflamasi : dgn pengukuran led & c-reactive protein Led bervariasi (antara normal/tdk), dpt me >100mm Leukositosis sedang, non spesifik

PENYAKIT JANTUNG REMATIK A. KONSEP DASAR 1. DEFINISI

Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang berkali-kali. 2. ETIOLOGI Patogenesis pasti demam rematik masih belum diketahui. Dua mekanisme dugaan yang telah diajukan adalah (1) respons hiperimun yang bersifat autoimun maupun alergi, dan (2) efek langsung organisme streptokokus atau toksinnya. Penjelasan dari sudut imunologi dianggap sebagai penjelasan yang paling dapat diterima, meskipun demikian mekanisme yang terakhir tidak dapat dikesampingkan seluruhnya. 3. PATOFISIOLOGI Perjalanan penyakit dapat dibagi menjadi stadium akut dan kronik. Pada stadium akut, katup membengkak dan kemerahan akibat adanya reaksi peradangan. Dapat terbentuk lesi-lesi di daun katup. Setelah peradangan akut mereda, terbentuk jaringan parut. Hal ini dapat menyebabkan deformitas katup dan pada sebagian kasus, menyebabkan daundaun katup berfusi sehingga orifisium menyempit. Dapat muncul stadium kronik yang ditandai oleh peradangan berulang dan pembentukan jaringan parut yang terus berlanjut. 4. MANIFESTASI KLINIK Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena. Katup mitral adalah yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri: sesak napas dengan krekels dan wheezing pada paru. Beratnya gejala tergantung pada ukuran dan lokasi lesi. Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme yang menyerang. Bila ditemukan murmur pada seseorang yang menderita infeksi sistemik, maka harus dicurigai adanya infeksi endokarditis. 5. KOMPLIKASI Gagal jantung dapat terjadi pada beberapa kasus. Komplikasi lainnya termasuk aritmia jantung, pankarditis dengan efusi yang luas, pneumonitis reumatik, emboli paru, infark, dan kelainan katup jantung. 6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pasien demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Ukuran proses inflamasi dapat dilakukan dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif. 7. PENATALAKSANAAN Tata laksana demam rematik aktif atau reaktivitas adalah sebagai berikut: 1) Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung. 2) Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2 juta

unit IM bila berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan < 30 kg, atau penisilin 2x500.000 unit/hari selama 10 hari. Jika alergi penisilin, diberikan eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk 10 hari. Untuk profilaksis diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali. Bila alergi penisilin, diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1 g untuk yang lebih besar. Jangan lupa menghitung sel darah putih pada minggu-minggu pertama, jika leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35% sebaiknya obat dihentikan. Diberikan sampai 5-10 tahun pertama terutama bila ada kelainan jantung dan rekurensi. 3) Antiinflamasi Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik. Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100 mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian. Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih adalah prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan, salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus baru. 8. PENCEGAHAN Dapat dicegah melalui penatalaksanaan awal dan adekuat terhadap infeksi streptokokus pada semua orang. Langkah pertama dalam mencegah serangan awal adalah mendeteksi adanya infeksi streptokokus untuk penatalaksanaan yang adekuat, dan pemantauan epidemi dalam komunitas. Setiap perawat harus mengenal dengan baik tanda dan gejala faringitis streptokokus; panas tinggi (38,9o sampai 40oC, atau 101o sampai 104oF), menggigil, sakit tenggorokan, kemerahan pada tenggorokan disertai aksudat, nyeri abdomen, dan infeksi hidung akut. Kultur tenggorok merupakan satu-satunya metode untuk menegakkan diagnosa secara akurat. Pasien yang rentan memerlukan terapi antibiotika oral jangka panjang atau perlu menelan antibiotika profilaksis sebelum menjalani prosedur yang dapat menimbulkan invasi oleh mikroorganisme ini. Pemberian penisilin sebelum pemeriksaan gigi merupakan contoh yang baik. Pasien juga harus diingatkan untuk menggunakan antibiotika profilaksis pada prosedur yang lebih jarang dilakukan seperti sitoskopi. B. ASUHAN KEPERAWATAN I. PENGKAJIAN Aktivitas/istirahat

Gejala: Kelelahan, kelemahan. Tanda: Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas. Sirkulasi Gejala: Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi, jatuh pingsan. Tanda: Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction rub, murmur, irama gallop, edema, petekie, hemoragi splinter, nodus Osler, lesi Janeway. Eliminasi Gejala: Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine. Tanda: Urine pekat gelap. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala: Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakan menelan, berbaring; nyeri dada/punggung/ sendi. Tanda: Perilaku distraksi, mis: gelisah. Pernapasan Gejala: Napas pendek, napas pendek kronik memburuk pada malam hari. Tanda: Dispnea, dispnea nokturnal, batuk, inspirasi mengi, takipnea, krekels, dan ronki, pernapasan dangkal. Keamanan Gejala: Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun, SLE, atau penyakit kolagen lain. Tanda: Demam. II. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut b/d proses inflamasi. 2. Intoleran aktivitas b/d penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan. 3. Penurunan curah jantung b/d penurunan volume sekuncup. 4. Kelebihan volume cairan b/d gangguan filtrasi glomerulus. 5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan. III. INTERVENSI 1. Nyeri akut b/d proses inflamasi. Tujuan : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol. Intervensi : 1) Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode sebelumnya. Gunakan skala nyeri (0-10) untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal/non verbal nyeri, respons otomatis terhadap nyeri (berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan frekuensi pernapasan). R/ Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan tanda vital membantu menentukan derajat/ adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien menolak adanya nyeri. 2) Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan. R/ Aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen (contoh kerja tiba-tiba, stres, makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada. 3) Berikan aktivitas hiburan yang tepat. R/ Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.

4) Dorong menggunakan teknik relaksasi. Berikan aktivitas senggang. R/ Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali perhatian sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan. 5) Kolaborasi pemberian obat nonsteroid dan antipiretik sesuai indikasi. R/ Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi dan meningkatkan kenyamanan. 2. Intoleran aktivitas b/d penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan. Tujuan : Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas. Intervensi : 1) Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter berikut: frekuensi nadi 20/menit diatas frekuensi istirahat; catat peningkatan TD, dispnea atau nyeri dada; kelelahan berat dan kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan. R/ Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap stres aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung. 2) Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan perawatan diri. R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual. 3) Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri. R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung. 4) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya. R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. 5) Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas. R/ Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan. 3. Penurunan curah jantung b/d penurunan volume sekuncup. Tujuan : Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia. Intervensi : 1) Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer. R/ Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan memungkinkan deteksi dini/tindakan terhadap dekompensasi. 2) Tingkatkan/dorong tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 45 derajat. R/ Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung (preload), yang memungkinkan oksigenasi, menurunkan dispnea dan regangan jantung.

3) Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (mis: berjalan) bila pasien mampu turun dari tempat tidur. R/ Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah pemaksaan terhadap cadangan jantung. 4) Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi oksimetri. R/ Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya untuk mengkompensasi peningkatan kebutuhan oksigen. 5) Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Mis: antidisritmia, obat inotropik, vasodilator, diuretik. 4. Kelebihan volume cairan b/d gangguan filtrasi glomerulus. Tujuan : Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema. Intervensi : 1) Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan (positif atau negatif), timbang berat badan tiap hari. R/ Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan keefektifan terapi diuretik. Keseimbangan cairan positif berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dan berat badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal jantung. 2) Berikan diuretik contoh furosemid (Lazix), asam etakrinik (Edecrin) sesuai indikasi. R/ Menghambat reabsorpsi natrium/klorida, yang meningkatkan ekskresi cairan, dan menurunkan kelebihan cairan total tubuh dan edema paru. 3) Pantau elektrolit serum, khususnya kalium. Berikan kalium pada diet dan kalium tambahan bila diindikasikan. R/ Nilai elektrolit berubah sebagai respons diuresis dan gangguan oksigenasi dan metabolisme. Hipokalemia mencetus pasien pada gangguan irama jantung. 4) Berikan cairan IV melalui alat pengontrol. R/ Pompa IV mencegah kelebihan pemberian cairan. 5) Batasi cairan sesuai indikasi (oral dan IV). R/ Diperlukan untuk menurunkan volume cairan ekstrasel/ edema. 6) Berikan batasan diet natrium sesuai indikasi. R/ Menurunkan retensi cairan. 5. Ansietas b/d perubahan status kesehatan. Tujuan : Menunjukkan penurunan ansietas/terkontrol. Intervensi : 1) Pantau respons fisik, contoh palpitasi, takikardi, gerakan berulang, gelisah. R/ Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung. Penggunaan evaluasi seirama dengan respons verbal dan non verbal. 2) Berikan tindakan kenyamanan (contoh mandi, gosokan punggung, perubahan posisi).

R/ Membantu perhatian mengarahkan kembali dan meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan koping. 3) Dorong ventilasi perasaan tentang penyakit-efeknya terhadap pola hidup dan status kesehatan akan datang. Kaji keefektifan koping dengan stressor. R/ Mekanisme adaptif perlu untuk mengkoping dengan penyakit katup jantung kronis dan secara tepat mengganggu pola hidup seseorang, sehubungan dengan terapi pada aktivitas sehari-hari. 4) Libatkan pasien/orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum pada rencana pengobatan. R/ Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien dalam arti positif dan memberikan rasa kontrol. 5) Anjurkan pasien melakukan teknik relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan imajinasi, relaksasi progresif. R/ Memberikan arti penghilangan respons ansietas, menurunkan perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan kemampuan koping. IV. EVALUASI 1. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol. 2. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas. 3. Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia. 4. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema. 5. Menunjukkan penurunan ansietas/terkontrol. DAFTAR PUSTAKA Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta. Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.3. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.