bab 1-3bener jadi
DESCRIPTION
bab 1-3TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk
hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal. Pengertian sehat meliputi kesehatan jasmani, rohani serta social dan
bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan (Dep.Kes
R.I, 2000)
Indikator dalam mengukur derajat kesehatan masyarakat adalah Crude
Death Rate, Malnutrition, Infant Mortality rate, maternal Mortality Rate dan
umur harapan hidup. Dari indikator tersebut, subyek yang paling banyak dijadikan
ukuran adalah ibu dan anak. Hal ini disebabkan ibu dan anak merupakan
kelompok yang mempunyai tingkat kerentanan yang besar terhadap penyakit,
cacat dan kematian. Kerentanan ini disebabkan oleh adanya sifat yang khas dari
kelompok ini, yaitu adanya peristiwa kehamilan, proses kelahiran dan masa
pertumbuhan serta perkembangan.
Untuk memberikan perlindungan terhadap kelompok ini diperlukan
perhatian khusus terhadap sistim pemberian pelayanan kesehatannya. Perhatian ini
juga harus dapat memberikan kemungkinan tentang cara penggunaan secara
efisien sumber daya dan sarana yang pada umunya serba terbatas (Morley David,
2003).
Usaha yang telah dilakukan oleh pemerinatah pada umumnya telah
memberikan hasil, serta tampak adanya kemajuan. Tetapi sering terlihat bahwa
pola pelayanan terhadap ibu, khususnya ibu bersalin, masih belum mencapai
tingkat yang diharapkan. Dalam hal pencarian pertolongan persalinan, terutama
bagi ibu yang berada di pedesaan, sebagian besar masih mencari pertolongan
persalinan lewat dukun bayi.
Hasil laporan mengenai pertolongan persalinan di Propinsi Banten yang
ditolong tenaga medis terkait erat dengan upaya menurunkan angka kematian bayi
dan kematian ibu. Pertolongan persalinan oleh tenaga medis sebesar 56,6% pada
tahun 2002, meningkat menjadi 62,3% pada tahun 2005. Data tahun
1
2005 menunjukkan bahwa masih terdapat 37,7% persalinan yang ditolong oleh
tenaga non medis atau dukun paraji (Dinas Kesehatan Propinsi Banten, 2002).
Persalinan yang ditolong tenaga medis terkait erat dengan upaya
menurunkan angka kematian bayi dan kematian ibu. Walaupun pergerakannya
lambat namun secara pasti proporsinya menunjukkan peningkatan dibanding yang
ditolong tenaga non medis (seperti dukun bayi). Kisarannya masih bergerak pada
angka 50-60%. Pada tahun 2000 terdapat sebanyak 51,3% bayi yang
persalinannya ditolong tenaga medis (dokter atau bidan) dan sisanya sebesar
48,7% menggunakan jasa tenaga non medis seperti dukun bayi (paraji).
Selanjutnya pada periode tahun 2004 perhatian masyarakat akan pentingnya
pemanfaatan tenaga medis meningkat menjadi 59,7%. (Dinas Kesehatan Propinsi
Banten, 2005)
Dari hasil laporan mengenai pertolongan persalinan di Kabupaten
Tangerang, Komplikasi dan kematian ibu maternal dan bayi baru lahir sebagian
besar terjadi pada masa di sekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan karena
pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan.
Dalam lima tahun terakhir pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan terus meningkat. Pada tahun 2007 sebesar 73,66% dari 94.638
persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, gambaran cakupan linakes dari 2005-
2007 adalah sebagai berikut :
Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Kabupaten Tangerang
Tahun 2005-2007
2
(Dinas Kesehatan
Kabupaten Tangerang, 2007)
Puskesmas Pamulang yaitu salah satu puskesmas di Kota Tangerang
Selatan yang dimana wilayah kerjanya mencakup 8 kelurahan yaitu : Pamulang
Barat, Pamulang Timur, Pondok benda, Benda Baru, Bambu Apus, Kedaung,
Pondok Cabe Ilir, dan Pondok Cabe Udik. Puskesmas Pamulang memiliki
beberapa macam fasilitas pelayanan kesehatan salah satu diantaranya adalah
pelayanan pertolongan persalinan.Puskesmas Pamulang telah mencatat jumlah
persalinan pada Januari s/d Desember 2009 yang ditolong oleh nakes di wilayah
kerja Puskesmas Pamulang adalah sebesar 82,85% dan sisanya persalinan
dilakukan oleh non nakes (dukun bayi), dan Puskesmas Pamulang sendiri telah
mencatat persalinan yang dilakukan di Puskesmas Pamulang pada periode
Januari-Desember 2009 sebesar 90,58% dari sasaran ibu hamil yg diperiksa di
Puskesmas Pamulang ( Puskesmas Pamulang, 2009).
Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa Puskesmas Pamulang sebagai salah
satu Puskesmas di Kota Tangerang Selatan yang dulunya juga merupakan bagian
dari Kabupaten Tangerang telah menunjukkan data pertolongan persalinan yang
cukup baik untuk wilayah kerja di Puskesmas Pamulang namun tetap harus
dicermati apakah pelayanan pertolongan persalinan di Puskesmas Pamulang
tersebut sudah memenuhi kebutuhan dan permintaan pelayanan bagi ibu pasangan
usia subur di wilayah kerja puskesmas tersebut.
Untuk mengetahui pelaksanaan pertolongan persalinan yang dapat
diterima masyarakat, perlu diketahui faktor penting yang mempengaruhi seorang
ibu dalam mencari pertolongan persalinan, sehingga dapat digunakan untuk
3
meningkatkan keinginan dan kemauan masyarakat dalam menggunakan
Puskesmas sebagai tempat persalinan.
Sarana pelayanan kesehatan akan digunakan oleh masyarakat bila
masyarakat merasa membutuhkan terhadap pelayanan kesehatan tersebut.
Kebutuhan yang dirasakan seseorang akan membuat seseorang mengambil
keputusan untuk mencari pertolongan atau tidak. Perwujudan felt need tidak selalu
dapat terwujud menjadi penggunaan pelayanan kesehatan (demand atau
permintaan yang efektif), oleh karena adanya faktor lain yang mempengaruhi
seperti faktor sosio kultural, faktor organisasional dan faktor sosio demografi
(Dever G.E. Alan, 2004).
Untuk mengetahui hubungan penggunaan Puskesmas sebagai tempat
persalinan dan faktor determinan yang mempengaruhinya, maka diperlukan kajian
tentang demand pertolongan persalinan di Puskesmas pada ibu yang melahirkan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Belum semua kelompok ibu Pasangan Usia Subur yang akan
melahirkan:
a. membutuhkan keberadaan Puskesmas
b. meminta atau menggunakan Puskesmas sebagai tempat
persalinannya
2. Banyak faktor yang mempengaruhi kebutuhan (need) pada kelompok
ibu Pasangan Usia Subur terhadap pertolongan persalinan di
Puskesmas.
3. Banyak faktor yang mempengaruhi permintaan atau penggunaan
(demand) pada kelompok ibu Pasangan Usia Subur terhadap
pertolongan persalinan di Puskesmas.
4. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perubahan kebutuhan
potensial (felt need) menjadi permintaan riil demand pada kelonpok
4
ibu Pasangan Usia Subur terhadap pertolongan persalinan di
Puskesmas.
Di dalam studi ini istilah demand dimaksudkan sebagai permintaan yang
efektif (effective demand) yaitu permintaan yang disertai oleh kemampuan dan
kemauan untuk membeli, dan istilah need dimaksudkan sebagai kebutuhan
potensial. Di dalam penulisan selanjutnya, kata “kebutuhan” tetap digunakan
sebagai pengganti istilah need sedangkan kata “permintaan” dipakai sebagai
pengganti istilah demand.
1.3 Hipotesis
Dalam studi ini akan dipergunakan hipotesis yang dirumuskan sebagai
berikut:
1. Adanya hubungan antara kebutuhan ibu terhadap pertolongan
persalinan di Puskesmas dengan : umur, paritas, pendidikan, pekerjaan,
tingkat pengetahuan, tingkat risiko ibu hamil, suku bangsa, kebiasaan
masyarakat, pengambil keputusan dalam keluarga, dan penghasilan
keluarga.
2. Permintaan ibu terhadap pertolongan persalinan di Puskesmas
dipengaruhi oleh faktor: kebutuhan ibu, sistim birokrasi, jarak rumah
tempat persalinan, ada tidaknya penyulit dalam persalinan, jumlah
tempat persalinan yang ada, biaya persalinan, dan kepuasan konsumen.
3. Perubahan kebutuhan ibu menjadi permintaan ibu terhadap
pertolongan persalinan Puskesmas dipengaruhi oleh faktor: sistim
birokrasi, jarak rumah ,tempat persalinan, ada tidaknya penyulit dalam
persalinan, jumlah tempat persalinan yang ada, biaya persalinan, dan
kepuasaan konsumen.
1.4 Tujuan Studi
Secara umum studi ini ingin menguraikan dan menilai adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi kebutuhan dan permintaan pada kelompok ibu
5
Pasangan Usia Subur terhadap pertolongan persalinan di Puskesmas, serta faktor
yang mempengaruhi perubahan kebutuhan menjadi permintaan pada kelompok
ibu Pasangan Usia Subur terhadap pelayanan pertolongan persalinan di
Puskesmas, khususnya:
1. Mendapatkan gambaran pola :
a. Kebutuhan pada kelompok ibu pengunjung Puskesmas terhadap
pertolongan persalinan di Puskesmas.
b. Permintaan pada kelompok ibu pengunjung Puskesmas terhadap
pertolongan persalinan di Puskesmas.
2. Mempelajari faktor yang mempengaruhi kebutuhan pada kelompok ibu
pengunjung Puskesmas terhadap pertolongan persalinan di Puskesmas.
3. Mempelajari faktor yang mempengaruhi permintaan pada kelompok
ibu pengunjung Puskesmas terhaap pertolongan persalinan di
Puskesmas.
4. Mempelajari faktor yang dapat mempengaruhi perubahan kebutuhan
menjadi permintaan pada kelompok ibu pengunjung Puskesmas
terhadap pertolongan persalinan di Puskesmas.
1.5 Manfaat Studi
1.5.1 Sebagai bahan penulisan riset khususnya untuk kelengkapan data
primer, yang harus dipenuhi dalam rangka penyelesaian Program
Studi Pendidikan Dokter (PSPD) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.2 Memberi masukan pada perencanaan dan pengelola program
dapam upaya peningkatan mutu pelayanan Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA), sehingga pelayanan pertolongan persalinan
Puskesmas dapat lebih berdaya guna di masa yang akan datang.
1.5.3 Memberikan informasi pada petugas pelaksana pelayanan
pertolongan persalinan di Puskesmas, sebagai dasar untuk
membuahkan pemikiran-pemikiran secara faktual dalam upaya
meningkatkan jumlah atau cakupan ibu bersalin di Puskesmas.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Kebutuhan
Murray, 1951, mendefinisikan kebutuhan sebagai berikut:
“A need is a construct (a convenient fiction or hypothetical concept) which
stands for a force in the brain region, a force which organizer perception,
apperception, intellection, conation and action in such a way as to transform in a
certain direction an existing unsatisfying situation. A need is sometimes provoked
directly by internal processes of a certain kind. But, more frequently by the
occurrence of one of few commonly effective press (environmental forces). Each
need is characteristically accompanied by a particular feeling or emotion and …
certain may be weak or intense, momentary or enduring. But usually is persist
and gives rise to certain course of overt behavior (or fantacy)”
Kebutuhan adalah suatu konstruk (konsep hipotesis) yang memberikan
suatu kekuatan di dalam otak. Kekuatan yang mengorganisir persepsi, appersepsi,
inteleksi, konasi dan tindakan sedemikian rupa dengan maksud merubah suatu
keadaan tertentu yang ada yaitu sesuatu yang tidak memuaskan. Kebutuhan
kadang-kadang ditimbulkan secara langsung oleh proses internal tetapi lebih
sering ditimbulkan oleh peristiwa yang terjadi dalam lingkungan individu. Adanya
kebutuhan menyebabkan individu beraktivitas dan individu mempertahankan
aktivitas ini sampai kebutuhannya terpenuhi. Beberapa kebutuhan secara
karakteristik disertai oleh perasaan dan emosi. Kebutuhan dapat lemah dan kuat,
sebentar atau seterusnya, tetapi biasanya menetap dan berpengaruh terhadap
timbulnya perilaku yang nyata atau fantasi (Murray,1951).
Maslow, 1970, mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan
yang pemunculannya sangat tergantung pada kepentingan individu. Kebutuhan
yang harus dipenuhi merupakan faktor pendorong (motif) yang menyebabkan
seseorang beraktivitas. Manusia tidak hanya bereaksi terhadap satu motif atau
kebutuhan saja, tetapi membuat seleksi terhadap sejumlah motif yang ada dalam
dirinya pada saat yang sama.
7
Kebutuhan itu terjadi secara bertahap (hirarkis) mulai dari kebutuhan yang
paling dasar, yaitu kebutuhan fisiologis. Bila kebutuhan ini sudah terpenuhi baru
mencari kebutuhan pada hirarki yang lebih tinggi yaitu kebutuhan akan rasa
keamanan dan perlindungan. Apabila kebutuhan ini sudah terpenuhi maka akan
muncul hirarki kebutuhan yang lebih tinggi adalah kebutuhan akan aktualisasi
diri. Teori ini dikenal dengan five hierarchy of need dari Maslow (Maslow, 1997).
Tetapi teori mallow di atas mempunyai kelemahan yaitu tidak sesuai
dengan kenyataan yang sebenarnya, karena manusia tidak harus memenuhi
kebutuhan pada hirarki yang lebih rendah baru memikirkan kebutuhan pada
hirarki yang lebih tinggi. Misalkan seseorang yang masih kekurangan kebutuhan
fisiologisnya tetapi dia ternyata sudah mempunyai kebutuhan akan harga diri.
Menurut Robert Moroney (1997), kebutuhan dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Kebutuhan normatif (normative need) yaitu kebutuhan
yang timbul pada individu yang pada umumnya banyak dipengaruhi faktor
nilai, lingkungan sosial dan hukum.
Seorang ibu hamil yang selalu mengalami perdarahan selama
kehamilannya, disarankan oleh bidan, untuk selalu periksa ke dokter ahli
kandungan dan melahirkan dengan pertolongan dokter ahli kandungan. Ibu
hamil ini mempunyai kebutuhan normatif (kebutuhan yang sesuai dengan
norma kesehatan yang ada), untuk periksa dan melahirkan melalui
pertolongan dokter ahli kandungan.
2. Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) yaitu apa
yang menjadi kebutuhan mereka. Perceived need biasa disebut juga felt
need.
Seorang ibu hamil merasa tidak mempunyai keluhan yang berarti selama
kehamilannya, dan menginginkan suatu proses persalinan yang menurut
dia “aman” serta terjangkau biayanya. Ibu hamil tersebut merencakan
untuk bersalin di Puskesmas, karena kebutuhan yang dirasakan (felt need)
ibu tersebut cocok dengan kondisi Puskesmas. Dapat dikatakan bahwa ibu
hamil tersebut mempunyai felt need pada Puskesmas.
8
3. Kebutuhan yang diekspresikan (expressed need) yaitu
felt need uang beubah menjadi penggunaan pelayanan atau sejumlah orang
yang mendapatkan pelayanan. Expressed need ini biasa disebut demand
atau permintaan yang efektif.
Seorang ibu hamil yang sudah mempunyai rencana untuk melahirkan di
Puskesmas, tiba-tiba merasakan bahwa proses persalinannya sudah dekat,
pada saat malam hari. Keluarganya tidak membawa dia ke Puskesmas
tetapi meminta pertolongan dukun bayi yang berdekatan dengan
rumahnya, untuk membantu persalinan tersebut. Dalam kasus ini,
meskipun felt need ibu hamil tersebut pada Puskesmas tetapi expressed
need atau demand nya pada dukun bayi.
4. Kebutuhan relatif (relative need) yaitu kebutuhan yang
dalam pemenuhannya berbeda antara satu individu dengan individu
lainnya atau antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Relative
need ini juga biasa disebut sebagai comparative need.
Beberapa ibu hamil dengan kondisi kesehatan yang relatif sama (tidak
mempunyai keluhan yang berarti selama kehamilannya), akan mempunyai
kebutuhan yang berbeda-beda pada saat dia melahirkan. Ada yang merencakan
untuk bersalin di rumah dengan pertolong dukun bayi, dirumah dengan
pertolongan bidan, di tempat praktek bidan, di Puskesmas atau di Rumah Sakit
dengan pertolongan dokter ahli kandungan. Dalam kasus ini jelas bahwa
kebutahan beberapa ibu hamil tersebut relatif dalam pemenuhannya.
Berdasarkan definisi kebuthan yang dikemukakan oleh Moroney, maka
yang dimaksud need atau kebutuhan dalam penelitian ini adalah felt need: atau
kebutuhan yang dirasakan. Menurut David Mc Clelland (1993), yang telah
memformulasikan konsep kebutuhan untuk keberhasilan (the need to achieve),
orang yang mempunyai kebuthan untuk keberhasilan akan mempunyai keinginan
yang kuat untuk mencapai keberhasilannya tersebut dan mempunyai cirri-ciri
sebagai berikut: (Hick H G & Gullet C R, 1995).
1. Ia menempatkan tujuan yang moderat dan
memperhitungkan risikonya.
9
2. Penempatan tujuan seperti itu karena ia secara pribadi
dapat mempertanggung jawabakan hasilnya.
3. Ia menginginkan arus balik yang tepat mengenai
keberhasilan atau kegagalannya.
4. Ia lebih menyukai para pekerja pembantu yang kompeten
walaupun ada perasaan pribadi tentang mereka.
Teori David Mc Clelland ini lebih dikenal dengan nama Achievement
Motivation Theory, yaitu Seorang ibu hamil merencakan untuk melakukan
persalinan dengan pertolongan bidan. Dalam hal ini, ibu tersebut (1) telah
menempatkan tujuannya sesuai dengan kemampuannya dan telah
memperhitungkan faktor risikonya, (2) dia telah memprediksi akan dapat
melakukan persalinan dengan baik (3) dia mengharapkan bidan dapat memberikan
gambaran tentang proses persalinan yang akan dohadapinya (kemungkinan
hambatan yang akan dihadapi), (4) dia percaya dengan kemampuan bidan dalam
menolong persalinannya dan mengabaikan perasaan pribadi.
Teori kebutuhan yang berhubungan dengan kepuasaan kerja dikemukakan
oleh Frederick Herzberg, yang lebih dikenal dengan teori dua faktor pada
kepuasaan kerja atau konsep faktor motivator – hygience dari Herzberg. Menurut
teori Herzberg (2002), ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang dalam
bekerja yaitu (1) faktor yang berperan sebagai motivator yaitu yang mampu
memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja baik, dan (2) faktor hygience
yang dapat meimbulkan rasa tidak puas pada pegawai (Hicks H G & Gullet C R,
1995). Faktor yang berperan sebagai motivator adalah:
1. achievement (keberhasilan pelaksanaan)
2. Recognition (Pengakuan)
3. the work it self (pekerjaan itu sendiri)
4. responsibilities (tanggung jawab)
5. Advancement (pengembangan)
Sedangkan faktor hygience terdiri dari:
1. company pokicy and administration (kebijakan dan administrasi
perusahaan)
2. technical supervisor (supervisi)
10
3. interpersonal supervision (hubungan antara pribadi)
4. working condition (kondisi kerja)
5. wages (gaji)
Seorang ibu hamil telah merencanakan untuk melakukan persalinan di
Puskesmas karena dia telah termotivasi oleh (1) keberhasilan proses persalinan
yang ditangani di Puskesmas, (2) merasa mendapat pengakuan dari masyarakat,
dan (3) keyakinan dapat melakukan persalinan dengan lancer. Selain itu dia juga
telah mempertimbangkan faktor 1) birokrasi yang harus dilakukan, (2) fasilitas
yang diberikan dan (3) biaya yang harus dikeluarkan.
2.1.1. Konsep Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan
Kebutuhan terhadap pelayanan kesehata, terdiri atas kebutuhan yang
dirasakan oleh konsumen (felt need) dan kebutuhan yang diukur menurut
pendapat provider (evaluated need). Kebutuhan yang dirasakan menurut
konsumen dipengaruhi oleh faktor sosio demograhi dan faktor sosio psikologis
(Dever G A, 1984).
John Cullis dan Peter A. West (1979), mengatakan bahwa kebutuhan yang
dirasakan (felt need) terhadap pelayanan kesehatan, merupakan penjumlahan dari
kebutuhan fisiologis da psikologis individu terhadap suatu pelayanan kesehatan.
Felt need timbul bila individu menginginkan pelayanan kesehatan. Felt need
berhubungan dengan persepsi individu terhadap pelayanan kesehatan.
Sedangkan Kenneth Lee & Anne Mills (1993), menmgemukakan bahwa
kebutuhan akan pelayanan kesehatan terdiri atas kebutuhan yang tidak dirasakan
dan kebutuhan yang dirasakan (felt need). Kebutuhan yang dirasakan (felt need)
membuat individu mengambil keputusan untuk mencari pelayanan kesehatan atau
tidak. Ekspresi dari felt need terhadap pelayanan kesehatan adalah merupakan
penggunaan dari pelayanan kesehatan atau demand dari pelayanan kesehatan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan yang dirasakan
seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor yang berasal dari
individu itu sendiri (faktor intrinstik) misalnya tingkat pengetahuan, umur dan
pekerjaan maupun factor di luar individu (faktor ekstrinsik) misalnya lingkungan
sosial.
11
Seorang ibu yang sedang hamil mungkin sudah mempunyai rencana untuk
melahirkan dengan pertolongan dukun bayi di rumah. Hal ini disebabkan karena
tingkat pengetahuan ibu yang rendah tentang kesehatan dan kebiasaan yang
berlaku di daerah tersebut.
Ibu hamil yang lain mungkin merencanakan untuk bersalin dengan
pertolongan dokter spesialis kandungan, karena ibu ini sudah mengetahui bahwa
dirinya termasuk golongan “kehamilan risiko tinggi” dan untuk itu diperlukan
penanganan tenaga professional.
Ibu hamil yang mungkin merencanakan untuk bersalin dengan pertologan
bidan karena seluruh kerabatnya juga melakukan hal yang sama. Tetapi pada saat
bersalin ibu tersebut mengalami penyulit yang menyebabkan bidan mengambil
keputusan untuk merujuk ibu tersebut ke Rumah Sakit. Ibu tersebut akhirnya
bersalin dengan pertolongan dokter.
Hasil penelitian Indriati Basong (2007), yag menghubungkan kebutuhan
(felt need) ibu dengan penggunaan posyandu, membuktikan bahwa umur,
pengetahuan dan persepsi tentang posyandu ibu mempunyai hubungan yang
bermakna dengan felt need ibu terhadap posyandu.
2.1.2 Teori Permintaan
Di dalam teori ekonomi, konsep permintaan menggambarkan kerangka
sistematis tentang perilaku konsumen. Demand berarti permintaan sejumlah
barang atau jasa yang diinginkan oleh consumen (willingness) dan konsumen
mampu (ability) untuk membeli dalam satu kurun waktu tertentu atau dengan kata
lain demand adalah julmah komoditas total yang dibeli oleh konsumen (Lipsey
RG, Steiner PO, Purvis DD, 1997).
Dari teori di atas dapat dikatakan bahwa permintaan adalah kebutuhan
yang direalisasikan dalam perbuatan. Kebutuhan merupakan suatu permintaan
akan barang atau jasa yang mana konsumen mau (willingness) untuk membeli,
tetapi belum diikuti dengan kenyataan (action) dalam membeli. Sedangkan
permintaan adalah kebutuhan yang telah diikuti dengan kemampuan daya beli
(ability) dan direalisasikan dalam perbuatan (membeli barang atau jasa).
12
Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam konsep ini. Pertama,
jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan (desired). Ini
menunjukkan berapa banyak “komoditi” yang ingin dibeli oleh rumah tangga, atas
dasar harga komoditi ynag diperhitungkan dengan harga komoditi lainnya,
penghasilan mereka, cita rasa dan selera mereka. Kedua, apa yang diinginkan
tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif. Artinya,
merupakan jumlah orang yang bersedia dan mampu membelinya pada harga yang
harus mereka bayar untuk komoditi itu. Ketiga, kuantitas yang diminta merupakan
arus pembelian yang kontinyu artinya pembelian itu akan diikuti dengan
pembelian selanjutnya (Lipsey RG, Steiner PO, Purvis DD, 1995).
Jumlah barang yang diminta (permintaan) sangat tergantung kepada:
1. Harga atau tarif dari barang atau jasa yang bersangkutan.
2. Cita rasa (taste) dan preferensi konsumen
3. Pendapatan konsumen
4. Harga atau tarif dari barang atau jasa lain yang dekat hubungannya
dengan barang tersebut.
Dari uraian diatas, tersirat peran kebutuhan di dalam faktor cita rasa (taste)
dan preferensi konsumen menunjukkan suatu kebutuhan yang belum
direalisasikan. Apabila citarasa dan preferensi telah diikuti dengan pertimbangan
harga, pendapatan (daya beli) dan harga barang substitusi serta diikuti dengan
perbuatan membeli, maka akan menjadi permintaan pada barang atau jasa
tersebut.
Sehingga secara matematik, permintaan merupakan fungsi dari beberapa
faktor, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Q = F ( P, Y, Z1 . . . Z n, T)
Dimana : Q = Kuantitas barang atau jasa yang diminta
P = harga dan tarif
Y = pendapatan konsumen
Z1 . . . Zn = harga atau tarif dari barang lain
T = citarasa dan preferensi konsumen
Rumus ini kalau diterapkan dalam pelayanan pertolongan persalinan
adalah:
13
Q = jumlah permintaan pertolongan persalinan di Puskesmas
P = biaya pertolongan persalinan di Puskesmas
Z1 . . . Zn = biaya pertolongan persalinan selain di Puskesmas
Y = pendapatan konsumen
T = cita rasa dan preferensi konsumen terhadap pertolongan
persalinan yang diinginkan
2.1.3 Konsep Permintaan terhadap Pelayanan Kesehatan
Michael Grossman seperti yang dikutip oleh Feldstein mengemukakan
bahwa konsumen mempunyai permintaan terhadap pelayanan kesehatan karena
dua alasan, yaitu (1) kesehatan sebagai barang konsumsi, yang membuat
konsumen merasakan lebih baik, dan (2) pelayanan kesehatan sebagai barang
investasi, yang memberikan sejumlah waktu kepada kosumen untuk berproses
produksi (Feldstein, 1999).
Terdapat beberapa kesulitan dalam mengaplikasikan teori permintaan
terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
(Sorkin AL,2004)
1. Untuk estimasi permintaan individu diperlukan informasi tentang
harga pelayanan kesehatan pada institusi yang sama dengan
karakteristik penyakit dan pelayanan yang sama pula.
2. Availability pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi kuantitas
pelayanan yang diminta.
3. Permintaan terhadap pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
status kesehatan dan tingkat kebutuhan pelayanan medisnya.
4. Pelayanan kesehatan yang bersifat supply induced demand membawa
konsumen pada posisi yang lemah, dimana jenis pelayanan yang dia
terima tergantung dari providernya.
Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa permintaan pelayanan kesehatan
tidak bisa murni seperti pada permintaan barang konsumsi, karena sangat
dipengaruhi baik oleh faktor individu itu sendiri maupun faktor di luar individu
tersebut, terutama faktor provider.
14
Permintaan terhadap pelayanan kesehatan tergantung pada beberapa
faktor, sehingga formulasi permintaan tersebut dapat digambarkan sebagai:
D = F (X1 . . . . Xn)
Dimana:
D = permintaan terhadap barang dan jasa, yang dalam penelitian ini
adalah jumlah ibu yang bersalin di Puskesmas (prosentasenya dibandingkan
dengan yang bersalin di luar Puskesmas)
X1 . . . Xn = factor yang mempengaruhi permintaan ibu terhadap
pertolongan persalinan di Puskesmas.
Hasil penelitian David S. Guziok (1998), tentang permintaan terhadap
pelayanan dokter umum dan dokter internist, menunjukkan bahwa faktor asuransi
dan income, umur, jenis kelamin, ras (suku bangsa) dan tempat tinggal
mempunyai hubungan yang bermakna dengan permintaan terhadap pelayanan
dokter umum dan dokter internist. Masing–masing faktor mempunyai pengaruh
yang berlainan antara permintaan pelayanan dokter umum dan permintaan
pelayanan dokter internist.
Hasil penelitian Wasis Budiarto (2004), tentang permintaan terhadap
pelayanan kesehatan Puskesmas, membuktikan bahwa faktor kebutuhan,
pekerjaan, biaya, pendapatan, waktu dan jarak mempunyai hubungan yang
bermakna dengan permintaan seseorang terhadap pelayanan kesehatan
Puskesmas.
Hasil penelitian Irene B (2006), tentang permintaan terhadap pelayanan
kesehatan gigi, membuktikan bahwa pengetahuan, biaya, pendapatan per kapita
dan kebiasaan merawat gigi seseorang mempunyai hubungan yang bermakna
dengan permintaan terhadap pelayanan kesehatan gigi.
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Permintaan terhadap Pelayanan
Kesehatan
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penggunaan (permintaan)
pelayanan kesehatan, telah digolongkan oleh beberapa ahli dalam beberapa model,
yaitu:
1. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model)
15
Apabila individu bertindak untuk mencari pengobatan atas penyakitnya,
ada empat variable kunci yang terlihat di dalam tindakan tersebut, yaitu : (1)
kerentanan yang dirasakan terhadap suatu penyakit, (2) keseriusan yang dirasakan,
(3) manfaat yang diterima atau rintangan yang dialami dalam melawan
penyakitnya dan (4) hal yang memotivasi tindakan tersebut (Wolinsky FD, 2000).
a. Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility)
Seseorang akan bertindak untuk mencari pencegahan atau pengobatan
terhadap suatu penyakit bila dia telah merasakan rentan terhadap
penyakit tersebut. Seorang ibu hamil berpikir untuk mencari
pertolongan dalam melakukan persalinan karena ibu tersebut merasa
rentan terhadap proses persalinan yang akan dialaminya.
b. Keseriusan yang dirasakan (Perceived seriousness)
Seseorang bertindak untuk mencari pengobatan karena didorong oleh
keseriusan penyakit yang dideritanya. Seorang ibu hamil merencanakan
untuk melakukan persalinan dengan pertolongan bidan karena ibu
tersebut merasa bahwa dia akan dapat melakukan persalinan dengan
lancar tanpa ada faktor penyulit yang berarti.
Ibu hamil yang lain mungkin telah merencanakan untuk melakukan
persalinan dengan pertolongan dokter spesialis kandungan karena
selama hamil ibu tersebut mengalami perdarahan dan letak bayi dalam
kandungannya diketahui melintang.
c. Manfaat atau rintangan yang dirasakan (Perceived benefit and
barriers)
Seseorang akan beertindak mencari pengobatan untuk mendapatkan
manfaat (sembuh dari penyakitnya) atau menghindari rintangan yang
dirasakan (terhindar dari akibat penyakit yang dideritanya). Sesorang
ibu hamil mungkin mencari pertolongan persalinan di Puskesmas
karena ibu tersebut merasa mendapatkan manfaat (bisa melahirkan
dengan selamat) dan tetap sehat setelah melalui proses persalinan
tersebut.
d. Isyarat atau tanda-tanda (Cuse)
16
Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan,
keseriusan dan keuntungan dari tindakan yang dilakukan oleh
seseorang, diperlukan isyarat berupa faktor dari luar, misalnya pesan-
pesan yang ada di media massa, nasihat atau anjuran para ahli, teman,
anggota keluarga dan lain-lain. Seorang ibu hamil dapat mengetahui
kerentanan, keseriusan atau bahkan manfaat tindakannya dari pesan-
pesan yang ada pada media massa, nasihat dokter, bidan atau keluarga.
2. Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan (Health Service Utilization
Model)
Andersen dan Anderson (2003), telah menggolongkannya menjadi
beberapa model berdasarkan tipe variabel yang digunakan sebagai faktor penentu,
yaitu: (Wolinsky FD, 1990).
a. Model Demografi (Demographic Model)
Variabel yang digunakan dalam model ini adalah: umur, seks, status
perkawinan dan besarnya keluarga. Perbedaan akan derajat kesehatan,
derajat kesakitan dan tingkat penggunaan pelayanan kesehatan
diasumsikan akan berhubungan dengan seluruh variabel diatas.
Apabila kita perhatikan, variabel yang digunakan dalam model ini
adalah variable yang berasal dari dalam individu sendiri (intrinsik),
yang secara langsung akan mempengaruhi kebutuhan seseorang dan
apabila direalisasi dalam perbuatan akan menjadi permintaan.
b. Model Struktur Sosial (Social Structural Model)
Variabel yang digunakan dalam model ini adalah: pendidikan,
pekerjaan dan suku bangsa atau etnis. Penggunaan pelayanan kesehatan
adalah salah satu aspek gaya hidup (life style) seseorang, yang
dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial psikologisnya.
Variabel di atas juga merupakan variabel yang secara langsung
mempengaruhi kebutuhan seseorang.
Seseorang yang sedang sakit perut (diare), langsung mencari
pengobatan dengan cara tradisional (memakan daun jambu yang masih
muda dan arang) karena kebiasaan yang ada di desa tersebut sedangkan
17
orang lain yang memiliki latar pendidikan SLTA, juga menderita diare,
dia merasa membutuhkan pertolongan dokter dan langsung pergi ke
dokter untuk mendapatkan pertolongan. Sehingga dapat dikatakan
bahwa latar belakag social seseorang akan sangat berpengaruh pada
kebutuhan seseorang dan pada akhirnya akan mempengaruhi juga
tingkat penggunaan pelayanan kesehatan.
c. Model Sosial-psikologis (Social Psycological Model)
Variabel yang digunakan dalam model ini adalah sikap dan keyakinan
(belief) individu. Variabel sosial psikologis pada umumnya terdiri dari
empat kategori, yaitu (1) Kerentanan terhadap penyakit atau sakit yang
dirasakan, (2) Keseriusan penyakit atau sakit yang dirasakan, (3)
Keuntungan yang diharapkan dalam mengambil tindakan untuk
mengatasi penyakit (4) Kesiapan tindakan individu.
Seorang suami mengetahui istrinya akan melahirkan dia membawa
istrinya ke Rumah Sakit bersalin yang berdekatan karena (1) suami
tersebut merasa istrinya rentan terhadap persalinan yang akan
dihadapinya, (2) proses persalinan dianggap sebagai sesuatu yang serius
berkenaan dengan kesehatan, (3) dengan membawa ke rumah sakit
bersalin akan mendapatkan pertolongan yang memadai untuk mengatasi
proses persalinan tersebut, (4) tindakan suami tersebut didasari oleh
pengetahuan yang dimilikinya.
d. Model Sumber Daya Keluarga (Family Resouce Model)
Variabel yang digunakan dalam model ini adalah pendapatan keluarga,
cakupan asuransi kesehatan, ekanggotaan dalam asuransi kesehatan.
Variabel ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan bayar (daya
beli atau tingkat ekonomi) individu atau keluarga untuk pelayanan
kesehatan keluarga mereka.
Seorang ibu hamil merencakan untuk bersalin di rumah dengan
pertolongan bidan, karena biayanya yang cukup murah.
e. Model Sumber Daya Masyarakat (Community Resource Model)
Variabel yang digunakan dalam model ini adalah penyediaan pelayanan
kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat dan ketercapaian
18
(accessibility) pelayanan kesehatan yang tersedia dan sumber-sumber di
dalam masyarakat.
Masyarakat di desa “A”, akan pergi ke Puskesma desa “A” tersebut
pada saat ada yag sakit, karena pemerintah telah menyediakan
Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan yang keberadaannya
dapat terjangkau oleh masyarakat di desa “A” tersebut.
f. Model Organisasi (organization Model)
Variabel yang digunakan dalam model ini adalah pencerminan
perbedaan bentuk system pelayanan kesehatan, yaitu:
1. Gaya (Style praktek pengobatan (sendiri, rekanan atau
kelompok)
2. Sifat (nature) dari pelayanan tersebut (membayar langsung atau
tidak)
3. Letak pelayanan kesehatan (tempat pribadi, rumah sakit atau
klinik)
4. Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien
(dokter, perawat, dukun dan sebagainya).
Seorang ibu hamil memutuskan untuk bersalin di rumah dengan
pertolongan bidan karena (1) gaya (style) prakteknya secara rekanan
artinya apablia terjadi penyulit pada pasien bidan tersebut sudah
mempunyai tempat rujukan, (2) sifat pembayarannya secara langsung,
(3) letak pelayanannya merupakan tempat pribadi, dan (4) petugas
pertama kali yang kontak dengannya adalah bidan.
g. Model Sistem Kesehatan
Keenam model penggunaan fasilitas kesehatan tersebut di atas tidak
berbeda secara nyata, meskipun ada perbedaan dalam sifat (nature).
Model system kesehatan menggabungkan keenam model tersebut di
atas ke dalam model yang lebih sempurna.
3. Model Perilaku Kesehatan Lawrence Green
19
Menurut Lawrence Green, 1980, perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu faktor predisposisi, faktor yang memudahkan dan faktor yang
memperkuat.
a. Faktor predisposisi (predisposing factors), terwujud dalam
pengatahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan persepsi dari
seseorang.
b. Faktor yang memudahkan (enabling factors), terwujud dalam
lingkungan fisik (tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan).
c. Faktor yang memperkuat (reinforcing factores), terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas pelayanan kesehatan.
4. Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan Alan Dever
Menurut Alan Dever (1984), faktor yang mempengaruhi penggunaan
(permintaan) pelayanan kesehatan adalah:
1. Faktor Sosiokultural, yaitu:
a. Norma dan nilai yang ada di masyarakat.
Norma, nilai sosial dan keyakinan yang ada di masyarakat akan
mempengaruhi seseonag dalam bertindak, termasuk dalam
menggunakan pelayanan kesehatan.
b. Tekhnologi yang digunakan dalamn pelayanan kesehatan.
Kemajuan di bidang tekhnologi dapat mengurangi atau menurunkan
angka kesakitan sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi pula
penggunaan pelayanan kesehatan. Tetapi kemajuan tekhnologi juga
dapat meningkatkan penggunaan pelayanan kesehatan, seperti pada
kasus tehnologi penyinaran.
2. Faktor Organisasional, yaitu:
a. Ketersediaan sumber daya.
Sumber daya yang mencukupi baik dari segi kuantitas dan kualitas, sangat mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan.
b. Keterjangkauan Lokasi.
Keterjangkauan lokasi (geografis), berkaitan dengan keterjangkauan
tempat dan waktu. Keterjangkauan tempat diukur dengan jarak tempuh,
waktu tempuh dan biaya perjalanan. Sedangkan keterjangkauan waktu,
dilihat dari keterbatasan waktu pelayanan kesehatan yang disediakan.
20
Seseorang yang akan menggunakan pelayanan kesehatan, akan
mempertimbangkan keterjangkauan lokasi ini.
c. Keterjangkauan sosial.
Konsumen memperhitungkan “sikap provider terhadap konsumen”
misalnya atribut petugas seperti etnis dan jenis kelamin, serta
kemampuan membayar.
d. Karakteristik dari struktur organisasi formal dan dari cara
pemberian pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan ada yang mempunyai struktur organisasi yang
formal misalnya Rumah Sakit dan ada yang tidak misalnya praktek
perorangan.
3. Faktor Interaksi Konsumer-Provider
a. Faktor yang berhubungan dengan konsumen:
Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh
konsumen berhubungan langsung dengan penggunaan atau permintaan
pelayanan kesehatan. Kebutuhan, terdiri atas kebutuhan yang dirasakan
(perceived need) dan evaluated need (clinical diagnosis).
Perceived need dipengaruhi oleh:
a.1. Faktor sosiodemografi: umur, sex, ras, bangsa, status perkawinan,
jumlah keluarga, status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan,
penghasilan).
a.2. Faktor sosiopsikologis: persepsi sakit, gejala sakit, keyakinan
terhadap perawatan medis atau dokter.
a.3. Faktor epidemiologis: mortalitas, morbiditas, disabilitas dan
factor risiko.
b. Faktor yang berhubungan dengan provider:
b.1. Faktor ekonomi: adanya barang substitusi, adanya keterbatasan
pengetahuan konsumen tentang penyakit yang diderita.
b.2. Karakteristik dari provider: tipe pelayanan kesehatan, sikap
petugas, keahlian petugas, fasilitas yang dipuyai oleh pelayanan
kesehatan tersebut.
21
Hasil penelitian Indriati Basong (2007), membuktikan bahwa felt need ibu
terhadap posyandu mempunyai hubungan yang bermakna dengan penggunaan
atau permintaan posyandu oleh ibu
Berdasarkan teori-teori yang telah disebutkan di atas, maka dapat
dibuatkan model yang merupakan modifikasi dari model penggunaan pelayanan
kesehatan Alan Dever. Modifikasi model ini dianggap lebih lengkap, karena dapat
merangkum seluruh teori yang telah disebutkan diatas. Model yang telah
dimodifikasi, dapat dilihat pada skema 1 berikut ini.
Skema 1 : MODIFIKASI MODEL PENGGUNAAN PELAYANAN
KESEHATAN
Sumber : Model Determinan of health services utilization dari G. E. Alan Dever
(1984), yang telah dimodifikasi.
Modifikasi ini dianggap lebih cocok karena kebutuhan seseorang sangat
dipengaruhi oleh faktor pada individu itu sendiri dan faktor sosial dimana individu
tersebut berada. Sedangkan faktor organisasional yang dalam hal ini berkaitan
dengan sistim pelayanan kesehatan serta birokrasi untuk mendapatkan pelayanan,
lebih mempengaruhi penggunaan atau permintaan pelayanan kesehatan itu sendiri.
2.1.5 Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat)
22
Faktor ciri karakteristik
konsumen:
Sosiodemografi
Sosiopsokologis
Epidemiologis
Kebutuhan Permintaan
Factor
sosiokultural
Factor
Organisasional
Faktor yang
berhubungan
dengan provider
Faktor
lingkungan
2.1.5.1 Pengertian Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan pusat
pengembangan, pembinaan dan pelayanan kesehatan masyarakat yang sekaligus
merupakan pos terdepan dalam pembangunan kesehatan masyarakat (Dep. Kes.
R.I, 2000).
Definisi Puskesmas menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
(1990/1991) adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran
serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Dengan kata lain perkataan Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung
jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari
kecamatan, tergantung kepada kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan
geografik dan keadaan infrastruktur masing-masing Puskesmas. Sedangkan
pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas adalah pelayanan kesehatan
yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, yang
ditujukan kepada semua jenis kelamin dan golongan umur (Dep. Kes. R.I, 2000).
2.1.5.2 Kegiatan Pokok Puskesmas
Pelayanan upaya kesehatan di Puskesmas dilaksanakan melalui berbagai
kegiatan pokok, yaitu (Dep.Kes. RI., 2000):
a. Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA)
b. Keluarga Berencana
c. Usaha Peningkatan Gizi
d. Kesehatan Lingkungan
e. Pencegahan dan Pemberanasan Penyakit Menular
f. Pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan
g. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
h. Kesehatan Sekolah
i. Kesehatan Olah Raga
j. Perawatab Kesehatan Masyarakat
23
k. Kesehatan Kerja
l. Kesehatan Gigi dan Mulut
m. Kesehatan Jiwa
n. Kesehatan Mata
o. Laboratorium Sederhana
p. Pencatatan dan Pelaporan dalam rangka system informasi kesehatan
q. Kesehatan Usia Lanjut
r. Pembinaan Pengobatan Tradisional
Kegiatan pokok ini akan terus dikembangkan secara bertahap sesuai
dengan kebutuhannya. Beberapa Puskesmas tertentu sesuai dengan perkembangan
akan dilengkapi dengan sarana rawat tinggal dan unit pertolongan pertama pada
keadaan darurat atau gawat.
2.1.5.3 Fungsi Puskesmas
Beberapa fungsi Puskesmas adalah: (Dep.Kes R.I. 2000)
a. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya.
b. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya
dalam rangka meningkatkan kemampuan hidup sehat.
c. Sebagai pusat pengembangan Kesehatan Masyarakat
di wilayah kerjanya.
Sedangkan pelaksanaan fungsi Puskesmas di atas adalah:
a. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan
kegiatan dalam rangka menunjang dirinya sendiri.
b. Memberi petunjuk kepada masyarakat tentang upaya
menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan
efisien.
c. Memberi bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan
rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan
ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.
d. Memberi pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.
24
e. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam
melaksanakan program Puskesmas.
2.1.5.4 Puskesmas dengan Perawatan
Puskesmas dengan perawatan adalah Puskesmas yang diberi yambahan
ruangan dan fasilitas untuk menolong penderita gawat darurat baik berupa
tindakan operatif terbatas maupun rawat inap sementara (Dep.Kes R.I, 2000).
Fungsi Puskesmas dengan Perawatan yang utama, sebagai “Pusat Rujukan
Antara”, yang melayani penderita gawat darurat sebelum dapat dibawa ke Rumah
Sakit (Dep.Kes R.I, 2000).
Kegiatan-kegiatan yang dapat dikerjakan oleh Puskesmas dengan
perawatan ini meliputi:
1. Melakukan tindakan operasi terbatas terhadap penderita
gawat darurat antara lain:
a. kecelakaan lalu lintas
b. persalinan dengan penyulit
c. penyakit lain yang mendadak dan gawat
2. Merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk
observasi penderita dalam rangka diagnostik dengan rata-rata perawatan
3 hari atau maksimum 7 hari.
3. Melakukan pertolongan sementara untuk persiapan
pengiriman penderita lebih lanjut ke Rumah Sakit.
4. Memberi pertolongan persalinan bagi kehamilan risiko
tinggi dan persalinan dengan penyulit.
5. Melakukan metode operasi pria untuk keluarga
berencana.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa Puskesmas dengan perawatan adalah
pengembangan dari Puskesmas biasa, yang mampu betindak sebagai “Pusat
Rujukan Sementara” yang salah satu tugasnya adalah memberi pertolongan
persalinan dengan risiko tinggi dan dengan penyulit. Sehingga secara otomatis dia
juga melaksanakan fungsi Puskesmas biasa yaitu memberi pertolongan persalinan
dengan tingkat risiko rendah atau persalinan normal.
25
2.1.6 Pelayanan Kebidanan
Pengertian
a) Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam
rangka tercapainya keluarga yang berkualitas. Pelayanan keluarga
merupakan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai dengan
kewenangan yang diberikannya dengan maksud meningkatkan kesehatan
ibu dan anak. Adapun sasaran pelayanan kebidanan adalah individu,
keluarga dan masyarakat yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif.
b) Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi atau
sempurna yang digunakan sebagai batas penerimaan. Standar adalah
rumusan tentang penampilan atau nilai yang diinginkan yang mampu
dicapai berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan. .10
Ruang lingkup Standar Pelayanan Kebidanan
Standar pelayanan kebidanan adalah terdiri dari 25 standar, yang meliputi
standar pelayanan umum dan standar pelayanan kebidanan termasuk di dalamnya
adalah standar untuk penanganan kegawatdaruratan. Standar tersebut dapat
dikelompokkan dan diuraikan secara berurutan dari standar 1 sampai dengan
standar 25 yaitu sebagai berikut:
a) Standar Pelayanan Umum terdiri dari 2 Standar yaitu: Standar 1 dan
Standar 2.
Standar 1: Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Pernyataan Standar:
Bidan memberikan dan nasehat kepada perorangan, keluarga dan
masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan kehamilan, termasuk
penyuluhan kesehatan umum, gizi, keluarga berencana, kesiapan dalam
menghadapi kehamilan dan menjadi calon orang tua, menghindari kebiasaan yang
tidak baik dan mendukung kebiasaan yang baik.
Standar 2: Pencatatan
26
Pernyataan Standar:
Bidan melakukan pencatatan semua kegiatan yang dilakukannya, yaitu
regitrasi semua ibu hamil di wilayah kerjanya, rincian pelayanan yang diberikan
kepada setiap ibu hamil/bersalin/nifas dan bayi baru lahir, semua kunjungan
rumah dan penyuluhan kepada masyarakat. Bidan hendaknya mengikutsertakan
kader untuk mencatat semua ibu hamil dan meninjau upaya masyarakat yang
berkaitan dengan ibu dan bayi baru lahir. bidan meninjau secara teratur catatan
untuk menilai kinerja dan penyusunan rencana kegiatan untuk meningkatkan
pelayanannya.
b) Standar Pelayanan Ante Natal terdiri dari 6 Standar yaitu:
Standar 3 s/d Standar 8
Standar 3: Identifikasi Ibu Hamil
Pernyataan Standar:
Bidan melakukan kunjungan rumah dan berinterakasi dengan masyarakat
secara berkala untuk memberikan penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan
anggota keluarga agar mendorong ibu untuk memeriksakan kehamilannya sejak
dini dan secara teratur.
Standar 4: Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Pernyataan Standar:
Bidan memberikan sedikitnya 4 x pelyanan antenatal, pemeriksaan
meliputi anamnesis dan pemantauan ibu dan janin dengan seksama untuk menilai
apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus mengenal kehamilan
risti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PSM/Infeksi HIV,
memberikan pelayanan imunisasi, nasehat dan penyuluhan kesehatan serta tugas
terkait lainnya yang diberikan oleh Puskesmas. Bidan harus mencatat data yang
tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, bidan harus mampu
mengambil tindakan yang diperlukan dan merujuknya untuk tindakan selanjutnya.
Standar 5: Palpasi Abdomen
Pernyataan Standar:
Bidan melakukan pemeriksaan abdomen secara seksama dan melakukan
palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan, serta bila umur kehamilan
bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala janin
27
ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat
waktu.
Standar 6: Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Pernyataan Standar:
Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan/atau
rujukan semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Standar 7: Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Pernyataan Standar:
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada
kehamilan dan mengenali tanda serta gejala preeklamasi lainnya, serta mengambil
tindakan yang tepat dan merujuknya.
Standar 8: Persiapan Persalinan
Pernyataan Standar:
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta
keluarganya pada trimester ke tiga, untuk memastikan bahwa persiapan persalinan
yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan akan direncanakan
dengan baik, disamping persiapan transportaasi dan biaya untuk merujuk, bila
tiba-tiba terjadi keadaan gawat darurat. Bidan hendaknya melakukan kunjungan
rumah untuk hal ini.
c).Standar Pertolongan Persalinan terdiri dari 4 Standar, yaitu
standar 9 s/d standar 12
Standar 9: Asuhan Saat Persalinan
Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian
memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan memperhatikan
kebutuhan klien, selama proses
persalinan berlangsung.
Standar 10: Persalinan yang Aman
Pernyataan Standar:
Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman, dengan sikap sopan
dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat.
Standar 11: Pengeluaran Plasenta dengan Penegangan Tali Pusat
28
Pernyataan Standar:
Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu
pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap.
Standar 12: Penanganan Kala II dengan Gawat Janin melalui Episiotomi
Pernyataan Standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang
lama, dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk menperlancar
persalinan, diikuti dengan penjahitan
perineum.
d).Standar Pelayanan Nifas terdiri dari 3 Standar yaitu Standar 13
s/d Standar 15
Standar 13: Perawatan Bayi Baru Lahir
Pernyataan Standar:
Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan
pernafasan spontan, mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelainan dan
melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan harus
mencegah hipotermia.
Standar 14: Penanganan Pada Dua Jam Pertama Setelah
Persalinan
Pernyataan Standar:
Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi
dalam dua jam seletah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan.
Bidan memberikan penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat pulihnya
kesehatan ibu, dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI.
Standar 15: Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas
Pernyataan Standar:
Bidan memberikan pelayanan pada masa nifas melalui kunjungan rumah
pada hari ke tiga, minggu ke dua dan minggu ke enam setelah persalinan, untuk
membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang
benar, penemuan dini, penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi
pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum,
29
kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian
ASI, imunisasi dan KB.
e).Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obtetri Neonatal, terdiri
dari 10 Standar yaitu Standar 16 s/d Standar 25.
Standar 16: Penanganan Pendarahan pada Kehamilan
Pernyataan Standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala pendarahan, serta
melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Standar 17: Penanganan Kegawatan pada Eklamasi
Pernyataan Standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala eklamasi mengancam, serta
merujuk dan/atau memberikan pertolongan pertama
Standar 18: Penanganan Kegaawatan pada Partus Lama/Macet
Pernyataan Standar:
Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala partuslama/ macet serta
melakukan penanganan yang memadai dan tepat waktu atau merujuknya.
Standar 19: Persalinan dengan Forcep Rendah
Pernyataan Standar:
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi forcep rendah, menggu nakan
forcep secara benar dan menolong persalinan secara aman bagi ibu dan bayinya.
Standar 20: Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor.
Pernyataan Standar:
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraki vakum, melakukannya secara
benar dalam memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan
keamanannya bagi ibu dan janin/bayinya.
Standar 21: Penanganan Retentio Plasenta
Pernyataan Standar:
Bidan mampu mengenali retensio plasenta, dan memberikan pertolongan
pertama, termasuk plasenta manual dan penanganan pendarahan, sesuai dengan
kebutuhan.
Standar 22: Penanganan Pendarahan Post Partum Primer
Pernyataan Standar:
30
Bidan mampu mengenali pendarahan yang berlebihan dalam 24 jam
pertama setelah persalinan (post partum primer) dan segera melakukan
pertolongan pertama untuk mengendalikan pendarahan.
Standar 23: Penanganan Pendarahan Post Partium Sekunder
Pernyataan Standar:
Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala
pendarahan post portum sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk
menyelamatkan jiwa ibu, dan/atau merujuknya.
Standar 24: Penanganan Sepis Puerpularis
Pernyataan Standar:
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerpularis,
serta melakukan pertulongan pertama atau merujuknya.
Standar 25: Penanganan Asfiksia
Pernyataan Standar:
Bidan mampu mengenali dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia,
serta melakukan resusitasi secepatnya, mengusahakan bantuan medis yang
diperlukan dan memberikan perawatan lanjutan.
3). Manfaat Penerapan Standar Pelayanan Kebidanan. (6)
a). Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma dan tingkat kinerja
yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penerapan standar
pelayanan sekaligus akan melindungi masyarakat, karena penilaian terhadap
proses dan hasil pelayanan dapat dilakukan dengan dasar yang jelas.
b). Dengan adanya standar pelayanan yang dapat dibandingkan dengan
pelayanan yang diperoleh, maka masyarakat akan mempunyai kepercayaan yang
lebih mantap terhadap pelaksana pelayanan. Standar pelayanan kebidanan dapat
pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam
menjalankan praktik sehari-hari. Pelayanan yang berkualitas dapat dikatakan
sebagai tingkat pelayanan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dengan
demikian standar penting untuk pelaksanaan pemeliharaan dan penilaian kualitas
atau mutu pelayanan. hal ini menunjukkan bahwa standar pelayanan perlu dimiliki
31
oleh setiap pelaksana pelayanan. Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang
telah ditetapkan.
Jadi Program menjaga mutu pelayanan adalah suatu upaya yang
berkesinambungan, sisematis dan obyektif dalam memantau dan menilai
pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu
pelayanan.
4) Asuhan Persalinan Normal
Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan
lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Menurut
Saifuddin(10), persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik
pada ibu maupun pada janin.
Definisi persalinan normal menurut WHO adalah persalinan yang dimulai
secara spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama
proses persalinan. Bayi dilahirkan secara spontan dalam presentasi belakang
kepala pada usia kehamilan antara 37 hingga 42 minggu lengkap. Setelah
persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi sehat.
Tujuan Asuhan Persalinan Normal
Tujuan asuhan persalinan normal adalah tercapainya kelangsungan hidup
dan kesehatan yang tinggi bagi ibu serta bayinya, melalui upaya yang terintegrasi
dan lengkap namun menggunakan intervensi seminimal mungkin sehingga prinsip
keamanan dan kualitas layanan dapat terjaga pada tingkat yang seoptimal
mungkin. pendekatan seperti ini berarti bahwa: dalam asuhan persalinan normal
32
harus ada alasan yang kuat dan bukti manfaat apabila akan melakukan intervensi
terhadap jalannya proses persalinan yang fisiologis/alamiah.
Tugas Penolong Persalinan pada Auhan Persalinan Normal. 41
Tugas penolong persalinan pada asuhan persalinan normal yaitu:
1). Memberikan dukungan pada ibu, suami dan keluarganya selama proses
persalinan, saat akan melahirkan bayi dan pada masa sesudahnya.
2). Melakukan pemantauan terhadap ibu dan janin dalam proses persalinan
dan setelah persalinan; menilai adanya faktor risiko; melakukan deteksi
dini terhadap komplikasi persalinan yang mungkin muncul.
3). Melakukan intervensi minor bila diperlukan seperti melakukan
amniotommi; episotomi pada kasus gawat janin; melakukan
penatalaksanaan pada bayi baru melahirkan dengan asfiksi ringan.
4). Melakukan rujukan pada fasilitas yang lebih lengkap sesuai dengan
masalah kasusu yang dirujuk bila didapatkan adanya faktor risiko atau
terdeteksi adanya komplikasi selama proses persalinan. Selain tugas-
tugas di atas, seorang penolong persalinan harus mendapatkan
kualifikasi sebagai tenaga pelaksana penolong persalinan melalui
serangkaian latihan, bimbingan langsung dan kesempatan untuk
mempraktekkan keterampilannya pada suasana sesungguhnya. Dalam
kualifikasi tersebut, penolong persalinan dapat melakukan penilaian
terhadap faktor risiko, mendeteksi secara dini terjadinya komplikasi
persalinan, melakukan pemantauan terhadap ibu maupun janin, dan juga
bayi setelah dilahirkan.
Penolong persalinan harus mampu melakukan penatalaksanaan awal
terhadap komplikasi terhadap bayi baru lahir. Ia juga harus mampu untuk
melakukan rujukan baik ibu maupun bayi bila komplikasi yang terjadi
memerlukan penatalaksanaan lebihlanjut yang membutuhkan keterampilan di luar
kompetensi yang dimilikinya. Tidak kalah pentingnya adalah seorang penolong
persalinan harus memiliki kesabaran, kemampuan untuk berempati dimana hal ini
amat diperlukan dalam memberikan dukungan bagi ibu dan keluarganya.
33
Lima Benang Merah Dalam Asuhan Persalinan Normal
Di dalam asuhan Persalinan terdapat 5 (lima) aspek disebut juga sebagai 5
(lima) benang merah yang perlu mendapatkan perhatian, ke 5 aspek tersebut yaitu:
1) Aspek Pemecahan Masalah yang diperlukan untuk menentukan
Pengambilan Keputusan Klinik (Clinical Decision Making). Dalam
keperawatan dikenal dengan Proses Keperawatan, para bidan
menggunakan proses serupa yang disebut sebagai proses
penatalaksanaan kebidanan atau proses pengambilan keputusan klinik
(clinical decision making). Proses ini memiliki beberapa tahapan mulai
dari pengumpulan data, diagnosis, perencanaan dan penatalaksanaan,
serta evaluasi, yang merupakan pola pikir yang sistematis bagi para
bidan selama memberikan Asuhan Kebidanan khususnya dalam Asuhan
Persalinan Normal.
2) Aspek Sayang Ibu yang Berarti sayang Bayi. Asuhan sayang ibu dalam
proses persalinan yang harus diperhatikan para Bidan adalah:
a) Suami, saudara atau keluarga lainnya harus diperkenankan untuk
mendampingi ibu selama proses persalinan bila ibu
menginginkannya.
b) Standar untuk persalinan yang bersih harus selalu dipertahankan
c) Kontak segera antara ibu dan bayi serta pemberian Aair Susu Ibu
harus dianjurkan untuk dikerjakan.
d) Penolong persalinan harus bersikap sopan dan penuh pengertian.
e) Penolong persalinan harus menerangkan pada ibu maupun keluarga
mengenai seluruh proses persalinan.
f) Penolong persalinan harus mau mendengarkan dan memberi jawaban
atas keluhan maupun kebutuhan ibu.
g) Penolong persalinan harus cukup mempunyai fleksibilitas dalam
menentukan pilihan mengenai hal-hal yang biasa dilakukan selama
proses persalinan maupun pemilihan posisi saat melahirkan.
h) Tindakan-tindakan yang secara tradisional sering dilakukan dan
sudah terbukti tidak berbahaya harus diperbolehkan bila dilakukan.
i) Ibu harus diberi privasi bila ibu menginginkan.
34
j) Tindakan-tindakan medik yang rutin dikerjakan dan ternyata tidak
perlu dan harus dihindari (episiotomi, pencukuran dan klisma).
Aspek Pencegahan Infeksi
Cara efektif untuk mencegah penyebaran penyakit dari orang ke orang dan
atau dari peralatan/sarana kesehatan ke orang dapat dilakukan dengan meletakkan
penghalang diantara mikroorganisme dan individu (klien atau petugas kesehatan).
Penghalang ini dapat berupa proses secara fisik, mekanik ataupun kimia yang
meliputi:
c) Cuci tangan
Secara praktis, mencuci tangan secara benar merupakan salah satu
tindakan pencegahan infeksi paling penting untuk mengurangi penyebaran
penyakit dan menjaga lingkungan bebas dari infeksi. Cuci tangan dilakukan sesuai
dengan Standar dan prosedur yang ada.
d) Pakai sarung tangan
Untuk tindakan pencegahan, sarung tangan harus digunakan oleh semua
penolong persalinan sebelum kontak dengan darah atau cairan tubuh dari klien.
Sepasang sarung tangan dipakai hanya untuk seorang klien guna mencegah
kontaminasi silang. Jika mungkin, gunakanlah sarung tangan sekai pakai, namun
jika tidak mungkin sebelum dipakai ulang sarung taangan dapat dicuci dan disteril
dengan otoklaf, atau dicuci dan didesinfektan tingkat tinggi dengan cara
mengkukus.
e) Penggunaan Cairan Antiseptik
Penggunaan antiseptik hanya dapat menurunkan jumlah mikroorganisme
yang dapat mengkontaminaasi luka dan dapat menyebabkan infeksi. Untuk
mencapai manfaat yang optimal, penggunaan antiseptik seperti alkohol dan
lodofor (Betadin) membutuhkan waktu beberapa menit untuk bekerja secara aktif.
Karena tiu, untuk suatu tindakan kecil yang membutuhkan waktu segeraseperti
penyuntikan oksitosin IM saat penatalaksanaan aktif kala III dan pemotongan tali
pusat saat bayi baru lahir, penggunaan antiseptik semacam ini tidak diperlukan
sepanjang alat-alat yang digunakan steril atau DTT.
f) Pemrosesan alat bekas
35
Proses dasar pencegahan infeksi yang biasa digunakan untuk mencegah
penyebaran penyakit dari peralatan, sarung tangan dan bahan-bahan lain yang
terkontaminasi adalah dengan :
1) Pencucian dan pembilasan
Pencucian penting karena: merupakan cara yang paling efektif untuk
menghilangkan sejumlah besar mikroorganisme pada peralatan kotor atau bekas di
pakai. Tanpa pencucian, prosedur terilisasi ataupun desinfeksi tingkat tinggi tidak
akan terjadi secara efektif. Jika alat sterilisasi tidak teredia, pencucian yang
seksama merupakan cara mekanik satu-satunya untuk menghilangkan sejumlah
endospora.
2) Dekontaminasi, yaitu segera setelah alat-alat itu digunakan,
tempatkan benda-benda tersebut dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, yang
akan secara cepat mematikan virus Hepatitis B dan virus HIV. Larutan klorin
cepat sekali berubah keadaannya, oleh sebab itu setiap hari harus diganti atau
dibuat baru apabila larutan tersebut tampak kotor (keruh).
3) Sterilisasi atau Desinfeksi Tingkat Tinggi
Di beberapa tempat pelayanan yang tidak memungkinkan untuk
melakukan sterilisasi dengan otoklaf atau oven/jenis alat yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan sterilisasi dengan cara diatas, maka Deinfeksi
Tingkat Tinggi merupakan pilihan satu-satunya yang masih bisa diterima. DTT ini
bisa dengan cara merebus, menggunakan uap, menggunakan bahan kimia, dengan
langkah-langkah sesuai prosedur yang sudah ada.
e) Pembuangan sampah
Tujuan pembuangan sampah klinik seccara benar adalah: mencegah
penyebaran infeksi kepada petugas klinik yang menangani sampah dan
masyarakat yang sekaligus dapat melindunginya dari luka karena tidak terkena
benda-benda tajam yang sudah terkontaminasi. Jadi dengan penanganan sampah
yang benar tersebut akan mengurangi penyebaran infeksi baik kepada petugas
klinik maupun kepada masyarakat setempat
4) Aspek Pencatatan (Dokumentasi)
Dokumentasi dalam manajemen kebidanan merupakan bagian yang sangat
penting. Hal ini karena:
36
a) Dokumentasi menyediakan catatan permanen tentang manajemen pasien.
b) Memungkinkan terjadinya pertukaran informasi diantara petugas
kesehatan.
c) Kelanjutan dari perawatan dipermudah, dari kunjungan ke kunjungan
berikutnya, dari petugas ke petugas yang lain, atau petugas ke fasilitas.
d) Informasi dapat digunakan untuk evaluasi, untuk melihat apakah
perawatan sudah dilakukan dengan tepat, mengidentifikasi kesenjangan
yang ada, dan membuat perubahan dan perbaikan peningkatan
manajemen perawatan pasien.
e) Memperkuat keberhasilan manajemen, sehingga metode-metode dapat
dilanjutkan dan disosialisasikan kepada yang lain.
f) Data yang ada dapat digunakan untuk penelitian atau studi kasus.
g) Dapat digunakan sebagai data tatitik, untuk catatan nasional.
h) Sebagai data statitik yang berkaitan dengan kesakitan dan kematin ibu
dan bayi.
Dalam Asuhan Persalinan Normal, sistem pencatatan yang digunakan
adalah partograf, hasil pemeriksaan yang tidak dicatat pada partograf dapat
diartikan bahwa pemeriksan tersebut tidak dilakukan
5) Aspek Rujukan
Jika ditemukan uatu masalahdalam persalinan, sering kali ulit untuk
melakukan upaya rujukan dengan cepat, hal ini karena banyak faktor yang
mempengaruhi. Penundaan dalam membuat keputusan dan pengiriman ibu ke
tempat rujukan akan menyebbkan tertundanya ibu mendapatkan penatalaksanaan
yang memadai, sehingga akhirnya dapat menyebabkan tingginya angka kematian
ibu. Rujukan tepat waktu merupakan bagian dari asuhan sayang ibu dan
menunjang terwujudnya program Safe Motherhood.
Kebijakan Pelayanan Asuhan Persalinan
Sebagai kebijakan pemerintah tentang pelayanan asuhan persalinan adalah:
1). Semua persalinan harus dihadiri dan dipantau oleh petugas kesehatan
terlatih.
37
2). Rumah Bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitaas memadai untuk
menangani kegawatdaruratan obstetri dan neonatal harus tersedia 24 jam.
3). Obat-obat esensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia bagi seluruh
petugas terlatih.
Rekomendasi kebijakan tehnis asuhan persalinan dan kelahiran
Untuk mendukung dilaksanakannya kebijakan tentang pelayanan asuhan
persalinan, maka selanjutnya pemerintah merekomendasikan tentang kebijakan
terebut. Adapun rekomendasi yang dimaksud adalah:
1). Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi harus dimasukkan sebagai bagian
dari persalinan bersih dan aman, termasuk hadirnya keluarga atau orang-
orang yang memberi dukungan bagi ibu.
2). Partograf harus digunakan untuk memantau persalinan dan berfungsi
sebagai suatu catatan/rekam medik untuk persalinan.
3). Selama persalinan normal, intevensi hanya dilaksanakan jika benarbenar
dibutuhkan. Prosedur ini hanya dilakukan jika ada indikasi atau penyulit.
4).Manajemen aktif kala III, termasuk penjepitan danpemotongan tali pusat
secara dini, memberikan suntikan oksitosin IM, melakukan penegangan
tali pusat terkendali (PTT) dan segera melakukan massase fundus, harus
dilakukan pada semua persalinan normal.
5). Penolong persalinan harus tetap tinggal bersama ibu dan bayi
setidaktidaknya 2 jam pertama etelah kelahiran, atau sampai ibu sudah
dalam keadaan stabil. Fundus harus diperiksa setiap 15 menit selama 1
jam pertama dan setiap 30 menit pada jam ke dua. Massase fundus harus
dilakukan sesuai kebutuhan untuk memastikan tonus uterus tetap baik,
pendarahan minimal dan mencegah pendarahan.
6). Selama 24 jam pertama setelah persalinan, fundus harus sering diperiksa
dan dimassase sampai tonus baik. ibu atau anggita keluarga dapat
diajrkan melakukan hal ini.
7). Segera setelah lahir, seluruh tubuh terutama kepala bayi harus segera
diselimuti dan bayi segera dikeringkan serta dijaga kehangatannya untuk
mencegah terjadinya hipotermi.
38
8). Obat-obat esensial, bahan dan perlengkapan harus disediakan oleh
petugas dan keluarga.
2.2 Kerangka Konseptual
Dari tinjauan pustaka yang telah dibicarakan dan dari hasil pemikiran-
pemikiran yang ada, maka dasar teori yang digunakan dalam studi ini adalah dasar
teori menurut Alan Dever (model Donabedian).
Model kerangka teori dapat digambarkan seperti di bawah cini:
Skema 3: KERANGKA KONSEP
39
Faktor-faktor yang berhubungan
dengan konsumen:
umur ibu
paritas ibu
pendidikan ibu
pekerjaan ibu
Tk. Pengetahuan ibu ttg kehamilan &
persalinan
Tk. Risiko ibu hamil
Penghasilan keluarga
Etnik / suku bangsa
Pengambil keputusan
“Kebutuhan” ibu
terhadap pelayanan
pertolongan
persalinan di
Puskesmas
“Permintaan” ibu
terhadap pelayanan
pertolongan
persalinan di
Puskesmas
Kebiasaan
masyarakat
dalam persalinan
RIS
ET
Jarak
Sistem birokrasi
Ada tidaknya
penyulit pada
saat proses
persalinan
Tempat persalinan
yang tersedia
Biaya
Kepuasan
konsumen
2.3 Definisi Operasional
Definisi operasional dari variabel-variabel dalam studi ini adalah sebagai
berikut:
a. Permintaan pertolongan persalinan di Puskesmas: realisasi ibu untuk
melahirkan di Puskesmas. Pengukuran variabel dengan menanyakan
kepada ibu melahirkan, apakah melahirkan di Puskesmas atau di
tempat lain selain Puskesmas, untuk responden itu bersalin pada
periode (bulan Maret 2009 – April 2010)
b. Kebutuhan pertolongan persalinan di Puskesmas: kebutuhan yang
dirasakan ibu terhadap pertolongan persalinan yang diberikan oleh
Puskesmas. Diukur dengan pertanyaan yang berkaitan dengan
kebutuhan ibu, yang dinilai adalah butuh atau tidak butuh.
c. Umur ibu: usia atau banyaknya tahun kalender yang telah dijalani oleh
ibu sesuai yang tertera pada KTP atau kartu identitas lain. Dalam
penelitian ini, umur dihitung dengan pembulatan ke bawah. Misalkan
25 tahun 4 bulan dibulatkan 25 tahun, 26 tahun 9 bulan dibulatkan 26
tahun.
d. Paritas Ibu :jumlah kehamilan yang pernah dialami ibu, baik yang
berakhir dengan kelahiran hidup ataupun mati.
e. Pendidikan : pendidikan formal ibu, dihitung banyaknya tahun sukses
yang pernah dijalani. Misal SLTP kelas I dihitung 7.
f. Pekerjaan ibu : pekerjaan yang dilakukan ibu dan mendapat upah
berupa uang atau barang. Profesi/jenis pekerjaan adalah macam
40
pekerjaan yang sedang dilakukan oleh responden, yaitu (1) tenaga
profesional, tehnisi dsb (2) tenaga kepeminpinan dan ketatalaksanaan
(3) tenaga tata usaha (4) tenaga usaha penjualan (5) tenaga usaha jasa
(6) tenaga usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan (7)
tenaga produksi, operator alat angkutan, pekerja kasar (8) lainnya.
g. Pengetahuan ibu: diukur dengan beberapa pertanyaan, yang harus
dinilai benar atau salah. Kemudian jumlah jawaban yang bernilai benar
dikategorikan dengan pengetahuan tinggi, sedang dan rendah.
h. Etnik : suku bangsa dari ibu, berdasarkan tempat kelahiran ibu atau
faktor keturunan ibu. Ditanayakan etnik mana yang paling
mempengaruhinya, dicocokkan dengan pemakaian bahasa sehari-hari.
i. Pengambil keputusan dalam keluarga: dilihat yang paling dominan,
apakah suami, istri, suami-istri (bersama) atau orang tua.
j. Penghasilan keluarga: silihat dari jumlah pendapatan keluarga rata-
rata selama satu bulan. Untuk pengukuran, dihitung rata-rata
pendapatan selama satu bulan dari seluruh anggota keluaga, dalam
artian jumlah pendapatan riil dari anggota keluarga (suami, istri, anak
dan anggota keluarga yang lain yang tinggal bersama dan makan dalam
satu dapur). Pendapatan riil maksudnya pendapatan yang benar-benar
disumbangkan (dikontribusikan) untuk pebiayaan kelangsungan hidup
seluruh angggota rumah tangga.
k. Tingkat risiko ibu hamil: diukur dengan skor tinggi, sedang, dan
rendah.
l. Tersedianya pelayanan pertolongan persalinan yang lain : sarana
pertolongan persalinan selain Puskesmas (dukun, bidan, Rumah sakit,
polindes).
m. Biaya : biaya yang dikeluarkan untuk proses pertolongan persalinan.
n. Kebiasaan masyarakat dalam persalinan: Apakah ada kebiasaan
masyarakat dalam memilih tempat melakukan persalinan seperti: di
rumah sendiri, dukun, bidan, puskesmas, Polindes atau rumah sakit.
o. Sistem birokrasi : alur pelayanan yang berlaku untuk mendapatkan
pelayanan rumit atau tidak, menurut responden. Dalam artian tahap
41
pelayanannya dan biaya yang harus dikeluarkan, misalnya alurnya
berbelit-belit tetapi biayanya murah atau sebaliknya.
p. Jarak : jarak antara rumah dengan Puskesmas tempat persalinan, baik
jarak fisik (dalam Km) maupun jarak tempuh (dalam menit).
42
BAB 3
METODA STUDI
3.1 Jenis Studi
Jenis studi yang digunakan adalah survey lapangan karena studi ini
mempelajari tentang sesuatu yang terjadi di lapangan. Sample diambil dari
anggota masyarakat dan kuesioner dipakai sebagai alat pengumpul data.
Rancangan studi adalah “cross sectional” yaitu mengkaji kejadian yang terjadi
pada bulan Maret 2009 – April 2010. untuk pengambilan data dilakukan pada
bulan Mei sampai Oktober 2010.
3.2 Lokasi Studi
Puskesmas Pamulang dipilih sebagai lokasi studi karena Puskesmas
Pamulang adalah salah satu puskesmas di kota Tangerang Selatan yang memiliki
pelayanan pertolongan persalinan dan juga menjadi tempat studi modul Ilmu
Kedokteran Komunitas Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif
Hidayatullah.
3.3 Populasi atau Obyek Studi
Sebagai populasi adalah (1) semua ibu yang telah melakukan persalinan
baik hidup maupun mati pada periode Maret 2009 – April 2010 di seluruh
pengunjung puskesmas Pamulang. Ibu yang selesai bersalin digali keterangannya
dengan cara menanyakan kembali seluruh pengalamannya pada saat ibu tersebut
hamil (untuk melihat kebutuhannya) dan saat ibu melahirkan (untuk melihat
permintaannya). Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan
perhitungan role of thumb karena penelitian ini menggunakan analisis multivariat
dengan metode regresi logistik yang dapat dihitung sesuai rumus :
N= 5-50 x jumlah variabel bebas yg diteliti, maka didapat jumlah besar
sampel adalah:
N= 5-50 x 18 (variabel bebas yang diteliti)
Jumlah sampel = 90 – 900
43
Maka dapat dijelaskan target sampel pada penelitian ini sesuai dengan
penghitungan sampel yg digunakan adalah 80-800 ibu yang melakukan persalinan
pada periode Maret 2009 hingga April 2010 dan berkunjung ke puskesmas
Pamulang pada waktu penelitian ini dilakukan.
3.4 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan, dikelompokkan berdasarkan kelompok
masing-masing responden kemudian dimasukkan dalam file data. Setelah
dikelompokkan data lalu diedit, dikoreksi kebenarannya, kelengkapan
pengisiannya dan kejelasan maksud dari jawabannya. Yang terakhir, dilakukan
koding. Dan semua pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software
SPSS.
3.5 Teknik Analisis Data
Dalam studi ini, dipergunakan beberapa tehnik analisis sebagai berikut:
a. Diskriptif analisis : mendiskripsikan hasil studi yang telah dilakukan.
b. Analisis Univariat : Data hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi, grafik dan narasi untuk mengevaluasi besarnya
persentase pada seluruh variabel penelitian.
c. Analisis Bivariat : Analisis bivariat merupakan kelanjutan dari analisis
univariat dengan cara melakukan tabulasi silang antara variabel dependent
dengan independent dan menggunaklan uji Chi Square ini juga digunakan
sebagai uji kandidat atas variabel independent (p < 0,25) untuk disertakan
dalam uji multivariat ( multiple regression logistik).
d. Tekhnik analisis multivarian : Analisis multivariat digunakan untuk
mengetahui pengaruh paparan secara bersama-sama dari beberapa variabel
dependent yang berpengaruh terhadap variabel independen. Uji yang
digunakan adalah regresi logistik. Apabila masing-masing variabel
dependent menunjukkan nilai p < 0,25, maka variabel tersebut dapat
dilanjutkan ke dalam model multivariat. Analisis multivariat digunakan
untuk mendapatkan model yang terbaik. Seluruh variabel kandidat
dimasukkan bersama-sama untuk dipertimbangkan menjadi model dengan
44
hasil nilai p < 0,05. Variabel yang terpilih dimasukkan ke dalam model
dan nilai p yang tidak signifkan dikeluarkan dari model, berurutan dari
nilai p tertinggi.
e. Comparatif analisis : membandingkan hasil studi dengan teori-teori yang
ada dan hasil studi penulis lainnya.
f. Induksi analisis : hasil analisis pada studi ini (bersifat khusus),
dipergunakan sebagai pengambil kesimpulan secara umum.
3.6 Perangkat Analisis
Alat analisa yang dipakai adalah regresi logistik (logistic regression), hal
ini untuk mengukur besarnya pengaruh variabel independent terhadap variabel
dependent yang bersifat dikotomous.
Dalam studi ini, penghitungan kebutuhan dan permintaan bersifat
dikotomous yaitu : membutuhkan, tidak membutuhkan, meminta (menggunakan)
dan tidak menggunakan pelayanan kesehatan berupa pertolongan persalinan di
Puskesmas.
45