bab 2 landasan teorilibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/rs1_2018_1_319_bab2.pdf · bab 2...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen
2.1.1 Definisi Manajemen
Menurut Rusdiana (2014 : 17) manajemen adalah “manajemen berasal
dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui
proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi – fungsi manajemen itu
sendiri. Dengan demikian, manajemen merupakan suatu proses untuk
mewujudkan tujuan yang diinginkan.”
Menurut Luthans dan Doh (2011 : 4) manajemen ialah “the process
of completing activities with and through other people” .
Menurut Williams (2017 : 3 ) manajemen adalah “getting work done
through others.”
Dari ketiga pengertian yang telah dikemukakan para ahli mengenai
definisi dari manajemen, dapat disimpulkan bahwa manajemen itu ialah
sebuah proses yang bersangkutan dengan aktifitas pengerjaan suatu hal
dengan tujuan mencapai tujuan dengan cara menggunakan media orang lain
ataupun bersama orang lain.
2.1.2 Fungsi Manajemen
Di dalam bukunya, Robbins dan Coulter (2017 : 9) mengatakan
bahwa fungsi dari manajemen itu terbagi menjadi 4 yaitu :
1. Planning
Menentukan tujuan, menjalankan strategi yang telah dibentuk untuk
mencapai tujuan akhir, mengembangkan perencanaan dan
mengkoordinasikan aktifitas.
2. Organizing
Menentukan apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukanya, dan
siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut.
3. Leading
Memberikan motivasi, memimpin dan melakukan aktivitas lainya yang
berhubungan dengan interaksi sesama manusia.
4. Controling
Memantau aktivitas untuk memastikan seluruh aktivitas yang
dilaksanakan sudah berjalan sesuai dengan perencanaan sebelumnya.
2.2 Manajemen Operasi
2.2.1 Definisi Manajemen Operasi
Menurut Russel dan Taylor (2010 : 2) manajemen operasi adalah “the
design, operation, and improvement of productive system-system for getting
work done.”
Menurut Heizer, Render dan Munson (2016:4) manajemen
operasional adalah, “ the set of activities that creates value in the form of
goods and services by transforming inputs into outputs.”
Menurut Slack, Jones dan Johnson (2013:6), manajemen operasi
adalah “the activity of managing the resources that create and deliver
services and products.”
Menurut Reid dan Sanders (2012:3), manajemen operasi adalah “the
business function that plans, organizes, coordinates, and controls the
resources needed to produce a company’s goods and services.”
Dapat disimpulkan bahwa manajemen operasi adalah suatu rantaian
proses perubahan barang mentah ke barang jadi atau sebuah proses input
yang di olah menjadi sebuah output sehingga menciptakan value lebih dari
barang sebelumnya. Selain itu manajemen operasi juga mempunyai fungsi
sebagai teknik yang digunakan oleh sebuah perusahaan untuk mengatur dan
juga membuat perencanaan produksi sehingga dapat meningkatkan efektivitas
serta efisiensi dari penggunaan sebuah material.
2.2.2 Fungsi Manajemen Operasi
Di dalam bukunya, Reid dan Sanders (2012) mengatakan fungsi dari
manajemen operasi ialah mengubah input dari sebuah perusahaan menjadi
output yaitu berupa barang jadi ataupun jasa. Di dalam proses input sendiri
terdapat tenaga kerja, fasilitas, material, informasi, teknologi dan juga proses.
Sedangkan di dalam output berupa barang jadi maupun jasa dari proses input
yang telah di kembangkan ataupun diubah menjadi hal baru.
2.3 Persediaan
2.3.1 Definisi Persediaan
Menurut Kusuma (2009 : 132) dalam bukunya mengatakan bahwa
persediaan adalah “bahan atau barang yang disimpan untuk digunakan atau
dijual yang berfungsi untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk
digunakan dalam proses produksi atau perakitan.”
Russel dan Taylor (2010 : 557) mendefinisikan persediaan sebagai
“stock of items kept by an organization to meet internal or external customer
demand.”
Dari kedua definisi yang dilontarkan oleh para ahli, maka penulis
menarik kesimpulan bahwasanya pengertian dari persediaan tersebut ialah
suatu bahan yang sengaja di simpan oleh sebuah perusahaan atau organisasi
yang berguna sebagai alat untuk melakukan kegiatan produksi, ataupun dijual
kepada konsumen sebagaimana permintaan di dalam pasar.
2.3.2 Fungsi Persediaan
Tujuan dari manager operasional adalah untuk menyelaraskan antara
investasi persediaan dengan kepuasan konsumen. Persediaan dapat
memberikan fungsi – fungsi kepada perusahaan sehingga dapat menambah
fleksibilitas bagi kegiatan operasional. Berdasarkan Heizer, Render dan
Munson (2016 : 490) keempat fungsi persediaan bagi perusahaan adalah :
1. Menggunakan barang – barang yang telah dipilih sebagai barang yang
digunakan untuk mengantisipasi permintaan dari konsumen dan mencegah
terjadinya fluktuasi yang tidak terduga dari permintaan tersebut. Hal ini
biasa terjadi pada perusahaan retail.
2. Memisahkan tahapan – tahapan dalam produksi. Apabila sebuah
perusahaan memiliki supplier yang mempunyai waktu pengiriman barang
yang fluktatif, hal ini dapat digunakan sebagai persediaan untuk mencegah
kehabisan stok.
3. Melakukan pemesanan dengan tujuan mendapatkan diskon pembelian
kuantitas. Karena dalam melakukan pembelian dalam jumlah banyak dapat
mengurangi biaya pembelian.
4. Melindungi perusahaan dari dampak inflasi dan kenaikan harga material.
2.3.3 Jenis Persediaan
Setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik tersendiri dan cara
pengelolaan yang berbeda. Mengutip dari buku Operations Management yang
di tulis oleh Heizer, Render dan Munson (2016 : 490), jenis persediaan terbagi
menjadi 4 yaitu:
1. Raw Material Inventory
Persediaan yang telah di beli namun belum menjalani proses produksi.
Jenis persediaan ini biasanya untuk memudahkan pemisahan bahan –
bahan yang telah di beli dari supplier dengan bahan yang menjalani proses
produksi.
2. Work in-process Inventory
Jenis persediaan ini ialah bahan mentah yang telah sedang menjalani
proses produksi dan belum berupa barang jadi. WIP biasanya terjadi
karena adanya waktu proses produksi suatu barang. Mengurangi waktu
proses produksi akan mengurangi biaya inventory
3. Maintenance, Repair, Operating Supply (MRO) Inventory
Biasanya dalam melaksanakan proses produksi, sebuah persediaan harus
mengalami proses MRO dimana di dalam proses ini seluruh persediaan
akan di cek terlebih dahulu kelayakanya dalam melaksanakan produksi.
Hal ini membutuhkan waktu oleh karena itu hal ini termasuk ke dalam
jenis persediaan.
4. Finished Goods Inventory
Sebuah barang jadi yang telah mengalami proses produksi dan sedang
mengalami masa tunggu untuk siap dijual ke market. Finished goods
biasanya di masukan ke dalam persediaan akibat tidak di ketahuinya
permintaan dari konsumen yang sewaktu – waktu dapat berubah drastis.
2.3.4 Biaya Persediaan
Berlandaskan perhitungan mengenai keuntungan maupun kerugian,
oleh karena itu perlu ada juga perhitungan dalam persediaan di dalam
perusahaan. Menurut Heizer, Render dan Munson (2016 : 495) ada 3 biaya di
dalam biaya persediaan, antara lain :
1. Holding cost, biaya yang timbul dikarenakan menyimpan persediaan di
dalam gudang. Hal ini berkaitan dengan biaya gudang, asuransi
persediaan dan lain lain.
2. Ordering cost, biaya yang timbul dalam melakukan pemesanan
persediaan. Hal ini berkaitan dengan biaya pemesanan dari supplier.
3. Setup cost, biaya yang timbul dalam menyiapkan perlengkapan dalam
melaksanakan proses produksi. Penggunaan mesin serta tenaga kerja di
perhitungkan juga.
4. Setup time, pengaturan waktu dalam menyiapkan alat produksi. Hal ini
dapat meningkatkan efektifitas produksi serta efisiensi waktu apabila di
manage dengan tepat.
Sedangkan menurut Russel dan Taylor (2010 : 558) terdapat 3 jenis
biaya yang berkaitan dengan persediaan yaitu :
1. Carrying Cost
Biaya penyimpanan adalah biaya untuk menyimpan sebuah barang dalam
dalam persediaan perusahaan. Biaya penyimpanan berhubungan dengan
kepemilikan barang secara fisik dalam penyimpanan. Biayanya meliputi
bunga, asuransi, pajak (di beberapa negara), depresiasi, keusangan,
kemunduran, kebusukan, pencurian, kerusakan, dan biaya pergudangan.
2. Ordering Cost
Biaya pemesanan adalah biaya untuk memesan dan menerima persediaan.
Di samping biaya pengiriman, biaya ini meliputi penentuan berapa
banyak yang dibutuhkan, penyiapan faktur, biaya pengiriman,inspeksi
pada saat kedatangan untuk mutu dan kuantitas, dan memindahkan barang
ke penyimpanan sementara
3. Shortage Cost
Biaya kekurangan adalah biaya yang terjadi ketika permintaan melebihi
pasokan persediaan; seringkali berupa laba per unit yang tidak terwujud.
Biaya ini meliputi biaya kesempatan untuk tidak melakukan penjualan,
kehilangan niat baik pelanggan, pembebanan terlambat, dan biaya-biaya
serupa.
Untuk memahami lebih dalam penulis berupaya mengambil satu teori
lagi yang dikemukakan oleh salah satu ahli yaitu H.A. Rusdiana. Menurut
Rusdiana (2014 : 382), terdapat 3 (tiga) jenis persediaan, yaitu:
1. Persediaan bahan baku
Bahan mentah yang akan digunakan sebagai bahan untuk di produksi.
2. Persediaan barang-barang dalam proses
Barang yang sedang dalam proses pengerjaan, barang – barang yang
sebagian di proses dan perlu dipekerjakan lebih lanjut sebelum dijual.
3. Persediaan barang jadi
Barang-barang yang telah selesai. Produk yang telah diproduksi dan
menunggu untuk dijual.
2.3.5 Model Persediaan
Model – model manajemen persediaan pada prinsipnya menurut
Heizer, Render, dan Munson (2016:495) ditunjukan untuk menentukan
jumlah pesanaan yang optimal serta saat pemesanan kembali yang tepat agar
biaya total persediaan diminimlkan. Model – model ini secara garis besar
dibedakan atas dua jenis permintaan terhadap bahan baku / komponen, yaitu
sebagai berikut :
1. Persediaan dependen (dependent demand), yaitu persediaan atau bahan
baku atau komponen yang permintaannya atau penggunaannya
bergantung pada item lainnya.
2. Persediaan independent (independent demand), yaitu persediaan barang
atau bahan baku atau komponen yang permintaannya berdiri sendiri
sesuai dengan itemnya, tidak bergantung pada item lain.
2.4 Pengendalian Persediaan Bahan Baku
2.4.1 Definisi Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Pengendalian menentukan dan menjamin tersedianya persediaan yang
tepat agar tidak ada kelebihan maupun kekurangan bahan baku dalam
kuantitas dan waktu yang tepat. Pengendalian bahan baku sangatlah
diperlukan oleh suatu perusahaan untuk dapat menunjang kegiatan yang ada
di perusahaan. “Pengendalian persediaan bahan baku merupakan aktivitas
dalam mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat yang dikehendaki”
(Rusdiana, 2014 : 380 - 381). Pada produk barang, pengendalian persediaan
ditekankan pada pengendalian material. Istilah pengendalian merupakan
penggabungan dari 2 pengertian yang sangat erat hubungannya. Pengawasan
tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu tidak ada artinya, demikian pula
sebaliknya, perencanaan tidak akan menghasilkan sesuatu tanpa adanya
pengawasan.
Menurut Herjanto (2008 : 238) pengendalian persediaan adalah
serangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan
yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan harus
dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan, jumlah atau tingkat
persediaan yang dibutuhkan berbeda-beda untuk setiap perusahaan,
tergantung dari volume produksinya, jenis perusahaan dan prosesnya.
Maka dari definisi diatas pengendalian persediaan bahan baku adalah
suatu sistem persediaan dengan serangkaian kebijakan pengendalian untuk
menentukan tingkat persediaan sehingga tidak terjadi kelebihan atau
kekurangan persediaan bahan baku.
2.4.2 Tujuan Pengendalian Bahan Baku
Suatu pengendalian persediaan yang dijalankan oleh suatu perusahaan
sudah tentu mempunyai tujuan tertentu. Persediaan yang diadakan mulai dari
yang berbentuk bahan mentah hingga barang di proses menjadi barang jadi
ialah sebuah material yang tentu harus dikendalikan agar tidak mengeluarkan
biaya yang tidak diinginkan.
Menurut Rusdiana (2014) tujuan dari pengendalian bahan baku ialah
agar penjualan dapat intensif serta produk dan penggunaan sumber daya
dapat maksimal. Dengan begitu pengendalian bahan baku sangat penting
dilaksanakan untuk mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki oleh
perusahaan selain itu hal ini juga dapat memberikan dampak terhadap
pendapatan dari hasil penjualan dikarenakan tertekanya biaya yang tidak
diinginkan sehingga pendapatan dapat dioptimalkan.
Ahli lain bernama Stevenson (2015) di dalam bukunya juga berkata
bahwa pengendalian persediaan memiliki tujuan utama yaitu untuk mencapai
kepuasan konsumen secara optimal bersamaan dengan memiliki biaya
inventory perusahaan yang masih masuk di akal.
Dari kegiatan diatas dapat dikatakan bahwa tujuan dari pengendalian
persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari
bahan-bahan barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan
biaya-biaya minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.
Dengan kata lain pengendalian persediaan untuk menjamin terdapatnya
persediaan pada tingkat yang optimal agar produksi dapat berjalan dengan
lancar dan biaya persediaan adalah minimum.
2.5 Forecasting
2.5.1 Definisi Forecasting (Peramalan)
Heizer, Render dan Munson ( 2016 : 108 ) menyatakan bahwa
forecasting adalah “the art and science of predicting future events.”
Forecasting juga melibatkan penggunaan data yang ada pada masa lampau
seperti data penjualan kemudian diproyeksikan untuk memprediksi masa
depan menggunakan model matematika.
Sedangkan Jacobs dan Chase ( 2018 : 445 ) menyatakan bahwa “
forecasting is the basis of corporate long run planning.” Pada bidang
keuangan dan akuntansi, peramalan digunakan untuk budgetary planning dan
cost control. Di bidang marketing peramalan digunakan untuk merencanakan
produk baru, menjadi acuan dalam memberikan kompensasi dan membuat
keputusan kunci lainnya. Sedangkan bidang produksi dan operasional,
peramalan digunakan untuk menentukan keputusan berkala seperti pemilihan
supplier, process selection, capacity planning, facility layout, puchasing,
production planning, scheduling dan inventory.
Dalam jurnalnya yang berjudul journal of Applied Sciences Strategy
of Optimization Inventory Sanny dan Felicia (2014 : 3539) menyatakan
bahwa “forecasting adalah ilmu yang digunakan untuk memprediksi
ketidakpastian trend bisnis yang dapat membantu manajer untuk membuat
keputusan dan rencana yang lebih baik.”
Peramalan itu penting karena semua bisnis beroperasi di lingkungan
yang tidak pasti dimana sering kali perusahaan harus menentukan keputusan
saat ini dan keputusan tersebut akan mempengaruhi masa depan perusahaan.
Jadi berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
peramalan adalah suatu ilmu yang digunakan untuk memprediksi kejadian
yang akan datang di masa depan dimana hasil prediksi ini akan digunakan
untuk membuat keputusan dan perencanaan yang berkaitan dengan
kelangsungan perusahaan karena adanya ketidakpastian dalam bisnis.
2.5.2 Horizon Waktu Peramalan
Heizer, Render dan Munson ( 2016 : 108 ) meyebutkan bahwa
biasanya peramalan berdasarkan horizon waktunya diklasifikasikan menjadi
tiga kategori yaitu:
1. Short Range Forecast
Adalah peramalan dengan jangka waktu peramalan hingga 1 tahun,
namun secara umum peramalan dilakukan kurang dari 3 bulan. Peramalan
ini biasanya digunakan untuk merencanakan pembelian, job scheduling,
penugasan kerja, dan level produksi.
2. Medium Range Forecast
Adalah peramalan dengan jangka waktu 3 bulan sampai dengan 3 tahun.
Peramalan sangat berguna dalam perencanaan penjualan, perencanaan
produksi, dan budgeting.
3. Long Range Forecast
Adalah peramalan dengan jangka waktu lebih dari 3 tahun. Peramalan ini
digunakan untuk merencanakan produk baru, capital expenditures, lokasi
fasilitas atau ekspansi dan research and development.
2.5.3 Langkah – langkah proses forecasting
Menurut Stevenson (2015 : 79), ada enam langkah – langkah dasar
dalam Proses Forecasting :
1. Determine the purpose of the forecast.
Langkah ini akan memberikan indikasi tingkat detail yang diperlukan
dalam peramalan, jumlah sumber daya (personnel, computer time, dollar)
yang dapat disesuaikan, dan tingkat akurasi yang diperlukan.
2. Establish a time horizon.
Peramalan harus mengindikasikan interval waktu, meengingat penurunan
akurasi sebanding dengan peningkatan time horizon.
3. Select a forecasting technique.
4. Obtain, clean, and analyze appropriate data.
Memperoleh data dapat melibatkan usaha yang signifikan. Setelah
didapat, data mungkin perlu “dibersihkan” untuk menghilangkan data
yang tidak diperlukan dan salah sebelum melakukan analisis.
5. Make the forecast.
6. Monitor the forecast
Forecast harus dimonitor untuk menentukan apakah telah dilakukan
dengan cara yang memuaskan atau belum. Jika tidak, metode harus diuji
kembali, mengasumsi dan memvalidasi data, dan melakukan modifikasi
lainnya sesuai kebutuhan dan menyiapkan yang diperlukan untuk revisi.
2.5.4 Pendekatan dalam Forecasting
a. Peramalan Kualitatif
Menurut Heizer, Render dan Munson (2016 : 111) peramalan
kualitatif adalah peramalan yang menggabungkan faktor intuisi,
emosi, pengalaman pribadi dan sistem nilai pengambil keputusan
untuk meramal. Teknik yang digunakan alam melakukan
peramalan kualitatif yaitu:
1. Jury of Executive Opinion
Teknik mengumpulkan dan menggabungkan pendapat
sekumpulan kecil manajer atau pakar tingkat tinggi lainnya
menggunakan model statistik untuk mendapatkan prediksi
permintaan kelompok.
2. Delphi Method
Teknik yang melibatkan tiga jenis partisipan dalam mengambil
keputusan peramalan. Metode ini melibatkan decision makers,
staff personel, dan respondents. Decision makers biasanya
memiliki 5 anggota personel ahli dalam membuat peramalan,
staff personel memiliki pekerjaan untuk membantu decision
makers dalam memperkuat pengambilan keputusan dengan
cara preparing, distributing, collecting, dan menyimpulkan
hasil pengambilan keputusan, respondents ialah orang yang
berada pada lokasi berbeda beda yang dipercaya keputusan
mereka memberikan dampak cukup besar kepada pengambilan
keputusan.
3. Sales Force Composite
Metode ini menggunakan tenaga kerja penjualan untuk
melakukan peramalan dengan memperkirakan penjualan apa
yang akan dilakukan di wilayah mereka. Kemudian dari hasil
penjualan ini dilakukan peramalan apakah hasil akhirnya
realistis. Lalu hasil permalan digabungkan kepada tingkat
nasional untuk dijadikan peramalan akhir secara keseluruhan.
4. Consumer Market Survey
Metode yang menggunakan feedback dari konsumen untuk
melakukan peramalan selanjutnya mengenai tingkat
permintaan terhadap suatu pembelian.
b. Peramalan Kuantitatif
Menurut Heizer, Render dan Munson ( 2016 : 112 ) peramalan
kuantitatif yaitu teknik peramalan yang menggunakan deret waktu
masa lampau untuk menentukan kembali peramalan data yang
akan datang.
1. Model Deret Waktu (Time Series Model)
Adalah model peramalan dengan menggunakan asumsi bahwa
peramalan yang akan datang terjadi dikarenakan adanya data
historis masa lalu. Pola time series didasarkan pada asumsi
deret waktu yang terdiri dari :
a) Tren (Trend)
Merupakan pergerakan data sedikit demi sedikit meningkat
atau menurun pada data secara berkala.
b) Musim (Season)
Adalah pola data yang berulang pada kurun waktu tertentu
seperti hari, minggu, bulan, atau kuartal.
c) Siklus (Cycle)
Adalah pola dalam data yang terjadi setiap beberapa
tahun.siklus ini biasanya terkait pada siklus bisnis dan
merupakan hal penting dalam analisis dan perencanaan
jangka pendek. Meramalkan data seperti ini akan sulit
dikarenakan biasanya memiliki indikasi politik di
dalamnya.
d) Variasi Acak (Random)
Merupakan suatu titik khusus dalam data yang disebabkan
oleh peluang dan situasi yang tidak lazim. Variasi acak
tidak memiliki pola khusus sehingga tidak dapat
diprediksi.
Model peramalan ini terbagi menjadi:
1) Naive Approach
Adalah teknik peramalan yang mengasumsikan bahwa
permintaan di periode mendatang akan sama dengan
permintaan pada periode terakhir. Naïve Approach
merupakan model peramalan objektif yang paling
efektif dan efisien dari segi biaya. Paling tidak Naive
Approach dapat menjadi acuan pembanding dengan
model peramalan lainya.
2) Moving Average
a. Simple Moving Average
Moving average menggunakan sejumlah data aktual masa lalu untuk
menghasilkan peramalan untuk periode yang akan datang. Moving
average berguna jika kita dapat mengasumsikan bahwa permintaan pasar
akan stabil sepanjang peramalan. Secara matematis, rata-rata bergerak
sederhana (merupakan prediksi permintaan periode mendatang)
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
b. Weighted Moving Average
Apabila data terindikasi memiliki pola atau trend maka penambahan
weight (timbangan) bisa digunakan untuk menempatkan lebih banyak
tekanan pada nilai baru, hal tersebut membuat teknik ini lebih responsif
terhadap perubahan karena periode yang lebih baru mungkin
mendapatkan bobot yang lebih besar. Pemilihan bobot merupakan hal
yang tidak pasti karena tidak ada rumus untuk menetapkannya, oleh
karena itu pemutusan bobot mana yang akan digunakan membutuhkan
pengalaman jika bulan atau periode terakhir diberi bobot yang terlalu
besar, peramalan dapat mencerminkan perubahan yang terlalu cepat dan
yang tidak biasa pada permintaan atau penjualan. Pembobotan rata-rata
bergerak dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
c. Exponential Smoothing
Metode ini ialah metode lain yang hampir sama dengan metode
peramalan weighted moving average hanya saja ditambahkan dengan titik
bobotnya ialah exponential function.
Dimana:
peramalan baru
peramalan periode sebelumnya
smoothing (bobot) konstan ( )
permintaan aktual pada periode sebelumnya
1. Additive Decomposition
Menurut Hyndman dan Athanasopoulos (2018 : 198) metode
peramalan additive decomposition ialah metode peramalan yang tepat
digunakan pada situasi seasonal yang fluktuatif, atau adanya variasi di
dalam ruang lingkup trend yang tidak banyak memberikan perbedaan
di dalam time series.
Keterangan :
data
komponen seasonal
komponen trend cycle
komponen remainder
Dengan melihat data perusahaan CV. Tjokro Bersaudara ialah trend,
oleh karena itu kami menggunakan time series untuk menggunakan
peramalan. Metode pendekatan peramalan yang kami gunakan ialah
naive method, moving average, weighted moving average, exponential
smoothing dan additive decomposition.
Pemilihan naive method dikarenakan peramalan ini dapat kami
jadikan acuan pembanding dengan peramalan lainya. Moving average,
weighted moving average dan exponential smoothing kami gunakan di
dalam peramalan ini dikarenakan kami ingin melihat hasil akhir
peramalan dengan metode ini apabila tren yang fluktuatif seperti ini
dijadikan acuan data historis. Sedangkan additive decomposition kami
gunakan sebagai metode peramalan yang sesuai dengan kondisi trend-
seasonal perusahaan. (Hyndman dan Athanasopoulos, 2018).
2. Model Asosiatif
Adalah model peramalan yang menggabungkan banyak variabel yang
mungkin mempengaruhi kuantitas yang sedang diramalkan. Model
peramalan ini terbagi menjadi:
a. Proyeksi Tren (Trend Projections)
Metode peramalan dengan proyeksi trend ini mencocokkan garis
trend ke rangkaian titik data historis dan kemudian memproyeksi
garis itu ke dalam ramalan jangka menengah hingga jangka
panjang. Jika mengembangkan garis trend linier dengan metode
statistik, metode yang tepat digunakan adalah metode kuadrat
kecil (Least square method). Pendekatan ini menghasilkan garis
lurus yang meminimalkan jumlah kuadrat perbedaan vertical dari
garis pada setiap observasi aktual. Menurut Heizer, Render dan
Munson (2016 : 124) rumus untuk proyeksi trend dengan metode
kuadrat terkecil adalah sebagai berikut:
Y = a + bX
Dimana :
Y = Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent)
X = Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab
(Independent)
a = konstanta
b = koefisien regresi (kemiringan); besaran Response yang
ditimbulkan oleh Predictor.
Nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan Rumus
dibawah ini:
a = (Σy) (Σx²) – (Σx) (Σxy) / n(Σx²) – (Σx)² 11
b = n(Σxy) – ( Σx) (Σy) / n(Σx²) – (Σx)²
3. Regresi Linier (Linear Regression)
Metode ini selain menggunakan nilai historis untuk variabel yang
diramalkan banyak faktor-faktor yang bisa dipertimbangkan, misalnya
dalam membuat perencanaan produksi harus mempertimbangkan
kesiapan tenaga kerja, kesiapan kondisi mesin yang baik. Bentuk
persamaan regresi linier menurut Heizer, Render dan Munson (2016 :
131):
Y = a + bX
Dimana :
Y = Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent)
X = Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab (Independent)
a = konstanta
b = koefisien regresi (kemiringan); besaran Response yang
ditimbulkan oleh Predictor.
Nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan Rumus
dibawah ini:
a = (Σy) (Σx²) – (Σx) (Σxy) / n(Σx²) – (Σx)²
b = n(Σxy) – ( Σx) (Σy) / n(Σx²) – (Σx)²
2.5.5 Forecasting Accuracy
Menurut Sanny dan Felicia ( 2014 : 3540 ) pada umumnya akurasi
peramalan dapat diketahui dengan membandingkan forecasted values dengan
actual atau observed values. Sehingga secara matematis dapat dituliskan
sebagai :
forecast error = actual values – forecast values
Terdapat tiga pengukuran dalam forecasting accuracy yaitu:
a. Mean Absolute Deviation ( MAD )
Diperoleh dari perhitungan total absolute values dari deviasi dan dibagi
dengan jumlah periode data ( n )
n
b. Mean Squared Error ( MSE )
Diperoleh dari rata – rata selisih kuadrat antara forcasted dan observed
value.
n
c. Mean Absolute Percent Error ( MAPE )
Diperoleh dari perhitungan rata – rata selisih antara forecasted dan actual
values dalam bentuk persen.
N
2.6 MRP (Material Requirement Planning)
2.6.1 Definisi MRP
Untuk menjamin kelancaran produksi, ketepatan waktu penerimaan
bahan baku dan bahan pendukung lainnya oleh pihak produksi merupakan
faktor yang sangat penting. Tanpa perencanaan yang matang serta
pengendalian yang baik, resiko ketepatan waktu dalam pemasokan dan
penerimaan bahan baku dan bahan pendukung lainnya akan menjadi semakin
besar yang mengakibatkan kegiatan produksi jadi terhambat dan tidak mampu
untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan oleh konsumen di pasaran. Oleh
karena itu, diperlukan suatu sistem yang berfungsi untuk merencanakan
jadwal keperluan material yang dibutuhkan. System tersebut biasanya disebut
Material Requirement Plan atau disingkat dengan MRP atau yang lebih
dikenal dengan perencanaan kebutuhan material.
Menurut Heizer, Render, dan Munson (2016 : 566) MRP ialah “ a
dependent demand technique that uses a bill-of-material, inventory,
expected receipts, and a master production schedule to determine material
requirements.”
2.6.2 Tujuan MRP
Menurut Herjanto (2008, 276-277) Sistem MRP dimaksudkan untuk
mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Meminimalkan persediaan. MRP menentukan berapa banyak dan kapan
suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi
(master production schedule). Dnegna menggunakan metode ini
pengadaan (pembelian) atas komponen-komponen yang diperlukan untuk
suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja
sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan.
2. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman. MRP
mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang diperlukan baik
dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang
produksi maupun pengadaan komponen, sehingga dapat memperkecil
resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat
mengakibakan terganggunya rencana produksi.
3. Komitmen yang realistis. Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan
dapat dipenuhi sesuai dengan rencana, sehinggag komitmen terhadap
pengiriman barang dapat dilakukan secara lebih realistis. Hal ini
mendorong meningkatnya kepuasan dan kepercayaan konsumen.
4. Meningkatkan efisiensi. MRP juga mendorong peningkatan efisiensi
karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang
dapat direnacakan lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi.
Dengan menerapkan MRP , perusahaan bertujuan untuk
meningkatkan pengendalian atas persediaan dan memiliki perencanaan sistem
produksi yang lebih baik.
2.6.3 Menginput Material Requirement Planning (MRP)
Menurut Herjanto (2008 : 277), komponen dasar MRP terdiri dari
jadwal induk produksi, daftar material dan data persediaan, yang dapat
digambarkan dalam suatu sistem MRP. Berdasarkan informasi dari jadwal
induk produksi dapat diketahui permintaan dari suatu produk akhir yang
selanjutnya dengan mengetahui komponen produk akhir itu, status
persediaan, waktu tenggang yang diperlukan untuk memesan barang atau
merakit komponen-komponen yang bersangkutan dapat disusun suatu
perencanaan kebutuhan dari komponen yang diperlukan.
1. Jadwal Induk Produksi
Tabel waktu yang menspesifikasikan apa yang akan dibuat dan kapan
waktu pembuatanya. (Heizer, Render, dan Munson, 2016 : 567)
2. Daftar Material
Daftar material atau biasa disebut Bill of Material merupakan daftar
jumlah komponen, komposisi, dan bahan yang diperlukan untuk membuat
sebuah produk (Heizer, Render, dan Munson, 2016 : 568). Daftar material
dibuat sebagai bagian dari proses desain dan kemudian digunakan untuk
menentukan barang apa yang harus dibeli dan barang apa yang harus
dibuat (Herjanto, 2008:279).
Jadi dapat disimpulkan bahwa daftar material adalah struktur bahan baku
yang diperlukan untuk membuat satu unit produk.
3. Data Persediaan
Menurut Herjanto (2008 : 280), sistem MRP harus memiliki dan menjaga
suatu data persediaan yang up-to-date untuk setiap komponen barang.
Data ini harus menyediakan informasi yang akurat tentang ketersediaan
komponen dan seluruh transaksi persediaan, baik yang sudah terjadi
maupun yang sedang direncanakan. Data itu mencakup nomor
identifikasi, jumlah barang yang terdapat di gudang, jumlah yang
dialokasikan, tingkat persediaan minimum, komponen yang sedang
dipesan dan waktu kedatangan, serta waktu tenggang bagi setiap
komponen
2.6.4 Proses Material Requirement Planning (MRP)
Di dalam jurnalnya, menurut Wahyuni dan Syaichu (2015 : 142),
proses Material Requirement Planning (MRP) dibagi menjadi 4 (empat)
bagian, yaitu:
1. Kebutuhan Bersih (Netting)
Merupakan proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan
bersih untuk setiap periode selama horison perencaan yang besarnya
merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan
(yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan).
2. Kuantitas Pemesanan (Lotting)
Merupakan penentuan ukuran lot (jumlah pesanan) yang menjamin bahwa
semua kebutuhan-kebutuhan akan dipenuhi, pesanan akan dijadwalkan
untuk penyelesaian pada awal periode dimana ada kebutuhan bersih yang
positif.
3. Rencana Pemesanan (Offsetting)
Merupakan salah satu langkah pada MRP untuk menentukan saat yang
tepat untuk rencana pemesanaan dalam memenuhi kebutuhan bersih.
Rencana pemesanan didapat dengan cara menggabungkan saat awal
tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya waktu ancang-
ancang. Waktu ancang-ancang ini sama dengan besarnya waktu saat
barang mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut siap untuk
dipakai.
4. Exploding
Merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat (level)
yang lebih bawah dalam suatu struktur produk, serta didasarkan atas
rencana pemesanan.
2.7 Lot Sizing
2.7.1 Definisi Lot Sizing
Menurut Russel dan Taylor (2010 : 689) lot sizing ialah “determining
the quantities in which items are usually made or purchased.” Dengan kata
lain lot sizing bertujuan untuk menentukan jumlah kapasitas lot yang akan
dipesan atau diproduksi. Ada banyak alternatif teknik yang dapat digunakan
untuk menghitung ukuran lot. Beberapa teknik yang ada diarahkan untuk
menyeimbangkan set-up cost dan holding cost.
2.7.2 Lot Sizing Model
Menurut Ullah dan Parveen (2010) lot sizing model terbagi menjadi 2
yaitu static dan dynamic. Static model merupakan sebuah model lot sizing
untuk permintaan yang bersifat konstan sedangkan dynamic model
merupakan sebuah model lot sizing untuk permintaan yang bersifat dinamis
dan bervariasi.
Nahmias dan Olsen (2015) mengatakan bahwa karakteristik dari
sebuah persediaan bergantung kepada pola permintaanya.
a. Constant versus Variable. Persediaan yang diketahui
permintaanya secara konstan ialah metode kontrol persediaan
paling sederhana. Apabila jenis permintaan bervariasi maka
disarankan untuk menggunakan aggregate ataupun material
requirement planning.
b. Known versus Random. Permintaan bisa dapat diketahui secara
espektasi namun masih memiliki sifat acak. Sinonim dari kata
acak disini ialah stochastic. Namun pada nyatanya, jenis
permintaan seperti ini lebih bersifat realistis dan kompleks dalam
segi perhitungan dibandingkan dengan permintaan yang bersifat
telah diketahui.
2.7.3 Lot Sizing Techniques
Menurut Eunike, Yuniarti, et al. (2018:126-133) teknik-teknik lot
sizing yang dapat digunakan dalam menentukan banyaknya lot setiap kali
pemesanan adalah sebagai berikut :
1. Lot for Lot (LfL) merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana yaitu
menetapkan besarnya lot pemesanan sama dengan besarnya net
requirement. Jadi metode ini bertujuan untuk meminimasi biaya
penyimpanan per unit sampai nol, karena ukuran lot disesuaikan dengan
kebutuhan.
a. Kelebihan = metode ini tidak ada persediaan sehingga tidak ada biaya
simpan
b. Kekurangan = apabila ada pesanan yang datang tiba-tiba, dan
melebihi jumlah demand yang diperkirakan, perusahaan akan
mengalami kesulitan dalam memenuhi demand tersebut.
2. Least Unit Cost (LUC) merupakan sebuah metode yang memilih biaya
unit terkecil selama periode berurutan.
Perhitungan untuk Least Unit Cost :
3. Silver Meal Heuristic (SM) merupakan metode untuk menentukan lot
sizing heuristic yang bersifat dinamik berdasarkan kondisi least period
cost sehingga dapat menentukan biaya persediaan rata-rata per periode
sehingga memberikan biaya dengan local optimum pada setiap pembelian
ulang material.
Perhitungan untuk Silver Meal Heuristic :
Dimana :
C = Biaya pesan setiap satu kali pesan
h = fraksi biaya penyimpanan setiap periode
P = biaya per unit produk atau material
Ph = biaya penyimpanan per periode
TRC(T) = total biaya yang relevan selama periode T
T = waktu pasokan dari pemesanan ulang bahan baku
setiap periode
Rk = tingkat permintaan pada periode k
Tujuan dari metode ini untuk memilih nilai T yang dapat digunakan
untuk meminimasi total biaya yang relevan dengan setiap periodenya.
4. Part Period Balancing (PPB) merupakan variasi dari LTC
dan pada metode ini dilakukan konversi ongkos pesan menjadi Equivalent
Part Period (EPP).
5. Menurut Herjanto (2008 : 292) metode lainya ialah Least
Total Cost (LTC) merupakan teknik dari Lot Sizing yang menghitung
jumlah pemesanan dengan membandingkan antara set-up cost dengan
carrying cost untuk lot sizing yang bervariasi dan memilih sebuah lot
yang memberikan atau mempunyai set-up cost dan carrying cost yang
hampir sama. Prosedur untuk menghitung LTC adalah dengan
membandingkan biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan untuk
beberapa periode. Pemilihan yang tepat adalah lot sizing yang memiliki
biaya pemesanan dan biaya simpan yang sama.
2.8 Probabilistic Models dan Safety Stock
Menurut Heizer, Render, dan Munson (2016 : 508) mengatakan bahwa
“probabilistic model is a statistical model applicable when product demand or any
other variable is not known but can be specified by means of probability
distribution.” Yang mana penggunaan probablistic model ini untuk menentukan
tingkat perhitungan safety stock ketika kondisi permintaan dinamis dan tidak
menentu. Hal ini peneliti gunakan guna mengukur safety stock pada CV. Tjokro
Bersaudara dikarenakan kondisi permintaan pada perusahaan yang dinamis.
2.8.1 Reorder Point
Didalam bukunya, Heizer, Render, dan Munson (2016 : 501)
menjelaskan bahwa reorder point ialah “inventory level (point) at which
action is taken to replenish the stocked item.” Pemesanan dilakukan bilamana
persediaan stock di dalam gudang telah mencapai titik perhitungan ROP
sehingga meminimalisir terjadinya stock out. Hal ini sangat berguna apabila
penggunaan inventory pada perusahaan sering berubah dalam waktu yang
relatif cepat, dengna adanya ROP membantu sistem perusahaan untuk
memonitor kondisi inventory perusahaan apabila akan kehabisan stock.
Penggunaan rumus perhitungan probabilistic model untuk
menghitung tingkat Reorder Point ialah sebagai berikut :
Keterangan :
d = Daily demand
L = Order lead time
2.8.2 Safety Stock
Menurut Heizer, Render, dan Munson (2016 : 508) menjelaskan
bahwa sebuah metode untuk mengurangi terjadinya stock outs adalah dengan
cara menyimpan ekstra unit di dalam inventory. Metode ini tak lain ialah
safety stock. Safety stock digunakan sebagai persediaan darurat apabila terjadi
sebuah lonjakan permintaan. Dengan adanya safety stock perusahaan tidak
perlu terlalu mengkhawatirkan permintaan konsumen yang tidak dapat di
penuhi. Pada probabilistic model, safety stock memiliki sifat yang lebih
fleksibel, yang mana perhitungan safety stock di dapatkan dari perhitungan
standar deviasi dari service level. Service level digunakan sebagai acuan dasar
perhitungan apabila perusahaan ingin memaksimalkan pemenuhan
permintaan konsumen. Berikut ialah rumus safety stock probabilistic model :
Keterangan :
Z = Number standard deviations
= Standard deviations of demand during lead time
2.9 Kerangka Penelitian
Menurut Sekaran di dalam bukunya Sugiyono (2017 : 60) mengemukakan
bahwa “Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting.”
Gambar 2.1 Grafik Kerangka Penelitian
Sumber : Peneliti (2018)
CV. Tjokro Bersudara Tangerang
Penyesuaian pemesanan SUS316 dengan permintaan
SUS 316
Menunjuk metode pemecahan masalah (Dynamic Lot Sizing)
Perhitungan matematis holding cost
Perbandingan hasil perhitungan biaya
persediaan menggunakan metode lot sizingdengan strategi biaya persediaan
perusahaan
Menghitung peramalan periode 2016 - 2017
Menginput perhitungan metode lot sizing pada hasil
peramalan
Analisis perbandingan total biaya persediaan material
SUS316 untuk mendapatkan nilai efisiensi dan
menentukan titik safety stock dan reorder point
Kesimpulan dan saran
Demi memberikan perhitungan Lot Sizing yang tepat maka di perlukan data
data perusahaan seperti halnya jumlah pemesanan, permintaa, biaya simpan dan
pemesanan serta lead time yang di butuhkan dalam melakukan pemesanan. Pertama
peneliti akan mengidentifikasi masalah dan melakukan pengumpulan data
pendukung dalam melakukan penelitian yang terdapat pada CV. Tjokro Bersaudara
yaitu permasalahan pengendalian bahan baku. Selanjutnya peneliti akan memasukan
data yang telah didapatkan kedalam perhitungan forecast untuk menghitung
permintaan pada CV. Tjokro Bersaudara yang nantinya setelah ramalan tersebut telah
di perhitungkan, maka penulis dapat memasukan teknik lot sizing ke dalamnya untuk
menentukan perhitungan biaya yang paling optimal untuk di terapkan pada
permasalahan CV. Tjokro Bersaudara. Tahap akhir yang penulis lakukan ialah
dengan membandingkan perhitungan metode lot sizing ini dengan strategi yang
digunakan oleh perusahaan dengan begitu peneliti dapat memberikan kesimpulan
serta masukan kepada CV. Tjokro Bersaudara terhadap permasalahan pengendalian
bahan baku.