bab 2 landasan teori dan kerangka...
TRANSCRIPT
6
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pemasaran
Menurut Kotler (2005, p.10), mengatakan pemasaran adalah suatu proses sosial yang
didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai
dengan pihak lain.
Sedangkan menurut Asosiasi Pemasaran AS (American Marketing Association) yang
dikutip oleh Ma’ruf (2005, p.10), memberikan definisi pemasaran sebagai berikut ini:
Pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksaan penciptaan ide, barang dan jasa
berikut harga, promosi, dan pendistribusiannya untuk menciptakan transaksi yang
memuaskan kebutuhan individu dan institusi.
Ma’ruf (2005, p.12) sendiri menjelaskan bahwa pemasaran memiliki tugas
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan program masing-masing unit perusahan agar
seirama dalam menciptakan, mempromosikan dan menyampaikan barang atau jasa mereka
kepada kelompok konsumen mereka.
Maka dari beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan pemasaran adalah
sebuah proses yang dilakukan untuk menyampaikan segala informasi produk atau jasa yang
di tawarkan perusahaan dalam penciptaan, promosi, dan penyampaian kepada konsumen
atau pebisnis. Hal ini dilakukan agar unit perusahaan berjalan seirama.
7
2.1.2 Bauran Pemasaran
Menurut Kotler (2005, p.17-18) Bauran pemasaran adalah seperangkat alat
pemasaran yang digunakan dalam perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan
pemasarannya di pasar sasaran. Bauran pemasaran dapat di klasifikasikan menjadi empat
kelompok pemasaran, yaitu: produk (product ), harga (price), tempat (place) dan promosi
(promotion). Bauran pemasaran dapat dimengerti seperti gambar berikut ini:
Gambar 2.1 Empat Komponen Kegiatan Pemasaran
Sumber: Kotler (2005, p.17)
Bauran Pemasaran
Pasar Sasaran
Produk
• Keragaman Produk
• Kualitas
• Desain
• Ciri
• Nama Merek
• Kemasan
• Ukuran
• Pelayanan
• Garansi
• Imbalan
Promosi
• Promosi Penjualan
• Periklanan
• Tenaga penjualan
• Kehumasan
• Pemasaran
Tempat
• Saluran
Pemasaran
• Cakupan Pasar
• Pengelompokan
• Lokasi
Harga
• Daftar harga
• Rabat/ Diskon
• Potongan harga khusus
• Periode pembayaran
• Syarat Kredit
8
2.1.3 Produk
Menurut Tjiptono (2008, p. 95), produk merupakan segala sesuatu yang dapat
ditawarkan produsen yang diperhatikan, diminta, dicari, digunakan, atau dikonsumsi pasar
sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.
Menurut Carty dalam Simamora (2003, p. 139), produk yaitu suatu tawaran dari
sebuah perusahaan yang memuaskan atau memenuhi kebutuhan.
Sedangkan menurut Kotler dan Amstrong (2005, p. 337), mengatakan produk adalah
semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau
dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakainya.
Maka dapat disimpulkan bahwa produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan
kepada pasar oleh produsen yang dapat menarik perhatian, dimiliki, digunakan atau
dikonsumsi sehingga dapat memuaskan dan memenuhi kebutuhan dari pemakainya.
2.1.3.1 Tingkatan Produk
Menurut Kotler dan Amstrong (2005, p. 91), mendefinisikan lima tingkatan untuk
suatu produk, yaitu:
1. Core Product Level adalah kebutuhan atau keinginan dasar yang dapat
memuaskan konsumen dengan mengkonsumsi produk atau jasa tersebut.
2. Generic Product Level adalah versi dasar dari produk yang memuat hanya
atribut atau karateristik yang secara mutlak diperlukan agar dapat berfungsi
tanpa membedakan fitur.
3. Expented Product Level adalah sekumpulan atribut atau karakteristik yang
pembeli biasanya harapkan atau setuju ketika mereka membeli suatu produk.
4. Augmented Product Level, mencakup atribut produk tambahan, manfaat, atau
jasa yang berkaitan yang membedakan dengan produk lain.
9
5. Potencial Product Level, mencakup seluruh tambahan dan transformasi suatu
produk untuk masa yang akan datang.
2.1.3.2 Klasifikasi Produk
Klasifikasi produk bisa dilakukan atas sudut pandang berdasarkan berwujud
tidaknya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama menurut Tjiptono
(2008, p. 98), yaitu:
1. Barang, merupakan produk yang berwujud fisik sehingga bisa dilihat, diraba
atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik
lainya ditinjau dari aspek daya tahan, terhadap dua macam barang, yaitu:
a. Barang tidak tahan lama (Nondurable Goods), barang tidak tahan lama
adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu
atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain umur ekonomisnya
dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun.
b. Barang tahan lama (Durable Goods), barang tahan lama merupakan
barang yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakainya
atau dapat dikatakan umur ekonomisnya untuk pemakaian normal
adalah satu tahun atau lebih.
2. Jasa (Service) merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan
untuk dijual. Contohnya bengkel, salon, dan lain-lain.
2.1.4 Merek
Menurut Durianto et al (2004a, p.1-2), merek adalah nama, tanda, simbol, rancangan
atau kombinasi hal-hal tersebut untuk mengindentifikasi barang atau jasa seseorang atau
kelompok dan untuk membedakan dari produk pesaing.
10
Merek sebenarnya merupakan nilai tangible dan intangible yang terwakili dalam
sebuah merek dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai atau pengaruh tersendiri
di pasar bila dikelola dengan tepat. Merek mengundang janji perusahaan untuk secara
konsisten memberikan ciri, manfaat dan jasa tertentu pada pembeli.
Sedangkan dalam Tjiptono (2005, p.2) menjelaskan mengenai merek menurut UU
merek No. 15 tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama,
kata, huruf-huruf, angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Menurut American Marketing Association dalam Rangkuti (2004, p.2), definisi merek
adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang
bertujuan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual
dan untuk membedakannya dari produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing.
Maka dapat dikatakan merek adalah nama, tanda, simbol, atau kombinasi dari hal-hal
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
dan jasa. Dimana merek juga menjadi trademark yang dapat menciptakan nilai sehingga
merek menciptakan ciri khusus seperti janji terhadap pelanggan akan konsistensinya.
Dengan adanya hal tersebut akan membuat pembeda dengan merek lainnya.
2.1.4.1 Peran dan Kegunaan Merek
Menurut Durianto et al (2004a, p.1-2) mengungkapkan bahwa merek memegang
peran sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita
menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan
emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui
merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tetapi mereka tidak menawarkan
11
janji emosional yang sama. Merek menjadi sangat penting saat ini, karena adanya beberapa
faktor seperti:
1. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi
menjadi konsisten dan stabil.
2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa
suatu merek yang kuat mampu diterima diseluruh dunia dan budaya. Contoh
yang paling fenomenal adalah Coca-Cola yang berhasil menjadi global brand,
diterima dimana saja dan kapan saja di seluruh dunia.
3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin
kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin
banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk memiliki kualitas dan
kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan brand image (citra merek).
4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang
kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen. Sebagai contoh, keberhasilan
Pall Mall dalam menembus perilaku konsumen, mampu menciptakan suatu
market niche (ceruk pasar) yang spesifik dan menguntungkan.
5. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen.
Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk
yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan dengan kualitas kepuasan,
kebanggaan, ataupun atribut lain yang melekat pada merek tersebut.
6. Merek berkembang menjadi sumber asset terbesar bagi perusahaan.
2.1.5 Brand Equity
Menurut Durianto, et al (2004a, p.4), Brand Equity adalah seperangkat asset dan
liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah
12
atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa lain pada perusahaan
maupun pada pelanggan.
Dimana berdasarkan Rangkuti (2004, p.244) mengatakan ekuitas merek adalah
sekumpulan asset yang terkait dalam nama merek dan simbol, sehingga dapat menambah
nilai yang ada dalam produk atau jasa tersebut.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2007, p.334-336), Ekuitas merek adalah nilai
tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini dapat dicerminkan dalam cara
konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar dan
profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan asset tak berwujud yang
penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi perusahan.
Maka dapat dilihat brand equity adalah sebagai asset yang sangat penting yang
dapat mempengaruhi pandangan pelanggan yang dapat menambah dan mengurangi nilai
dari merek tersebut. Dimana brand equity juga memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi
perusahaan.
2.1.5.1 Komponen-Komponen Brand Equity
Menurut A. Aaker dalam Durianto, et al (2004b, p.3-4), brand equity dapat
dikelompokan kedalam 5 elemen, yaitu brand awareness (kesadaran Merek), brand
association (asosiasi merek), perceived quality (persepsi kualitas), brand loyalty (loyalitas
merek), dan assets lainnya.
Dimana elemen brand equity yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh
kualitas dari empat elemen utama tersebut, seperti: trademark, hak paten, dan lainnya.
Elemen-elemen tersebut akan membentuk brand equity suatu produk yang selanjutnya dapat
dijadikan salah satu modal untuk menentukan keunggulan kompetitif dan komparatif
perusahaan.
13
Lima komponen tersebut dapat menciptakan nilai perusahaan atau pelanggan dapat
dilihat sesuai gambar berikut ini:
Gambar 2.2 Komponen Brand Equity
Sumber: Durianto, et al (2004, p.5)
2.1.5.2 Fungsi Brand Equity
Menurut Durianto, et al (2004b, p.6), brand equity dapat mempengaruhi rasa
percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman
masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.
Dalam kenyataanya, perceived quality dan brand association dapat mempertinggi tingkat
kepuasan konsumen.
Disamping memberi nilai bagi konsumen, brand equity juga memberikan nilai
kepada perusahaan dalam bentuk:
Perceived Quality
Brand Equity
Brand Awareness
Brand Association
Brand Loyalty Proprietary Brand Assets
Memberikan nilai kepada perusahaan dengan menguatkan:
Memberikan nilai kepada pelanggan dengan menguntungkan:
• Efisiensi dan efektifitas program pemasaran
• Loyalitas Merek • Harga/ Laba • Perluasan Merek • Peningkatan perdagangan • Keuntungan Kompetitif
• Interprestasi /Proses Informasi • Rasa Percaya diri dalam pembelian • Pencapaian kepuasan diri
14
1. Brand equity yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam
memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama.
2. Empat dimensi utama brand equity dapat mempengaruhi alasan pembelian
konsumen, setidaknya dapat mengurangi keinginan atau rangsangan konsumen
untuk mecoba merek-merek lain.
3. Brand loyalty yang telah diperkuat merupakan hal terpenting dalam merespon
inovasi yang dilakukan pesaing.
4. Brand association juga sangat penting sebagai dasar dari strategi positioning
maupun strategi peluasan produk.
5. Brand equity yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang
lebih tinggi dengan menerapkan premium price (harga premium), dan
mengurangi ketergantungan dari promosi sehingga dapat diperoleh laba yang
tinggi.
6. Brand equity yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan
perluasan suatu merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis
baru yang terkait, yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa
merek yang memiliki brand equity tersebut.
7. Brand equity yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu
menciptakan loyalitas saluran distribusi.
8. Aset-aset brand equity lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi
perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak memiliki pesaing.
Contoh: hak cipta, hak paten, merek dagang, dll. Merek-merek lain yang
menunjang merek utama.
15
2.1.6 Brand Association
Menurut Rangkuti (2004, p.243-244) asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan
dengan ingatan mengenai sebuah merek. Asosiasi ini merupakan atribut yang ada di dalam
merek itu dan memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih
besar apabila pelanggan mempunyai banyak pengalaman yang berhubungan dengan merek
tersebut. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk
kesan terhadap merek (brand image).
Brand Association juga memiliki pendapat dari Durianto et al (2004a, p.69) Brand
Association atau asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul dibenak seseorang yang
terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Suatu merek yang telah kuat akan
memiliki posisi yang menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosoasi yang
kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian
yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat
brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. Konsumen yang terbiasa menggunakan
merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image atau hal ini disebut
juga dengan kepribadian merek (brand personality).
Maka dapat dilihat bahwa Brand Association adalah segala hal dan kesan yang dapat
ingat konsumen sebagai pencitraan akan merek lewat artribut yang ada di dalam merek itu
sendiri.
2.1.6.1 Fungsi Brand Association
Menurut Durianto, et al (2004a, p.69-70) terdapat beberapa fungsi asosiasi merek
seperti sebagai berikut:
1. Help process or retrieve information (membantu proses penyusunan informasi)
Asosiasi – asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan
spesifik yang mungkin sulit diproses dan diakses oleh pelanggannya dan dapat
16
menjadi mahal bagi perusahaan untuk mengkomunikasikannya. Sebuah asosiasi
dapat menciptakan informasi bagi pelanggan yang memberikan suatu citra untuk
menghadapinya.
2. Differentiate (diferensiasi atau posisi)
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan
suatu merek dari merek lain.
3. Reason to buy (alasan untuk membeli)
Brand association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi
konsumen (consumer benefit) yang dapat memberikan alasan spesifik bagi
konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.
4. Create positive attitude/feelings (menciptakan sikap atau perasaan positif)
Berbagai asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada
gilirannya ke merek yang bersangkutan. Asosiasi–asosiasi tersebut dapat
menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman sebelumnya serta
pengubahan pengalaman tersebut menjadi suatu yang lain daripada yang lain.
5. Basis for extensions (landasan untuk perluasan).
Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan
menciptakan rasa kesesuaian (sence of fit) antara merek dan sebuah produk
baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan
tersebut.
17
Gambar 2.3 Fungsi Brand Association
Sumber: Durianto, et al (2004b, p.7)
2.1.6.2 Tipe-Tipe Brand Association
Durianto, et al (2004a, p.70-72), ada beberapa tipe asosiasi yang dapat digunakan
sebagai landasan dalam menentukan brand association yang bisa membentuk citra merek (
brand image) suatu merek. Beberapa tipe asosiasi yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Product attributes (atribut produk),
Mengasosiaskian atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi
positioning yang sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif
karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung
dterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. Misalnya: apa yang
tercermin dalam kata mobil Mercedes pasti berbeda dari kata yang tercermin
dalam kata mobil Suzuki.
2. Intangibles atributes (atribut tak berwujud)
Asosiasi merek
Membantu proses/ penyusunan informasi
Diferensiasi/ posisi
Alasan untuk membeli
Menciptakan sikap/ perasaan positif
Basis Perluasan
18
Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi
kualitas, kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian
atribut yang objektif.
3. Customers benefit (manfaat bagi pelanggan)
Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan,
maka biasanya terdapat hubungan antara keduanya. Contoh : mobil mercedes
sangat nyaman dan aman dikendarai (suatu karakteristik produk) dan
memberikan kepuasan mengemudi pada pelanggan (suatu manfaat pelanggan).
Manfaat pelanggan dapat dibagi dua yaitu: rational benefit (manfaat rasional)
dan psychological benefit (manfaat psikologis). Manfaat rasional berkaitan
dengan atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan
keputusan yang rasional. Manfaat psikologis sering kali merupakan konsekuensi
ekstrim dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang
ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. Misalnya dalam
merek produk Intel Inside terdapat manfaat prosesor komputer yang cepat.
4. Relative price (harga relatif)
Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan
penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.
5. Application (penggunaan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu
penggunaan atau aplikasi tertentu.
6. User/customer ( pengguna/pelanggan)
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah
tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. Misalnya: Dimension Kiddies
dikaitkan dengan pemakainya adalah anak-anak.
7. Celebrity/person (orang terkenal/khalayak)
19
Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer
asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.
8. Life style or personality( gaya hidup atau kepribadian)
Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi
para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya
hidup yang hampir sama.
9. Product class (kelas produk)
Mengasosiasikan dengan sebuah merek menurut kelas produknya.
10. Competitor (para pesaing)
Mengetahui pesaing dan berusah untuk menyamai atau bahkan mengungguli
pesaing.
11. Country and geographic area (negara dan wilayah geografis)
Sebuah negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang
erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Contoh: Perancis dieksploitasikan
dengan mengaitkan merek pada sebuah negara. Contoh lain: mercedes
mencerminkan budaya Jerman yang berkualitas tinggi, konsisten tinggi dan
keseriusan tinggi.
Disamping beberapa acuan yang telah disebutkan, beberapa merek juga memiliki
asosiasi dengan beberapa hal lain yang belum disebut di atas. Dalam kenyataannya, tidak
semua merek produk memiliki semua asosiasi di atas. Merek tertentu berasosiasi dengan
beberapa hal di atas dan merek lainnya berasosiasi dengan beberapa hal lain.
2.1.6.3 Atribut-Atribut Brand Association
Menurut A. Aaker dalam Durianto (2004, p.9-15) menyatakan bahwa atribut-atribut
dari brand association adalah sebagai berikut:
20
1. Perceived value (Nilai yang dirasakan pelanggan)
Salah satu peranan brand identity adalah membentuk value proposition yang
biasanya melibatkan manfaat fungsional yang merupakan dasar bagi merek
dalam hampir semua kelas produk. Jika merek tidak menghasilkan value,
biasanya mudah diserang oleh pesaing. Ukuran nilai menghasilkan indikator
tentang sukses suatu merek dalam menciptakan value preposition. Dengan
berfokus pada nilai lebih manfaat fungsional, suatu pengukuran dapat
diaplikasikan pada berbagai kelas produk. Brand value dapat diukur dengan
memperhatikan suatu merek membuktikan bahwa nilainya sesuai dengan
uang yang dikeluarkan konsumen, apakah ada alasan untuk memilih merek
ini dibandingkan merek lain. Terdapat lima penggerak utama pembentukan
perceived value yang terkait erat dengan kepuasan pelanggan yaitu:
a. Dimensi kualitas produk
Kualitas produk merupakan kepuasan pelanggan yang pertama. Ada
beberapa dimensi untuk mengukur kualtias produk antara lain:
performance, features, reliability, conformance, durability, serviceability,
aesthetics dan fitand finish.
b. Dimensi harga
Bagi pelanggan yang sensitif biasanya harga yang terjangkau adalah
sumber kepuasan yang penting karena mereka akan mendapatkan value
for money yang tinggi dan sebaliknya. Pada setiap kelas produk terdapat
tingkatan harga yang bervariasi dan seringkali hal ini mempersulit
perusahaan untuk memposisikan merek produknya untuk ditempatkan
pada kategori atau tingkatan harga yang tepat.
c. Dimensi kualitas layanan
21
Kualitas layanan sangat tergantung pada tiga hal yaitu: sistem, teknologi
dan manusia. Faktor manusia memegang konstribusi terbesar sehingga
kualitas layanan relatif lebih sulit ditiru dibandingkan kualitas produk dan
harga.
d. Dimensi emosional
Dimensi emosional terdiri atas: aesthetic, brand personality, self
expresive value.
e. Dimensi kemudahan
Dimensi kemudahan merupakan yang kelima. Pelanggan akan semakin
puas apabila mereka merasa relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam
menggunakan produk.
2. Brand Personality ( Kepribadian merek)
Kepribadian (personality) menghubungkan ikatan emosi merek tersebut
dengan manfaat merek tersebut itu sendiri sebagai dasar untuk diferensiasi
merek dan customer relationship. Pendekatan yang umum dilakukan untuk
mengasosiasikan kepribadian sebuah merek adalah berdasarkan pada :
a. Tipe pengguna atau pelanggan produk tersebut
Rokok marlboro misalnya, yang dalam iklannya diperlihatkan seorang
cowboy yang sangat lihai menjinakkan kuda, macho, berani, kuat dan
seolah-olah mengindikasi bahwa orang yang mengkonsumsi rokoknya
adalah laki-laki sejati.
b. Demografi
Meliputi hal-hal yang berhubungan dengan demografi, misalnya usia,
jenis kelamin, sosial ekonomi dan ras.
c. Gaya hidup
22
Meliputi hal-hal menyangkut aktifitas, kegemaran, pendapat, pandangan
hidup, dan lain-lain.
d. Ciri pembawaan kepribadian seseorang
Meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kepribadian atau sifat yang
dimiliki seseorang misalnya tertutup, ketergantungan, agreeableness.
e. Iklan
Iklan dapat digunakan sebagai media untuk membentuk kepribadian
merek. Iklan yang baik adalah yang mudah dipahami dan menarik untuk
disimak, sehingga dapat melekat dalam benak konsumen.
f. Tagline (slogan)
Tagline juga dapat membentuk kerpibadian suatu merek. Tagline harus
dibuat seunik mungkin mudah dipahami dan juga mudah diucapkan
sehingga mudah diingat dan melekar dibenak konsumen.
3. Organization Association (Asosiasi Organisasi)
Asosisasi organisasi akan menjadi faktor penting jika merek yang kita miliki
serupa dalam atribut dengan merek lainnya, atau jika organisasi merupakan
hal yang penting untuk dilihat (seperti dalam bisnis barang yang tahan lama
atau dalam bisnis jasa), atau jika memang corporate brand terlibat. Unsur –
unsur dari asosiasi organisasi adalah sebagai berikut:
a. Orientasi pada masyarakat/komunitas
Asosiasi organisasi sangat diperlukan dalam mengembangkan asosiasi
yang berorientasi pada komunitas dan tentu saja mempertinggi loyalitas
konsumen walaupun sangat sulit untuk menyatakan besaran loyalitas
itu. Program peduli lingkungan adalah cara lain untuk menjadi
23
perusahaan yang baik, seperti penggunaan kemasan atau komposisi
yang dapat didaur ulang sehingga ramah lingkungan.
b. Persepsi kualitas
Hampir selalu menjadi pertimbangan pada setiap pilihan konsumen.
Kualitas dapat dikomunikasikan secara langsung dengan demonstrasi
atau argumen bahwa sebuah atribut produk lebih unggul dibanding
dengan yang dimiliki pesaing. Banyak perusahaan berkomitmen pada
kualitas atau ingin menjadi yang terbaik.
c. Inovasi
Dimana inovasi bisa menjadi asosiasi merek kunci bagi perusahaan.
Inovasi juga merupakan hal penting bagi perusahaan terutama
persaingan di dalam kelas produk dimana teknologi dan inovasi menjadi
penting bagi konsumen.
d. Perhatian pada pelanggan
Banyak perusahaan selalu menempatkan konsumen pada tempat
pertama sebagai nilai inti.
e. Keberadaan dan keberhasilan
Berbisnis dengan organisasi yang mempunyai sumber daya yang
mendukung produk dan sejarah penting dalam berbisnis dapat
memberikan rasa aman.
f. Lokal vs Global
Satu pilihan strategi diferensiasi adalah membuat satu merek
dipersepsikan sebagai merek lokal dari perusahaan lokal. Mejadi lokal
terutama efektif bila program pemasaran pesaing global tidak peka atau
tidak sejalan dengan selera lokal.
24
2.1.7 Perceived Quality
Dalam Perceived Quality atau Persepsi Kualitas memiliki beberapa pengertian dalam
mendefinisikannya. Munurut A. Aaker dalam Durianto, et. al (2004b, p.15) persepsi kualitas
merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk
atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya.
Dijelaskan oleh (Keller, 2003) perceived quality adalah sebuah penilaian global
berdasarkan persepsi pelanggan atas apa inti dari kualitas produk dan seberapa baiknya
penilaian terhadap merek. Akan lebih sulit untuk mencapai level satification dari Perceived
quality bila perusahaan melakukan perbaikan dan penambahan fitur-fitur baru pada produk
secara terus menerus karena hal itu membuat ekspetasi pelanggan akan naik terhadap
kualitas produk.
Kemudian, menurut Simamora (2004, p. 114) perceived quality merupakan bagian
dari persepsi yang menyoroti kualitas secara khusus. Tentunya, kualitas berdasarkan
persepsi konsumen (perceived quality). Yang terpenting adalalah persepsi dimata konsumen.
Maka dapat dilihat perceived quality merupakan persepsi konsumen akan kualitas
produk lewat keseluruhan kualitas atau keuntungan yang ada pada produk merek tertentu.
2.1.7.1 Nilai-Nilai Perceived Quality
Menurut Durianto, et. al (2004b, p.16) dalam Brand Equity Ten, persepsi kualitas
dapat menghasilkan nilai-nilai sebagai berikut:
1. Alasan Membeli
Konsumen sering kali termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi
yang mungkin mengarah pada obyektifitasnya mengenai kualitas. Atau informasi
itu memang tidak tersedia. Atau konsumen tidak mempunyai kesanggupan atau
sumber daya untuk mendapatkan atau memproses informasi. Karena terkait
dengan keputusan pembelian, persepsi kualitas mampu mengefektifkan semua
25
elemen program pemasaran. Apabila kesan kualitas mampu mengefektifkan
semua elemen program pemasaran. Apabila kesan kualitas tinggi, kemungkinan
besar periklanan dan promosi yang dilancarkan akan efektif.
2. Diferensiasi atau posisi
Suatu karasteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi persepsi
kualitas, yaitu apakah merek tersebut super optium, optimum, bernilai atau
ekonomis. Juga, berkenaan dengan persepsi kualitas, apakah merek tersebut
terbalik atau sekedar kompetitif terhadap merek-merek lain.
3. Harga Optimum
Keuntungan kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam menetapkan harga
optimum. Harga optimum bisa meningkatkan laba dan memberikan sumber daya
untuk reventasi pada merek tersebut. Berbagai sumber daya ini dapat digunakan
untuk membangun merek, seperti menguatkan kesadaran atau asosiasi atau
mutu produk. Harga optimum juga dapat menguatkan persepsi kualitas, yaitu
anda mendapatkan yang anda bayar.
4. Peluasan Saluran Distribusi
Perceived Quality mempunyai arti penting bagi pengecer, distributor dan saluran
distribusi lainnya. Para pengecer dan distributor akan termotivasi untuk menjadi
penyalur produk atau merek dengan perceived quality yang tinggi.
5. Peluasan Merek
Suatu merek produk dengan perceived quality kuat dapat digunakan untuk
memperkenal kategori produk baru, yang beraneka macam. Produk dengan
merek yang perceived quality –nya kuat akan mempunyai kemungkinan sukses
yang lebih besar dibandingkan dengan merk yang perceived quality –nya lemah
sehingga peluasan produk dari merek yang perceived quality yang kuat
memungkinkan perolehan pangsa pasar yang lebih besar lagi.
26
Gambar 2.4 Nilai-Nilai Presepsi
Sumber: Darmadi Durianto at al, (2004, p.19)
2.1.7.2 Dimensi Perceived Quality
Sesuai dengan pendapat A. Aaker dalam Durianto (2004a, p.98-99) mengatakan
bahwa dimensi dibagi menjadi tujuh, yaitu:
1. Kinerja
Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya karakteristik
operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi, serta
kenyamanan. Karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain,
sering kali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-
atribut kinerja ini. Kecepatan akan diberikan nilai tinggi bagi sebagian pelanggan,
namun dianggap tidak relevan atau dinilai rendah oleh sebagian pelanggan yang
lebih mementingkan atribut kenyamanan.
Alasan untuk membeli
Diferensiasi/ Posisi
Harga Optium Persepsi Kualitas
Minat Saluran Distribusi
Peluasan Merek
27
2. Pelayanan
Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan kepada produk tersebut.
Misalnya mobil merek tertentu menyediakan kerusakan atau servis mobil 24 jam
diseluruh dunia.
3. Ketahanan
Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. Misalnya mobil merek
tertentu memposisiskan dirinya sebagai mobil tahan lama walau umur 12 tahun
tetapi masih berfungsi tetap baik.
4. Karasteristik Produk
Bagian-bagian tambah dari produk, seperti remote control sebuah video, tape
deck, fasilitas WAP untuk telepon genggam penambahan ini biasanya digunakan
sebagai pembeda yang penting ketika dua merek produk terlihat tampil hampir
sama. Bagian-bagian tambah ini memberikan penekanan bahwa perusahaan
memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan.
5. Kesesuaian dengan spesifikasi
Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak cacat
produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah teruji. Misalnya pada sebuah mobil
pada kelas tertentu dengan spesifikasi yang telah ditentukan jenis dan kekuatan
mesin, pintu, material untuk pintu mobil, ban, dan lainya.
6. Hasil
Mengarah kepada kualitas yang dirasakan melibatkan enam dimensi
sebelumnya. Jika perusahaan tidak mendapatkan hasil akhir produk yang baik
maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain
yang penting.
28
2.1.8 Fashion
Menurut Salomon (2009, p. 499), fashion adalah proses penyebaran sosial (social-
diffusion) dimana sebuah gaya baru diadopsi oleh kelompok konsumen. Fashion atau gaya
mengacu pada kombinasi beberapa atribut. Dan dapat dikatakan (in fashion), kombinasi
tersebut haruslah dievaluasi secara positif oleh sebuah reference group.
Dalam pengertian lain menurut Bruno Hasson (2008, p.61-62) mengatakan bisnis
fashion adalah branded business, dimana bisnis fashion menjelaskan mengenai
perbedaannya lewat merek. Barang mahal belum tentu barang bermerek karena barang
bermerek adalah produk yang memberikan manfaat, baik secara fungsional dan emosional
sesuai harapan konsumen. Merek menjadi cerminan dari fashion.
Dalam www.swa.co.id (2004) menjelaskan mengenai fashion sekarang ini adalah
bisnis yang cukup besar dan menguntungkan. Seperti yang seperti dikatakan oleh Jacky
Mussry, Patner/ Kepala Divisi Consulting & Research MarkPus&Co, bahwa gejala ramai-
ramainya berbagai produk mengarah ke fashion muncul takala konsumen makin ingin diakui
jati diri sebagai suatu pribadi. Karena itu, mereka sengaja membentuk identitasnya sendiri
dan kemudian bersatu dengan kelompok yang selaras dengannya. Inilah kebanggaan
seseorang jika bisa masuk ke dalam apa yang sedang menjadi kecenderungan umum, karena
berarti ia termasuk fashionable alias moderen selalu mengikuti mode.
Maka dapat di pahami bahwa fashion adalah gaya baru yang diadopsi oleh kelompok
konsumen dan hal ini membuat kebanggaan seseorang dapat masuk dalam kecenderungan
umun. Hal ini juga tidak lepas dari merek. Merek menjadi cerminan dan fashion itu sendiri.
29
2.1.9 Perilaku Konsumen
Menurut Shiffman dan Kanuk (2004, p.6) Perilaku konsumen terpusat pada cara
individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia
(waktu, uang, usaha) guna untuk membeli barang yang berhubungan dengan konsumsi.
Menurut Tjiptono (2004, p.19) Perilaku konsumen merupakan tindakan-tindakan
individu scara langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menggunakan, dan menentukan
produk dan jasa, termasuk proses pengembalian keputusan yang mendahului dan mengikuti
tindakan-tindakan tersebut.
Adapun menurut Solomon (2009, p. 2) Perilaku Konsumen adalah suatu studi
mengenai proses yang terlibat ketika individu atau kelompok memilih, membeli,
menggunakan suatu produk, layanan, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan
dan keinginan.
Ma’ruf, (2005, p. 15) mengatakan perilaku konsumen adalah proses yang terjadi pada
konsumen, ketika ia memutuskan untuk membeli, apa yang dibeli, dimana, kapan, dan
bagaimana membelinya.
Maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah proses yang terlibat,
terpusat terhadap pengambilan keputusan manusia dalam memilih, membeli dan dari
konsumen tersebut
.
2.1.9.1 Faktor yang mempengaruhi Perilaku Konsumen
Menurut Kotler (2005, p. 202-203), menjelaskan faktor yang mempengaruhi
perilaku konsumen adalah rangsangan tanggapan (stimulus- respond model) seperti:
30
Gambar 2.5 Model Perilaku Pembeli
Sumber: Kotler (2003, p. 203)
Dalam gambar diatas dapat dilihat bahwa rangsangan pemasaran dan lingkungan
masuk kesadaran pembeli. Karakteristik pembeli dan proses pengambilan keputusannya akan
menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Tugas pemasar adalah memahami apa yang
terjadi pada kesadaran pembeli sejak masuknya rangsangan dari luar hingga munculnya
keputusan pembelian. Dijelaskan oleh Kotler (2005, p.203-218), perilaku pembelian
konsumen di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor Budaya
Budaya, Sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian.
Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling dasar. Masing-
masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakan
identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Sub-budaya
mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis.
Rangsangan Pemasaran
Rangsangan Lain
Ciri-ciri Pembeli
Proses Keputusan Pembelian
Keputusan Pembelian
• Produk
• Harga
• Saluran
Pemasaran
• Promosi
• Ekonomi
• Teknologi
• Politik
• Budaya
• Budaya
• Sosial
• Pribadi
• Psikologi
• Pemahaman
Masalah
• Pencarian
Informasi
• Pilihan alternatif
• Keputusan
Pembelian
• Perilaku pasca-
Pembelian
• Pemilihan Produk
• Pemilihan Merek
• Pemilihan Saluran Pembelian
• Penentuan Waktu Pembelian
31
2. Faktor Sosial
Perilaku konsumen juga dipengaruhi faktor-faktor sosial:
a. Kelompok acuan
Kelompok acuan seseorang terdiri dari kelompok yang memiliki
pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap
atau perilaku seseorang tersebut. Kelompok yang memiliki pengaruh
langsung terhadap keanggotaan. Beberapa keanggotaan merupakan
kelompok primer, seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja,
yang berinteraksi dengan seseorang secara terus menerus dan informal.
Peran pemimpin opini (opinion leader) juga berperan dimana dapat
memberikan informasi atas produk dapat memberikan saran atau
informasi tentang produk atau jenis produk tertentu, seperti merek apa
yang terbaik atau apa manfaat produk tersebut.
b. Keluarga
Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling
penting dalam masyarakat, dan para angota keluarga menjadi kelompok
acuan primer yang paling berpengaruh. Kita dapat membedakan dua
keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi tersendiri dari
orang tua dan saudara kandung seseorang. Dari orientasi seseorang
mendapatkan orientasi atas agama, politik dan ekonomi serta ambisi
pribadi, harga diri dan cinta. Meskipun pembeli tersebut tidak lagi
berinteraksi secara mendalam dengan orang tuanya, pengaruh orang tua
terhadap perilaku pembeli dapat tetap signifikan.
c. Peran dan status sosial
Seorang berpartisipasi ke dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya
keluarga, klub, organisasi. Kedudukan orang itu dimasing-masing
32
kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan statusnya. Peran
meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang,
masing-masing peran menghasilkan status.
3. Faktor Pribadi
Karakteristik pribadi yang mempengaruhi keputusan pembelian meliputi:
a. Usia dan tahap siklus hidup
Orang membeli barang dan jasa berbeda-beda sepanjang hidupnya.
Kebutuhan dan selera orang terhadap barang atau jasa berhubungan
dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga. Para
pemasar sering memilih sejumlah kelompok berdasarkan siklus hidup
sebagai sasaran mereka, yang diperhatikan adalah situasi hidup
(bercerai, menduda/menjada, kawin lagi) dan dampak situasi perilaku
konsumsi.
b. Pekerjaan dan lingkungan ekonomi
Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang,
penghasilan yang dapat dibelanjakan (level, kestabilan, pola waktunya),
tabungan dan aktiva (termasuk persentase aktiva lancar dan liquid),
utang, kemampuan untuk menunjang, dan sikap terhadap belanja atau
menabung.
c. Gaya hidup
Gaya hidup adalah pola hidup seserong di dunia yang terungkap pada
aktivitas minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan
diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya. Para pemasar
mencari hubungan antara produk mereka dengan kelompok gaya hidup.
d. Kepribadian dan konsep diri
33
Masing-masing orang memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda
yang mempengaruhi perilaku pembeliannya, yang dimaksud kepribadian
adalah ciri bawaan psikologi manusia (human psychological traits) yang
terbedakan, menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan
bertahan lama terhadap rangsangan lingkungan. Kepribadian dapat
menjadi variable yang sangat berguna dalam menganalisis pilihan merek
konsumen. Gagasannya adalah bahwa merek juga mempunyai
kepribadian, dan bahwa konsumen mungkin memilih merek yang
kepribadiannya cocok dengan kepribadian dirinya.
4. Faktor psikologis
Pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor psikologi utama:
a. Motivasi
Seseorang memiliki kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa
kebutuhan bersifat biologis : kebutuhan tersebut muncul dari tekanan
biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman. Kebutuhan yang lain bersifat
psikogenis : kebutuhan itu muncul dari tekanan psikologis seperti
kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan
kelompok. Kebutuhan akan menjadi motivasi, jika ia didorong hingga
mencapai level intensitas yang memadai. Motivasi adalah kebutuhan
yang memadai untuk mendorong seseorang bertindak.
b. Persepsi
Seseorang yang termotivasi siap bertindak. Bagaimana tindakan
sebenarnya seseorang yang termotivasi akan dipengaruhi oleh
persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi adalah proses yang
digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan
34
menginterprestasi masukan informasi guna menciptakan gambaran
dunia yang memiliki arti. Persepsi dapat sangat beragam antara individu
satu dengan yang lain yang mengalami realitas yang sama.
c. Pembelajaran
Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari
pengalaman. sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari belajar.
Ahli teori pembelajaran yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui
perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, syarat bertindak,
tanggapan dan penguatan.
d. Keyakinan dan sikap
Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap.
Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian mereka.
2.1.10 Perilaku Belanja
Dalam melakukan pembelian atau belanja seseorang akan terbawa motivasi dalam
pembelian. Hal tersebut dijelaskan oleh Ma’ruf (2005, p. 51-52) yang mengatakan setiap
konsumen mempunyai dua sifat motivasi pembelian yang saling tumpang tindih, yaitu antara
lain:
1. Emotional, Motivasi yang dipengaruhi emosi berkaitan dengan perasaan, baik itu
keindahan, gengsi, atau perasaan lainnya termasuk iba dan marah. Faktor
keindahan dan gengsi lebih banyak berpengaruh dibandingkan rasa iba dan
marah.
2. Rasional, Sikap belanja rasional dipengaruhi oleh alasan rasional dalam pikiran
seorang konsumen. Cara pikir konsumen bisa begitu kuat sehingga perasaan
gengsi menjadi kecil atau bahkan hilang.
35
Dalam pemilihan produk dan belanja hanya sangat sedikit konsumen yang rasional
atau tidak emosional sama sekali. Demikian pula tidak ada konsumen yang 100% emosional
tanpa unsur rasional sama sekali. Kebanyakan konsumen dipengaruhi oleh keduanya, tetapi
komposisinya bisa salah satu lebih dominan.
Hal tersebut dapat dilihat sebagai value (nilai). Maksudnya adalah aktivitas
pembelian oleh konsumen didorong oleh kombinasi nilai emosinal dan nilai rasional atau
dominasi dari salah satu dari nilai.
Tak dapat dipungkiri dalam perilaku konsumen saat berbelanja sangat banyak.
Dimana dengan hal tersebut Ma’ruf (2005, p.53) menjelaskan gambaran faktor-faktor apa
saja yang biasanya dilakukan oleh konsumen pada saat perilaku berbelanja. Faktor-faktor
tersebut akan digambarkan sebagai berikut:
36
Gambar 2.6 Perilaku Berbelanja
Sumber Ma’ruf (2005, p53)
Orientasi “belanja adalah belanja” (lebih mementingkan hal-hal
yang fungsional)
Orientasi “rekreasi” (lebih dipengaruhi
suasana lingkungan tempat belanja)
Pra-belanja
(Mencari dan memilih gerai)
Lokasi mudah dicapai
Cukup Parkir
Dekat dengan gerai lain
Pilihan merchandise pelengkap atau pengganti
Pra-belanja
(Mencari dan mencari gerai)
Bergengsi
Ada toko utama (anchor store) seperti hero, Matahari
Pilihan barang banyak
Merchandise ekslusif
Selama Belanja
Barang yang tersedia
Harga menarik
Cepat proses pembayaran (antrian dikasir tidak terlalu panjang)
Selama Belanja
Daya tarik ambience (suasana internal)
Visual merchandising
Fasilitas dalam gerai
Pusat barang dan jasa
Fasilitas kredit
Paska belanja (antaran barang, pemasaran, evaluasi, kunjungan ulang)
Display barang
Area informasi dan petunjuk bagi konsumen
Paska belanja (antaran barang, pemasaran, evaluasi, kunjungan ulang)
Display tema
Area informasi dan petunjuk bagi konsumen
37
2.1.11 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian
Dalam pengambilan keputusan pembelian melalui proses. Proses tersebut adalah
pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, prilaku
pascapembelian. Sesuai dengan Kotler and Amstrong (2008, p. 179-181) yang mengurutkan
lima proses dalam proses keputusan pembelian. Hal ini dapat di jelaskan dengan gambar
dibawah ini.
1. Pengenalan kebutuhan
Pembeli menyadari suatu masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat di picu oleh
rangsangan internal ketika salah satu kebutuhan normal seseorang (rasa lapar,
haus, dan sex) timbul pada tingkat yang cukup tinggi sehingga menjadi
dorongan. Kebutuhan juga bisa dipicu oleh rangsangan eksternal. Contohnya,
suatu iklan atau diskusi dengan teman dapat membuat berpikir untuk membeli.
Pada tahap ini harus dapat merumuskan jenis kebutuhan atau masalah apa yang
di perlukan.
2. Pencarian Informasi
Konsumen yang tertarik mungkin mencari lebih banyak informasi atau tidak. Jika
dorongan konsumen kuat dan produk yang memuaskan konsumen itu,
konsumen mungkin akan membelinya kemudian jika konsumen bisa menyimpan
kebutuhan itu dalam ingatannya atau melakukan pencarian informasi yang
berhubungan dengan kebutuhannya. Ada empat kelompok yang menjadi sumber
informasi konsumen, yaitu:
a. Sumber Pribadi: Keluarga, teman, tetangga maupun kenalan lainnya.
b. Sumber komersial: Iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan.
c. Sumber Publik: Media massa, organiasi penentu peringkat konsumen.
d. Sumber Pengalaman: Penanganan, pengkajian, pemakaian produk.
38
3. Evaluasi alternatif
Tahap ini meliputi dua tahapan yakni menetapkan tujuan pembelian dan menilai
serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian berdasarkan tujuan
pembeliannya. Tujuan pembelian tidak selalu sama, tergantung pada jenis
produk dan kebutuhannya. Ada konsumen yang mempunyai tujuan pembelian
untuk meningkatkan prestisi, ada yang hanya sekedar ingin memenuhi
kebutuhan jangka pendek, ada juga yang ingin meningkatkan pengetahuan.
4. Keputusan Pembelian
Pada umumnya keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang
paling disukai, tetapi dua faktor bisa berada antara niat pembelian dan
keputusan pembelian. Kedua faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap lain
mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua
hal, yaitu intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang
disukai konsumen, dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan
orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat
orang tersebut dengan konsumen, semakin besar konsumen akan
mengubah niat pembeliannya.
b. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terpartisipasi yang dapat
muncul dan dapat mengubah niat pembelian. Konsumen mungkin
membentuk niat membeli berdasarkan faktor-faktor seperti pendapatan
yang diperkirakan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang
diharapkan. Namun kejadian-kejadian yang tidak terantisipasi mungkin
mengubah niat membeli tersebut.
39
5. Perilaku Pasca Pembelian
Pada tahap ini pemasar dihadapkan apa yang menentukan kepuasan atau
ketidak puasan pembeli terhadap suatu pembelian. Hal ini terletak pada
hubungan antara ekspektasi konsumen dan kinerja anggapan produk. Jika
produk tidak memenuhi ekspektasi, konsumen kecewa. Jika produk memenuhi
ekspektasi, konsumen puas. Jika produk melebihi ekspektasi, konsumen sangat
puas.
Gambar 2.7 Tahap- Tahap Proses Keputusan pembelian
Sumber: Kotler (2007, p.179)
2.1.12 Teori Pendukung
2.1.12.1 Brand Association Dengan Keputusan Pembelian
Dalam International Business & Economic Research Journal. Volume 5. Number 8
Elif Aksgun Ergin, et al (2006, p. 73) mengatakan The good news is that results indicate
consumers have mostly developed successful brand association, that a majority of the
studied brands have a significant place in their memory. When consumers positively
associate with a particular brands, the accept, favor and desire that brands. This eventuality
affect their repurchase decisions.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa brand association memiliki peran yang
penting dalam penempatan di memori dari pelanggan. Bila konsumen mengasosiasikan
secara positif merek tertentu akan memberikan dampak untuk konsumen dalam keputusan
pembelian ulang dari konsumen tersebut.
Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku pasca
pembelian
40
2.1.12.2 Perceived Quality Dengan Keputusan Pembelian
Dalam Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics. Patrington: 2009. vol. 21,
Iss. 1; pg. 174 mengatakan, customer perception fit has greater influence than core-brand
attitude, denoting that both the brands association and product connection have a
remarkable influence on customer purchase intention towards extended products. The
influence of core-brand attitude and customer perception on purchase intention towards
extended product.
Maka dapat disimpulkan persepsi pelanggan dilihat dari inti merek yang
menunjukan bahwa asosiasi merek yang baik dan kualitas produk yang baik memiliki
pengaruh yang luar biasa terhadap keputusan pembelian.
2.2 Kerangka Pemikiran
R3
Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran
Brand Association (X1)
Keputusan Pembelian (Y)
Perceived Quality (X2)
41
2.3 Hipotesa
T-1: Untuk Mengetahui apakah ada pengaruh antara brand association terhadap
keputusan pembelian pakaian ZARA.
Ho: Ada pengaruh antara brand association terhadap keputusan pembelian
pakaian ZARA.
H1: Tidak ada pengaruh antara brand association terhadap keputusan pembelian
pakaian ZARA.
T-2: Untuk Mengetahui apakah ada pengaruh perceived quality terhadap
keputusan pembelian pakaian
Ho: Ada pengaruh antara perceived quality terhadap keputusan pembelian
pakaian ZARA.
H1: Tidak ada pengaruh antara perceived quality terhadap keputusan pembelian
pakaian ZARA.
T-3: Untuk mengetahui apakah ada pengaruh brand association dan perceived
quality secara bersama-sama terhadap keputusan pembelian pakaian ZARA.
Ho: Ada pengaruh brand association dan perceived quality secara bersama-sama
terhadap keputusan pembelian pakaian ZARA
H1: Tidak ada pengaruh brand association dan perceived quality secara
bersama- sama terhadap keputusan pembelian pakaian ZARA?