bab 2 landasan teori public relations adalah bidang yang...
TRANSCRIPT
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Umum
2.1.1 Public Relations
2.1.1.1 Definisi Public Relations
Public relations adalah bidang yang berkaitan dengan mengelola citra
dan reputasi seseorang ataupun sebuah lembaga di mata publik. Profesi public
relations yaitu untuk melakukan fungsi komunikasi, hubungan masyarakat,
manajemen krisis, hubungan dengan konsumen, hubungan karyawan, hubungan
pemerintahan, hubungan investor, hubungan dengan media, mediasi, publisitas,
menulis pidato, dan guest/visitor relations. (Nova, 2011:39)
Berikut adalah definisi public relations menurut beberapa ahli (Ardianto
& Soemirat, 2010):
1. J.C. Seidel, direktur Public Relations, Divison of Housing, State New
York
Public relations adalah proses yang kontinyu dari usaha-usaha
manajemen untuk memperoleh goodwill dan pengertian dari konsumen,
pegawai dan publik yang lebih luas.
10
2. W. Emerson Reck, Direktur Public Relations Universitas Colgate
Public relations adalah lanjutan dari proses pembuatan kebijaksanaan,
pelayanan, dan tindakan bagi kepentingan terbaik dari suatu individu atau
kelompok agar individu atau lembaga tersebut memperoleh kepercayaan
dan goodwill dari publik. Kedua, pembuatan kebijaksanaan, pelayanan,
dan tindakan untuk menjamin adanya pengertian dan penghargaan yang
menyeluruh.
3. Howard Bonham, Wakil Ketua Palang Merah Nasional Amerika Serikat
Public relations adalah suatu seni untuk menciptakan pengertian publik
yang lebih baik, yang dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap
suatu individu atau organisasi.
Jadi kesimpulan penulis definisi public relations adalah suatu profesi
dalam manajemen organisasi yang memiliki fungsi sebagai jembatan komunikasi
baik internal maupun eksternal untuk menciptakan suatu citra.
2.1.1.2 Fungsi Public Relations
Fungsi utama public relations adalah menumbuhkan dan
mengembangkan hubungan baik antara lembaga dengan publiknya baik internal
maupun eksternal. Hal ini dilakukan dalam rangka menanamkan pengertian,
menumbuhkan motivasi, dan partisipasi publik dalam upaya menciptakan opini
publik yang menguntungkan lembaga organisasi. (Nova, 2011:49)
11
Aktivitas public relations adalah menyelenggarakan komunikasi timbal
balik antara lembaga dengan publik yang bertujuan untuk menciptakan saling
pengertian dan dukungan bagi tercapainya suatu tujuan tertentu, kebijakan,
kegiatan produksi, demi kemajuan lembaga atau citra positif. Kegiatan public
relations sangat erat kaitannya dengan pembentukan opini publik dan perubahan
sikap. (Nova, 2011:49)
Dalam tugas seorang public relations berkaitan dengan kode etik
International Public Relations Association Code of Conduct yang menegaskan
bahwa public relations tidak dibenarkan untuk mengangkat suatu konflik yang
terjadi atau hal yang sengaja dipaparkan kepada publik tanpa seizin dari yang
bersangkutan atau yang berkepentingan. Public relations juga tidak dibenarkan
dengan sengaja menutupi masalah atau krisis yang sedang terjadi di organisasi
yang bersangkutan dengan cara mengelabuhi publik. (Nova, 2011:49)
Jika menghadapi situasi yang genting seperti timbul masalah, konflik,
pertikaian hingga terjadi suatu krisis, maka seorang public relations wajib untuk
menjelaskan secara jujur dan terbuka. Hal tersebut dikarenakan public relations
bertindak sebagai perantara atau mediator dan mempunyai tanggung jawab
sosial. (Nova, 2011:49)
Fungsi public relations menurut penelitian International Public Relations
Association yang dikutip oleh Nova (2011:50) meliputi hal-hal berikut:
1. Memberikan konseling yang didasari pehamanan masalah perilaku
manusia.
12
2. Membuat analisis “trend” masa depan dan ramalan akan akibat-
akibatnya.
3. Melakukan riset pendapat, sikap, dan harapan publik terhadap institusi
dan memberi saran tindakan-tindakan yang diperlukan institusi untuk
mengatasinya.
4. Menciptakan dan membina komunikasi dua arah berlandaskan kebenaran
dan informasi yang utuh.
5. Mencegah konflik dan salah pengertian.
6. Meningkatkan rasa saling hormat dan rasa tanggung jawab sosial.
7. Melakukan penyerasian kepentingan institusi terhadap kepentingan
umum.
8. Meningkatkan itikad baik institusi terhadap kepentingan umum.
9. Memperbaiki hubungan industrial.
10. Menarik tenaga kerja yang baik agar menjadi anggota dan mengurangi
keinginan anggota untuk keluar dari institusi.
11. Memasyarakatkan produk atau layanan.
12. Mengusahakan perolehan laba yang maksimal.
13. Menciptakan jati diri institusi.
13
14. Memupuk minat mengenai masalah-masalah nasional maupun
internasional.
15. Meningkatkan pengertian mengenai demokrasi.
2.1.1.3 Publik dalam Public Relations
Publik dalam public relations dapat diklasifikasikan dalam kategori yaitu:
(Ardianto & Soemirat, 2010:15)
1. Publik internal
Publik internal yaitu publik yang berada dalam organisasi atau
perusahaan seperti karyawan perusahaan, pemegang saham, dan direksi
perusahaan.
2. Publik eksternal
Publik eksternal tidak berkaitan langsung dengan perusahaan misalnya
pers, konsumen, pemasok, dan masyarakat di sekitar tempat usaha.
2.1.1.4 Tujuan Kegiatan Public Relations
Tujuan utama public relations adalah membangun kredibilitas dan
membangkitkan motivasi bagi publiknya. Tujuan tersebut dikategorikan sebagai
berikut: (Nova, 2011:52-53)
14
1. Performance objective
Public relations merupakan kegiatan komunikasi untuk
mempresentasikan citra perusahaan kepada publiknya serta melaksanakan
serangkaian kegiatan untuk membentuk dan memperkaya identitas dan
citra perusahaan.
2. Support of Consumer Market Objective
Kegiatan public relations digunakan untuk mengidentifikasi
permasalahan yang timbul sehubungan dengan kegiatan komunikasi yang
dilaksanakan oleh perusahaan dengan menitikberatkan pada identifikasi
tingkat kesadaran, sikap, dan persepsi konsumen terhadap produk yang
ditawarkan. Hasilnya dapat dijadikan pertimbangan untuk menerapkan
strategi pendekatan yang sesuai.
2.1.1.5 Sasaran Kegiatan Public Relations
Menurut H. Fanyol sasaran public relations yang dikutip Nova (2011:56-
57) adalah:
1. Building corporate identity and image
a. Membangun identitas dan citra perusahaan yang positif.
b. Mendukung kegiatan komunikasi timbal balik dua arah dengan
berbagai pihak.
15
2. Facing of crisis
Menangani keluhan dan menghadapi krisis yang terjadi dengan
membentuk manajemen krisis dan public relations recovery of image
yang bertugas memperbaiki lost of image and damage.
3. Promotion public causes
a. Mempromosikan yang menyangkut kepentingan publik.
b. Mendukung kegiatan kampanye sosial.
2.1.2 Merek
2.1.2.1 Definisi Merek
Menurut Webster’s merek adalah
“to mark with a stencil, as a box, cash, etc. in order to give a description of the contents or the name of manufacturer.“ we may assume for the ease of understanding that “brand” is refers to the particular name, logo, or design a manufacturer uses to identify its product.” (Wasesa 2011:7)
2.1.2.2 Cara Membangun Merek
Menurut Rangkuti (2009:5-8) membangun dan mengembangkan merek
memerlukan fondasi yang kuat. Cara untuk membangun merek antara lain:
16
1. Memiliki positioning yang tepat
Merek harus memiliki kategori yang spesifik. Membangun positioning
adalah menempatkan semua aspek dari brand value secara konsisten
sehingga selalu menjadi yang utama dimata konsumen. Keberhasilan
positioning tidak sekedar menemukan kata kunci atau ekspresi dari core
benefit suatu merek, tetapi lebih jauh lagi yaitu menjembatani keinginan
dan harapan sehingga dapat memuaskan konsumen. Positioning yang
tepat memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap produk yang
bersangkutan, perusahaan, tingkat persaingan, kondisi pasar serta
konsumen.
2. Memiliki brand value yang tepat
Semakin tepat positioning maka merek tersebut akan semakin kompetitif.
Untuk mengelolanya diperlukan brand value. Brand value mencerminkan
brand equity secara real sesuai dengan customer value-nya. Untuk
menggali customer value dapat dianalisa melalui metode-motode tertentu.
3. Memiliki konsep yang tepat
Pengembangan konsep selalu berubah sesuai dengan daur hidup produk.
Konsep yang baik dapat mengkomunikasikan semua elemen-elemen
brand value dan positioning yang tepat sehingga brand image dapat terus
ditingkatkan.
17
2.1.3 Citra
2.1.3.1 Definisi Citra
Banyak perusahaan maupun organisasi yang mengelola citra dengan
sangat sensitif dalam menghadapi publiknya yang semakin kritis. Dalam suatu
penelitian lebih dari 50% responden menganggap penting memelihara publik
yang baik. Saat ini perusahaan atau organisasi yang telah memahami pentingnya
memberi perhatian kepada publik untuk membangun suatu citra yang
menguntungkan tidak hanya dengan melepaskan diri terhadap terbentuknya suatu
kesan publik yang negatif. Dengan kata lain, citra perusahaan adalah fragile
commodity (komoditas yang rapuh). (Ardianto & Soemirat, 2010:111)
Citra merupakan salah satu aset terpenting. Karena citra adalah
bagaimana pihak lain memandang suatu perusahaan atau organsisasi maka citra
tersebut dengan sengaja diciptakan agar bernilai positif. Perusahaan harus
mengidentifikasi citra seperti apa yang ingin dibentuk di mata publiknya.
(Ardianto, 2011:62)
Definisi citra menurut beberapa ahli yaitu (Ardianto & Soemirat, 2010):
1. Menurut Bill Canton, citra adalah
image; the impression, the feeling, the conception which the public has of a company; a consciously created impression of as object, person or organization
(perasaan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan; kesan
dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi).
18
2. Menurut Frank Jefkins, citra secara umum adalah kesan seseorang atau
individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan
pengalamannya.
3. Menurut Phillip Kotler, citra adalah persepsi masyarakat terhadap
perusahaan maupun produknya. Citra dipengaruhi oleh banyak faktor di
luar kontrol perusahaan.
Jadi kesimpulan menurut penulis, citra adalah penilaian positif maupun
negatif atau pandangan masyarakat terhadap suatu produk yang dihasilkan
perusahaan serta dampak bagi lingkungan sekitar. Berbeda dengan reputasi yang
sudah tercipta di benak masyarakat dan konsumennya, citra sengaja dibentuk,
dirancang, dan diciptakan dari dalam perusahaan untuk mendapatkan suatu
penilaian.
2.1.3.2 Proses Pembentukan Citra
Untuk mengetahui citra seseorang terhadap suatu objek maka dapat
diketahui dari sikapnya terhadap objek tersebut. Menurut Solomon menyatakan
semua sikap bersumber pada organisasi kognitif-pada informasi dan pengetahuan
yang dimiliki. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi
yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan
perilaku tertentu tetapi cenderung mempengaruhi cara mengorganisasikan citra
kita terhadap lingkungan. (Ardianto & Soemirat, 2010:114)
19
Menurut John S. Nimpoeno dalam laporan penelitian tentang tingkah
laku konsumen, proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai
dengan pengertian sistem komunikasi dituangkan dalam gambar berikut:
(Ardianto & Soemirat, 2010:114)
Gambar 2.1 Model Pembentukan Citra
Sumber: Ardianto & Soemirat, 2010:115
Penjelasan gambar di atas yaitu public relations digambarkan sebagai
input-output proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra. Input
adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku
tertentu. Citra sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi-sikap.
(Ardianto & Soemirat, 2010:115)
Model pembentukan ini menunjukkan bagaimana stimulus yang berasal
dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus yang diberikan
pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika stimulus ditolak maka proses
selanjutnya tidak akan berjalan. Hal ini menunjukkan bahwa stimulus tersebut
tidak efektif dalam mempengaruhi individu karena tidak ada perhatian dari
20
individu tersebut. Sebaliknya jika stimulus diterima oleh individu berarti terdapat
komunikasi dan perhatian dari organisme atau dengan kata lain proses
selanjutnya dapat berjalan. (Ardianto & Soemirat, 2010:115)
Empat komponen persepsi-kognisi-motivasi-sikap diartikan sebagai citra
individu terhadap stimulus. (Ardianto & Soemirat, 2010:115)
Jika stimulus mendapat perhatian maka individu akan berusaha untuk
mengerti. Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap lingkungan yang
dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain individu akan
memberikan makna terhadap stimulus berdasarkan pengalamannya. Kemampuan
mempersepsi itu yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi atau
pandangan individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh stimulus
dapat memenuhi individu. (Ardianto & Soemirat, 2010:115-116)
Kognisi yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus.
Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti stimulus tersebut,
sehingga ia harus diberikan informasi-informasi yang cukup dan dapat
mempengaruhi perkembangan kognisinya. (Ardianto & Soemirat, 2010:116)
Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti yang
diinginkan oleh pemberi stimulus. Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang
yang mendorong keinginan untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai
suatu tujuan. (Ardianto & Soemirat, 2010:116)
21
Sikap adalah kecenderungan bertidak, berpersepsi, berpikir, dan merasa
dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap merupakan kecenderungan
untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu. (Ardianto & Soemirat, 2010:116)
Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap,
pendapat, tanggapan, atau perilaku tertentu. Untuk mengetahui bagaimana citra
suatu perusahaan di benak publiknya membutuhkan penelitian. Melalui
penelitian, perusahaan dapat mengetahu secara pasti sikap publik terhadap
lembaganya dan mengetahui apa yang disukai dan apa yang tidak disukai.
(Ardianto & Soemirat, 2010:116)
Berikut adalah gambar orientasi public relations yaitu image building
atau dapat dikatakan sebagai model komunikasi dalam public relations.
(Ardianto & Soemirat, 2010:117)
Gambar 2.2 Model Komunikasi
Sumber: Ardianto & Soemirat, 2010:118
22
2.1.3.3 Jenis Citra
Frank Jefkins mengemukakan jenis-jenis citra antara lain: (Ardianto &
Soemirat, 2010:117)
1. The mirror image (cerminan citra) adalah dugaan manajemen terhadap
publik eksternal dalam melihat perusahaannya.
2. The current image (citra masih hangat) adalah citra yang depata pada
publik eksternal yang berdasarkan pengalaman atau minimnya informasi
dan pemahaman publik eksternal.
3. The wish image (citra yang diinginkan) adalah prestasi yang diharapkan
oleh manajemen. Citra ini diaplikasikan untutk sesuatu yang baru
sebelum publik eksternal memperoleh informasi secara lengkap.
4. The multiple image (citra yang berlapis) adalah sejumlah individu, kantor
cabang atau perwakilan perusahaan lainnya dapat membentuk citra
tertentu yang belum tentu sesuai dengan keseragaman citra seluruh
perusahaan.
2.2 Teori Khusus
2.2.1 Strategi Public Relations
Strategi dalam public relations atau yang sering disebut bauran public
relations adalah sebagai berikut: (Nova, 2011:54-55)
23
1. Publications (publikasi)
Salah satu cara public relations untuk menyebarkan informasi, gagasan,
atau ide kepada publik. Contoh publikasi yaitu press release, review yang
dibuat oleh konsumen di situs-situs internet, dan segala sesuatu yang
sifatnya tidak berbayar.
2. Event (acara)
Bentuk kegiatan public relations dalam menyebarkan informasi kepada
publik. Misalnya kampanye public relations, seminar, dan lain-lain. Hal
ini berkatian dengan penyusunan program acara yang dapat dibedakan
menjadi:
a. Calendar event – regular event (kegiatan rutin)
b. Special event
Kegiatan khusus yang dilakukan pada momen-momen tertentu.
Contoh peluncuran atau launching produk baru.
3. News (berita)
Informasi yang disampaikan baik secara langsung maupun tidak dengan
tujuan informasi dapat sampai kepada publik dan mendapatkan feedback.
24
4. Corporate identity (identitas perusahaan)
Cara pandang publik terhadap segala sesuatu kegiatan usaha yang
dilakukan perusahaan. Citra yang terbentuk dapat positif maupun negatif,
hal ini tergantung dari upaya yang dilakukan perusahaan dan
mempertahankan citra perusahaan.
5. Community involvement (hubungan dengan publik)
Kegiatan yang dilakukan untuk membangun relasi dengan publik
(stakeholder, media, masyarakat sekitar, dan lain-lain)
6. Lobbying and negotiation (teknik lobi dan negosiasi)
Rencana yang dibuat oleh public relations baik yang jangka pendek
maupun panjang dalam rangka penyusunan anggaran. Perencanaan yang
matang akan membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik dan
meminimalisir kegagalan.
7. Social responsibility
CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan wacana yang
digunakan perusahaan dalam rangka mengambil peran untuk bersama-
sama melaksanakan aktifitas untuk mensejahterakan masyarakat di
sekitarnya.
25
2.2.2 Peran Public Relations
Sebagai suatu profesi tentunya seorang public relations memiliki peran
dalam menjalankan tugasnya. Dan menurut Nova berikut adalah peran seorang
public relations: (2011:58-59)
1. Penasehat ahli (expert precriber)
Seorang praktisi public relations yang berpengalaman dan memiliki
kemampuan tinggi dapat membantu mencari solusi dalam penyelesaian
masalah hubungan dengan publik. Praktisi public relations secara aktif
memberikan usulan pemecahan masalah dan manajemen organisasi
bertindak pasif untuk menerima atau mempercayai apa yang telah
diusulkan.
2. Fasilitator komunikasi (communication facilitator)
Praktisi public relations bertindak sebagai komunikator atau mediator
untuk membantu pihak manajemen dalam hal mendengarkan keinginan
dan harapan dari publiknya. Di pihak lain praktisi public relations harus
mampu menjelaskan kembali keinginan, kebijakan serta harapan
perusahaan terhadap publik. Sehingga terciptanya komunikasi dua arah
untuk saling pengertian, mempercayai, menghargai, mendukung, dan
toleransi.
26
3. Fasilitator proses pemecahan masalah (problem solving process
facilitator)
Public relations dalam proses pemecahan masalah merupakan bagian dari
tim manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan
perusahaan baik sebagai penasihat maupun mengambil tindakan atau
keputusan secara rasional dan professional.
4. Teknisi komunikasi (communication technician)
Berbeda dengan tiga fungsi sebelumnya yang berkaitan erat dengan
fungsi dan peran manajemen organisasi. Peran communication technician
menjadikan seorang public relations sebagai journalist in residence yang
hanya menyediakan layanan teknis komunikasi.
2.2.3 Loyalitas Konsumen
Definisi konsumen memberikan pandangan mendalam yang penting
untuk memahami mengapa perusahaan harus menciptakan dan memelihara
konsumen dan bukan hanya menarik pembeli. Definisi itu berasal dari kata
custom, yang didefinisikan sebagai “membuat suatu menjadi kebiasaan atau
biasa” dan “mempraktikkan kebiasaan.”
Konsumen adalah seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli.
Kebiasaan ini terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama
periode waktu tertentu. Tanpa adanya track record hubungan yang kuat dan
27
pembelian berulang, orang tersebut bukanlah konsumen melainkan pembeli.
(Griffin, 2005:31)
Menurut Griffin (2002:31) konsumen yang loyal adalah
When a customer is loyal, he or she exhibits purchase behavior defined as non-random purchase expressed over time by some decision-making unit.
Jadi loyalitas konsumen berbeda dengan perilaku pembelian berulang
(repeat purchasing behavior). Perilaku pembelian berulang adalah tindakan
pembelian berulang pada suatu produk atau merek yang lebih dipengaruhi oleh
faktor kebiasaan. Dalam loyalitas konsumen, tindakan berulang terhadap merek
tersebut dipengaruhi oleh kesetiaan terhadap merek. (Fajrianthi & Farrah,
2005:278-279)
Loyalitas konsumen yang nampak merupakan ukuran yang dapat
diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan keuntungan. Berbeda
dari kepuasan yang merupakan sikap, loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan
perilaku pembeli. Ciri-ciri konsumen yang loyal antara lain: (Griffin, 2005:31)
1. Melakukan pembelian berulang secara teratur
Melakukan pembelian ulang dapat diartikan datang dengan frekuensi
yang tinggi dan teratur. Misalnya seorang konsumen datang setiap hari
Sabtu berkunjung ke Sushi Tenkamado secara rutin.
28
2. Membeli antarlini produk
Produk dari Sushi Tenkamado berkembang dari waktu ke waktu dan
terciptalah menu ramen, makanan pembuka, dan makanan penutup.
Konsumen yang loyal pun akan mencoba produk-produk tersebut.
3. Mereferensikan pada orang lain
Ketika orang sudah puas terhadap layanan dan produk maka langkah
selanjutnya ia akan mereferensikan Sushi Tenkamado kepada orang-
orang di sekitarnya.
4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing
Pada kenyataannya banyak pesaing yang bergerak di bidang sejenis.
Seorang konsumen yang loyal mampu bertahan untuk tidak beralih ke
produk pesaing.
2.2.4 Siklus Pembelian
Setiap kali membeli konsumen bergerak melalui siklus pembelian:
(Griffin, 2005:18-20)
1. Menyadari produk
Langkah pertama menuju loyalitas dimulai dari kesadaran konsumen
akan sebuah produk. Pada tahap ini pembentukan “pangsa pikir”
29
dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam pikiran calon konsumen
bahwa produk yang dihasilkan lebih unggul daripada kompetitor.
Kesadaran ini dapat timbul dengan berbagai cara kegiatan pemasaran.
2. Melakukan pembelian awal
Pembelian pertama kali merupakan langkah penting dalam memelihara
loyalitas karena merupakan pembelian percobaan. Disinilah perusahaan
dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada konsumen dengan
produk yang diberikan, mudahnya transaksi pembelian aktual, hubungan
dengan pegawai, lingkungan fisik toko, dan bahkan ketika loading
halaman situs perusahaan atau kemudahan navigasi.
3. Evaluasi pasca-pembelian
Setelah pembelian dilakukan konsumen secara sadar maupun tidak sadar
akan mengevaluasi transaksi. Bila merasa puas atau ketidakpuasan tidak
terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan beralih
ke pesaing, langkah keputusan untuk membeli kembali merupakan
kemungkinan.
4. Keputusan untuk membeli kembali
Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting
bagi loyalitas konsumen daripada kepuasan. Keputusan untuk membeli
kembali merupakan langkah selanjutnya karena konsumen memiliki
ikatan emosional yang kuat terhadap produk. Motivasi membeli kembali
30
berasal dari tingginya sikap positif yang ditujukkan terhadap produk dan
menanamkan gagasan ke dalam pikiran konsumen bahwa produk kita
lebih unggul daripada produk pesaing.
5. Pembelian kembali
Langkah akhir yaitu pembelian kembali yang aktual. Untuk dapat menilai
tingkat loyalitas maka pembeli harus mengulangi langkah-langkah ketiga
hingga akhir berulang kali. Jika sudah mendapatkan konsumen yang
loyal maka pendekatan khusus terhadap konsumen harus dilakukan untuk
mempertahankannya.
Gambar 2.3 Siklus Pembelian
Sumber: Griffin, 2005:18
2.2.5 Tahapan Perkembangan Loyalitas
Setiap pembeli tumbuh menjadi konsumen yang loyal melalui beberapa
tahap dalam jangka waktu tertentu. Dengan mengenali setiap tahap dan
31
memenuhi kebutuhan tersebut, perusahaan memiliki peluang lebih besar untuk
mengubah pembeli menjadi konsumen yang loyal: (Griffin, 2005:35)
1. Suspect, meliputi orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa
perusahaan.
2. Prospect, adalah orang-orang yang membutuhkan produk dan memiliki
kemampuan membeli.
3. Disqulified Prospect, adalah prospek yang telah dipelajari untuk
mengetahui bahwa konsumen tidak membutuhkan atau tidak mempunyai
kemampuan untuk membeli suatu produk.
4. First Time Customers, adalah konsumen yang membeli untuk pertama
kalinya, mereka masih menjadi konsumen baru.
5. Repeat Customers, adalah konsumen yang telah melakukan pembelian
suatu produk sebanyak dua kali atau lebih.
6. Clients, adalah pembeli semua produk yang ditawarkan perusahaan dan
yang dapat ia gunakan. Biasanya dilakukan secara teratur.
7. Advocates, seperti clients, membeli seluruh produk yang ditawarkan yang
ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Akan tetapi
mereka mendorong orang lain agar membeli produk tersebut, menunjang
pemasaran, dan membawa konsumen.
32
2.2.6 Jenis Loyalitas
4 (empat) jenis loyalitas yang muncul bila keterikatan rendah dan tinggi
diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi:
(Griffin, 2005:21-24)
1. Tanpa loyalitas
Untuk beberapa alasan beberapa konsumen tidak mengembangkan
loyalitas terhadap suatu produk. Perusahaan sebaiknya menghindari
sasaran pembeli jenis ini karena mereka tidak akan pernah menjadi
konsumen yang loyal atau dengan kata lain kontribusi terhdap perusahaan
sedikit.
2. Loyalitas yang lemah
Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang
tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah. Konsumen membeli karena
kebiasaan. Tipe ini rentan beralih ke produk pesaing yang dapat
menunjukkan manfaat yang jelas. Akan tetapi perusahaan dapat
mengubah loyalitas lemah ke dalam bentuk yang lebih tinggi dengan
pendekatan secara aktif kepada konsumen dan meningkatkan diferensiasi
positif mengenai produk dibanding dengan produk pesaing.
33
3. Loyalitas tersembunyi
Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian
berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi. Bila
konsumen memiliki loyalitas tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan
pengaruh sikap yang menentukan pembelian berulang. Dengan
memahami faktor situasi yang berkotribusi pada loyalitas jenis ini
perusahaan dapat menggunakan strategi khusus untuk menghadapinya.
4. Loyalitas premium
Jenis loyalitas ini yang paling dapat ditingkatkan. Terjadi apabila ada
tingkat keterkaitan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang
tinggi juga. Pada tingkat paling tinggi tersebut orang bangga karena
menemukan dan menggunakan produk tertentu dan senang
menginformasikannya kepada orang lain.
Tabel 2.1 Empat Jenis Loyalitas
Sumber: Griffin, 2005:22
34
2.2.7 Hubungan Citra dengan Loyalitas Konsumen
Salah satu faktor yang berpegaruh terhadap loyalitas yaitu citra. Citra
merek dapat menimbulkan hal yang positif maupun negatif terhadap produk.
Menurut Schiffman dan Kanuk yang dikutip Fajrianthi & Farrah, citra positif
dapat membantu konsumen untuk menolak aktifitas yang dilakukan oleh pesaing
dan menyukai aktifitas yang dilakukan oleh merek yang disukainya serta selalu
mencari informasi yang berkaitan. (Fajrianthi & Farrah, 2005:286)
Citra merek berkaitan dengan asosiasi merek. Kesan yang muncul dalam
ingatan konsumen meningkat seiring dengan semakin banyaknya pengalaman
konsumen dalam mengkonsumsi merek tersebut. Selanjutnya, ketika asosiasi-
asosiasi dari merek tersebut saling berhubungan semakin kuat maka citra yang
terbentuk juga akan semakin kuat. Menurut Durianto, dkk yang dikutip dalam
Fajrianthi & Farrah, hal tersebut yang mendasari konsumen untuk melakukan
pembelian kembali dan menjadi loyal. Jadi dapat dikatakan citra yang baik dari
suatu merek dapat mengarahkan pada loyalitas konsumen terhadap suatu merek.
(Fajrianthi & Farrah, 2005:287)
Penting bagi perusahaan untuk membangun citra dari merek yang
dihasilkannya, agar dapat dipersepsikan dengan baik oleh konsumen. Dengan
tujuan merek tersebut dapat berkembang menjadi merek yang kuat di pasaran.
Karena itu, keberhasilan produk hasil perluasan merek ini tidak lepas dari
reputasi yang dibangun atas kualitas yang diberikan merek tersebut. (Fajrianthi &
Farrah, 2005:287)
35
Selain citra, jenis produk juga mempengaruhi loyalitas konsumen. Produk
yang tergolong durable goods lebih mudah mencapai loyalitas merek bila
dibandingkan produk yang tergolong consumer goods. Hal itu dikarenakan
adanya faktor keterlibatan dan proses evaluasi yang tinggi dalam pembelian
durable goods. Karena itu, dibutuhkan upaya yang berbeda saat melakukan
perluasan merek terhadap produk durable goods dengan produk consumer goods.
Faktor-faktor yang telah dikemukakan harus diperhatikan oleh para produsen.
Tanpa pengelolaan yang tepat terhadap faktor-faktor tersebut, strategi perusahaan
dalam melakukan perluasan merek akan gagal bahkan loyalitas konsumen pada
merek tidak dapat tercipta. (Fajrianthi & Farrah, 2005:287)
2.3 Penelitian Sebelumnya
1. Kesimpulan dari jurnal berjudul “Hubungan antara Loyalitas Pelanggan
dengan Kepuasan Pelanggan” (Myrza Rahmanita dan Kusmayadi, Jurnal
Ilmiah Pariwisata,Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Juli 2003, Volume 8, Nomor 2) yaitu
berusaha mengungkapkan hubungan antara kepuasan dan loyalitas,
menginvestigasi manfaat dari kesetiaan konsumen, mengidentifikasi
keuntungan yang dihasilkan para konsumen, dan mengevaluasi kinerja
saat ini. Riset ini dilakukan terhadap sejumlah contoh dari konsumen
sasaran yang nama-namanya diperoleh dari database hotel.
36
Hubungan jurnal tersebut dengan penelitian penulis adalah sama-sama
meneliti apakah konsumen yang merasa puas dapat disimpulkan sebagai
loyalitas konsumen. Hasil studi yang diperoleh mengidentifikasi bahwa
hubungan antara kepuasaan dan kesetiaan adalah non-linier.
2. Kesimpulan jurnal berjudul “Analisis Pengaruh Citra Supermarket
terhadap Loyalitas Konsumen” (Riana Iswari dan Retno Tanding
Suryandari, Jurnal Bisnis dan Manajemen, 2003, Volume 3, Nomor 2)
yaitu penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen supermarket
mempertimbangkan keseluruhan dimensi citra supermarket untuk
mewujudkan loyalitas mereka, yaitu dengan melakukan pembelian
berulang dan merekomendasikan kepada orang lain. Dimensi yang
berpengaruh langsung antara lain dimensi harga dan layanan sedangkan
dimensi lingkungan fisik tidak berpengaruh signifikan.
Hubungan jurnal tersebut dengan penelitian penulis memiliki kesamaan
prinsip yaitu citra menjadi tombak utama suatu usaha yang mementukan
perilaku konsumen. Diantaranya yaitu pembelian berulang dan
merekomendasi kepada orang lain yang merupakan indikasi konsumen
yang loyal.