bab 3 prosedur dan metodologi 3.1 permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/bab3/2011-1-00327-if 3.pdf ·...

26
53 BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat pada sebuah citra. Menurut Liu et al.(2008, p1), ada dua kelemahan utama yang didapat ketika menggunakan sistem CBIR. Yang pertama dalam penggunaan informasi yang bersifat low level untuk ekstraksi fitur, indexing, dan kueri dalam sistem CBIR. Masalah terjadi ketika pengguna melakukan kueri dalam sistem pencarian. Akan terjadi kesenjangan semantik pada saat pencarian dilakukan, dimana pengguna akan melakukan pencarian dalam bentuk kata-kunci (fitur high level ) dan dibandingkan dengan fitur low level hasil proses dari sebuah citra. Kesenjangan semantik adalah perbedaan intepretasi sebuah citra dari sudut pandang pengguna (bersifat high level ) dengan sudut pandang sistem (bersifat low level , karena diperoleh langsung dari citra yang bersangkutan) dimana hasil pemrosesan merupakan hasil pengolahan citra piksel demi piksel. Sehingga hasil pencarian kurang mewakili maksud dari pengguna. Yang kedua ada pada teknik pencarian yang dilakukan, CBIR pada umumnya menggunakan sistem kueri-dengan-contoh dimana pengguna perlu memasukkan parameter-parameter yang dibutuhkan sistem untuk melakukan proses pencarian (biasanya berupa citra yang mirip dengan citra yang dikehendaki). Bandingkan dengan sistem kueri-dengan-kata-kunci, dimana

Upload: vannga

Post on 21-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

53  

BAB 3

PROSEDUR DAN METODOLOGI

3.1 Permasalahan

CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu

bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini

menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

pada sebuah citra. Menurut Liu et al.(2008, p1), ada dua kelemahan utama yang

didapat ketika menggunakan sistem CBIR. Yang pertama dalam penggunaan

informasi yang bersifat low level untuk ekstraksi fitur, indexing, dan kueri dalam

sistem CBIR. Masalah terjadi ketika pengguna melakukan kueri dalam sistem

pencarian. Akan terjadi kesenjangan semantik pada saat pencarian dilakukan,

dimana pengguna akan melakukan pencarian dalam bentuk kata-kunci (fitur high

level) dan dibandingkan dengan fitur low level hasil proses dari sebuah citra.

Kesenjangan semantik adalah perbedaan intepretasi sebuah citra dari sudut pandang

pengguna (bersifat high level) dengan sudut pandang sistem (bersifat low level,

karena diperoleh langsung dari citra yang bersangkutan) dimana hasil pemrosesan

merupakan hasil pengolahan citra piksel demi piksel. Sehingga hasil pencarian

kurang mewakili maksud dari pengguna. Yang kedua ada pada teknik pencarian

yang dilakukan, CBIR pada umumnya menggunakan sistem kueri-dengan-contoh

dimana pengguna perlu memasukkan parameter-parameter yang dibutuhkan sistem

untuk melakukan proses pencarian (biasanya berupa citra yang mirip dengan citra

yang dikehendaki). Bandingkan dengan sistem kueri-dengan-kata-kunci, dimana

Page 2: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

54  

pengguna hanya perlu memasukkan kata-kunci yang diharapkan muncul sebagai

konten di dalam citra yang dikehendaki. Dari sisi kemudahan, kueri-dengan-kata-

kunci menawarkan cara yang lebih alami untuk melakukan pencarian dibandingkan

kueri-dengan-contoh yang membutuhkan citra lain sebagai bahan pembandin g

untuk pencarian. Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan

pengguna memasukkan kata-kunci yang diharapkan muncul sebagai konten dari

citra yang dinginkan, sedangkan kueri-dengan-contoh membutuhkan pengguna

memasukkan citra pembanding untuk melakukan pencarian, tentu saja hal ini

menyulitkan karena tidak setiap saat pengguna selalu memiliki citra untuk

melakukan pencarian sesuai yang dinginkan. (Zhang, 2003, p4) menyatakan dari

karya ilmiah akhir-akhir ini ada perubahan kecenderungan sistem dari kueri-

dengan-contoh menjadi kueri-dengan-kata-kunci.

Teknik lainnya yang pernah diajukan dalam pencarian citra adalah pencarian

citra berdasarkan anotasi. Citra-citra tersebut akan di tag dengan keyword / kata

kunci secara manual oleh manusia berdasarkan pada pengertian manusia terhadap

konten yang ada pada citra. Memang dengan teknik ini akan membantu

meningkatkan akurasi pencarian citra. Namun melakukan tag atau memberi kata

kunci pada citra membutuhkan waktu yang panjang dan membutuhkan campur

tangan manusia untuk melakukannya. Teknik tersebut lebih dikenal dengan nama

Manual Image Annotation ( Zhang, 2003, p9).

Penelitian kembali dilanjutkan dan menghasilkan teknik pencarian citra

dengan mengesktrak fitur yang ada pada citra. Pengembangan teknik ini dilakukan

secara semi automatic. Dengan teknik ini, pengguna dapat mencari citra dengan

Page 3: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

55  

mudah, dimana sistem pencari citra tersebut akan menampilkan citra dengan fitur

yang telah dilatih sebelumnya ke sistem sehingga menghasilkan tag yang secara

otomatis telah ada. Selain itu, jika terdapat kesalahan tagging, sistem akan meminta

feedback dari pengguna untuk mengoreksi tag yang telah ada. Teknik seperti ini

akan meningkatkan efisiensi waktu menjadi lebih baik dibanding teknik

sebelumnya, namun tetap membutuhkan peran pengguna dan menghabiskan waktu

yang lama. Sistem tag pun akan menjadi rentan terhadap perubahan dan kebenaran

tagging diragukan karena pengguna diberi hak untuk mengubah tag yang telah ada

sebelumnya. Teknik tersebut dikenal sebagai teknik Semi-Automatic Image

Annotation (Varytimidis, 2008, pp1-8). Teknik tersebut memerlukan fitur yang

tepat untuk mendeskripsikan citra yang ada. Fitur-fitur yang dapat digunakan dapat

berupa warna, citra, dan tekstur. Untuk memperoleh informasi data fitur yang lebih

lengkap tentu dibutuhkan fitur fitur yang tepat yang semuanya digabungkan.

Namun masalah kembali muncul jika fitur citra yang diambil terlalu besar sehingga

memperlambat proses pencarian citra. Oleh karena itu, perlu adanya reduks i

dimensi fitur guna mempercepat proses pencarian citra.

Teknik anotasi citra otomatis akan membantu proses pencarian citra menjadi

lebih cepat karena teknik ini tidak memerlukan keterlibatan pengguna dalam tag

citra. Sehingga fitur akan diekstraksi secara otomatis, yang kemudian dilatih ke

dalam sistem. Tentu dibutuhkan fitur yang tepat guna mendeskripsi informasi pada

citra, yaitu salah satunya fitur warna. Fitur warna dapat direpresentasikan dalam

histogram warna. Keuntungan dari fitur ini adalah dapat diaplikasikan pada semua

citra berwarna. Untuk otomatisasi, digunakan machine learning salah satunya

Page 4: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

56  

dengan SVM (Support Vector Machine). SVM ini yang nantinya akan dilatih agar

menghasilkan klasifikasi objek-objek di dalam citra kedalam label-label tertentu.

Hasil klasifikasi akan disimpan kedalam metadata untuk sebuah citra. Ketika proses

pencarian dilakukan, maka sistem akan mecari kedalam metadata untuk

menemukan kata yang dimaksud, jika ditemukan maka sistem akan menampilkan

citra yang memiliki metadata tersebut.

Page 5: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

57  

3.2 Metodologi

Gambar 3.1 Metodologi Sistem

Page 6: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

58  

Disini dibagi kerja sistem menjadi 3 bagian yaitu, Pelatihan, Klasifikasi, dan

Pencarian. Pada sistem ini juga terdapat bagian offline (tidak melibatkan pengguna)

dan bagian online (melibatkan pengguna). Pelatihan dilakukan secara offline dan

klasifikasi serta pencarian dilakukan secara online. Pada bagian Pelatihan, sejumlah

citra akan digunakan sebagai masukan dasar untuk sistem agar membentuk model

pengetahuan yang nantinya akan digunakan dalam mengklasifikasikan objek di

dalam citra pada bagian Klasifikasi. Sedangkan pada bagian Klasifikasi, sejumlah

citra akan digunakan untuk menghasilkan anotasi atau label setiap objek yang ada di

dalam citra-citra tersebut. Anotasi ini akan disimpan kedalam file jenis xml yang

akan digunakan sebagai metadata dari basis data. Metadata ini akan digunakan

untuk melakukan proses Pencarian. Pada bagian Pencarian, pengguna akan

memasukkan kata-kunci yang mewakili konten yang dikehendaki ada pada sebuah

citra, sistem kemudian akan menampilkan hasil-hasil yang mengandung kata-kunci

yang dimasukkan oleh pengguna.

3.2.1 Pelatihan Citra (Image Training)

Tujuan dari tahap pelatihan ini adalah agar terbentuk model pengetahuan

yang nantinya dijadikan kemampuan ”berpikir” dari sistem anotasi ini. Pada

tahap pelatihan, sejumlah citra yang mewakili sebuah objek dengan labelnya

akan dimasukkan ke dalam SVM sehingga terbentuk pola pengetahuannya untuk

objek tersebut. Disini dimasukkan sejumlah kelas label dengan tujuan nantinya

sistem klasifikasi dapat mengenali beberapa jenis kelas sesuai jumlah kelas yang

dilatih kedalam sistem.

Page 7: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

59  

Urutan dari proses pelatihan ini adalah mula-mula citra yang akan

digunakan sebagai materi pelatihan dimasukkan ke dalam sistem. Sistem

kemudian memproses citra yang dimasukkan ini dengan me-resize ukuran citra

sehingga diperoleh ukuran citra yang sama selama proses dilakukan. Tujuan

resize ini adalah agar diperoleh hasil yang lebih optimal dan konsisten. Optimal

berarti memungkinkan sistem untuk berkerja lebih cepat. Kemudian sistem akan

melanjutkan proses ke tahap ekstraksi fitur. Disini “sidik jari” dari citra akan

direkam dan disimpan dalam fitur vektor. Fitur vektor merupakan kumpulan

fitur-fitur yang telah diindeks dengan urutan tertentu sehingga setiap citra akan

memiliki nilai fitur vektor yang relatif berbeda satu sama lainnya pada indeks-

indeks yang ada. Kemudian untuk setiap kelas label, digunakan sejumlah citra

yang berbeda, tujuannya agar sistem bersifat fleksibel terhadap perbedaan kecil

yang terjadi sehingga lebih toleran terhadap perbedaan atau perubahan.

Sekumpulan fitur vektor untuk sebuah kelas label kemudian dimasukkan

kedalam SVM sehingga SVM membentuk pola khusus untuk label tersebut.

Proses ini diulang sejumlah label yang ingin diajarkan kepada sistem. Hasil

akhirnya berupa model pengetahuan untuk berbagai label dengan

karakteristiknya ( kumpulan fitur vektor) masing-masing.

Page 8: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

60  

3.2.1.1 Sebelum Pengolahan (Preprocessing)

Input :

Gambar 3.2 Citra dengan Resolusi 1024 x 769

Proses :

Tahap ini memegang peranan penting dalam keberhasilan sistem

mengenali ciri dari sebuah objek. Sebelum melakukan ekstraksi fitur, dilakukan

preprocessing berupa resize. Pengubahan ukuran citra bertujuan agar citra-

citra yang nantinya akan diambil fiturnya lebih konstan dalam ukuran, sehingga

tidak terdapat error dari perbedaan ukuran citra, sekaligus memudahkan dalam

mengindeksan fitur vektornya. Selain itu pengubahan ukuran citra akan

mempercepat pemrosesan citra. Disini citra di-resize menjadi ukuran 250 piksel

x 250 piksel ( berbentuk bujur sangkar). Resize dengan ukuran 250 piksel x 250

piksel bertujuan untuk menyeragamkan ukuran citra yang berbeda-beda serta

untuk menghemat ruang penyimpanan, biaya komputasi menjadi lebih kecil

Page 9: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

61  

(sistem dapat bekerja lebih cepat) dibandingkan jika tidak di-resize,dan tingkat

error dalam pengindeksan menjadi lebih rendah, karena ukuran citra satu

dengan yang lainnya sama (Ghandi, 2009, p188).

Output :

Gambar 3.3 Citra keluaran dengan Resolusi 250 x 250

3.2.1.2 Ekstraksi Fitur (Feature Extraction)

Input :

Gambar 3.4 Citra masukan dengan Resolusi 250 x 250

Page 10: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

62  

Proses :

Fitur yang digunakan adalah warna, yang direpresentasikan dengan

histogram warna dan color moment. Warna merupakan fitur yang umum

digunakan sebagai fitur vektor dari sebuah citra (Huang, 1997, p1). Histogram

warna dari sebuah citra hampir merupakan sebuah “sidik jari” dari citra dan

perbedaan histogram antar citra dapat digunakan untuk pencarian citra dalam

basis data (Duckley, 2003, p40). Keuntungan histogram warna adalah mudah

untuk dihitung dan tidak rentan terhadap perubahan orientasi sudut pandang.

Peggunaan fitur sendiri merupakan salah satu variabel penelitian, dimana

nantinya akan terlihat fitur yang paling optimal untuk digunakan di dalam

sistem ini. Adapun beberapa fitur warna yang digunakan antara lain, ruang

warna (color space) digunakan HSV, RGB, dan RGBL dikombinasikan dengan

fitur momen warna (color moment) . Dimana dengan kombinasi ini, diharapkan

keakuratan sistem dalan hal pengenalan warna menjadi lebih baik dibandingkan

hanya menggunakan RGB saja tanpa melakukan perhitungan empiris untuk

ruang warna yang lainnya dan menjadi lebih toleran terhadap noise yang ada

pada sebuah citra yang akan di proses.

Citra setelah melalui tahap preprocessing maka akan dilakukan ekstraksi

fitur berupa histogram warna sebesar 32 bins dengan atau tanpa color moment

dan diindeks kedalam file khusus yang digunakan sejumlah 96 dimensi untuk

ruang warna HSV, 96 dimensi untuk ruang warna RGB, 128 dimensi untuk

ruang warna RGBL . Untuk color moment terdiri dari 12 dimensi untuk

RGBL( 4 dimensi untuk mean, 4 dimensi untuk variance, dan 4 dimensi untuk

Page 11: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

63  

gradient) dan 9 dimensi untuk HSV atau RGB (3 dimensi untuk mean, 3

dimensi untuk variance, dan 3 dimensi untuk gradient).

Nilai histogram diderivasi hanya dari jumlah piksel-piksel yang berwarna

selain hitam pekat (intensitas piksel bernilai 0 di dalam sebuah citra . Hal ini

dilakukan karena selama proses pelatihan, kumpulan citra-citra merupakan

hasil segmentasi dari sebuah citra yang utuh. Misalnya jika mau melatih label

“gunung” maka kumpulan citra-citra yang akan digunakan dalam proses

pelatihan hanya merupakan citra-citra hanya diambil segmen gunungnya saja,

sedangkan area sisa disekitarnya diubah nilainya menjadi 0. Ini bertujuan agar

proses pengenalan menjadi lebih akurat. Pada bagian normalisasi, proses

perhitungan nilai histogram hanya memperhitungkan intensitas piksel selain

nilai 0, ini bertujuan agar setiap citra dapat dihitung dengan adil. Jika

memperhitungkan nilai 0, maka nilai histogram akan menjadi tidak akurat,

sebab setiap segmen citra yang akan digunakan dalam tahap pengenalan,

memiliki area sisa (yang tidak diproses) yang berbeda-beda. Contohnya :

segmen gunung dari satu citra dengan citra yang lainnya tentu berbeda-beda

ukurannya, sehingga area sisa untuk setiap citra juga berbeda-beda, ada yang

banyak dan ada yang sedikit. Dengan menghilangkan piksel dengan nilai 0 di

setiap citra, maka hasil perhitungan nilai histogram akan menjadi lebih akurat.

Page 12: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

64  

Output :

Gambar 3.5 Fitur vektor HSV yang akan di training

3.2.1.3 Pelatihan SVM (SVM Training)

Input :

Gambar 3.6 Kumpulan Fitur Vektor HSV yang telah terindeks

Proses :

Machine learning yang digunakan disini adalah berjenis supervised

machine learning, yaitu SVM (Support Vector Machine). Adapun tujuan

digunakannya machine learning disini adalah untuk mengotomatisasi

pengklasifikasian jenis objek yang disimbolkan dengan sekumpulan kata.

Selama ini SVM dikenal sebagai binerize machine learning, yakni machine

learning yang hanya dapat membagi kelasnya menjadi 2 kelas ( kelas positif

Page 13: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

65  

dan kelas negatif). Dengan mengikuti perkembangan terkini dalam SVM,

akhirnya digunakan multi-class SVM. Dengan multi-class SVM ini, dapat

digunakan untuk membentuk lebih dari 2 kelas yang merupakan model

pengetahuan dalam menentukan label yang cocok untuk suatu objek.

Sebelum kumpulan fitur vektor dari sebuah objek di citra di latih ke

dalam SVM, fitur vektor tersebut di scale terlebih dahulu. Keuntungan meng-

scale nilai-nilai tersebut untuk menghindari atribut dalam rentang nilai yang

lebih besar mendominasi atribut dengan rentang nilai yang lebih kecil, juga

untuk menghindari kesulitan numerik pada saat kalkulasi. Karena nilai kernel

biasanya tergantung pada inner product dari fitur vektor.

Kemudian kumpulan fitur vektor dari setiap label di-map kedalam ruang

k-dimensi. K merupakan jumlah fitur vektor yang digunakan pada sebuah

objek. Sebagai ilustrasi, jika fitur vektor yang digunakan sebanyak 3 buah,

maka dapat digambarkan dengan meletakkan salah satu objek ke dalam ruang

3 dimensi. Nantinya setiap objek akan memiliki “koordinat” masing-masing

sesuai fitur vektornya.

Pemilihan kernel juga merupakan salah satu faktor yang penting, kernel

digunakan untuk membuat hyperplane pada SVM sebagai classifier. Dalam

kasus ini digunakan kernel RBF (Radial Basis Function) yang tergolong kernel

non-linear. Tujuan digunakannya kernel non-linear adalah agar nantinya hasil

pengklasifikasiannya dapat lebih akurat, karena tidak terhambat oleh

kekurangan dari kernel linear. Kernel linear hanya dapat membentuk

hyperplane yang berbentuk garis lurus saja, sehingga memungkinkan terjadi

Page 14: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

66  

kesalahan dalam pengklasifikasian objek. Dengan kernel non-linear akan

didapat hyperplane yang tidak berupa garis lurus, sehingga tingkat kesalahan

yang mungkin terjadi akan lebih kecil dibandingkan dengan kernel linear.

Output :

Gambar 3.7 Image Model berupa informasi Support Vector

3.2.2 Klasifikasi Citra (Image Classification)

Pengguna memberikan inputan citra dengan tujuan mendapat label dari

objek-objek yang ada di dalam citra sesuai dengan jenis kelas yang terdapat

dalam mesin pembelajaran.

Adapun urutan prosesnya berupa preprocessing dari citra inputan dengan

tujuan agar hasilnya lebih optimal dan konsisten. Dari tahap preprocessing, citra

kemudian disegmentasi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, bagian-bagian

ini dimaksudkan dengan pemisahan objek-objek yang ada di dalam citra agar

berdiri sendiri dan dapat di proses masing-masing. Setelah itu, masing-masin g

Page 15: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

67  

objek ini akan diambil fiturnya dan disimpan ke dalam fitur vektor. Fitur vektor

inilah yang nantinya digunakan dalam tahap klasifikasi untuk mengklasifikasikan

label dari objek, label didapat dengan membandingkan fitur vektor dari citra

yang diberikan oleh pengguna dengan model pengetahuan yang telah terbentuk

dari proses pelatihan sebelumnya.

3.2.2.1 Sebelum Pengolahan (Preprocessing)

Input :

Gambar 3.8 Citra dengan Resolusi 1024 x 768

Proses :

Tahap ini memegang peranan penting dalam keberhasilan sistem

mengenali ciri dari sebuah objek. Sebelum melakukan ekstraksi fitur, dilakukan

preprocessing berupa resize. Pengubahan ukuran citra bertujuan agar citra-

citra yang nantinya akan diambil fiturnya lebih konstan dalam ukuran, sehingga

Page 16: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

68  

tidak terdapat error dari perbedaan ukuran citra, sekaligus memudahkan dalam

mengindeksan fitur faktornya. Disini citra di-resize menjadi ukuran 250 piksel

x 250 piksel (berbentuk bujur sangkar). Resize dengan ukuran 250 piksel x 250

piksel bertujuan untuk menyeragamkan ukuran citra yang berbeda-beda serta

untuk menghemat ruang penyimpanan, biaya komputasi menjadi lebih kecil

(sistem dapat bekerja lebih cepat) dibandingkan jika tidak di-resize, dan tingkat

error dalam pengindeksan menjadi lebih rendah, karena ukuran citra satu

dengan yang lainnya sama (Ghandi, 2009, p188). Perbedaan tahap

preprocessing pada pelatihan citra dengan preprocessing pada klasifikasi citra

adalah pada citra yang menjadi masukkan pada masing-masing tahap.

Output :

Gambar 3.9 Citra Keluaran yang Resolusi 250 x 250

Page 17: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

69  

3.2.2.2 Segmentasi (Segmentation)

Input :

Gambar 3.10 Citra Masukkan yang Resolusi 250 x 250

Proses :

Di tahap ini segementasi dilakukan dengan algoritma k-means. Adapun

segmentasi k-means merupakan region based segmentation, dimana hasil

segmentasi nantinya berupa region dengan bentuk ataupun batasan yang

bersifat acak atau random, tergantung dari bentuk penyebaran warna pada

sebuah citra. Proses pada segmentasi dengan algoritma k-means sendiri disini

dibatasi dengan menentukan k (jumlah kelas) sebesar 3. Proses segmentasi

berulang maksimal hingga ditemukan posisi sentroid lama dan sentroid baru

yang tidak berbeda jauh dan terbentuk 3 kelas, maka proses segmentasi telah

selesai. Urutan proses dalam segmentasi dengan k-means clustering berbasis

warna adalah sebagai berikut:

Klasifikasikan warna dalam ruang warna RGB atau hsv (hasil yang

paling optimal didapatkan setelah dilakukan penelitian lebih lanjut) dilakukan

Page 18: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

70  

dengan 3-means clustering. Disini digunakan 3-means clustering karena

pertimbangan bahwa didalam suatu citra landscape terdiri dari rata-rata 3 objek

dan penentuan jumlah k yang terlalu banyak atau tidak sesuai dapat

mengakibatkan akurasi menjadi menurun (Pham, 2006, p41).

Setelah didapatkan klaster-klaster, selanjutnya untuk setiap objek di

dalam citra inputan dan setiap piksel di dalam citra dilabel dengan index

klaster. Sehingga secara tidak langsung terbentuk kelas-kelas yang

berkorespondensi dengan objek-objek yang ada di dalam citra yang berupa

matriks citra yang berisi indeks klaster.

Gambar 3.11 Matriks Citra yang berisi Indeks Klaster

Untuk ilustrasi, proses masking sebelum citra dipecah berdasarkan

jumlah objek yang ditemukan di dalam citra berupa:

Page 19: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

71  

Gambar 3.12 Visualisasi Citra yang berisi Indeks Klaster

Setelah masking, maka akan dibentuk citra-citra baru sejumlah objek

yang berhasil ditemukan di dalam citra awal. Untuk kasus disini, menjadi 3

kelas citra baru.

Output:

Gambar 3.13 Citra- Citra Hasil Segmentasi

Page 20: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

72  

3.2.2.3 Ekstraksi Fitur (Feature Extraction)

Input :

Gambar 3.14 Citra – Citra Hasil Segmentasi

Proses :

Fitur yang digunakan adalah warna, yang direpresentasikan dengan

histogram warna dan color moment. Warna merupakan fitur yang umum

digunakan sebagai fitur vektor dari sebuah citra ( Huang, 1997, p1). Histogram

warna dari sebuah citra hampir merupakan sebuah “sidik jari” dari citra dan

perbedaan histogram antar citra dapat digunakan untuk pencarian citra dalam

basis data (Duckley, 2003, p40). Keuntungan histogram warna adalah mudah

untuk dihitung dan tidak rentan terhadap perubahan orientasi sudut pandang.

Page 21: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

73  

Peggunaan fitur sendiri merupakan salah satu variabel penelitian, dimana

nantinya akan terlihat fitur yang paling optimal untuk digunakan di dalam

sistem ini. Adapun beberapa fitur warna yang digunakan antara lain, ruang

warna (color space) digunakan HSV, RGB, dan RGBL dikombinasikan dengan

fitur momen warna (color moment) . Dimana dengan kombinasi ini, diharapkan

keakuratan sistem dalan hal pengenalan warna menjadi lebih baik dibandingkan

hanya menggunakan RGB saja tanpa melakukan perhitungan empiris untuk

ruang warna yang lainnya dan menjadi lebih toleran terhadap noise yang ada

pada sebuah citra yang akan di proses.

Citra setelah melalui tahap preprocessing maka akan dilakukan ekstraksi

fitur berupa histogram warna sebesar 32 bins dengan atau tanpa color moment

dan diindeks kedalam file khusus yang digunakan sejumlah 96 dimensi untuk

ruang warna HSV, 96 dimensi untuk ruang warna RGB, 128 dimensi untuk

ruang warna RGBL . Untuk color moment terdiri dari 12 dimensi untuk RGBL

( 4 dimensi untuk mean, 4 dimensi untuk variance, dan 4 dimensi untuk

gradient) dan 9 dimensi untuk HSV atau RGB (3 dimensi untuk mean, 3

dimensi untuk variance, dan 3 dimensi untuk gradient).

32 dimensi ini berarti rentang nilai warna yang bernilai 0 sampai dengan

255 disimpan kedalam 32 bin (kelompok nilai) dengan nilai 0-7,8-15,16-31, dst

sebanyak 32 kelompok nilai. Semakin banyak bin yang digunakan sebagai fitur

vektor, semakin unik pula polanya, tetapi memiliki kompensasi semakin besar

pula nilai yang akan diindeks ke dalam fitur vektor yang mengakibatkan ruang

penyimpanan yang bertambah. Dengan digunakan 32 bin diharapkan kinerja

Page 22: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

74  

sistem menjadi lebih baik dalam hal diferensiasi pola warna dan ruang

penyimpanan yang tidak terlalu besar. Bayangkan jika menggunakan 256 bin (1

rentang warna disimpan sebagai 1 bin) yang berarti dimensi fitur vektor

menjadi 256 X 4 = 1024. Tentu akan sangat menyita kapasitas ruang

penyimpanan, belum lagi waktu komputasi yang dibutuhkan untuk sebuah citra

menjadi berlipat ganda.

Nilai histogram diderivasi hanya dari jumlah piksel-piksel yang berwarna

selain hitam pekat (intensitas piksel bernilai 0 di dalam sebuah citra . Hal ini

dilakukan karena selama proses pelatihan, kumpulan citra-citra merupakan

hasil segmentasi dari sebuah citra yang utuh. Misalnya jika mau melatih label

“gunung” maka kumpulan citra-citra yang akan digunakan dalam proses

pelatihan hanya merupakan citra-citra hanya diambil segmen gunungnya saja,

sedangkan area sisa disekitarnya diubah nilainya menjadi 0. Ini bertujuan agar

proses pengenalan menjadi lebih akurat. Pada bagian normalisasi, proses

perhitungan nilai histogram hanya memperhitungkan intensitas piksel selain

nilai 0, ini bertujuan agar setiap citra dapat dihitung dengan “adil”. Jika

memperhitungkan nilai 0, maka nilai histogram akan menjadi tidak akurat,

sebab setiap segmen citra yang akan digunakan dalam tahap pengenalan,

memiliki area sisa (yang tidak diproses) yang berbeda-beda. Contohnya :

segmen gunung dari satu citra dengan citra yang lainnya tentu berbeda-beda

ukurannya, sehingga area sisa untuk setiap citra juga berbeda-beda, ada yang

banyak dan ada yang sedikit. Dengan menghilangkan piksel dengan nilai 0 di

setiap citra, maka hasil perhitungan nilai histogram akan menjadi lebih akurat.

Page 23: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

75  

Output :

Gambar 3.15 Hasil Ekstraksi Fitur HSV dari 3 citra inputan

3.2.2.4 Klasifikasi (Classification)

Input :

Gambar 3.16 Hasil Ekstraksi Fitur HSV dari 3 citra inputan

Proses :

Pada tahap klasifikasi, fitur vektor yang didapat untuk setiap objek

didalam citra diurutkan dan dibandingkan dengan model pengetahuan yang

Page 24: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

76  

telah terbentuk sebelumnya. Sama seperti pada tahap pelatihan, fitur vektor

yang ada harus di scale terlebih dahulu, baru kemudian dimasukkan kedalam

SVM untuk diklasifikasi. Disinilah terjadi proses otomatisasi pemberian label

untuk objek-objek tersebut. Label untuk masing-masing objek ini nantinya

akan dimasukkan atau disertakan kedalam citra dan menjadi lapisan informasi

baru untuk sebuah citra. Selanjutnya tahap penyimpanan label untuk setiap

objek yang ada di dalam sebuah citra sehingga menjadi lapisan informasi yang

baru untuk citra tersebut. Pada sistem ini, anotasi dilakukan dengan menyimpan

hasil peng-labelan objek ke dalam file dengan format xml. File xml ini nantinya

akan menyertai citra tersebut sebagai metadatanya. Berikut contoh citra yang

telah dianotasi :

Gambar 3.17 Hasil Anotasi pada Citra inputan

Page 25: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

77  

Output :

Gambar 3.18 Hasil Anotasi di dalam file xml

3.2.3 Temu kembali Citra (Image Retrieval)

Pengguna melakukan pencarian dengan mengetikkan kata-kata yang

mewakili konten dari citra yang hendak ditemukannya. Proses yang terjadi ketika

user memasukkan kata-kunci untuk citra yang dimaksud adalah sistem

kemudian mencari kata-kunci yang dimaksud di dalam metadata dari citra-citra

tersebut. Jika ditemukan, maka sistem akan mencari lokasi dari citra yang

dimaksud melalui nama file citra yang ada di dalam metadata yang berupa file

xml. Kemudian sistem menampilkan citra yang dimaksud. Dalam contoh disini,

pengguna memasukkan kata “rock” dan melakukan pencarian yang dimaksud.

Hasilnya berupa sejumlah citra yang memiliki kata-kata yang dimaksudkan oleh

pengguna.

Page 26: BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahanthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2011-1-00327-if 3.pdf · Dari sisi kecepatan, kueri-dengan-kata-kunci hanya membutuhkan pengguna memasukkan

78  

Gambar 3.19 Pencarian Citra dengan keyword “rock”