bab i - iv print
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sebuah fanatisme terhadap sesuatu seringkali dapat membuat orang-orang
yang memiliki kecintaan terhadap hal yang sama saling berbagi dan saling
mendukung satu sama lain. Dorongan itulah yang membuat orang-orang tersebut
tertarik untuk membentuk suatu komunitas yang didalamnya terdapat hal-hal yang
mereka sukai dengan visi dan misi yang sama. Begitu pula dengan kecintaan
terhadap Persib.
Persib Bandung memiliki penggemar fanatik yang menyebar di seantero
provinsi Jawa Barat, bahkan hampir di seluruh wilayah Indonesia, mengingat catatan
historis sebagai tim kebanggaan dari ibu kota provinsi Jawa Barat. Penggemar Persib
menamakan diri sebagai Bobotoh. Pada era Liga Indonesia, Bobotoh kemudian
mengorganisasikan diri dalam beberapa kelompok pecinta Persib seperti Viking,
Bomber, Rebolan, Jurig Persib, Casper dan Persib-1337. Viking merupakan
organisasi Bobotoh dengan jumlah anggota terbanyak dan tersebar di penjuru Jawa
Barat, Banten, Kalimantan, dan daerah-daerah lain di Indonesia.
Faktanya Persib Bandung adalah klub dengan jumlah suporter terbesar di
Indonesia dan bahkan salah satu di Asia. Suporter Maung Bandung diyakini sudah
bukan dalam hitungan ribu, tapi jutaan. Beberapa fakta menunjukkan hal itu, lihat
saja jumlah fan page dengan nama akun Persib Bandung yang memiliki lebih dari 1.7
juta penggemar. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan Sriwijaya FC sekitar 600
ribu penggemar, Begitu juga jika perbandingannya dialihkan dengan Persija Jakarta
yang suporternya selama ini dikenal kerap bentrok dengan suporter Persib. Di dunia
maya, Macan Kemayoran hanya digemari dengan 300 ribu penggemar. Fakta lainnya
adalah kehadiran suporter Maung Bandung di setiap laga tandang. Mereka selalu
hadir dengan atau tanpa atribut berbau Maung Bandung.
Melihat semua fakta yang ada, tak mengherankan jika perkembangan kelompok
suporter Persib sangat pesat, tidak hanya kelompok-kelompok besar seperti Viking
atau Bomber saja. Belakangan tak sedikit bermunculan kelompok-kelompok baru
meski masih berstatus minoritas.
Kumpulan yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa,
karyawan swasta, sampai pengusaha yang memang merupakan alumnus ataupun
masih berstatus sebagai mahasiswa di Universitas Islam Bandung dan sama-sama
mencintai Persib ini, tergerak untuk membuat suatu Komunitas Supporter Persib
untuk berbagi kesamaan pandangan dan pengetahuan dalam mendukung Persib. Di
Bandung sendiri sebenarnya terdapat beberapa Komunitas minoritas supporter Persib
yang telah mulai dikenal, salah satunya yaitu Ultras TS1. Ultras TS1 adalah
komunitas supporter Persib di Bandung yang terbentuk pada tahun 1999, sudah lebih
dari 80 orang bergabung dengan Ultras TS1. Struktur formal pun tidak terdapat pada
komunitas ini.
Komunitas Ultras TS1 mempunyai ciri khas fashion dan kultur pop yang
mengusung gaya berpakaian Casual. Selain gaya berpakaiannya, komunitas Ultras
TS1 menggemari musik-musik yang berjaya pada era ’60-an di Inggris. Anggota
Ultras TS1 berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, karyawan swasta,
sampai pengusaha. Meski komunitas ini mengadopsi konsep dan gaya hidup kaum
Casual, tidak otomatis meninggalkan tradisi Indonesia. Di satu sisi, mereka
mengambil spirit kaum casual. Di sisi lain, spirit itu mencoba diadaptasikan dalam
keindonesiaan. Misalnya, kaum Casual cenderung menolak komunitas lain dari
kalangan hedonis Inggris. Akan tetapi, Ultras TS1 tetap mencoba adaptif dengan
komunitas lain walau tidak harus menanggalkan sikap dan filosofi yang mereka
pegang.
Komunitas Ultras TS1 pun selain menonjolkan sisi fashion, mereka juga
menonjolkan dari sisi bahasa yang mereka pergunakan sehari-hari. Mereka
mempunyai gaya bahasa yang berbeda dengan bahasa yang umum dipergunakan
sehari-hari. Bahasa-bahasa yang mereka pergunakan itu biasanya mereka ciptakan
sendiri untuk berkomunikasi dengan sesama anggota kelompoknya, dan biasanya
hanya anggota kelompoknya lah yang mengerti bahasa-bahasa tersebut.
Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang
berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan yang sama. Dalam komunitas
manusia, individu-individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber
daya, preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Komunitas
berasal dari bahasa l atin communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat
diturunkan dari communis yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau
banyak". (James Lull, 1998).
Dalam suatu komunitas biasanya terjadi komunikasi-komunikasi antar
sesama, komunikasi tersebut dinamakan Komunikasi Kelompok. Menurut Onong
Uchjana Effendy (1993:5) mengemukakan bahwa komunikasi adalah proses
penyampaian suatu pesan seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau
mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik secara lisan maupun tidak langsung
melalui media.
Onong Uchjana Effendy : Komunikasi kelompok memfokuskan
pembahasannya kepada interaksi di antara orang-orang dalam kelompok-kelompok
kecil. Komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antarpribadi di dalamnya.
Pembahasannya meliputi dinamika kelompok, bagaimana penyampaian informasinya,
pola dan bentuk interaksi, serta pembuatan keputusan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengajukan rumusan masalah
sebagai berikut :
“Bagaimana Komunikasi di Kalangan Komunitas Supporter Persib “Ultras Ts1”” ?
1.3 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana komunikasi di kalangan komunitas Supporter Persib “Ultras Ts1”
secara Verbal ?
2. Bagaimana komunikasi di kalangan komunitas Supporter Persib “Ultras Ts1”
secara Nonverbal ?
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi di kalangan komunitas Supporter
Persib “Ultras Ts1” secara Verbal ?
2. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi di kalangan komunitas Supporter
Persib “Ultras Ts1” secara Nonverbal ?
1.5 Metode dan Teknik Penulisan Data
Metode penelitian yang digunakan dalam makalah ini adalah metode
Kualitatif, sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati.
Kirk dan Miller (1986;9) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung
dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam
peristilahannya.
Teknik penelitian yang digunakan :
1. Kepustakaan
Kepustakaan adalah salah satu teknik yang dilakukan oleh penulis,
cara ini dilakukan dengan menelaah teori-teori, pendapat-pendapat, serta
pokok pikiran yang didapat dalam media cetak, khusunya buku-buku yang
relevan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab bertatap muka antara pewawancara
dengan responden. Dalam penelitian ini, penulis mewawancarai salah satu
anggota komunitas vespa Beat Boys Bandung agar dapat mendapatkan
informasi secara langsung.
3. Observasi
Observasi adalah metode atau cara-cara yang menganalisis dan
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan
melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung.
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Teori Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama, yang
berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kawan-kawan, kelompok diskusi,
dengan demikian, komunikasi kelompok biasanya merujuk pada komunikasi yang
dilakukan kelompok kecil tersebut (small-group communication). Dalam komunikasi
kelompok berkaitan dengan proses perbandingan social.
Teori ini dijelaskan oleh Leon Festinger mengenai proses-proses manusia
untuk berinteraksi satu sama lain serta dorongan untuk berkomunikasi tentang suatu
kejadian dengan anggota lain dalam kelompok akan meningkat bila kita menyadari
bahwa kita tidak setuju dengan suatu kejadian, apabila kejadian itu makin menjadi
penting, dan apabila sifat keterkaitan keluarga juga meningkat (koesdarini, 1985; 52).
Sebagai anggota suatu keluarga kita lebih cenderung mengarahkan komunikasi kita
tentang suatu kejadian pada mereka yang kelihatannya paling setuju dengan kita
mengenai kejadian tersebut. Besarnya perubahan suatu pendapat yang akan
ditimbulkan oleh komunikasi kita akan meningkat pada saat meningkatnya dorongan
terhadap orang lain untuk menyesuaikan diri dan tetap berada dalam kelompok.
Adapun menurut Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan
komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau
lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,
pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik
pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Telah banyak klasifikasi kelompok
yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita
sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok. Adapun pengertian komunikasi
kelompok menurut Alvin A. Goldberg adalah suatu studi tentang segala sesuatu yang
terjadi pada saat individu-individu berinteraksi dalam kelompok kecil, dan bukan
deskripsi mengenai bagaimana seharusnya komunikasi terjadi serta bukan pula
sejumlah nasehat tentang cara-cara bagaimana yang harus ditempuh. Sebab,
bagaimanapun juga dari sudut pandang komunikasi kelompok sudah dapat
dibayangkan bahwa dalam jangka panjang pemusatan perhatian pada deskripsi dan
analisa mungkin akan berguna dalam menguatkan proses diskusi kelompok daripada
seperangkat aturan yang paling baik sekalipun.(dalam Goldberg, 1985: 8)
Sedangkan menurut Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan
komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau
lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri,
pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik
pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Sementara komunikasi kelompok
berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan
sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua oang. Sekelompok orang yang
menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak. Apabila jumlah orang yang dalam
kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu kecil, komunikasi yang berlangsung
disebut komunikasi kelompok kecil; jika jumlahnya banyak yang berarti
kelompoknya besar dinamakan komunikasi kelompok besar.
2.2 Proses Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses, itu berarti bahwa komunikasi terjadi
oleh adanya unsur-unsur komunikasi. Rogers & Shoemaker (1997) mengatakan
bahwa :
a. Sumber (source)
Sumber adalahpenemu, ilmuan, dsb yang dapat menghasilkan ide-ide baru,
dll.
b. Pesan (message)
Pesan merupakan ide-ide baru yang dapat berupa teknologi baru, temuan baru
dsb, yang dihasilkan oleh sumber
c. Saluran (channel)
Saluran adalah sarana pembawa pesan
d. Penerima (receiver)
Penerima adalah orang yang menerima pesan
e. Efek (effect)
Efek adalah hasil yang terjadi karena adanya komunikasi
2.3 Kelompok primer dan sekunder
Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaludin Rakhmat, 1994)
mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-
anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan
kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-
anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik
komunikasinya, sebagai berikut: Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat
dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling
tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan
dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan
rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat
dangkal dan terbatas. Perbedaan antara kelompok primer dan sekunder :
1. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
2. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok primer adalah sebaliknya.
3. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
4. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
Pengaruh kelompok pada perilaku komunikasi
Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai
akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok
mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan
melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua
kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta
persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan
seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota
berikutnya untuk setuju juga.
Fasilitasi sosial.
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan
kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga
menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-
dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada
berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang
meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon
dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar,
terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan
prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar;
karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi
kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah
diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila
sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah
diskusi mereka akan menentang lebih keras.
2.4 Karakteristik Komunikasi Kelompok
Ada dua karakteristik yang melekat pada suatu kelompok, yaitu norma dan
peran. Norma adalah persetujuan atau perjanjian tentang bagaimana orang-orang
dalam suatu kelompok berprilaku satu dengan yang lainnya. Kadang-kadang norma
yang disebut oleh para sosiolog dengan nama “hukum” (law) ataupun “aturan” (rule),
yaitu prilaku-prilaku apa saja yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan untuk
suatu kelompok.
Jika norma diberi batasan sebagai ukuran kelompok yang dapat diterima,
maka peran (role) merupakan pola-pola prilaku yang diharapkan dari setiap anggota
kelompok. Ada dua fungsi peran dalam suatu kelompok, yaitu fungsi tugas dan fungsi
pemeliharaan.
2.5 Komunikasi Verbal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu
kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy
Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan
aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan
dipahami suatu komunitas.
Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal.
Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk
mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya
dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial
untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang
terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa
mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya
memberi arti.
Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi
merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan
pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan
tentang arti kata atau gabungan kata-kata.
Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005), bahasa mempunyai tiga
fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.
1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
2.6 Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan
nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa
komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi
nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya,
kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam
komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.
Klasifikasi pesan nonverbal.
Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:
Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang
berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan
pesan postural.
Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling
sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan,
kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.
Leathers (1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai
berikut:
a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan taksenang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk
b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan
c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi; d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.
Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.
Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah:
a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif
b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah
c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.
Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya
dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang
lain.
Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan
kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku
dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang
tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita
membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan
dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat
menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini
oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.
Pesan sentuhan dan bau-bauan.
Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan
membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan
dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah,
bercanda, dan tanpa perhatian.Bau-bauan, terutama yang menyenangkan
(wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan
pesan –menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional,
pencitraan, dan menarik lawan jenis.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Komunikasi di Kalangan Komunitas Supporter Persib “Ultras TS1”
Secara Verbal
Komunikasi antar sesama individu secara Universal sama. Lain halnya
dengan komunikasi pada kalangan komunitas Ultras TS1. Seringnya pertemuan
yang dilakukan oleh komunitas supporter di tempat mereka berkumpul membuat
proses komunikasi diantara mereka berjalan dengan baik. Biasanya percakapan yang
mereka lakukan tidak jauh dari hal-hal yang berbau Sepak Bola dan Musik.
Komunikasi secara verbal disini menjelaskan bagaimana bahasa komunikasi
yang mereka lakukan dalam percakapan sehari-hari. Dalam percakapan sehari-hari,
biasanya mereka menggunakan bahasa yang mereka ciptakan sendiri. Bahasa-bahasa
tersebut, atau bisasanya bahasa yang sudah ada mereka rubah dengan gaya mereka
atau biasa disebut bahasa “pelesetan”, selain itu bahasa yang mereka pergunakan
biasanya diadaptasi dari bahasa asing, kemudian mereka gunakan sebagai bahasa
keren dalam percakapan. Bahasa-bahasa yang mereka gunakan ini biasanya hanya
sesama komunitas saja yang mengetahuinya.
Bahasa-bahasa yang digunakan oleh komunitas Ultras TS1 ini memang sangat
unik dan terkadang orang lain diluar komunitas yang mendengarnya menganggapnya
aneh dan tidak lazim dari bahasa yang digunakan secara umum. Tapi mereka
menganggap bahwa disitulah ciri dan karakter dari komunitas mereka.
Misalnya dalam suatu percakapan “A” menanyakan kabar kepada “B” dengan
bahasa verbal mereka “Kamana Bray ?”. Bray adalah panggilan karib kepada sesama
anggota kelompoknya yang sudah tidak asing lagi bagi mereka. Atau contoh lainnya
“Woless Bray…”, yang bila diartikan secara normal adalah “Santai Kawan..”. selain
kata “bray” sebagai pengganti kata kawan, ada pula kata “lads” yang sama artinya
dengan “bray”.
Contoh lain misalnya :
Bahasa Komunitas Ultras TS1 Arti Sebenarnya
Macul Kerja
Gress Bagus
Leum Santai
Ngasplen Tidak tahu
Inilah yang membuat mereka terlihat berbeda dan unik dari komunitas-
komunitas yang lain. Mereka menonjolkan sisi komunikasi yang berbeda dari kata-
kata yang mereka ciptakan sendiri.
3.2 Komunikasi di Kalangan Komunitas Supporter Persib “Ultras TS1
Secara Nonverbal
Seperti yang kita ketahui komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang tidak
menggunakan kata-kata dan tulisan. Dalam komunikasi di kalangan komunitas Ultras
TS1 juga menggunakan bahasa Nonverbal. Seperti yang kita ketahui, dalam
komunitas supporter biasanya mereka jauh dari kesan rapih dan fashionable, karena
supporter sebuah klub sangat identic dengan jersey klub yang mereka kenakan ketika
mendukung tim kesayangannya. Sehingga supporter sebuah tim identic dengan jersey
yang sama dan seragam. Jangankan untuk tampil trendi, di dalam benak mereka
sudah tertanam untuk selalu menggunakan jersey klub ketika memberikan dukungan
kepada tim kesayangannya. Lain halnya dengan komunitas Ultras TS1 yang selalu
ingin terlihat bersih dan trendi.
Dalam bahasa nonverbal terdapat simbol-simbol nonverbal “Casual”. Casual
merupakan salah satu bagian dari budaya sepak bola, yang identic dengan
hooliganisme dan pakaian – pakaian mahal bermerek. Sub kultur ini lahir pada akhir
decade 70-an, di Britania Raya, dimana ketuka itu banyak para hooligan klub – klub
sepak bola, mulai mengenakan pakaian – pakaian mahal untuk menghindari perhatian
poisi. Mereka tidak lagi mengenakan atribut – atribut beraroma logo – logo klub
kesayangan agar tidak mudah dikenali.
Kaum modernist ini identik dengan fashion yang terlihat berkelas dan
menjadi ciri khas penampilan dan symbol tersendiri. Mulai dari pakaian, tas, sepatu,
topi yang mereka pergunakan adalah barang-barang mahal dan branded. Sebutlah
merk-merk mahal dan terkenal di dunia seperti Stone Island, CP Company, Barbour,
Sergio Tacchinni, Ellesse, Fred Perry, Merc, Ben Sherman, Lonsdale, Adidas,
Doc.Marteen, dll.
Mereka yang terobsesi dengan fashion dari Itali ini, berusaha mengikuti
gayanya dengan menggunakan aksesoris yang sama dari mulai model hingga merk.
Tetapi meskipun komunitas Ultras TS1 mengadopsi fashion dan gaya hidup kaum
Casual, mereka tetap tidak mengesampingkan tradisi Indonesia. Penggila fashion
dalam komunitas ini rela melakukan apapun untuk mendapatkan barang yang mereka
inginkan. Mereka bisa mencari barang-barang yang mereka inginkan mulai dari
menjelajah luar kota hingga luar negeri demi mendapatkan aksesoris-aksesoris
original.
Dengan gaya berpakaian dan outfit mereka yang menonjol. Mereka ingin
menunjukkan karakter dan kepribadian mereka kepada sesama komunitas maupun
diluar komunitas mereka, karena dengan gaya berpakaian dapat membentuk image
individu itu sendiri, dan kepribadian mereka pun dapat dinilai.
Selain dalam gaya berpakaian, bahasa nonverbal mereka pun dapat
ditonjolkan melalui perilaku. Dalam suatu komunitas, perilaku individu tentu
berbeda-beda. Hal ini terdapat pula pada komunitas Ultras TS1. Dengan karakter
sifat yang beraneka ragam, beraneka ragam pula cara penyampaian perasaan individu.
Ada yang menyampaikan ungkapan ketidak setujuannya terhadap suatu diskusi
dengan hanya diam dan tidak berbuat apapun, ada pula yang mengungkapkan ketidak
setujuannya dengan mengeluarkan pendapatnya dengan nada yang tinggi dan dengan
raut wajah yang sedikit keras. Selain itu ada pula yang diam dan melamun ketika
memiliki persoalan pribadi, karena mungkin ia merasa masalahnya tidak perlu untuk
diceritakan kepada siapapun, sekali pun dengan teman sesama komunitasnya.
Meskipun ada individu yang mengungkapkan kekesalannya dengan rasa
marah dan kadang sering terjadi kesalahpahaman diantara mereka, tetapi kekompakan
antar sesama komunitas tetap terjaga, karena mereka menyadari bahwa setiap
manusia memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa komunikasi verbal
dalam konteks komunikasi kelompok di kalangan komunitas supporter “Ultras TS1”,
komunitas ini banyak menggunakan bahasa verbal yang mereka ciptakan sendiri
untuk berkomunikasi dengan sesama anggota kelompoknya, bahasa yang mereka
ciptakan biasanya karena unsur - unsur ketidaksengajaan ketika melakukan
percakapan sehari-hari, ataupun bahasa yang sudah ada mereka ubah dengan gaya
bahasa mereka. Gaya bahasa yang mereka pergunakan membuat mereka berbeda
dengan komunitas lainnya.
Dalam komunikasi nonverbal komunitas ini menggunakan beberapa simbol
nonverbal Casual, yaitu penampilan yang menjadi simbol tersendiri yang dapat
membentuk image masing-masing individu. Selain penampilan yang menjadi bahasa
nonverbal di komunitas Supporter “Ultras TS1” ini, terdapat Pesan kinesik. Pesan
nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen
utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural. Dengan pengungkapan-
pengungkapan perasaan mereka secara tidak langsung.