bab i pendahuluan 1.1 latar belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40956/2/bab i.pdf · jawa...

18
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena disorganisasi keluarga atau perpecahan dalam rumah tangga merupakan masalah yang serius untuk dikaji. Salah satu penyebabnya ialah anggota keluarga tak mampu menjalankan fungsi ketahanan keluarga. Dari sana lah muncul celah melakukan perceraian. Walsh (1998), menawarkan suatu kerangka kerja untuk memahami Ketahanan Sosial Keluarga, yaitu pertama, sistem keyakinan keluarga yang terdiri dari menetapkan makna tentang kesengsaraan, pandangan yang positif, keyakinan agama dan semangat kebatinan (transenden dan spiritualitas). Kedua, pola-pola organisasional keluarga, yang terdiri dari kelenturan (fleksibilitas, keeratan hubungan (kohesi), sumber-sumber sosial dan ekonomi. Ketiga, proses-proses komunikasi, yang terdiri dari kejelasan, pengungkapan emosi secara terbuka, pemecahan masalah secara kolaboratif (Siahaan,2012:87). Fenomena disorgaisasi keluarga yang berujung pada tindakan cerai, secara nasional memang masih menjadi pekerjaan rumah serius bagi pengadilan agama. Terkhusus pihak mediator di tiap-tiap pengadilan agama se Indonesia harus mampu menjalankan perannya yaitu menangani kasus perceraian dengan baik. Menurut info dari mediasi.mahkamahagung.co.id menyatakan bahwa di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Mahkamah Agung data sementara keberhasilan mediasi tingkat nasional per oktober tahun 2017 hanya mencapai 4,14 %. Itupun hasil gabungan perngadilan umum dan

Upload: dangcong

Post on 15-May-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fenomena disorganisasi keluarga atau perpecahan dalam rumah tangga

merupakan masalah yang serius untuk dikaji. Salah satu penyebabnya ialah

anggota keluarga tak mampu menjalankan fungsi ketahanan keluarga. Dari

sana lah muncul celah melakukan perceraian. Walsh (1998), menawarkan

suatu kerangka kerja untuk memahami Ketahanan Sosial Keluarga, yaitu

pertama, sistem keyakinan keluarga yang terdiri dari menetapkan makna

tentang kesengsaraan, pandangan yang positif, keyakinan agama dan semangat

kebatinan (transenden dan spiritualitas). Kedua, pola-pola organisasional

keluarga, yang terdiri dari kelenturan (fleksibilitas, keeratan hubungan

(kohesi), sumber-sumber sosial dan ekonomi. Ketiga, proses-proses

komunikasi, yang terdiri dari kejelasan, pengungkapan emosi secara terbuka,

pemecahan masalah secara kolaboratif (Siahaan,2012:87).

Fenomena disorgaisasi keluarga yang berujung pada tindakan cerai, secara

nasional memang masih menjadi pekerjaan rumah serius bagi pengadilan

agama. Terkhusus pihak mediator di tiap-tiap pengadilan agama se Indonesia

harus mampu menjalankan perannya yaitu menangani kasus perceraian

dengan baik. Menurut info dari mediasi.mahkamahagung.co.id menyatakan

bahwa di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Mahkamah Agung

data sementara keberhasilan mediasi tingkat nasional per oktober tahun 2017

hanya mencapai 4,14 %. Itupun hasil gabungan perngadilan umum dan

2

pengadilan agama se Indonesia. Entah dengan alasan semua data belum

terkumpul rata atau tidak, namun persentase keberhasilan mediasi tersebut

jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Didapat dari sumber yang sama

mediasi.mahkamahagung.go.id pada tahun 2014 keberhasilan mediasi di

pengadilan agama secara nasional mencapai 24,7% dan tahun 2015 mencapai

16,85%.

Berdasarkan hal diatas, sedikitnya mediasi yang berhasil menunjukkan

bahwa telah terjadi banyaknya gugatan yang terkabul dan gagal dicabut.

Sehingga peneliti awalnya menduga bahwa gugatan terkabul yang dimaksud

adalah gugatan cerai. dugaan ini berdasarkan data yang diperoleh dari Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui website

merdeka.com, fenomena perceraian secara nasional dari tahun 2010-2015,

terlihat kenaikan angka perceraian mencapai 15% hingga 20%. Tahun 2010

terdapat 285.184 gugatan cerai. Naik drastis menjadi 347.256 di tahun 2015.

berdasarkan info dari www.republika.co.id, Direktur Pembinaan Administrasi

Peradilan Agama Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, Hasbi Hasan

mengatakan berbagai faktor turut melatarbelakangi meningkatnya jumlah

angka perceraian, salah satunya faktor ekonomi. Adapun daerah yang tingkat

perceraiannya tinggi menurutnya antara lain Indramayu dan Banyuwangi.

Secara provinsi, menurut bps.go.id, Jawa Timur menjadi provinsi dengan

jumlah perceraian tertinggi se Indonesia. pada tahun 2015, sebanyak 87.149

kasus perceraian terjadi. Sementara itu, provinsi terendah terjadinya

perceraian adalah dari luar jawa yakni NTT sebanyak 376 kasus. Dilansir dari

website jatim.metrotvnews.com, penyebab tingginya angka perceraian di Jawa

3

Timur disebabkan oleh faktor ekonomi yang berimbas pada anak-anak.

Pemprov Jatim meminta kepada KUA setempat untuk memperketat proses

mediasi untuk bisa menekan angka perceraian.

Secara lokal, peran mediator pengadilan agama kota Malang menangani

kasus perceraian juga dinilai belum efektif. Terlihat dari laporan hasil mediasi

selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2015, dari 413 perkara masuk, hanya

berhasil dimediasi 8 perkara dan 405 perkara gagal dimediasi. Pada tahun

2016, dari 338 perkara masuk, hanya berhasil dimediasi 11 perkara dan 327

perkara gagal dimediasi. Pada tahun 2017, dari 335 perkara masuk, hanya

berhasil dimediasi 13 perkara dan 322 perkara gagal dimediasi. Artinya apa

bahwa telah terjadi perceraian sebanyak 1.054 kali dalam tiga tahun terakhir di

kota Malang. jika dipersentasikan, sepanjang tahun 2015, mediator hanya

berhasil menangani kasus perceraian sebanyak 2,7%. Tahun 2016 berhasil

4,8% dan tahun 2017 5,02%. Meskipun setiap tahunnya mengalami

peningkatan keberhasilan mediasi, namun masih sangat banyak yang gagal.

Tahun 2015 angka gagal mencapai 97,3%, tahun 2016 gagal 95,2%, dan tahun

2017 angka gagal mencapai 94,97%.

Penyebab perceraian di kota Malang pun bermacam-macam. Berdasarkan

data yang diperoleh langsung dari panitera pengadilan, bapak Nurul Huda,

penyebab terjadinya kasus perceraian di kota Malang per Desember 2017

banyak disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran terus menerus,

persoalan ekonomi, dan meninggalkan salah satu pihak.

4

Menurut (Goode, 2007) yang terlansir dalam www.psychologymania.com ,

ia mengatakan bahwa perubahan tingkat perceraian dan faktor penyebabnya,

merupakan indikasi terjadinya perubahan sosial lainnya dalam masyarakat.

Sistem sosial sedang bergerak cepat atau lambat ke arah suatu bentuk sistem

keluarga konjugal dan juga ke arah industrialisasi. Perubahan sistem keluarga

menyesuaikan diri pada kebutuhan industrialisasi. Dengan industrialisasi

keluarga tradisional (sistem keluarga yang diperluas atau gabungan) sedang

mengalami kehancuran, dimana keluarga konjugal (keluarga inti) cocok

dengan kebutuhan industrialisasi.

Disinilah mediator mempunyai peran yang sangat penting dalam

menyelesaikan perkara tersebut, sehingga para pihak dapat memperoleh

kesepakatan yang dibuat bersama, dapat diterima, dan saling menguntungkan

atau dalam istilah Sosiologi disebut win-win solution. Dikarenakan sebuah

keluarga yang utuh dan harmonis adalah core dari terciptanya sebuah struktur

sosial yang baik (social order) dan terbentuknya sebuah keluarga sejahtera,

maka sangat perlu dilakukan penelitian terhadap bagaimana peran mediator

menangani kasus perceraian di kota Malang, sehingga keluarga yang berhasil

di utuhkan kembali mampu menciptakan social order berkelanjutan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini

yaitu bagaimana peran mediator pengadilan agama dalam menangani kasus

perceraian di kota Malang?

5

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peran mediator pengadilan agama dalam menangani

kasus perceraian di kota Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian nantinya akan berdampak pada dua hal, yakni manfaat

teoritis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian nantinya para mediator, pihak yang dimediasi, serta

mahasiswa mampu mengembangkan dan menerapkan sub-teori dari AGIL

yaitu L (latency) milik Talcott Parsons yakni pada kajian pemeliharaan

pola dan fungsi dalam keluarga.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Manfaat bagi Mediator Pengadilan Agama

Hasil penelitian juga diharap mampu digunakan mediator, hakim, dan

pihak-pihak pengadilan untuk menjadi referensi evaluasi tindakan dalam

menangani dan meminimalisir kasus perceraian dan pengembangan

efektivitas kegiatan mediasi.

2. Manfaat bagi civitas akademika

Hasil penelitian diharap mampu menjadi sumber literasi dan referensi

bagi dosen maupun mahasiswa untuk mengetahui lebih jauh lagi perihal

pelaksanaan mediasi dan apa saja peran-peran yang dijalankan mediator

pengadilan agama dalam menangani kasus perceraian di kota Malang.

6

3. Manfaat bagi pihak berperkara

Hasil penelitian nantinya yaitu memudahkan para pihak berperkara

mengikuti jalannya mediasi secara kondusif dan kooperatif melalui wawasan

yang didapat tentang peran-peran yang dijalankan mediator, serta agar

dijadikan pertimbangan bagi pihak yang berperkara untuk menyudahi atau

mencabut gugatannya.

4. Manfaat bagi Pemerintah

Hasil penelitian diharapkan mampu menjadi rujukan, pertimbangan, dan

evaluasi oleh pemerintah kota Malang, kementrian sosial, dan berbagai dinas

yang menangani kesejahteraan keluarga Indonesia terkhusus para anggota

BP.4 guna mengentaskan angka perceraian di kota Malang.

1.5 Definisi Konsep

1.5.1 Peran

Hak-hak dan kewajiban-kewajiban (tanggungjawab) itu disebut peranan

dan menyangkut perilaku orang, itu sebabnya peranan merupakan aspek

dinamis dari status atau kedudukan (Veeger,1993:60).

Dikutip dari sosiologis.com, kata ”peran” dalam Bahasa Inggris disebut

dengan role, adalah istilah yang diadopsi dari dunia

teater Shakespeare. Role atau peran adalah aktivitas yang dimainkan oleh

aktor panggung. Dalam sosiologi, peran juga senantiasa dimainkan oleh aktor

sosial dalam kehidupan sehari-hari. Peran ada waktu dimulainya, dan ada pula

waktu diakhirnya, sebagaimana drama teater. Pendekatan teoritis untuk

memahami peran menggunakan teori struktural merupakan pendekatan makro,

7

dikenalkan oleh sosiolog Amerika Robert E. Park. Melalui pendekatan

struktural, peran sosial ditentukan oleh posisi dalam struktur sosial. Posisi

sosial mengandung status dan secara langsung menentukan perilaku individu.

Teori ini melihat bahwa peran sosial adalah produk dari status sosial.

1.5.2 Mediasi

Dikutip dari ipsmudah.com, sedikitnya ada 15 macam bentuk akomodasi

yang kerap digunakan untuk menyelesaikan konflik. antara lain Koersi

(Coertion), Kompromi (Compromise), Arbitrasi (Arbitration), Mediasi

(Mediation), Konsiliasi (Conciliation), Toleransi (Tolerance), Jalan buntu

(Stale Mate), Ajudikasi (Adjudication), Segregasi (Segregation), Eliminasi

(Elimination), Subjugation (Domination), Keputusan mayoritas (Majority

Rule), Keputusan mayoritas (Majority Rule), Konversi , dan Gencatan Senjata

(Cease Fire).

Istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, yaitu mediare yang bermakna

berada di tengah. Mediasi adalah bentuk akomodasi yang dilakukan dengan

meminta bantuan pihak ketiga sebagai penasihat. Dalam hal ini, penengah

tersebut telah disepakati kedua belah pihak yang berkonflik, namun

keputusannya tidak mengikat. Pihak ketiga dalam mediasi hanya dapat

memberikan saran dan masukan, tapi tidak bisa memaksakan keputusannya.

pihak yang melakukan mediasi disebut mediator.

Secara umum, mediator merupakan pihak ketiga yang secara netral

memediasi persoalan yang ada. Pihak ketiga tersebut tugasnya adalah untuk

penyelesaian masalah secara damai. Kedudukan mediator hanyalah sebagai

8

penasehat belaka. Ia tak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-

keputusan penyelesaian masalah tersebut (Soekanto,2000:85).

Dilihat dari segi hukum, maka mediator menurut PERMA tahun 2016 No.

1 pasal 1 ayat 2 adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat

mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses

perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa

tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

1.5.2 Pengadilan Agama

Menurut kamus Sosiologi, secara umum pengadilan adalah lembaga yang

melaksanakan fungsi pengendalian sosial untuk mengadili, menyelesaikan

masalah hukum dan negara, serta memberikan hukuman terhadap anggota

masyarakat yang melanggar hukum (Priyatna,2013:128).

1.5.3 Perceraian

Perceraian atau kekacauan keluarga dapat ditafsirkan sebagai pecahnya

suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial, jika satu

atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka

secukupnya (Goode,1991:18).

Perceraian dalam tinjauan sosiologis adalah sebuah kajian yang membahas

seluk beluk perceraian dari sudut pandang sosial kemasyarakatan

(sosiologis). Secara sosiologis dalam teori pertukaran, perkawinan

digambarkan sebagai pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan

dan kehilangan yang terjadi antara suami dan istri (Karim dalam Ihromi,

1999). Sebuah perkawinan membutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama

9

dalam mendukung proses pertukaran tersebut. Jika terdapat suatu

ketidakseimbangan dalam proses pertukaran yang berarti adanya salah satu

pihak yang diuntungkan dan dirugikan, serta akhirnya tidak mempunyai

kesepakatan yang memuaskan ke dua belah pihak.1

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian tersebut menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif.

Peneliti kualitatif sedapat mungkin berinteraksi secara dekat dengan informan.

Penelitian kualitatif berlangsung dalam situasi ilmiah (natural setting).

Artinya peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi penelitian, ataupun

melakukan intervensi terhadap aktivitas subjek penelitian (Idrus, 2009:24).

1.6.2 Jenis Penelitian

Menurut Sugiyono (2003: 11) penelitian berdasarkan tingkat

eksplanasinya (tingkat kejelasan) dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Penelitian diskriptif

Penelitian diskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui

nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa

membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain.

2. Penelitian komparatif

Penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat

membandingkan. Disini variabelnya masih sama dengan variabel mandiri

1 http://www.psychologymania.com/2012/08/perceraian-dalam-tinjauan-sosiologis.html/

10

tetapi untuk sample yang lebih dari satu, atau dalam waktu yang berbeda.

3. Penelitian asosiatif

Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui pengaruh ataupun juga hubungan antara dua variabel atau lebih.

Penelitian ini mempunyai tingkatan tertinggi dibandingkan dengan diskriptif

dan komparatif karena dengan penelitian ini dapat dibangun suatu teori yang

dapat berfungsi unguk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala.

Menurut Sugiyono, (2003:14) terdapat beberapa jenis penelitian antara

lain:

1. Penelitian kuantitatif, adalah penelitian dengan memperoleh data yang

berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan.

2. Penelitian kualitatif, data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema,

dan gambar.

Berdasarkan teori tersebut, maka penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif kualitatif, data yang diperoleh dari sampel populasi penelitian

dianalisis sesuai dengan metode statistik yang digunakan kemudian

diinterprestasikan (widisudharta.weebly.com).

1.6.3 Subjek Penelitian

Pemilihan subjek dilakukan secara total sampling. Total

sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama

dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total

sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang

11

dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya

(digilib.unimus.ac.id). Enam narasumber dalam penelitian ini adalah 5

(lima) para mediator dan seorang sekretaris mediator di PA kota Malang.

Alasan dipilihnya keenam narasumber diatas adalah karena hanya

kelima mediator itulah pegawai tetap yang mendapat mandat langsung dari

Pengadilan Agama kota Malang untuk melakukan proses mediasi yang

sesuai SOP dan hanya itulah mediator yang aktif. Dilengkapi dengan

seorang sekretaris sebagai pemberi data-data dan laporan mediasi.

1.6.4 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian akan diadakan di kantor Mediasi Pengadilan Agama

kelas 1A Jln. Raden Panji Suroso no.1 kota Malang. Pertimbangan

mengapa diadakan di kantor Medisi adalah lokasi tersebut sangat

memungkinkan bagi peneliti bertemu dengan narasumber dan para

informan. Jadi, sembari menunggu mediasi usai, peneliti bisa melakukan

obervasi dan wawancara kepada informan yang berada di luar kantor.

Lokasi penelitian kedua yaitu seluruh kantor KUA di kota Malang.

Lokasi tersebut akan menjadi sumber data sekunder berupa data-data

deskripsi wilayah penelitian yakni di BAB 3. Data sekunder yang akan

dicari di KUA yaitu dari BP.4 mengenai NTCR sepanjang tahun 2017.

1.6.5 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua,

yakni sumber data primer dan sekunder.

12

a. Data Primer merupakan data hasil penelitian yang diperoleh secara

langsung di lapangan atau lokasi penelitian, maka pada penelitian ini

adalah hasil observasi langsung, dokumentasi, dan wawancara di

kantor mediasi. Sejenis pengamatan peneliti terhadap subjek dan lokasi

penelitian, serta keterangan-keterangan dari para narasumber (para

mediator) dan informan.

b. Data Sekunder yaitu sumber data yang tertulis dan hasil rekaman.

Selain data yang berwujud kata dari hasil observasi dan wawancara,

seorang peneliti kualitatif juga dapat mencari data yang berwujud

hasil tulisan (printed), cetakan atau rekaman, sumber data tertulis dan

rekaman ini jenisnya beragam, yaitu :

a) Dokumen pribadi

b) Dokumen instasi/ kantor

c) Fotografi

d) Statistik kantor (Idrus,2009:71).

Data primer berupa observasi dan wawancara para mediator, peneliti

juga akan memperoleh data dari informan, yaitu panitera pengadilan. Data

sekunder akan didapatkan dari dokumen instansi/kantor yakni milik

sekretaris mediator, panitera pengadilan, dan 5 (lima) KUA di kota

Malang untuk mencari data-data pendukung yang diperlukan di BAB 3.

Selanjutnya fotografi yaitu pemotretan hasil observasi dan ketika

wawancara berlangsung. Serta peneliti sangat membutuhkan rekapitulasi

data update yang diperoleh dari statistik kantor mengenai perkara yang

berhasil dan gagal dimediasi, angka perceraian, dan seterusnya. Selain itu,

13

data sekunder dari KUA yang berupa laporan NTCR dan usia perkawinan

tahun 2017 juga akan dipergunakan.

1.6.6 Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena

yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara

terlibat (partisipatif). Peneliti harus mengikuti kegiatan keseharian yang

dilakukan informan dalam waktu tertentu, memerhatikan apa yang terjadi,

mendengarkan apa yang dikatakannya, mempertanyakan informasi

menarik, dan mempelajari dokumen yang dimiliki (Idrus,2009:101).

Pada observsi awal penelitian, peneliti mengamati bagaimana

penggugat menyampaikan keluhannya dihadapan mediator, apa saja yang

dikeluhkan terhadap tergugat, lembar konsultasi penggugat dengan tokoh

agama, dan penggugat juga mengeluhkan tentang harta gono gini.

b. Wawancara

Metode yang dipakai adalah wawancara terstruktur. Kegiatan

wawancara terstruktur ini biasanya dilakukan oleh peneliti dengan cara

terlebih dahulu mempersiapkan bahan pertanyan yang akan diajukan

dalam wawancara nanti (Idrus,2009:107).

Peneliti menggunakan wawancara terstruktur dikhususkan kepada para

mediator. Pertanyaan utama yaitu ingin mengetahui apa saja peran utama

yang dijalankan mediator.

14

c. Dokumentasi

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode

observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian juga

akan semakin kredibel/ dapat dipercaya apabila didukung oleh foto-foto

atau karya tulis akademik dan seni yang sudah ada (Sugiyono,2014:240).

1.6.7 Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan

setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Analisis data di

lapangan model Miles dan Haberman dilakukan secara interaktif dan

berlangsung terus menerus sampai tuntas hingga datanya jenuh.

(Sugiyono,2014: 246). Aktivitas analisis data terlihat pada gambar 1.1

Komponen Analisis Data (Interractive Model).

Sumber Gambar : Digilib.Unila.Ac.Id

a. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, dengan

15

demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas (Sugiyono,2014:247).

b. Penyajian Data

Setelah peneliti melakukan reduksi terhadap data yang diperoleh di

lokasi penelitian, maka peneliti akan melakukan penyajian data

menggunakan narasi, tabel, dan charts (bagan-bagan).

c. Conclusion Drawing/ Verification

Kesimpulan akhir akan ditentukan saat bukti-bukti, kelengkapan data,

hasil wawancara, observasi, analisis dan penyajian data sudah sangat kuat,

baru akan dilakukan menulis kesimpulan. Sehingga kesimpulan yang

dibuat adalah kesimpulan akurat dan dapat dipercaya.

1.6.8 Uji Kredibilitas Data

Uji kredibilitas data dalam penelitian kualitatif antara lain dilakukan

dengan cara perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam

penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus

negative, dan membercheck (Sugiyono,2014:270).

Peneliti akan melakukan uji kredibilitas data dengan cara perpanjangan

pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, dan

membercheck.

a. Perpanjangan Pengamatan

Pada tahap awal penelitian memasuki lapangan, peneliti masih

dianggap orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi yang diberikan

16

belum lengkap, tidak mendalam, dan mungkin masih banyak yang

dirahasiakan. Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek

kembali data yang telah diberikan (Sugiyono,2014:271).

Perpanjangan penelitian dilakukan pada akhir bulan Juni sampai awal

bulan Juli 2018.

b. Peningkatan Ketekunan dalam Penelitian

Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan

dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian

atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti

(Sugiyono,2014:272).

Data terkait yang diambil di 5 (lima) KUA kota Malang yakni berupa

laporan tahunan NTCR membuahkan hasil dan sangat membantu sebagai

pelengkap data di BAB 3 Setting Penelitian.

c. Triangulasi

Wiliam Wiersma (1986) triangulasi adalah cross-validasi kualitatif. Ini

menilai kecukupan data sesuai dengan konvergensi beberapa sumber data

dari beberapa prosedur pengumpulan data. Terdapat triangulasi sumber,

triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. Namun, peneliti hanya

menggunakan dua, yakni triangulasi sumber dan triangulasi teknik

pengumpulan data.

17

a) Triangulasi Sumber

Aktivitas yang dilakukan antara lain, mengecek data yang diperoleh

melalui beberapa sumber. Keenam narasumber harus dideskripsikan,

dikategorisasikan mana pandangan yang sama dan berbeda, dan mana yang

spesifik dari keenam sumber tersebut (Sugiyono,2014:274).

Bagan 1.1 Teknik Triangulasi Sumber

b) Triangulasi Teknik Pengumpulan Data

Bila menghasilkan data berbeda-beda, maka peneliti wajib

melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan

untuk memastikan data mana yang dianggap benar dengan sudut pandang

mereka (Sugiyono,2014:274).

Peran Mediator

Sunkanah,

S.H., M.Hum.

Jundiani, M.Hum.

Syamsuri, S.H., M.H.

Solihin, S.H

Dr. Abbas Arfan,

Lc., M.H.

Slamet Handoko

18

Bagan 1.2 Teknik Pengumpulan Data

d. Membercheck

Proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data.

Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai

dengan apa yang diberikan oleh pemberi data (Sugiyono,2014:276).

Wawancara

Dokumentasi

Observasi