bab i pendahuluan 1.1 latar belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40956/2/bab i.pdf · jawa...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena disorganisasi keluarga atau perpecahan dalam rumah tangga
merupakan masalah yang serius untuk dikaji. Salah satu penyebabnya ialah
anggota keluarga tak mampu menjalankan fungsi ketahanan keluarga. Dari
sana lah muncul celah melakukan perceraian. Walsh (1998), menawarkan
suatu kerangka kerja untuk memahami Ketahanan Sosial Keluarga, yaitu
pertama, sistem keyakinan keluarga yang terdiri dari menetapkan makna
tentang kesengsaraan, pandangan yang positif, keyakinan agama dan semangat
kebatinan (transenden dan spiritualitas). Kedua, pola-pola organisasional
keluarga, yang terdiri dari kelenturan (fleksibilitas, keeratan hubungan
(kohesi), sumber-sumber sosial dan ekonomi. Ketiga, proses-proses
komunikasi, yang terdiri dari kejelasan, pengungkapan emosi secara terbuka,
pemecahan masalah secara kolaboratif (Siahaan,2012:87).
Fenomena disorgaisasi keluarga yang berujung pada tindakan cerai, secara
nasional memang masih menjadi pekerjaan rumah serius bagi pengadilan
agama. Terkhusus pihak mediator di tiap-tiap pengadilan agama se Indonesia
harus mampu menjalankan perannya yaitu menangani kasus perceraian
dengan baik. Menurut info dari mediasi.mahkamahagung.co.id menyatakan
bahwa di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Mahkamah Agung
data sementara keberhasilan mediasi tingkat nasional per oktober tahun 2017
hanya mencapai 4,14 %. Itupun hasil gabungan perngadilan umum dan
2
pengadilan agama se Indonesia. Entah dengan alasan semua data belum
terkumpul rata atau tidak, namun persentase keberhasilan mediasi tersebut
jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Didapat dari sumber yang sama
mediasi.mahkamahagung.go.id pada tahun 2014 keberhasilan mediasi di
pengadilan agama secara nasional mencapai 24,7% dan tahun 2015 mencapai
16,85%.
Berdasarkan hal diatas, sedikitnya mediasi yang berhasil menunjukkan
bahwa telah terjadi banyaknya gugatan yang terkabul dan gagal dicabut.
Sehingga peneliti awalnya menduga bahwa gugatan terkabul yang dimaksud
adalah gugatan cerai. dugaan ini berdasarkan data yang diperoleh dari Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui website
merdeka.com, fenomena perceraian secara nasional dari tahun 2010-2015,
terlihat kenaikan angka perceraian mencapai 15% hingga 20%. Tahun 2010
terdapat 285.184 gugatan cerai. Naik drastis menjadi 347.256 di tahun 2015.
berdasarkan info dari www.republika.co.id, Direktur Pembinaan Administrasi
Peradilan Agama Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, Hasbi Hasan
mengatakan berbagai faktor turut melatarbelakangi meningkatnya jumlah
angka perceraian, salah satunya faktor ekonomi. Adapun daerah yang tingkat
perceraiannya tinggi menurutnya antara lain Indramayu dan Banyuwangi.
Secara provinsi, menurut bps.go.id, Jawa Timur menjadi provinsi dengan
jumlah perceraian tertinggi se Indonesia. pada tahun 2015, sebanyak 87.149
kasus perceraian terjadi. Sementara itu, provinsi terendah terjadinya
perceraian adalah dari luar jawa yakni NTT sebanyak 376 kasus. Dilansir dari
website jatim.metrotvnews.com, penyebab tingginya angka perceraian di Jawa
3
Timur disebabkan oleh faktor ekonomi yang berimbas pada anak-anak.
Pemprov Jatim meminta kepada KUA setempat untuk memperketat proses
mediasi untuk bisa menekan angka perceraian.
Secara lokal, peran mediator pengadilan agama kota Malang menangani
kasus perceraian juga dinilai belum efektif. Terlihat dari laporan hasil mediasi
selama tiga tahun terakhir. Pada tahun 2015, dari 413 perkara masuk, hanya
berhasil dimediasi 8 perkara dan 405 perkara gagal dimediasi. Pada tahun
2016, dari 338 perkara masuk, hanya berhasil dimediasi 11 perkara dan 327
perkara gagal dimediasi. Pada tahun 2017, dari 335 perkara masuk, hanya
berhasil dimediasi 13 perkara dan 322 perkara gagal dimediasi. Artinya apa
bahwa telah terjadi perceraian sebanyak 1.054 kali dalam tiga tahun terakhir di
kota Malang. jika dipersentasikan, sepanjang tahun 2015, mediator hanya
berhasil menangani kasus perceraian sebanyak 2,7%. Tahun 2016 berhasil
4,8% dan tahun 2017 5,02%. Meskipun setiap tahunnya mengalami
peningkatan keberhasilan mediasi, namun masih sangat banyak yang gagal.
Tahun 2015 angka gagal mencapai 97,3%, tahun 2016 gagal 95,2%, dan tahun
2017 angka gagal mencapai 94,97%.
Penyebab perceraian di kota Malang pun bermacam-macam. Berdasarkan
data yang diperoleh langsung dari panitera pengadilan, bapak Nurul Huda,
penyebab terjadinya kasus perceraian di kota Malang per Desember 2017
banyak disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran terus menerus,
persoalan ekonomi, dan meninggalkan salah satu pihak.
4
Menurut (Goode, 2007) yang terlansir dalam www.psychologymania.com ,
ia mengatakan bahwa perubahan tingkat perceraian dan faktor penyebabnya,
merupakan indikasi terjadinya perubahan sosial lainnya dalam masyarakat.
Sistem sosial sedang bergerak cepat atau lambat ke arah suatu bentuk sistem
keluarga konjugal dan juga ke arah industrialisasi. Perubahan sistem keluarga
menyesuaikan diri pada kebutuhan industrialisasi. Dengan industrialisasi
keluarga tradisional (sistem keluarga yang diperluas atau gabungan) sedang
mengalami kehancuran, dimana keluarga konjugal (keluarga inti) cocok
dengan kebutuhan industrialisasi.
Disinilah mediator mempunyai peran yang sangat penting dalam
menyelesaikan perkara tersebut, sehingga para pihak dapat memperoleh
kesepakatan yang dibuat bersama, dapat diterima, dan saling menguntungkan
atau dalam istilah Sosiologi disebut win-win solution. Dikarenakan sebuah
keluarga yang utuh dan harmonis adalah core dari terciptanya sebuah struktur
sosial yang baik (social order) dan terbentuknya sebuah keluarga sejahtera,
maka sangat perlu dilakukan penelitian terhadap bagaimana peran mediator
menangani kasus perceraian di kota Malang, sehingga keluarga yang berhasil
di utuhkan kembali mampu menciptakan social order berkelanjutan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu bagaimana peran mediator pengadilan agama dalam menangani kasus
perceraian di kota Malang?
5
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui peran mediator pengadilan agama dalam menangani
kasus perceraian di kota Malang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian nantinya akan berdampak pada dua hal, yakni manfaat
teoritis dan manfaat praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian nantinya para mediator, pihak yang dimediasi, serta
mahasiswa mampu mengembangkan dan menerapkan sub-teori dari AGIL
yaitu L (latency) milik Talcott Parsons yakni pada kajian pemeliharaan
pola dan fungsi dalam keluarga.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Manfaat bagi Mediator Pengadilan Agama
Hasil penelitian juga diharap mampu digunakan mediator, hakim, dan
pihak-pihak pengadilan untuk menjadi referensi evaluasi tindakan dalam
menangani dan meminimalisir kasus perceraian dan pengembangan
efektivitas kegiatan mediasi.
2. Manfaat bagi civitas akademika
Hasil penelitian diharap mampu menjadi sumber literasi dan referensi
bagi dosen maupun mahasiswa untuk mengetahui lebih jauh lagi perihal
pelaksanaan mediasi dan apa saja peran-peran yang dijalankan mediator
pengadilan agama dalam menangani kasus perceraian di kota Malang.
6
3. Manfaat bagi pihak berperkara
Hasil penelitian nantinya yaitu memudahkan para pihak berperkara
mengikuti jalannya mediasi secara kondusif dan kooperatif melalui wawasan
yang didapat tentang peran-peran yang dijalankan mediator, serta agar
dijadikan pertimbangan bagi pihak yang berperkara untuk menyudahi atau
mencabut gugatannya.
4. Manfaat bagi Pemerintah
Hasil penelitian diharapkan mampu menjadi rujukan, pertimbangan, dan
evaluasi oleh pemerintah kota Malang, kementrian sosial, dan berbagai dinas
yang menangani kesejahteraan keluarga Indonesia terkhusus para anggota
BP.4 guna mengentaskan angka perceraian di kota Malang.
1.5 Definisi Konsep
1.5.1 Peran
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban (tanggungjawab) itu disebut peranan
dan menyangkut perilaku orang, itu sebabnya peranan merupakan aspek
dinamis dari status atau kedudukan (Veeger,1993:60).
Dikutip dari sosiologis.com, kata ”peran” dalam Bahasa Inggris disebut
dengan role, adalah istilah yang diadopsi dari dunia
teater Shakespeare. Role atau peran adalah aktivitas yang dimainkan oleh
aktor panggung. Dalam sosiologi, peran juga senantiasa dimainkan oleh aktor
sosial dalam kehidupan sehari-hari. Peran ada waktu dimulainya, dan ada pula
waktu diakhirnya, sebagaimana drama teater. Pendekatan teoritis untuk
memahami peran menggunakan teori struktural merupakan pendekatan makro,
7
dikenalkan oleh sosiolog Amerika Robert E. Park. Melalui pendekatan
struktural, peran sosial ditentukan oleh posisi dalam struktur sosial. Posisi
sosial mengandung status dan secara langsung menentukan perilaku individu.
Teori ini melihat bahwa peran sosial adalah produk dari status sosial.
1.5.2 Mediasi
Dikutip dari ipsmudah.com, sedikitnya ada 15 macam bentuk akomodasi
yang kerap digunakan untuk menyelesaikan konflik. antara lain Koersi
(Coertion), Kompromi (Compromise), Arbitrasi (Arbitration), Mediasi
(Mediation), Konsiliasi (Conciliation), Toleransi (Tolerance), Jalan buntu
(Stale Mate), Ajudikasi (Adjudication), Segregasi (Segregation), Eliminasi
(Elimination), Subjugation (Domination), Keputusan mayoritas (Majority
Rule), Keputusan mayoritas (Majority Rule), Konversi , dan Gencatan Senjata
(Cease Fire).
Istilah mediasi berasal dari bahasa Latin, yaitu mediare yang bermakna
berada di tengah. Mediasi adalah bentuk akomodasi yang dilakukan dengan
meminta bantuan pihak ketiga sebagai penasihat. Dalam hal ini, penengah
tersebut telah disepakati kedua belah pihak yang berkonflik, namun
keputusannya tidak mengikat. Pihak ketiga dalam mediasi hanya dapat
memberikan saran dan masukan, tapi tidak bisa memaksakan keputusannya.
pihak yang melakukan mediasi disebut mediator.
Secara umum, mediator merupakan pihak ketiga yang secara netral
memediasi persoalan yang ada. Pihak ketiga tersebut tugasnya adalah untuk
penyelesaian masalah secara damai. Kedudukan mediator hanyalah sebagai
8
penasehat belaka. Ia tak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-
keputusan penyelesaian masalah tersebut (Soekanto,2000:85).
Dilihat dari segi hukum, maka mediator menurut PERMA tahun 2016 No.
1 pasal 1 ayat 2 adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat
mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses
perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa
tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
1.5.2 Pengadilan Agama
Menurut kamus Sosiologi, secara umum pengadilan adalah lembaga yang
melaksanakan fungsi pengendalian sosial untuk mengadili, menyelesaikan
masalah hukum dan negara, serta memberikan hukuman terhadap anggota
masyarakat yang melanggar hukum (Priyatna,2013:128).
1.5.3 Perceraian
Perceraian atau kekacauan keluarga dapat ditafsirkan sebagai pecahnya
suatu unit keluarga, terputusnya atau retaknya struktur peran sosial, jika satu
atau beberapa anggota gagal menjalankan kewajiban peran mereka
secukupnya (Goode,1991:18).
Perceraian dalam tinjauan sosiologis adalah sebuah kajian yang membahas
seluk beluk perceraian dari sudut pandang sosial kemasyarakatan
(sosiologis). Secara sosiologis dalam teori pertukaran, perkawinan
digambarkan sebagai pertukaran antara hak dan kewajiban serta penghargaan
dan kehilangan yang terjadi antara suami dan istri (Karim dalam Ihromi,
1999). Sebuah perkawinan membutuhkan kesepakatan-kesepakatan bersama
9
dalam mendukung proses pertukaran tersebut. Jika terdapat suatu
ketidakseimbangan dalam proses pertukaran yang berarti adanya salah satu
pihak yang diuntungkan dan dirugikan, serta akhirnya tidak mempunyai
kesepakatan yang memuaskan ke dua belah pihak.1
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian tersebut menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif.
Peneliti kualitatif sedapat mungkin berinteraksi secara dekat dengan informan.
Penelitian kualitatif berlangsung dalam situasi ilmiah (natural setting).
Artinya peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi penelitian, ataupun
melakukan intervensi terhadap aktivitas subjek penelitian (Idrus, 2009:24).
1.6.2 Jenis Penelitian
Menurut Sugiyono (2003: 11) penelitian berdasarkan tingkat
eksplanasinya (tingkat kejelasan) dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Penelitian diskriptif
Penelitian diskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa
membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain.
2. Penelitian komparatif
Penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat
membandingkan. Disini variabelnya masih sama dengan variabel mandiri
1 http://www.psychologymania.com/2012/08/perceraian-dalam-tinjauan-sosiologis.html/
10
tetapi untuk sample yang lebih dari satu, atau dalam waktu yang berbeda.
3. Penelitian asosiatif
Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh ataupun juga hubungan antara dua variabel atau lebih.
Penelitian ini mempunyai tingkatan tertinggi dibandingkan dengan diskriptif
dan komparatif karena dengan penelitian ini dapat dibangun suatu teori yang
dapat berfungsi unguk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala.
Menurut Sugiyono, (2003:14) terdapat beberapa jenis penelitian antara
lain:
1. Penelitian kuantitatif, adalah penelitian dengan memperoleh data yang
berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan.
2. Penelitian kualitatif, data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema,
dan gambar.
Berdasarkan teori tersebut, maka penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kualitatif, data yang diperoleh dari sampel populasi penelitian
dianalisis sesuai dengan metode statistik yang digunakan kemudian
diinterprestasikan (widisudharta.weebly.com).
1.6.3 Subjek Penelitian
Pemilihan subjek dilakukan secara total sampling. Total
sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama
dengan populasi (Sugiyono, 2007). Alasan mengambil total
sampling karena menurut Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang
11
dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya
(digilib.unimus.ac.id). Enam narasumber dalam penelitian ini adalah 5
(lima) para mediator dan seorang sekretaris mediator di PA kota Malang.
Alasan dipilihnya keenam narasumber diatas adalah karena hanya
kelima mediator itulah pegawai tetap yang mendapat mandat langsung dari
Pengadilan Agama kota Malang untuk melakukan proses mediasi yang
sesuai SOP dan hanya itulah mediator yang aktif. Dilengkapi dengan
seorang sekretaris sebagai pemberi data-data dan laporan mediasi.
1.6.4 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan diadakan di kantor Mediasi Pengadilan Agama
kelas 1A Jln. Raden Panji Suroso no.1 kota Malang. Pertimbangan
mengapa diadakan di kantor Medisi adalah lokasi tersebut sangat
memungkinkan bagi peneliti bertemu dengan narasumber dan para
informan. Jadi, sembari menunggu mediasi usai, peneliti bisa melakukan
obervasi dan wawancara kepada informan yang berada di luar kantor.
Lokasi penelitian kedua yaitu seluruh kantor KUA di kota Malang.
Lokasi tersebut akan menjadi sumber data sekunder berupa data-data
deskripsi wilayah penelitian yakni di BAB 3. Data sekunder yang akan
dicari di KUA yaitu dari BP.4 mengenai NTCR sepanjang tahun 2017.
1.6.5 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua,
yakni sumber data primer dan sekunder.
12
a. Data Primer merupakan data hasil penelitian yang diperoleh secara
langsung di lapangan atau lokasi penelitian, maka pada penelitian ini
adalah hasil observasi langsung, dokumentasi, dan wawancara di
kantor mediasi. Sejenis pengamatan peneliti terhadap subjek dan lokasi
penelitian, serta keterangan-keterangan dari para narasumber (para
mediator) dan informan.
b. Data Sekunder yaitu sumber data yang tertulis dan hasil rekaman.
Selain data yang berwujud kata dari hasil observasi dan wawancara,
seorang peneliti kualitatif juga dapat mencari data yang berwujud
hasil tulisan (printed), cetakan atau rekaman, sumber data tertulis dan
rekaman ini jenisnya beragam, yaitu :
a) Dokumen pribadi
b) Dokumen instasi/ kantor
c) Fotografi
d) Statistik kantor (Idrus,2009:71).
Data primer berupa observasi dan wawancara para mediator, peneliti
juga akan memperoleh data dari informan, yaitu panitera pengadilan. Data
sekunder akan didapatkan dari dokumen instansi/kantor yakni milik
sekretaris mediator, panitera pengadilan, dan 5 (lima) KUA di kota
Malang untuk mencari data-data pendukung yang diperlukan di BAB 3.
Selanjutnya fotografi yaitu pemotretan hasil observasi dan ketika
wawancara berlangsung. Serta peneliti sangat membutuhkan rekapitulasi
data update yang diperoleh dari statistik kantor mengenai perkara yang
berhasil dan gagal dimediasi, angka perceraian, dan seterusnya. Selain itu,
13
data sekunder dari KUA yang berupa laporan NTCR dan usia perkawinan
tahun 2017 juga akan dipergunakan.
1.6.6 Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena
yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara
terlibat (partisipatif). Peneliti harus mengikuti kegiatan keseharian yang
dilakukan informan dalam waktu tertentu, memerhatikan apa yang terjadi,
mendengarkan apa yang dikatakannya, mempertanyakan informasi
menarik, dan mempelajari dokumen yang dimiliki (Idrus,2009:101).
Pada observsi awal penelitian, peneliti mengamati bagaimana
penggugat menyampaikan keluhannya dihadapan mediator, apa saja yang
dikeluhkan terhadap tergugat, lembar konsultasi penggugat dengan tokoh
agama, dan penggugat juga mengeluhkan tentang harta gono gini.
b. Wawancara
Metode yang dipakai adalah wawancara terstruktur. Kegiatan
wawancara terstruktur ini biasanya dilakukan oleh peneliti dengan cara
terlebih dahulu mempersiapkan bahan pertanyan yang akan diajukan
dalam wawancara nanti (Idrus,2009:107).
Peneliti menggunakan wawancara terstruktur dikhususkan kepada para
mediator. Pertanyaan utama yaitu ingin mengetahui apa saja peran utama
yang dijalankan mediator.
14
c. Dokumentasi
Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian juga
akan semakin kredibel/ dapat dipercaya apabila didukung oleh foto-foto
atau karya tulis akademik dan seni yang sudah ada (Sugiyono,2014:240).
1.6.7 Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan
setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Analisis data di
lapangan model Miles dan Haberman dilakukan secara interaktif dan
berlangsung terus menerus sampai tuntas hingga datanya jenuh.
(Sugiyono,2014: 246). Aktivitas analisis data terlihat pada gambar 1.1
Komponen Analisis Data (Interractive Model).
Sumber Gambar : Digilib.Unila.Ac.Id
a. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, dengan
15
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas (Sugiyono,2014:247).
b. Penyajian Data
Setelah peneliti melakukan reduksi terhadap data yang diperoleh di
lokasi penelitian, maka peneliti akan melakukan penyajian data
menggunakan narasi, tabel, dan charts (bagan-bagan).
c. Conclusion Drawing/ Verification
Kesimpulan akhir akan ditentukan saat bukti-bukti, kelengkapan data,
hasil wawancara, observasi, analisis dan penyajian data sudah sangat kuat,
baru akan dilakukan menulis kesimpulan. Sehingga kesimpulan yang
dibuat adalah kesimpulan akurat dan dapat dipercaya.
1.6.8 Uji Kredibilitas Data
Uji kredibilitas data dalam penelitian kualitatif antara lain dilakukan
dengan cara perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam
penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus
negative, dan membercheck (Sugiyono,2014:270).
Peneliti akan melakukan uji kredibilitas data dengan cara perpanjangan
pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, dan
membercheck.
a. Perpanjangan Pengamatan
Pada tahap awal penelitian memasuki lapangan, peneliti masih
dianggap orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi yang diberikan
16
belum lengkap, tidak mendalam, dan mungkin masih banyak yang
dirahasiakan. Dengan perpanjangan pengamatan ini, peneliti mengecek
kembali data yang telah diberikan (Sugiyono,2014:271).
Perpanjangan penelitian dilakukan pada akhir bulan Juni sampai awal
bulan Juli 2018.
b. Peningkatan Ketekunan dalam Penelitian
Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan
dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian
atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti
(Sugiyono,2014:272).
Data terkait yang diambil di 5 (lima) KUA kota Malang yakni berupa
laporan tahunan NTCR membuahkan hasil dan sangat membantu sebagai
pelengkap data di BAB 3 Setting Penelitian.
c. Triangulasi
Wiliam Wiersma (1986) triangulasi adalah cross-validasi kualitatif. Ini
menilai kecukupan data sesuai dengan konvergensi beberapa sumber data
dari beberapa prosedur pengumpulan data. Terdapat triangulasi sumber,
triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. Namun, peneliti hanya
menggunakan dua, yakni triangulasi sumber dan triangulasi teknik
pengumpulan data.
17
a) Triangulasi Sumber
Aktivitas yang dilakukan antara lain, mengecek data yang diperoleh
melalui beberapa sumber. Keenam narasumber harus dideskripsikan,
dikategorisasikan mana pandangan yang sama dan berbeda, dan mana yang
spesifik dari keenam sumber tersebut (Sugiyono,2014:274).
Bagan 1.1 Teknik Triangulasi Sumber
b) Triangulasi Teknik Pengumpulan Data
Bila menghasilkan data berbeda-beda, maka peneliti wajib
melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan
untuk memastikan data mana yang dianggap benar dengan sudut pandang
mereka (Sugiyono,2014:274).
Peran Mediator
Sunkanah,
S.H., M.Hum.
Jundiani, M.Hum.
Syamsuri, S.H., M.H.
Solihin, S.H
Dr. Abbas Arfan,
Lc., M.H.
Slamet Handoko