bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalaheprints.umm.ac.id/55427/3/bab i.pdf · militer sehingga...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada bulan Desember tahun 1991, salah satu negara terbesar yang dapat
mengimbangi kekuatan Amerika Serikat yaitu Uni Soviet runtuh dan berganti nama
menjadi Rusia, setelah itu banyak wilayah yang memilih untuk melepaskan diri dari
Uni Soviet dan mendirikan negara sendiri.1 Negara yang melepaskan diri dari Uni
Soviet berjumlah 14 negara yaitu, Armenia, Azerbaijan, Belarus, Estonia, Georgia,
Kazakhstan, Kirgizstan, Latvia, Lithuania, Moldova, Tajikistan, Turkmenistan,
Ukraina dan Uzbekistan.2 Wilayah ini tentu mempunyai nilai bargaining position3
yang tinggi baik untuk Barat dan juga Rusia sendiri. Sehingga Rusia berusaha untuk
kembali dapat mempengaruhi bekas negara-negara nya yang berbatasan langsung
untuk dijadikan sebagai Buffer State atau zona penyangga.4 Hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi Rusia untuk dapat tetap menjaga eksistensi dan
pengaruhnya di wilayah bekas Uni Soviet. Runtuhnya Uni Soviet juga mulai terlihat
ketika Pakta Warsawa5 berakhir lebih dulu pada 1 Juli 1991.6 Dahulu tujuan Uni
Soviet membenbentuk Pakta Warswa adalah untuk dapat menyaingi NATO dalam
1History.com Staff, Fall Of Soviet Union, diakses dalam http://www.history.com/topics/cold-war/fall-of-soviet-union (23/03/2017, 01.59 WIB) 2 Ibid 3 Bargaining Position adalah nilai tawar suatu negara terhadap negara lain 4 Istilah Buffer State menurut Oxford Dictionary adalah negara kecil yang netral terletak diantara dua negara besar yang bermusuhan dan bisa berfungsi untuk mencegah pecahnya konflik regional 5 Pakta Warsawa adalah suatu aliansi militer yang diinisiasi oleh Uni Soviet untuk menandingi NATO di Eropa 6 History.com Staff, Warsaw Pact Ends, diakses dalam http://www.history.com/this-day-in-history/warsaw-pact-ends (23/03/2017, 01.59 WIB)
2
Militer sehingga Uni Soviet dapat menjaga eksistensinya di Eropa Timur.7 Namun
berakhirnya Pakta Warsawa ini membuat NATO8 dapat melakukan perluasan ke
bekas wilayah Uni Soviet. Pada tahun 1999 tiga negara Eropa Timur bergabung
dengan pakta pertahanan NATO yaitu Polandia, Ceko dan Hungaria yang dulunya
bergabung dalam Pakta Warsawa.9 Dengan waktu 15 tahun kini ada 12 negara yang
dulunya berada di bawah pengaruh Uni Soviet akhirnya bergabung dengan pakta
barat yaitu NATO.10 Hal ini memicu ketegangan yang tidak dapat dihindari lagi,
masalah ini membuat Presiden Rusia, Vladimir Putin merasa gelisah. Vladimir
Putin mengatakan “Munculnya sebuah aliansi militer di perbatasan Rusia bisa
dilihat sebagai ancaman langsung”.11 Hal ini juga merupakan penghinaan untuk
Rusia, karena dengan perluasan NATO ke Eropa Timur maka Pengaruh Rusia di
wilayah tersebut juga akan terganggu.
Apalagi NATO berniat untuk memasukkan negara Eropa Timur lain nya
khususnya Ukraina, tindakan ini membuat hubungan Rusia dan NATO semakin
merenggang. Dalam mencapai kepentingan nasional dan menghadapi dunia
internasional, Rusia membentuk suatu kebijakan.12 Pada tanggal 31 Desember 2015
Vladimir Putin menandatangani Russia National Security Strategies terbaru dimana
7 Ibid 8 NATO adalah singkatan dari North Atlantic Treaty Organization, adalah suatu organisasi untuk menjaga kebebasan dan keamanan anggotanya melalui cara militer dan politik. Merupakan organisasi yang dibentuk sebagai media untuk menghalau kekuatan Uni Soviet (sekarang Rusia) 9Bernd Riegert, Sejarah Perluasan NATO ke Eropa Timur, diakses dalam http://www.dw.com/id/sejarah-perluasan-nato-ke-eropa-timur/a-17528183 (23/03/2017, 04.19 WIB) 10 Ibid 11NATO dan Perluasannya, diakses dalam http://www.dw.com/id/nato-dan-perluasannya/a-3231679 (23/03/2017, 04.31 WIB) 12Denny Armandhanu, Hadapi NATO Putin siapkan strategi pertahanan baru, diakses dalam http://www.cnnindonesia.com/internasional/20160101191957-134-101675/hadapi-nato-putin-siapkan-strategi-pertahanan-baru/ (23/03/2017, 04.41 WIB)
3
salah satu isinya menyinggung ekspansi keanggotaan yang dilakukan oleh NATO
yang sudah melewati batas.13 Di dalam strategi terbaru ini Rusia juga meningkatkan
kekuatan militernya khususnya rudal balistik baik non-nuklir dan nuklir,
pemerintah Rusia mengatakan bahawa kebijakan luar negeri ini adalah sebagai
bentuk respon Rusia selama ini atas langkah yang dilakukan oleh Amerika Serikat
dan NATO di Eropa.14
Selain dalam bidang militer Russia National Security Strategies 2015 berisi
poin-poin tentang bagaimana politik dalam dan luar negeri Rusia yang nantinya
akan dijalankan baik masalah politik, ekonomi, militer, hubungan dengan Ukraina,
korupsi dan hal lain nya.15 Hal ini dilakukan demi menjaga keamanan nasional yang
mencakup keamanan individu, masyarakat dan negara dalam menghadapi ancaman
internal dan eksternal.16 Keamanan nasional sendiri menurut Rusia memiliki bidang
prioritas seperti keamanan negara, keamanan publik, keamanan sosial ekonomi,
kemananan pertahanan, informasi, militer dan juga hubungan internasional.17 Yang
nantinya demi menjaga semua keamanan nasional Russia dalam mewujudkan
kepentingannya akan diteruskan ke dalam politik luar negeri Rusia.
Namun di sisi lain bahwa langkah strategis Rusia ini membuat NATO khawatir
yang nantinya akan membuat kondisi menjadi dilema. Karena dengan adanya
Russia National Security Strategies 2015, dimana salah satu poin nya yang
13 Ibid 14 Ibid 15Olga Oliker, Unpacking Russia’s New National Security Strategy, diakses dalam https://www.csis.org/analysis/unpacking-russias-new-national-security-strategy (23/03/2017, 04.41 WIB) 16About Security Council, diakses dalam http://en.kremlin.ru/structure/security-council (23/03/2017, 05.54 WIB) 17 Ibid
4
menunjukkan bahwa “NATO dan sekutunya merupakan ancaman akan
menimbulkan efek bagi wilayah yang berbatasan langsung dengan Rusia”.18 Hal
ini akan membuat NATO tidak tinggal diam, bahwa NATO dianggap sebagai
ancaman bagi Rusia justru akan membuat NATO agresif dengan meningkatkan
militernya pada negara-negara Baltik.
Dalam sudut pandang yang berbeda, hal ini dilakukan oleh NATO karena sesuai
dengan prinsip-prinsip yang dijalankan oleh NATO yaitu untuk menjaga keamanan
bersama para anggota NATO salah satunya dengan cara militer. Karena menurut
NATO, militer merupakan cara yang paling efektif sebagai pencegahan terhadap
ancaman dari luar.19 Namun penggunaan militer bukanlah satu-satunya jalan bagi
NATO dalam menyelesaikan masalah, NATO bukanlah ancaman bagi negara-
negara manapun. NATO siap berdialog secara dua arah dan transparan untuk
meminimalisir resiko terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dalam penggunaan
militer, dan menginginkan kondisi regional yang stabil bagi negara-negara
anggotanya.20 Hal ini lah yang dicoba untuk disampaikan NATO kepada seluruh
negara-negara di dunia dalam pertemuan besar NATO Summit yang dilaksanakan
di Warsawa pada tahun 2016 tahun lalu.21
Demi mencapai tujuan tersebut, NATO memperkuat kekuatan militernya di
kawasan Baltik dengan menempatkan pasukan di negara-negara Baltik dan juga
18 Oliker, Loc. Cit. 19 NATO, The Warsaw declaration on Transatlantic Security, diakses dalam http://www.nato.int/cps/en/natohq/official_texts_133168.htm?selectedLocale=en (23/04/2017, 13.32 WIB) 20 Ibid 21 Ibid
5
Polandia.22 Kegelisahan ini mulai muncul pada negara-negara baltik yaitu Estonia,
latvia dan Lithuania, akibat aneksasi yang dilakukan oleh Rusia. Karena aneksasi
yang dilakukan Rusia dianggap ilegal karena melanggar kedaulatan Ukraina
sebagai bagian dari Ukraina, juga sebagai perbuatan yang sangat tidak bertanggung
jawab dan membuat ketidakstabilan kondisi regional.23
Pada tahun 2016, NATO mengadakan Warsaw Summit yang dilaksanakan di
Warsawa ibukota Polandia.24 Pada pertemuan tersebut terdapat salah satu satu
deklarasi yang dibahas yaitu The Warsaw declaration on Transatlantic security
yang berisi bahwa NATO bukanlah merupakan suatu ancaman untuk Rusia dan siap
melakukan dialog dengan Rusia. Sehingga upaya militer NATO untuk menjaga
negara-negara baik yang berbatasan langsung maupun tidak langsung dengan Rusia
bukanlah suatu ancaman yang ditunjukan untuk Rusia. Hal ini dikarenakan dalam
The Warsaw declaration on Transatlantic security poin 7 terdapat kutipan “if our
neighbour are stable we are more secure” yang mana tindakan NATO tersebut
adalah salah satu upaya NATO untuk menciptakan rasa aman dan terbebas dari
ancaman.25
Untuk menjaga keamanan lebih di Baltik, NATO akan menunjukkan
kehadirannya di wilayah Baltik dan Polandia. Dengan membangun infrastruktur
yang lebih maju, sehingga dapat menunjukkan secara jelas bahwa NATO memiliki
solidaritas, tekad dan kemampuan mengambil tindakan terhadap segala ancaman
22 Ibid 23 Ibid 24 Ibid 25 Ibid
6
dan agresi.26 Hal ini secara jelas dan tegas tercantum pada poin 40 pada Warsaw
Summit 2016. Dapat diamati bahwa setelah disahkannya Rusia National Security
Strategies tahun 2015 oleh Presiden Rusia terdapat peningkatan baik latihan militer
maupun penempatan pasukan yang cukup signifikan yang dilakukan oleh NATO
khususnya di negara-negara Baltik.27
Hal menarik inilah yang membuat penulis ingin mengangkat masalah ini, yang
bermula dari disahkannya Russia National Security Strategies tahun 2015 dan
memberikan efek domino terhadap NATO yang semakin agresif untuk menjaga
keamanan dan stabilitas regional. Kebijakan Rusia dan efek domino terhadap
NATO inilah yang ingin dideskripsikan dan dijelaskan dalam skripsi ini. Penulis
akan menggunakan metode library research, juga dari berita-berita terkini mengenai
hubungan Rusia dan NATO juga hal lainnya yang berhubungan dengan masalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Penulisan karya ilmiah selalu membutuhkan titik fokus suatu masalah yang
akan menjadi barometer dalam penulisan. Harus ada permasalahan utama yang
dijelaskan untuk mengetahui seberapa penting permasalahan itu untuk dingkat.
Rumusan masalah yang akan diangkat penulis dalam tulisan ini adalah:
Mengapa Russia National Security Strategies 2015 (RNSS) berpengaruh
terhadap penguatan aliansi NATO di Kawasan Baltik?
26 Ibid 27 Ibid
7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah,
• Alasan NATO meningkatkan militernya di Baltik
• Memahami Russia National Security Strategies baik sejarah maupun
tujuan dibuatnya kebijakan ini
• Memahami poin-poin penting di dalama Russia National Security tahun
2015 yang mempengaruhi stabilitas di Baltik
1.3.2 Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan rujukan
untuk menambah sumbangan pemikiran, wawasan, dan pengetahuan bagi
ilmu hubungan internasional Universitas Muhammadiyah Malang terkait
Pengaruh Russia National Security Strategies tahun 2015 terhadap
penguatan aliansi NATO di Baltik. Hasil pemikiran ini juga dapat
dimanfaatkan sebagai dasar pemikiran oleh peneliti lain yang berminat
melakukan penelitian yang sejenis dengan penelitian ini.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat praktis,
diharapkan dapat menjadi referensi atau acuan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya. Sehingga dapat memberikan manfaat kepada pembaca
khsususnya Ilmu Hubungan Internasional mengenai pengaruh Russia
8
National Security Strategies pada tahun 2015 terhadap penguatan aliansi
NATO di Baltik.
1.4 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan lima hasil penelitian terdahulu yang
membantu penelitian ini, terkait bagaimana hubungan Rusia dengan NATO selama
ini.
Pertama, penelitian dari Fadhiah Silmina yang mengangkat jurnal berjudul
Alasan Rusia menganggap NATO sebagai Ancaman dalam Sistem Pertahanan Anti
Rudal Pasca Perang dingin tahun 2008-201528 menggunakan pendekatan
deterrence dengan metode deskriptif. Fadhiah menjelaskan bahwa hubungan NATO
dengan Rusia sudah mengalami ketegangan semenjak NATO dan Amerika Serikat
melakukan ekspansi ke kawasan Eropa. Hal ini mulai dirasakan oleh Rusia ketika
NATO berhasil memasukkan negara peahan Uni Soviet menjadi anggotanya.
Dengan peristiwa tersebut dan mulai terancamnya keamanan nasional Rusia,
akhirnya Rusia bergabung dengan NATO. Mengapa negara yang dulunya super
power mau bergabung dengan NATO, dalam penelitian ini saya melihat bahwa
berkurangnya pengaruh Rusia dalam wilayah yang berbatasan langsung dengannya
membuat Rusia terpaksa bergabung. Namun setelah 9 tahun bergabung, hubungan
Rusia dan NATO tidak berjalan mulus dan dipenuhi kecurigaan satu sama lain.
Ancaman ini dirasakan Rusia dalam bentuk adanya intervensi dalam urusan internal
28 Fadhiah Silmina, 2016, Alasan Rusia menganggap NATO sebagai Ancaman dalam Sistem Pertahanan Anti Rudal Pasca Perang dingin tahun 2008-2015, Jurnal, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/2673/JURNAL.pdf?sequence=15&isAllowed=y
9
Rusia, juga ada nya upaya untuk mengabaikan kepentingan Rusia dalam
menyelesaikan masalah keamanan internasional.
Oleh karena itu Rusia dalam doktrin militernya menganggap NATO sebagai
suatu ancaman yang dapat menganggu keamanan nasional Rusia. Rusia merespon
ini dengan meningkatkan anggaran militer dan menempatkan pasukan nya ke
wilayah yang berbatasan langsung dengan negara lain. Hal ini sebagai respon Rusia
terhadapn NATO yang dianggap sudah tidak dapat bekerja sama lagi secara
koperatif.
Kedua dari Rita Widia Astuti yang mengangkat skripsi dengan judul
Perubahan Politik Luar Negeri Rusia Rusia terhadap Perjanjian Missile Defense
System dengan NATO29 menggunakan pendekatan Rational Actor Theory dan
Konsep Politik Luar Negeri dengan menggunakan metode Eksplanatif. Widia
menjelaskan bahwa kepemilikan senjata pemusnah massal yang terus
dikembangkan oleh Rusia, mendorong perwakilan NATO untuk mengundang Rusia
pada tanggal 21 Novemver 2010 untuk melakukan kerjasama mengenai Missile
Defense System. Kerjasama ini tidak hanya dilatarbelakangi oleh adanya
kepemilikan senjata pemusnah massal antara NATO dan Rusia, namun dilatar
belakangi oleh faktor lain seperti adanya peningkatan senjata pemusnah massal
yang dimiliki oleh Iran.
Meskipun mendapat dukungan dari presiden Rusia, Dimitri Medvedev yang
telah dirangkum dalam sebuah perjanjian atau kerjasama ternyata pada akhirnya
29 Rita Widia Astuti, 2016, Perubahan Politik Luar Negeri Rusia terhadap perjanjian Missie Defense System dengan NATO, Skripsi, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang
10
dukungan tersebut tidak bertahan lama. Diawali dengan penolakan usulan Presiden
Rusia untuk membangun perisai rudal untuk melindungi ancaman rudal Iran dan
negara lainnya. Anehnya selang beberapa waktu kemudian, NATO berniat ingin
membangun dan mengembangkan sistem pertahanan rudal di Eropa tanpa
persetujuan oleh Rusia. Selain itu NATO tidak ingin memberikan rincian informasi
mengenai sistem pertahanan rudalnya secara rinci terhadap Rusia,
Adanya perubahan sikap oleh NATO ini menyebabkan Rusia mengubah politik
luar negerinya terhadap NATO dalam perjanjian Missile Defense System. Padahal
jika kita lihat dari sitem keamanan, kerjasama ini akan menguntungkan Rusia
karena adanya jaminan terhadap keamanan negaranya, akan tetapi Rusia mengubah
politik luar negerinya tersebut.
Ketiga menggunakan hasil penelitian Sri Wahyuni yang mengangkat skripsi
dengan judul Dampak Kebijakan Pertahanan Rusia dan Dampaknya terhadap
NATO.30 Menggunakan konsep pertahanan keamanan, perimbangan kepentingan
dan juga dampak dengan menggunakan metode deskriptif. Sri Wahyuni
menjelaskan Rusia melakukan reformasi persenjataan untuk mencegah ancaman
militer dari luar, melalui kebijakan pertahanan nya yang terbaru dengan
menggunakan instrumen militer untuk melindungi keamanan nasionalnya dan
mengembalikan pengaruhnya pasca perang dingin.
Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa Rusia ingin menjadi negara yang
adidaya kembali, dengan begitu Rusia memiliki posisi yang kuat untuk
30 Sri wahyuni, 2012, Dampak Kebijakan Pertahanan Rusia dan Dampaknya terhadap NATO, Skripsi, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Hasanuddin Makassar, dalam http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1646/SKRIPSI%20SRI%20RAHYUNI.pdf;sequence=1
11
mempengaruhi kesepakatan dan memasukkan kepentingan nasional negaranya.
Dalam berusaha untuk mencapai kepentingannya tiap-tiap negara berusaha
melakukan peningkatan kekuatan nasionalnya, yang memiliki berbagai unsur salah
satunya adalah kekuatan militer. Sehingga disimpulkan bahwa kebijakan
pertahanan ini digunakan untuk dapat memenuhi kekuatan nasionalnya dalam
memenuhi kepentingan nasionalnya. Kebijakan Rusia ini juga berdampak pada
NATO, yang akan mengancam eksistensi NATO yang masih eksis hingga sekarang.
Keempat menggunakan hasil penelitian Khairunisaa yang mengangkat jurnal
dengan judul Dampak Kebijakan Pertahanan Rusia dan Politik Luar Negeri Rusia
terhadap Perluasan keanggotaan NATO di Eropa Timur tahun 2002-2010.31
Menggunakan konsep politik luar negeri dan deterrence dengan metode deskriptif.
Khairunisaa menjelaskan Adanya upaya perluasan keanggotaan NATO di wilayah
Eropa Timur sejak tahun 2000-2010 merupakan bentuk usaha NATO dalam
mempersempit pengaruh dan kekuasaan Rusia di Eropa Timur, dengan merangkul
negara- negara bekas pecahan Uni Soviet yang berbatasan langsung dengan Rusia.
Perluasan ini dianggap oleh Rusia sebagai suatu ancaman terhadap security interest-
nya dan kepentingan nasional Rusia dalam upaya untuk mengembalikan hegemoni
di kawasan Eropa Timur ditanggapi dengan sangat responsif. Pemerintah Rusia
sejak kepemimpinan Vladimir Putin hingga Dimitri Medveded mencetuskan
kebijakan Politik Luar Negeri yang kontra terhadap NATO.
31 Khairunisaa, 2013, Dampak Kebijakan Pertahanan Rusia dan Politik Luar Negeri Rusia terhadap Perluasan keanggotaan NATO di Eropa Timur tahun 2002-2010, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Mulawarman, dalam http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/04/Politik%20Luar%20Negeri%20Rusia%20Terhadap%20Perluasan%20Keanggotaan%20NATO%20di%20Eropa%20Timur%20Tahun%202002-2010%20(Khairunisaa)%20(04-03-13-09-36-32).pdf
12
Salah satu caranya adalah dengan menetapkan doktrin kebijakan pertahanan
tentang adanya ancaman dari luar salah satunya adalah NATO, dan tindakan Rusia
yang diambil dengan meningkatkan kapabilitas dan pertahanan untuk ditempatkan
di perbatasan Rusia dan aliansinya. Selain itu Rusia juga meningkatkan kekuatan
nuklir nya sebagai deterrence lawan-lawannya. Kesimpulannya adalah Rusia
meningkatkan militernya dan nuklir untuk menjaga wilayahnya dari NATO.
Kelima, menggunakan penelitian Ali Muhammad yang mengangkat jurnal
dengan judul “Selamat Datang Perang Dingin !” Kepentingan Rusia di Krimea
dan Ukraina Timur dan Ketegangan hubungan dengan Barat32. Menggunakan
konsep balance of power dengan metode eksplanatif. Ali Muhammad menjelaskan
bahwa aneksasi yang dilakukan oleh Rusia maupun internvensinya ke Ukraina jelas
melanggar hukum Internasional dan tatanan internasional.
Namun permasalahannya sekali lagi bukan masalah hukum tetapi masalah
politik dan keamanan nasional Rusia. Rusia adalah sebuah great power atau bahkan
masih superpower militer dalam arti kemampuan dan kapabilitas militernya masih
termasuk yang terkuat di dunia. Disamping Rusia merupakan negara nuklir
terbesar, Rusia bukanlah negara sembarangan karena posisi politik sangat kuat
karena merupakan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB). Bagi Amerika Serikat dan Uni Eropa, respon seperti apa yang pas
untuk mengukum Rusia itulah yang sangat dilematis. Upaya yang sudah dilakukan
Barat adalah melakukan isolasi diplomatik dan sanksi ekonomi terhadap Rusia
32 Ali Muhammad, 2015, “Selamat Datang Perang Dingin!” Kepentingan Rusia di Krimea dan Ukraina Timur dan Ketegangan hubungan dengan Barat, Skripsi, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman, dalam http://fisip.unsoed.ac.id/sites/default/files/Ali%20Muhammad.pdf
13
walaupun keduanya tidak menimbulkan efek jera.
Di bidang militer. Apapun yang akan dilakukan Rusia terhadap Ukraina bahkan
seandainya invasi militer kecil kemungkinan NATO akan mengmbil resiko terlibat
konflik langsung dengan Rusia. Konflik terbuka antara NATO dan Rusia terlalu
mahal resiko yang akan ditanggung oleh NATO, dan yang sangat mengkhawtirkan
adalah bahwa Rusia merupakan pemilik senjata nuklir besar di dunia. NATO tidak
mau mengambil resiko konfrontasi langsung dengan Rusia bila saja negeri ini
diinvasi oleh Rusia. Disamping kekawatiran akan terjadi konfrontasi langsung,
tetapi juga karena organisasi di NATO sendiri Ukraina bukanlah anggota. Namun,
NATO masih bisa berperan untuk mencegah rencana Rusia dengan mengirim sinyal
bantuan militer supaya terjadi deterrence effect dengan member bantuan militer ke
negara tetangga Rusia seperti Estonia. Kesimpulannya bahwa walaupun kekuatan
militer NATO cukup besar namun NATO tidak ingin mengambil resiko yang terlalu
besar untuk berkonfrontasi dengan Rusia secara langsung.
Judul Skripsi/Nama Peneliti
Metode Penelitian
Hasil
Alasan Rusia menganggap NATO sebagai Ancaman dalam Sistem Pertahanan Anti Rudal Pasca Perang dingin tahun 2008-2015 Fadhiah Silmina
Skripsi Deskriptif Deterrence
• Perluasan NATO membuat ancaman bagi Rusia, khususnya ketika negara-negara yang berbatasan langsung dengan Rusia inggin dijadikan tempat rudal balistik NATO
• Terjadi hubungan yang fluktuatif antara Rusia dengan NATO
14
• Pada akhirnya Rusia sendiri mau tidak mau bersiap-siap terhadap segala kemungkinan dengan meningkatkan militernya
Perubahan Politik Luar Negeri Rusia terhadap Perjanjian Missile Defense System dengan NATO Rita Widia Astuti
Skripsi Eksplanatif Rational Actor Theory, Konsep Politik Luar Negeri.
• Awalnya Rusia menganggap positif kerja sama Missile Defense System dengan NATO oleh Dmitri Medvedev sehingga dapat meredakan konflik .
• Kerja sama ini tidak berlangsung lama karena baik Rusia dan NATO masih terdapat konflik-konflik yang berkelanjutan
• Puncaknya pada kasus ikutnya NATO dalam konflik Georgia yang terjadi tahun 2008
Kebijakan Pertahanan Rusia dan Dampaknya terhadap NATO Sri Wahyuni
Skripsi Konsep Pertahanan Keamanan, Konsep Perimbangan Kepentingan, Konsep tentang dampak
• Mulai bangkitnya Rusia di era Presiden Vladimir Putin
• Terancamnya Rusia oleh perluasan yang dilakukan NATO
• Untuk merespon NATO, Rusia mengeluarkan National Security Strategies atau Kebijakan Pertahanan Rusia.
• Hal ini menimbulkan berbagai dampak dalam stabilitas keamanan di Eropa Timur
• Adanya perimbangan kepentingan yang dilakukan Rusida dan NATO masing masing ingin kepentingan nya dapat terpenuhi di dalam Dunia Internasional
• Kedua belah pihak sama-sama menggunakan instrumen militer untuk mendapatkan kepentingannya
15
Politik Luar Negeri Rusia terhadap Perluasan keanggotaan NATO di Eropa Timur tahun 2002-2010 Khairunisaa
Jurnal Deskriptif Konsep Politik Luar Neger, Konsep Deterrence
• Perluasan NATO mendapatkan respon negatif dari Rusida karena dapat mengancam Geopolitik Rusia
• Untuk mencegah penyebaran NATO Rusia mengeluarkan kebijakan luar negeri yang agresif
• Salah satu caranya dengan menempatkan beberapa angkatan militernya di wilayah pecahan Uni-Soviet.
“Selamat Datang Perang Dingin !” Kepentingan Rusia di Krimea dan Ukraina Timur dan Ketegangan hubungan dengan Barat Ali Muhammad
Jurnal Eksplanatif Konsep Balance of Power
• Bahwa aneksasi yang dilakukan oleh Rusia memperoleh kecaman dari Barat yang menyatakan tidak sah nya Krimea menjadi bagian Rusia.
• NATO pun tidak bisa berbuat banyak pada konflik yang terjadi
1.5 Kerangka Konseptual Penelitian yang baik dan benar harus didukung dengan adanya konseptualisasi
dan juga penggunaan teori maupun konsep yang mana kedua hal tersebut sangat
penting dalam kegiatan pemikiran dan hasil pemikiran itu sendiri. Sehingga
penggunaan teori maupun konsep merupakan hal yang mutlak dalam suatu
penelitian agar penelitian yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Adapun dalam penelitian menggunakan beberapa konsep sebagai berikut:
Teori Deterrence
Menurut Professor Branislav L. Slantchev bahwa strategi penggunaan kekuatan
dibagi menjadi 2 yaitu brute force dan strategic coercion.33 Apabila kita analogikan
33 Branislav L. Slantchev, 2005, Introduction to International Relations Lecture 8: Deterrence and Compellence, San Diego, hal.1
16
bahwa brute force adalah anak SMA yang memukul anak SMP dan mengambil
uangnya, dapat kita pahami bahwa anak SMA tersebut menggunakan kekuatannya
secara langsung kepada anak SMP. Hal ini lah yang disebut dengan brute force.34
Berbeda dengan strategic coercive dimana anak SMA ini akan mengancam
memukul anak SMP tadi jika dia tidak menyerahkan uangnya, strategi ini bertujuan
untuk membujuk lawan untuk melakukan apa yang kita mau tanpa harus
menyerangnya. Hal ini disebut strategic coercive.35
Stretaegic coercive mempunyai 2 bentuk dasar yaitu deterrence dan
compellence. Dalam penulisan ini, penulis akan menggunakan deterrence karena
lebih sesuai dan cocok untuk menjelaskan fenomena ini. Deterrence bertujuan
untuk membujuk atau menghasut lawan untuk tidak memulai tindakan, kita akan
menuntut dan menjelaskan konsekuensi yang akan diterima jika lawan bertindak
lalu menunggu. Dimana suksesnya deterrence jika lawan melakukan tindakan,
namun kesuksesan deterrence susah untuk diukur apakah faktor deterrence atau
faktor yang lainnya.
Inti dari deterrence sendiri adalah bagaimana negara menggunakan power nya
untuk mencegah pihak lain untuk melakukan tindakan yang mengancam
kepentingan negara tersebut hal ini terjadi karena hidup di dalam kondisi
internasional yang anarki menimbulkan kegelisahan di tiap-tiap negara, menurut
Waltz bahwa sistem internasional adalah anarki dimana tidak adanya pemerintahan
dunia.36 Sehingga hubungan internasional merupakan suatu sistem anarki yang
34 Ibid, hal.3 35 Ibid, hal.4 36 Patrick M. Morgan, 2003, Deterrence Now, New York: Cambridge University Press, hal.1
17
terdiri dari negara-negara yang beragam dan memiliki kepentingan yang berbeda
pula. Hal ini dilakukan untuk mempengaruhi kondisi psikologis pihak lain yang
mengancam kita dan mencegah terjadinya perang.37
Dalam melakukan deterrence, nantinya kita akan melakukan 2 cara yang akan
diambil. Jika kita ingin mengambil tindakan menyakiti lawan maka kita
menggunakan threat, namun jika kita ingin memberinya penhargaan atas apa yang
dia lakukan maka kita menggunakan promise.
Branislav L. Slanychev menjelaskan deterrence dapat menggunakan threats
dan promise, tergantung dari apa yang menjadi tujuan mereka yang ingin dicapai.
Threat membebankan biaya kepada lawan jika mereka tidak mengikuti apa yang
kita mau, sedangkan promise memberikan keuntungan kepada lawan jika mereka
mengikuti apa yang kita mau. Dimana keduanya sangat membutuhkan biaya yang
sangat besar apabila threats gagal untuk mempengaruhi lawan, dan jika rencananya
berhasil.38
Penggunaan deterrence threat bersifat pasif dan statis, yang kita lakukan hanya
memasang jebakan dan membiarkannya tanpa waktu yang tidak dapat ditentukan.
Contohnya, Amerika Serikat menempatkan pasukannya sebanyak 10.000 di Eropa
untuk menjaga Eropa dari serangan Uni Soviet. Pasukan ini sangatlah sedikit,
namun jika Uni Soviet ingin menyerang maka Uni Soviet akan mengerahkan
pasukan yang lebih besar lagi untuk mengalahkannya. Hal ini memaksa Amerika
Serikat melakukan tindakan dan tidak akan diam saja melihat pasukannya mati
37 Robert Jackson dan George Sorensen, 2014, Pengantar Studi Hubungan Internasional, Edisi Kelima, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 83 38 Ibid, hal 4
18
begitu saja, tujuan Amerika Serikat adalah untuk mengorbankan pasukannya untuk
mati secara terhormat yang merupakan sebuah jebakan.
Menggunakan deterrence promise mungkin dilakukan namun susah untuk
dicapai. Karena jika kita bayangkan bahwa Amerika Serikat akan memberikan
bantuan ekonomi kepada Uni Soviet jika tidak menyerang Eropa Barat. Hal ini
membutuhkan langkah yang berlangsung secara terus-menerus yang dapat
memperkuat Uni Soviet dan bisa jadi Uni Soviet berbohong dan melakukan yang
seharusnya tidak dilakukan dalam perjanjian.39 Namun hal ini dapat terjadi apabila
kita dapat membuat argumen yang kuat, intinya dalam prakteknya deterrence dapat
dicapai dengan baik menggunakan threat.40
Deterrence dibagi menjadi dua tipe. Pertama adalah general deterrence adalah
dimana situasi pada saat itu tidak ada nya bahaya yang jelas namun untuk mencegah
adanya perlawanan dan pertentangan yang terjadi. Contohnya adalah perjanjian
antara Jepang dan Amerika Serikat dalam melindungi negara kepulauan Jepang dari
ancaman yang ada walaupun saat itu belum ada ancaman yang ada. Selain itu
contoh general deterrence yang tepat dapat dilihat bagaimana Amerika Serikat
melindungi Eropa Barat dari ancaman USSR ketika perang dingin.41 Berbeda
dengan general deterrence, immediate deterrence mengacu pada situasi dimana
lawan dapat menyerang kapan saja. Sebagai contoh, tahun 1950 Tiongkok berusaha
untuk mencegah Amerika tidak melakukan penaklukan Korea Utara namun tidak
dihiraukan.42 Hal ini memicu Tiongkok untuk meyerang sungai Yalu dan memukul
39 Ibid, hal. 5 40 Ibid. 41 Ibid, hal.7 42 Ibid.
19
mundur pasukan Amerika Serikat. Setiap krisis yang berakhir dengan perang
seperti contoh studi kasus diatas merupakan sebuah kegagalan Immediate
Deterrence.
Untuk mengoperasikan teori ini, apabila general deterrence gagal maka tidak
langsung memicu immediate deterrence. Terdapat beberapa tahap dan syarat yang
dipenuhi, namun kegagalan general deterrence dapat mengindikasikan bahwa
suatu negara ingin menyerang. Jika kita lihat di tabel bawah maka Rusia sebagai
defender mengeluarkan kebijakan Russia National Security Strategies tahun 2015
untuk membuat NATO sebagai challenger resah akan kebijakan itu. Karena dalam
salah satu poin kebijkan tersebut Rusia secara jelas menyebut NATO merupakan
sebuah ancaman.43 Hal tersebut memicu reaksi dari NATO untuk melakukan
penguatan aliansinya khususnya di kawasan Baltik, NATO menganggap bahwa
kebijakan yang telah ditandatangani oleh presiden Rusia Vladimir Putin merupakan
sebuah ancaman. Terjadi pola saling membalas antara Rusia dan NATO yang
akhirnya memasuki pada fase immediate deterrence seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya dimana ketika musuh sudah dapat diidentifikasi dan dapat menyerang
kapan saja
43 Oliker, Loc. Cit.
20
Bagan 1.5 Operasional Teori General dan Immediate Deterrence
Ketika menggunakan deterrence, aktor harus memperhitungkan kalkulasi yang
relevan yang harus diambil. Yaitu cost and benefit ketika status quo dan pilihan
alternatif cost and benefit ketika terlibat perang. Jika aktor memilih untuk berperang
maka akan ada cost yang dikeluarkan seperti, biaya perang, hilangnya banyak
nyawa, sumber daya yang digunakan, adanya pajak baru untuk menambah biaya
perang, kerusakan yang harus diperbaiki. Sebelum memilih perang aktor juga harus
mengukur secara tepat jika dia berhasil menang dalam konflik tersebut. Pilihan
untuk memilih perang harus juga dibandingkan dengan cost and benefit ketika aktor
ingin untuk mempertahankan perdamaian, apakah dengan tidak ikut perang kondisi
sesuai dengan ekspektasi aktor ? apakah situasi akan semakin memburuk di
21
kemudian hari ? apakah situasi akan semakin baik, namun sampai kapan situasi ini
bertahan ?. Oleh karena itu aktor yang mengambil keputusan harus berhati-hati,
apakah ia ingin memperburuk keadaan hubungan dengan lawannyaa atau bisa
memperbaiki hubungannya dengan lawannya.
Dalam hal ini sebuah negara atau aliansi melihat suatu ancaman sebelum
melakukan tindakan adalah bagaimana mengelaborasikan dari fungsi aggregate
power, geographic proximity, offensive capabilities, dan Aggresive intensions yang
akan dihadapi.44
1) Aggregate power
Indikator yang pertama adalah aggregate power dimana jika semakin besar
jumlah suatu sumber daya negara maka semakin besar potensi ancaman
yang dapat ditimbulkan terhadap orang lain. Contohnya sepert populasi,
kapabilitas industri dan militer, dan teknologi. Populasi memiliki suatu
gambaran suatu sumber daya manusia yang dapat mendukung suatu negara,
yang secara otomatis dengan banyak nya populasi akan meningkatkan
personel yang dibutuhkan negara apabila terjadi konflik. Kapabilitas
industri dan militer memilki hubungan yang saling tergantung satu sama
lain, dimana jika kapabilitas industri yang dapat diukur dengan peningkatan
GDP (Gross Domestic Product) tiap tahunnya. GDP adalah pendapatan
kotor suatu negara yang digunakan sebagai indikator kekuatan ekonomi
suatu negara yang nantinya akan dialokasikan untuk memenuhi kepentingan
44 Stephen M. Walt, 1990, The Origin of Alliances, New York, Cornell PaperBack, hal. 22-26
22
nasional contohnya belanja militer dan pengembangan ilmu pengetahuan
alam dan teknologi.
2) Geographical proximity
Indikator kedua adalah geographical proximity dimana kondisi geografi
atau wilayah dapat mempegaruhi power yang dilakukan oleh negara lain.
Sehingga semakin dekat kondisi geografi dengan lawan maka ancamannya
semakin besar pula. Hal ini yang akan membuat perlombaan senjata oleh
negara-negara agar mampu memberi ancaman tanpa terhalangi kondisi
geografi.
3) Offensive power
Indikator ketiga adalah offensive power, berbeda dengan aggresive power
offensive power mengkonversi military capabilities suatu negara menjadi
kemampuan untuk mengancam kedaulatan dan wilayah negara lain. Hal inni
membuat offensive power dan geographical proximity sangat berhubungan
karena negara-negara yang dekat satu sama lain dapat mengancam satu
sama lain dengan lebih mudah. Sehingga semakin dekat negara tersebut
dengan satu sama lain maka offensive powernya akan semakin besar
4) Aggresive intention
Semakin agresif suatu negara maka akan semakin banyak negara yang akan
menentang dan ingin menyeimbangkan. Karena jika suatu negara A dilihat
sebagai negara yang agresif itu akan memicu negara lain untuk
menyeimbangkannya. Oleh karena itu agresifitas suatu negara akan
menimbulkan respon dari beberapa negara khusunya negara sekitar.
23
Penulis menggunakan teori deterrence untuk mengamati fenomena penguatan
aliansi NATO di kawasan Baltik, yang dipengaruhi oleh kebijakan Rusia pada tahun
2015 yaitu Russia National Security Strategies (RNSS) yang salah satu poin nya
membuat NATO semakin agresif khususnya di Baltik. Ditambah dengan level of
threat untuk mengukur suatu ancaman yang akan dihadapi yang membantu untuk
menjelaskan bagaimana kebijakan Rusia pada tahun 2015 ini meningkatkan aliansi
NATO dengan negara-negara di Baltik yaitu Lithuania, Estonia, Latvia ditambah
dengan Polandia. Dimana kedua belah pihak ingin untuk melindungi negaranya dari
ancaman, sehingga dengan menggunakan teori deterrence diharapkan dapat melihat
dan menjelaskan fenomena ini secara jelas
1.6 Metodelogi Penelitian 1.6.1 Variabel Penelitian dan Level Analisa
Dalam melakukan sebuah penelitian, diperlukan adaya sasaran analisa yang
tepat agar dapat mempermudah dalam mencari pokok permasalahan yang sedang
dihadapi oleh para analisi. Dalam Ilmu Hubungan Internasional terdapat dua level
analisa seperti yang dijelaskan oleh Mohhtar Mas’oed yaitu unit eksplanasi dan unit
Analisa.45 Unit analisa merupakan perilaku yang hendak kita deskripsikan, jelaskan
dan ramalkan (variabel dependen), sedangkan unit eksplanasi merupakan dampak
terhadap Unit analisa yang hendak kita amati (variable Independen)46. Kemudian
dikelompokkan ke dalam identifikasi tingkat analisa yang mana memiliki tiga
45 Mohtar Mas’oed, 1990, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta, LP3ES, hal.49 46 Ibid, hal.39
24
tingkatan yaitu individu dan kelompok, negara-bangsa, dan sistem regional dan
global.47
Setelah analis dapat membedakan unit analisa dan unit eksplanasi, juga
dapat mengelompokkan identifikasi tingkat analisa. Langkah selanjutnya adalah
mengelompokkan ke dalam tingkat analisa yang dapat dilihat dari tiga
kemungkinan, yaitu Reduksionis (unit analisa lebih tinggi dibandingkan unit
eksplanasi), Korelasionis ( unit analisa dan unit eksplanasinya pada tingkat yang
sama), Induksionis (unit analisa lebih rendah dibandingkan dengan unit
eksplanasi)48
Tabel 1.6.1 Level Analisa
Unit Analisa
47 Ibid, hal.43 48 Ibid, hal.44
Individu & Kelompok
Negara-Bangsa Sistem Regioanal dan
Global
Individu&Kelompok
2 (Korelasionis)
1 (Reduksionis)
1 (Reduksionis
Negara-bangsa
3 (Induksionis)
2 (Korelasionis)
1 (Reduksionis)
Sistem Regioanal dan Global
3 (Induksionis)
3 (Induksionis)
2 (Korelasionis)
Unit Eksplanasi
Unit Analisa
25
Penjelasan diatas tentang level analisa, maka dalam penelitian ini dengan
judul Pengaruh Rusisa National Security Strategies tahun 2015 terhadap penguatan
aliansi NATO di Baltik. Maka penulis menggunakan jenis penelitian Korelasionis
karena Unit eksplanasi dan Unit analisanya sama. Unit eksplanasinya adalah
pengaruh Russia National Security Strategies tahun 2015 terhadap NATO,
sedangkan Unit analisanya penguatan aliansi NATO di Baltik sebagai respon
terhadap Rusia National Security Strategies tahun 2015.
1.6.2 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode eksplanatif yang
berupaya menjawab pertanyaan “mengapa” mengenai suatu gejala atau
permasalahan yang bisa terjadi. Selain itu, eksplanatif juga berupa penelitian yang
bersifat menggali sesuatu yang benar-benar belum diketahui (rincian, hubungan,
detail, sifat, dan keadaannya)
1.6.3 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan oleh penulis adalah menggunakan
deduksionis yang mana data-data yang sudah diperoleh kemudian diteliti
menggunakan teori dan konsep yang sudah ada sehingga dapat menghasilkan
analisa
1.6.4 Teknik pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah studi pustaka,
yang kemudian akan dimaksimalkan dengan pengumpulan data-data dari sumber
yang terpercaya. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh lebih akurat dan
26
sumbernya dapat dipercaya. Beberapa sumber yang akan diperoleh dari studi
pustaka adalah
1) Situs internet
2) Buku dan skripsi yang berkaitan dengan konflik NATO dan Rusia
3) Surat kabar atau jurnal
4) Majalah dan artikel
1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian
a. Batasan Waktu
Dalam melakukan penelitian yang berfokus pada Rusia National Security
Strategies ini, peneliti ingin melihat bahwa kebijakan di tahun 2015 ini
mempengaruhi peninpenguatan aliansi NATO di Baltik. Maka penelitian berfokus
pada tahun 2015-2019
b. Batasan Materi
Batasan materi menunjukkan ruang sebuah peristiwa yakni cakupan
kawasan dan gejala di daerah studi. Adapun batasan dari materi ini adalah
mengenai pengaruh Russia National Security Strategies tahun 2015 terhadap
NATO khususnya respon yang dilakukan NATO dengan melakukan penguatan
aliansi di Baltik dengan menggunakan kekuatan militer berdasarkan hasil NATO
Summit 2016 di Warsawa, Polandia
1.7 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan teori deterrence yang
digunakan oleh penulis, meningkatnya aktivitas militer NATO di kawasan Baltik
dipengaruhi oleh adanya kebijakan Russia National Security Strategies yang
27
dikeluarkan pada tahun 2015. Respon ini akibat dikarenakan terdapat salah satu
poin kebijakan tersebut yang menyatakan bahwa NATO merupakan suatu ancaman
bagi keamanan nasional Rusia. Hal ini memicu reaksi serius dari NATO untuk
meningkatkan aktivitas militernya dikawasan Baltik juga mengadakan latihan
militer terbesar yang pernah dilakukan oleh NATO. Penulis menggunakan teori
deterrence untuk melihat fenomena ini, dimana langkah yang dilakukan NATO
mempunyai tujuan untuk menunjukkan kepada Rusia konsekuensi yang diterima
jika Rusia menjalankan kebijakan keamanannya. Langkah ini merupakan bentuk
pencegahan NATO untuk menjaga stabilitas keamanan di Baltik.
1.8 Sistematika Penulisan BAB I
Pada bab ini penulis menulis mengenai latar belakang, rumusan masalah,
tujuan, manfaat, serta alasan mengapa penelitian ini menarik untuk diangkat.
Penulis juga menjelaskan tentang teori yang digunakan untuk menganalisa
penelitian ini. Didalam bab ini juga terdapat beberapa penelitian terdahulu yang
menjadi landasan penelitian penulis untuk memperkuat penelitian penulis. Penulis
menggunakan tipe penelitian eksplanatif sehingga penulis juga memberikan
hipotesis dari apa yang sedang dikaji.
BAB II
Pada bab II penulis akan memaparkan tentang kebijakan Rusia yaitu Russia
National Security Strategies (RNSS) yang telah ditanda tangani oleh Vladimir Putin
tahun 2015. Dimana salah satu poin dari kebijakan tersebut menimbulkan
28
peningkatan aktivitas aliansi NATO di kawasan Baltik. Hal tersebut yang akan
dibahas di bab II
BAB III
Pada bab III penulis akan memaparkan tentang sejarah dan struktur North
Atlantic Treaty Organization (NATO). Dan membahas mengenai perluasan yang
dilakukan oleh NATO yang membuat Rusia merasa terancam. Dan terakhir
membahas mengenai respon yang dilakukan NATO untuk memperkuat aliansinya
khususnya di Baltik
BAB IV
Bab IV menjelaskan tentang analisa hubungan Rusia dan NATO
menggunakan landasan teoritik yaitu deterrence. Mendeskripsikan dan
menjelaskan fenomena yang terjadi ke dalam tipe immediate deterrence.
BAB V
BAB V berisikan kesimpulan dari penelitian ini, juga saran yang bisa
menjadi penelitian selanjutnya
BAB ISI BAB
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.4 Penelitian Terdahulu
1.5 Kerangka Teori Dan Konsep
1.6 Metodologi Penelitian
29
1.6.1 Variabel Penelitian Dan Level Analisa
1.6.2 Metode/Tipe Penelitian
1.6.3 Teknik Analisa Data
1.6.4 Ruang Pengumpulan Data
1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian
1.7 Hipotesa
1.8 Sistematika Penulisan
BAB II RUSSIA NATIONAL SECURITY STRATEGIES
2.1 Profil Russia National Security Strategies
2.2 Tujuan Russia National Security Strategies 2015
2.3 Pengaruh Russia National Security Strategies
terhadap Kekuatan Militer Rusia
BAB III GAMBARAN UMUM NATO
3.1 Profil NATO
3.1.1 Sejarah terbentuknya NATO
3.1.2 Struktur Kerja dalam NATO
3.2 Perluasan North Atlantic Treaty Organization
(NATO) di Wilayah Eropa Timur
3.3 Penguatan Aliansi North Atlantic Treaty
Organization (NATO) di Kawasan Baltik
BAB IV ANALISA FENOMENA PENGUATAN
ALIANSI NATO DI KAWASAN BALTIK
MENGGUNAKAN TEORI DETERRENCE
4.1 Hubungan Rusia dan NATO dalam Perspektif
Immediate Deterrence
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran