bab i pendahuluan 1.1. latar belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/52013/4/chapter...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian sebagai mata pencaharian utama dalam kehidupan manusia, di beberapa bagian
wilayah dimuka bumi ini telah mengalami suatu proses perkembangan yang cukup panjang
dalam sejarah umat manusia. Proses perkembangan tersebut dapat dikemukakan, bahwa pada
masa pertama usaha manusia untuk mempertahankan dan memenuhi kebutuhan
kehidupannya di dunia ini, yaitu dengan berusaha mengumpulkan hasil bumi dan berburu
binatang disekitar tempat hidup mereka. Kegiatan manusia pada masa lalu dalam bentuk
mengumpulkan hasil bumi atau meramu dan berburu itu, disebut dengan istilah sistem mata
pencaharian berburu dan meramu.
Selanjutnya, dikalangan para ahli sistem mata pencaharian hidup meramu dan berburu,
termasuk kegiatan menangkap ikan, biasa disebut dengan istilalah ekonomi pengumpulan
pangan atau Food Gathering Economics, dimana sistem mata pencaharian ini dilakukan
bukan untuk sekedar mencari tambahan pangan tetapi sebaliknya.
Kegiatan manusia dalam bidang meramu dan berburu semakin hari semakin tidak
tampaknya dari muka bumi, sejalan dengan itu muncul suatu tingkat perkembangan yang lain
dari usaha manusia untuk mempertahankan hidupnya, yaitu mata pencaharian hidup manusia
dengan sistem bercocok tanam. Koentjaraningrat (1984:166) mengatakan perkembangan
sistem dari kebiasaan meramu dan berburu ke arah bentuk pekerjaan bercocok tanam,
merupakan suatu peristiwa besar dalam proses perkembangan kebudayaan manusia.
Peristiwa itu seringkali disebut sebagai suatu revolusi dalam peradaban umat manusia.
Sehubungan dengan masalah tersebut, Koentjarningrat (1984:166) mengemukakan sejak
umat manusia timbul dimuka bumi ini sekitar satu juta tahun yang lalu, ia hidup dari berburu,
sedangkan baru sekitar sepuluh ribu tahun yang lalu ia menemukan bercocok tanam. Hal itu
Universitas Sumatera Utara
2
tumbuh karena revolusi kebudayaan yang merubah ke pola hidup. Revolusi kebudayaan
tersebut adalah timbulnya kepandaian bercocok tanam yang terus berangsur-ansur diberbagai
tempat di dunia.
Usaha bercocok tanam yang pertama dimuka bumi ini ialah mempertahankan tumbuh-
tumbuhan di tempat-tempat tertentu terhadap serangan dari binatang, burung atau
membersihkan tumbuhan-tumbuhan untuk makanan terhadap rumput-rumputan yang
merusak. Dalam pekerjaan ini manusia tentu muda dapat mengobservasi bagaimana misalnya
biji yang jatuh dapat tumbuh lagi, atau bagaimana potongan batang singkong misalnya kalau
ditancapkan dapat menjadi tumbuh-tumbuhan baru dan yang lainnya (Koentjarningrat
1984:166-167). Demikanlah dapat dibuat berbagai teori yang mencoba menjawab soal
bagaimanakah manusia itu pertama kalinya dapat mulai bercocok tanam tanpa dapat
dibuktikan.
Sejalan dengan pendapat diatas, maka dapat dilihat bahwa pertanian bercocok tanam
selalu disesuaikan sekelompok masyarakat dengan pengaruh lingkungan hidupnya dan sosial.
Seperti yang dijelaskan di atas tentang kelompok masyarakat yang sudah bergerak ke
pertanian bercocok tanam maka pertanian mereka akan cenderung ke bercocok tanam yang
tinggal dalam lingkungan alam yang memiliki curah hujan yang cukup banyak, tanahnya
basah, tanahnya kering dan memiliki area hutan yang lebat agar dapat menjamin
pertumbuhan tanaman terus hidup.
Kelompok masyarakat yang memiliki lingkungan seperti penjelasan di atas maka mata
pencaharian hidupnya yaitu dari sistem pengumpulan bahan makanan ke arah sistem
bercocok tanam menetap. Dan masyarakat tersebut dapat ditemukan pada masyarakat
Hutajulu. Masyarakat Hutajulu merupakan salah satu masyarakat yang bermata pencaharian
dengan sistem bercocok tanam menetap yang sesuai dengan lingkungan alam dan tempat
tinggal mereka. Bisa dilihat bahwa jenis tanaman padi, kemenyan, kopi dan tanaman muda
Universitas Sumatera Utara
3
lainnya mereka tanam sebagaimana bisa disaksikan sampai sekarang sesuai dengan hasil
penelitian penulis.
Usaha tani kemenyan, kopi dan padi sawah sebagai praktek pertanian ini telah
berkembang secara turun-temurun dari generasi ke generasi yang kemudian membentuk
sistem pengetahuan dan tardisi bertani sendiri, seperti menjaga keberagaman jenis benih,
persiapan lahan, penanaman, perawatan, pemanenan, sampai pada pola konsumsi. Melakukan
pertanian seperti ini merupakan sistem pengetahuan yang hidup dan menghidupi pemiliknya.
Disamping itu masyarakat Hutajulu dalam mempertahankan hidupnya disamping
bercocok tanam juga memelihara ternak dengan memanfaatkan hasil-hasil alam yang mereka
dapatkan disekitar lingkungan mereka.
Menurut Adiwilaga dalam Edi S. Ekadjati pola pertanian yang menetap, dapatlah
digambarkan bahwa setiap keluarga sudah terbiasa pagi-pagi mengerjakan suatu bidang tanah
berulangkali sepanjang hidup mereka bahkan dilanjutkan pula oleh generasi berikutnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok masyarakat desa Hutajulu yang dahulunya
hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam artian “bisa makan “ namun pada saat ini
masyarakat melakukan kegiatan pertanian, peternakan dan usaha lainnya tidak hanya
mencukupi kebutuhan “cukup makan” namun memenuhi tuntutan zaman dan harus
meningkatkan pendapatan dimana sekarang ini pendidikan sangatlah penting sehingga harus
menyekolahkan anaknya yang membutuhkan biaya dan membeli barang-barang lainnya,
misalnya elektronik untuk mengetahui berita dan komunikasi. Masyarakat juga harus
memanfaatkan waktu sebaik mungkin karena ada istilah yang mengatakan bahwa “waktu
adalah uang” oleh karena itu saat ini di Hutajulu dapat ditemukan kendaraan-kendaraan yang
bahkan dipakai ke ladang dan ke hutan untuk mempersingkat waktu.
Hasil mata pencaharian juga dimanfaatkan oleh petani sebagai tabungan (berjaga-jaga),
misalnya untuk kesehatan jika sewaktu-waktu mereka mengalami sakit dan butuh pengobatan
Universitas Sumatera Utara
4
maka tabungan tersebut akan dipakai sebagai biaya berobat. Mayarakat Hutajulu merupakan
masyarakat batak Toba dimana batak Toba masih kental dengan adat-istiadat sehingga
pendapatan juga bermanfaat bagi kelangsungan adat yakni untuk pesta (pernikahan,
kelahiran, kematian), pendapatan juga dimanfaatkan untuk keperluan lainnya.
Gambaran sietem mata pencaharian campuran masyarakat di desa Hutajulu yang telah
diuraikan peneliti sebelummnya, menjadi tertarik karena masyarakat Hutajulu mampu
memenuhi kebutuhan dan mengkuti kemajuan zaman sekarang ini dengan melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang mereka terapkan. Hal itu tidak semata-mata hanya memenuhi
keperluan keluarga namun masyarakat ini telah ikut pembagunan ekonomi dan kesejahteraan
Indonesia tanpa harus menggantung kepada pemerintah atau belas kasihan yang lainnya
namun masyarakat Hutajulu mandiri dalam pemenuhan kebutuhan pangan mereka dan
mampu mengikuti perkembagan zaman.
1.2. Tinjuan Pustaka
Manusia dalam kehidupannya memiliki kebutuhan yang berkaitan dengan ekonomi
(pendapatan). Seperti yang kita ketahui masalah ekonomi merupakan masalah yang sulit
karena menyangkut pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan
badaniah yang merupakan kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Seperti yang
diungkapkan Wolf (1983:23) bahwa masalah kaum tani adalah masalah mencari
keseimbangan antara tuntutan-tuntutan dari dunia luar dan kebudayaan petani untuk
menghidupi keluargannya.
Pendapatan atau perolehan merupakan suatu kesempatan mendapatkan hasil dari setiap
usaha yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendapatan secara
langsung diterima oleh setiap orang yang berhubungan langsung dengan pekerjaan,
Universitas Sumatera Utara
5
sedangkan pendapatan tidak langsung merupakan tingkat pendapatan yang diterima melalui
perantara (Bambang, S. 1994:121).
Boediono (1992:32) mengemukakan bahwa hasil pendapatan dari masyarakat adalah
hasil penjualan dari faktor-faktor yang dimiliki kepada faktor produksi. Jadi pendapatan
adalah hasil penjualan faktor produksi atau hasil lahan yang dimilikinya. Disamping itu
jumlah pendapatan mempunyai fungsi untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan
memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan produksinya.
Selanjutnya pendapatan usaha tani dikenal pula dengan istilah pendapatan kotor (gross
farm income). Pendapatan kotor usaha tani adalah nilai produk usaha tani dalam jangka
waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
Soekartawi (1996:82) oleh karena itu mengatakan pendapatan usaha tani adalah
mencakup semua hasil produksi. Pengertian pendapatan tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa pendapatan adalah nilai perolehan yang diterima pekerja secara langsung sebagai
imbalan atas jasa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan oleh petani.
Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam pada tanah pertanian. Menurut
Anwas (1992 : 34) bahwa petani adalah orang yang melakukan cocok tanam dari lahan
pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari
kegiatan itu. Pengertian petani yang dikemukakan di atas tidak terlepas dari pengertian
pertanian. Anwas (1992 : 34) mengemukakan bahwa pertanian adalah kegiatan manusia yang
mengusahakan secara terus-menerus dengan maksud memperoleh hasil-hasil tanaman
ataupun hasil hewan, tanpa mengakibatkan kerusakan alam.
Bertolak dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa antara petani dan pertanian
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pertanian (agriculture) bukan hanya
merupakan aktivitas ekonomi untuk menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari
itu, bertani adalah sebuah cara hidup (way of life atau livehood) bagi sebagian besar petani.
Universitas Sumatera Utara
6
Oleh karena sektor dan sistem pertanian harus menempatkan subjek petani sebagai pelaku
sektor pertanian secara utuh, tidak saja petani sebagai homo economicus1, melainkan juga
sebagai homo socius2 dan homo religius
3. Konsekuensi pandangan ini adalah dikaitkannya
unsur-unsur nilai sosial-budaya lokal, yang memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik,
ekonomi, dan budaya ke dalam kerangka paradigma pembangunan sistem pertanian secara
menyeluruh (Simatupang, 2003:14 - 15).
Budaya lokal yang menjadi kebiasaan dipakai petani dalam kehidupanya untuk
mengelola mata pencaharian dan memperkuat kepribadian, Spradley (1987) mengatakan
bahwa budaya sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar,
yang mereka gunakan untuk menginterprestasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus
untuk menyusun strategi prilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka4.
Dalam Muhamat Noor, Jhonson menjelaskan (2008:3), pengetahuan indegenous adalah
sekumpulan pengetahuan yang diciptakan oleh sekolompok masyarakat dari generasi yang
hidup menyatu dan selaras dengan alam. Pengetahuan seperti ini berkembang dalam lingkup
lokal. Menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Pengetahuan ini juga
merupakan hasil kreativitas dan inovasi atau uji coba secara terus menerus dengan melibatkan
masukan internal dan pengaruh eksternal dalam usaha untuk menyesuaikan dengan kondisi
setempat. Oleh karena itu pengetahuan indigenous ini tidak dapat diartikan sebagai
pengetahuan kuno, terbelakang, statis atau tak berubah5. Karena pengetahuan dapat
menghadapi dunia sekeliling.
Pemenuhan ekonomi melalui usaha tani merupakan startegi petani dalam menghadapi
dunia mereka dan kegiatan ekonomi dapat menghasilkan barang dan jasa disebut berproduksi,
1 Homo economicus adalah mahluk yang sudah mampu melepaskan diri dari keprimitifan
2 Homo sosius adalah mahluk sosial yang saling tolong menolong 3 Homo religius adalah mahluk yang sudah memiliki suatu kepercayaan. 4 Lihat James P.Spradley dan David W.Mccurdy (Penyunting) Comfirmity And Conflict: Reading In Cultural Antropology,
Edisi Ke 6, Little Brown And Company, 1987.
5 http://kubuskecil.blogspot.com/2014/02/pengertian-lokal.html. 15 September 2014
Universitas Sumatera Utara
7
selain itu petani juga pengkomsumsi dan melakukan distribusi. Begitu pula dalam kegiatan
usaha tani yang meliputi sub sektor kegiatan ekonomi pertanian tanaman pangan, perkebunan
tanaman karas, perikanan dan peternakan .
Menurut Shanner (1982) Usaha tani adalah suatu penataan usaha tani yang stabil secara
unik dan beralasan dimana suatu rumah tangga petani mengelola usaha taninya secara tepat
berdasarkan tanggapannya terhadap faktor faktor lingkungannya fisik, biologis dan sosial
ekonomi yang berdasarkan tujuan rumah tangga petani, dengan ketersediaan sumberdaya dan
pilihan petani.
Usaha tani merupakan salah satu usaha yang menghasilkan produksi. Untuk lebih
menjelaskan pengertian usaha tani dapat diikuti dari definisi yang dikemukakan oleh
Moebyarto (1997:41) yaitu usaha tani adalah himpunan sumber-sumber alam yang terdapat
pada sektor pertanian itu diperlukan untuk produksi pertanian, tanah dan air, perbaikan-
perbaikan yang telah dilakukan di atas tanah dan sebagainya, atau dapat dikatakan bahwa
pemanfaatan tanah untuk kebutuhan hidup.
Menurut Soekartawi (1996:39) mendefinisikan usaha tani sebagai ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan
efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dimana Usaha
tani adalah kesatuan organisasi antara faktor produksi berupa lahan, tenaga kerja, modal dan
manajemen yang bertujuan untuk memproduksi komoditas pertanian. Usaha tani sendiri pada
dasarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dan alam di mana terjadi saling
mempengaruhi antara manusia dan alam sekitarnya (Djamali, 2000 : 104).
Pengelolaan pertanian campuran (agroforestri) melibatkan organisasi sosial. Dimulai
dari keluarga atau rumah tangga yang terwujud pada pembagian kerja antara laki laki dan
perempuan bahkan anak-anak. Pengelolaan pertanian campuran (agroforestri) oleh suatu
Universitas Sumatera Utara
8
keluarga atau rumah tangga merupakan bagian dari keseluruhan pengelolaan sumber daya
keluarga atau rumah tangga.
Menurut Senoaji (2012 :1) Pertanian campuran (agroforestri) adalah suatu sistem
pengelolaan lahan yang merupakan kombinasi antara produksi pertanian, termasuk pohon,
buah-buahan dan peternakan dengan tanamam kehutanan. (Hairiah, dkk) mengatakan
agroforestri merupakan sistem pengelolaan sumber daya alam yang dinamis dan berbasis
ekologi dengan memadukan berbagai pohon pada tingkat lahan lansekap6 Senoaji (2012:1).
Agroforestri sebagai usaha tani dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu agroforestri
sederhana dan agroforestri kompleks. Agroforestri sederhana (De Foresta et al,1997) adalah
menanam pepohonan secara tumpang-sari dengan satu atau beberapa jenis tanaman semusim.
Jenis-jenis pohon yang ditanam bisa bernilai ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh,
pinus dan jati atau bernilai ekonomi rendah seperti dadap, dan lain-lainya. Sedangkan jenis
tanaman semusim misalnya padi, jagung, palawija, sayur-mayur dan rerumputan atau jenis
tanaman lain seperti pisang, kopi dll. Sedangkan agroforestri kompleks ( De foresta et al,
1997) merupakan suatu sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis
pohon) yang ditanam dan dirawat dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di
dalam sistem ini tercakup beraneka jenis komponen seperti pepohonan, perdu, tanaman
musim dan rerumputan dalam jumlah banyak.
Setelah melihat beberapa uraian pengertian pendapatan, usaha tani, pertanian campuran
(agroforestri) yang diatas tulisan ini ingin melihat pertanian campuran desa Hutajulu yang
dikelola petani Hutajulu dalam memperoleh pendapatan rumah tangga petani berupa produk
yang dihasilkan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sehingga dapat mencapai
hasil yang maksimal dalam pembangunan ekonomi daerah.
6 Lansekap adalah petak
Universitas Sumatera Utara
9
1.3. Rumusan Masalah
Penulis memfokuskan penelitian untuk menggambarkan sumber-sumber mata
pencaharian petani di desa Hutajulu dan pengelolaanya. Lingkup pembahasannya difokuskan
pada masalah sosial ekonomi rumah tangga petani yaitu “mata pencaharian pertanian
campuran” yang berkaitan dengan pemenuhan sejumlah kebutuhan hidup dan keperluan
lainnya dalam keluarga petani. Meliputi kemenyan, kopi, sawah, mata pencaharian lainnya.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah untuk memberikan gambaran tentang sistem mata
pencaharian petani yang ada di desa Hutajulu, dalam usaha tani pertanian campuran
(agroforestri ) sebagai usaha tani yang diterapkan petani dalam pertaniannya di dalam
pemenuhan kebutuhan ekonomi petani. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik
untuk masyarakat luas, peneliti maupun warga masyarakat setempat. Tersedianya data-data
penelitian mengenai penelitian diharapkan mampu memberikan gambaran dan masukan
dalam pertanian di daerah setempat dan di Indonesia pada umumnya masyarakat yang berada
pada daerah sekitar penelitian.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah petani di desa Hutajulu tetap
menjaga sistem mata pencaharian ini yaitu pertanian campuran yang dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup petani. Terbentuknya kesadaran pemerintah yang lebih besar mengenai
kehidupan ekonomi petani sehingga dapat mengembangkan potensi daerah dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat yang hidup pada pertanian sehingga untuk mencapai pembangunan
yang berkelanjutan dapat tercapai. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan perbandingan penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Etnografi yaitu penelitian yang mendapatkan
pemahaman tentang masyarakat yang diteliti. Penelitian etnografi didasarkan pada upaya
Universitas Sumatera Utara
10
untuk membangun pandangan mereka yang diteliti secara rinci dibentuk dengan kata-kata,
gambarannya holistik dan rumit. Pencarian data juga dilakukan dengan observasi dan
wawancara.
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan peneliti dengan cara turun langsung ke
lapangan. Observasi yang dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang masyarakat yang
sebenar-benarnya baik tindakan melalui percakapan, tingkah laku dan keterlibatan langsung
peneliti secara langsung dalam kehidupan masyarakat yang diteliti seperti kegiatan,
percakapan dalam pekerjaan petani. Bentuk observasi tersebut adalah observasi partisipasi.
Mengamati kegiatan masyarakat setempat misalnya, mengamati semua aktifitas petani
dalam mengelola pertaniannya baik di dalam hutan kemenyan, di kebun kopi dan di sawah.
Sampai kepada penjualan hasil pertanian petani. Penulis juga bertanya kemana saja hasil
pertanian dipergunakan petani dan penulis juga melihat sistem mata pencaharian petani
lainnya yang dikerjakan petani dalam mendukung pendapatan petani.
Sedangkan wawancara untuk pertama sekali peneliti lakukan pada bulan Desember
2014 tepatnya di kantor kepala desa. Di kantor kepala desa penulis melakukan
penggambilan data tentang data-data yang berhubungan dengan masalah penelitian penulis
misalnya tentang luas desa Hutajulu, luas hutan dan yang lainnya. Setelah urusan penulis
selesai dari kantor kepala desa, penulis melakukan penelitian ke lahan pertanian petani.
Penulis juga melakukan wawancara dan ikut di dalam hutan. Dari awal ketika penulis
melakukan wawancara baik ketika di kantor kepala desa dan ketika bertemu langsung
dengan para petani rasa cangung tidak ada, hanya saja penulis merasa kaget, karena
memasuki area hutan kemenyan, baru pertama dirasakan penulis walapun penulis
merupakan anak di desa ini yang sudah lama mengetahui tentang hutan kemenyan.
Seperti yang dijelaskan penulis pada kalimat di atas bahwa dari penelitian inilah maka
peneliti akhirnya memasuki hutan untuk pertama kalinya bahkan penulis ikut menginap
Universitas Sumatera Utara
11
bersama dengan petani di dalam hutan dan hal ini membuat penulis merasa kaget tetapi juga
menambah pengalaman penulis. Hampir seluruh masyarakat desa Hutajulu memanfaatkan
hutan kemenyan sebagai mata pencaharian mereka walapun mereka juga melakukan
pertanian kopi, pertanian sawah (padi) dan mengerjakan hal yang lainnya sebagai mata
pencaharian tambahan dan petani juga menggemukakan bahwa ketiga mata pencaharian
inilah yang paling banyak menyumbangkan pendapatan petani. Hal inilah mendorong
penulis untuk tidak merasa heran lagi jika masyarakat di desa ini akan lebih banyak bekerja
diluar rumah daripada di dalam rumah .
Di desa Hutajulu penduduknya beragam dari segi usia, ada yang sudah lanjut usia, ada
anak muda/mudi dan para bapak/ibu yang masih berumur 40 sampai 50 tahun dan ada juga
anak-anak dan balita. Informan penulis juga lebih banyak yang berusia 50 tahun sampai
berumur 60 tahun lebih yang masih aktif mengerjakan hutan kemenyan dan pertanian
lainnya. Walapun di bawah umur 50 tetap penulis wawancarai sebagai informan penelitian
ini.
Selama 3 minggu penulis ikut ke dalam hutan untuk mengetahui bagaimana petani
mengelola kemenyaan dan apa saja yang mereka kerjakan selama berada di dalam hutan. Di
dalam waktu 3 minggu ini penulis juga melakukan wawancara ke beberapa informan. Para
informan yang penulis temui di lapangan sangat ramah dan terbuka bahkan mereka tidak
segan-segan memberikan penulis informasi walapun penulis tidak bertanya mungkin karena
penulis sudah dikenal sebelumnya yang membuat mereka tidak takut lagi memberikan
informasi, selain hal itu petani desa ini jika diwawancarai tentang pertanian atau pekerjaan
mereka setiap harinya. Para petani sangat terbuka untuk memberikan informasi.
Pengalaman penulis dalam mencari data tidak banyak mengalami kesulitan karena para
informan terkadang yang saling mengenal akan memberitahukan penulis tentang aktifitas
mereka sebagai petani bahkan mereka juga memberitahukan apa saja yang menjadi
Universitas Sumatera Utara
12
pekerjaan mereka selain bertani kepada penulis. Sekali seminggu penulis bertemu dengan
informan baru yang membuat pengalaman dan pengetahuan yang baru terus bertambah
untuk penulis ketahui.
Ketika penulis melakukan penelitian di dalam hutan penulis harus menginap bersama
dengan para petani, makan dan minum bersama. Selama melakukan penelitian di dalam
hutan penulis juga jarang mandi karena tidak adanya tempat mandi disekitar tempat tinggal
petani di dalam hutan. Biasanya petani hanya menyiapkan sebuah tong tempat air dan air
yang ada di tong tersebutlah yang dipakai petani untuk cuci muka dan sikat gigi dan jika
para petani mengingikan mandi biasanya petani akan pergi ke mata air dekat hutan. Selama
penulis melakukan penelitian di dalam hutan penulis biasanya sedikit bertanya karena dari
pertanyaan tersebut akan muncul informasi-informasi yang masih terus mengalir
berdasarkan argumentasi yang diberitahukan petani apalagi ketika penulis melakukan
wawancara dengan 2-3 informan.
Salah satu pengalaman penulis ketika mencari data dilahan hutan pak Irma Sinaga (61
tahun), beliau adalah seorang petani kemenyan yang masih menerapkan cara pengelolaan
kemenyan secara tradisional dan bahkan pak Irma Sinaga ini juga bertani di bidang
pertanian kopi dan sawah. Saat penulis ikut ke hutan kemenyan Pak Irma Sinaga, pertama
sekali penulis disampaikan infomasi tentang kemenyan itu sebagai mata pencaharian utama
mereka. beliau juga menceritakannnya secara detail mulai dari sejarah munculnya
kemenyan didesa ini dan kenapa sampai sekarang para masyarakat masih tetap melakukan
budidaya kemenyan. Penelitian dilahan kemenyan pak Irma sinaga berlangsung selama 4
hari di dalam hutan, yang mana penulis mulai dari hari senin ke hari kamis. Selain
mengalami kegiatan pak Irma sinaga (61) di dalam hutan, penulis juga mengamati bahkan
ikut bekerja di pertanian pak Irma Sinaga lainnya.
Universitas Sumatera Utara
13
Penulis juga melakukan penelitian dan wawancara di hutan kemenyan milik pak
Dimpos Situmorang (56 tahun), beliau adalah petani kemenyan dan petani kopi, sawah dan
pemelihara beberapa ternak. Wawancara berlangsung ketika penulis ikut juga melihat dan
mengikuti kegiatan beliau selama di dalam hutan. Pertanyaan yang penulis ajukan hampir
sama dengan pertanyaan kepada Pak Irma Sinaga hanya saja ada yang bertambah ketika
kami berbicara tanpa disengaja. Hal yang berkesan ketika saya ikut dengan pak Dimpos
Situmorang adalah ketika kami harus berjalan kaki dari rumah sampai ke dalam hutan
mencapai 3-2 jam karena beliau tidak bisa membawa motor/kereta. Beliau selalu berjalan
kaki ke dalam hutan kemenyannya jika petani lainnya yang naik motor tidak ada yang
mengajak beliau tetapi ketika ada yang memberikan beliau tumpangan beliau akan naik
motor/kereta ke dalam hutan.
Penelitian yang sama juga penulis lakukan di hutan pak Novita Sinaga (60 tahun) dan
pak Lisdiu Sinaga (57 Tahun ). Pak Novita sinaga dan Lisdiu sinaga adalah petani yang
lahan kemenyannya saling berdekatan. Dalam mengelola hutan kemenyan para petani di
desa ini sama saja karena mereka mendapatkan cara pengelolaan kemenyan dari nenek
moyang mereka terdahulu. Ketika penulis di dalam hutan kemenyan pak Novita Sinaga,
penulis melihat pemandangan yang asing yaitu adanya pekerjaan yang lain yang dilakukan
pak Novita Sinaga di dalam hutan ialah pekerjan yang memanfaatkan rotan yang ada di
dalam hutan untuk dibuat jadi sebuah keranjang. Selain melihat kegiatan di dalam hutan
penulis juga melakukan penelitian di rumah petani ketika para petani melakukan penjualan
getah ke penggumpul desa atau toke kota yang sengaja datang ke tempat petani untuk
membeli getah para petani. Selama penelitian ini berlangsung penulis salalu melakukan
penggambilan foto baik yang berhubungan dengan aktivitas petani di dalam hutan,di sawah
dan di kebun milik petani dan ditambah lagi di rumah para petani.
Universitas Sumatera Utara
14
Selain di dalam hutan kemenyan penulis juga melakukan penelitian di lahan pertanian
petani lainnya misalnya di lahan persawahan. Dimana penulis ikut melakukan pekerjaan di
sawah seperti pembersihan padi dari rumput-rumput yang menganggu tanaman padi dan
ikut menanam padi. Melakukan pekerjaan di sawah, mengelola kebun kopi dan
memanfaatkan hutan akan selalu dilakukan petani karena pekerjaan tersebut merupakan
mata pencaharian utama petani di desa ini. Penulis juga melakukan penelitian sampai
ketika petani melakukan penjualan hasil biji kopi, baik petani yang menjual ke penggumpul
desa atau langsung membawa ke pasar (onan). Dan peneliti juga melihat dan bertanya apa
saja usaha yang dilakukan petani untuk pertaniannya agar dapat menghasilkan hasil yang
baik terus-menerus.
Penulis juga melakukan wawancara kepada petani tentang pendapatan yang mereka
peroleh setiap bulan dan setiap tahunnya dan kemana saja biasanya mereka mengeluarkan
biaya paling banyak, tetapi ada yang menarik ketika penulis bertanya tentang pendapatan
kepada informan. Menurut infoman mereka tidak bisa menjumlahkan seberapa banyak
pendapatan yang mereka terima setiap bulan dan dan setiap tahunnya karena bisa saja
pendapatan mereka bisa berubah. Tidak menentunya harga dan kebutuhan mereka setiap
bulan dan tahun sehingga membuat pendapatan petani tidak menentu dan ditambah lagi
bagaimana hasil mata pencaharian mereka kelola.
Selain di ketiga mata pencaharian di atas penulis juga mengamati dan melakukan
wawancara kepada masyarakat lain yang mempunyai pekerjaan tambahan seperti
masyarakat yang membuka warung (jualan), kepada masyarakat yang memiliki peliharaan
dan para masyarakat yang kadang mendapatkan kiriman dari anak-anak mereka dari
perantauan. Jika ditanya kepada masyarakat yang mendapatkan kiriman, masyarakat kadang
malu memberitahukan berapa saja yang dikirim oleh anak-anak mereka atau kerabat
Universitas Sumatera Utara
15
mereka, mereka hanya menjawab “sedikit saja”. Hal yang sama dikatakan Ompung
Lunamayan Sitohang (59) berupa:
Adong do kiriman ni kakakmu tu ahu, alai dang pola godang, halak kakakmi ma
asal mangan diparangtoani ungga las roha nami. Molo makirim pe halak hi asal ma boi
parsigulam uma inna do to ahu, pokokna saotik dona dikirim dang berharap hami
angka orang tuana di huta. (Ada memang dikirim kakakmu dari perantauan sama kami,
tapi ngak banyak, dan kami para orangtuanya tidaknya terlalu berharap. Kalaupun ada
hanya untuk bisa beli gula kami dirumahnya,sedikitnya dan kami para orangtuanya
sangat bahagia kalau orang kakakmu di sana sudah makan itu sudah cukup buat kami).
Jawaban yang sama akan selalu di katakan masyarakat lainnya, jika penulis melakukan
wawancara dengan menanyakan pertanyaan yang sama. Tentang seberapa besarnya mereka
mendapatkan pendapatan dari keluarga dan anak-anaknya di perantuan.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Hutajulu. Desa Hutajulu merupakan desa yang
masuk dalam wilayah Kecamatan Pollung Kabupaten Humbang Hasundutan provinsi
Sumatera Utara yang berjarak + 7 Km arah Utara dari Kantor Camat Hutapaung, dengan
batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatas dengan : Kabupaten Samosir
Sebelah Selatan berbatas dengan : Desa Hutapaung Utara
Sebelah Timur berbatas dengan : Desa Ria-Ria
Sebelah Barat berbatas dengan : Kecamatan Parlilitan
Desa Hutajulu berada pada ketinggian antara + 1.300 M di atas permukaan laut.
Iklim di desa Hutajulu sebagaimana desa-desa lain di wilayah Indonesia yang mempunyai 2
(dua) iklim yang terdiri dari iklim Kemarau dan Penghujan, dengan iklim tergolong dingin,
sehingga hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap produktivitas tanaman
holikultura. Bila ditinjau dari luas daerah ini berdasarkan penggunaan tanahnya maka
Universitas Sumatera Utara
16
penduduknya rata rata berprofesi di bidang pertanian termasuk petani yang mengelola hutan.
Tanaman utamanya adalah tanaman holtikultura, tanaman sawah (padi), kopi, kemenyan dan
tanaman palawija. Hal ini juga didukung oleh kondisi tanah yang sangat subur sehingga
sangat cocok untuk usaha tani agraris.
Sebagian besar lahan yang ada di Desa Hutajulu dimanfaatkan oleh penduduk untuk
kegiatan pemanfaatan hutan, pertanian dan pemukiman. Secara rinci pemanfaatan lahan di
Desa Hutajulu dapat terlihat pada tabel 1.dibawah ini.
Tabel .1. Luas Wilayah (ha) Menurut Jenis Penggunaanya di Desa Hutajulu
No Peruntukan Lahan Luas Presentase
1 Persawahan 300 ha 6.96 %
2 Tegalan/perladangan 400 ha 9.28 %
3 Perkebunan/kehutanan 2674 ha 62.08 %
4 Perumahan/pemukiman 20 ha 0.46 %
5 Kolam/perikanan 5 ha 0.11 %
6 Lahan tidur 890 ha 20.66 %
7 Perkantoran/sarana 18 ha 0.41%
Jumlah 4307 ha 100 %
Sumber : Monografi desa Hutajulu tahun 2014
Dilihat dari komposisi luas wilayah maka yang paling banyak di fungsikan adalah
lahan pertanian sehingga penduduk di desa Hutajulu secara umum hidup dengan mata
pencaharian sebagai petani ( 67.8 %)
Universitas Sumatera Utara