bab i pendahuluan a. alasan pemilihan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Pembaharuan sistem secara lebih manusiawi dengan tidak melakukan perampasan
hak-hak kemerdekaan warga binaan pemasyarakatan, melainkan hanya pembatasan
kemerdekaan yang wajar sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku dan norma-
norma yang ada di masyarakat, merupakan dasar pertimbangan sistem pemasyarakatan
yang bertujuan untuk mempersiapkan warga binaan pemasyarakatan agar lebih
berintegrasi dan bertanggungjawab di masyarakat.
Perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dengan sistem pembinaan
pemasyarakatan disamping untuk mencegah diulanginya kejahatan serta perlindungan
terhadap masyarakat, diharapkan dapat lebih menumbuhkan partisipasi dari masyarakat
demi keberhasilan sistem pembinaan.
Dalam rangka mewujudkan sistem pembinaan pemasyarakatan, salah satu upaya
yang ditempuh adalah pemberian cuti menejelang bebas, yang merupakan bagian dari
program pembinaan tahap akhir dari Rumah tahanan. Cuti menjelang bebas merupakan
bagian dari hak-hak warga binaan pemasyarakatan yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah No 28 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No 32
Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.01.PK.04.10
2
Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tatat Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan
Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas.
Apabila dicermati pada Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
pemasyarakatan, telah mencantumkan pasal yang mengatur tentang hak-hak narapidana,
yaitu pasal 14 ayat (1), pasal 22 ayat (1) dan Pasal 29 ayat (1). Dalam pasal-pasal tersebut
hak-hak warga binaan diatur dan dijamin, mengingat adanya pengakuan hak-hak asasi
manusia dan nilai kemanusiaan mengharuskan mereka diperlakukan sebagai subjek,
dimana kedudukannya sejajar dengan manusia lain. Maka melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
Pemasyarakatan dan beberapa ketentuan lainnya, telah diatur sebagai penunjang
pelaksanaan dalam Undang- undang tesebut.
Berkaitan dengan hak – hak narapidana yang diatur dalam UU No 12 Tahun 1995
dalam skripsi ini, penulis hanya akan membahas salah satu hak yang dipilih narapidana
yaitu untuk mendapatkan ijin cuti menjelang bebas, karena dalam penelitian di Rumah
Tahanan Wonogiri masih terdapat narapidana yang telah mengusulkan ijin untuk
mendapatkan cuti menjelang bebas akan tetapi masih ada narapidana yang belum
diijinkan untuk mendapatkan cuti menejelang bebas, dan dari data awal yang diperoleh
penulis, bahwa penulis tertarik untuk meneliti hal-hal tersebut untuk mengetahui lebih
lanjut mengenahi bagaimana syarat, tata cara pemberian cuti menjelang bebas dan
kendala-kendala dalam pemberian ijin cuti menjelang bebas.
3
Tema tentang pembinaan ini pernah dibahas sebelumnya oleh beberapa mahasiswa
Fakultas Hukum tetapi dengan berbagai perbedaan. Berikut ini perbandingan skripsi
penulis dengan skripsi penulis yang lain.
Tabel 1
Perbandingan Skripsi
No Perbandingan Penulis Yohanes Bagus
Diandika (312005011)
Gatot Setyawan
(312001062)
1 Judul Pemberian cuti
menjelang bebas bagi
narapidana di Rumah
Tahanan klas IIB
Wonogiri
Pelaksanaan pemberian
remisi narapidana kasus
koruptor di LP Klas IIB
Salatiga
Pembinaan narapidana
kasus narkotika di
Lembaga
Pemasyarakatan
Ambarawa
2 Lokasi Wonogiri Salatiga Ambarawa
3 Peraturan
perundang-
undangan
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995,
Pemerintah Nomor 32
Tahun 1999 dan
Peraturan Menteri
Hukum dan HAM RI
NO.01.PK.04.10 Tahun
2007
UU No 12 Tahun 1995,
Kepres No 174 Tahun
1999 tentang Remisi
UU No 12 TAHUN
1995, PP No 31 tahun
1999
4 Objek Pemberian cuti
menjelang bebas bagi
narapidana
Pemberian remisi bagi
narapidana
Pembinaan kasus
narkotika
5 Permasalahan Pemberian cuti
menjelang bebas dan
hambatan dalam
memberikan ijin cuti
menjelang bebas
Pelaksanaan pemberian
remisi narapidana kasus
korupsi dan hambatan
dalam memberikan
remisi
Pelaksanaan pembinaan
narapidana dan
perawatan penahanan
6 Unit amatan Narapidana,petugas
bagian pembinaan
warga binaan
Petugas LP, narapidana
kasus korupsi
Warga binaan, lembaga
diluar LP yang
meberikan pembinaan
7 Unit analisis Pemberian ijin cuti
menjelang bebas bagi
narapidanan
Pelaksanaan pemberian
remisi bagi narapidana
kasus koruptor
Pembinaan narapidana
kasus narkotika
4
Berdasarkan alasan pemilihan judul diatas, penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan mengambil judul
“ Pemberian Ijin Cuti Menjelang Bebas Bagi Narapidana Di Rumah
Tahanan Klas II B Wonogiri ”
Untuk dapat memahami judul diatas, penulis perlu mendefinisikan dari konsep-
konsep yang penulis gunakan sbb :
a. Cuti Menjelang Bebas adalah proses pembinaan narapidana diluar Lembaga
pemasyarakatan yang dilaksanakan setelah menjalani 2/3 dari masa pidananya
berdasarkan pasal 16 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan pasal 14 dan 29
UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
b. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidanan hilang kemerdekaan di
Lembaga Pemasyarakatan (Pasal 1 ayat 7 UU No. 12 Tahun 1995)
c. Rumah Tahanan adalah unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Konsep pemasyarakatan
pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana
disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan
hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang
yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Dengan jumlah penghuni lembaga
pemasyarakatan yang semakin tahun semakin bertambah menjadi salah satu
penyebab terjadinya over kapasitas, sehingga fungsi lembaga pemasyarakatan dan
rumah tahanan menjadi sama.
5
B. Latar Belakang Masalah
Setiap Negara, Pemerintahan dengan berbagai kelembagaan didalamnya,
atau organisasi apapun dan segenap anggota masyarakat mengemban kewajiban
untuk mengakui, melindungi dan menegakkan hak-hak asasi manusia pada setiap
manusia, tanpa kecuali termasuk kepada narapidana dan atau pelaku tindak
pidana.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan
di Rumah Tahanan, disamping dituntut untuk melaksanakan kewajiban-
kewajiban dan tunduk atas segala peraturan yang berlaku didalamnya, dalam
perkembangannya juga diiringi pemberian hak-hak yang bersifat melekat pada
dirinya. Dalam memandang sistem pidana hilang kemerdekaan yaitu bagi
narapidana yang mendapatkan perlakuan dengan kekerasan fisik maupun mental,
maka digantikan dengan mendapat perlakukan layaknya seorang narapidana yang
perlu adanya suatu pembinaan dan bimbingan dengan menempatkan seseorang
yang menjalani hukuman atau penjara untuk mendapatkan perlakuan yang lebih
manusiawi. Hal inilah yang kemudian mengantikan sistem kepenjaraan menjadi
sistem pemasyarakatan1
Istilah pemasyarakatan secara resmi mengantikan istilah kepenjaraan sejak
tanggal 27 April 1964 melalui amanat tertulis Presiden Soekarno di Lembang
Bandung dalam rangka ‘retoling’ dan ‘reshaping’ dari sestem kepenjaraan yang
dianggap tidak selaras dengan ide pangayoman sebagai konsepsi hukum nasional
yang berkribadian Pancasila2
1 A. Widiada Gunakaya, Sejarah dan Konsepsi Pemasyarakatan, Armico, Bandung, 1988, hlm 10.
2 Adi Sujatno, Sistem Pemasyaakatan Indonesia, Direktorat Jenderal Pemasyaraktan Departemen Kehakiman dan
HAM RI, Jakarta, 2004, hlm 9
6
Konferensi Lembang tersebut di rumuskan prinsip-prinsip pokok yang
menyangkut perlakuan terhadap narapidana dan anak didik sebagai berikut :
1. ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan peranan sebagai
warga masyarakat yang baik dan berguna
2. penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam oleh Negara. Ini berarti bahwa
tidak boleh ada penyiksaan terhadap narapidana dan anak didik, baik yang
berupa tindakan, perlakuan, ucapan, cara perawatan ataupun penempatan. Satu-
satunya derita yang dialami oleh narapidana dan anak didik hendaknya
hanyalah dihilangkannya kemerdekaannya untuk bergerak dalam masyarakat
bebas
3. berikan bimbingan, bukan penyiksaan, supaya mereka bertobat. Berikan kepada
mereka pengertian mengenai norma-norma hidup dan kehidupan, dan sertakan
mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup
kemasyarakatannya
4. negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau lebih jahat
daripada sebelumnya dijatuhi pidana, misalnya dengan mencampurbaurkan
narapidana dan anak didik, yang melakukan tindak pidana berat dengan yang
ringan, dan sebagainya
5. selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik
harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Antara
lain kontak dengan masyarakat dapat terjelma dalam bentuk kunjungan hiburan
kedalam Lembaga Pemasyarakatan dari anggota-anggota masyarakat bebas,
dan kesempatan yang lebih banyak untuk berkumpul bersama sahabat dan
keluarga
6. pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat
sekedar pengisi waktu. Juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan jawatan atau kepentingan negara pada waktu-waktu tertentu saja.
Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan yang terdapat di
masyarakat, dan yang menunjang pembangunan, umpamanya menunjang usaha
meningkatkan produksi pangan
7. bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik harus
berdasarkan Pancasila. Antara lain ini berarti bahwa kepada mereka harus
ditanamkan jiwa kegotongroyongan, jiwa toleransi, jiwa kekeluargaan,
disamping pendidikan kerokhanian dan kesempatan untuk menunaikan ibadah
agar memperoleh kekuatan spiritual
8. narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah manusia,
dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia. Martabatnya dan perasaannya
sebagai manusia harus dihormati
7
9. narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan sebagai
satu-satunya derita yang dapat dialaminya
10.disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi
rehabilitatif, korektif dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan3
Dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,
yang dimaksud dengan pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan
kegiatan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem,
kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem
pemidanaan dalam tata peradilan pidana4 yang bertujuan untuk mengembalikan
warga binaan pemasyarakatan terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana
oleh warga binaan serta merupakan penerapan dan bagian yang tak terpisahkan
dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut sistem pemasyarakatan berusaha
menitikberatkan kegiatan pada usaha-usaha perawatan, pembinaan, pendidikan
dan bimbingan bagi warga binaan yang bertujuan untuk memulihkan hubungan
yang asasi antara individu warga binaan dengan masyarakat. Menurut Suhardjo
Negara yang telah mengambil kemerdekaan seseorang dan yang pada waktunya
akan dikembalikan kepada masyarakat lagi, mempunyai kewajiban terhadap
terpidana dan terhadap masyarakat.
Secara umum Hak – hak narapidana ini telah tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yaitu:
1. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
2. mendapat perawatan baik rohani maupun jasmani
3. mendapatkan pendidikan dan pengajaran
4. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
5. menyampaikan keluhan
3 Departemen Kehakiman, Dari sangkar ke sangkar suatu komitmen pengayoman, Jakarta, 1979, hlm 9
4 Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Himpunan Peraturan
Perundang-Undangan Tentang Pemasyarakatan, Jakarta, 2003, hlm . 247
8
6. mendapatkan bahan bacaan dan siaran media massa lainnya yang tidak dilarang
7. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
8. menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya
9. mendapatkan pengurangan masa pidana
10. mendapatkan kesempatan berasimilasi ternasuk cuti mengunjungi keluarga
11. mendapatkan pembebasan bersyarat
12. mendapatkan cuti menjelang bebas
13.mendapatkan hak-hak Narapidana sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku5
Salah satu hak narapidana dalan Undang-undang Pemasyarakatan adalah
pembinaan yang melalui tahapan-tahapan hingga narapidana dikembalikan kepada
masyarakat dengan harapan tidak mengulangi perbuatannya lagi, maka dalam
progam tahap akhir yaitu cuti menjelang bebas (CMB) diberikan sebagai hak
kepada setiap narapidana dengan tujuan narapidana tidak dibina lagi di lembaga
pemasyarakatan tetapi dibina ditengah-tengah masyarakat dengan harapan tidak
ada lagi gambaran negatif dari masyarakat terhadap mantan narapidana. Tujuan
pembinaan berkaitan dengan tujuan akhir dari pemidanaan menurut Wirjono
Prodjodikoro, yaitu :
a. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik secara
menakut-nakuti orang banyak (generals preventif) maupun menakut-nakuti
orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar dikemudian hari tidak
melakukan kejahatan lagi (speciale preventif), atau
b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang melakukan kejahatan
agar menjadi orang-orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi
masyarakat6
5 Pasal 1 ayat 1 UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
6 Wirjono Prodjodikoro, asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Eresco, Jakarta, 1975,hlm15
9
Tujuan pemidanaan itu sendiri diharapkan dapat menjadi sarana
perlindungan masyarakat, rehabilitasi dan resosialisasi, serta aspek psikologi
untuk menghilangkan rasa bersalah bagi yang bersangkutan.
Adapun narapidana yang memperoleh hak - hak sampai akhir bulan
November tahun 2012 sebagai berikut :
Tabel 2
Hak yang diperoleh Narapidana di Rutan Klas IIB Wonogiri
Masa pidana Jumlah
narapidana
Remisi
(17Agustus)
CMB PB
1 Tahun sampai 3 Tahun 68 12 5 0
3 Tahun lebih 101 44 0 44
Total 169 56 5 44
Sumber : Rumah Tahanan Klas IIB Wonogiri
Hak –hak yang diberikan kepada narapidana di Rumah Tahanan, meskipun
telah dijamin namun tidak diperoleh secara otomatis. Untuk memperoleh beberapa
hak yang diberikan, narapidana harus memenuhi syarat, tata cara dan kriteria
tertentu. Proses narapidana dalam memperoleh hak-nya untuk mendapatkan cuti
menjelang bebas harus memenuhi syarat subtantif yaitu telah menjalani 2/3 (dua
pertiga) dari masa pidananya dan jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir
paling lama 6 (enam) bulan7
Selain syarat subtantif harus memenuhi syarat administratif, yaitu Kutipan
putusan hakim (ekstra vonis), Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat
oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan
Narapidana yang dibuat oleh Wali Pemasyarakatan, Surat Pemberitahuan ke
Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian Cuti Menjelang Bebas terhadap
Narapidana yang bersangkutan, Salinan register F (daftar yang memuat tentang
pelanggaran tata tertib yang dilakukan Narapidana selama menjalankan masa
pidana dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN, Salinan daftar perubahan atau
7 ibid, pasal 49
10
pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi dan lain-lain dari Kepala Lapas
atau Kepala Rutan, Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima
Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan seperti pihak keluarga, sekolah,
Instansi Pemerintah atau Swasta dengan diketahui oleh Pemerintah Daerah
setempat serendah-rendahnya Lurah atau Kepala Desa8
Berdasarkan syarat- syarat diatas yang dapat mengajukan hak cuti
menjelang bebas hanya yang dijatuhkan pidana lima belas bulan atau lebih dari
tiga tahun, mengingat syarat dari cuti menjelang bebas narapidana harus menjalani
2/3 dari masa pidana atau tidak kurang dari 9 bulan. Dan dari tabel diatas
menunjukan bahwa pemberian hak – hak narapidana khususnya tentang
pemberian cuti menjelang bebas kurang efektif dan optimal, dikarenakan tidak
banyak narapidana yang telah menjalani pidana dengan memenuhi syarat minimal
dalam memperoleh cuti menjelang bebas. Minimnya jumlah narapidana yang
hanya terdapat empat orang narapidana saja yang diberikan cuti menjelang bebas
menggambarkan kepada penulis bahwa terdapat kendala/hambatan dalam
pelaksanan pemberian cuti menjelang bebas.
C. Rumusan Masalah
Dari pemaparan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan mengenai hal
tersebut sebagai berikut :
a. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian ijin cuti menjelang bebas bagi narapidana di
Rumah Tahanan Klas II B Wonogiri ?
b. Apakah yang menjadi hambatan dalam pemberian ijin cuti menjelang bebas tersebut ?
8 ibid, pasal 6
11
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dibuat untuk meneliti beberapa hal, dengan tujuan yang ingin
dicapai adalah:
a. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian ijin cuti menjelang bebas bagi narapidana
di Rutan Klas IIB Wonogiri.
b. Untuk mengetahui hambatan dalam pemberian ijin cuti menjelang bebas bagi
narapidana di Rutan Klas IIB Wonogiri.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan
hukum pada umumnya dan pada khususnya yang berhubungan dengan sistem
pembinaan narapidana.
b. Dapat menambah literatur, bahan penelitian ilmiah dan sumbangan pemikiran di
bidang pemasyarakatan.
12
2. Manfaat praktis
a. Untuk memberikan penjelasan pada pihak yang tertarik dan berkepentingan
mengenahi pemberian cuti menjelang bebas bagi narapidana.
b. Dapat mengungkapkan permasalahan yang terjadi yang berkaitan dengan
pemberian cuti menjelang bebas bagi narapidana.
F. Metode Penelitian
Agar dapat memperoleh keterangan yang lengkap serta dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka dalam suatu pelaksanaan penelitian
diperlukan adanya suatu metodologi penelitian.
Adapun langkah-langkah dan teknis penelitian yang penulis gunakan adalah
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang ditunjukan
untuk memberikan data yang seteli mungkin tentang manusia, keadaan atau
gejala-gejala lainnya9, dalam hal ini berkaitan dengan tindakan – tindakan yang
dilakukan Rumah Tahanan dalam pemberian ijin cuti menjelang bebas bagi
narapidana di Rumah Tahanan klas II B Wonogiri.
9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hlm10
13
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai penelahan dalam tataran
konseptional tentang arti dan maksud berbagai peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan syarat dan prosedur dalam pengajukan ijin cuti menjelang
bebas10
3. Jenis Data
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari objek penelitian. Data primer berupa
keterangan langsung yang diperoleh dari hasil wawancara dengan petugas Rumah
Tahanan dan dengan para narapidana sebagai responden.
b. Data sekunder, yaitu data yang mendukung dan melengkapi data primer,
diantaranya mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil
penelitian yang berwujud laporan, data – data dari internet dan seterusnya yang
terkait dengan masalah yang akan diteliti.
4. Metode Pengumpulan data
Untuk memperoleh data primer maka teknik pengumpulan data dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
10
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2001
14
a. Wawancara dilakukan dengan tanya jawab dengan para pihak yang terkait dengan
penelitian antara lain :
1. Petugas bagian pembinaan warga binaan
2. Narapidana
b. Observasi
Observasi adalah suatu studi yang dilakukan dengan sengaja/terencana dan
sistematis melalui penglihatan/pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala
spontan yang terjadi saat kegiatan sedang dilangsungkan. Pengamatan yang
dilakukan penulis secara langsung dengan mendatangi Rumah Tahanan Klas II B
Wonogiri untuk melihat kondisi yang sebenarnya
c. Studi kepustakaan
Pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku,
literatur, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian
diantaranya:
1. Undang – undang nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006 tentang perubahan Peraturan
Pemerintah republik Indonesia Nomor 32 tahun 1999 Tentang Syarat dan
Tata cara pelaksanaan hak Warga binaan pemasyarakatan
15
3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI NO.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti
menjelang bebas.
5. Unit Amatan
Di dalam penulisan ini yang ditempatkan sebagai unit amatan adalah Peraturan
Menteri Hukum dan HAM RI NO.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.
6. Unit Analisis
Pemberian ijin cuti menjelang bebas bagi narapidana di Rumah Tahanan Klas II B
Wonogiri.