bab ii · 2017. 4. 1. · 14 bab ii kajian pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1kinerja karyawan menurut...
TRANSCRIPT
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan teori
2.1.1 Kinerja Karyawan
Menurut Wirawan (2009: 81) kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai. Produktifitas tenaga kerja
(kinerja) lebih mengarah kepada perbandingan antara hasil yang dicapai dengan
peran serta tenaga kerja persatuan waktu, sedang peran serta tenaga kerja ialah
penggunaan sumber daya secara efisiensi dan efektif (Rageb, dkk, 2013;
Shahhosseini, 2013).
Artiningsih dan Rasyid (2013) menyampaikan bahwa kinerja
(performance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk
sebuah pekerjaan karyawan dan merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi
persyaratan sebuah pekerjaan, namun sering disalah-tafsirkan sebagai upaya
(effort) yang mencerminkan energi yang dikeluarkan, kinerja diukur dari segi
hasil. Menurut Yeh dan Hong (2012) kinerja (performance) adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam
strategic planning suatu organisasi.
Abdullah, dkk (2013) dan Folorunso, dkk (2014) menyatakan bahwa
kinerja karyawan adalah kemampuan kinerja yang dicapai dan diinginkan dari
perilaku pegawai dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan
yang menjadi tanggung jawab secara individu atau kelompok. Kinerja merupakan
15
suatu karya nyata yang diciptakan oleh seorang karyawan, kadang kala proses
penyelesaian suatu pekerjaan atau permasalahan dilakukan dengan berbeda oleh
setiap karyawan. Kinerja umumnya dapat dilihat dengan jelas (konkrit) karena
berupa laporan akhir yang siap disajikan oleh karyawan untuk dipresentasikan
atau dilaporkan kepada masing-masing pemimpin mereka. Hasil proses kerja atau
kinerja juga dapat secara abstrak dilihat dengan kasat mata namun tak dapat
terukur, misalkan ketika seorang karyawan bagian pemasaran sehabis melakukan
negoisasi dengan client dan terjadi follow up (tindak lanjut) ke depannya. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa proses kerja yang dilakukan oleh karyawan
tersebut berjalan dengan baik dan menghasilkan kinerja positif karena terjadi
follow up yang mengindikasikan adanya kecenderungan kesamaan paham
sehingga memungkinkan terjadinya kesuksesan negoisasi dengan client tersebut.
Kinerja dapat dikatakan suatu hasil kerja, terlepas dari tersepakati atau tidaknya
suatu kesepakatan dalam sebuah negoisasi (Susanty dan Miradipta, 2013; Memari,
dkk, 2013; Thamrin, 2012).
Berdasarkan pengertian kinerja karyawan yang dikemukakan oleh para
ahli tersebut di atas peneliti berpendapat bahwa kinerja karyawan adalah hasil atau
tingkat keberhasilan seorang karyawan secara keseluruhan selama periode tertentu
di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan,
seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
2.1.2 Kepemimpinan Transformasional
Burns dalam Safaria (2014: 62) melahirkan pendekatan baru mengenai
kepemimpinan yang membagi menjadi kepemimpinan transaksional dan
16
transformasional. Kepemimpinan transaksional adalah tipe kepemimpinan yang
didasarkan pada sejenis pertukaran antara pemimpin dengan pengikutnya, seperti
pemberian imbalan jika kinerja baik. Dalam pendekatan transaksional, hubungan
antara pemimpin dan pengikutnya hanya sebatas persetujuan secara implisit
maupun eksplisit bagaimana saat pengikut telah mengeluarkan energi dan waktu
untuk membantu pencapaian tujuan organisasi ditukar dengan imbalan atau job
secure.
Givens (2008) dan Arifin (2014) menyatakan pemimpin transformasional
memberikan inspirasi terhadap pengikutnya untuk memiliki visi sesuai dengan
organisasi serta turut mengembangkan budaya kerja yang akan membangkitkan
aktivitas kinerja yang tinggi. Selain memberikan stimulasi dan inspirasi,
pemimpin transformasional memaksimalkan kemampuan pengikut untuk
memberikan usaha terbaiknya dan mengembangkan kapasitas kepemimpinan
yang mereka miliki. Bukti lainnya mengakumulasikan bahwa kepemimpinan
transformasional dapat menggerakan pengikut untuk mencapai kinerja yang
diharapkan seiring dengan kepuasan serta komitmen pengikut terhadap kelompok
atau organisasi (Avolio, 2004).
Ngadiman, dkk (2013) dan Surbakti dan Suharnomo (2013)
mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai sebuah perilaku yang
bersifat proaktif, meningkatkan perhatian atas kepentingan bersama kepada para
pengikut, dan membantu para pengikut mencapai tujuan pada tingkatan yang
paling tinggi. Hilmi (2011) dan Lamidi (2008) menekankan bahwa dalam
kepemimpinan transformasional, pemimpin merubah kepercayaan, nilai, dan
17
perilaku para pengikut sehingga konsisten dengan visi organisasi. Chiang dan
Wang (2012) menegaskan bahwa pemimpin yang menerapkan kepemimpinan
transformasional memberikan pengaruhnya kepada para pengikut dengan
melibatkan pengikutnya berpartisipasi dalam penentuan tujuan, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, dan memberikan umpan balik melalui
pelatihan, pengarahan, konsultasi, bimbingan, dan pemantauan atas tugas yang
diberikan. Pemimpinan transformasional adalah pemimpin yang mendorong para
pengikutnya untuk merubah motif, kepercayaaan, nilai, dan kemampuan sehingga
minat dan tujuan pribadi dari para pengikut dapat selaras dengan visi dan tujuan
organisasi.
Berdasarkan pengertian tentang kepemimpinan transformasional yang
dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, peneliti menyimpulakan bahwa
kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang dapat
digunakan dalam meningkatkan kinerja bawahannya. Kepemimpinan ini
memadukan serta memotivasi pengikut mereka ke arah tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan dengan memperjelas peranan dan tuntutan tugas. Dengan adanya
penerapan gaya kepemimpinan transformasional, pemimpin mencurahkan
perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari pengikut individual.
2.1.3 Organizational Citizenship Behavioral (OCB)
Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan kontribusi
individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja. OCB ini melibatkan
beberapa perilaku meliputi perilaku menolong orang lain, menjadi volunteer untuk
18
tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur- prosedur di tempat
kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan “nilai tambah karyawan” Ian
merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif,
konstruktif dan bermakna membantu (Aldag & Resckhe. 1997).
Organ (1988) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang bebas,
tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit dengan sistem reward dan bisa
meningkatkan fungsi efektif organisasi. Organ (1997) juga mencatat bahwa
Organizational Citizenship Behavior (OCB) ditemukan sebagai alternatif
penjelasan pada hipotesis “kepuasan berdasarkan performance”.
OCB dianggap sebagai alat untuk prestasi tugas (task accomplishment).
Ketika prestasi menjadi motif, OCB muncul karena perilaku tersebut dipandang
perlu untuk kesuksesan tugas tersebut. Perilaku seperti menolong orang lain,
membicarakan perubahan dapat mempengaruhi orang lain, berusaha untuk tidak
mengeluh, berpartisipasi dalam rapat unit merupakan hal-hal yang dianggap kritis
terhadap keseluruhan prestasi tugas, proyek, tujuan atau misi. Pendek kata,
"masyarakat yang memiliki motivasi berprestasi" memandang tugas dari
perspektif yang lebih menyeluruh. Hal-hal kecil yang membentuk OCB benar-
benar dianggap sebagai kunci untuk kesuksesan.
Unal (2013) mendefinisikan OCB sebagai perilaku individu yang
memberikan kontribusi pada terciptanya efektifitas organisasi dan tidak berkaitan
langsung dengan sistem reward organisasi. Unal (2013) menyatakan bahwa OCB
merupakan:
19
1. Perilaku bebas pekerja yang tidak diharapkan maupun diperlukan, oleh
karena itu organisasi tidak dapat memberikan penghargaan atas munculnya
perilaku tersebut ataupun memberikan hukuman atas ketiadaan perilaku
tersebut.
2. Perilaku individu yang memberikan manfaat bagi organisasi akan tetapi
tidak secara langsung maupun eksplisit diakui dalam sistem penghargaan
formal organisasi.
3. Perilaku yang bergantung pada setiap individu untuk memunculkan
ataupun menghilangkan perilaku tersebut dalam lingkungan kerja.
4. Perilaku yang berdampak pada terciptanya efektifitas dan efisiensi kerja
tim dan organisasi, sehingga memberikan kontribusi bagi produktifitas
organisasi secara keseluruhan.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan para ahli diatas,
peneliti menyimpulkan bahwa OCB merupakan perilaku positif yang dipilih oleh
karyawan secara spontan melampaui deskripsi pekerjaan atau wewenangnya,
dengan kata lain perilaku tersebut merupakan perilaku yang dipilih secara bebas
dan mungkin tidak diakui dan diberikan penghargaan secara langsung atau formal
oleh organisasi, tetapi perilaku tersebut secara agregat dapat meningkatkan fungsi
efektivitas sebuah organisasi. Perilaku yang dapat meningkatkan efektivitas
sangatlah diperlukan bagi organisasi dalam mencapai tujuannya.
2.1.4 Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi identik dengan rasa kecintaan seorang individu
terhadap entitas dimana orang tersebut berkontribusi. Komitmen dapat terbentuk
20
dari berbagai macam hal, baik dari dalam diri individu tersebut maupun
organisasi. Individu yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi
dapat dikarenakan kesamaan nilai perusahaan dengan nilai pribadi, kepuasan
individu dengan pekerjaan yang diberikan, kepantasan kompensasi, keamanan
dan kenyamanan fasilitas tempat kerja, kejelasan jenjang karir dan lain-lain
(Albdour dan Altarawneh, 2014; Abdullah, dkk, 2013). Organisasi dapat
menciptakan komitmen organisasi pada diri tiap individu dengan memenuhi apa
yang mereka janjikan kepada individu yang berkontribusi pada organisasi
tersebut. Dengan begitu, individu yang berkontribusi pada organisasi tersebut
akan memiliki kepercayaan pada organisasi karena konsistensi yang ditunjukkan
oleh organisasi terhadap mereka. Komitmen organisasi merupakan investasi yang
penting untuk keunggulan bersaing perusahaan atau organisasi dalam jangka
panjang. Komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai sebuah faktor krusial
dalam perusahaan yang mengedepankan rasa keterikatan emosional dan material
antara pribadi individu dengan entitas tempat bekerjanya (Ahmad, dkk, 2014;
Kashefi, dkk, 2013).
Sebagai sikap, komitmen organisasi paling sering didefinisikan sebagai
(1) keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu; (2) keinginan
untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; (3) keyakinan tertentu dan
penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Folorunso, dkk (2014); Tan dan Lou
(2012) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sikap yang merefleksikan
loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota
organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan
21
serta kemajuan yang berkelanjutan. Para karyawan yang memiliki idealisme yang
cukup tinggi dan percaya terhadap nilai-nilai perusahaan tempat mereka bekerja
memiliki potensi besar untuk bekerja pada perusahaan tersebut sampai mereka
pensiun. Kesamaan nilai individu dengan perusahaan akan menimbulkan
kepuasan batin pada karyawan sehingga secara otomatis memunculkan rasa
memiliki yang tinggi terhadap perusahaan. Hal ini akan berdampak kepada
kinerja karyawan tersebut karena tidak ada beban ketika melaksanakan
pekerjaannya, kecuali terjadi pergeseran nilai-nilai perusahaan.
Mukhtar, dkk (2012) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu
keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan
tujuan-tujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Hal
ini berdampak ketika seorang karyawan sedang menghadapi kondisi akan suatu
pilihan di lingkungan eksternal, karyawan tersebut akan cenderung berpola pikir
seperti perusahaan tempat dia bekerja dan secara implisit akan menunjukkan
keberpihakannya atas keunggulan-keunggulan perusahaan tempat dia bekerja.
Implikasi lainnya adalah seorang karyawan akan merasa memiliki tanggung
jawab untuk mengembangkan perusahaannya dan dapat dilakukan dengan
pengembangan kapasitas orang yang berada pada subordinatnya.
Chang dan Wong (2012) berpendapat bahwa komitmen organisasi
merupakan kepercayaan dari para peneliti bahwa karyawan yang menunjukkan
komitmen organisasi yang tinggi mungkin lebih bahagia dalam pekerjaan mereka,
menghabiskan lebih sedikit waktu untuk meninggalkan pekerjaan mereka dan
lebih sedikit kecenderungan untuk meninggalkan organisasi.
22
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli tersebut di atas, peneliti
berpendapat komitmen organisasi merupakan suatu perilaku yang ditunjukkan
karyawan terhadap organisasinya dengan kesiapan memberikan usaha yang
terbaik untuk organisasinya, menerima tujuan dan nilai-nilai organisasi serta turut
serta membantu dalam pencapaiannya, dan memiliki keinginan yang kuat untuk
tetap bertahan di dalam organisasinya.
2.2 Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas, untuk dapat
digambarkan kerangka berpikir dalam bagan berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Penelitian
2.4.1 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Komitmen
Organisasi
Keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan ditentukan oleh seorang
pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinan. Tolak ukurannya adalah
KepemimpinanTransformasional
(X1)
OrganizationalCitizenship
Behavioral (X2)
KomitmenOrganisasi
(Y1)
Kinerja Karyawan(Y2)
H1
H2
H3 H4
H5
23
bagaimana kepemimpinan tersebut dapat dikembangkan kemudian dijalankan dan
dipahami oleh para karyawan. Kepemimpinan transformasional merupakan
pemimpin yang memiliki visi kedepan dan mampu mengidentifikasi perubahan
lingkungan serta mampu mentransformasikan perubahan tersebut kedalam
organisasi. Selain itu, pemimpin transformasional juga mempelopori perubahan,
memberikan motivasi dan inspirasi kepada karyawan untuk kreatif inovatif serta
membawa pembaharuan dalam etos kerja dan kinerja manajemen (Bass, 2000).
Dalam pelaksanaan gaya kepemimpinan, seorang pemimpin harus
memperhatikan berbagai faktor yang mungkin dapat menghambat proses timbal
balik antara apa yang diinginkan oleh karyawan dengan apa yang diinginkan
pemimpin. Salah satu cara yang bisa digunakan oleh pemimpin untuk
menciptakan timbal balik yang positif dan efektifitas kerja yang tinggi sehingga
tercipta komitmen organisasi yang tinggi
Hasil penelitian dari Tsai (2008) yang meneliti tingkat komitmen
kontinuan para pekerja pada beberapa perusahaan di Taiwan, dimana pekerja akan
menurun tingkat komitmen kontinuans dikarenakan ketidakdisiplinan pekerja
terhadap perusahaannya. Komitmen kontinuans akan tinggi apabila pemimpin
tetap mampu menjaga kepuasan para karyawannya yang masih bekerja dengan
memberikan bonus begitu pula sebaliknyan, komitmen kontinuan akan menurun
bila karyawan mendapat punishment dari pemimpin dengan teguran bahkan dapat
diberhentikan secara tidak hormat atas pekerjaan yang tidak sesuai dengan visi
dan disiplin yang diterapkan organisasi.
24
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Avolio et. al., (2004) menunjukkan
bahwa antara kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasi memiliki
hubungan yang positif. Kepemimpinan transformasional mampu mempengaruhi
komitmen organisasi dari bawahannya dengan menaikkan tingkat nilai intrinsik
yang lebih tinggi diasosiasikan dengan pencapaian tujuan, menekankan hubungan
antara usaha dari bawahan dengan pencapaian tujuan, dan dengan menciptakan
tingkat komitmen personal yang lebih tinggi baik pada pemimpin dan bawahan
terhadap visi, misi, dan tujuan organisasi. Sofyia Destianty (2005), telah
melakukan penelitian tentang gaya kepemimpinan terhadap komitmen organisasi
pada PT. Pos Indonesia (Persero) Semarang. Salah satu dimensi yang diukur
adalah gaya kepemimpinan transformasional terhadap komitmen organisasi.
Penelitian ini telah membuktikan bahwa gaya kepemimpinan transformasional
mempunyai pengaruh positif terhadap komitmen organisasi.
Penelitian Silalahi, (2008) menunjukkan bahwa pemimpin yang memiliki
gaya kepemimpinan transformational berhubungan dengan komitmen organisasi,
dimana pemimpin bergaya transformasional mempengaruhi dan membantu
bawahannya untuk mencapai level yang lebih tinggi dari komitmen dan
performansi dengan mengawasi hasil kelompok sasaran dan membangun anggota
kelompok secara individu untuk mencapai potensi yang lebih tinggi, memberi
semangat pada bawahan untuk berpikir secara kritis dan setia pada organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai
berikut:
25
H1 : Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap komitmen organisasi.
2.4.2 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja
Karyawan
Paracha, dkk (2012) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional
membawa keadaan menuju kinerja tinggi pada organisasi yang menghadapi
tuntutan pembaharuan dan perubahan. Simamora (2006: 34) menyampaikan
bahwa kinerja (performance) mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang
membentuk sebuah pekerjaan karyawan dan merefleksikan seberapa baik
karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan, namun sering disalah
tafsirkan sebagai upaya (effort) yang mencerminkan energi yang dikeluarkan,
kinerja diukur dari segi hasil.
Givens (2008) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional lebih
fleksibel meningkatkan kreativitas karyawan dan otonomi oleh karena itu kinerja
karyawan meningkat. Penelitian Krishna (2011) menguatkan dengan kesimpulan
gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan. Penelitian tersebut juga diperkuat oleh Shahhosseini, dkk
(2013) yang menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki
hubungan yang kuat dan signifikan mengacu kepada analisis korelasi kita, yang
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang diinginkan adalah gaya
kepemimpinan transformasional, gaya kepemimpinan tersebut meningkatkan
kinerja organisasi.
26
Hasil penelitian Givens (2008); Callow, dkk (2009); dan Paracha, dkk
(2012) juga menyimpulkan kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian-penelitian ini
didukung oleh penelitian Carter, dkk (2012) dan penelitian Arifin (2014) yang
menemukan bahwa kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian Palgunanto, dkk, (2010)
menemukan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara gaya
kepemimpinan transformasional dengan kinerja karyawan. Artinya, semakin
tinggi gaya kepemimpinan transformasional maka semakin tinggi kinerja
karyawan. Penelitian Thamrin (2012) yang menyimpulkan kepemimpinan
transformasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Demikian juga hasil penelitian Surbakti dan Suharnomo (2013)
menyatakan kepemimpinan transformasional dapat mempengaruhi variabel
kinerja karyawan. Semakin baik pelaksanaan kepemimpinan transformasional
berakibat pada peningkatan kinerja karyawan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
H2: Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan.
27
2.4.3 Pengaruh Organizational Citizenship Behavior Terhadap Komitmen
Organisasi
Komitmen organisasi adalah usaha melibatkan diri dalam perusahaan dan
tidak ada keinginan meninggalkannya. Karyawan dengan komitmen organisasi
yang tinggi seperti keinginan untuk tetap bertahan di organisasi akan bekerja
dengan baik dan mempunyai rasa memiliki organisasi sehingga akan melakukan
hal-hal yang menguntungkan bagi organisasi secara sukarela (conscientiousness).
Karyawan yang mempunyai kesamaan nilai-nilai organisasi dengan nilai yang ada
pada dirinya akan menerima segala peraturan dan kebijakan yang ada dalam
organisasi. Sehingga karyawan akan mematuhi peraturan yang berlaku
(sportsmanship). Karyawan yang bekerja keras demi kemajuan organisasi akan
bekerja ekstra demi kelancaran jalannya organisasi. Karyawan tersebut akan
berupaya ekstra untuk menampilkan kinerja yang baik. Sehingga dapat
meningkatkan kualitas kinerjanya. Mereka juga akan memiliki rasa empati untuk
membantu pekerjaan rekan kerjanya (altruism) yang mempunyai beban lebih
banyak, dengan begitu akan menumbuhkan peduli antar karyawan dan mencegah
masalah di dalam organisasi baik masalah dengan pekerjaan, atasan maupun rekan
kerja (courtesy).
Komitmen organisasi pada dasarnya adalah keterlibatan dan loyalitas yang
ditampakkan oleh pegawai terhadap lembaganya atau unit lembaga. Berkaitan
loyalitas tersebut, maka seorang pekerja akan rela untuk bekerja melebihi apa
yang seharusnya ia kerjakan. Dalam hal ini berarti apabila pekerja memiliki
komitmen organisasi tinggi, maka secara tidak langsung akan memunculkan suatu
perilaku yang melebihi perannya (Extra-role/OCB). Secara umum Meyer, Allen
28
dan Smith (2003) mengatakan bahwa komitmen organisasi berhubungan secara
positif dengan tipe perilaku OCB. Hasil penelitian Ristiana (2013), menemukan
hasil bahwa komitmen organisasi memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap OCB. Karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan
memberikan dampak positif dalam bekerja, dengan memberikan usaha terbaiknya
untuk menjalankan apa yang telah menjadi tugasnya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
H3: Organizational Citizenship Behavorial (OCB) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap komitmen organisasi.
2.4.4 Pengaruh Organizational Citizenship Behavior terhadap Kinerja
Karyawan
Organizational Citizenship Behavior merupakan perilaku membantu
dengan sukarela serta diluar dari prasyarat pekerjaan namun berfungsi untuk
meningkatkan efektivitas organisasi (Mehboob dan Bhutto, 2012). Selanjutnya
pegawai tersebut juga akan dibantu oleh pegawai lainnya untuk meningkatkan
kinerjanya sebagai balas budi. Dengan demikian, semakin seseorang melakukan
pekerjaannya melebihi deskripsi peran yang diberikannya (altruism, courtesy,
sportmanship, civic virtue dan conscientiousness) maka kinerja pegawai akan
semakin meningkat (Unal, 2013). Rastgar, dkk (2012) mengemukakan OCB tidak
hanya berpengaruh pada kinerja, namun juga berpengaruh pada bagaimana
seorang atasan mengevaluasi bawahannya.
29
Penelitian Rezai dan Sabzikaran (2012) serta penelitian Rastgar, dkk
(2012) menyimpulkan bahwa OCB berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan. Hasil kedua penelitian ini didukung oleh penelitian
Subejo, dkk (2013) dan penelitian Firmansyah, dkk (2014) yang menemukan OCB
memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian
Maharani, dkk (2013) dan penelitian Ibrahim (2013) menemukan bahwa OCB
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, yang bermakna bahwa
semakin karyawan memunculkan perilaku sikap mementingkan orang lain dan
menunjukkan ketaatan yang tinggi pada perusahaan, maka akan diikuti dengan
semakin berkualitasnya kinerja yang dihasilkan karyawan. Kedua hasil penelitian
ini senada dengan hasil penelitian Darto (2014); Nursyamsi (2013) serta
Artiningsih dan Rasyid (2013) yang menyimpulkan OCB menunjukan pengaruh
terhadap peningkatan kinerja karyawan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
H4: Organizational citizenship behavior berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan.
2.4.5 Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan akan lebih terorganisir dengan baik oleh adanya
komitmen. Komitmen organisasi bisa tumbuh disebabkan karena individu
memiliki ikatan emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan
menerima nilai yang ada serta tekad mengabdi kepada organisasi. Karyawan yang
berkomitmen akan bekerja secara maksimal karena mereka menginginkan
kesuksesan organisasi tempat dimana mereka bekerja. Mereka akan memiliki
30
pemahaman tentang tugasnya. Karyawan tersebut akan terlibat dalam pekerjaan
yang penuh tangung jawab. Tapi, pekerjaan tersebut tidak sebagai beban semata
melainkan tugas dalam organisasi.
Elsa (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh komitmen organisasi
terhadap kinerja SKPD Pemerintahan Kota Padang Panjang hasil penelitian
menunjukkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja SKPD
Pemerintahan Kota Padang Panjang. Essy (2009) melakukan penelitian mengenai
pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja SKPD Pemerintahan Kota Binjai,
hasil penelitian menunjukkan menemukan bahwa komitmen organisasi
berpengaruh terhadap kinerja SKPD Pemerintahan Kota Binjai. Hal ini terjadi
mungkin disebabkan karena para pegawai negeri sipil pada SKPD Pemerintahan
tersebut dituntut untuk patuh terhadap peraturan yang mengikat mereka, sehingga
komitmen ini memiliki pengaruh terhadap kinerja. Namun hasil ini bertolak
belakang dengan penelitian Juliami (2010) yang melakukan penelitian mengenai
pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian
menemukan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja
karyawan. Hal ini mungkin karena para para karyawan yang kurang mematuhi
peraturan yang ada di dalam organisasi sehingga mereka tidak berkomitmen
dalam bekerja yang membawa dampak buruk terhadap hasil kinerja mereka.
Ketidakpatuhan ini bisa saja disebabkan faktor-faktor seperti karakteristik struktur
organisasi tempat mereka bekerja, pengalaman kerja, faktor personalnya, maupun
karakteristik pekerjaannya.
31
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut:
H5 : Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan.